Costing Ina Cbgs

56
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan tersebut merupakan upaya seluruh potensi bangsa Indonesia, baik masyarakat, swasta, maupun pemerintah. 1 Untuk menjamin tercapainya tujuan pembangunan kesehatan diperlukan dukungan sistem kesehatan nasional (SKN) yang tangguh. SKN adalah suatu tatanan yang menghimpun berbagai upaya bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin derajat kesehatan yang setinggi-tingginya sebagai perwujudan kesejahteraan umum seperti yang dimaksud pembukaan UUD 1945. 1 Berbagai upaya dilakukan pemerintah agar terselenggaranya pembangunan nasional salah satunya

Transcript of Costing Ina Cbgs

Page 1: Costing Ina Cbgs

BAB 1 : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang

bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi

setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Pembangunan tersebut merupakan upaya seluruh potensi bangsa Indonesia, baik

masyarakat, swasta, maupun pemerintah.1

Untuk menjamin tercapainya tujuan pembangunan kesehatan diperlukan

dukungan sistem kesehatan nasional (SKN) yang tangguh. SKN adalah suatu

tatanan yang menghimpun berbagai upaya bangsa Indonesia secara terpadu dan

saling mendukung guna menjamin derajat kesehatan yang setinggi-tingginya

sebagai perwujudan kesejahteraan umum seperti yang dimaksud pembukaan UUD

1945.1

Berbagai upaya dilakukan pemerintah agar terselenggaranya pembangunan

nasional salah satunya dengan berkomitmen memberikan jaminan kesehatan bagi

setiap warga Negara. Berbagai teknologi baru bermunculan. Riset-riset untuk

menghasilkan inovasi baru harus terus dilakukan. Semua itu memerlukan biaya

yang tidak sedikit. Ditambah lagi, persaingan di dunia kesehatan yang makin

ketat. Banyak institusi pelayanan kesehatan, seperti rumah sakit dan klinik, yang

bermunculan. Kehadiran institusi-institusi tersebut, tidak hanya didasari semangat

untuk menolong, tapi juga memiliki sisi bisnis yang tidak bisa dikesampingkan.

Page 2: Costing Ina Cbgs

Tentu saja, dalam bisnis, segelintir pihak mengharapkan keuntungan dari bisnis

yang mereka jalani tersebut.

Masalahnya, upaya mencari keuntungan tersebut dilimpahkan kepada

masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan kesehatan. Itu artinya, institusi

pelayanan bergantung pada uang yang dibayarkan masyarakat atas jasa yang telah

mereka berikan. Semakin banyak uang yang dibayarkan, semakin besar pula

keuntungan yang didapat. Akibatnya, banyak institusi pelayanan medis yang

mengambil jalan pintas dengan menentukan tarif pelayanan medis secara

sembarangan. Ini disebabkan tidak adanya standar baku yang berlaku secara

nasional untuk menghitung dan mengevaluasi pelayanan medis yang harus

dikenakan pada masyarakat. Itu sebabnya, sering terjadi perbedaan biaya pada

institusi pelayanan kesehatan yang berbeda, walaupun diagnosis yang dilakukan

sama. Akibatnya, banyak pengguna jasa pelayanan kesehatan merasa ditipu.

Namun, masyarakat tidak mampu melakukan perlawanan karena tidak adanya

patokan yang bisa dijadikan dasar untuk melakukan klarifikasi.

Ketiadaan standar ini memang sangat merugikan konsumen jasa pelayanan

kesehatan, terlebih lagi bagi golongan masyarakat miskin. Umumnya, masyarakat

miskin tidak memiliki banyak pilihan dalam hidup mereka. Selain itu,

pengetahuan serta akses mereka menuju pelayanan kesehatan yang murah dan

memadai juga terbatas, sehingga, mereka dengan mudah menerima apa pun yang

dikatakan atau disarankan oleh dokter atau rumah sakit. Akibatnya, ketika mereka

mengetahui jumlah kewajiban yang harus mereka lunasi, mereka tidak berdaya.

Akhimya, mereka lebih memilih untuk menjauhi institusi pelayanan kesehatan

karena merasa takut dengan biaya yang mahal.

Page 3: Costing Ina Cbgs

Untuk itu perlu dicari suatu solusi untuk mengendalikan biaya pelayanan

di rumah sakit melalui mekanisme pembayaran pra-upaya (Prospective Payment

System) dalam bentuk tarif Paket Pelayanan Esensial (PPE). Analisis biaya

pelayanan berbasis aktivitas dan tarif PPE ini telah berkembang menjadi tarif

paket dengan model Diagnosis Related’s Group (DRG) yang di Indonesia

dinamakan Indonesia Diagnosis Related’s Group (INA-DRG).2

Lisensi INA-DRG yang merupakan software grouper dari PT. 3M

Indonesia berakhir pada tanggal 1 Oktober 2010 (expired). Selanjutnya,

Indonesia menggunakan INA-CBGs dengan sistem yang sama seperti INA-DRG

dengan beberapa peningkatan. INA-CBGs merupakan suatu sistem klasifikasi

kombinasi dari beberapa jenis penyakit/ diagnosa dan prosedur/ tindakan

pelayanan di Rumah sakit yang dikaitkan dengan pembiayaan dengan tujuan

meningkatkan mutu dan efektifitas pelayanan.3

INA-CBGs termasuk ke dalam sistem Casemix yaitu salah satu metode/

alat yang memungkinkan upaya menetapkan ekuiti, efisiensi, dan kualitas suatu

rumah sakit dengan melakukan identifikasi dari seluruh sumber daya yang

digunakan. Oleh karena itu, jika kita berbicara tentang INA-CBGs tentu tidak

akan terlepas dari sistem Casemix begitu pun sebaliknya.3

Centre for Casemix adalah sebuah wadah yang dibentuk Depkes RI, yang

bertugas mengumpulkan, mengolah, dan menyajikan data dan informasi mengenai

pelaksanaan Casemix di 15 rumah sakit yang telah ditunjuk pemerintah sebagai

tempat uji coba sistem Casemix. Berbekal data yang dikirimkan dari rumah sakit-

rumah sakit tersebut Centre for Casemix menyusun daftar tarif INA-CBGs.

Page 4: Costing Ina Cbgs

Adapun rumah sakit yang berpartisipasi dalam kerja sama ini salah satunya adalah

RSUP Dr. M. Djamil Padang.4

RSUP Dr. M. Djamil Padang merupakan salah satu rumah sakit umum tipe

B di Kota Padang yang telah menggunakan suatu sistem pembayaran dengan

berdasarkan Indonesia Case Base Groups (INA-CBG’s) untuk pasien rawat inap

kelas 3 (tiga) dengan jaminan asuransi Jamkesmas. Pada tahun 2012 sebanyak

7.151 pasien (17,18%) pada Instalasi Rawat Inap dan 34.469 pasien (82,82%)

pada Instalasi Rawat Jalan. 5

Pemerintah melakukan segala cara untuk mengatasi masalah pembiayaan

kesehatan salah satunya dengan menggunakan sistem Costing INA-CBGs. Sistem

ini sangat bermanfaat bagi nakes sebagai penyedia layanan kesehatan maupun

bagi pasien sendiri sebagai penerima layanan kesehatan. Sistem Costing INA-

CBGs sendiri berdasarkan pengelompokkan beberapa kasus dengan diagnosa dan

ciri klinis yang sama, sehingga pasien dapat mengetahui berapa biaya yang akan

mereka keluarkan/ bayarkan kepada rumah sakit untuk menerima pelayanan

kesehatan. Selain itu, Costing INA-CBGs ini juga dapat mengurangi moral

hazard sehingga kontrol biaya dan kontrol mutu dapat dilaksanakan.

Data yang didapat pada Instalasi Rawat Jalan yaitu sebesar

Rp.2.312.606.351,- cost dari rumah sakit untuk klaim Program Jamkesmas dari

tarif INA CBGs yaitu sebesar Rp.7.910.604.396,-. Terdapat kelebihan biaya

sebesar Rp.5.597.998.045,- . Sedangkan, pada Instalasi Rawat Inap sejumlah

Rp.32.290.111.340,- biaya yang dikeluarkan oleh rumah sakit untuk pasien

Jamkesmas dari tarif INA-CBGs yaitu sebesar Rp. 23.943.093.043,-. Terdapat

selisih biaya yaitu sebesar Rp. 8.347.018.297,-. Jika dijumlahkan selisih dari Cost

Page 5: Costing Ina Cbgs

yang dikeluarkan rumah sakit dengan tarif INA-CBGs yang telah ditetapkan,

terdapat selisih sebesar Rp. 2.749.020.252,- yang menunjukkan cost yang

dikeluarkan rumah sakit lebih besar dari tarif INA-CBGs yang telah ditetapkan.

Hal ini berarti efektifitas dan efisiensi belum dilakukan oleh pihak rumah sakit.

Dengan kata lain kendali biaya dan kendali mutu rumah sakit masih belum

optimal. 5

Sistem Costing di RSUP Dr. M. Djamil Padang untuk pasien Jamkesmas

belum menggunakan sistem Costing INA-CBGs yaitu sistem perhitungan biaya

dengan mengelompokkan penyakit dengan diagnosa dan ciri klinis yang sama,

melainkan masih menggunakan sistem Costing secara umum yang sesuai dengan

kebutuhan Kemenkes guna penentuan tarif. Sedangkan, idealnya Costing INA-

CBGs dilakukan berdasarkan pengelompokkan penyakit dengan diagnosa dan ciri

klinis yang sama bukan secara umum sesuai dengan kebutuhan untuk pengiriman

data kepada Kemenkes saja. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menganalisis

bagaimana sistem Costing dalam implementasi INA-CBGs di RSUP Dr. M.

Djamil Padang pada tahun 2013.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

1.2.2 Tujuan Khusus

1.3 Manfaat

1.4 Ruang Lingkup

Page 6: Costing Ina Cbgs

BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DRG’s (Diagnnostic Related Group)

Diagnostic Related Group (DRG) berasal dari Amerika Serikat, dimana

DRG dikembangkan pada akhir tahun 1960-an oleh Prof. Bob Fetter di

Universitas Yale. Sistem DRG didesain untuk mengelompokkan secara bersama

pasien rawat inap akut yang secara klinis mirip dan memiliki kesamaan pola

penggunaan sumber daya. DRG menyediakan cara yang bermakna secara klinis

untuk menghubungkan jumlah dan tipe pasien yang dirawat dengan sumber daya

yang digunakan. Kelompok DRG dihasilkan dari data diagnostik, prosedur, dan

demografis yang secara rutin dikumpulkan pada lembar rekam medis pasien rawat

inap. Motivasi awal dari pengembangan DRG adalah menciptakan sebuah

kerangka kerja untuk memantau kualitas pelayanan dan utilisasi pelayanan di

rumah sakit, serta sebagai suatu cara untuk mengukur dan mengevaluasi keluaran

(output) sektor pelayanan kesehatan.6

DRG’s sendiri merupakan suatu cara untuk mengidentifikasikan pasien

yang mempunyai kebutuhan dan keperluan sumber-sumber yang sama di rumah

sakit kemudian dikelompokkan ke dalam kelompok yang mudah dikelola

kebutuhannya. Australian Refined Diagnosis Related Group (AR-DRG)

mendefinisikan DRG sebagai a patient classification system that provides a

clinically meaningful way of relating the types of patients treated in hospital to

the resources required by the hospital. DRG’s dalam bahasa Indonesia diartikan

sebagai pengelompokkan penyakit menurut diagnosis.2

Page 7: Costing Ina Cbgs

Motivasi utama untuk mengembangkan DRG adalah untuk menciptakan

framework yang efektif untuk memonitor penggunaan pelayanan dalam rumah

sakit. Sementara itu tujuan awal pembuatan DRG’s adalah untuk menggabungkan

casemix dengan kebutuhan sumber daya dengan biaya rumah sakit. DRG’s

terutama berfokus kepada intensitas sumber daya. DRG’s dan clinical pathway

merupakan cikal bakal dari casemix yang merupakan sistem klasifikasi pasien

yang dikombinasikan dengan jenis penyakit yang dihubungkan dengan biaya

selama perawatan.2

Depkes sudah mencoba memulainya dengan menerapkan Paket pelayanan

Esensial (PPE) sebagai jembatan menuju DRG’s dan memperkenalkan konsep ini

ke berbagai rumah sakit sejak beberapa tahun yang lalu. Namun, implementasinya

terasa sangat sulit sekali hingga pada awal September 2005 tim dari Universitas

Kebangsaan Malaysia dengan didampingi tim dari UGM dan UI diminta Depkes

untuk men-support perencanaan Depkes dengan uji coba pada 15 RSUP di

Indonesia dengan model pendekatan yang paling mungkin bisa dilaksanakan.

Pemerintah, berdasarkan keputusan Mentri Kesehatan RS No. 989/ Menkes/ SK/

IX/ 2007 berencana akan memberlakukan INA DRG mulai 1 September 2007

untuk kelas III di RS Pemerintah di seluruh Indonesia.2

INA-DRG adalah suatu sistem klasifikasi kombinasi dari beberapa jenis

penyakit/ diagnosa dan prosedur/ tindakan pelayanan di rumah sakit dan

pembiayaannnya yang dikaitkan dengan mutu serta efektifitas pelayanan terhadap

pasien. INA DRG merupakan sistem pemerataan, jangkauan, dan berhubungan

dengan mutu pelayanan kesehatan yang menjadi salah satu unsur dalam

pembiayaan kesehatan. Selain itu sistem ini juga dapat digunakan sebagai salah

Page 8: Costing Ina Cbgs

satu standar penggunaan sumber daya yang diperlukan dalam pemberian

pelayanan kesehatan di rumah sakit.(2,3,5)

2.1.1 Tujuan Diagnostic Related Group (DRG)

Tujuan dari pelaksanaan Diagnosis Related Group (DRG) antara lain:

a. Kontrol biaya

Jika biaya ditetapkan secara prospektif dan dibayar dengan tanpa melihat

lama tinggal pasien, rumah sakit didorong untuk menghindari biaya yang tidak

penting, khususnya jika ekses dari angka pembayaran melebihi biaya aktual yang

optimal. Berdasarkan indeksasi, metode per diem yang ada dari pembayaran tetap

kecuali bahwa biaya yang reasonable disesuaikan dengan jumlah kompleksitas

casemix.7

b. Jaminan mutu

Program jaminan mutu dijalankan terutama melalui pemanfaatan/

utilization. Melalui data DRG yang berguna untuk evaluasi perawatan medis. Data

akan memungkinkan bagi komite yang sesuai untuk membuat perbandingan untuk

pembiayaan, beban/ongkos (charge), dan lama tinggal, dan pelayanan individual

menurut kelompok penyakit antar rumah sakit. Permasalahan yang dicurigai dapat

diuji lebih lanjut dengan informasi yang dibutuhkan, yang diperoleh melalui

diagnosis dalam DRG.7

c. Perencanaan

Informasi berdasarkan DRG dapat berguna untuk berbagai macam

keperluan/ tujuan. Dalam beberapa hal, DRG dapat digunakan untuk

mengantisipasi kebutuhan staf tenaga medik dalam kasus-kasus tertentu akibat

Page 9: Costing Ina Cbgs

dari perubahan volume bauran casemix. Data DRG juga bisa digunakan sebagai

informasi bagi pihak ketiga sebagai payer untuk membandingkan provider mana

yang menghasilkan pelayanan pada unit cost yang paling rendah.7

2.1.2 Syarat dalam Keberhasilan Implementasi DRG

Data yang harus ada dalam Diagnostic Related Group (DRG) yang

menjadi syarat dalam keberhasilan implementasi DRG tergantung pada 3 C

(coding, costing, dan clinical pathway).

a. Coding

Proses terbentuknya tarif DRG tidak terlepas dari adanya peran dari sistem

informasi klinik rekam medis. Tujuan rekam medis untuk menunjang tercapainya

tertib administrasi dalam upaya peningkatan pelayanan kesehatan di rumah sakit.

Tertib administrasi adalah salah satu faktor yang menentukan keberhasilan

pelayanan kesehatan di rumah sakit, sehingga keberhasilan pelaksanaan DRG pun

sangat tergantung dengan data pada rekam medis.7

Data dasar dalam INA-DRG terdiri dari 16 variabel, yaitu : 8

1) Nama RS

2) Kelas RS

3) Nomor Rekam Medis

4) Kelas Perawatan

5) Total biaya

6) Jenis perawatan

7) Tanggal masuk rumah sakit

8) Tanggal keluar rumah sakit

9) Lama hari rawatan

Page 10: Costing Ina Cbgs

10) Umur ketika masuk rumah sakit (dalam satuan tahun)

11) Jenis kelamin

12) Cara pulang

13) Berat badan baru lahir

14) Diagnosa dan Prosedur

15) Hasil grouping

16) Identitas pasien (Nama pasien, No. SKP, Dokter Penanggung Jawab dan

tanda tangan, data alat/ bahan medic habis pakai)

b. Costing

Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam menentukan

pembiayaan untuk DRG, yaitu : 7

1) Top Down Costing

2) Activity Based Costing (ABC)

c. Clinical Pathway

Clinical Pathway adalah dokumen perencanaan pelayanan kesehatan

terpadu yang merangkum setiap langkah yang dilakukan pada pasien berdasarkan

standar pelayanan medis, standar asuhan keperawatan, dan standar pelayanan

tenaga kesehatan lainnya.7

2.1.3 Mekanisme Pembayaran Berdasarkan DRG

Hendrartini menyebutkan mekanisme pembayaran berdasarkan Diagnosis

Related Group’s (DRG’s) adalah suatu sistem imbalan jasa pelayanan pada

Prospective Payment Sistem (PPS)/ suatu sistem pembayaran pada pemberian

pelayanan kesehatan, baik rumah sakit atau dokter dalam jumlah yang ditetapkan

sebelum suatu pelayanan di berikan tanpa memperhatikan tindakan yang

Page 11: Costing Ina Cbgs

dilakukan atau lamanya perawatan. Sedangkan Hartono menyatakan bahwa

mekanisme pembayaran berdasarkan DRG adalah suatu mekanisme pembayaran

yang ditetapkan berdasarkan pengelompokkan diagnosa, tanpa memperhatikan

jumlah/pelayanan yang diberikan.(9,10)

Hartono menyebutkan pentingnya mengontrol pembayaran melalui

mekanisme berbasis DRG, meskipun belum di terapkan di Indonesia. beliau

menyebutkan adanya perbedaaan tarif yang di keluarkan oleh Rumah Sakit untuk

kasus yang sama dengan kriteria yang sama karena ada perbedaan tindakan yang

di lakukan dan diagnostik yang di kerjakan sehingga terdapat kecenderungan

peningkatan tarif yang di bebankan kepada pasien.10

Mekanisme untuk penyusunan pembayaran berdasarkan DRG adalah :

a. Melengkapi data pasien

DRG membutuhkan data-data yang dikumpulkan secara rutin oleh rumah

sakit seperti : Identitas pasien, tanggal masuk dan keluar rumah sakit,lama

hari rawat, umur, jenis kelamin, status keluar rumah sakit, BB baru lahir

(jika neonatal), diagnosis utama, diagnosis sekunder dan prosedur

pembedahan.10

b. Analisis pengkelasan dan hasil grouping DRG sesuai dengan ICD 10 yang

diterbitkan oleh WHO

Kewajiban rumah sakit untuk memberikan kode sesuai dengan ICD 10

(Klasifikasi internasional untuk penyakit).10

c. Analisis biaya pasien ( DRG Cost)

Page 12: Costing Ina Cbgs

. Berdasarkan laporan pertama proyek nasional, “Case Costing in Swedish

Health and Medical Care” mendeskripsikan proses pembiayaan kasus

dalam empat langkah: 11

1) Mengidentifikasi total biaya secara akurat

2) Mengalokasikan biaya-biaya tak langsung ke dalam pusat-pusat

penyerapan dana.

3) Mengidentifikasi produk-produk intermediate dan menghitung biaya-

biayanya.

4) Membagi biaya-biaya tersebut kepada pasien.

2.1.4 Casemix dan INA CBGs

Casemix merupakan salah satu metode atau alat yang memungkinkan

upaya menetapkan ekuiti, efisiensi dan kualitas suatu rumah sakit dengan

melakukan identifikasi dari bauran dan jenis kasus/ pasien yang dirawat dan

identifikasi dari seluruh sumber daya yang digunakan. Berdasarkan hasil

penelitian Ronnie, Diagnosis Related Group selanjutnya disebut DRG adalah

suatu cara mengidentifikasi pasien yang mempunyai kebutuhan dan sumber yang

sama dirumah sakit kemudian dikelompokkan kedalam kelompok yang sama.

Sistem ini didasarkan pada keadaan yang menggambarkan berbagai tipe (“mix”)

kondisi pasien atau penyakit (“cases”) selama berobat/ dirawat di rumah sakit.

(12,13)

Ibrahim juga menyatakan bahwa casemix ditetapkan sebagai ilmu untuk

mengklasifikasikan dan menilai kuantitas dari sumber daya pelayanan kesehatan

di rumah sakit. Sistem casemix adalah solusi terbaik untuk pengendalian biaya

kesehatan karena berhubungan dengan mutu, pemerataan, jangkauan dalam sistem

Page 13: Costing Ina Cbgs

kesehatan yang menjadi salah satu unsur dalam pembelanjaan kesehatan serta

mekanisme pembayaran untuk pasien berbasis kasus campuran.7

Menurut Hosizah, sistem Casemix tersebut merupakan suatu cara

mengelola sumber daya rumah sakit seefektif mungkin dalam memberikan

layanan kesehatan yang terjangkau kepada masyarakat berdasarkan

pengelompokkan spektrum diagnosis penyakit yang homogen dan prosedur

tindakan yang diberikan. Secara umum sistem casemix digunakan dalam hal

Quality Assurance Program, komunikasi dokter – direktur RS dan staf medical

record, perbaikan proses pelayanan, anggaran, profilling, brenchmarking, quality

control, dan sistem pembayaran.14

Sistem Casemix merupakan suatu sistem pengelompokkan pasien

berdasarkan kemiripan karakteristik klinis dan homogenitas sumber daya yang

digunakan, dimana sistem ini dinilai mampu mengestimasi untuk menyediakan

pelayanan kesehatan di rumah sakit sesuai dengan kondisi pasien secara efektif

dan efisien. Sistem ini akan menghindari penggunaan alat kedokteran canggih

secara berlebihan, serta pemberian obat-obat yang tidak perlu. Dengan sistem

yang berbasis teknologi informasi ini diharapkan dapat memberikan keadilan dan

transparansi bagi pihak pemberi dan pengguna jasa pelayanan kesehatan, terutama

pelayanan di rumah sakit yang bekerjasama menyelenggarakan Jamkesmas.(3,4)

Implementasi Casemix di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 2006

dengan nama INA-DRG (Indonesia Diagnosis Related Group), berdasarkan

Keputusan Menteri Kesehatan No. 1633/Menkes/SK/XII/2005 tanggal 23

Desember 2005 tentang uji coba penerapan Sistem DRG Casemix. Dimana pada

tahap awal implementasi tersebut melibatkan 15 rumah sakit pilot project yang

Page 14: Costing Ina Cbgs

terdiri dari rumah sakit vertical. Kementerian Kesehatan RI menjajaki kerjasama

dengan United Nation University-International Institute for Global Health (UNU-

IIGH) di Malaysia. Dengan terjadinya pergantian ini maka terjadi pula perubahan

nama dari INA-DRG menjadi INA-CBG’s (Indonesia-Case Based Group’s). 15

Bentuk kerjasama antara Kementerian Kesehatan RI dan UNU-IIGH

adalah serangkaian kegiatan teknis untuk pengembangan dan implementasi sistem

Casemix di Indonesia hingga terciptanya “local norm”, yang nantinya mutlak

menjadi milik Kementerian Kesehatan RI. INA-DRG adalah variasi sistem

casemix untuk Indonesia yang disusun berdasarkan data dari 15 rumah sakit

vertikal, mempergunakan ICD 10 untuk diagnosis dan ICD 9 CM untuk prosedur

tindakan serta biaya berdasarkan tarif yang berlaku pada waktu tersebut. Kunci

Utama dalam pelaksanaan INA DRG adalah :12

a. Tulis selengkapnya oleh tenaga medis/ paramedis mengenai:

1) Diagnosis Utama

2) Diagnosis Komplikasi

3) Diagnosis Penyakit Penyerta

b. Tulis Kodefikasi Diagnosis diatas berdasarkan ICD 10 dan prosedur

tindakan yang diberikan sesuai ICD 9 CM

c. Ketersediaan dan kesiapan petugas koder dan IT dalam menerapkan

software Grouper

Kajian dari sistem casemix yang menjadi perhatian adalah bauran kasus,

yaitu apakah diagnosis utama yang ditegakkan pasien serta komplikasi apa yang

mungkin terjadi akibat diagnosis utama tersebut. Diagnosis utama itulah yang

dijadikan acuan untuk menghitung biaya pelayanan. Penghitungan biaya berfokus

Page 15: Costing Ina Cbgs

pada variabel tersebut, sehingga rumah sakit tidak akan mencantumkan hal-hal

yang tidak seharusnya dalam pembayaran dan penghitungan biaya menjadi lebih

mudah dan tepat. Prioritas pelayanan pasien akan diberikan sesuai dengan tingkat

keparahan, dan tidak dilakukan secara sembarangan. Ini tentunya dapat menekan

biaya pelayanan kesehatan yang kerap menjadi masalah bagi masyarakat,

khususnya masyarakat miskin.12

Ronnie menyatakan bahwa pembayaran perawatan di rumah sakit

berdasarkan DRG adalah cara pembayaran perawatan di rumah sakit berdasarkan

diagnosis, bukan berdasarkan utilisasi pelayanan medis maupun nonmedis yang

diberikan kepada seorang pasien dalam rangka penyembuhan suatu penyakit.

Besarnya pembayaran/ tarif per diagnosis telah ditetapkan sebelumnya, sehingga

bila biaya yang dikeluarkan oleh rumah sakit lebih kecil dari tarif yang telah

disepakati maka selisihnya merupakan keuntungan bagi rumah sakit, tetapi bila

biaya yang dikeluarkan rumah sakit lebih besar daripada tarif yang telah

disepakati maka selisihnya merupakan kerugian bagi rumah sakit.16

Johari menyatakan selain memberikan fokus dalam masalah penghitungan

biaya, casemix juga memberikan standar nasional mengenai berapa biaya yang

harus dikenakan untuk diagnosis tertentu. Hal ini memberikan kepastian sekaligus

transparansi pada masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan kesehatan.

Sehingga biaya dapat diprediksi, dan keuntungan yang diperoleh rumah sakit pun

dapat lebih pasti.17

2.1.5 Manfaat INA-CBGs

Manfaat yang dapat kita peroleh dari penerapan kebijakan program

Casemix INA CBGs secara umum adalah secara medis dan ekonomi. Dari segi

Page 16: Costing Ina Cbgs

medis, para klinisi dapat mengembangkan perawatan pasien secara komprehensif,

tetapi langsung kepada penanganan penyakit yang diderita oleh pasien. Secara

ekonomi, dalam hal ini keuangan (costing) jadi lebih efisien dan efektif dalam

penganggaran biaya kesehatan. Sarana pelayanan kesehatan akan mengitung

dengan cermat dan teliti dalam penganggarannya.18

1) Bagi pasien 18

a. Adanya kepastian dalam pelayanan dengan prioritas pengobatan

berdasarkan derajat keparahan

b. Dengan adanya batasan pada lama rawat (length of stay) pasien

mendapatkan perhatian lebih dalam tindakan medis dari para petugas

rumah sakit, karena berapapun lama rawat yang dilakukan biayanya sudah

ditentukan

b. Pasien menerima kualitas pelayanan kesehatan yang lebih baik

c. Mengurangi pemeriksaan dan penggunaan alat medis yang berlebihan oleh

tenaga medis sehingga mengurangi resiko yang dihadapi pasien

2) Bagi rumah sakit 18

a. Rumah Sakit mendapat pembiayaan berdasarkan kepada beban kerja

sebenarnya

b. Dapat meningkatkan mutu & efisiensi pelayanan Rumah Sakit

c. Bagi dokter atau klinisi dapat memberikan pengobatan yang tepat untuk

kualitas pelayanan lebih baik berdasarkan derajat keparahan,

meningkatkan komunikasi antar spesialisasi atau multidisiplin ilmu agar

perawatan dapat secara komprehensif serta dapat memonitor QA dengan

cara yang lebih objektif

Page 17: Costing Ina Cbgs

d. Perencanaan budget anggaran pembiayaan dan belanja yang lebih akurat

e. Dapat untuk mengevaluasi kualitas pelayanan yang diberikan oleh masing-

masing klinisi

f. Keadilan (equity) yang lebih baik dalam pengalokasian budget anggaran

g. Mendukung sistem perawatan pasien dengan menerapkan Clinical

Pathway

3) Bagi penyandang dana pemerintah (provider) 18

a. Dapat meningkatkan efisiensi dalam pengalokasian anggaran pembiayaan

kesehatan

b. Dengan anggaran pembiayaan yang efisien, equity terhadap masyarakat

luas akan akan terjangkau

c. Secara kualitas pelayanan yang diberikan akan lebih baik sehingga

meningkatkan kepuasan pasien dan provider/ Pemerintah

d. Penghitungan tarif pelayanan lebih objektif dan berdasarkan kepada biaya

yang sebenarnya

2.2 Rumah Sakit dengan sistem Casemix

Rumah sakit adalah sebuah institusi perawatan kesehatan profesional yang

pelayanannya disediakan oleh dokter, perawat, dan tenaga ahli kesehatan lainnya.

Fungsi rumah sakit merupakan pusat pelayanan rujukan medik spesialistik dan

sub spesialistik dengan fungsi utama menyediakan dan menyelenggarakan upaya

kesehatan yang bersifat penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitasi)

pasien.(19,20)

Page 18: Costing Ina Cbgs

Tahap awal implementasi sistem Casemix di Indonesia melibatkan 15

Rumah Sakit sebagai pilot project yang terdiri dari: 21

1) RSU H. Adam Malik, Medan

2) RSUP Dr. M. Djamil, Padang

3) RSUP Dr. M. Hoesin, Palembang

4) RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

5) RSUP Fatmawati, Jakarta

6) RSUP Persahabatan, Jakarta

7) RS Anak Bunda Harapan Kita, Jakarta

8) RS Jantung & Pembuluh Darah Harapan Kita, Jakarta

9) RS Kanker Dharmais, Jakarta

10) RSUP Hasan Sadikin, Bandung

11) RSUP Dr. Kariadi, Semarang

12) RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta

13) RSUP Sanglah, Denpasar

14) RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar

15) RSUP Dr. R. D. Kandou, Manado

Data yang lengkap dan akurat dari sistem casemix dapat berfungsi untuk

memajukan rumah sakit dalam melakukan penilaian terhadap berbagai pelayanan

yang telah diberikan. Sehingga efektivitas pelayanan kesehatan dapat terkontrol

dan dievaluasi serta rumah sakit memiliki acuan yang jelas dalam usaha

meningkatkan mutu pelayanan mereka.14

Pelaksanaan sistem casemix tidak terlepas dari berbagai kendala, salah

satunya adalah kendala dalam melakukan diagnosa dan pengkodeannya. Sampai

Page 19: Costing Ina Cbgs

saat ini, selain ke-15 rumah sakit berpartisipasi, rumah sakit di Indonesia banyak

yang belum mulai menggunakan pengkodean medis. Padahal, kunci sukses dari

penyusunan casemix adalah pada diagnosa dan pengkodean yang teliti sehingga

Costing dari setiap kelompok penyakit dengan diagnosa yang sama dapat

diterapkan.14

2.3 Jamkesmas

Jamkesmas adalah bentuk belanja bantuan sosial untuk pelayanan

kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Program ini diselenggarakan

secara nasional agar terjadi subsidi silang dalam rangka mewujudkan pelayanan

kesehatan yang menyeluruh bagi masyarakat miskin.22

Tujuan Umum dari Jamkesmas adalah meningkatkan akses pelayanan

kesehatan sehingga tercapai derajat kesehatan yang optimal secara efektif dan

efisien bagi seluruh peserta Jamkesmas. Sedangkan, tujuan khusus dari

Jamkesmas antara lain: 23

a. Memberikan kemudahan dan akses pelayanan kepada peserta di seluruh

jaringan PPK Jamkesmas.

b. Mendorong peningkatan pelayanan kesehatan yang terstandar bagi peserta,

tidak berlebihan sehingga terkendali mutu dan biayanya.

c. Terselenggaranya pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel.

Sasaran program adalah masyarakat miskin dan tidak mampu di seluruh

Indonesia sejumlah 76,4 juta jiwa, tidak termasuk yang sudah mempunyai

jaminan kesehatan lainnya.22

2.4 Utilisasi Program Jamkesmas RSUP Dr. M. Djamil Padang 5

Tabel 2.1. Jumlah Pasien Program Jamkesmas

Page 20: Costing Ina Cbgs

di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2012 (Per Oktober 2012)

No. Jenis Rawatan Freq %

1 Rawat Jalan 34.469 82,82

2 Rawat Inap 7.151 17,18

Total 41.620 100

Sumber: Presentasi Seminar Nasional “Pembiayaan Kesehatan berbasis Case Based Group (INA-CBGs ) dalam Mendukung Pelaksanaan Universal Coverage tahun 2014”

Dari tabel di atas, jumlah pasien Program Jamkesmas pada tahun 2012

(sampai bulan Oktober 2012) di RSUP Dr. M. Djamil Padang adalah 41.620

pasien.

Tabel 2.2. Jumlah Pasien Program Jamkesmas Berdasarkan Tingkat

Keparahan Penyakit di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2012

(per Oktober 2012)

No. Severity Level Freq %

1 I 3.755 52,51

2 II 1.922 27,86

3 III 1.401 19,59

4 Error 3 0,04

Total 7.151 100

Sumber: Presentasi Seminar Nasional “Pembiayaan Kesehatan berbasis Case Based Group (INA-CBGs ) dalam Mendukung Pelaksanaan Universal Coverage tahun 2014”

Tabel diatas menunjukkan tingkat keparahan penyakit terbanyak pada

pasien Jamkesmas di RSUP Dr. M. Djamil Padang adalah penyakit dengan level I

(ringan) yaitu sebanyak 3.755 kasus penyakit.

Page 21: Costing Ina Cbgs

Tabel 2.3. Jumlah pasien program jamkesmas berdasarkan cara

pulang di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2012 (per Oktober 2012)

No. Cara Pulang Freq %

1 Sembuh 40.196 96,58

2 Dirujuk 1 0,00

3 Pulang paksa 716 1,72

4 Meninggal 699 1,68

5 Tidak tahu 8 0,02

Total 41.620 100

Sumber: Presentasi Seminar Nasional “Pembiayaan Kesehatan berbasis Case Based Group (INA-CBGs ) dalam Mendukung Pelaksanaan Universal Coverage tahun 2014”

Tabel di atas menunjukkan bahwa cara pulang terbanyak di RSUP Dr. M.

Djamil Padang Tahun 2012 (per Oktober 2012) adalah dengan cara sembuh yaitu

sebanyak 40.196 kasus.

2.5 Analisa Costing (biaya) di Rumah Sakit

2.5.1 Jenis Biaya

Definisi dasar biaya adalah semua pengorbanan yang dikeluarkan untuk

memproduksi dan mengkonsumsi suatu komoditi tertentu. Dengan demikian

pengertian biaya meliputi semua jenis pengorbanan, bisa dalam bentuk uang,

barang, waktu yang hilang, kesempatan yang hilang dan bahkan kenyamanan

yang terganggu. 24

Biaya adalah harga perolehan yang dikeluarkan atau digunakan untuk

menghasilkan suatu produksi (output) atau untuk mengkonsumsi suatu produk

bisa berupa uang atau jasa pelayanan. Biaya pelayanan kesehatan ialah besarnya

Page 22: Costing Ina Cbgs

dana yang harus disediakan untuk menyelenggarakan atau memanfaatkan

berbagai upaya kesehatan yang diperlukan oleh perseorangan, keluarga,

kelompok, dan masyarakat

Biaya juga didefinisikan sebagai penggunaan sumber-sumber ekonomi

yang diukur dengan satuan uang, yang telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi

untuk objek atau tujuan tertentu. Biaya dapat diklasifikasikan berdasarkan dapat

atau tidaknya biaya tersebut diidentikasikan terhadap objek biaya. Objek yang

dimaksud disini adalah produk, jasa, fasilitas, dan lain-lain.25

Witjaksono memberikan definisi biaya lebih singkat dan sederhana, biaya

didefinisikan sebagai suatu pengorbanan sumberdaya untuk mencapai tujuan

tertentu. Mulyadi membedakan pengertian kos (cost), biaya (expence), dan

kerugian (loss). Kos (cost) adalah kas atau nilai setara kas yang dikorbankan

untuk memperoleh barang dan jasa yang diharapkan akan membawa manfaat

sekarang atau dimasa depan bagi organisasi. Biaya (expence) adalah kos

sumberdaya yang telah atau akan dikorbankan untuk mewujudkan tujuan tertentu.

Kerugian (loss) adalah kos yang akan dikorbankan namun pengorbanan tersebut

tidak menghasilkan pendapatan sebagaimana yang diharapkan. Tetapi dalam

pengertian sehari-hari kos dan biaya seringkali diartikan sama.25

Ada beberapa cara klasifikasi biaya, seperti diuraikan berikut ini: 24

a. Berdasarkan sifat kegunaannya

i. Biaya investasi, adalah biaya yang manfaatnya dapat dipergunakan

selama lebih dari satu tahun. Patokan satu tahun didasarkan pada

kalaziman bahwa perencanaan anggaran biasanya dilakukan setiap

Page 23: Costing Ina Cbgs

tahun. Termasuk dalam klasifikasi biaya investasi adalah biaya

gedung, biaya alat medis, dan biaya alat nonmedis.

ii. Biaya pemeliharaan, adalah biaya yang fungsinya untuk

mempertahankan atau memperpanjang kapasitas barang investasi.

Dengan demikian klasifikasinya mengikuti klasifikasi biaya

investasi, yaitu biaya gedung, biaya alat medis, dan biaya alat

nonmedis.

iii. Biaya operasional, adalah biaya yang diperlukan untuk

memfungsikan atau mengoperasikan barang investasi. Termasuk

dalam klasifikasi ini adalah biaya personel (gaji), biaya obat dan

bahan, biaya makan, biaya ATK, dan biaya umum (listrik, air,

telepon, perjalanan,dan lain-lain).

b. Berdasarkan hubungannya dengan jumlah produk (output)

i. Biaya tetap (fix cost), adalah biaya yang besarnya relatif tidak

dipengaruhi oleh jumlah output atau produksi yang dihasilkan.

Termasuk dalam klasifikasi ini adalah barang-barang investasi

yang disebutkan di atas.

ii. Biaya semivariabel (semivariable cost), adalah biaya yang

sebetulnya tidak mengoperasionalkan barang investasi, akan tetapi

besarnya tidak terpengaruh oleh banyaknya produksi. Termasuk

dalam klasifikasi ini adalah biaya gaji pegawai tetap.

iii. Biaya variable (variable cost), adalah biaya yang besarnya

dipengaruhi oleh banyaknya produksi. Misalnya biaya jarum suntik

dalam pelayanan.

Page 24: Costing Ina Cbgs

c. Berdasarkan fungsinya dalam proses produksi

i. Biaya langsung (direct cost), adalah biaya yang manfaatnya

langsung merupakan dari produk atau barang yang dihasilkan.

Misalnya biaya jarum suntik.

ii. Biaya tak langsung (indirect cost), adalah biaya yang manfaatnya

tidak menjadi bagian langsung dalam produk, akan tetapi

merupakan biaya yang diperlukan untuk menunjang unit-unit

produksi.

2.5.2 Pusat Biaya

Pusat biaya adalah unit fungsional dimana biaya-biaya tersebut

dipergunakan. Untuk rumah sakit pusat biaya tersebut secara garis besar dapat

dibagi dua, yaitu (1) pusat biaya penunjang, yaitu unit-unit yang tidak langsung

memproduksi produk rumah sakit dan (2) pusat biaya produksi, yaitu unit-unit

dimana pelayanan rumah sakit dihasilkan.24

Yang termasuk pusat biaya penunjang misalnya adalah unit pimpinan dan

tata usaha, unit pemeliharaan, unit CSSD/ Laundry, unit dapur, dan lain-lain.

Yang termasuk pusat biaya produksi misalnya adalah laboratorium klinik,

laboratorium patologi anatomi, bagian radiologi, unit rawat jalan, unit gawat

darurat, unit ICU/ ICCU, unit bedah, unit rawat inap, unit rehabilitasi medis, unit

kamar jenazah, dan lain-lain.24

2.5.3 Distribusi Biaya

Dalam analisa biaya rumah sakit telah dikembangkan beberapa metode

untuk melakukan distribusi biaya tersebut yaitu metode distribusi sederhana

(simple distribution method), metode distribusi anak tangga (step down method),

Page 25: Costing Ina Cbgs

metode distribusi ganda (double distribution method), dan metode distribusi

multiple (multiple distribution method).24

2.6 Analisa Biaya

Analisis biaya adalah suatu proses mengumpulkan dan mengelompokkan

data keuangan rumah sakit untuk memperoleh dan menghitung biaya output dan

jasa pelayanan rumah sakit. Tujuan analisis biaya adalah:

a. Untuk mendapatkan informasi biaya total rumah sakit dan sumber

pembiayaan serta komponennya

b. Untuk mendapatkan info tentang biaya satuan layanan rumah sakit

c. Untuk dapat menggunakan biaya sebagai salah satu informasi dalam

menetapkan tarif layanan rumah sakit

Dari beberapa uraian di atas, bahwa kegiatan analisis biaya (cost analysis)

sebetulnya merupakan kegiatan yang mencakup analisis jumlah, output pelayanan,

sumber dan komponen biaya, pengalokasian biaya, dan penentuan biaya satuan

yang akan dibayar oleh pasien. Hasil dari analisis biaya tersebut dapat digunakan

sebagai berikut:

a. Analisa biaya memungkinkan perhitungan biaya satuan di berbagai

unit produksi rumah sakit. Informasi ini diperlukan dalam perencanaan

anggaran rumah sakit

b. Sebagai bahan pertimbangan dalam membuat keputusan, yaitu

sehubungan dengan derajat profitability pada cost centre atau revenue

center tertentu

c. Untuk menentukan tarif yang ditentukan oleh unit produksi

Page 26: Costing Ina Cbgs

d. Untuk bahan pegangan bagi manajemen rumah sakit negosiasi dengan

pihak ketiga dalam hal penagihan atau reimbursement

e. Sebagai bahan bagi humas rumah sakit dalam menjelaskan situasi

biaya rumah sakit kepada pihak yang membutuhkan

f. Sebagai bahan bagi pihak manajemen rumah sakit untuk disampaikan

kepada pihak pemilik, pemerintah, dan lain-lain

2.6.1 Metode atau teknik analisis biaya rumah sakit

Salah satu kegiatan pokok analisis biaya adalah melakukan distribusi

(alokasi) biaya investasi dan operasional yang dikeluarkan pada unit penunjang ke

unit produksi. Beberapa teknik analisis biaya yang dikembangkan antara lain:

a. Distribusi sederhana (simple distribution)

Teknik ini sangat sederhana yaitu melakukan distribusi biaya-biaya

yang dikeluarkan di pusat biaya penunjang langsung ke pusat-pusat

produksi. Kelebihan cara ini adalah kesederhanannya sehingga mudah

dilakukan. Kelemahannya adalah asumsi bahwa dukungan fungsional

hanya terjadi antara unit penunjang dengan unit produksi. Padahal

dalam praktek dapat diketahui bahwa antar sesama unit penunjang

biaya terjadi transfer jasa. Misalnya direksi mengawasi dapur, unit

dapur yang member makan direksi, staf, tata usaha, dan lain-lain.

b. Distribusi anak tangga (stepdown method)

Dalam metode ini dilakukan distribusi biaya unit penunjang kepada

unit lain dan unit produksi. Distribusi dilakukan secara berturut-turut

dari unit penunjang terbesar kepada unit-unit (penunjang dan produksi

yang relevan). Setelah selesai kemudian dilakukan distribusi dari unit

Page 27: Costing Ina Cbgs

penunjang lain yang biayanya nomor dua terbesar. Proses ini terus

dilaksanakan sampai semua biaya dari unit penunjang habis

didistribusikan ke unit produksi. Kelebihan pada metode ini adalah

sudah dilakukannya distribusi dari unit penunjang ke unit lainnya.

Tetapi kelemahannya adalah distribusi hanya terjadi sepihak padahal

kenyatannya hubungan terjadi secara timbale balik.

c. Distribusi ganda (double distribution method)

Pada metode ini tahap pertama dilakukan distribusi biaya yang

dikeluarkan di unit penunjang ke unit penunjang lain dan unit

produksi. Hasilnya, sebagian biaya dari unit penunjang sudah

didistribusikan ke unit produksi. Artinya masih ada biaya yang

tertinggal pada unit penunjang yaitu biaya yang diterimanya dari unit

penunjang lain. Biaya yang masih berada pada unit penunjang ini

selanjutnya didistribusikan ke unit produksi. Sehingga tidak ada lagi

biaya yang tersisa pada unit penunjang. Biaya satuan yang didapat dari

metode ini dapat memperinci komponen-komponan biaya dalam biaya

satuan tersebut atau beberapa persen biaya investasi, biaya operasional

dan lain-lain pada biaya satuan tersebut.

d. Multiple distribution

Dalam metode ini distribusi biaya dilakukan secara lengkap, yaitu

antar sesama unit penunjang dari unit penunjang ke unit produksi dan

antar sesama unit produksi. Metode ini jarang dipakai karna

perhitungannya sulit untuk dilakukan dan diperlukan catatan hubungan

kerja antara unit-unit produksi yang sangat banyak. Kegiatan analisis

Page 28: Costing Ina Cbgs

biaya merupakan suatu hal yang cukup kompleks pelaksanaannya

terutama dalam hal penghitungan pengalokasiannya, nemun dengan

menggunakan personal computer hal ini tidak lagi merupakan suatu

hambatan yang perlu dikhawatirkan.

e. Activity based costing (ABC)

Metode ini merupakan system informasi biaya berdasarkan aktivitas

yang digunakan untuk memotivasi personil dalam melakukan

pengurangan biaya dalam jangka panjang melalui pengelolaan

aktivitas. Dasar perhitungan ABC adalah bahwa setiap pusat biaya

akan melakukan aktifitas dan setiap aktifitas membutuhkan sumber

daya. Sumber daya ini dihitung sebagai cost.

f. Metode real cost

Metode ini sebenarnya mengacu pada konsep ABC dengan berbagai

perubahan karena adanya kendala system. Karena itu metode ini

menggunakan asumsi yang sesedikit mungkin.

2.6.2 Pengumpulan data biaya total

Pengumpulan data biaya total merupakan pengumpulan berbagai data yang

diperlukan, yaitu biaya investasi dan biaya operasional masing-masing unit

selama satu tahun anggaran. Lakukan identifikasi semua komponen biaya yang

ada (cost item) pada masing-masing unit tersebut. Untuk biaya investasi atau

biaya tetap dibuat daftar semua inventaris rumah sakit seperti gedung, alat medis,

alat nonmedis, dan kendaraan. Masing-masing item dicatat harga pengadaannya,

waktu pembelian atau pengadaan, dan masa pakainya. Untuk biaya operasional

atau biaya variable, biaya ini dikumpulkan untuk masa satu tahun seperti:

a. Obat dan bahan medis

Page 29: Costing Ina Cbgs

b. Bahan habis pakai

c. Bahan makanan

d. Bahan rumah tangga

e. Laundri

f. Biaya pemeliharaan

g. Biaya listrik, air, telpon

2.6.3 Cost of treatment

Cost of treatment merupakan perhitungan biaya yang terkait dengan biaya

langsung dan tidak langsung yang dibutuhkan untuk melakukan perawatan/

tindakan layanan kesehatan per penyakit terhadap pasien yang sesuai dengan

clinical pathwaynya. Secara teknis perhitungan biaya tersebut akan

mempergunakan activity based costing untuk biaya langsungnya yang

dimodifikasi dengan simple distribution method untuk biaya tidak langsungnya.

Page 30: Costing Ina Cbgs

Tabel 2.1. Cost of treatment (cost/ DRG/ Casemix)

No.Cost of treatment/

activity based costing

Direct cost Indirect cost

Investasi Operasional Pemeliharaan

1. Admission

2. Diagnostic

3. Pra therapy

4. Therapy

5. Follow up

6. Discharge

Sumber: Depkes RI 2007, “Pedoman tarif INA-DRG”, Jakarta

Surat keputusan mentri keuangan nomor 298/ MK.02/ 2005 tentang

peralihan status rumah sakit perusahaan jawatan menjadi instansi pemerintah

pengelola keuangan badan layanan umum (BLU) yang menerapkan pola

pengelolaan keuangan badan layanan umum. Pengelola keuangan rumah sakit

BLU yang efektif dan efisien adalah melalui system cost of DRGs atau cost of

treatment. Cost of DRGs atau cost of treatment adalah keseluruhan biaya mulai

dari pasien masuk melakukan pendaftaran, penegakan diagnosa, terapi, dan

pulang semuanya terangkum dalam suatu alur perawatan atau integrated clinical

pathway.

Clinical pathway di rumah sakit merupakan pedoman yang mencakup

semua aktifitas dari pasien masuk hingga keluar rumah sakit. Pedoman ini

berguna untuk meningkatkan mutu pelayanan dan pengendalian biaya pelayanan.

Clinical pathway dapat dipergunakan sebagai alat evaluasi untuk pelayanan medic

Page 31: Costing Ina Cbgs

yang bermutu dan untuk menghindari tindakan dan aktifitas yang tidak

diperlukan. Hal ini merupakan pedoman dasar perhitungan biaya pelayanan,

supaya pasien mendapatkan kepastian biaya dari upaya penyembuhan

penyakitnya.

Penetapan biaya berdasarkan diagnosis related group’s harus

memperhitungkan factor-faktor yang mempengaruhi besarnya biaya rawat inap

seperti Kardmaji (1986) mengatakan bahwa biaya rawat inap dipengaruhi oleh

biaya obat, biaya operasi, tindakan bedah, dan kelas rawatan.

Diagnosa utama adalah alasan utama pasien rawatan yang ditulis dokter

pada rekam medis. Ketepatan diagnosa utama oleh dokter dapat dilihat dari

diagnosa masuk dan diagnosa pada saat pasien pulang. Berdasarkan penelitian

Ali, W (1997) bahwa diagnosa sangat berhubungan dengan lama hari rawat dan

biaya yang harus dikeluarkan pasien serta akan menentukan jenis tindakan dan

lama hari rawat. Diagnosa penyerta (komplikasi) dan pemberat (kombiditi)

berhubungan dengan pemanfaatan sumber daya rumah sakit (casemix).

2.7 Costing INA CBGs

Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam menentukan

pembiayaan untuk DRG, yaitu : 26

1) Top Down Costing

Metode ini menggunakan informasi utama dari rekening atau data

keuangan rumah sakit yang telah ada. Langkah pertama adalah mengidentifikasi

pengeluaran-pengeluaran rumah sakit yang terkait dengan penyediaan layanan

rawat inap. Langkah selanjutnya adalah mengklasifikasikan pengeluaran-

Page 32: Costing Ina Cbgs

pengeluaran tersebut ke masing-masing cost center seperti bangsal rawat inap

(wards), gaji dan jasa medis tenaga medis dan paramedis (medical salaries),

ruang operasi (operating room), bahan dan barang farmasi (pharmacy), radiologi

(radiology), patologi (pathology), dan pekerja sosial serta unit-unit biaya lain

yang terkait dengan penyediaan layanan kesehatan.26

2) Activity Based Costing (ABC)

ABC adalah suatu metodologi pengukuran biaya dan kinerja atas aktivitas,

sumber daya, dan objek biaya. ABC memilik dua elemen utama, yaitu pengukuran

biaya (cost measures) dan pengukuran kinerja (performance measures). Sumber

daya-sumber daya ditentukan oleh aktivitas-aktivitas yang dilakukan, sedangkan

aktivitas-aktivitas ditentukan berdasarkan kebutuhan yang digunakan oleh objek

biaya. Konsep dasar ABC menyatakan bahwa aktivitas mengkonsumsi sumber

daya untuk memproduksi sebuah keluaran (output), yaitu penyediaan layanan

kesehatan. Melalui pemahaman konsep ABC tersebut di atas, keterkaitan antara

service lines, tarif, sumber daya, dan biaya yang dikeluarkan penyedia sumber

daya dalam kerangka interaksi antara pengguna layanan, rumah sakit, dan

penyedia sumber daya.26

3) Casemix Costing

Casemix Costing adalah metode yang menggabungkan antara Top-Down

Costing dan Activity-Based Costing. Dengan mengkombinasikan metode tersebut,

informasi yang dihasilkan lebih akurat dan stabil. Dengan begitu, jelaslah kiranya

bahwa Case-Mix sangat diperlukan oleh rakyat Indonesia dalam mengambil

keputusan mengenai pelayanan kesehatan. 26

Page 33: Costing Ina Cbgs

Tariff determinanr per DRGs

Margin

Tariff

Cost/ DRGs

Unit Cost

OK

Unit Cost

MED SUPPLIES

Unit Cost

LAB

Unit Cost

DRUGS

Unit Cost

ROOM & BOARD

QTotal Cost

ACTIVITY BASED COSTING + SIMPLE DISTIBUTION

Page 34: Costing Ina Cbgs

2.8 Costing INA-CBGs di RSUP Dr. M. Djamil Padang

Sistem INA-CBGs sudah digunakan di RSUP. Dr. M. Djamil Padang pada

pasien Jamkesmas (Kelas 3). Rencananya, pada tanggal 1 Januari 2014 sesuai

dengan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dalam rangka menyongsong

Universal Coverage, sistem ini akan digunakan untuk setiap kelas di RSUP Dr.

M. Djamil Padang. Implementasi Costing INA-CBGs di RSUP Dr. M. Djamil

Padang sudah ada namun masih secara umum, bukan sesuai diagnosa kelompok

penyakit yang sama. Idealnya sistem Costing INA-CBGs ini menggunakan sistem

Costing per diagnosa kelompok penyakit yang sama. Sementara itu, Costing

pasien jamkesmas di RSUP Dr. M. Djamil Padang dalam rangka implementasi

INA-CBGs masih secara umum sesuai dengan kebutuhan data yang diperlukan

Kemenkes (Lihat Lampiran 1). RSUP Dr. M. Djamil Padang masih dalam

perencanaan untuk mengaplikasikan Costing per diagnosa kelompok penyakit

yang sama sesuai dengan implementasi INA CBGs. (Lihat lampiran 2)

2.9 Kerangka Konsep

Page 35: Costing Ina Cbgs

BAB 3 : METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis Penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan rancangan

croosectional retrospective dimana variabel independen dan dependen diukur pada

saat bersamaan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran

pembiayaan costing INA-CBGs pada pasien Jamkesmas di RSUP Dr. M. Djamil

padang tahun 2013.

3.2 `Waktu dan Tempat

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Juni sampai Juli 2013 di RSUP

DR.M.Djamil Padang.

3.3 Populasi dan sampel penelitian

Populasi penelitian ini adalah semua rekap pembiayaan pasien Jamkesmas

di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2013 selama kurun waktu 1 minggu masa

penelitian. Sampel penelitian ini adalah semua kasus pasien Jamkesmas yang

terjadi pada kurun waktu yang telah ditentukan yang memenuhi kriteria sesuai

template costing yang dibutuhkan.

3.4 Instrumen Penelitian

Instrument atau alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian

ini adalah seluruh data pembiayaan rumah sakit yang dibutuhkan seperti data

rekapitulasi pembiayaan pasien jamkesmas, data kegiatan penderita rawat inap

dan rawat jalan, data jumlah tempat tidur, data realisasi anggaran dana sendiri,

data pendidikan terakhir, jumlah, dan tempat tugas pegawai, data alat kesehatan,

Page 36: Costing Ina Cbgs

rekapitulasi pembayaran jasa pelayanan, data APBN, dan data-data lain yang

dirasa perlu dalam membantu penelitian ini.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menghitung seluruh kasus pasien

Jamkesmas selama 1 minggu waktu penelitian yang dianggapn dapat mewakili

dalam perhitungan costing pasien Jamkesmas berdasarkan implementasi INA-

CBGs. Selain itu, penelitian ini juga dilakukan secara retrospektif (tahun anggaran

sebelumnya) untuk perhitungan biaya umumnya.

Adapun proses dalam pengumpulan data terdiri dari beberapa tahap antara lain:

Tahap I

Tahap II

Tahap III

Tahap IV

3.6 Pengolahan data