BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Perawatan Pada...

21
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Perawatan Pada Penderita Hipertensi 1. Perilaku (Practice) Perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas manusia, baik dapat diamati secara langsung maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar. Dimana perilaku terdiri dari Persepsi (perception), Respon terpimpin (Guided Respons), Mekanisme (mekanisme), Adaptasi (adaptation) (Notoatmodjo, 2003). Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku merupakan hasil dari perubahan berbagai faktor, baik internal maupun eksternal (lingkungan). Pada garis besarnya perilaku manusia dapat terlihat dari 3 aspek yaitu aspek fisik, psikis, dan sosial. Akan tetapi dari aspek tersebut sulit untuk ditarik garis yang tegas dalam mempengaruhi perilaku manusia (Notoatmodjo, 2003). 2. Perilaku kesehatan Perilaku seseorang atau subyek dipengaruhi atau ditentukan oleh faktor-faktor baik dari dalam maupun dari luar subyek. Menurut Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003), perilaku kesehatan terbagi tiga teori penyebab masalah kesehatan yang meliputi : a. Faktor predisposisi (Predisposing faktors) merupakan faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang,

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Perawatan Pada...

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perilaku Perawatan Pada Penderita Hipertensi

1. Perilaku (Practice)

Perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas manusia, baik dapat

diamati secara langsung maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar.

Dimana perilaku terdiri dari Persepsi (perception), Respon terpimpin

(Guided Respons), Mekanisme (mekanisme), Adaptasi (adaptation)

(Notoatmodjo, 2003).

Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi

karena perilaku merupakan hasil dari perubahan berbagai faktor, baik

internal maupun eksternal (lingkungan). Pada garis besarnya perilaku

manusia dapat terlihat dari 3 aspek yaitu aspek fisik, psikis, dan sosial.

Akan tetapi dari aspek tersebut sulit untuk ditarik garis yang tegas dalam

mempengaruhi perilaku manusia (Notoatmodjo, 2003).

2. Perilaku kesehatan

Perilaku seseorang atau subyek dipengaruhi atau ditentukan oleh

faktor-faktor baik dari dalam maupun dari luar subyek. Menurut Lawrence

Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003), perilaku kesehatan terbagi tiga

teori penyebab masalah kesehatan yang meliputi :

a. Faktor predisposisi (Predisposing faktors) merupakan faktor yang

mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang,

8

antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai,

tradisi. Pada seseorang dengan pengetahuan rendah dan berdampak

pada perilaku perawatan pada penderita hipertensi. Seseorang dengan

pengetahuan yang cukup tentang perilaku perawatan hipertensi maka

secara langsung akan bersikap positif dan menuruti aturan pengobatan,

disertai munculnya keyakinan untuk sembuh, tetapi terkadang masih

ada yang percaya dengan pengobatan alternatif bukan medis yang

dipengaruhi oleh kebiasaan masyarakat yang sudah membudaya.

b. Faktor pemungkin (Enabling factors) merupakan faktor yang

memungkinkan atau menfasilitasi perilaku atau tindakan artinya bahwa

faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk

terjadinya perilaku kesehatan. dimana lingkungan yang jauh atau jarak

dari pelayanan kesehatan yang memberikan kontribusi rendahnya

perilaku perawatan pada penderita hipertensi.

c. Faktor penguat (Reinforcing factors) adalah faktor-faktor yang

mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku antara lain :

1) Dukungan Petugas Kesehatan

Dukungan Petugas sangat membantu, dimana dengan adanya

dukungan petugas dari petugas sangatlah besar artinya bagi

seseorang dalam melakukan perawatan hipertensi, sebab petugas

adalah yang merawat dan sering berinteraksi, sehingga

pemahaman terhadap kondisi fisik maupun psikis lebih baik,

dengan sering berinteraksi akan sangat mempengaruhi rasa

9

percaya dan menerima kehadiran petugas bagi dirinya, serta

motivasi atau dukungan yang diberikan petugas sangat besar

artinya terhadap ketaatan pesien untuk selalu mengontrol tekanan

darahmya secara rutin (Purwanto, 1999).

2) Dukungan keluarga

Dukungan keluarga sangatlah penting karena keluarga

merupakan unit terkecil dalam masyarakat dan sebagai penerima

asuhan keperawatan. Oleh karena itu keluarga sangat berperan

dalam menentukan cara asuhan yang diperlukan oleh anggota

keluarga yang sakit, apabila dalam keluarga tersebut salah satu

anggota keluarganya ada yang sedang mengalami masalah

kesehatan maka sistem dalam keluarga akan terpengaruhi.

(Friedman, 1998).

3. Unsur-Unsur Perilaku

Perilaku muncul sebagai hasil interaksi antara tanggapan dari

individu terhadap stimulus yang datang dari lingkungannya agar bisa

beradaptasi dan tetap survive yang mendasari timbulnya perilaku adalah

dorongan yang ada dalam diri manusia, sedangkan dorongan merupakan

usia jadi perilaku muncul karena adanya dorongan untuk survive. Ada tiga

unsur utama dalam perilaku yaitu :

a. Adanya afektif (perasaan atau penilaian pada berbagai hal)

b. Kognitif (pengetahuan kepercayaan atau pendapat tentang suatu

obyek)

10

c. Psikomotor (niat serta tindakan yang berkaitan dengan suatu obyek).

Perilaku memiliki hubungan yang cukup besar dalam

menentukan tingkat pemanfaatan sarana kesehatan. Teori Adopsi

perilaku dari Rogers mengemukakan bahwa untuk mengubah perilaku

seseorang akan melewati 5 tahapan yaitu awarenes (kesadaran),

interest (perhatian atau ketertarikan dengan ide baru), evalution

(perilaku terhadap ide), trial (usaha untuk mencoba) dan terakhir

adoption (bila menerima ide baru) (Notoatmodjo, 2003).

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Perilaku Perawatan

Menurut Notoatmodjo (2003) yang mengutip dari Lewin perilaku

ketaatan pada individu sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

a. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengetahuan

merupakan hal yang sangat mempengaruhi terbentuknya perilaku

seseorang. Pengetahuan pasien tentang perawatan pada penderita

hipertensi yang rendah yang dapat menimbulkan kesadaran yang

rendah pula yang berdampak dan berpengaruh pada penderita

hipertensi dalamm engontrol tekanan darah, kedisiplinan pemeriksaan

yang akibatnya dapat terjadi komplikasi berlanjut.

b. Sikap adalah reaksi tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau

obyek.

c. Ciri-ciri individual meliputi umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan

dan status sosial ekonomi.

11

d. Partisipasi keluarga merupakan keikutsertaan keluarga didalam

membantu pasien melaksanakan perawatan dan pengobatan pasien.

B. Hipertensi

1. Pengertian

Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten

dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastoliknya di atas 90

mmHg. Sementara itu diastolik lebih kecil dari 85 mmHg dianggap

tekanan darah normal, 85-89 mmHg normal tinggi, 90-104 mmHg

hipertensi ringan 105-114 mmHg hipertensi sedang, dan lebih dari 115

dianggap tekanan darah tinggi (Wiryowidagto, 2003).

2. Klasifikasi (Marsud, 1999)

Klasifikasi tekanan darah tinggi banyak ragamnya, tetapi perlu

diketahui klasifikasi menurut etologinya. Dan tekanan darah tinggi dibagi

menjadi 2 yaitu :

a. Hipertensi Esensial

Adalah suatu bentuk tekanan darah tinggi yang tidak diketahui

penyebabnya atau tanpa tanda-tanda kelainan alat didalam tubuh.

b. Hipertensi Sekunder

Adalah tekanan darah tinggi yang penyebabnya dapat

diidentifikasi (Marsud, 1996). Secara klinis derajat hipertensi dapat

dikelompokkan sesuai rekomendasi dari “ The Six Report of The Joint

National Committee on Detection, Evaluation, and Treatment of High

Blood Presure’’ sebagai berikut :

12

Tabel 2.1 Kategori Hipertensi

No Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

1.

2.

3.

4.

Optimal

Normal

Normal - Tinggi

Hipertensi

Derajat 1(ringan)

Derajat 2 (sedang)

Derajat 3 (berat)

Derajat 4 (sangat berat)

< 120

120 – 129

130 – 139

140 – 159

160 – 179

180 – 209

> 210

< 80

80 – 84

85 – 89

90 – 99

100 – 109

110 – 119

> 210

Sumber : (Smelzer, 2001)

3. Penyebab hipertensi (Gunawan, 2001 )

Penyebab hipertensi diantaranya karena faktor keturunan, ciri dari

perseorangan serta kebiasaan hidup seseorang. Seseorang memiliki

kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya

adalah penderita hipertensi. Sedangkan ciri perseorangan yang berupa

umur, jenis kelamin dan ras juga mempengaruhi timbulnya hipertensi.

Umur yang bertambah menyebabkan terjadinya kenaikan tekanan darah,

tekanan darah pada pria umumnya lebih tinggi jika dibandingkan dengan

wanita. Ras kulit hitam hampir dua kali lebih banyak dibanding dengan

orang kulit putih, kebiasaan hidup seseorang dengan konsumsi garam

tinggi, kegemukan atau makan berlebihan, stres atau ketegangan jiwa,

kebiasaan merokok, minum alkohol dan obat-obatan.

13

4. Pengelolaan Hipertensi

Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah terjadinya

morbiditas dan mortalitas (Gideon, 2000), akibat komplikasi jantung

kardiovaskuler (jantung) yang berhubungan dengan pencapaian dan

pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg (Brunner dan

Suddarth, 2001).

Dalam meningkatkan perilaku perawatan dengan cara

meningkatkan kemampuan menyampaikan informasi yang jelas pada

penderita mengenai penyakit yang dideritanya serta cara pengobatannya,

keterlibatan keluarga dan beberapa pendekatan perilaku (Smet, 1999).

5. Perawatan Hipertensi

Perawatan dalam hipertensi diantaranya dalam ketaatan pengobatan

meliputi perlakuan khusus mengenai gaya hidup seperti diet, istirahat dan

olahraga serta konsumsi obat termasuk didalmnya jenis obat yang

dikonsumsi, berapa lama obat harus dikonsumsi, kapan waktu atau jadwal

minum, kapan harus dihentikan dan kapan harus berkunjung untuk

melakukan kontrol tekanan darah (Lany, 2001).

C. Tingkat Pengetahuan

1. Pengertian

Pengetahuan adalah sesuatu yang dikemukakan seseorang yang

merupakan hasil dari tahu. Hal ini dapat terjadi setelah individu

melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan

terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan,

14

pendengaran, penciuman, rasa dan raba, dimana sebagian penginderaan

manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003).

2. Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan didalam domain kognitif

terdiri dari 6 tingkatan yaitu:

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya, termasuk didalam pengetahuan. Tingkatan ini

adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari

seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

Oleh sebab itu tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang paling

rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa

yang dipelajari yaitu dengan menyebutkan, menguraikan,

mendefinisikan, menyatakan. Pada keluarga yang mempunyai

penderita hipertensi diharapkan dapat mengetahui gejala-gejala dan

penyebab lain dari penyakit hipertensi kepada orang lain serta untuk

dirinya sendiri.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi

materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek

atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,

menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang

15

dipelajari. Hal ini diharapkan keluarga dapat menjelaskan alasan dari

mengapa perlu adanya perilaku perawatan pada penderita hipertensi.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya).

Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukun-

hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau

situasi yang lain. Pada keluarga yang mempunyai penderita hipertensi

diharapkan dapat melakukan tindakan pencegahan apabila terjadi

komplikasi.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi

atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam

suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama

lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata

kerja : dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan,

memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. Dimana keluarga

dapat mengetahui tentang perawatan pada penderita hipertensi sesuai

dengan kondisi agar taraf kesehatannya dapat terjaga dengan baik.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan

atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk

keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan

16

untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

Dimana keluarga dapat menyusun suatu program pengobatan yang

merupakan bagian dari perilaku perawatan dengan menyusun rencana

menu, jadwal pemeriksaan, agar tekanan darah dapat terkontrol.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-

penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau

menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut

Notoatmodjo (2003), yaitu :

a. Tingkat Pendidikan

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka dia akan lebih

mudah dalam menerima hal-hal baru sehingga akan lebih mudah pula

untuk menyelesaikan hal-hal baru tersebut.

b. Informasi

Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak akan

memberikan pengetahuan yang jelas terutama tentang cara perawatan

yang benar dan tepat pada penderita hipertensi.

17

c. Budaya

Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang,

karena informasi-informasi baru akan di saring kira-kira sesuai dengan

tidaknya dengan kebudayaan yang ada dan agama yang dianut.

d. Pengalaman

Pengalaman disini berkaitan dengan umur dan pendidikan individu,

maksudnya pendidikan yang tinggi pengalaman akan luas sedang umur

semakin banyak (bertambah tua).

e. Sosial Ekonomi

Tingkatan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup disesuaikan

dengan penghasilan yang ada, sehingga menuntut pengetahuan yang di

miliki harus dipergunakan semaksimal mungkin, begitupun dalam

mencari bantuan ke sarana kesehatan yang ada, mereka sesuaikan

dengan pendapatan keluarga.

4. Cara mencari pengetahuan

Ada berbagai macam cara untuk mencari atau menperoleh

kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, yaitu :

a. Cara tradisional

Untuk memperoleh pengetahuan, cara kuno atau tradisional dipakai

orang memperoleh kebenaran pengetahuan, sebelum ditemukannya

metode ilmiah untuk metode penemuan secara sistematik dan logis

(Notoatmodjo, 2003).

18

b. Cara coba-salah (trial and error)

Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, bahkan

mungkin sebelum adanya peradapan. Pada waktu itu seseorang apabila

menghadapi persoalan untuk masalah, upaya pemecahannya dilakukan

dengan cara coba-coba saja. Dimana metode ini telah digunakan orang

dalam waktu yang cukup lama untuk memecahkan berbagai masalah.

Bahkan sekarang ini metode coba-coba masih sering dipergunakan

terutama oleh mereka yang belum atau tidak mengetahui cara

memecahkan masalah (Notoatmodjo, 2003).

c. Kekuasaan atau otoritas

Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali kebiasaan dan

tradisi-tradisi yang dilakukan oleh orang tanpa melakukan penalaran

apakah yang dilakukan tersebut baik atau tidak. Kebiasaan ini biasanya

diwariskan turun temurun dari generasi berikutnya. Dimana

pengetahuan, diperoleh berdasarkan otoritas atau kekuasaan, baik

tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama, otoritas ilmu

pengetahuan (Notoatmodjo, 2003).

d. Berdasarkan pengalaman pribadi

Pengalaman adalah guru yang baik, dimana pengalaman itu merupakan

sumber pengetahuan, atau pengetahuan itu merupakan suatu cara untuk

memperoleh kebenaran pengetahuan. Pengalaman pribadipun dapat

digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Perlu diperhatikan

bahwa tidak semua pengalaman pribadi dapat menuntun seseorang

19

untuk menarik kesimpulan dengan benar, maka perlu berfikir kritis dan

logis (Notoatmodjo, 2003).

e. Melalui jalan pikir

Sejalan dengan perkembangan kebudayaaan umat manusia, cara

berfikir manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu

menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya.

Dengan kata lain dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia

telah menggunakan jalan pikirannya baik melalui induksi dan deduksi

(Notoatmodjo, 2003).

f. Cara modern dalam memperoleh pengetahuan

Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau metodologi penelitian.

Cara ini mula-mula mengadakan pengamatan langsung terhadap

gejala-gejala alam atau kemasyarakat kemudian hasil pengmatannya

tersebut dikumpulkan dan diklasifikasikan dan akhirnya diambil

kesimpulan umum (Notoatmodjo, 2003).

5. Cara pengukuran pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau

angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek

penelitian atau responden Kedalam pengetahuannya yang ingin kita

ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut

diatas (Notoatmodjo, 2003).

20

D. Sikap

1. Pengertian

Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau

obyek, baik yang bersifat intern maupun ekstern, sehingga manifestasinya

tidak dapat langsung dapat dilihat, tetapi hanya dapat langsung ditafsirkan

terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap merupakan reaksi yang

tertutup, bukan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap

merupakan kesiapan seseorang untuk bereaksi atau berespon terhadap

objek atau stimulus. Sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat

ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap merupakan

kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan

pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau

aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku.

Suatu sikap pada diri individu belum tentu terwujud dalam suatu tindakan

nyata, diperlukan faktor pendukung dan fasilitas (Sunaryo, 2004).

2. Komponen Sikap

Menurut Mar’at (1999), sikap terbagi 3 komponen yang membentuk

struktur sikap dan ketiganya saling menunjang, yaitu:

a. Komponen kognitif (komponen perseptual)

Berisi kepercayaan, yang berhubungan dengan hal-hal tentang

bagaimana individu mempersiapkan terhadap objek sikap, dengan apa

yang dilihat dan diketahui (pengetahuan), pandangan, keyakinan,

pikiran, pengalaman pribadi.

21

b. Komponen afektif (komponen emosional)

Kemampuan ini menunjuk pada dimensi emosional subjektif

individu atau evaluasi terhadap objek sikap, baik yang positif maupun

negatif.

c. Komponen konatif (komponen perilaku)

Yaitu komponen sikap yang berkaitan dengan predisposisi atau

kecenderungan bertindak terhadap objek sikap yang dihadapinya.

Ketiga komponen ini bersama-sama membentuk sikap yang utuh.

Pada penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan

emosi memegang peranan penting. Dimana dari ketiga komponen tersebut

tidak berdiri sendiri, tetapi menunjukkan manusia yang merupakan suatu

sistem kognitif, yang berarti bahwa yang dipikirkan seseorang tidak akan

terlepas dari perasaannya (Mar’at,1999).

Terdapat beberapa tingkatan sikap yang terdiri dari (Notoatmodjo,

2003) :

a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap

keluarga tentang perilaku perawatan pada penderita hipertensi yang

dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap

informasi-informasi yang didapat tentang perilaku pearwatan

hipertensi.

22

b. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau

mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar

atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.

c. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan

suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

d. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya

dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

3. Struktur sikap

Terdapat beberapa struktur sikap yang dibentuk oleh tiga komponen

yaitu (Walgito, 2003) :

a. Komponen kognitif (komponen perseptual), yaitu komponen yang

berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, dan keyakinan. Hal yang

berhubungan dengan bagaimana orang mempersepsikan objek sikap

b. Komponen afektif (komponen emosional), yaitu yang berhubungan

dengan rasa senang atau tidak senang terhadap objek sikap. Rasa

senang merupakan hal yang positif, sedangkan rasa tidak senang

merupakan hal yang negatif. Komponen ini menunjukkan arah sikap,

yaitu positif dan negatif.

23

c. Komponen konatif (komponen perilaku, atau action component), yaitu

komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak

terhadap objek sikap. Komponen ini menunjukkan intensitas sikap,

yaitu menunjukkan besar kecilnya kecenderungan bertindak atau

berperilaku seseorang terhadap objek sikap.

4. Faktor yang mempengaruhi sikap

Menurut Sunaryo (2004), ada 4 hal penting yang menjadi

determinan (faktor penentu) sikap individu yaitu :

a. Faktor fisiologis

Faktor fisiologis seseorang akan ikut menentukan bagaimana

sikap seseorang. Berkaitan dengan ini adalah faktor umur dan

kesehatan. Pada umumnya orang muda sikapnya lebih mengikuti

kemauannya (egonya) daripada sikap orang yang lebih tua, sedangkan

orang dewasa sikapnya lebih moderat. Dengan demikian masalah umur

akan berpengaruh pada sikap seseorang. Orang yang sering sakit lebih

bersikap tergantung daripada orang yang tidak sakit.

b. Faktor pengalaman langsung terhadap objek sikap

Sikap seseorang terhadap objek sikap akan dipengaruhi oleh

pengalaman langsung orang yang bersangkutan dengan objek sikap

tersebut.

c. Faktor kerangka acuan

Kerangka acuan merupakan faktor yang penting dalam sikap

seseorang, karena kerangka acuan ini akan berperan terhadap objek

24

sikap. Bila kerangka acuan tidak sesuai dengan objek sikap, maka

orang mempunyai sikap yang negatif terhadap objek sikap tersebut.

d. Faktor komunikasi sosial

Faktor komunikasi sosial yang berwujud informasi dari

seseorang kepada orang lain dapat menyebabkan perubahan sikap yang

ada pada diri orang yang bersangkutan.

E. Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Dengan Perilaku Perawatan

Pada Penderita Hipertensi

Secara spesifik, dengan adanya pengetahuan yang baik yang dimiliki

keluarga berpengaruh pada sikap yang akan dilakukan dalam melakukan

perilaku perawatan pada penderita hipertensi, sehingga berpengaruh pula

pada menurunnya mortalitas dan lebih mudah sembuh daripada sakit. Jadi

dengan adanya pengetahuan dan sikap yang baik dan tepat maka status

kesehatan penderita lebih meningkat. Pengetahuan yang baik dan sikap yang

tepat mendorong keluarga untuk berperilaku yang tepat dalam hal ini

perawatan pada penderita hipertensi, dimana perilaku biasanya dipengaruhi

oleh respon individu terhadap stimulus atau pengetahuan yang bersifat baik,

sedang, buruk, positif, negatif yang tergantung bagaimana reaksi individu

untuk merespon terhadap suatu stimulus tersebut yang berujung pada suatu

tindakan atau perilaku (Notoatmodjo, 2003).

Dari berbagai strategi untuk meningkatkan kekuatan dalam melakukan

perilaku perawatan pada penderita hipertensi salah satunya dengan adanya

keterlibatan keluarga, dimana keluarga dapat melakukan perawatan dengan

25

tujuan untuk meningkatkan kesehatan penderita hipertensi sehari-harinya dan

tercipta status kesehatan yang optimal (Marilyn, 1998). Sebuah keluarga

dapat menjadi salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan

suatu keyakinan dan nilai kesehatan individu serta dapat menentukan tentang

perawatan yang tepat untuk responden (Niven, 2000). Sikap keluarga yang

perduli sangat diperlukan untuk menghadapi penderita yang membutuhkan

perhatian. Dalam dukungan emosional yang meliputi rasa empati, kepedulian

dan perhatian terhadap anggota keluarga yang sakit (Smet,1994).Dengan

perhatian yang berlebih maka penderita hipertensi merasa tidak sendiri

dalam menghadapi penyakitnya, karena penyakit hipertensi merupakan

penyakit seumur hidup dan perawatannya pun seumur hidup.

Dengan adanya peran serta keluarga yang dilakukan dengan baik

diharapkan dapat membantu penderita hipertensi dalam melakukan

perawatan sehari-hari, sesuai dengan anjuran yang diberikan oleh tenaga

kesehatan. Perlu diketahui bahwa penyakit hipertensi tidak akan sembuh,

untuk itu dibutuhkan suatu perilaku ketaatan jangka panjang dan kesabaran

yang ekstra selama hidupnya guna mempertahankan kesehatannya

(Friedman,1998).

26

F. Kerangka Teori

Gambar .1. Kerangka Teori

(Sumber: Lawrence Green (1988) yang dimodifikasi : Notoatmodjo, 2003)

Faktor Predisposisi: 1. Tingkat Pengetahuan 2. Sikap 3. Keyakinan 4. Kepercayaan 5. Nilai 6. Motivasi

Faktor Pemungkin

1. Fasilitas Fisik : kesehatan: puskesmas, rumah sakit

2. Fasilitas umum: media massa (koran, TV, Radio)

Perilaku Perawatan Pada Penderita Hipertensi

Faktor Penguat

1. Dukungan Keluarga 2. Dukungan Teman 3. Dukungan Tenaga

Kesehatan

27

F. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar.2. 2. Kerangka Konsep

G. Hipotesis Penelitian

1. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga dengan perilaku

perawatan pada penderita hipertensi di desa Triharjo Kecamatan Gemuh

Kabupaten Kendal.

2. Ada hubungan antara sikap keluarga dengan perilaku perawatan pada

penderita hipertensi di desa Triharjo Kecamatan Gemuh Kabupaten

Kendal.

Tingkat pengetahuan keluarga

Sikap keluarga

Perilaku Perawatan Pada Penderita Hipertensi