BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. STRATEGI KOPING 1. Pengertian...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. STRATEGI KOPING 1. Pengertian...
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. STRATEGI KOPING
1. Pengertian Strategi koping
Menurut Lazarus dan Folkman (dalam Sarafino, 2006) koping adalah suatu
proses dimana individu mencoba untuk mengatur kesenjangan persepsi antara tuntutan
situasi yang menekan dengan kemampuan mereka dalam memenuhi tuntutan tersebut.
Neil R. Carlson (2007) mengungkapkan bahwa strategi koping adalah rencana yang
mudah dari suatu perbuatan yang dapat kita ikuti, semua rencana itu dapat digunakan
sebagai antisipasi ketika menjumpai situasai yang menimbulkan stres atau sebagai
respon terhadap stres yang sedang terjadi, dan efektif dalam mengurangi level stres
yang kita alami.
Menurut Taylor (2012) koping didefinisikan sebagai pikiran dan perilaku yang
digunakan untuk mengatur tuntutan internal maupun eksternal dari situasi yang
menekan. Koping merupakan usaha-usaha baik kognitif maupun perilaku yang
bertujuan untuk mengelola tuntutan lingkungan dan internal, serta mengelola konflik-
konflik yang mempengaruhi individu melampaui kapasitas individu. Menurut Baron
dan Byrne (1991) koping adalah respon individu untuk mengatasi masalah, respon
tersebut sesuai dengan apa yang dirasakan dan dipikirkan untuk mengontrol, mentolerir
dan mengurangi efek negatif dari situasi yang dihadapi. Menurut Stone dan Neale
11
(dalam Rice, 1990) koping meliputi segala usaha yang disadari untuk menghadapi
tuntutan yang penuh dengan tekanan.
MacArthur dan MacArthur mendefinisikan strategi koping sebagai upaya-
upaya khusus, baik behavioral maupun psikologis, yang digunakan orang untuk
menguasai, mentoleransi, mengurangi, atau meminimalkan dampak kejadian yang
menimbulkan stress (Tarsidi, 2008). Gowan mendefinisikan strategi koping sebagai
upaya yang dilakukan oleh individu untuk mengelola tuntutan eksternal dan internal
yang dihasilkan dari sumber stres(Dewi, 2016). Dodds mengemukakan bahwa pada
esensinya, strategi koping adalah strategi yang digunakan individu untuk melakukan
penyesuaian antara sumber-sumber yang dimilikinya dengan tuntutan yang dibebankan
lingkungan kepadanya(Tarsidi, 2008). Secara spesifik, sumber-sumber yang
memfasilitasi koping itu mencakup sumber-sumber personal (yaitu karakteristik
pribadi yang relatif stabil seperti self-esteem atau keterampilan sosial) dan sumber
sumber lingkungan seperti dukungan sosial dan keluarga atau sumber finansial
(Harrington dan Mcdermott, 1993). Friedman (1998) mengatakan bahwa strategi
koping merupakan perilaku atau proses untuk adaptasi dalam menghadapi tekanan atau
ancaman.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa strategi koping adalah
segala usaha individu untuk mengatur tuntutan lingkungan dan konflik yang muncul,
mengurangi ketidaksesuaian atau kesenjangan persepsi antara tuntutan situasi yang
menekan dengan kemampuan individu dalam memenuhi tuntutan tersebut. Bentuk
12
strategi – strategi yang dipercaya dapat meminimalisir atau mengurangi tekanan yang
dihadapi individu.
2. Klasifikasi Strategi Koping
Flokman dan Lazarus (dalam Sarafino, 2006) secara umum membedakan
bentuk dan fungsi koping dalam dua klasifikasi yaitu :
a. Problem Focused Coping (PFC) adalah merupakan bentuk koping yang lebih
diarahkan kepada upaya untuk mengurangi tuntutan dari situasi yang penuh
tekanan. artinya koping yang muncul terfokus pada masalah individu yang akan
mengatasi stres dengan mempelajari cara-cara keterampilan yang baru.
Individu cenderung menggunakan strategi ini ketika mereka percaya bahwa
tuntutan dari situasi dapat diubah (Lazarus dan Folkman dalam Sarafino, 2006).
Strategi ini melibatkan usaha untuk melakukan sesuatu hal terhadap kondisi
stres yang mengancam individu (Taylor,2009).
b. Emotion Focused Coping (EFC) merupakan bentuk koping yang diarahkan
untuk mengatur respon emosional terhadap situasi yang menekan. Individu
dapat mengatur respon emosionalnya dengan pendekatan behavioral dan
kognitif. Contoh dari pendekatan behavioral adalah penggunaan alkohol,
narkoba, mencari dukungan emosional dari teman – teman dan mengikuti
berbagai aktivitas seperti berolahraga atau menonton televisi yang dapat
mengalihkan perhatian individu dari masalahnya. Sementara pendekatan
13
kognitif melibatkan bagaimana individu berfikir tentang situasi yang menekan.
Dalam pendekatan kognitif, individu melakukan redefine terhadap situasi yang
menekan seperti membuat perbandingan dengan individu lain yang mengalami
situasi lebih buruk, dan melihat sesuatu yang baik diluar dari masalah. Individu
cenderung untuk menggunakan strategi ini ketika mereka percaya mereka dapat
melakukan sedikit perubahan untuk mengubah kondisi yang menekan (Lazarus
dan Folkman dalam Sarafino, 2006).
Pendapat di atas sejalan dengan Taylor (dalam Smet, 2006) yang
mengemukakan pengklasifikasian bentuk koping sebagai berikut :
A. Perilaku koping yang berorientasi pada masalah (Problem-focused coping)
1) Planfull problem solving
Individu memikirkan dan mempertimbangkan secara matang
beberapa alternatif pemecahan masalah yang mungkin dilakukan,
meminta pendapat dan pandangan dari orang lain tentang masalah yang
dihadapi, bersikap hati-hati sebelum memutuskan sesuatu dan
mengevaluasi strategi yang pernah dilakukan.
2) Direct action
Meliputi tindakan yang ditujukan untuk menyelesaikan masalah
secara langsung serta menyusun secara lengkap apa yang diperlukan.
3) Assistance seeking
14
Individu mencari dukungan dan menggunakan bantuan dari
orang lain berupa nasehat maupun tindakan didalam menghadapi
masalahnya.
4) Information seeking
Individu mencari informasi dari orang lain yang dapat
digunakan untuk mengatasi permasalahan individu tersebut.
B. Perilaku koping yang berorientasi pada emosi (Emotional Focused
Coping)
1) Avoidance
Individu menghindari masalah yang ada dengan cara berkhayal
atau membayangkan seandainya ia berada pada situasi yang
menyenangkan.
2) Denial
Individu menolak masalah yang ada dengan menganggap
seolah-olah masalah individu tidak ada, artinya individu tersebut
mengabaikan masalah yang dihadapinya.
3) Self-criticism
Keadaan individu yang larut dalam permasalahan dan
menyalahkan diri sendiri atas kejadian atau masalah yang dialaminya.
4) Possitive reappraisal
15
Individu melihat sisi positif dari masalah yang dialami dalam
kehidupannya dengan mencari arti atau keuntungan dari pengalaman
tersebut.
3. Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Strategi Koping :
Menurut Mutadin (2002) cara individu menangani situasi yang mengandung
tekanan ditentukan oleh sumber daya individu yang meliputi :
a. Kesehatan Fisik
Kesehatan merupakan hal yang penting, karena selama dalam usaha
mengatasi stress, setiap individu dituntut untuk mengerahkan tenaga yang
cukup besar.
b. Keyakinan atau pandangan positif
Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting, seperti
keyakinan akan nasib (external locus of control) yang mengerahkan individu
pada penilaian ketidakberdayaan (helplessness) yang akan menurunkan
kemampuan strategi koping.
c. Keterampilan memecahkan masalah
Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi,
menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk
menghasilkan alternatif tindakan, kemudian mempertimbangkan alternatif
16
tersebut sehubungan dengan hasil yang ingin dicapai, dan pada akhirnya
melaksanakan rencana dengan melakukan suatu tindakan yang tepat.
d. Keterampilan sosial
Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan
bertingkah laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang
berlaku dimasyarakat.
e. Dukungan sosial
Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan
emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota keluarga
lain, saudara, teman, dan lingkungan masyarakat sekitarnya.
f. Materi
Dukungan ini meliputi sumber daya berupa uang, barang-barang atau
layanan yang biasanya dapat dibeli.
Berdasarkan penjelasan ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi strategi koping seseorang yaitu: kesehatan
fisik, keyakinan atau pandangan positif, ketrampilan memecahkan masalah,
ketrampilan sosial, dukungan sosial, materi.
4. Dampak dan Manfaat
Dampak negatif apabila individu tidak dapat menerapkan koping maka ia akan
merasa stres yang berkelanjutan, dikarenakan ia tidak dapat mengatasi konflik atau
17
kesenjangan persepsi dengan tuntutan dari lingkungan yang diharapkan dengan
kemampuan individu (Gunawati, 2010)).
Manfaat dari koping tersebut bagi siswa yang tiggal kelas adalah, individu akan
dapat mengatasi atau mengurangi konflik batinnya dengan tuntutan lingkungan
sehingga individu dapat mengatasi kesenjangan persepsi antara tuntutan situasi yang
menekan kemampuan individu (Barriyah, 2013).
B. SISWA TINGGAL KELAS
1. Pengertian Siswa Tinggal Kelas
Menurut KBBI Siswa merupakan “murid”, terutama pada tingkat sekolah dasar
dan menengah. Siswa merupakan anggota masyarakat yang berusaha meningkatkan
potensi diri melalui proses pembelajaran pada jalur pendidikan baik pendidikan formal
maupun nonformal, pada jenjang pendidikan dan jenis pendidikan tertentu
(Wikipedia.com). Menurut Nata (dalam Hisam, 2016) kata murid diartikan sebagai
orang yang menghendaki untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, ketrampilan,
pengalaman dan kepribadian yang baik sebagai bekal hidupnya agar bahagia dunia dan
akhirat dengan jalan belajar sungguh-sungguh. Menurut Undang-Undang Pendidikan
No. 2 Th. 1989 mengacu dari beberapa istilah murid, murid diartikan sebagai orang
yang berada dalam taraf pendidikan. Berbagai literature, murid juga disebut sebagai
anak didik (Hisam, 2016). Menurut Muhaimin Dkk (dalam Hisam, 2016) siswa dilihat
18
sebagai seseorang “subjek didik” yang mana nilai kemanusian sebagai individu,
sebagai makhluk sosial yang mempunyai identitas moral, harus dikembangkan untuk
mencapai tingkatan optimal dan kriteria kehidupan sebagai manusia warga negara yang
diharapkan. Sedangkan peserta didik, dalam Undang-undang No 20 Bab I Pasal 4
dijelaskan peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan
potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis
pendidikan tertentu. Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa siswa
merupakan peserta didik pada jenjang pendidikan sekolah dasar, menengah pertama
dan menengah atas. Siswa ialah komponen masukan dalam sistem pendidikan yang
selanjutnya diproses dalam proses pendidikan, sehingga menjadi manusia yang
berkualitas sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Siswa,- Orang yang datang ke
suatu lembaga untuk memperoleh atau mempelajari bebera tipe pendidikan.
Selanjutnya orang ini disebut Pelajar atau orang yang mempelajari ilmu pengetahuan
berapapun usianya, dari manapun, siapa pun, dalam bentuk apapun, dengan biaya
apapun untuk meningkatkan pengetahuan dan moral pelaku belajar(Khan dalam
Dalhan, 2015).
Pengertian tentang tinggal kelas menurut KBBI tinggal tidak naik kelas jadi
siswa yang tinggal kelas secara umum dapat diartikan sebagai seseorang yang telah
tertinggal dengan teman yang lainya, sehingga ia harus mengulang kelas dengan teman
teman yang baru. Siswa yang tinggal kelas biasanya mengalami tekanan yang dapat
mengakibatkan stres karena akan mengulang kelas dengan teman-teman yang baru dan
19
memiliki usia yang relatif lebih muda. Siswa yang tinggal kelas biasanya memiliki
dampak psikologis karena telah terlanjur divonis tinggal kelas, tak pelak tekanan
seperti rasa malu, rendah diri, merasa bodoh, dipandang sinis oleh teman-temanya dan
beragam beban yang lainya yang dapat menyebabkan depresi atau stres. Problem siswa
tinggal kelas bukanlah merupakan sebuah masalah yang sepele yang bisa dianggap
remeh, karena hal ini menyangkut masa depan seorang anak bangsa.
2. Faktor - faktor Tinggal Kelas
Faktor-faktor yang menyebabkan siswa tinggal kelas sebagaimana biasanya
akan diputuskan sesuai hasil rapat dewan guru beserta kepala sekolah. Keputusan untuk
meninggalkan seorang siswa sejatinya bukanlah keputusan yang mudah untuk diambil.
Berbagai pertimbangan dan argument harus logis dan dapat dipertanggung jawabkan
secara yuridis formal. Namun selain dari rapat dewan guru dan kepala sekolah,
setidaknya ada 3 faktor utama dalam menentukan siswa tinggal kelas, yaitu: pertama,
siswa mencapai ketuntasan nilai minimal (KKM) lebih dari 3 bidang studi yaitu mata
pelajaran yang di ujian naisonalkan seperti: Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu
Pengetahuan alam dan Bahasa Inggris. Kemudian syarat yang kedua, tingkat kehadiran
atau absensi. Siswa akan divonis tinggal kelas manakala tingkat kehadiranya dalam
satu tahun ajaran dibawah 75% dari jumlah hari efektif, jadi jika seseorang siswa
mangkir sekolah lebih dari jumlah yang sudah ditentukan maka kemungkinan besar dia
akan tinggal kelas. Selanjutnya syarat yang ketiga adalah akhlak dan moral.
Kecerdasan dan kerajinan seorang siswa bersekolah tidak serta marta menjamin dia
20
naik kelas jika catatan akhlaknya buram. Pengertian buram disini berarti tidakan atau
perilaku yang sudah diluar batas kewajaran seorang siswa seperti: mabuk-mabukan,
berjudi, merokok diarea sekolahan dan lain sebagainya, itupun setelah siswa
mengabaikan semua peringatan dan prosedur yang dilakukan fihak sekolah lewat guru
bimbingan konseling dan penyuluhan. Jadi apabila siswa dapat menghindar dari tiga
poin diatas tentu sebuah kekhawatiran yang tidak mempunyai alasan untuk tinggal
kelas.
3. Strategi Koping Siswa Tinggal Kelas
Tidak naik kelas atau tinggal kelas adalah sebuah pengalaman yang
menyakitkan, sehingga kadang ada yang menyebabkan anak menjadi malu untuk
mengulang di kelas yang lama. Belajar dengan teman baru yang usianya berada di
bawahnya. Masalah ini dapat menyebabkan anak menjadi putus sekolah (drop out)
Anak yang tinggal kelas biasanya karena mengalami kesulitan belajar akademik.
Bahwa kesulitan belajar akademik menunjuk pada adanya kegagalan- kegagalan
pencapaian prestasi akademik yang sesuai dengan kapasitas yang diharapkan.
Kegagalan-kegagalan tersebut mencakup penguasaan ketrampilan dalam membaca,
menulis, dan atau matematika. Selain itu anak yang tinggal kelas biasannya akan
mempengaruhi cara anak tersebut dalam bersosial, karena adanya tekanan sosial, dan
penilaian sosial terhadapnya (Nasution. 2010). Kejadian tinggal kelas juga berdampak
pada kondisi psikologis siswa yang mengalaminya, seperti rasa malu, rendah diri,
merasa bodoh, dan dipandang sinis oleh teman – temannya (Hasibuan, 2011).
21
Pada dasarnya semua orang takut pada penolakan. Orang – orang yang
dikucilkan atau diasingkan secara sosial akan merasa tidak nyaman, sehingga
kemungkinan mengalami kegelisahanpresi saat penolakan terjadi, dan kurangnya rasa
kesejahteraan secara umum dalam jangka panjang (Fiske dan Yamamoto, 2005).
Sebagai contoh hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Nita dan Ivhone (2014) bahwa
siswa yang mengalami tinggal kelas yang dapat dilihat dari faktor internal dan
eksternal, faktor internal siswa merasa malu dengan teman – temannya dan minder.
Sedangkan faktor eksternal siswa akan dikucilkan dan diolo – olok oleh teman –
temannya.
Untuk memahami dampak dari kejadian tinggal kelas maka diperlukan cara
untuk memediasi kejadian tinggal kelas, kemudian untuk mengetahui variasi bentuk
respon dari kejadian tinggal kelas yaitu dengan menggunakan strategi koping. Menurut
Mutadin (2002) strategi koping merupakan proses individu berusaha menangani dan
menguasai situasi stress yang menekan akibat dari masalah yang sedang dihadapinya
dengan cara melakukan perubahan perilaku maupun kognitif guna memperoleh rasa
aman dalam dirinya. (Folkman dalam Aldwin dan Reverson, 1987) menyatakan bahwa
strategi koping adalah usaha secara kognitif dan perilaku untuk mengatasi, mengurangi
atau memenuhi tuntutan internal dan eksternal yang disebabkan oleh situasi yang
menekan dan emosi negative yang menyertainya.
Menurut Lazarus (dalam Prokop dkk., 2006), strategi yang digunakan
seseorang untuk menghadapi situasi yang menekan tergantung pada persepsi atau
22
penilaian subjek tentang situasi yang dihadapinya. Subjek akan memberikan penilaian
tentang situasinya yang disebut dengan penilaian utama (primary appraisal) dan
penilaian kedua yaitu terhadap ketersediaan pilihan coping yang yang ada (secondary
appraisal).
Penilaian utama (primary appraisal) pada dasarnya mengevaluasi stimulus
terkait kemungkinan pengaruhnya terhadap kesejahteraan diri individu (well-being).
Situasi dinilai menekan apabila situasi tersebut memberikan dampak negatif terhadap
kesejahteraan dan usaha yang diarahkan untuk menghadapinya. Serta menimbulkan
emosi tertentu ketika situasi dinilai sebagai suatu tekanan maka seseorang akan menilai
situasi tersebut dengan tiga kemungkinan, yaitu : A) melukai (harm) yaitu apabila
terasa luka, sakit, berkurangnya harga diri dll, B) ancaman (theat) yaitu apabila
seseorang menilai adanya kerusakan atau kehilangan di masa yang akan datang dan C)
tantangan (challenge) yaitu apabila stimulus dinilai memberikan kesempatan untuk
mendapatkan keuntungan (gain), pertumbuhan (growth) dan penguasaan terhadap
suatu hal (mastery).
Lazarus (dalam Prokop dkk., 2006) juga mengemukakan ketika penilaian stres
dibuat, kemudian individu membuat penilaian sekunder (secondary appraisal) adalah
penilaian apa yang bisa dan dapat dilakukan untuk menghadapi kondisi yang menekan
atau penuh ketegangan (stressfull). Dengan kata lain, seseorang mengevaluasi strategi
koping yang tersedia. Selama proses penilaian sekunder (secondary appraisal),
individu mengevaluasi dan memilih strategi koping yang akan digunakan. Koping
didefinisikan sebagai perubahan kognitif dan usaha perilaku untuk mengelola stimulus
23
yang spesifik yang dinilai sebagai sesuatu yang menekan atau menegangkan. Strategi
koping dapat dibagi menjadi dua, yaitu problem focused coping (PFC) dan emotional
focused coping (EFC). Problem focused coping mencoba untuk mengubah atau
mengelola stimulus yang menekan, emotional focused coping cenderung digunakan
ketika penilaian sekunder mengindikasikan bahwa tidak ada yang dapat dilakukan
untuk mengubah stimulus yang menekan yang sedang dihadapinya.
C. Pertanyaan Penelitian
1. Central Question
Bagaimana bentuk-bentuk strategi koping pada siswa tinggal kelas?
2. Sub Question
a. Strategi koping yang responden lakukan!
b. Hambatan yang responden alami ?
c. Apa saja dampak koping yang responden rasakan ?
d. Faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi responden untuk melakukan
koping ?
e. Bagaimana peran orang-orang disekitar responden ?