BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B....

65
19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. Pengertian negara hukum Konsep negara hukum juga ada di Indonesia yaitu pada UUD tahun 1945 sebelum amandemen yang dinyatakan dalam pasal 4 ayat (1), “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintah menurut Undang-undang Dasar.” Tidak hanya itu keinginan Founding Father untuk menciptakan negara hukum juga tercermin dalam Pembukaan UUD Tahun 1945 yang menyatakan, “.....yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat.....”. Kedaulatan rakyat sendiri memiliki makna bahwasanya kekuasaan penuh berada di tangan rakyat. Atau bisa dikatakan dari rakyat, oleh rakyat untuk rakyat. Rakyat dianggap berdaulat baik dibidang politik maupun bidang ekonomi dan sosial. Hal ini sejalan dengan konsep negara hukum guna menciptakan pemerintahan yang bebas dari penindasan terhadap rakyat. Bahkan menurut Jimly Asshiddiqie kedaulatan rakyat merupakan satu diantara konsep-konsep yang pertama-tama dikembangkan dalam persiapan menuju Indonesia merdeka. Permasalahan mengenai kedaulatan rakyat itu sudah menjadi polemik dikalangan intelektual pejuang kemerdekaan Indonesia pada Tahun 1930-an. Seperti pada Sidang Pertama Rapat Besar Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 18

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B....

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Prinsip Negara Hukum

1. Pengertian negara hukum

Konsep negara hukum juga ada di Indonesia yaitu pada UUD tahun

1945 sebelum amandemen yang dinyatakan dalam pasal 4 ayat (1),

“Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintah menurut

Undang-undang Dasar.” Tidak hanya itu keinginan Founding Father untuk

menciptakan negara hukum juga tercermin dalam Pembukaan UUD Tahun

1945 yang menyatakan, “.....yang terbentuk dalam suatu susunan Negara

Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat.....”.

Kedaulatan rakyat sendiri memiliki makna bahwasanya kekuasaan

penuh berada di tangan rakyat. Atau bisa dikatakan dari rakyat, oleh rakyat

untuk rakyat. Rakyat dianggap berdaulat baik dibidang politik maupun

bidang ekonomi dan sosial. Hal ini sejalan dengan konsep negara hukum

guna menciptakan pemerintahan yang bebas dari penindasan terhadap

rakyat. Bahkan menurut Jimly Asshiddiqie kedaulatan rakyat merupakan

satu diantara konsep-konsep yang pertama-tama dikembangkan dalam

persiapan menuju Indonesia merdeka. Permasalahan mengenai kedaulatan

rakyat itu sudah menjadi polemik dikalangan intelektual pejuang

kemerdekaan Indonesia pada Tahun 1930-an. Seperti pada Sidang Pertama

Rapat Besar Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 18

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

20

Agustus 1945, Soepomo menyatakan.13

Majelis Permusyawaratan Rakyat

adalah suatu badan yang memegang kedaulatan rakyat, ialah suatu badan

yang paling tinggi dan tidak terbatas kekuasannya.”

Dapat diartikan bahwa kedaulatan rakyat merupakan tonggak

dalam negara hukum, bahkan sebuah lembaga yang memegang kedaulatan

rakyat dikatakan sebagai lembaga yang tidak terbatas kekuasaannya.

Kejelasan terhadap Indonesia sebagai negara hukum terjadi Pasca

Perubahan UUD Tahun 1945. Selain memberikan implikasi terhadap

posisi dan kedudukanMPR, yang menurut UUD Tahun 1945 tidak ada lagi

lembaga tertinggi. Juga kepastian terhadap Indonesia sebagai negara

hukum tertuang pada pasal 1 ayat (3) UUD Tahun 1945 yang merupakan

hasil perubahan ketiga yakni, Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

Hal ini menjelasakan bahwa Indonesia bukan berdasar atas kekuasaan

belaka (machtstaat).

Ketentuan di atas berasal dari Penjelasan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang ”diangkat” ke dalam Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Negara hukum yang

dimaksud ialah negara yang menegakkan supremasi hukum untuk

menegakkan kebenaran dan keadilan dan tidak ada kekuasaan yang tidak

dipertanggungjawabkan (akuntabel). Paham negara hukum sebagaimana

tercantum dalam ketentuan Pasal 1 ayat (3) berkaitan erat dengan paham

negara kesejahteraan (welfare state) atau paham negara hukum materiil sesuai

13

Jimly Assihddiqie, 2005, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Jakarta,

Penerbit Konstitusi Press, hlm. 16-17.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

21

dengan bunyi alinea keempat Pembukaan dan ketentuan Pasal 34 Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

Dengan demikian, Indonesia sebagai negara hukum memiliki ciri-

ciri “rechtsstaat” yakni sebagai berikut:

a. Adanya Undang-Undang Dasar atau Konstitusi yang memuat

ketentuan tertulis tentang hubungan antara penguasa dengan rakyat.

b. Adanya pemisahan kekuasaan negara, yang meliputi kekuasaan

pembuatan undang-undang yang berada pada parlemen, kekuasaan

kehakiman yang bebas dan merdeka, dan pemerintah mendasarkan

tindakannya atas undang-undang (wetmatig bestuur).

c. Diakui dan dilindunginya hak-hak rakyat yang sering disebut

“vrijhedsrechten van burger”.

Hukum mengarahkan adanya suatu cita-cita negara hukum, yang

mulai memerlihatkan, atau mewujudkan diri secara lebih mencerahkan di

abad ke XVII, dan umumnya kebanyakan penulis berpandangan bahwa hal

itu mulai muncul di negara-negara Barat. Istilah negara hukum, yang di

dalamnya mengandung prinsip penting yang menjadi konsen penelitian

dan penulisan karya tulis ilmiah ini yaitu persamaan di hadapan hukum,

baru mengemuka pada abad ke 19. Pembicaraan mengenai Negara hukum

(rechtstaat) biasanya dimulai dengan pengertian dua konsep, yaitu apa

yang dimaksud dengan konsep “negara” dan konsep “hukum”.14

14

Khrisna Harahap. 2003. HAM dan Upaya Penegakannya di Indonesia. Bandung, Penerbit

Grafiti Budi. Hlm 22.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

22

Negara Hukum merupakan esensi yang menitik beratkan pada

tunduknya pemegang kekuasaan negara pada aturan hukum.15

Konsep

negara hukum yang menganut paham rule of law, menurut Dicey

mengandung 3 (tiga) unsur, yaitu:16

1. Hak Asasi Manusia dijamin lewat undang-undang;

2. Persamaan di muka hukum (equality before the law);

3. Supremasi aturan-aturan hukum dan tidak ada kesewenang-

wenangan tanpa aturan yang jelas.

Arti negara hukum itu sendiri pada hakikatnya berakar dari konsep

dan teori kedaulatan hukum yang pada prinsipnya menyatakan bahwa

kekuasaan tertinggi di dalam suatu negara adalah hukum, oleh sebab itu

seluruh alat perlengkapan negara apapun namanya termasuk warga negara

harus tunduk dan patuh serta menjung tinggi hukum tanpa terkecuali.17

Sedangkan Menurut Imanuel Kant dan Julius Stahl, negara hukum

mengandung 4 (empat) unsur, yaitu:18

1. Adanya pengakuan HAM;

2. Adanya pemisahan kekuasaan untuk menjamin hak-hak tersebut;

3. Pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan (wetmatigheid van

bestuur);

4. Adanya peradilan tata usaha negara.

15

Bahder Johan Nasution, 2013, Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia, Bandung,

Penerbit Mandar Maju, hlm. 1. 16

Maidin Gultom, 2008, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan

Pidana Anak Di Indonesia, PT Refika Aditama, hal. 11. 17

B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi

Sistem Demokrasi”, Universitas Atma Jaya, Jakarta, hal. 17 18

Ibid.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

23

Dalam kaitannya penjelasan diatas, menunjukan dengan jelas ide sentral

konsep negara hukum / rechtsstaat adalah pengakuan dan perlindungan

terhadap hak asasi manusi yang bertumpu pada prinsip kebebasan dan

persamaan.19

Sejalan dengan ungkapan Thomas Hobbes yang menyatakan

Hak Asasi Manusia merupakan jalan keluar untuk megatasi keadaan yang

disebut hommo hominilupus, bellum omnium contras omnes.20

Konsepsi

negara hukum dalam perkembangannya telah mengalami penyempuranaan,

yang secara umum dapat dilihat diantaranya :21

1. Sistem pemerintahan negara yamg didasarkan atas kedaulatan rakyat;

2. Bahwa pemerintahan dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya

harus berdasarkan atas hukum atau peraturanperundang-undangan;

3. Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia (warga negara);

4. Adanya pembagian kekuasaan dalam negara;

5. Adanya pengawasan dari badan badan peradilan (rechterlijke controle)

yang bebas, mandiri dalam arti lembaga perdailan tersebut benar-

benar tidak memihakdan tidak berada dibawah pengaruh eksekutif;

6. Adanya peran yang nyata dari anggota-anggota masyarakat atau warga

negara untuk turutserta mengawal perbuatan dari pelaksanaan

kebijaksanaan yang dilakukan pemerintah;

7. Adanya sistem perekonomian yang dapat menjamin pembagian yang

merata sumber daya yang diperlukan bagi kemakmuran warga negara.

19

Bahder Johan Nasution, Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia, Op.cit., hlm. 6. 20

Jimly Assihiddiqie, 2006, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II, Jakarta Penerbit

Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan MK RI, , hlm. 87. 21

Nurul Qamar, 2013, Hak Asasi Manusia dalam Negraa Hukum Demokrasi, Jakarta,

Sinar Grafika, hlm 50-51

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

24

Pada umumnya yang dimaksudkan dengan hukum adalah keseluruhan

kumpulan peraturan- peraturan atau kaedah-kaedah dalam suatu kehidupan

bersama, keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam

suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan

suatu sanksi.22

Begitu pula dengan negara, sulit untuk ditemukan definisi

yang pasti. Akan tetapi tidaklah menjadi suatu masalah bila orang tidak

mengetahui suatu definisi tersebut, yang diperlukan sebetulnya lebih

kepada pengetahuan mengetahui makna dan tujuan dari negara hukum

tersebut. Negara adalah subyek hukum atau a party to contract. Secara

umum, tujuan negara antara lain, dari cirinya, untuk menjamin adanya

perlakuan yang sama di hadapan hukum atau equality before the law. Oleh

sebab itu, orang mengatakan bahwa negara hukum adalah suatu sistem

kenegaraan yang diatur berdasarkan hukum yang berlaku. Negara hukum

itu berkeadilan, tersusun dalam suatu konstitusi, dimana semua orang

dalam negara itu, baik yang diperintah maupun yang memerintah, harus

tunduk kepada hukum yang sama.

Dalam negara hukum, hukum yang memegang komando tertinggi

dalam penyelenggaraan negara. Yang sesungguhnya memimpin dalam

penyelenggaraan negara adalah hukum itu sendiri sesuai dengan prinsip

the rule of law and not of man. Hukum itu nampak seolah-olah sebagai

satu orang laki-laki perkasa (a Man), Raja, King, dan dengan demikian

agak sejalan dengan pengertian (nomocratie), yaitu kekuasaan yang

22

Sudikno Mertokusumo, 2002, Mengenal Hukum Suatu Pengantar.Yogyakarta, Penerbit

Liberty. Hlm 40.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

25

dijalankan oleh hukum.23

Memperhatikan uraian di atas, nampaknya

hakikat dari negara hukum itu sendiri berakar juga pada konsep kedaulatan

hukum. Kedaulatan itu pada prinsipnya suatu kekuasaan tertinggi dalam

suatu negara.

Di Eropa, konsep negara hukum di kenal dengan istilah rechtstaat,

berasal dari bahasa Belanda dan Jerman. Konsep rechtstaat atau “negara

hukum” merupakan lawan dari konsep machstaat atau “negara kekuasaan”.

Sedangkan, dalam sistem Anglo Saxon (English common law) dikenal

istilah rule of law. Konsep negara hukum sudah didambakan sejak

sebelum Plato. Tetapi Plato bahkan menulis bukunya berjudul “Nomoi”.24

Seperti juga Emanuel Kant, Plato memaparkan prinsip-prinsip negara

hukum secara formal. Prinsip-prinsip itu kemudian oleh Julius Stahl

terlihat sebagai suatu gagasan negara hukum yang substantif. Menurut

Stahl, konsep Negara Hukum yang disebutnya dengan istilah, “rechtsstaat‟

itu mencakup empat elemen penting, yaitu: 25

1. Perlindungan hak asasi manusia

2. Pembagian kekuasaan

3. Pemerintahan berdasarkan undang-undang

4. Peradilan Tata Usaha Negara.

23

Ibid. 24

Jimly Assidiqie. Konstitusi dan Konstitusionalisme di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.

Hlm 57. 25

Hestu Cipto Handoyo. 2003. Hukum Tata Negara Kewarganegaraan Dan Hak Asasi

Manusia Memahami Proses Konsolidasi Sistem Demokrasi Di Indonesia. Yogyakarta, Penerbit

Universitas Gadjahmada. Hlm 12.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

26

2. Tinjauan Tentang Advokat

a. Definisi Advokat

Pengertian advokat secara bahasa, berasal dari bahasa latin yaitu

advocare, yang berarti to defend (mempertahankan), to call to ones

said (memanggil seseorang untuk mengatakan sesuatu), to vouch or to

warrant (menjamin). Dalam bahasa Inggris, pengertian advokat

diungkapakan dengan kata advocate, yang berarti: to defend by

argument (mempertahankan dengan argumentasi), to support

(mendukung), indicate or recommend publicly (menandai adanya atau

merekomendasikan di depan umum).

Dalam kamus hukum, pengertian advokat diartikan sebagai

pembela, seorang (ahli hukum) yang pekerjaannya mengajukan dan

membela perkara di dalam atau di luar sidang pengadilan. Sedangkan

menurut UU Advokat Indonesia pasal 1 ayat 1 menerangkan bahwa

advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di

dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan

berdasarkan undang-undang ini..26

Jasa hukum adalah jasa yang

diberikan Advokat berupa memberikan konsultasi hukum,

menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan

melakukan tindakan hokum lain untuk kepentingan hukum klien.

Perkataan Advokat dengan istilah demikian sebenarnya telah

mengandung nilai-nilai historis dengan tidak merubah kata aslinya,

26

Ilham Gunawan dan Martinus Sahrani, 2002, Kamus Hukum Cet.I, Jakarta, Penerbit Sinar

Grafika, hal 20

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

27

oleh karena itu, lebih tepat dan dapat dipertahankan dengan menulis

Advokat.

Kamus Umum Bahasa Indonesia disebutkan: Advokat adalah

Pengacara atau ahli hukum yang berwenang bertindak sebagai

penasehat atau pembela perkara dalam pengadilan. Istilah advokat

sudah dikenal ratusan tahun yang lalu dan identik dengan advocato,

attorney, rechtsanwalt, barrister, procureurs, advocaat, abogado dan

lain sebagainya di Eropa yang kemudian diambil alih oleh negara-

negara jajahannya.27

mengenai Advokat, yaitu adalah antara lain:

1. Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik

di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan

berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini.

2. Jasa Hukum adalah jasa yang diberikan Advokat berupa

memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan

kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan

tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien.

Pengertian lainnya yang terdapat pada Kode Etik Advokat

Indonesia yaitu:

Advokat adalah orang yang berpraktek memberi jasa hukum, baik

didalam maupun diluar Pengadilan yang memenuhi persyaratan

berdasarkan Undang-Undang yang berlaku, baik sebagai Advokat,

Pengacara, Penasehat Hukum, Pengacara Praktek ataupun sebagai

27

WJS. Poerwadarminta terbitan PN Balai Pustaka 1976

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

28

Konsultan Hukum. Undang- Undang Advokat membedakan antara

Advokat Indonesia dan Advokat asing, dimana yang dimaksud dengan

Advokat Indonesia adalah orang yang berpraktek memberi jasa

hukum, baik didalam maupun diluar Pengadilan yang memenuhi

persyaratan berdasarkan undang-undang yang berlaku, baik sebagai

Advokat, Pengacara, Penasehat Hukum, Pengacara Praktek ataupun

sebagai Konsultan Hukum. Advokat asing adalah Advokat

berkewarganegaraan asing sebagai karyawan atau tenaga ahli dalam

bidang hukum asing atas izin Pemerintah dengan rekomendasi

Organisasi Advokat, dilarang beracara di sidang pengadilan,

berpraktik dan/atau membuka kantor jasa hukum atau perwakilannya

di Indonesia. Pemberian jasa hukum yang dilakukan oleh Advokat

kepada masyarakat atau kliennya, sesungguhnya mempunyai landasan

hukum. Perihal bantuan hukum termasuk didalamnya prinsip equality

before the law dan acces to legal councel,28

dalam hukum positif

Indonesia telah diatur secara jelas dan tegas melalui Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

Pasal 1 butir 1 Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat

(UU Advokat) menyatakan bahwa advokat adalah orang yang berprofesi

memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang

memenuhi persyaratan dan berdasarkan ketentuan UU Advokat.29

28

Peter Mahmud Marzuki, 2005 Penelitian Hukum, Jakarta, Penerbit Prenada Media,

hal.26 29

Lihat UU Advokat Pasal 1 butir 1 Undang-Undang No. 18 Tahun 2003

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

29

Sebelum diberlakukannya UU Advokat, maka yang dimaksud

dengan advokat adalah seseorang yang memiliki profesi untuk

memberikan jasa hukum kepada orang di dalam pengadilan atau

seseotang yang mempunyai izin praktek beracara di pengadilan di

seluruh wilayah Negara Republik Indonesia. Sedangkan yang

dimaksud dengan pengacara biasa adalah seseorang yang memiliki

profesi untuk memberikan jasa hukum di dalam pengadilan di lingkup

wilayah yang sesuai dengan izin praktek beracara yang dimilikinya.

Sehubungan dengan hal tersebut, apabila pengacara tersebut akan

beracara di luar lingkup wilayah izin prakteknya tersebut di atas, maka

ia harus meminta izin terlebih dahulu ke pengadilan dimana ia akan

beracara.

Selanjutnya setelah diberlakukannya UU Advokat, maka tidak lagi

dikenal istilah pengacara biasa (pengacara praktek), karena

berdasarkan Pasal 32 UU Advokat dinyatakan bahwa advokat,

penasihat hukum, pengacara parktek, dan konsultan hukum yang telah

diangkat pada saat UU Advokat mulai berlaku dinyatakan sebagai

Advokat sebagaimana diatur dalam UU Advokat.30

Sebelum diberlakukannya UU Advokat, maka kedudukan advokat

adalah seseorang yang memiliki profesi untuk memberikan jasa

hukum kepada orang di dalam pengadilan atau seseroang yang

mempunyai izin praktek beracara di pengadilan di seluruh wilayah

30

Lihat UU Advokat Pasal 32 Undang-Undang No. 18 Tahun 2003

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

30

Negara Republik Indonesia. Disamping itu, advokat diangkat oleh

Presiden Republik Indonesia melalui Departemen Kehakiman dan

Hak Asasi Manusia, sehingga pengakuan advokat pun diperoleh dari

Presiden Republik Indonesia melalui intansi pemerintah tersebut di

atas.

Dengan diberlakukannya UU Advokat, maka kedudukan advokat

adalah semua orang yang memiliki profesi untuk memberikan jasa

hukum baik di dalam maupun di luar Pengadilan sesuai dengan

ketentuan advokat. Dan pengangkatan advokat akan dilakukan oleh

Organisasi Advokat sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 2 ayat 2 UU

Advokat, sehingga dengan demikian, pengakuan advokat itu diperoleh

dari ketentuan suatu Undang-Undang dalam hal ini UU Advokat.31

b. Sejarah advokat

Dalam prefektif sejarah, disadari bahwa perjalanan profesi advokat

di Indonesia tidak bisa lepas dari keterkaitannya dengan perubahan

sosial. Para advokat Indonesia terseret dalam arus perubahan tersebut.

Pada masa pra kemerdekaan dan saat ini setelah Indonesia merdeka,

secara individu banyak advokat terlibat dalam perjuangan

kemerdekaan, terutama perjuangan politik dan diplomasi. Kala itu,

kaum intelektual dan pemimpin politik Indonesia memang terbatas

pada mereka yang berasal dari kalangan advokat, dokter, insinyur dan

pamong peraja. Mereka terdidik dalam alam romantisme liberal dan

31

Lihat UU Advokat Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang No. 18 Tahun 2003

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

31

etika berpikir Eropa Barat termasuk Belanda. Karena kedudukan yang

cukup terhormat itu, maka perannya cukup signifikan dalam

menentukan sikap politik para pemimpin Indonesia pada masanya,

seperti ikut merumuskan dasar-dasar konstitusi Indonesaia.32

Di era kemerdekaan, pada masa pemerintahan Sukarno dimana

politik menjadi panglima, para advokat diam tidak bisa ikut

melakukan revolusi. Dimasa itu pula kita mencatat sejarah peradilan

yang relatif bersih dan berwibawa.

Bahkan dimasa pemerintahan Suharto yang represif menggunakan

kekuatan militer, Persatuan Advokat Indonesai (peradin) dengan

berani dan terbuka membela secara probono para politikus komunis

dan simpatisannya yang diadili dengan tuduhan makar tehadap Negara

Republik Indonesia, dihadapan Mahkamah Militer Luar Biasa

(Mahmilub).

Dari sekilas sejarah (peran) para advokat tersebut, menunjukkan

bahwa sumbangan pemikiran para advokat berkualitas, yang menjadi

pemimpin politik dan sosial sejak 1923, adalah sangat besar. Pada

masa itu, advokat Indonesia pertama Mr. Besar Martokoesoemo,

membuka kantor advokat ditegal, selain pak Besar sendiri, ada

Sartono, Alisastroamidjojo, Wilopa, Muh Roem, Ko Tjang Sing, Muh

Yamin, Iskaq Tjokrohadisuryo, lukman Wiradinata, Suardi Tasrif, Ani

Abbas Manoppo, Yap Thiam Hien, dan lain-lain dan generasi yang

32

Daniel S.Lev, 2001 Kata Pengantar, Advokat Indonesia Mencari Legitimasi PSHK,

Penerbit Ghalia, hal 78

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

32

aktif sebelum dan sesudah kemerdekaan sampai 1960-an dan beberapa

diantaranya sampai 1980-an. 33

Hanya saja, akibat ombang-ambing politik, sebagai profesi para

advokat Indonesia mengalami perubahan yang membingungkan.

Kalau mereka bisa aktif dalam politik pada zaman parlementer, dan

dihormati oleh hakim dan jaksa sebagai unsur biasa dalam sistem

peradilan. Pada zaman Demokrasi Terpinpin sebaliknya, Mereka

mulai dijauhkan dari lembaga formal, diisolasi sebagai unsur swasta,

dan sering diperlakukan seperti musuh oleh hakim dan jaksa.34

Pada permulaan 1960-an korupsi peradilan mulai menonjol yang

dimulai dari kantor kejaksaan, dari situ kepengadilan dan pada

akhirnya meluas pada advokat yang sulit membela kliennya kecuali

ikut main dalam sistem birokrasi peradilan yang korup. Kondisi

demikian, hingga pasca lahirnya undang-undang No. 18 Tahun 2003

Tentang Advokat masih belum berubah. Pada hal Pasal 5 undang-

undang No. 18 Tahun 2003, ayat (1) menyatakan bahwa Advokat

berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin

oleh hukum dan peraturan perundang-undangan.35

Artinya kedudukan

advokat sama dengan penegak hukum lainnya yaitu polisi, jaksa dan

hakim atau yang disebut dengan catur wangsa.

Sebagai organisasi profesi, advokat melalui pasal 28 undang-

undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat diamanatkan untuk

33

Ibid. 34

Ibid. 35

Lihat Undang-undang No. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

33

membentuk wadah tunggal organisasi advokat, yang kemudian lahir

PERADI (Perhimpunan Advokat Indonesia), namun dalam

perkembangannya di internal organisasi advokat itu sendiri (PERADI)

malahan terjadi perpecahan, sehingga muncul lagi organisasi advokat

lain yaitu KAI (Kongres Advokat Indonesia). Hal itu tentunya sangat

memprihatinkan dan patut menjadi bahan perenungan yang

mendalam, meskipun ada adagium yang sudah diketahui secara luas

“Tegakkan hukum walaupun langit runtuh” nampaknya harapan itu

sangat jauh dari kenyataan yang dihadapi.

Untuk itu, tulisan ini mencoba memberikan kajian dari aspek

historis yuridis perkembangan advokat di Indonesia dari masa pra

kemerdekaan sampai lahirnya undang-undang No. 18 Tahun 2003

Tentang Advokat, dari berbagai literatur serta analisa ringkas terhadap

aspek-aspek yang terkait dengan obyek kajian ini.

c. Kedudukan Advokat Pasca Kemerdekaan

Perkembangan pengaturan profesi advokat di Indonesia pada masa

pendudukan Jepang. Pemerintah kolonial Jepang tidak melakukan

perubahan yang berarti mengenai profesi ini. Hal ini terbukti pada UU

Nomor 1 Tahun 1946 tentang Pemberlakuan Wetboek van strafrecht

voor Nederlands Indie tetapi digunakan istilah KUH Pidana. UU ini

memuat pengaturan tentang kedudukan advokat dan procureur dan

orang-orang yang memberikan bantuan hukum.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

34

Pengaturan profesi advokat secara sporadis tersebar dalam berbagai

ketentuan perundang-undangan termasuk didalamnya ketentuan pada

masa kolonial Belanda. Bahkan pengaturan profesi advokat sejak

proklamasi 17 Agustus 1945 justru kurang mendapat perhatian. Hal

ini ditunjukkan dengan tidak ditemukannya istilah advokat atau istilah

lain yang sepadan dimasukkan dalam UUD 1945. Demikian pula pada

UUD RIS 1949 yang digantikan dengan UUDS 1950.

Memang pada pasca-kemerdekaan satu-persatu undang-undang

organik di bidang peradilan dan kekuasaan kehakiman diberlakukan,

lengkap dengan fluktuasinya. Kadang menunjukkan pergerakan

positif, kadang justru berbalik arah sesuai tarik-ulur kepentingan

politik pemerintah di dalamnya. Mulai dari UU No. 1 tahun 1950

tentang Susunan dan Kekuasaan Jalannya Mahkamah Agung

Indonesia yang mengakui hak pemohon kasasi untuk mendapatkan

bantuan hukum, hingga UU No. 13 tahun 1965 tentang hal sama yang

membenarkan intervensi langsung Presiden sebagai pemimpin besar

revolusi ke dalam jalannya peradilan. Padahal satu tahun sebelumnya,

baru diberlakukan UU No. 19 tahun 1964 tentang Ketentuan-

Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, yang mengintroduksi hak

untuk mendapatkan bantuan hukum bagi masyarakat walau dengan

batasan-batasan tertentu.36

36

Binziad Khadafi, Op.Cit.,hal.4

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

35

Namun yang jelas, materi pengaturan tentang bantuan hukum yang

berarti juga menyinggung fungsi advokat pada perundang-undangan

di atas, hanya dilekatkan secara simbolis, dan tidak pernah diturunkan

dalam ketentuan yang lebih operasional. Sehingga tidak keliru jika

dikatakan bahwa pada masa tersebut, tidak ada kebijakan yang pasti

tentang bantuan hukum, maupun tentang profesi advokat yang

bertugas menyediakannya.

Sementara akibat sengketa hukumnya seringkali harus diselesaikan

secara formal lewat mekanisme peradilan, sesungguhnya masyarakat

mulai merasakan kebutuhan akan fungsi advokat. Kebutuhan ini

diindikasikan dengan meluasnya peran pokrol bambu yang makin

terasa akrab dan terjangkau oleh masyarakat. Pada prakteknya pun,

profesi advokat di Indonesia terus berkembang. Di banyak kota besar

mulai bermunculan kantor-kantor hukum advokat profesional,

menggantikan advokat-advokat Belanda yang semakin berkurang

jumlahnya menjelang dan sesudah pembebasan Irian Barat. Berbagai

organisasi yang menaungi para advokat (Balie van Advocaten) pun

banyak berdiri, termasuk Persatuan Advokat Indonesia (Peradin) yang

didirikan pada tahun 1963.37

Guna mengisi kekosongan hukum saat itu, akibat tidak kunjung

diperjelasnya fungsi advokat dalam perundang-undangan di bidang

peradilan sementara praktek pemberian bantuan hukum secara empirik

37

Binziad Khadafi, Ibid., hal.4

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

36

terus dijalankan, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri

Kehakiman RI No. 1 tahun 1965 tentang Pokrol sebagai acuan awal.

Pengaturan ini kemudian diikuti oleh berbagai peraturan Mahkamah

Agung dan Pengadilan-pengadilan Tinggi di bawahnya tentang

pendaftaran advokat dan pengacara.38

Memasuki tahun 1970, sebenarnya ada sebuah titik terang bagi

kejelasan fungsi iadvokat. Lewat pemberlakuan UU No. 14 tahun

1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman,

pemerintah membuka lebih luas pintu bagi advokat untuk memasuki

sistem kekuasaan kehakiman. Selain menjamin hak setiap orang yang

berperkara untuk mendapatkan bantuan hukum, Pasal 38 UU tersebut

juga mengamanatkan diaturnya undang-undang tersendiri mengenai

bantuan hukum.

Amanat UU itulah yang menjadi dasar dimulainya perjuangan

advokat Indonesia untuk menggolkan undang-undang khusus yang

mengatur profesinya. Pada kongres (Peradin) yang kedua tahun 1969,

Peradin Jawa Tengah mulai memperkenalkan naskah RUU Profesi

Advokat.

Tetapi upaya para advokat di Peradin tersebut tidak “sepenuhnya”

berhasil. Dikatakan tidak sepenuhnya berhasil karena, walau RUU

Profesi Advokat yang muatannya mengusung isu kemandirian dan

kejelasan fungsi profesi tidak kunjung diakomodasikan oleh

38

Binziad Khadafi, Ibid

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

37

pemerintah dan DPR, namun lewat pemberlakuan KUHAP (UU No. 8

tahun 1981), sebagian materi bantuan hukum diatur secara cukup

komprehensif. Di dalamnya dimuat antara lain: hak advokat (penasehat

hukum) untuk menghubungi tersangka sejak saat ditangkap atau ditahan

pada semua tingkat pemeriksaan; hak untuk menghubungi dan berbicara

dengan tersangka pada setiap tingkat pemeriksaan dan setiap waktu

dalam rangka pembelaan perkara; serta hak untuk mengirimkan dan

menerima surat dari tersangka setiap kali dikehendaki.39

Sayangnya, tidak begitu lama advokat menikmati dampak positif

dari ketentuan KUHAP, khususnya di lingkungan peradilan pidana,

beberapa undang-undang yang diberlakukan kemudian ternyata

memberi pukulan telak bagi kemandirian advokat secara lembaga. UU

No. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung misalnya, semakin

menguatkan fungsi pembinaan dan pengawasan terhadap advokat oleh

Mahkamah Agung dan pemerintah. Ditambah dengan UU No. 8 tahun

1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan yang menundukkan

organisasi-organisasi advokat yang ada saat itu ke dalam wilayah

pembinaan pemerintah, sehingga setiap saat dapat dibekukan jika

dinilai oleh penguasa telah “melakukan kegiatan yang mengganggu

keamanan dan ketertiban umum.” Akibatnya Peradin yang pernah

menandai masa kejayaan advokat di Indonesia terus dilemahkan,

sampai akhirnya tenggelam sama sekali.

39

Ibid.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

38

Prosedur pengawasan terhadap advokat sendiri kemudian dirinci

dalam UU No. 2 tahun 1986 tentang Peradilan Umum. Bahkan materi

pengaturannya diperluas hingga ke tingkat penindakan dengan

melibatkan para Ketua Pengadilan Negeri yang melaksanakan

pengawasan secara operasional. Materi pengaturan inilah yang

kemudian menimbulkan tidak sedikit benturan antara advokat dengan

hakim di lapangan. Salah satunya benturan antara advokat Adnan

Buyung Nasution dengan majelis hakim dalam perkara HR Dharsono.

Kejadian tersebut memicu lahirnya SKB Ketua Mahkamah Agung RI

No. KMA/005/SKB/VII/1987, No. M.03-PR.08.95 tahun 1987 tentang

Tata Cara Pengawasan, Penindakan, dan Pembelaan Diri Penasehat

Hukum, yang secara signifikan mereduksi kemandirian advokat

dengan mensub-ordinatkan advokat berikut organisasinya terhadap

pengadilan dan pemerintah. Malah SKB tersebut secara sepihak

dijadikan salah satu pranata hukum bagi contempt of court di

Indonesia.

Berbagai peraturan perundang-undangan yang lahir berikutnya,

relatif tidak membawa perubahan penting bagi kebutuhan advokat.

UU No. 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, UU No. 7

tahun 1989 tentang Peradilan Agama, UU No. 3 tahun 1997 tentang

Pengadilan Anak, UU No. 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer,

dan UU No. 4 tahun 1998 tentang Kepailitan, kesemuanya secara

sporadis menyinggung fungsi advokat. Berbeda dengan UU No. 8

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

39

tahun 1995 tentang Pasar Modal yang berkontribusi penting dalam

menguatkan pelembagaan profesi advokat di bidang non-litigasi.

Sehingga ironi dalam pembangunan hukum di Indonesia, tidak

mengatur secara khusus profesi advokat sebagaimana profesi hukum

lainnya, padahal profesi ini sebagai salah satu unsur penegak hukum.

Akibatnya menimbulkan berbagai keprihatinan dan kesimpangsiuran

menyangkut profesi tersebut. Seirama dengan merosotnya wibawa

hukum (authority of law) dan supremasi hukum (supremacy of law),

maka profesi hukum ini juga terbawa arus kemerosotan.

Meskipun demikian secara implisit, terdapat beberapa ketentuan

yang mengisyaratkan pengakuan terhadap profesi ini, antara lain

sebagai berikut:

a. UU Nomor 20 Tahun 1947 tentang Peradilan Ulangan untuk Jawa

dan Madura, dalam Pasal 7 ayat 1 menyebutkan bahwa peminta

atau wakil dalam arti orang yang diberi kuasa untuk itu yaitu

pembela atau penasehat hukum.

b. UU Nomor 1 Tahun 1950 tentang Mahkamah Agung dalam Pasal 42

memberikan istilah pemberi bantuan hukum dengan kata PEMBELA.

c. UU Drt. Nomor 1 Tahun 1951 tentang Tindakan Sementara

Penyelenggaraan Kekuasaan dan Acara Pengadilan sipil, memuat

ketentuan tentang bantuan hukum bagi tersangka atapun terdakwa.

d. UU Nomor 19 Tahun 1964 tentang Pokok Kekuasaan Kehakiman

yang kemudian diganti dengan UU Nomor 14 Tahun 1970,

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

40

menyatakan bahwa setiap orang yang tersangkut perkara berhak

memperoleh bantuan hukum.

e. UU Nomor 13 Tahun 1965 tentang Mahkamah Agung, diganti

dengan UU Nomor 14 Tahun 1985, pada Pasal 54 bahwa

penasehat hukum adalah mereka yang melakukan kegiatan

memberikan nasehat hukum yang berhubungan suatu proses di

muka pengadilan.

f. UU Nomor 1 Tahun 1981 tentang KUHAP, dalam Pasal 54 s/d 57

dan 69 s/d 74 mengatur hak-hak tersangka atau terdakwa untuk

mendapatkan penasehat hukum dan tata cara penasehat hukum

berhubungan dengan tersangka dan terdakwa.

g. UU Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, mengakui

keberadaan penasehat hukum dalam memberi bantuan hukum

kepada tersangka atau terdakwa.

h. Surat Edaran dan Surat Keputusan Bersama Mahkamah Agung

dan Menteri Kehakiman, dan sebagainya.

Bahkan sebenarnya Pasal 38 UU Nomor 14 Tahun 197[23], telah

mengisyaratkan perlunya pengaturan profesi advokat dalam UU

tersendiri. Namun hal itupun tidak menjadi perhatian pemerintah

hingga akhirnya tuntutan pengaturan tersebut semakin besar di

kalangan organisasi advokat. Setelah 33 tahun, barulah perjuangan itu

berhasil melalui UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. 40

40

Khaerul H. Tanjung, Op. Cit.,hal.4

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

41

d. Lahirnya Undang-undang Advokat (Undang-undang No.18

Tahun 2003)

Lahirnya undang-undang advokat, merupakan hasil perjuangan yang

panjang sejak dulu, selama ini advokat selalu menjadi “anak bawang”

dalam sistem hukum dan sistem peradilan. Hampir seluruh peraturan

perundang-undangan yang dibuat tentang peradilan tidak mengakui

secara tegas fungsi advokat di dalamnya. Bahkan sebagian produk

perundang-undangan tersebut justru mendatangkan intervensi

eksternal atas advokat oleh pemerintah dan birokrasi peradilan.

Penghargaan terhadap fungsi advokat dalam undang-undang mengenai

peradilan biasanya baru datang bersamaan dengan diintrodusirnya

prinsip-prinsip peradilan yang baik, seperti ketika dibentuknya UU

Kekuasaan Kehakiman dan KUHAP (yang umumnya lebih kuat

disebabkan oleh desakan internasional). Namun karena diatur secara

simbolis, maka permasalahan tentang fungsi advokat tidak secara

nyata diselesaikan, sebagaimana tidak nyatanya penyelesaian masalah-

masalah yang menghambat terciptanya fair trial. Oleh sebab itulah

upaya mempertegas pengakuan negara terhadap fungsi advokat dalam

sistem peradilan harus sejalan dengan upaya mengakomodasikan

sebesar-besarnya kepentingan publik dalam pelaksanaan peradilan.

`Memang secara garis besar, perjuangan advokat Indonesia untuk

menggolkan undang-undang tentang profesi advokat dilatari oleh

faktor bahwa advokat dalam prakteknya sering mendapatkan

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

42

perlakuan tidak seimbang dari unsur peradilan formal (hakim, jaksa,

polisi, panitera) saat menjalankan profesinya. Namun ternyata dalam

perkembangannya, bukan itu faktor utama. Ketidakjelasan fungsi,

ketidakpastian kebijakan baik tentang rekrutmen, pengawasan, sampai

ke penindakan, belakangan malah menjadi tambang emas bagi

sebagian advokat. Sebab sekalipun SKB tahun 1987 (yang sering

dijadikan simbol intervensi pemerintah dan peradilan terhadap urusan

profesi) secara formal, pada realisasinya para hakim di pengadilan-

pengadilan tidak cukup waktu (sebagian barangkali "tidak cukup

moral") untuk menegakkan ketentuan SKB tersebut. Hasilnya,

advokat dapat leluasa menjalankan praktek profesinya dengan cara-

cara tidak etis, bahkan kadang melanggar kaedah hukum, tanpa

pengawasan yang berarti.41

Agaknya faktor yang paling menentukan perjuangan mendapatkan

undang-undang Advokat, adalah polarisasi di kalangan advokat yang

semakin kuat. Konflik internal di tubuh organisasi advokat menyeruak

silih berganti, bersamaan dengan terus bermainnya kepentingan

pemerintah untuk melemahkan organisasi advokat. Sehingga

komunitas profesi yang kuat yang mampu meletakkan fungsi profesi

dalam kerangka sistem peradilan tidak pernah terwujud di Indonesia.

Dan akhirnya mereka mulai mencari bantuan pihak luar untuk ikut

menyelesaikan persoalannya, dalam hal ini pilihan jatuh pada negara.

41

Binzaid Khadafi, Op.Cit.,hal.4-6

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

43

Berawal dari Kongres Peradin tahun 1969, perjuangan advokat

untuk mengupayakan undang-undang profesinya terangkat kembali ke

permukaan pada Kongres Peradin tahun 1973. RUU Pokok Advokat

yang dibicarakan dalam Kongres tersebut merupakan hasil godokan

Peradin-Peradin di Jawa Tengah, dengan membandingkan undang-

undang sejenis yang ada di negara-negara lain seperti India, Jepang,

RRC, dan Muangthai, termasuk juga Belanda. Namun upaya ini

terhenti sejalan dengan melemahnya Peradin di tahun-tahun

berikutnya. Apalagi saat itu tidak sedikit pimpinan dan anggota

Peradin yang menolak usulan tersebut. Diwakili oleh Yap Thiam

Hien, mereka percaya bahwa keberadaan undang-undang advokat

malah potensial semakin membahayakan kemandirian advokat

sendiri.42

Setelah terbentuknya Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) pada tahun

1985, upaya mengusung RUU Advokat kembali dilakukan. Namun

kala itu political will pemerintah tidak cukup memadai untuk

membawa gagasan tersebut secara resmi dalam proses legislasi. RUU

Advokat bahkan sempat beberapa kali berubah, baik nama maupun

konsep pengaturannya. Hingga akhirnya pada tahun 2000, satu klausul

dalam Letter of Intent antara pemerintah RI dengan International

Monetary Fund (IMF) menyerukan perlunya diajukan RUU tentang

Profesi Advokat ke DPR-RI, agar seluruh advokat yang berpraktek di

42

Binzaid Khadafi, Ibid.,hal.4-6

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

44

Pengadilan disyaratkan untuk memiliki izin praktek, dan mentaati

ketentuan kode etik profesi yang seragam.

Dalam rangka melaksanakan klausul tersebut, pemerintah akhirnya

membentuk tim perumus RUU tentang Profesi Advokat yang

dipimpin oleh HAS Natabaya (mantan Kepala Badan Pembinaan

Hukum Nasional) sebagai ketua dan Adnan Buyung Nasution sebagai

wakil ketua, dengan merangkul perwakilan dari beberapa organisasi

advokat yang ada, seperti Ikadin, Asosiasi Advokat Indonesia (AAI),

Ikatan Penasehat Hukum Indonesia (IPHI), dan Asosiasi Konsultan

Hukum Indonesia (AKHI). Tim tersebut berhasil menyelesaikan

tugasnya pada bulan September 2000, dengan mengajukan RUU yang

dibuat kepada pimpinan DPR RI melalui surat No. R.19/PU/9/2000.43

Sebenarnya sampai saat ini pun belum pernah dicapai kesepakatan

bulat dan tuntas di antara para advokat mengenai perlu tidaknya

profesi mereka diatur dalam undang-undang tersendiri. Selalu terdapat

dua pandangan yang saling berseberangan. Pandangan pertama,

sebagai pandangan mayoritas di kalangan advokat, menyatakan bahwa

undang-undang profesi advokat mutlak diperlukan untuk

menyetarakan status antara profesi advokat dengan unsur-unsur

peradilan lainnya (seperti polisi, jaksa, dan hakim). Tanpa status yang

setara, advokat akan terus menjadi "anak bawang" dalam proses

peradilan, dan selalu dipandang sama swastanya dengan klien yang

43

Ibid.

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

45

diwakili. Akibatnya, advokat tidak dapat menjalankan perannya secara

optimal karena rentan terhadap tindak diskriminasi, intervensi, dan

represi baik dari polisi, jaksa, maupun hakim.44

e. Pengangkatan Advokat

Dengan adanya Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 2 ayat

(1) mengatur tentang pengangkatan advokat. Pengangkatan advokat

dapat dilakukan kepada sarjana yang berlatar belakang pendidikan

tinggi hukum dan setelah mengikuti pendidikan khusus profesi

advokat yang dilaksanakan oleh organisasi advokat.

Selanjutnya mengenai persyaratan-persyaratan pengangkatan

advokat diatur dalam pasal 3 yang menyatakan bahwa “untuk dapat

diangkat menjadi advokat harus memenuhi persyaratan sebagai

berikut.

a. Warga negara Republik Indonesia;

b. Bertempat tinggal di Indonesia;

c. Tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara;

d. Berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun;

e. Berijazah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum

sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1);

f. Lulus ujian yang diadakan oleh Organisasi Advokat;

g. Magang, sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun terus menerus pada

kantor advokat;

44

Ibid.

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

46

h. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan

yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;

i. Berperilaku baik, jujur, bertanggung jawab, adil, dan mempunyai

integritas yang tinggi

f. Organisasi Advokat

Menurut amanah pasal 28 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003

advokat-advokat harus menjadi anggota organisasi advokat sebagai

wadah profesi advokat yang bebas dan mandiri yang mempunyai

maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi advokat.

Sepanjang organsiasi advokat belum terbentuk maka sementara

tugas dan wewenang dijalankan bersama oleh Ikatan Advokat

Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan

Penasehat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat dan

Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI),

Asosiasi Konsultan hukum Indonesia (AKHI),Himpunan Konsultan

Hukum Pasar Modal Indonesia (HKHPM), dan Asosiasi Pengacara

Syari’ah Indonesia (APSI).

Pelaksanaan tugas dan wewenang sementara tersebut dibatasi

sampai waktu dua tahun setelah diundangkannya UU Advokat dan

pada tanggal 21 Desember 2004, delapan organisasi advokat

mendeklarasikan Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) sebagai

organisasi advokat di indonesia.

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

47

Tugas dan wewenang organisasi advokat adalah sebagai berikut.

a. Pengangkatan advokat.

b. Penindakan advokat melalui Dewan Kehormatan organisasi

advokat.

c. Pemberhentian Advokat.

d. Pengawasan advokat.

e. Menetapkan dan menjalankan kode etik profesi advokat.

f. Memiliki buku daftar anggota, menyampaikan salinan

daftar anggota dan melaporkan pertambahan dan/atau

perubahan jumlah anggotanya kepada Ketua Mahkamah

Agung dan Menteri.

g. Menetapkan kantor advokat tempat magang.

g. Prinsip Advokat

Advokat merupakan profesi yang mulia. Dikatakan mulia karena

advokat dapat menjadi mediator bagi pihak yang bersengketa tentang

suatu perkara, baik berkaitan dengan perkara pidana, perdata, maupun

tata usaha negara. Selain itu seorang advokat dapat juga menjadi

fasilitator dalam mencari kebenaran dan menegakkan keadilan untuk

membela hak asasi manusia dan memberikan pembelaan hukum yang

bersifat bebas dan mandiri. Frans Hendra Winarta mengemukakan

bahwa profesi advokat sesungguhnya sangat sarat dengan idealisme.

Sejak profesi ini dikenal secara universal sekitar 2000 tahun yang lalu,

advokat sudah dijuluki sebagai profesi mulia. Profesi advokat itu

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

48

mulia karena advokat mengabdikan dirinya kepada kepentingan

masyarakat dan bukan kepada dirinya sendiri, serta berkewajiban

untuk menegakkan hak asasi manusia. Di samping itu advokat bebas

dalam membela, tidak terikat pada perintah, order klien dan tidak pilih

bulu siapa lawan kliennya, apakah golongan kuat, pejabat, penguasa,

dan sebagainya.45

Keberadaan advokat sangat penting bagi masyarakat untuk

membela hak seseorang (individu) dalam menghadapi persoalan

hukum. apabila seorang individu menghadapi tuntutan pidana dari

negara yang mempunyai perangkat polisi, jaksa, hakim, dan lembaga

pemasyarakatan, jelas diperlukan advokat untuk membela individu

yang berstatus sebagai tersangka atau terdakwa yang sedang

menghadapi penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan

di sidang pengadilan. Pembelaan advokat atas tersangka atau terdakwa

yang berhadapan dengan negara yang mempunyai perangkat lengkap

akan menciptakan keseimbangan dalam proses peradilan sehingga

keadilan bagi semua orang (justice for all) dapat dicapai.46

Pemberian jasa hukum oleh advokat telah berlangsung sejak lama.

Hal ini dimaksudkan untuk mencari kebenaran dan menegakkan

keadilan serta menjunjung tinggi supremasi hukum untuk menjamin

terselenggaranya negara hukum dalam Negara Kesatuan republik

45

Frans Hendra Winarta, 1995 Advokat Indonesia Citra, Idealisme dan Keprihatinan,

Jakarta, Penerbit Pustaka Sinar Harapan, , hal. 14 dalam rahmat rosyadi dan Sri Hartini, Advokat

dalam Perspektif Islam & Hukum Positif, Jakarta: Penerbit Ghalia indonesia, 2003, hal. 17-18. 46

Frans Hendra Winata, 1999 Pro Bono Publico Hak Konstitusional, Jakarta , Penerbit

Ghalia hal. 1-2.

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

49

indonesia. Pada awalnya advokat merupakan moral force yaitu

kekuatan moral yang dilakukan oleh sekelompok orang. Mereka

melihat bahwa sering terjadi perlakukan kewenang- wenangan dari

pihak penguasa kepada sebagian masyarakat. Selalu terjadi tindak

kezaliman antara warga masyarakat yang lebih kuat terhadap warga

masyarakat lainnya yang lemah dari aspek ekonomi, politik, atau

hukum. Begitu juga sering berlangsungnya ketidakadilan terhadap

masyarakat pencari keadilan, terutama bagi masyarakat miskin yang

tidak mampu secara ekonomis dan tidak mempunyai akses terhadap

bantuan hukum. Marginalisasi terhadap orang miskin sudah

berlangsung berabad-abad tidak hanya di bidang ekonomi, politik,

pendidikan, kesempatan kerja dalam bidang hukum pun masyarakat

miskin selalu menjadi korban ketidakadilan. tampilnya para

advokat di tengah-tengah masyarakat untuk membela kebenaran dan

menegakkan keadilan bagaikan air yang datang di tengah gurun yang

gersang dan tandus sehingga mampu mendinginkan suasana.47

Sejalan dengan perkembangan kehidupan dan kesadaran

masyarakat di berbagai bidang, khususnya di bidang hukum, jasa

hukum melalui advokat berkembang menjadi kekuatan konstitusional.

Dengan munculnya berbagai organisasi advokat yang dikelola secara

profesional, peran advokat dianggap penting demi berjalannya

peradilan yang bebas, cepat, dan sederhana. Keberadaan advokat

47

Dardji Darmodihardjo dan Sidharta, Pokok-pokok Filsafat Hukum, Jakarta: Pt.

Gramedia Utama, 2000, hal. 294-295 dalam rahmat rosyadi dan Sri Hartini, Advokat dalam

Perspektif Islam& Hukum Positif, Jakarta: Penerbit Ghalia indonesia, 2003, hal. 18.

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

50

makin dibutuhkan masyarakat dalam membantu mencari keadilan dan

menegakkan hukum untuk memperoleh haknya kembali yang

dirampas48

Saat menjalankan tugas dan fungsinya, advokat dapat

berperan sebagai pendamping, pemberi nasihat hukum, atau menjadi

kuasa hukum untuk dan atas nama kliennya. Pemberian jasa hukum

oleh advokat dapat dilakukan secara prodeo ataupun atas dasar

mendapatkan honorarium/fee dari klien.49

h. Hak dan Kewajiban Advokat

Hak Advokat

advokat memiliki hak dan kewajiban yang diatur dalam UU

advokat yaitu pada Bab iv tentang Hak dan Kewajiban advokat, Bab v

tentang Honorarium, Bab vi tentang Bantuan Hukum Cuma-Cuma,

Bab vii tentang advokat asing, Bab viii tentang atribut, Bab iX tentang

Kode Etik dan Dewan Kehormatan advokat. Yang merupakan hak

seorang advokat yaitu:

i. Advokat bebas mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam

membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya di dalam

sidang pengadilan dengan tetap berpegang pada kode etik profesi

dan peraturan perundang- undangan;50

48

Dardji Darmodihardjo dan Sidharta, Pokok-pokok Filsafat Hukum, Jakarta: Pt.

Gramedia Utama, 2000, hal. 294-295 dalam rahmat rosyadi dan Sri Hartini, Advokat dalam

Perspektif Islam& Hukum Positif, Jakarta: Penerbit Ghalia indonesia, 2003, hal. 19-20. 49

rahmat rosyadi dan Sri Hartini, Advokat dalam Perspektif Islam& Hukum Positif,

Jakarta: Penerbit Ghalia indonesia, 2003, hal. 17. 50

Lihat Pasal 14 UU advokat

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

51

ii. Advokat bebas dalam menjalankan tugas profesinya untuk

membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya dengan tetap

berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-

undangan;51

iii. Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana

dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk

kepentingan pembelaan Klien dalam sidang pengadilan;52

iv. Dalam menjalankan profesinya, advokat berhak memperoleh

informasi, data, dan dokumen lainnya, baik dari instansi

pemerintah maupun pihak lain yang berkaitan dengan

kepentingan tersebut yang diperlukan untuk pembelaan

kepentingan Kliennya sesuai dengan peraturan perundang-

undangan;53

v. Advokat berhak atas kerahasiaan hubungannya dengan klien,

termasuk perlindungan atas berkas dan dokumennya terhadap

penyitaan atau pemeriksaan dan perlindungan terhadap

penyadapan atas komunikasi elektronik advokat.54

vi. advokatberhakmenerimahonorariumatasjasahukumyangtelahdiberikan

kepada kliennya. Besarnya honorarium atas jasa hukum ditetapkan

secara wajar berdasarkan persetujuan kedua belah pihak.55

51

Lihat Pasal 15 UU advokat 52

Lihat Pasal 16 UU advokat 53

Lihat Pasal 17 UU advokat 54

Lihat Pasal 19 ayat (2) UU advokat 55

Lihat Pasal 21 UU advokat

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

52

Kewajiban Advokat

Kewajiban advokat sebagaimana diatur dalam UU advokat sebagai

berikut:

a. Advokatdalammenjalankantugasprofesinyadilarangmembedakanp

erlakuan terhadap klien berdasarkan jenis kelamin, agama, politik,

keturunan, ras, atau latar belakang sosial dan budaya.56

b. Advokat tidak dapat diidentikkan dengan kliennya dalam membela

perkara klien oleh pihak yang berwenang dan/atau masyarakat.57

c. Advokat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui atau

diperoleh dari Kliennya karena hubungan profesinya, kecuali

ditentukan lain oleh Undang-undang.58

d. Advokat dilarang memegang jabatan lain yang bertentangan

dengan kepentingan tugas dan martabat profesinya.59

e. Advokat dilarang memegang jabatan lain yang meminta

pengabdian sedemikian rupa sehingga merugikan profesi advokat

atau mengurangi kebebasan dan kemerdekaan dalam menjalankan

tugas profesinya.60

f. Advokat yang menjadi pejabat negara, tidak melaksanakan tugas

profesi advokat selama memangku jabatan tersebut.61

56

Lihat Pasal 18 ayat (1) UU advokat. 57

Lihat Pasal 18 ayat (2) UU advokat. 58

Lihat Pasal 19 ayat (1) UU advokat. 59

Lihat Pasal 20 ayat (1) UU advokat. 60

Lihat asal 20 ayat (2) UU advokat. 61

Lihat Pasal 20 ayat (3) UU advokat.

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

53

g. Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma

kepada pencari keadilan yang tidak mampu.62

h. Advokat asing wajib memberikan jasa hukum secara cuma-cuma

untuk suatu waktu tertentu kepada dunia pendidikan dan penelitian

hukum.63

i. Advokat yang menjalankan tugas dalam sidang pengadilan dalam

menangani perkara pidana wajib mengenakan atribut sesuai

dengan peraturan perundang-undangan.64

j. Advokat wajib tunduk dan mematuhi kode etik profesi advokat

dan ketentuan tentang Dewan Kehormatan organisasi advokat.65

Profesi advokat erat kaitannya dengan organisasi tempat berlindung

para advokat. Pada masa sebelum dan awal kemerdekaan jumlah

advokat indonesia masih sangat sedikit. organisasi advokat merupakan

satu-satunya wadah profesi advokat yang bebas dan mandiri yang

dibentuk sesuai dengan ketentuan UU advokat dengan maksud dan

tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi advokat.66

Pasal 32 ayat

(4) UU advokat mengamanatkan dalam waktu paling lambat 2 (dua)

tahun setelah berlakunya Undang-Undang ini, organisasi advokat telah

terbentuk. Untuk melaksanakan ketentuan UU advokat tersebut,

dibentuklah Perhimpunan advokat indonesia (Peradi) pada tanggal 7

april 2005 di Balai Sudirman, Jakarta. acara perkenalan Peradi

62

Lihat Pasal 22 ayat (1) UU advokat. 63

Lihat Pasal 23 ayat (3) UU advokat. 64

Lihat Pasal 25 UU advokat. 65

Lihat Pasal 26 ayat (2) UU advokat. 66

Lihat Pasal 28 ayat (1) UU advokat.

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

54

dihadiri oleh tidak kurang dari 600 advokat se-indonesia dan juga

Ketua Mahkamah agung, Jaksa agung, dan Menteri Hukum dan Hak

asasi Manusia. Peradi merupakan hasil bentukan Komite Kerja

advokat indonesia (KKai) yang beranggotakan delapan organisasi

advokat yang telah ada sebelum UU advokat, yaitu ikatan advokat

indonesia (ikadin), asosiasi advokat indonesia (aai), ikatan Penasehat

Hukum indonesia (iPHi), Himpunan advokat dan Pengacara indonesia

(HaPi), Serikat Pengacara indonesia (SPi), asosiasi Konsultan Hukum

indonesia (aKHi), Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal

(HKHPM), asosiasi Pengacara Syariah indonesia (aPSi).67

i. Larangan Advokat

Larangan Bagi Advokat

Advokat dalam menjalankan profesinya dilarang untuk:

a. dilarang membedakan perlakuan terhadap Klien berdasarkan jenis

kelamin, agama, politik, keturunan, ras, atau latar belakang sosial

dan budaya;

b. dilarang memegang jabatan lain yang bertentangan dengan

kepentingan tugas dan martabat profesinya;

c. dilarang memegang jabatan lain yang meminta pengabdian

sedemikian rupa sehingga merugikan profesi Advokat atau

mengurangi kebebasan dan kemerdekaan dalam menjalankan

tugas profesinya.

67

PERADI, 2007 Kitab Advokat Indonesia, Bandung, Penerbit Peradi , hal. 100.

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

55

j. Penindakan Advokat

Advokat dapat dikenai tindakan dengan alasan :

1) Mengabaikan atau menelantarkan kepentingan kliennya;

2) Berbuat atau bertingkah laku yang tidak patut terhadap lawan atau

rekan seprofesinya;

3) Bersikap, bertingkah laku, bertutur kata, atau mengeluarkan

pernyataan yang menunjukkan sikap tidak hormat terhadap

hukum, peraturan perundangundangan, atau pengadilan;

4) Berbuat hal-hal yang bertentangan dengan kewajiban,

kehormatan, atau harkat dan martabat profesinya;

5) Melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan

dan atau perbuatan tercela;

6) Melanggar sumpah/janji advokat dan/atau kode etik profesi

advokat.

Jenis tindakan yang dikenakan terhadap Advokat dapat berupa:

a. teguran lisan;

b. teguran tertulis;

c. pemberhentian sementara dari profesinya selama 3 (tiga) sampai

12 (dua belas) bulan;

d. pemberhentian tetap dari profesinya.68

68

Juliandy Dasdo Tambun S.H., Prosedur Pemanggilan Advokat yang Diduga Melanggar

Hukum, http://www.hukumonline.com, diakses 2 april 2018

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

56

k. Pemberhentian Advokat

Advokat berhenti atau dapat diberhentikan dari profesinya secara tetap

karena alasan:

1) Permohonan sendiri;

2) Dijatuhi pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap,

karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan hukuman 4

(empat) tahun atau lebih;

3) Atau berdasarkan keputusan Organisasi Advokat.69

l. Pengawasan Advokat

Pengawasan terhadap Advokat dilakukan oleh Organisasi Advokat.

Pengawasan tersebut bertujuan agar Advokat dalam menjalankan

profesinya selalu menjunjung tinggi kode etik profesi Advokat dan

peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan pengawasan sehari-hari

dilakukan oleh Komisi Pengawas yang dibentuk oleh Organisasi

Advokat. Keanggotaan Komisi Pengawas terdiri atas unsur Advokat

senior, para ahli/akademisi, dan masyarakat.70

3. Tinjauan tentang Bantuan Hukum Prodeo

a) Pengertian Bantuan Hukum

Istilah bantuan hukum merupakan istilah yang baru bagi bangsa indonesia,

karena masyarakat baru mengenal dan mendengarnya di sekitar tahun tujuh

puluhan. Istilah bantuan hukum lebih tepat dan sesuai dengan fungsinya

69

Lukman Santoso AZ, 2017, Anti Binggung Bicara Di Pengadilan, Jakarta, Penerbit

laksana, hal 107 70

Ibid.

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

57

sebagai pendamping tersangka atau terdakwa dalam pemeriksaan dari pada

istilah pembela. Istilah pembela sering kali di salah trafsirkan, seakan-akan

berfungsi sebagai penolong tersangka atau terdakwa bebas atau lepas dari

pemidanaan walaupun telah jelas bersalah melakukan perbuatan yang

didakwakan itu. Pada hal fungsi pembela adalah membantu hakim dalam

usaha menemukan kebenaran materil, walaupun bertolak dari sudut pandang

subyektif, yaitu berpihak kepada kepentingan tersangka atau terdakwa.

Dalam prakteknya sehari-hari orang sering menafsirkan bantuan

hukum itu dengan menonjolkan sifat bantuannya bukan sebagai hak untuk

mendapatkannya, artinya pemberian bantuan hukum itu lebih banyak

tergantung kepada orang yang bersedia menerimanya bukan kepada nilai

atau objek perkara yang perlu untuk mendapatkannya.

Dalam garis besarnya pengertian umum mengenai bantuan hukum

adalah segala kegiatan yang dilakukan oleh seorang pelaksana atau

pemberian bantuan hukum untuk menyelesaikan suatu persoalan hukum,

baik dalam bidang hukum pidana, hukum perdata maupun di bidang

hukum administrasi Negara, baik dalam pengadilan maupun diluar

pengadilan. Kegiatan pemberian bantuan hukum tersebut dilakukan atas

dasr pemberian kuasa oleh pencari keadilan (justicible) kepada

pelaksanaan pemberian bantuan hukum sesuai dengan gambaran diatas,

maka dapat diartikan bantuan hukum sebagai sesuatu bantuan yang

diberikan oleh seorang atau setidak-tidaknya mengerti tentang hukum

dalam proses penyelesaian perkara dipengadilan.

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

58

Menurut Darmawan Prist bahwa bantuan hukum adalah suatu

pemberian bantuan dalam bentuk hukum, guna memperlancar

penyelesaian perkara.71

Dalam KUHAP lebih sering digunakan dengan

istilah bantuan hukum, yaitu bahwa bantuan hukum dapat diberikan sejak

pemeriksaan pendahuluan. Penasehat hukum yang terdapat dalam pasal 1

butir 13 KUHAP adalah seorang yang memenuhi syarat yang ditentukan

oleh atau berdasarkan undang-undang untuk memberikan bantuan hukum.

Selain itu pengertian bantuan hukum adalah hak dari orang miskin

yang dapat diperoleh tanpa bayar (pro bono polico) sebagai penjabaran

hak di depan hukum.

Bila dilihat pendapat M. Yahya Harahap bahwa pengertian bantuan

hokum mempunyai ciri dalam istilah yang berbeda, yaitu antara lain :

1. Legal aid, yang berarti memberi jasa di bidang hukum kepada

seseorang yang terlibat kedalam suatu kasus atau perkara, yaitu :

1. Pemberi jasa bantuan hukum dilakukan dengan Cuma- Cuma;

2. Bantuan jasa hukum dalam legal aid lebih dikhususkan bagi yang

tidak mampu dalam lapisan masyarakat miskin;

3. Dengan demikian motivasi utama dalam konsep legal aid adalah

menegakkan hukum dengan jalan membela kepentingan dan

hak asasi rakyat kecil yang tak punya dan buta hukum.72

71

Darman Primts, 2002, Hukum Acara Pidana Dalam Praktek, Jakarta, Penerbit

Djambatan, hal.

102 72

Pratiwi Wulandari, Bantuan Hukum; Legal Aid or Legal Assistance,

https://www.kompasiana.com, diakses 1 april 2018

Page 41: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

59

2. Legal assistance, yang mengandung pengertian lebih luas dari legal

aid. Karena disamping mengandung makna dan tujuan pemberi jasa

bantuan hukum, lebih dekat dengan pengertian dikenal dengan

advokat, yaitu pemberi bantuan :

a. Baik kepada yang mampu membayar prestasi,

b. Maupun pemberi bantuan kepada rakyat yang miskin secara

Cuma-Cuma.73

3. Legal service, yaitu pelayan hukum, dalam bahasa ibdonesia

diterjemahkan dalam pelayanan hukum. Pada umumnya kebanyakan

orang lebih cenderung memberikan pengertian yang lebih luas kepada

konsep dan makna legal service dibanding dengan dan tujuan legal aid

atau dikenal assistance, karena pada konsep dan ide legal service

terkadang makna dan tujuan :

a. Memberi bantuan pada anggota masyarakat yang operasionalnya

bertujuan menghapuskan kenyataan- kenyataan diskriminatif

dalam penegakan dan pemberi jasa hukum bantuan antara rakyat

miskin yang berpenghasilan kecil dengan masyarakat kaya yang

menguasai sumber dana dan posisi kekuasaan.

b. Dan dengan pelayanan hukum yang diberikan kepada anggota

masyarakat yang memerlukan, dapat diwujudkan kebenaran

hukum itu sendiri oleh aparatpenegak hukum.dengan jalan

mengharmati setiap hak yang dibenarkan hukum bagi setiap

anggota masyarakat tanpa membedakan yang kaya dan miskin.

73

Ibid.

Page 42: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

60

c. Disamping itu untuk menegakkan hukum dan penghormatan

kepada hak yang diberikan hukum kepada setiap orang, legal

service didalam operasionalnya, lebih cenderung untuk

menyelesaikan setiap persengketaan dengan jalan menempuh cara

perdamaian74

Bantuan hukum merupakan sesuatu asas yang penting dimana

seseorang yang terkena perkara mempunyai hak untuk memperoleh

bantuan hukum, guna memberikan perlindungan sewajarnya kepadanya.

Selain itu pentingnya bantuan.

Hukum adalah untuk menjamin perlakuan yang sesuai dengan

martabat seseorang sebagai manusia, maupun demi dilaksanakannya

hukum sebagaimana mestinya.

UU Nomor 14 Tahun 1970 tentang pokok-Poko Kekuasaan

Kehakiman jo. UU Nomor 35 Tahun 1999 dan UU Nomor 4 Tahun 2004

(selanjutnya disebut UU Kekuasaan Kehakiman) mengatakan bahwa

setiap orang yang tersangkut perkara memperoleh bantuan hukum (Pasal

37). Dalam perkara pidana seorang tersangka sejak saat dilakukan

penangkapan dan /atau penahanan berhak menghubungi dan meminta

bantuan advokat (Pasal 38). Dalam memberikan bantuan hukum

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, advokat wajib membantu

menyelesaikan perkara dengan menjunjung tinggi hukum dan keadilan.

74

Martiman Prodjo Hamidjojo, 1982, Penasehat Hukum dan Organisasi bantuan Hukum,

Penerbit Ghalia Indonesia, Cetak I, hal. 25

Page 43: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

61

(Pasal 39). Dengan ketentuan pasal-pasal dapatlah diketahui bahwa

bantuan hukum adalah suatu pemberian bantuan dalam bentuk hukum,

kepada tersangka/terdakwa oleh seorang atau ahli hukum, guna

memperlancar penyelesaian perkara.75

Dalam KUHAP masalah bantuan hukum ini diatur dalam pasal 69

sampai dengan pasal 74. Namun undang-undang ini tidak memberikan

penafsiran resmi apa yang dimaksud dengan bantuan hukum, sehingga bila

ingin memberikan pengertian apa definisi tentang bantuan hukum maka

hanya dapat memberikan penafsiran umum sebagai pegangan untuk

sementara pembahasan ini dapat berjalan dengan baik.

Menurut Syah Sahab sebagaimana dikutip oleh Djoko Prakoso,

bahwa dengan hadirnya pembelaan dalam pemeriksaan pendahuluan,

maka pembela dapat

Melihat dan mendengarkan, jalannya pemeriksaan yang dilakukan

terhadap tersangka.76

Keputusan Menteri Kehakiman RI nomor M.

02.UM.0.08 tahun 1980 tentang penunjukan pelaksanaan bantuan hukum

yang kemudian diubah dengan keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor

M.01.UM.08.10 Tahun 1981, model pemberian bantuan hukum adalah

melalui badan peradilan umum dan diberikan kepada tersangka atau

tertuduh yang tidak atau kurang mampu dalam :

75

Lihat UU Nomor 14 Tahun 1970 tentang pokok-Poko Kekuasaan Kehakiman jo. UU

Nomor 35 Tahun 1999 dan UU Nomor 4 Tahun 2004 76

Djoko Prakoso, 1996, Kedudukan Justisiabel di dalam KUHAP, Jakarta, Penerbit Ghalia

Indonesia, hal. 8

Page 44: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

62

Perkara pidana yang diancam pidana 5 (lima) tahun atau lebih;

1. Perkara pidana yang diancam pidana mati;

2. Perkara yang diancam hukuman penjara kurang dari 5 (lima)

tahun, namun menarik perhatian masyarakat luas.

b) Tujuan Dan Fungsi Bantuan Hukum

Bantuan hukum adalah lembaga hukum yang penting peranannya

didalam mencari kebenaran material (mateiale waarheids) karena itu di

ketahui bahwa sudah merupakan prinsip dalam hukum pidana Indonesia

bahwa dalam suatu proses perkara pidana, maka kebenaran yang

dikehendaki atau yang dicari adalah kebenaran material dan objektif. Ini

berarti bahwa penanganan masalah individu yang melakukan tindakan

pidana tidak hanya ditinjau dari sudut juridisnya tetapi juga perlu ditinjau

dan Memperhatikan segi-segi sosial lainnya dari terdakwayang sifatnya

adalah untuk membantu para penegak hukum dalam pengungkapan dan

pemahaman suatu tindak pidana untuk mencari kebenaran material,

sehingga vonis yang dijatuhkan hakim terhadap orang tersebut lebih

objektif sifatnya.

Tentang pendapat mengapa seseorang terdakwa perlu mendapat atau

didampingi penasehat hukum di pengadilan, R. Soesilo berpendapat bahwa

dalam perkara, terdakwa harus berhadapan dengan jaksa dan polisi

didepan hakim, hal ini tidak seimbang. Terdakwa merasa amat kecil

terhadap tuduhan-tuduhan yang disusun rapi oleh jaksa ditambah lagi

pikirannya yang gelisah dan kacau menghadapi perkara. Oleh karena itu,

Page 45: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

63

untuk kepentingan terdakwa dan sebenarnya juga untuk kepentingan

keseimbangan dalam pemeriksaan perkara dirasakan untuk membela

kepentingan terdakwa.77

Selanjutnya Martiman Hamidjojo, berpendapat bahwa menerut

pengalaman menunjukkan bahwa yang kena musibah, orang tersebut

konsentrasinya terpecah belah atau bercabang-cabang, serta sering kali

menunjukkan sifat emosionaldari pada ketenangan. Akibat yang demikian,

maka jarang berfikir secara rasional lagi. Banyak kejadian bahkan orang-

orang pandai dan mempunyai keahlian dibidangnya dalam hal ini hukum,

jika ia kena musibah berpekara membutuhkan seorang atau lebih penasihat

hukum. Dan jika ada kehadiran seorang penasihat hukum bagi

penggugat/tergugat/terdakwa, maka sang hakim akan merasa puas

menjatuhkan putusannya, apabila pembelaan hukum telah diberikan

sepenuhnya kepada orang terdakwa dalam perkara tindak pidana atau

penggugat (tergugat dalam perkara pidana).78

Disamping itu, terutama dalam tingkat pemeriksaan pendahulaan

bahwa terdakwa adalah sebagai orang yang masih awam dalam bidang

hukum sudah barang tentu tidak mengetahui tentang seluk beluk dan lika-

liku hukum yang harus dilaluinya untuk mendapatkan keadilan dan untuk

mempertahankan hak dan kepentingannya bilamana ia terlibat suatu

perkara.

77

R Soesilo, 1981, Pelajaran Lengkap Hukum Pidana Sistim Tanya Jawab, Bogor ,

Penerbit Politeia 78

Martiman Prodjo Hamidjojo, 1982, Penasehat Hukum dan Organisasi bantuan Hukum,

Jakarta, Penerbit Ghalia Indonesia, Cetak I, hal. 25

Page 46: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

64

Dalam menempuh jalan panjang yang berliku-liku dapat dibayangkan

betapa paniknya seorang terdakwa secara seorang diri dalam menghadapi

para pemeriksa yang menuduhnya telah melakukan sesuatu tindak pidana,

lebih-lebih kalau hal itu adalah tidak benar.

Untuk mengatasi hal tersebut, kepadanya perlu diberikan bantuan

hukum dalam semua tingkat pemeriksaan baik pemeriksaan pendahuluan

maupun pemeriksaan pada tingkat pengadilan oleh seorang ahli hukum.

Sebaliknya Abdurrahman menyatakan sebagai berikut :79

Hal ini terutama sebelum keluarnya UU Nomor 8 Tahun 1981

(KUHAP), dengan diberikannya bantuan hukum dalam pemeriksaan

pendahuluan dapat mempersulit jalannya pemeriksaan, sehingga timbul

suatu anggapan bahwa para pembela itu adalah tidak lebih dari pada

seorang trouble maker sehingga dapat memungkinkan seorang pejabat

lepas dari pemidanaan. Hal ini adalah disebabkan oleh karena seorang

pembela dengan segala keahliannya dapat memutarbalikkan fakta atau

kenyatan lebih-lebih pada Masyarakat,dan sekaligus merupakan informasi

lebih obyektif dan positif bagi usaha pelaksanaan dan perubahan hukum.80

Dari uraian diatas, maka dapat diketahui tujuan hukum dan fungsi

pelaksanaan program bantuan hukum, yaitu :

1. Membantu para penegak hukum untuk mengungkapkan dan pemahaman

suatu kasus demi terciptanya kebenaran (material waarheid) dan terutama

agar vonis hakim yang akan dijatuhkan lebih obyektif.

79

Ibid. 80

Lihat UU Nomor 8 Tahun 1981 (KUHAP),

Page 47: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

65

2. Suatu ala atau prasarana untuk mengisi perlindungan terhadap hak

asasi manusia terutama bagi golongan miskin dan lemah.

3. Merupakan pelayanan hukum secara Cuma-Cuma (prodeo) bagi

rakyat yang tidak mampu atau miskin.

4. Merupakan sarana pendidikan untuk mengembangkan dan meningkatkan

kesadaran hukum rakyat terutama hak-haknya sebagai subyek hukum.

5. Bertujuan untuk melaksanakan perbaikan dan perubahan hukum atau

undang-undang sesuai dengan perkembangan masyarakat.

c) Jenis – Jenis Bantuan Hukum

Hukum adalah sekumpulan peraturan yang berisi perintah dan larangan

yang dibuat oleh pihak yang berwenang sehingga dapat dipaksakan

pemberlakuannya dan berfungsi untuk mengatur masyarakat demi terciptanya

ketertiban disertai dengan sanksi bagi pelanggarnya. Oleh karenanya, terkait

hukum itu sendiri, telah diatur mengenai banyak hal yang menyangkut hukum

itu sendiri, dan salah satunya mengenai bantuan-bantuan hukum yang menjadi

hak dari masyarakat. Berikut penjelasan singkat mengenai jenis-jenis bantuan

hukum yang terdapat di Indonesia, antara lain :

1. Bantuan Hukum Konvensional, merupakan tanggungjawab moral

maupun profesional para advokat, sifatnya individual, pasif,

terbatas pada pendekatan formal atau legal dan bentuk bantuan

hukum berupa pendampingan dan pembelaan di Pengadilan.81

81

Uli Parulian Sihombing, Perkembangan Bantuan Hukum dan Tanggungjawab Negara,

http://www.hukumonline.com/ , diakses Tanggal 1 april 2018

Page 48: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

66

2. Bantuan Hukum Konstitusional, merupakan bantuan hukum untuk

masyarakat miskin yang dilakukan dalam kerangka usaha-usaha

dan tujuan yang lebih luas dari sekedar pelayanan hukum di

pengadilan. Berorientasi pada perwujudan negara hukum yang

berlandaskan prinsip- prinsip demokrasi dan HAM. Bantuan

hukum adalah kewajiban dalam kerangka untuk menyadarkan

mereka sebagai subyek hukum yang mempunyai hak yang sama

dengan golongan lain. Sifat aktif, tidak terbatas pada individu dan

tidak terbatas format legal.82

3. Bantuan Hukum Struktural, dalam hal ini bantuan hukum bukan

merupakan sekedar pelembagaan pelayanan hukum untuk si miskin tetapi

merupakan sebuah gerakan dan rangkaian tindakan guna pembebasan

masyarakat dari belenggu struktur politik, ekonomi, sosial dan budaya

yang syarat akan penindasan. Adanya pengetahuan dan pemahaman

masyarakat miskin tentang kepentingan-kepentingan bersama mereka;

Adanya pengertian bersama dikalangan masyarakat miskin tentang

perlunya kepentingan-kepentingan mereka yang perlu dilindungi oleh

hukum; Adanya pengetahuan dan pemahaman dikalangan masyarakat miskin

tentang hak-hak mereka yang telah diakui oleh hukum; Dan adanya kecakapan

dan kemandirian di kalangan masyarakat miskin untuk mewujudkan hak-hak

dan kepentingan-kepentingan mereka di dalam masyarakat.83

82

Ibid. 83

Ibid.

Page 49: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

67

d) Syarat Pemberian Bantuan Hukum

Untuk memperoleh Bantuan Hukum, Pemohon Bantuan Hukum harus

memenuhi syarat:

1. Mengajukan permohonan secara tertulis yang berisi paling sedikit

identitas Pemohon Bantuan Hukum dan uraian singkat mengenai

pokok persoalan yang dimohonkan Bantuan Hukum;

2. Menyerahkan dokumen yang berkenaan dengan Perkara; dan

3. Melampirkan surat keterangan miskin dari Lurah, Kepala Desa, atau

pejabat yang setingkat di tempat tinggal Pemohon Bantuan Hukum.84

Pemberian Bantuan Hukum dilaksanakan oleh Pemberi Bantuan

Hukum, yang harus memenuhi syarat:

1. Berbadan hukum

2. Terakreditasi

3. Memiliki kantor atau sekretariat yang tetap

4. Memiliki pengurus; dan

5. Memiliki program Bantuan Hukum.85

e) Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum

Pemohon Bantuan Hukum mengajukan permohonan Bantuan Hukum

secara tertulis kepada Pemberi Bantuan Hukum paling sedikit memuat:

1. Identitas Pemohon Bantuan Hukum dibuktikan dengan kartu tanda

penduduk dan/atau dokumen lain yang dikeluarkan oleh instansi yang

84

Lihat PP No 42 Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum

Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum Pasal 3 85

Lihat PP No 42 Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum

Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum Pasal 4

Page 50: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

68

berwenang. Dalam hal Pemohon Bantuan Hukum tidak memiliki

identitas, Pemberi Bantuan Hukum membantu Pemohon Bantuan

Hukum dalam memperoleh surat keterangan alamat sementara

dan/atau dokumen lain dari instansi yang berwenang sesuai domisili

Pemberi Bantuan Hukum.86

2. Uraian singkat mengenai pokok persoalan yang dimintakan Bantuan

Hukum.

Permohonan Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud harus

melampirkan:

1. Surat keterangan miskin dari Lurah, Kepala Desa, atau pejabat

yang setingkat di tempat tinggal Pemohon Bantuan Hukum.

Dalam hal Pemohon Bantuan Hukum tidak memiliki surat

keterangan miskin, Pemohon Bantuan Hukum dapat melampirkan

Kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat, Bantuan Langsung Tunai,

Kartu Beras Miskin, atau dokumen lain sebagai pengganti surat

keterangan miskin.87

2. Dokumen yang berkenaan dengan Perkara.

1. Dalam hal Pemohon Bantuan Hukum tidak memiliki

persyaratan sebagaimana dimaksud diatas Pemberi Bantuan

Hukum membantu Pemohon Bantuan Hukum dalam

memperoleh persyaratan tersebut. Instansi yang berwenang

sesuai domisili Pemberi Bantuan Hukum wajib

86

Lihat PP No 42 Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum

Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum Pasal 7 87

Ibid.

Page 51: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

69

mengeluarkan surat keterangan alamat sementara dan/atau

dokumen lain untuk keperluan penerimaan Bantuan

Hukum.88

2. Lurah, Kepala Desa, atau pejabat yang setingkat sesuai

domisili Pemberi Bantuan Hukum wajib mengeluarkan

surat keterangan miskin dan/atau dokumen lain sebagai

pengganti surat keterangan miskin untuk keperluan

penerimaan Bantuan Hukum.89

3. Pemohon Bantuan Hukum yang tidak mampu menyusun

permohonan secara tertulis dapat mengajukan permohonan

secara lisan.90

4. Dalam hal permohonan Bantuan Hukum diajukan secara

lisan, Pemberi Bantuan Hukum menuangkan dalam bentuk

tertulis. Permohonan ditandatangani atau dicap jempol oleh

Pemohon Bantuan Hukum.91

5. Pemberi Bantuan Hukum wajib memeriksa kelengkapan

persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dalam

waktu paling lama 1 (satu) hari kerja setelah menerima

berkas permohonan Bantuan Hukum.92

88

Lihat PP No 42 Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum

Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum Pasal 9 Angka 1 89

Lihat PP No 42 Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum

Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum Pasal 9 Anggka 2 90

Lihat PP No 42 Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum

Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum Pasal 10 Angka 1 91

Uli Parulian Sihombing, Opcit 92

Lihat PP No 42 Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum

Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum Pasal 11 Angka 1

Page 52: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

70

6. Dalam hal permohonan Bantuan Hukum telah memenuhi

persyaratan, Pemberi Bantuan Hukum wajib

menyampaikan kesediaan atau penolakan secara tertulis

atas permohonan dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari

kerja terhitung sejak permohonan dinyatakan lengkap.93

7. Dalam hal Pemberi Bantuan Hukum menyatakan

kesediaan, Pemberi Bantuan Hukum memberikan Bantuan

Hukum berdasarkan surat kuasa khusus dari Penerima

Bantuan Hukum.94

8. Dalam hal permohonan Bantuan Hukum ditolak, Pemberi

Bantuan Hukum wajib memberikan alasan penolakan

secara tertulis dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja

terhitung sejak permohonan dinyatakan lengkap.95

9. Pemberian Bantuan Hukum oleh Pemberi Bantuan Hukum

kepada Penerima Bantuan Hukum diberikan hingga

masalah hukumnya selesai dan/atau Perkaranya telah

mempunyai kekuatan hukum tetap, selama Penerima

Bantuan Hukum tersebut tidak mencabut surat kuasa

khusus.96

93

Lihat PP No 42 Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum

Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum Pasal 11 Angka 2 94

Lihat PP No 42 Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum

Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum Pasal 11 Angka 3 95

Lihat PP No 42 Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum

Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum Pasal 11 Amgka 4 96

Lihat PP No 42 Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum

Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum Pasal 12

Page 53: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

71

10. Pemberian Bantuan Hukum secara Litigasi dilakukan oleh

Advokat yang berstatus sebagai pengurus Pemberi Bantuan

Hukum dan/atau Advokat yang direkrut oleh Pemberi

Bantuan Hukum.97

11. Dalam hal jumlah Advokat yang terhimpun dalam wadah

Pemberi Bantuan Hukum tidak memadai dengan banyaknya

jumlah Penerima Bantuan Hukum, Pemberi Bantuan

Hukum dapat merekrut paralegal, dosen, dan mahasiswa

fakultas hukum.98

12. Dalam melakukan pemberian Bantuan Hukum, paralegal,

dosen, dan mahasiswa fakultas hukum harus melampirkan

bukti tertulis pendampingan dari Advokat.99

Mahasiswa fakultas hukum harus telah lulus mata kuliah hukum

acara dan pelatihan paralegal.100

f) Pemberian Bantuan Secara Litigasi

Litigasi adalah proses penanganan Perkara hukum yang dilakukan

melalui jalur pengadilan untuk menyelesaikannya.

Pemberian Bantuan Hukum secara Litigasi dilakukan dengan cara:

1. Pendampingan dan/atau menjalankan kuasa yang dimulai dari

tingkat penyidikan, dan penuntutan

97

Lihat PP No 42 Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum

Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum Pasal 13 Angka 1 98

Lihat PP No 42 Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum

Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum Pasal 13 Anggka 2 99

Lihat PP No 42 Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum

Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum Pasal 13 Angka Angka 3 dan 4 100

Tiar Ramon, Hukum Perdata Revisi Hak Kebendaan, https://tiarramon.wordpress.com,

diakses Tamggal 2 februari 2018

Page 54: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

72

2. pendampingan dan/atau menjalankan kuasa dalam proses

pemeriksaan di persidangan; atau

3. pendampingan dan/atau menjalankan kuasa terhadap Penerima

Bantuan Hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara.101

g) Pemberian Bantuan Secara Nonlitigasi

Nonlitigasi adalah proses penanganan Perkara hukum yang dilakukan

di luar jalur pengadilan untuk menyelesaikannya.

Pemberian Bantuan Hukum secara Nonlitigasi dapat dilakukan oleh

Advokat, paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas hukum dalam lingkup

Pemberi Bantuan Hukum yang telah lulus Verifikasi dan Akreditasi.102

Pemberian Bantuan Hukum secara Nonlitigasi meliputi kegiatan:

1. Penyuluhan hukum;

2. Konsultasi hukum;

3. Investigasi perkara, baik secara elektronik maupun nonelektronik;

4. Penelitian hukum;

5. Mediasi;

6. Negosiasi;

7. Pemberdayaan masyarakat;

8. Pendampingan di luar pengadilan; dan/atau

9. drafting dokumen hukum.103

101

Lihat PP No 42 Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan

Hukum Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum Pasal 15 102

Lihat PP No 42 Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan

Hukum Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum Pasal 16 angka 1 103

Lihat PP No 42 Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan

Hukum Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum Pasal 16 Angka 2

Page 55: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

73

h) Tata Cara Penyaluran Dana Bantuan Hukum

Sumber pendanaan Penyelenggaraan Bantuan Hukum dibebankan pada

APBN. Selain sumber pendanaan APBN, pendanaan dapat berasal dari

1. Hibah atau sumbangan; dan/atau

2. Sumber pendanaan lain yang sah dan tidak mengikat.104

Daerah juga dapat mengalokasikan Anggaran Penyelenggaraan

Bantuan Hukum dalam APBD. Daerah melaporkan penyelenggaraan

Bantuan Hukum yang sumber pendanaannya berasal dari APBD kepada

Menteri dan Menteri Dalam Negeri. Ketentuan mengenai pengalokasian

Anggaran Penyelenggaraan Bantuan Hukum in diatur dengan Peraturan

Daerah.105

Pemberian Bantuan Hukum per Perkara atau per kegiatan hanya dapat

dibiayai dari APBN atau APBD. Pendanaan pemberian Bantuan Hukum per

Perkara atau per kegiatan dari hibah atau bantuan lain yang tidak mengikat

dapat diberikan bersamaan dengan sumber dana dari APBN atau APBD.106

Tata cara penganggaran dan pelaksanaan Anggaran Penyelenggaraan

Bantuan Hukum dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan. Menteri mengusulkan standar biaya pelaksanaan

Bantuan Hukum Litigasi dan Nonlitigasi kepada Menteri Keuangan.107

104

Lihat PP No 42 Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan

Hukum Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum Pasal 18 Angka 1 dan 2 105

Lihat PP No 42 Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan

Hukum Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum Pasal 19 106

Lihat PP No 42 Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan

Hukum Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum Pasal 20 107

Lihat PP No 42 Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan

Hukum Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum Pasal 20 Amgka 3

Page 56: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

74

Standar biaya yang telah disetujui oleh Menteri Keuangan menjadi

acuan dalam perencanaan kebutuhan anggaran dan pelaksanaan Anggaran

Bantuan Hukum.108

Dalam mengajukan Anggaran Penyelenggaraan Bantuan Hukum,

Menteri memperhitungkan Perkara yang belum selesai atau belum

mempunyai kekuatan hukum tetap.109

i) Tata Cara Pengajuan Anggaran

Pemberi Bantuan Hukum mengajukan rencana Anggaran Bantuan

Hukum kepada Menteri pada tahun anggaran sebelum tahun anggaran

pelaksanaan Bantuan Hukum.

Pengajuan rencana Anggaran Bantuan Hukum paling sedikit memuat:

1. Identitas Pemberi Bantuan Hukum;

2. Sumber pendanaan pelaksanaan Bantuan Hukum, baik yang

bersumber dari APBN maupun nonAPBN; dan

3. Rencana pelaksanaan Bantuan Hukum Litigasi dan Nonlitigasi

sesuai dengan misi dan tujuan Pemberi Bantuan Hukum.110

Dalam hal Pemberi Bantuan Hukum mengajukan rencana Anggaran

Bantuan Hukum Nonlitigasi sebagaimana dimaksud pada angka 3,

Pemberi Bantuan Hukum harus mengajukan paling sedikit 4 (empat)

kegiatan dalam satu paket dari kegiatan sebagaimana dimaksud dalam

108

Lihat PP No 42 Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan

Hukum Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum Pasal 21 Angka 2 109

Lihat PP No 42 Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan

Hukum Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum Pasal 22 110

Lihat PP No 42 Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan

Hukum Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum Pasal 23 Angka 1 dan 2

Page 57: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

75

Pasal 16 ayat (2) PP 42/2013. Mengenai tata cara pengajuan rencana

Anggaran Bantuan Hukum diatur dengan Peraturan Menteri.111

Menteri melakukan pemeriksaan terhadap berkas pengajuan rencana

Anggaran Bantuan Hukum. Dalam hal pengajuan rencana Anggaran

Bantuan Hukum belum memenuhi persyaratan, Menteri mengembalikan

berkas kepada Pemberi Bantuan Hukum untuk dilengkapi atau diperbaiki.

Dalam hal pengajuan rencana Anggaran Bantuan Hukum telah memenuhi

persyaratan, Menteri memberikan pernyataan secara tertulis mengenai

kelengkapan persyaratan. Menteri memberitahukan hasil pemeriksaan

berkas pengajuan rencana Anggaran Bantuan Hukum dalam waktu paling

lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak berkas diterima.112

Dalam hal pengajuan rencana Anggaran Bantuan Hukum dinyatakan

memenuhi persyaratan, Menteri menetapkan Anggaran Bantuan Hukum

yang dialokasikan untuk Pemberi Bantuan Hukum.113

Menteri menetapkan Anggaran Bantuan Hukum kepada Pemberi

Bantuan Hukum dengan mempertimbangkan kriteria sebagai berikut:

1. Total alokasi Anggaran Bantuan Hukum per provinsi;

2. Data historis penyelesaian pemberian Bantuan Hukum oleh

masing-masing Pemberi Bantuan Hukum;

111

Lihat PP No 42 Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan

Hukum Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum Pasal 23 Angka 3 dan 4 112

Lihat PP No 42 Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan

Hukum Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum Pasal 24 113

Lihat PP No 42 Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan

Hukum Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum Pasal 25 Angka 1

Page 58: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

76

3. Jumlah Perkara yang diajukan oleh Pemberi Bantuan Hukum

sebagai rencana kerja yang diuraikan dalam bentuk estimasi

jumlah Perkara yang akan diberikan Bantuan Hukum dan jumlah

kegiatan Nonlitigasi yang akan dilaksanakan;

4. Ketersediaan dana pendamping yang dianggarkan oleh Pemberi

Bantuan Hukum;

5. Penilaian kinerja Pemberi Bantuan Hukum pada tahun anggaran

sebelumnya;

6. Pelaporan dan pertanggungjawaban penggunaan dana Bantuan

Hukum pada tahun anggaran sebelumnya; dan

7. Kriteria lain yang dipandang perlu oleh Menteri untuk mencapai

tujuan efisiensi dan efektifitas penyelenggaran Bantuan

Hukum.114

Menteri dan Pemberi Bantuan Hukum menindaklanjuti penetapan

Anggaran Bantuan Hukum dengan membuat perjanjian pelaksanaan

Bantuan Hukum.115

Nilai Anggaran Bantuan Hukum yang disepakati dalam perjanjian

mengikuti penetapan Menteri mengenai alokasi Anggaran Bantuan

Hukum. Anggaran Bantuan Hukum yang ditetapkan oleh Menteri

merupakan batasan tertinggi penyaluran dana Bantuan Hukum.116

114

Lihat PP No 42 Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan

Hukum Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum Pasal 25 Angka 2 115

Lihat PP No 42 Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan

Hukum Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum Pasal 25 Angka 3 116

Lihat PP No 42 Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan

Hukum Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum Pasal 25 Angka 4

Page 59: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

77

Menteri berwenang menetapkan perubahan alokasi Anggaran Bantuan

Hukum kepada Pemberi Bantuan Hukum apabila berdasarkan

pertimbangan tertentu diperlukan penyesuaian atas pagu anggaran

pelaksanaan Bantuan Hukum.117

j) Pelaksanaan Anggaran Bantuan Hukum

Pemberi Bantuan Hukum melaksanakan Bantuan Hukum Litigasi dan

Nonlitigasi sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam perjanjian

pelaksanaan Bantuan Hukum dan ketentuan peraturan perundang-

undangan.118

Penyaluran dana Bantuan Hukum Litigasi dilakukan setelah Pemberi

Bantuan Hukum menyelesaikan Perkara pada setiap tahapan proses

beracara dan Pemberi Bantuan Hukum menyampaikan laporan yang

disertai dengan bukti pendukung. Penyaluran dana Bantuan Hukum ini

dihitung berdasarkan prosentase tertentu dari tarif per Perkara sesuai

standar biaya pelaksanaan Bantuan Hukum Litigasi sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 21 PP 42/2013. Penyaluran dana Bantuan Hukum

ini pada setiap tahapan proses beracara tidak menghapuskan kewajiban

Pemberi Bantuan Hukum untuk memberikan Bantuan Hukum sampai

dengan Perkara yang ditangani selesai atau mempunyai kekuatan hukum

tetap.119

117

Lihat PP No 42 Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan

Hukum Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum Pasal 25 Angka 5 dan 6 118

Lihat PP No 42 Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan

Hukum Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum Pasal 26 119

Lihat PP No 42 Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan

Hukum Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum Pasal 27 Angka 4

Page 60: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

78

Tahapan proses beracara merupakan tahapan penanganan Perkara

dalam:

1. Kasus pidana, meliputi penyidikan, dan persidangan di

pengadilan tingkat I, persidangan tingkat banding, persidangan

tingkat kasasi, dan peninjauan kembali;

2. Kasus perdata, meliputi upaya perdamaian atau putusan

pengadilan tingkat I, putusan pengadilan tingkat banding,

putusan pengadilan tingkat kasasi, dan peninjauan kembali; dan

3. Kasus tata usaha negara, meliputi pemeriksaan pendahuluan dan

putusan pengadilan tingkat I, putusan pengadilan tingkat banding,

putusan pengadilan tingkat kasasi, dan peninjauan kembali.120

Penyaluran dana Bantuan Hukum Nonlitigasi dilakukan setelah

Pemberi Bantuan Hukum menyelesaikan paling sedikit 1 (satu) kegiatan

dalam paket kegiatan Nonlitigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23

ayat (3) PP 42/2013 dan menyampaikan laporan yang disertai dengan bukti

pendukung. Penyaluran dana Bantuan Hukum ini dihitung berdasarkan

tarif per kegiatan sesuai standar biaya pelaksanaan Bantuan Hukum

Nonlitigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 PP No. 42/2013.121

Menteri berwenang melakukan pengujian kebenaran tagihan atas

penyelesaian pelaksanaan Bantuan Hukum sebagai dasar penyaluran dana

Bantuan Hukum Litigasi dan Nonlitigasi sebagaimana dimaksud dalam

120

Lihat PP No 42 Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan

Hukum Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum Pasal 27 121

Lihat PP No 42 Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan

Hukum Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum Pasal 28

Page 61: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

79

Pasal 27 dan Pasal 28 PP 42/2013. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata

cara pelaksanaan penyaluran Anggaran Bantuan Hukum diatur dengan

Peraturan Menteri122

k) Pertanggungjawaban

Pemberi Bantuan Hukum wajib melaporkan realisasi pelaksanaan

Anggaran Bantuan Hukum kepada Menteri secara triwulanan, semesteran,

dan tahunan.123

Dalam hal Pemberi Bantuan Hukum menerima sumber pendanaan

selain dari APBN, Pemberi Bantuan Hukum melaporkan realisasi

penerimaan dan penggunaan dana tersebut kepada Menteri.124

Laporan realisasi penerimaan dan penggunaan dana selain dari APBN

dilaporkan secara terpisah dari laporan realisasi pelaksanaan Anggaran Bantuan

Hukum sebagaimana dimaksud pada Pasal 30 ayat (1) PP. 42/2013125

Untuk Perkara Litigasi, laporan realisasi sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 30, harus melampirkan paling sedikit:

1. Salinan putusan Perkara yang telah mempunyai kekuatan hukum

tetap; dan

2. Perkembangan Perkara yang sedang dalam proses penyelesaian.126

122

Lihat PP No 42 Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan

Hukum Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum Pasal 29 123

Lihat PP No 42 Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan

Hukum Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum Pasal 30 Angka 1 124

Lihat PP No 42 Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan

Hukum Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum Pasal 30 Angka 2 125

Lihat PP No 42 Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan

Hukum Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum Pasal 30 Angka 3 126

Lihat PP No 42 Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan

Hukum Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum Pasal 31 Angka 1

Page 62: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

80

Untuk kegiatan Nonlitigasi, laporan realisasi sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 30 PP No. 42/2013, harus melampirkan laporan kegiatan yang

telah dilaksanakan. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaporan

pelaksanaan Anggaran Bantuan Hukum diatur dengan Peraturan

Menteri.127

Pemberi Bantuan Hukum mengelola secara tersendiri dan terpisah

administrasi keuangan pelaksanaan Bantuan Hukum dari administrasi

keuangan organisasi Pemberi Bantuan Hukum atau administrasi keuangan

lainnya.128

Menteri menyusun dan menyampaikan laporan realisasi

penyelenggaraan Bantuan Hukum kepada Dewan Perwakilan Rakyat pada

setiap akhir tahun anggaran.129

I. Pengawasan

Menteri melakukan pengawasan pemberian Bantuan Hukum dan

penyaluran dana Bantuan Hukum. Pengawasan oleh Menteri

dilaksanakan oleh unit kerja yang tugas dan fungsinya terkait dengan

pemberian Bantuan Hukum pada Kementerian.130

Unit kerja dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) PP 42/2013 mempunyai tugas :

127

Lihat PP No 42 Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan

Hukum Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum Pasal 31 Angka 2 dan 3 128

Lihat PP No 42 Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan

Hukum Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum Pasal 32 129

Lihat PP No 42 Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan

Hukum Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum Pasal 33 130

Lihat PP No 42 Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan

Hukum Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum Pasal 34

Page 63: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

81

1. Melakukan pengawasan atas pemberian Bantuan Hukum dan

penyaluran dana Bantuan Hukum;

2. Menerima laporan pengawasan yang dilakukan oleh panitia

pengawas daerah;

3. Menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan

penyimpangan pemberian Bantuan Hukum dan penyaluran dana

Bantuan Hukum;

4. Melakukan klarifikasi atas adanya dugaan penyimpangan

pemberian Bantuan Hukum dan penyaluran dana Bantuan

Hukum yang dilaporkan oleh panitia pengawas daerah dan/atau

masyarakat;

5. Mengusulkan sanksi kepada Menteri atas terjadinya

penyimpangan pemberian Bantuan Hukum dan/atau penyaluran

dana Bantuan Hukum; dan

6. Membuat laporan pelaksanaan pengawasan kepada Menteri.131

Menteri dalam melakukan pengawasan di daerah membentuk

panitia pengawas daerah. Panitia pengawas daerah terdiri atas wakil

dari unsur:

1. Kantor Wilayah Kementerian; dan

2. Biro hukum pemerintah daerah provinsi.132

131

Lihat PP No 42 Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan

Hukum Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum Pasal 35 132

Lihat PP No 42 Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan

Hukum Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum Pasal 36

Page 64: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

82

Panitia pengawas daerah mempunyai tugas:

1. Melakukan pengawasan pemberian Bantuan Hukum dan

penyaluran dana Bantuan Hukum;

2. Membuat laporan secara berkala kepada Menteri melalui unit

kerja yang tugas dan fungsinya terkait dengan pemberian

Bantuan Hukum pada Kementerian; dan

3. Mengusulkan sanksi kepada Menteri atas terjadinya

penyimpangan pemberian Bantuan Hukum dan/atau penyaluran

dana Bantuan Hukum melalui unit kerja yang tugas dan

fungsinya terkait dengan pemberian Bantuan Hukum pada

Kementerian.133

Panitia pengawas daerah dalam mengambil keputusan

mengutamakan prinsip musyawarah. Dalam hal musyawarah tidak

tercapai, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.134

Menteri atas usul pengawas dapat meneruskan temuan

penyimpangan pemberian Bantuan Hukum dan penyaluran dana

Bantuan Hukum kepada instansi yang berwenang untuk ditindaklanjuti

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.135

Dalam hal Penerima Bantuan Hukum tidak mendapatkan haknya

sesuai dengan ketentuan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 16 Tahun

133

Lihat PP No 42 Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan

Hukum Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum Pasal 36 134

Lihat PP No 42 Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan

Hukum Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum Pasal 37 135

Lihat PP No 42 Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan

Hukum Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum Pasal 38

Page 65: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prinsip Negara Hukum 1. …eprints.umm.ac.id/38072/3/BAB II.pdf · B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia “Menuju Konsolidasi Sistem

83

2011 tentang Bantuan Hukum, Penerima Bantuan Hukum dapat

melaporkan Pemberi Bantuan Hukum kepada Menteri, induk organisasi

Pemberi Bantuan Hukum, atau kepada instansi yang berwenang.136

Dalam hal Advokat Pemberi Bantuan Hukum Litigasi tidak

melaksanakan pemberian Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 13 sampai dengan Perkaranya selesai atau mempunyai

kekuatan hukum tetap, Pemberi Bantuan Hukum wajib mencarikan

Advokat pengganti.137

Dalam hal ditemukan pelanggaran pemberian Bantuan Hukum oleh

Pemberi Bantuan Hukum kepada Penerima Bantuan Hukum, Menteri

dapat:

1. Membatalkan perjanjian pelaksanaan Bantuan Hukum;

2. menghentikan pemberian Anggaran Bantuan Hukum; dan/atau

3. Tidak memberikan Anggaran Bantuan Hukum pada tahun

anggaran berikutnya.138

Dalam hal Menteri membatalkan perjanjian sebagaimana dimaksud

pada angka 1 d iatas, Menteri menunjuk Pemberi Bantuan Hukum lain

untuk mendampingi atau menjalankan kuasa Penerima139

136

Lihat PP No 42 Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan

Hukum Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum Pasal 39 137

Lihat PP No 42 Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan

Hukum Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum Pasal 40 138

Lihat PP No 42 Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan

Hukum Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum Pasal 41 Angka 1 139

Lihat PP No 42 Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan

Hukum Dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum Pasal 41 Angka 2