BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja -...

21
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja 1. Pengertian remaja Masa remaja atau masa adolesensi adalah suatu fase perkembangan yang dinamis dalam kehidupan seorang individu. Masa ini merupakan periode transisi dari masa anak ke masa dewasa yang ditandai dengan percepatan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dan berlangsung pada dekade kedua masa kehidupan. Masa remaja adalah masa transisi antara anak- anak dan dewasa, suatu masa perubahan biologis, intelektual, psikososial dan ekonomi. Dalam periode ini, individu mencapai kedewasaan fisik dan seksual, mengembangkan kemampuan penalaran yang lebih baik, dan membuat berbagai keputusan yang akan membentuk karir mereka kelak. Perubahan pada masa remaja memiliki implikasi untuk memahami berbagai resiko kesehatan yang biasa dialami para remaja, tingkah laku beresiko yang mereka jalani, dan berbagai kesempatan peningkatan kesehatan yang ada dalam masyarakat ini (Wong, 2008). Mengenai kronologi berapa usia seorang anak dapat dikatakan remaja, masih terdapat berbagai pendapat. Buku-buku pediatri pada umumnya mendefinisikan remaja apabila telah mencapai umur 10-18 tahun untuk anak perempuan dan 12-20 tahun untuk anak laki-laki, WHO mendefinisikan remaja bila anak telah mencapai umur 10-19 tahun. Menurut Undang-undang No. 4179 mengenai kesejahteraan anak, remaja adalah individu yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum menikah. Menurut UU Perburuan anak dianggap remaja apabila telah mencapai umur 16-18 tahun atau sudah menikah dan mempunyai tempat tinggal sendiri. Menurut UU Perkawinan

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja -...

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Remaja

1. Pengertian remaja

Masa remaja atau masa adolesensi adalah suatu fase perkembangan yang

dinamis dalam kehidupan seorang individu. Masa ini merupakan periode

transisi dari masa anak ke masa dewasa yang ditandai dengan percepatan

perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dan berlangsung pada

dekade kedua masa kehidupan. Masa remaja adalah masa transisi antara anak-

anak dan dewasa, suatu masa perubahan biologis, intelektual, psikososial dan

ekonomi. Dalam periode ini, individu mencapai kedewasaan fisik dan

seksual, mengembangkan kemampuan penalaran yang lebih baik, dan

membuat berbagai keputusan yang akan membentuk karir mereka kelak.

Perubahan pada masa remaja memiliki implikasi untuk memahami berbagai

resiko kesehatan yang biasa dialami para remaja, tingkah laku beresiko yang

mereka jalani, dan berbagai kesempatan peningkatan kesehatan yang ada

dalam masyarakat ini (Wong, 2008).

Mengenai kronologi berapa usia seorang anak dapat dikatakan remaja, masih

terdapat berbagai pendapat. Buku-buku pediatri pada umumnya

mendefinisikan remaja apabila telah mencapai umur 10-18 tahun untuk anak

perempuan dan 12-20 tahun untuk anak laki-laki, WHO mendefinisikan

remaja bila anak telah mencapai umur 10-19 tahun. Menurut Undang-undang

No. 4179 mengenai kesejahteraan anak, remaja adalah individu yang belum

mencapai umur 21 tahun dan belum menikah. Menurut UU Perburuan anak

dianggap remaja apabila telah mencapai umur 16-18 tahun atau sudah

menikah dan mempunyai tempat tinggal sendiri. Menurut UU Perkawinan

8

No.1, 1974 anak dianggap sudah remaja apabila sudah cukup matang untuk

menikah yaitu 16 tahun untuk anak perempuan dan 19 tahun untuk anak laki-

laki. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menganggap remaja bila sudah

berusia 18 tahun yang sesuai dengan saat lulus dari Sekolah Menengah.

Jika dipandang dari aspek psikologis dan sosialnya, masa remaja adalah suatu

fenomena fisik yang berhubungan dengan pubertas. Pubertas adalah suatu

bagian yang penting dari masa remaja dimana yang lebih ditekankan adalah

proses biologis yang pada akhirnya mengarah kepada kemampuan

bereproduksi. Masa pubertas adalah masa transisi antara masa anak dan

dewasa, dimana terjadi suatu percepatan fertilitas dan terjadi perubahan

psikologis yang mencolok (Sarwono, 2011).

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa masa

remaja adalah fase perkembangan dari anak-anak dan dewasa, suatu masa

perubahan biologis, intelektual, psikososial dan ekonomi dengan tingkatan

usia antara 12-20 tahun. Dalam periode ini, individu mencapai kedewasaan

fisik dan seksual, mengembangkan kemampuan penalaran yang lebih baik,

dan membuat berbagai keputusan yang akan membentuk karir mereka kelak.

Masa remaja berlangsung melalui 3 tahapan yang masing-masing ditandai

dengan isu-isu biologik, psikologik dan sosial, yaitu (Sarwono, 2011):

a. Masa Remaja Awal (10-14 tahun)

Masa remaja awal ditandai dengan peningkatan yang cepat dari

pertumbuhan dan pematangan fisik. Jadi tidaklah mengherankan apabila

sebagian besar energi intelektual dan emosional pada masa remaja awal

ini ditargetkan pada penilaian kembali dan restrukturisasi dari jati diri.

Selain itu penerimaan kelompok sebaya sangatlah penting. Dapat berjalan

bersama dan tidak dipandang beda adalah motif yang mendominasi

banyak perilaku sosial remaja awal ini.

9

b. Menengah (15-16 tahun)

Masa remaja menengah ditandai dengan hampir lengkapnya pertumbuhan

pubertas, timbulnya keterampilan-keterampilan berpikir yang baru,

peningkatan pengenalan terhadap datangnya masa dewasa dam keinginan

untuk memapankan jarak emosional dan psikologis dengan orang tua.

c. Akhir (17 - 20 tahun)

Masa remaja akhir ditandai dengan persiapan untuk peran sebagai seorang

dewasa, termasuk klarifikasi dari tujuan pekerjaan dan internalisasi suatu

sistem nilai pribadi. Selanjutnya bab ini akan membahas ketiga tahapan

masa remaja ini dari berbagai aspek. Dari aspek biologik akan dibahas

mengenai neuroendokrinologi, pertumbuhan dan perkembangan somatik.

Aspek lainnya adalah aspek psikologis, kognitif dan aspek

medis/pelayanan kesehatan remaja.

2. Pertumbuhan dan Perkembangan Somatik Remaja

Pertumbuhan dan perkembangan somatik remaja ditandai dengan beberapa

ciri khas yaitu (Narendra, et. al. 2002):

a. Perubahan adalah ciri utama dari proses biologis pubertas. Perubahan

hormonal secara kualitatif dan kuantitatif terjadi antara masa pre-pubertas

dan dewasa. Akibatnya terjadi pertumbuhan yang cepat dari berat dan

panjang badan, perubahan dalam komposisi tubuh dan jaringan tubuh dan

timbulnya ciri-ciri seks primer dan sekunder, yang menghasilkan

perkembangan “boy into a man” dan “girl into a woman”.

b. Perubahan somatic sangat bervariasi dalam umur saat mulai dan

berakhirnya, kecepatannya dan sifatnya, tergantung dari masing-masing

individu. Karena itu umur yang normal saat tercapainy suatu perubahan

dalam pertumbuhan dan perkembangan tidak dapat ditentukan dengan

pasti melainkan hanya dapat dikatakan pada umur rata-rata anak.

10

c. Walaupun terdapat variasi dalam umur saat timbulnya perubahan-

perubahan selama pubertas, tetapi setiap remaja mengikuti urutan-urutan

yang sama dalam pertumbuhan dan perkembangan somatiknya.

d. Timbulnya ciri-ciri seks sekunder merupakan manifestasi somatic dari

aktivitas gonad yang dipakai oleh Tanner untuk menentukan Sex Maturity

Rating (SMR) atau Stadium Maturitas Seks (SMS) dan dikenal sebagai

“Stadium Tanner” : SMS 1 sampai dengan 5. Penilaian SMS ini

mencakup pemeriksaan perkembangan payudara dan rambut pubis pada

anak perempuan dan testes, penis dan rambut pubis pada anak laki-laki.

e. Perubahan yang telah terjadi selama abad terakhir ini mengenai ukuran

dan umur individu-individu yang mengalami masa pubertas. Pada

umumnya karena perbaikan dalam gizi dn upaya-upaya kesehatan

masyarakat maka “seular trend” yang mengarah kepada pertumbuhan

yang lebih besar dan dini ini telah terjadi di seluruh dunia baik di negara

maju maupun negara yang sedang berkembang. Dikatakan bahwa terdapat

pengaruh etnik dan lingkungan terhadap umur terjadinya pubertas (seperti

penambahan massa tulang, otot dan lemak, pertambahan berata.

B. Interaksi Sosial

1. Pengertian

Menurut Walgito (2003) sebagai makhluk individual manusia mempunyai

dorongan atau motif untuk mengadakan hubungan dengan dirinya sendiri,

sedangkan sebagai makhluk sosial manusia mempunyai dorongan untuk

mengadakan hubungan dengan orang lain, manusia mempunyai dorongan

sosial. Adanya dorongan atau motif sosial pada manusia inilah, maka manusia

akan mencari orang lain untuk mengadakan suatu hubungan atau untuk

mengadakan interaksi. Interaksi sosial oleh Walgito (2003) didefinisikan

sebagai hubungan antara individu dengan individu yang lain, individu satu

11

dapat mempengaruhi individu yang lain atau sebaliknya, jadi terdapat

hubungan yang saling timbal balik.

Kebutuhan individu akan individu lain mendorong dirinya untuk belajar pola-

pola, rencana-rencana, dan strategi untuk bergaul dengan individu yang lain.

Individu pun mulai belajar memainkan peranan sesuai dengan status yang

diakui oleh lingkungan sosialnya. Status dapat dibedakan menjadi dua bagian,

yaitu status yang diperoleh dengan sendirinya (ascribed status) dan status

yang diperoleh dengan kerja keras atau diusahakan (achieved status).

Ascribed status atau status otomatis adalah status yang diterima individu

secara otomatis sejak individu itu dilahirkan, hal ini biasanya terjadi karena

kedudukan orang tuanya sebagai orang yang terpandang atau bangsawan.

Achieved status atau status disengaja merupakan status yang dicapai individu

melalui usaha-usaha yang disengaja, hal ini tampak dalam usaha pencapaian

cita-cita atau profesi sebagai guru, dokter dan banyak lainnya (Sunarto, 2000).

2. Aspek Interaksi Sosial

Setiap individu yang berhubungan dengan individu yang lain, baik hubungan

sosial antara individu dengan individu, individu dengan kelompok atau

kelompok dengan kelompok, hubungan sosial menurut Santoso (2004)

memiliki aspek-aspek sebagai berikut :

a. Adanya hubungan

Setiap interaksi sudah barang tentu terjadi karena adanya hubungan antara

individu dengan individu maupun antara individu dengan kelompok, serta

hubungan antara kelompok dengan kelompok. Hubungan antara individu

dengan individu ditandai antara lain dengan tegur sapa, berjabat tangan,

dan bertengakar. Hubungan timbal-balik antara individu dengan

kelompok, misalnya berpidato, kegiatan pengajian. Hubungan timbal balik

antara kelompok dengan kelompok, misalnya rapat antar RT, pertandingan

untuk acara 17 Agustus antar RT.

12

b. Ada individu

Setiap interaksi sosial menuntut tampilnya individu-individu yang

melaksanakan hubungan. Hubungan sosial itu terjadi karena adanya peran

serta dari individu satu dan individu lain, baik secara person atau

kelompok.

c. Ada tujuan

Setiap interaksi sosial memiliki tujuan tertentu seperti mempengaruhi

individu lain. Misalnya,seorang ibu rumah tangga yang sedang berbelanja

untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di warung atau toko dan menawar

barang yang akan dibelinya, hal itu adalah salah satu fungsi untuk

mempengaruhi individu lain agar mau menuruti apa yang dikehendaki

oleh ibu pembeli tersebut.

d. Adanya hubungan dengan struktur dan fungsi kelompok

Interaksi sosial yang ada hubungan dengan struktur dan fungsi kelompok

ini terjadi karena individu dalam hidupnya tidak terpisah dari kelompok.

Di samping itu, tiap-tiap individu memiliki fungsi dalam kelompoknya.

Individu di dalam kehidupannya tidak terlepas dari individu yang lain,

oleh karena itu individu dikatakan sebagai makhluk sosial yang memiliki

fungsi dalam kelompoknya. Hal lain yang dapat dilihat, seorang Lurah

yang memiliki fungsi untuk membentuk anggota masyarakatnya menjadi

masyarakat yang damai, tertib aman dan sejahtera, dan untuk mewujudkan

hal tersebut di butuhkan pula keikutsertaan dari setiap anggota

masyarakatnya. Jadi dalam hal ini setiap individu ada hubungannya

dengan struktur dan fungsi sosial.

13

3. Indikator dalam Interaksi Sosial

Indikator-indikator interaksi sosial menurut Sukanto (2010) adalah sebagai

berikut :

a. Proses Asosiatif (Processes of Association)

1) Kerja Sama (Cooperation)

Beberapa sosiolog menganggap bahwa kerja sama merupakan bentuk

interaksi sosial yang pokok. Sosiolog lain menganggap bahwa kerja

sama merupakan proses utama. Golongan terakhir tersebut

memahamkan kerja sama untuk menggambarkan sebagian besar

bentuk-bentuk interaksi sosial atas dasar bahwa segala macam bentuk

inetarksi tersebut dapat dikembalikan kepada kerja sama. Kerja sama

di sini dimaksudkan sebagai suatu usaha bersama antara orang

perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau

beberapa tujuan bersama.

2) Akomodasi (Accomodation)

Istilah akomodasi dipergunakan dalam dua arti yaitu untuk menunjuk

pada suatu keadaan dan untuk menunjuk pada suatu proses.

Akomodasi yang menunjuk pada suatu keadaan, berarti adanya suatu

keseimbangan (equilibrium) dalam interaksi antara orang-peorangan

atau kelompok-kelompok manusia dalam kaitannya dengan norma-

norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku di dalam masyarakat.

Sebagai suatu proses, akomodasi menunjuk pada usaha-usaha

manusia untuk meredakan suatu pertentangan yaitu usaha-usaha

untuk mencapai kestabilan. Akomodasi sebenarnya merupakan suatu

cara untuk menyelesaikan pertentangan tanpa menghancurkan pihak

lawan, sehingga lawan tidak kehilangan kepribadiannya.

3) Asimilasi (Assimilation)

Asimilasi merupakan proses sosial dalam taraf lanjut. Ia ditandai

dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang

14

terdapat antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia

dan juga meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindak,

sikap dan proses-proses mental dengan memperhatikan kepentingan-

kepentingan dan tujuan-tujuan bersama.

b. Proses Disosiatif

1) Persaingan (competition)

Adalah suatu proses social, di mana individu atau kelompok-

kelompok manusia yang bersaing, mencari keuntungan melalui

bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi

pusat perhatian umum (baik perseorangan maupun kelompok

manusia) dengan cara menarik perhatian public atau dengan

mempertajam prasangka yang telah ada, tanpa mempergunakan

ancaman atau kekerasan. Ada beberapa bentuk persaingan, di

antaranya :

2) Kontravensi (contravention)

Kontravensi pada hakikatnya merupakan suatu bentuk proses social

yang berada antara persaingan dan pertentangan atau pertikaian.

Bentuk-bentuk kontravensi adalah 1) perbuatan penolakan,

perlawanan, dan lain-lain, 2) menyangkal perbuatan orang lain

dimuka umum, 3) melakukan penghasutan, 4) berkhianat, dan 5)

mengejutkan lawan, dan lain-lain.

3) Pertentangan atau pertikaian (conflict)

Pertentangan atau pertikaian adalah suatu proses social di mana

individu atau kelompok berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan

menentang pihak lawan dengan ancaman atau kekerasan. Penyebab

terjadinya pertentangan, yaitu : 1) perbedaan individu-individu, 2)

perbedaan kebudayaan, 3) perbedaan kepentingan, 4) perbedaan

sosial

15

4. Faktor-faktor yang Berpengaruh dalam Interaksi Sosial

Faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi tersebut, yaitu faktor yang

menentukan berhasil atau tidaknya interaksi tersebut (Santoso, 2004). Faktor-

faktor yang mempengaruhi interaksi sosial sebagai berikut:

a. Situasi sosial

Situasi sosial adalah memberi bentuk tingkah laku terhadap individu yang

berada dalam situasi tersebut. Misalnya, apabila berinteraksi dengan

individu yang sedang dalam keadaan berduka, pola interaksi yang

dilakukan apabila dalam keadaan yang riang atau gembira, dalam hal ini

tampak pada tingkah laku individu yang harus dapat menyesuaikan diri

terhadap situasi yang dihadapi.

b. Kekuasaan norma kelompok

Kekuasaan norma kelompok sangat berpengaruh terhadap terjadinya

interaksi sosial antar individu. Misalnya, individu yang menaati norma-

norma yang ada dalam setiap berinteraksi individu tersebut tak akan

pernah berbuat suatu kekacauan, berbeda dengan individu yang tidak

menaati norma-norma yang berlaku, individu itu pasti akan menimbulkan

kekacauan dalam kehidupan sosialnya, dan kekuasaan norma itu berlaku

untuk semua individu dalam kehidupan sosialnya.

c. Tujuan pribadi masing-masing individu

Ada tujuan kepribadian yang dimiliki masing-masing individu sehingga

berpengaruh terhadap pelakunya. Misalnya, dalam setiap interaksi

individu pasti memiliki tujuan.

e. Interaksi sesuai dengan kedudukan dan kondisi setiap individu

Pada dasarnya status atau kedudukan yang dimiliki oleh setiap individu

adalah bersifat sementara, maka dalam hubungan itu terlihat adanya jarak

antara seorang yang tidak memiliki kedudukan yang menghormati orang

yang memiliki kedudukan dalam kelompok sosialnya.

16

f. Penafsiran situasi

Penafsiran situasi dimana setiap situasi mengandung arti bagi setiap

individu sehingga mempengaruhi individu untuk melihat dan menafsirkan

situasi tersebut. Misalnya, apabila ada teman yang terlihat murung atau

suntuk, individu lain harus bisa membaca situasi yang sedang

dihadapainya, dan tidak seharusnya individu lain tersebut terlihat bahagia

dan cerita dihadapannya. Bagaimanapun individu harus bisa

menyesuaikan diri dengan keadaan dengan keadaan yang sedang dihadapi

dan berusaha untuk membantu menfsirkan situasi yang tak diharapkan

menjadi situasi yang diharapkan.

C. Gambaran diri

1. Pengertian

Gambaran diri adalah sikap individu terhadap tubuhnya baik disadari atau

tidak disadari meliputi persepsi masa lalu atau sekarang mengenai ukuran dan

bentuk, fungsi, penampilan dan potensi tubuh. Gambaran diri sangat dinamis

karena secara konstan berubah seiring dengan persepsi dan pengalaman-

pengalaman baru. Gambaran diri harus realistis karena semakin dapat

menerima dan menyukai tubuhnya individu akan lebih bebas dan merasa aman

dari kecemasan (Suliswati, dkk, 2005).

Gambaran diri adalah persepsi seseorang tentang tubuh, baik secara internal

maupun eksternal. Persepsi ini mencakup perasaan dan sikap yang ditujukan

pada tubuh. Gambaran diri dipengaruhi oleh pandangan pribadi tentang

karakteristik dan kemampuan fisik serta persepsi dari pandangan orang lain

(Perry & Potter, 2005). Konsep diri yang baik tentang Gambaran diri adalah

kemampuan seseorang menerima bentuk tubuh yang dimiliki dengan senang

hati dan penuh rasa syukur serta selalu berusaha untuk merawat tubuh dengan

baik.

17

Schlundt dan Jhonson dalam Indika (2010) mengatakan bahwa gambaran diri

merupakan gambaran mental yang tertuju kepada perasaan yang kita alami

tentang tubuh dan bentuk tubuh kita yang berupa penilaian positif dan

penilaian negatif. Basow (2002) menjelaskan bahwa citra tubuh merupakan

bagaimana kita menerima dan juga merasakan tentang tubuh kita.

Penilaian mengenai penampilan fisik disebut sebagai gambaran diri atau citra

tubuh (Indika, 2010). Menurut Cash dalam Indika (2010) gambaran diri

merupakan sikap yang dimiliki seseorang terhadap tubuhnya yang dapat

berupa penilaian positif dan negatif. Papalia dalam Indika (2010) menyatakan

bahwa remaja yang memiliki persepsi positif terhadap gambaran tubuh lebih

mampu menghargai dirinya. Individu tersebut cenderung menilai dirinya

sebagai orang dengan kepribadia cerdas, asertif dan menyenangkan. Persepsi

negatif remaja terhadap gambaran diri akan menghambat perkembangan

kemampuan interpersonal dan kemampuan membangun hubungan yang positif

dengan remaja lain. Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa

gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap dirinya untuk dihadapkan atau

ditunjukkan kepada orang lain, gambaran diri juga menggambarkan bagaimana

seseorag dapat memandang dirinya secara positif dan negatif.

Faktor predisposisi gangguan gambaran diri meliputi kehilangan atau

kerusakan bagian tubuh (anatomi dan fungsi), perubahan ukuran, bentuk dan

penampilan tubuh (akibat pertumbuhan dan perkembangan serta penyakit),

proses patologik penyakit dan dampaknya terhadap struktur maupun

fungsinya, prosedur pengobatan seperti radiasi, kemoterapi dan transplantasi

(Suliswati, 2005).

18

2. Indikator gambaran diri

Menurut Mubarak & Chayatin (2008), beberapa hal yang terkait dengan citra

tubuh adalah :

a. Fokus individu terhadap bentuk fisik dan ukuran tubuh

b. Citra tubuh memandang dirinya berdampak penting terhadap aspek

psikologis individu tersebut.

c. Gambaran yang realistis penerimaan diri akan memberi rasa aman serta

mencegah kecemasan dan meningkatkan harga diri.

d. Individu yang stabil, realistis, dan konsisten terhadap citra tubuhnya dapat

mencapai kesuksesan dalam hidup.

Menurut Suliswati (2005), indikator gangguan citra tubuh :

a. Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah

b. Tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi/akan terjadi

c. Menolak penjelasan perubahan tubuh.

d. Persepsi negatif pada tubuh

e. Preokupasi terhadap tubuh yang hilang

f. Mengungkapkan keputusasaan

g. Mengungkapkan ketakutan

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi gambaran diri

Faktor-faktor yang mempengaruhi gambaran diri adalah :

a. Jenis Kelamin

Chase dalam Indika (2010) menyatakan bahwa jenis kelamin adalah faktor

paling penting dalam perkembangan gambaran diri seseorang. Wanita

lebih negatif memandang citra tubuh dibandingkan pria. Pria ingin

bertubuh besar dikarenakan ingin tampil percaya diri di depan teman-

temannya dan mengikuti trend yang sedang berlangsung, sedangkan

wanita ingin memiliki tubuh kurus menyerupai ideal yang digunakan

untuk menarik perhatian pasangannya. Usaha yang dilakukan pria untuk

19

membuat tubuh lebih berotot, sedangkan wanita cenderung untuk

menurunkan berat badan disebabkan oleh artkel dalam majalah wanita

yang sering memuat artikel tentang penurunan berat badan.

b. Usia

Pada tahap perkembangan remaja, citra tubuh menjadi penting, hal ini

berdampak pada usaha berlebihan pada remaja untuk mengkontrol berat

badan. Umumnya lebih sering terjadi pada remaja putri daripada remaja

putra. Remaja putri mengalami kenaikan berat bada pada masa pubertas

dan menjadi tidak bahagia tentang penampilan dan hal ini menyebabkan

remaja putri mengalami gangguan psikologis. Ketidapuasan remaja putri

pada tubuhnya meningkat pada awal hingga pertengahan remaja

sedangkan pada remaja putra yang semakin berotot semakin tidak pusa

dengan tubuhnya.

c. Media masa

Media yang muncul dimana-mana memberikan gambaran ideal

memberikan gambaran ideal mengenai figur perempuan dan lalaki-laki

yag dapat mempengaruhi gambaran tubuh seseoarang. Media masa

menjadi pengaruh yang paling kuat dalam budaya sosial. Anak-anak dan

remaja lebih banyak menghabiskan waktunya dengan menonton televisi.

Konsumsi media yang tinggi dapat mempengaruhi konsumen. Isi tayangan

media sering menggambarkan bahwa standar kecantikan perempuan

adalah tubuh yang kurus, dengan tubuh yang kurus kebanyakan

perempuan percaya bahwa mereka adalah orang-orang sehat. Media juga

menggambarkan gambaran ideal bagi laki-laki adalah dengan memiliki

tubuh yang berotot.

d. Keluarga

Menurut teori social learning, orang tua merupaka model yang paling

penting dalam proses sosialisasi sehingga mempengaruhi gambaran diri

anak-anaknya melalui modeling, feedback dan instruksi. Gambaran diri

20

melibatkan bagaimana orang tua menerima keadaan bayinya baik terhadap

jenis kelamin dan bagaimana wajah bayinya kelak. Ketika bayi lahir,

orang tua menyambut bayi tersebut dengan pengharapa akan adanya bayi

ideal dan membandingkannya dengan penampilan bayi sebenarnya.

Kebutuhan emosional bayi adalah disayangi lingkungan yang dapat

mempengaruhi harga diri seseorang. Harapan fisik bayi oleh orang tua

sama seperti harapan anggota keluarga lai yaitu tidak cacat. Komentar

yang dibuat orang tua dan anggota keluarga mempunyai pengaruh yang

besar dalam gambaran diri anak. Orang tua yang secara konstan

melakukan diir dan berbicara tentang berat mereka dari sisi negatif akan

memberikan pesan kepada anak bahwa mengkhawatirkan berat badan

adalah sesuatu yang normal.

e. Hubungan interpersonal

Hubungan interpersonal membuat seseoarang cenderung membandingkan

diri dengan orang lain dan feedback yang diterima mempengaruhi konsep

diri termasuk mempengaruhi bagaimana perasaan terhadap penampilan

fisik. Hal inilah yang sering membuat orang merasa cemas denga

penampilannya dan gugup ketika orang lain melakukan evaluasi terhadap

dirinya. Penampilan dan kompetisi teman sebaya dan keluarga dalam

hubungan interpersonal dapat mempengaruhi bagaimana pandangan dan

peraaan mengenai dirinya.

D. Kegemukan (Obesitas)

1. Pengertian

Kegemukan merupakan keadaan patologis yaitu dengan terdapatnya

timbunan lemak yang berlebihan dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh

yang normal. Obesitas atau kegemukan dari segi kesehatan merupakan salah

satu penyakit salah gizi, sebagai akibat konsumsi makanan yang jauh

melebihi kebutuhannya (Soetjiningsih, 2004). WHO (2000) secara sederhana

21

mendefinisakan obesitas sebagai kondisi abnormal dari akumulasi lemak

yang ekstrim pada jaringan apidose. Inti dari obesitas ini adalah terjadinya

keseimbangan energi positif yang tidak diinginkan dan bertambahnya berat

badan.

2. Faktor-faktor penyebab obesitas

Soetjiningsih (2004) menyatakan bahwa 3 faktor utama penyebab obesitas

adalah masukan energi yang melebihi kebutuhan tubuh, penggunaan kalori

yang kurang, dan faktor hormonal. Disamping itu obesitas juga disebabkan

oleh beberapa faktor predisposisi seperti :

a) Herediter (faktor keturunan)

Kecenderungan menjadi gemuk pada keluarga tertentu. Kalau salah satu

orang tuanya yang obesitas, maka anaknya mempunyai resiko 40%

menjadi obesitas, sedangkan bila kedua orang tuanya obesitas resikonya

menjadi 80%.

b) Suku bangsa

Pada suku bangsa tertentu kadang-kadang terlihat banyak anggotanya

yang menderita obesitas.

c) Pandangan masyarakat yang salah

Adanya pandangan masyarakat yang salah bahwa bayi yang sehat adalah

bayi yang gemuk.

d) Anak cacat

Anak yang aktivitasnya kurang karena problem fisik atau cara mengasuh.

e) Meningkatkan keadaan sosial ekonomi seseorang.

Orang tuanya yang dulu berasal dari keluarga yang kurang mampu, maka

mereka cenderung memberikan makanan sebanyak-banyaknya pada anak-

anaknya. Keluarga yang melakukan migrasi dari negara berkembang ke

negara yang maju atau kaya.

22

Menurut Coleman dalam Fakhrurozi (2008) obesitas dapat disebabkan

beberapa faktor, adalah:

a) Faktor Biologis

Sebagian orang memiliki kegemaran mengkonsumsi makanan tinggi

kalori tanpa pelepasan yang signifikan, akan lebih mudah memiliki

masalah dengan berat badan yang yang berlebih.

b) Faktor Psikososial

Dalam banyak kasus kunci utama dari kebiasaan makan dalam porsi yang

banyak dalam keluarga. Beberapa keluarga beranggapan bayi yang gemuk

adalah bayi yang sehat, sehingga orang tua mengusahakan agar anak

tersebut makan lebih banyak.

c) Faktor Sosio kultural

Perbedaan budaya memiliki perbedaan konsep mengenai kecantikan. Ada

yang menganggap kurus adalah simbol cantik atau indah. Sedangkan bagi

beberapa budaya tubuh yang gemuk adalah simbol kecantikan, kekayaan

dan kekuasaan.

3. Dampak Obesitas

Menurut Vivi dalam Fakhrurozi (2008) dampak obesitas dapat terjadi dalam

jangka panjang maupun jangka pendek :

a) Gangguan psikososial, rasa rendah diri, depresif dan menarik diri dari

lingkungan. Hal ini karena anak obesitas sering menjadi korban bahan

olok-olokan teman main dan teman sekolah. Dapat pula karena

ketidakmampuan untuk melaksanakan suatu tugas atau kegiatan terutama

olahraga akibat adanya hambatan pergerakan oleh obesitasnya.

b) Pertumbuhan fisik atau linier yang lebih cepat dan usia tulang yang lebih

lanjut dibanding usia biologinya.

c) Masalah ortopedi akibat beban tubuh yang terlalu berat.

d) Gangguan pernafasan seperti infeksi saluran nafas, tidur ngorok, sering

mengantuk siang hari.

23

e) Gangguan endokrin seperti menars lebih cepat terjadi.

4. Penggolongan obesitas

Soetjiningsih (2004) menyatakan bahwa selain perbedaan kondisi sel yang

ada dalam tubuh seseorang yang mengalami obesitas, klasifikasi berdasarkan

tingkat keparahanya dan tipenya terutama pada anak-anak adalah sebagai

berikut :

a) Berdasarkan keparahannya

1) Moderate obesity : bila berat badan antara 120% - 170% dari berat

badan idealnya.

2) Severe obesity : bila berat badan lebih dari 170% dari berat badan

ideal.

b) Berdasarkan tipenya

1) Inappropriate eating habits : karena adanya kelebihan masukan

makanan, biasanya terjadi pada masa bayi dan masa remaja.

2) High set point for fat store : kecenderungan terjadinya peningkatan

deposit lemak, biasanya dimulai pada masa anak-anak dan selalu ada

faktor keturunan.

5. Pengukuran obesitas

Juanita dalam Rahmawati (2009) menyatakan bahwa secara klinis obesitas

dapat dikenali dengan mudah karena mempunyai tanda dan gejala yang khas

antara lain :

a) Wajah membulat

b) Pipi tembem

c) Dagu rangkap

d) Leher relatif pendek

e) Dada yang menggembung dengan payudara yang membesar mengandung

jaringan lemak.

24

f) Perut membuncit dan dinding perut berlipat-lipat serta kedua tungkai

umumnya berbentuk X dengan kedua pangkal paha bagian dalam saling

menempel da menyebabkan lecet.

g) Pada laki-laki penis tampak kecil karena terkubut dalam jaringan lemak.

Fakhrurozi (2008) Istilah normal, overweight, dan obese dapat berbeda-beda,

masing-masing negara dan budaya mempunyai kriteria sendiri-sendiri. Oleh

karena itu, WHO menetapkan suatu pengukuran atau klasifikasi obesitas yang

tidak bergantung pada bias-bias kebudayaan. Metode yang paling berguna dan

banyak digunakan untuk mengukur tingkat obesitas adalah BMI (Body Mass

Index), yang didapat dengan cara membagi berat badan (kg) dengan kuadrat

dari tinggi badan (meter). Nilai BMI yang didapat tidak tergantung pada umur

dan jenis kelamin. Adapun rumus IMT adalah :

Indeks Masa Tubuh =(m2)BadanTinggi

(Kg)BadanBerat

Keterbatasan BMI adalah tidak dapat digunakan bagi:

a) Anak-anak yang dalam masa pertumbuhan

b) Wanita hamil

c) Orang-orang yang sangat berotot

BMI dapat digunakan untuk menentukan seberapa besar seseorang dapat

terkena resiko penyakit tertentu yang disebabkan karena berat badannya.

Seseorang dikatakan obese dan membutuhkan pengobatan bila mempunyai

BMI diatas 30, dengan kata lain orang tersebut memiliki kelebihan BB

sebanyak 20%.

25

E. Hubungan Gambaran Diri dengan Kegemukan (Obesitas)

Perkembangan seorang individu dimulai pada masa remaja. Bagi sebagian orang,

masa remaja merupakan masa yang penting dalam hidupnya. Pada masa ini

individu tidak lagi termasuk anak-anak, namun tidak pula termasuk dewasa.

Seperti yang dikatakan Erikson dalam Fakhrurozi (2009) masa remaja adalah

masa pencarian identitas dimana seorang remaja harus membentuk citra diri yang

positif bagi dirinya dan dapat diterima oleh orang lain.

Tugas-tugas perkembangan pada remaja bermacam-macam, salah satu aspek yang

cukup menonjol adalah perkembangan fisik yang akan terus berlanjut hingga

mencapai kematangan. Penerimaan dan penolakan terhadap perkembangan fisik

sangat dipengaruhi oleh bagaimana remaja tersebut memahami dirinya. Pada

remaja putri khususnya, perubahan fisik akan lebih terlihat sehingga diperlukan

pemahaman yang sehat terhadap dirinya sendiri. Seperti yang dikatakan Brook

(dalam Ritandiyono & Retnaningsih,1996) mengatakan bahwa konsep diri

merupakan persepsi mengenai dirinya sendiri, baik yang bersifat fisik, sosial

maupun psikologis yang diperoleh melaui pengalaman individu dalam interaksi

dengan orang lain. Bagi remaja penilaian kelompok merupakan faktor penting

dalam kehidupannya. Respon tersebut akan menjadi dasar bagi seorang remaja

dalam memberikan gambaran tentang dirinya.

Obesitas merupakan suatu hal yang banyak terjadi pada remaja putri, karena

sangat mudahnya mereka mendapatkan menu makanan yang memiliki kadar

karbohidrat dan lemak yang tinggi. Menurut Kaplan dkk (1993) obesitas atau

kegemukan adalah kondisi dimana seseorang memiliki lemak tubuh dalam jumlah

yang berlebih. Banyaknya asupan makanan yang memiliki kadar karbohidrat dan

lemak yang memilki kadar yang dibutuhkan oleh tubuh maka dapat menyebabkan

kondisi obesitas. Obesitas itu sendiri memiliki efek terhadap diri seoorang remaja

putri dalam berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.

26

F. Kerangka Teori

Skema 2.1 Kerangka TeoriSumber : Santoso (2004), Suliswati (2005) Soekanto (2010) dan Mubarak (2008)

Gambaran Diri

Indikator Gambaran diri :a. Menolak melihat dan menyentuh

bagian tubuh yang berubah

b. Tidak menerima perubahan tubuh yang

telah terjadi/akan terjadi

c. Menolak penjelasan perubahan tubuh.

d. Persepsi negatif pada tubuh

e. Preokupasi terhadap tubuh yang hilang

f. Mengungkapkan keputusasaan

g. Mengungkapkan ketakutanFaktor-faktor yang mempengaruhi

interaksi sosial :

1. Situasi sosial

2. Kekuasaan norma kelompok

3. Tujuan pribadi masing-masing

individu

4. Interaksi sesuai dengan

kedudukan dan kondisi setiap

individu

5. Penafsiran situasi

RemajaKegemukan

Faktor-faktor yang mempengaruhi

gambaran diri :

1. Ukuran tubuh

2. Bentuk tubuh

3. Penampilan

4. Fungsi tubuh

5. Potensi tubuh

Interaksi Sosial

Indikator Interaksi Sosial :1. Kerja Sama (Cooperation)2. Akomodasi (Accomodation)3. Asimilasi (Assimilation)4. Persaingan (competition)5. Kontravensi (contravention)6. Pertentangan atau pertikaian

27

G. Kerangka Konsep

Berdasarkan masalah penelitian dan uraian-uraian mengenai obestas dan

gambaran diri, maka dapat digambarkan suatu kerangka konsep penelitian sebagai

berikut :

Variabel independent: Variabel dependent:

Skema 2.2 Kerangka Konsep

H. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas (independent)

Variabel bebas (independent) variabel yang menjadi sebab timbulnya atau

berubahnya variabel dependent (variabel terikat). Varibel independent dalam

penelitian ini adalah gambaran diri.

2. Variabel terikat (dependent)

Variabel terikat (dependent) adalah variabel yang dipengaruhi atau yang

menjadi akibat karena adanya variabel independent (variabel bebas). Variabel

dependent dalam penelitian ini adalah interaksi sosial.

I. Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka dasar teori yang telah

dikemukakan diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan : “ada

hubungan antara gambaran diri dengan interaksi sosial pada remaja kegemukan di

MA NU Ibtida’ul Falah Samirejo Dawe Kudus”.

Gambaran Diri Interaksi sosial