BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Kontrol 1....
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Kontrol 1....
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perilaku Kontrol
1. Pengertian
Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang
dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.
Perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus
(rangsangan dari luar) sedangkan perilaku kesehatan adalah suatu respons
seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan
penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta
lingkungan (Notoatmodjo, 2003:114).
2. Unsur-Unsur Perilaku
Perilaku muncul sebagai hasil interaksi antara tanggapan dari
individu terhadap stimulus yang datang dari lingkungannya agar bisa
beradaptasi dan tetap survive yang mendasari timbulnya perilaku adalah
dorongan yang ada dalam diri manusia, sedangkan dorongan merupakan
usia jadi perilaku muncul karena adanya dorongan untuk survive. Ada tiga
unsur utama dalam perilaku yaitu :
a. Adanya afektif (perasaan atau penilaian pada berbagai hal)
b. Kognitif (pengetahuan kepercayaan atau pendapat tentang suatu
obyek)
c. Psikomotor (niat serta tindakan yang berkaitan dengan suatu obyek).
Perilaku memiliki hubungan yang cukup besar dalam menentukan
tingkat pemanfaatan sarana kesehatan. Teori Adopsi perilaku dari Rogers
mengemukakan bahwa untuk mengubah perilaku seseorang akan melewati
5 tahapan yaitu awarenes (kesadaran), interest (perhatian atau ketertarikan
dengan ide baru), evalution (perilaku terhadap ide), trial (usaha untuk
mencoba) dan terakhir adoption (bila menerima ide baru) (Notoatmodjo,
2003).
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
Keteraturan kontrol pada penderita hipertensi adalah bagian dari
perilaku kesehatan yang dilakukan oleh masyarakat. Menurut Lawrence
Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003) ada 3 faktor yang berhubungan
dengan perilaku kesehatan, yaitu :
a. Faktor-Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)
1) Pengetahuan
Pengetahuan adalah perilaku yang berasal dari pengalaman
sendiri atau pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2003 : 167).
Pengetahuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
pengetahuan penderita hipertensi tentang komplikasi hipertensi.
Pengetahuan yang dimiliki oleh penderita hipertensi sangat
ditentukan oleh pendidikan yang dimiliki. Karena dengan
pendidikan yang baik, maka penderita hipertensi dapat menerima
segala informasi dari luar terutama tentang pentingnya keteraturan
perilaku kontrol. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain
yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt
behavior). Pengetahuan dalam domain kognitif yaitu :
a. Tahu (know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang
telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan
tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang
spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan
yang telah diterima, oleh sebab itu, tahu merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah.
b. Memahami (comprehension) diartikan sebagai suatu
kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang
diketahui dan dapat menginterpretasikan materi secara benar.
c. Aplikasi (aplication) diartikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau
kondisi sebenarnya, termasuk aplikasi atau penggunaan hukum-
hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks
atau situasi lain.
d. Analisis (Analysis) yaitu suatu kemampuan untuk menjabarkan
materi atau objek ke dalam komponen, tetapi masih di dalam
satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (Synthesis) menunjuk kepada suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian di dalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-
formulasi yang ada.
f. Evaluasi (evaluation) berkaitan dengan kemampuan melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
Penilaian itu berdasarkan suati kriteriayang ditentukan sendiri
atau menggunakan kriteria yang telah ada (Notoatmodjo,
2003:123) .
2) Pendidikan
Pendidikan kesehatan adalah suatu upaya atau kegiatan untuk
menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan.
Artinya pendidikan kesehatan berupaya agar masyarakat menyadari
atau mengetahui bagaimana cara memelihara kesehatan mereka,
bagaimana menghindari atau mencegah hal – hal yang merugikan
kesehatan mereka dan kesehatan orang lain, kemana seharusnya
mencari pengobatan bilamana sakit, dan sebagainya
(Notoatmodjo, 2003:10).
2) Sikap
Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan.
Sikap terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh
individu. Sikap menggambarkan perilaku suka atau tidak suka
seseorang terhadap obyek. Faktor-faktor yang mempengaruhi
pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang
lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga
pendidikan dan lembaga agama serta faktor emosi dalam individu
(Azwar, 2009).
Sikap merupakan penilaian (bisa berupa pendapat)
seseorang terhadap stimulus atau objek (dalam hal ini masalah
kesehatan, termasuk penyakit). Setelah seseorang mengetahui
stimulus atau objek, proses selanjutnya akan menilai atau bersikap
terhadap stimulus atau objek kesehatan tersebut. Oleh karena itu
indikator untuk sikap kesehatan juga sejalan dengan pengetahuan
kesehatan (Notoatmodjo, 2003:129) seperti :
a. Sikap terhadap sakit dan penyakit
Adalah bagaimana penilaian atau pendapat seseorang terhadap
gejala atau tanda-tanda penyakit, penyebab penyakit, cara
penularan penyakit, cara pencegahan penyakit dan sebagainya.
b. Sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat
Adalah penilaian atau pendapat seseorang terhadap cara-cara
pemeliharaan dan cara- cara (berperilaku) hidup sehat. Seperti
pendapat atau penilaian terhadap makanan, minuman, olahraga,
relaksasi atau istirahat cukup dan sebagainya.
c. Sikap terhadap kesehatan lingkungan
Adalah pendapat atau penilaian seseorang tehadap lingkungan
dan pengaruhnya terhadap kesehatan. Misalnya pendapat atau
penilaian terhadap air bersih, pembuangan limbah, polusi dan
sebagainya.
3) Kepercayaan
Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua, kakek
atau nenek. Seseorang menerima kepercayaan itu berdasarkan
keyakinan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu (Notoatmodjo,
2003:167).
b. Faktor Pemungkin (Enabling Factor)
1) Tingkat Ekonomi
Keluarga yang sosial ekonominya rendah akan mendapat
kesulitan untuk membantu seseorang mencapai kesehatan yang
optimal (Supartini,2004). Sebaliknya dengan ekonomi keluarga
yang meningkat, maka kemampuan dalam pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan keluarga juga meningkat (Notoatmodjo,
2003:22).
2) Fasilitas Kesehatan
Upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan diwujudkan
dalam suatu wadah pelayanan kesehatan yang disebut sarana
kesehatan. Upaya penyelengaraan pelayanan kesehatan pada
umumnya dibedakan menjadi tiga, yaitu; sarana pemeliharaan
kesehatan primer (primary care) merupakan sarana yang paling
dekat dengan masyarakat. Misalnya Puskesmas, poliklinik, dokter
praktek swasta dan sebagainya; sarana pemeliharaan kesehatan
tingkat dua (secondary care) merupakan sarana pelayanan
kesehatan yang menangani kasus yang tidak atau belum ditangani
oleh sarana kesehatan primer karena peralatan atau keahlian belum
ada; sarana pemeliharaan kesehatan tingkat tiga (tertiary care)
merupakan sarana pelayanan kesehatan rujukan bagi kasus-kasus
yang tidak ditangani oleh sarana pelayanan kesehatan primer dan
pelayanan kesehatan sekunder. Misalnya Rumah sakit propinsi,
rumah sakit tipe B dan tipe A (Notoatmodjo, 2003:5).
c. Faktor-Faktor Penguat (Reinforcing Factor)
1) Sikap dan Perilaku Petugas Kesehatan
Sikap petugas kesehatan adalah suatu tindakan yang
diberikan oleh petugas kesehatan. Sedangkan perilaku petugas
kesehatan adalah respon yang diberikan petugas kesehatan
terhadap klien (penderita hipertensi) (Notoatmodjo, 2003:14).
Sikap dan perilaku yang baik dari petugas kesehatan akan
mempengaruhi klien (penderita hipertensi) dalam mengikuti
anjuran yang diberikan oleh petugas kesehatan dalam pemberian
pelayanan kesehatan.
2) Dukungan Sosial
Dukungan sosial yang dimaksud disini adalah dukungan
yang diperoleh dari para tokoh masyarakat baik formal (guru,
lurah, camat, dan petugas kesehatan), maupun informal (tokoh
agama, dan keluarga) yang berpengaruh dalam masyarakat
(Notoatmodjo, 2003:23).
Dukungan dari keluarga akan memainkan suatu peran
penting dalam kepatuhan. Walaupun demikian, perbedaan dalam
bagaimana keluarga menunjukkan dukungannya memainkan suatu
peran dalam menentukan apakah hal tersebut dapat menjadi
kontributor terhadap kepatuhan kontrol pada penderita hipertensi
(Stanley, 2006).
4. Perilaku Kontrol Hipertensi
a. Pengertian
Perilaku kontrol hipertensi merupakan suatu kegiatan atau
aktivitas penderita hipertensi untuk melakukan perawatan, kontrol dan
pengobatan, baik dapat diamati secara langsung maupun tidak dapat
diamati oleh pihak luar. Perilaku kontrol kesehatan menurut
Notoatmodjo (2003), terdiri dari persepsi (perception), respon
terpimpin (guided respons), mekanisme (mekanisme) dan adaptasi
(adaptation)
b. Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Kontrol Hipertensi
Menurut Notoatmodjo (2003) yang mengutip dari Lewin
perilaku ketaatan pada individu sangat dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu:
1) Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.
Pengetahuan merupakan hal yang sangat mempengaruhi
terbentuknya perilaku seseorang. Pengetahuan pasien tentang
perawatan pada penderita hipertensi yang rendah yang dapat
menimbulkan kesadaran yang rendah pula yang berdampak dan
berpengaruh pada penderita hipertensi dalam mengontrol tekanan
darah, kedisiplinan pemeriksaan yang akibatnya dapat terjadi
komplikasi berlanjut.
2) Sikap adalah reaksi tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau
obyek.
3) Ciri-ciri individual meliputi umur, jenis kelamin, tingkat
pendidikan dan status sosial ekonomi.
4) Partisipasi keluarga merupakan keikutsertaan keluarga didalam
membantu pasien melaksanakan perawatan dan pengobatan pasien
B. Pendidikan
1. Pengertian
Menurut UU No.20 tahun 2003, pendidikan adalah usaha untuk
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (Hasbullah, 2005).
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang
perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita tertentu. Makin tinggi
tingkat pendidikan seseorang makin mudah yang dimiliki sebaliknya
pendidikan yang menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap
nilai baru diperkenalkan (Nursalam, 2001).
Sementara itu Malayu (2002), menyatakan bahwa pendidikan
merupakan suatu indikator yang mencerminkan kemampuan seseorang
untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan. Dengan latar belakang
pendidikan pula seseorang dianggap akan mampu menduduki suatu
jabatan tertentu.
Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap
menuju perilaku kesehatan sehat. Tingkat pendidikan yang tinggi akan
memudahkan seseorang atau masyarakat memperoleh dan mencerna
informasi untuk kemudian menentukan pilihan dalam pelayanan kesehatan
dan menerapkan hidup sehat. Tingkat pendidikan, khususnya tingkat
pendidikan mempengaruhi derajat kesehatan (Depkes RI, 1999).
Pendidikan dapat meningkatkan kematangan intelektual seseorang.
Kematangan intelektual ini berpengaruh pada wawasan, cara berfikir, baik
dalam cara pengambilan keputusan maupun dalam pembuatan kebijakan.
Semakin tinggi pendidikan formal, akan semakin baik pengetahuan
tentang kesehatan (Hastono, 1997)
2. Pendidikan Formal
Menurut Soedomo Hadi (2008) jenjang pendidikan formal terdiri
atas :
a. Pendidikan Dasar, terdiri dari Sekolah Dasar dan SMP/MTs.
b. Pendidikan Menengah terdiri dari SMA/MA dan SMK/MAK
c. Pendidikan Tinggi terdiri dari Akademi, Institut, Sekolah Tinggi dan
Universitas.
C. Pengetahuan
1. Pengertian
Pengetahuan adalah perilaku yang berasal dari pengalaman sendiri
atau pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2003 : 167). Pengetahuan yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah pengetahuan penderita hipertensi
tentang komplikasi hipertensi. Pengetahuan yang dimiliki oleh penderita
hipertensi sangat ditentukan oleh pendidikan yang dimiliki. Karena dengan
pendidikan yang baik, maka penderita hipertensi dapat menerima segala
informasi dari luar terutama tentang pentingnya keteraturan perilaku
kontrol. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan
dalam domain kognitif yaitu :
a. Tahu (know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini
adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima, oleh sebab
itu, tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
b. Memahami (comprehension) diartikan sebagai suatu kemampuan
untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan
dapat menginterpretasikan materi secara benar.
c. Aplikasi (aplication) diartikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi
sebenarnya, termasuk aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus,
metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain.
d. Analisis (Analysis) yaitu suatu kemampuan untuk menjabarkan materi
atau objek ke dalam komponen, tetapi masih di dalam satu struktur
organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (Synthesis) menunjuk kepada suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian di dalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi
yang ada.
f. Evaluasi (evaluation) berkaitan dengan kemampuan melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian itu
berdasarkan suati kriteriayang ditentukan sendiri atau menggunakan
kriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2003:123).
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Soekamto (2002) ada bebebapa faktor yang mempengaruhi
pengetahuan, yaitu :
a. Tingkat pendidikan
Pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan agar terjadi
perubahan perilaku positif yang meningkat. Semakin tinggi tingkat
pendidikan, maka akan mengakibatkan kesadaran dasar akan
pentingnya ilmu pengetahuan. Hal ini dapat memacu seseorang untuk
bersifat aktif dalam mengingkatkan pengetahuan.
b. Informasi
Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak akan
mempunyai pengetahuan yang lebih luas, melalui media elektronika
maupun media massa.
c. Budaya
Tingkah laku manusia atau sekelompok manusia dalam memenuhi
kebutuhan yang meliputi sikap dan kepercayaan.
d. Pengalaman
Suatu yang pernah dialami seseorang akan menambah pengetahuan
tentang sesuatu yang bersifat informal.
e. Sosial ekonomi
Tingkat kemampuan seseorang yang memenuhi kebutuhan hidup
semakin tinggi tingkat sosial ekonomi akan mendapat tingkat
pengetahuan dengan semakin luasnya cara mendapat informasi.
3. Sumber-Sumber Pengetahuan
Menurut Nursalam (2001) sumber pengetahuan manusia
dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya :
a. Tradisi
Tradisi adalah suatu dasar pengetahuan di mana setiap orang tidak
dianjurkan untuk memulai mencoba memecahkan masalah.
b. Autoritas
Ketergantungan terhadap suatu autoritas tidak dapat dihindarkan
karena kita tidak dapat secara otomatis menjadi seorang ahli dalam
mengatasi setiap permasalahan yang dihadapi.
c. Pengalaman seseorang
Setiap pengalaman seseorang mungkin terbatas untuk membuat
kesimpulan yang valid tentang situasi dan pengalaman seseorang
diwarnai dengan penilaian yang bersifat subjektif.
d. Trial dan Error
Dalam menyelesaikan suatu permasalahan keberhasilan kita dalam
menggunakan alternatif pemecahan melalui “ coba dan salah”.
e. Alasan yang logis
Pemikiran ini merupakan komponen yang penting dalam pendekatan
ilmiah, akan tetapi alasan yang rasional sangat terbatas karena validitas
alasan deduktif tergantung dari informasi di mana seseorang melalui.
f. Metode ilmiah
Pendekatan yang paling tepat untuk mencari suatu kebenaran karena
didasari pada pengetahuan yang terstruktur dan sistematis.
g. Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari
subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin
diketahui atau diukur kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas
(Notoatmodjo, 2003).
D. Sikap
1. Pengertian
Sikap merupakan suatu yang komplek, dapat didefinisikan sebagai
pernyataan–pernyataan evaluatif, baik yang menyenangkan maupun yang
tidak menyenangkan, atau penilaian mengenai objek, manusia atau
peristiwa-peristiwa.
Allport (dalam Azwar, 2005) mendefinisikan sikap sebagai
semacam kesiapan individu untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan
cara-cara tertentu. Sikap juga suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan
mendukung atau tidak mendukung.
Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulasi atau objek (Notoatmodjo, 2003). Ada 3 (tiga)
komponen pokok dalam sikap :
a. Kepercayaan (keyakinan) ide, dan konsep terhadap suatu objek
b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek
c. Kencenderungan untuk bertindak
2. Tingkatan Sikap
Menurut Notoatmodjo (2003), sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan,
yaitu :
a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (objek).
b. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan
tugas yang diberikan.
c. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu
masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
d. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan
segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang
utuh. Dalam penentuan sikap yang utuh ini pengetahuan, pikiran,
keyakinan dan emosi memegang peranan penting.
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sikap
Menurut Azwar (2007) faktor-faktor yang mempengaruhi sikap
adalah :
a. Pengalaman pribadi
Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, maka harus melalui
kesan yang kuat. Apa yang dialami akan membentuk dan
mempengaruhi salah satu dasar pembentukan sikap.
b. Kebudayaan
Kebudayaan mempengaruhi sikap dan memberi corak pengalaman
individu yang menjadi kelompok usahanya. Hanya kepribadian invidu
yang kuat dapat memudahkan dominasi kebudayaan dalam
pembentukan sikap individual.
c. Orang lain yang dianggap penting
Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu diantara komponen
sosial yang dapat mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang dianggap
penting akan diharapkan persetujuan bagi setiap tindakan dan pendapat
kita.
d. Media massa
Media massa menyampaikan informasi yang berisi sugesti yang dapat
mengarahkan opini yang kuat dalam menilai suatu hal sehingga
terbukalah arahan sikap tertentu.
e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem
mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan
keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri
individu.
f. Emosional
Emosi dapat mendasari bentuk sikap karena dapat berfungsi sebagai
semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme
pertahanan ego.
4. Pengukuran Sikap
Menurut Riduwan (2004), pengukuran sikap dapat dilakukan dengan
menggunakan skala sikap. Skala sikap dibagi menjadi 5 macam, yaitu :
a. Skala Likert dengan menggunakan beberapa pernyataan yang
menggambarkan pandangan yang ekstrim pada masalahnya.
Responden diminta untuk menunjukkan dimana mereka setuju atau
tidak setuju pada setiap pernyataan dengan empat atau lima pilihan.
b. Skala Guttman/Borgardus, suatu skala sikap yang disebut sebagai
skala jarak sosial yang secara kuantitatif mengukur tingkatan jarak
seseorang yang diharapkan untuk memelihara hubungan orang dengan
kelompok-kelompok lain.
c. Skala Simantict deferinsial, meminta responden untuk menentukan
sikapnya terhadap obyek sikap, pada ukuran yang berbeda dengan
suatu ukuran skala yang terdahulu. Responden diminta untuk
menentukan suatu ukuran skala yang bersifat berlawanan yaitu positif-
negatif, baik-buruk, aktif-pasif dan sebagainya.
d. Rating Scale
e. Skala Thurstone, terdiri dari sejumlah daftar pernyataan yang diduga
berhubungan dengan sikap. Metode ini terdiri dari atas kumpulan
pendapat yang memiliki rentang dari sangat positif ke arah sangat
negatif terhadap obyek sikap. Dalam penelitian ini, peneliti dalam
mengukur sikap menggunakan skala Likert.
E. Hipertensi
1. Pengertian
Hipertensi atau penyakit darah tinggi adalah gangguan pada
pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang
dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang
membutuhkann. Hipertensi sering kali disebut sebagai pembunuh gelap
(silent killer) karena termasuk yang mematikan tanpa disertai gajala-gajala
lebih dahulu sebagai peringatan bagi korbanya (Sustrani 2004 : 12).
Menurut Basha (2004 : 1) hipertensi adalah suatu keadaan di mana
seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang
mengakibatkan angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian
(mortalitas).
Pada populasi manula, hipertensi di definisikan sebagai tekanan
sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg. Hipertensi
merupakan penyebab utama gagal jantung, stroke dan gagal ginjal.
(Smeltzer & Bare,2001:896). Hipertensi merupakan keadaan dimana
tekanan darah menjadi naik dan bertahan pada tekanan tersebut meskipun
sudah relaks (Soeharto,2002:50).
Dari definisi-definisi di atas dapat diperoleh kesimpulan bahwa
hipertensi adalah suatu keadaan di mana tekanan darah menjadi naik
karena gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai
oksigen dan nutrisi yang di bawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan
tubuh yang membutuhkannya.
2. Tanda dan Gejala Hipertensi
Tekanan darah tinggi (hipertensi) tidak memberikan tanda-tanda
(simtom) pada tingkat awal. Kebanyakan orang mengira bahwa sakit
kepala terutama pada pagi hari, pusing, berdebar-debar dan berdengung di
telinga merupakan tanda-tanda hipertensi. Tetapi tanda-tanda tersebut
sesungguhnya dapat terjadi pada tekanan darah normal, bahkan seringkali
tekanan darah yang relatif tinggi tidak memiliki tanda-tanda tersebut. Cara
yang tepat untuk meyakinkan seseorang memiliki tekanan darah tinggi
adalah dengan mengukur tekanannya.
Tekanan darah tinggi (hipertensi) jarang menimbulkan gejala dan
cara satu-satunya untuk mengetahui seseorang mengalami hipertensi
dengan mengukur tekanan darah. Pengukuran tekanan darah sebaiknya
dilakukan sekali dalam lima tahun, bahkan lebih sering bilang
memungkinkan. Bila tekanan darah tidak terkontrol dan menjadi sangat
tinggi, dapat mengakibatkan hipertensi berat atau hipertensi maligna.
Gejala-gejala hipertensi adalah :
a. Pusing
b. Pandangan kabur
c. Sakit kepala
d. Kebingungan
e. Mengantuk
f. Sulit bernapas
3. Cara Perawatan Hipertensi
Tujuan deteksi dan penatalaksanaan hipertensi adalah menurunkan
risiko penyakit kardiovaskular dan mortalitas serta morbiditas yang
berkaitan. Tujuan perawatan hipertensi melalui terapi adalah mencapai dan
mempertahankan tekanan sistolik dibawah 140 mmHg dan tekanan
diastolic dibawah 90 mmHg dan mengontrol faktor risiko. Hal ini dapat
dicapai melalui modifikasi gaya hidup saja, atau dengan obat
antihipertensi. (Mansjoer, Arif, dkk. 2001)
Tujuan utama pengobatan penderita dengan hipertensi ialah
tercapainya penurunan maksimum risiko total mordibitas dan mortalitas
kardiovaskuler. Hal ini memerlukan pengobatan semua faktor risiko
reversible yang ditemukan seperti merokok, peningkatan cholesterol,
diabetes mellitus dan pengobatan yang memadai kondisi klinik yang
berhubungan selain pengobatan tekanan darah tingginya sendiri.
Perawatan hipertensi di luar pengobatan adalah dengan :
a. Berhenti merokok
Merupakan perubahan gaya hidup yang paling kuat untuk pencegahan
penyakit kardiovaskuler dan nonkardiovaskuler pada penderita
hipertensi. Untuk penderita yang sulit untuk menghentikan merokok
dapat dibantu dengan pengobatan penggantian nikotin.
b. Penurunan berat badan
Obesitas merupakan faktor predisposisi penting terjadinya hipertensi.
Penurunan berat badan sebesar 5 kg pada penderita hipertensi dengan
obesitas (kelebihan berat badan > 10 %) dapat menurunkan tekanan
darah. Penurunan berat badan juga bermanfaat untuk memperbaiki
faktor risiko yang lain (resistensi insulin, diabetes mellitus,
hiperlipidemia dan LVH).
c. Konsumsi alkohol sedang
Terdapat hubungan linier antara konsumsi alkohol, tingkat tekanan
darah dan prevalensi hipertensi pada masyarakat. Alkohol menurunkan
efek obat antihipertensi, tetapi efek presor ini menghilang dalam 1-2
minggu dengan mengurangi konsumsi alcohol dibatasi 20-30 g etanol
per hari untuk pria dan 10-20 g etanol per hari pada wanita.
d. Penurunan diet garam
Diet tinggi garam dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah dan
prevalensi hipertensi. Efek diperkuat dengan diet kalium yang rendah.
Penurunan diet natrium dari 180 mmol (10,5 g) per hari menjadi 80-
100 mmol (4,7-5,8 g) per hari menurunkan tekanan darah sistolik 4-6
mmHg.
e. Perubahan diet yang komplek
Vegetarian mempunyai tekannan darah lebih rendah dibandingkan
pemakan daging dan diet vegetarian pada penderita hipertensi dapat
menurunkan tekanan darah. Meningkatkan konsumsi buah dan sayuran
menurunkan tekanan darah TDS/TDD 3/1 mmHg sedangkan
mengurangi diet lemak menurunkan tekanan darah 6/3 mmHg. Pada
penderita tekanan darah tinggi, kombinasi keduanya dapat menurunkan
tekanan darah 11/6 mmHg. Adanya diet tinggi kalsium, magnesium
dan kalium mungkin berperanan terhadap efek tersebut. Makan ikan
secara teratur sebagai cara mengurangi berat badan akan meningkatkan
penurunan tekanan darah pada penderita gemuk dan memperbaiki
profil lemak.
f. Peningkatan aktifitas fisik
Latihan fisik aerobic sedang secara teratur (jalan atau renang selama
30-45 menit 3-4 × seminggu) mungkin lebih efektif menurunkan
tekanan darah dibandingkan olah-raga berat seperti lari, jogging.
Tekanan darah sistolik turun 4-8 mmHg. Latihan fisik isometric seperti
angkat besi dapat meningkatkan tekanan darah dan harus dihindari
pada penderita hipertensi (WHO-ISH 1999). (Joewono, Boedi
Soesetyo. 2003).
4. Diet Hipertensi
Diet hipertensi salah satu cara untuk mengatasi hipertensi tanpa
efek serius, karena metode pengendaliannya yang alami. Beberapa hal
yang harus diperhatikan oleh penderita dan keluarga dalam menyiapkan
makanan bagi penderita hipertensi. Diet hipertensi ini dapat membantu
menurunkan tekanan darah sehingga komplikasi hipertensi dapat dihindari.
(Akhmad, 2010)
Prinsip diet bagi hipertensi
a. Makanan yang beraneka ragam dan gizi yang seimbang
b. Jenis makanan disesuaikan
c. Jumlah garam dibatasi (tidak lebih dari ¼ - ½ sendok teh perhari) .
d. Konsumsi sayuran dan buah-buahan segar
Beberapa makanan yang sebaiknya dihindari adalah: (Akhmad, 2010)
a. Makanan yang berkadar lemak jenuh tinggi (otak, ginjal, paru-paru,
minyak kelapa, gajih)
b. Makanan yang diolah menggunakan garam natrium (biskuit, craker,
keripik dan makanan kering yang asin)
c. Makanan dan minuman dalam kaleng (sarden, sosis, korned, sayuran
dan buah-buahan dalam kaleng, soft drink)
d. Makanan yang diawetkan (dendeng, asinan sayur/buah, abon, ikan
asin, pindang, udang kering, telur asin, selai kacang)
e. Susu full cream, mentega, margarine, keju mayonaise, daging merah
(sapi / kambing), kulit ayam.
f. Bumbu-bumbu masak yang banyak mengandung garam natrim dan
MSG.
g. Alkohol dan makanan yang mengandung alkohol seperti durian dan
tape.
Makanan yang diperbolehkan (Akhmad, 2010)
Semua bahan makanan segar atau diolah tanpa garam natrium, seperti;
a. Beras, kentang, ubi, mie, maizena, terigu, gula pasir.
b. Kacang-kacangan dan hasilnya seperti kacang hijau, kacang merah,
kacang tanah, kacang tolo, tempe, tahu tawar, oncom.
c. Minyak goreng, margarine tanpa garam
d. Sayuran dan buah-buahan
e. Bumbu-bumbu seperti bawang merah, bawang putih, jahe, kemiri,
kunyit, kencur, laos, lombok, salam, sere.
Bahan Makanan yang dibatasi (Akhmad, 2010)
a. Untuk diet rendah garam ini, penggunaan daging / daging ayam/ikan
dibatasi paling banyak 100 gram per hari. Telur Ayam/telur bebek,
paling banyak 1 butir sehari
b. Susu paling banyak 200 cc sehari
c. Minuman dan sari buah dalam kemasan
5. Faktor-faktor resiko yang Mempengaruhi Hipertensi
a. Faktor usia
Kemungkinan seseorang menderita hipetensi semakin besar jika
tekanan darah cenderung meningkat seiring bertambahnya usia, Pada
umumnya penderita hipertensi adalah orang – orang yang berusi 40
tahun namun saat ini tidak menutup kemungkinan diderita oleh orang
berusia muda. Boedhi Darmoejo dalam tulisannya yang dikumpulkan
dari berbagai penelitian yang dilakukan di Indonesia menunjukkan
bahwa 1,8% - 28,6% penduduk yang berusia diatas 20 tahun adalah
penderira hipertensi.
b. Faktor Keturunan atau Gen
Kasus hipertensi esensial 70% - 80% diturunkan dari orang
tuanya, apabila riwayat hipertensi didapat pada kedua orangtua maka
dugaan hipertensi esensial lebih besar bagi seseorang yang kedua
orang tuanya menderita hipertensi ataupun pada kembar monozygot
(sel telur) dan salah satunya menderita hipertensi maka orang tersebut
kemungkinan besar menderita hipertensi.
Penelitian yang dilakukan pada orang kembar yang dibesarkan
secara terpisah atau bersama dan juga terdapat pada anak-anak bukan
adopsi telah dapat mengungkapkan seberapa besar tekanan darah
dalam keluarga yang merupakan akibat kesamaan dalam gaya hidup.
Berdasarkan penelitian tersebut secara kasar, sekitar separuh tekanan
darah di antara orang-orang tersebut merupakan akibat dari faktor
genetika dan separuhnya lagi merupakan akibat dari faktor pola makan
sejak masa awal kanak-kanak. (Beevers, 2002 : 32)
c. Faktor jenis kelamin
Wanita penderita hipertensi lebih banyak daripada laki-laki,
tetapi wanita lebih tahan daripada laki-laki tanpa kerusakan jantung
dan pembuluh darah. Pria lebih banyak mengalami kemungkinan
menderita hipertensi dari pada wanita. Pada pria hipertensi lebih
banyak disebabkan oleh pekerjaan, seperti perasaan kurang nyaman
pada pekerjaan. Sampai usia 55 tahun pria berisiko lebih tinggi
terkena hipertensi dibandingkan wanita. Menurut Edward D. Frohlich
seorang pria dewasa akan mempunyai peluang lebih besar satu diantara
5 untuk mengidap hipertensi (Sustrani,2004:25).
d. Faktor berat badan (obesitas atau kegemukan)
Obesitas merupakan ciri khas penderita hipertensi. Walaupun
belum diketahui secara pasti hubungan antara hipertensi dan obesitas,
namun terbukti bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah
penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dari pada penderita
hipertensi dengan berat badan normal (Basha, 2004:1). Pada orang
yang terlalu gemuk, tekanan darahnya cenderung tinggi karena seluruh
organ tubuh dipacu bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan energi
yang lebih besar, jantungpun bekerja ekstra karena banyaknya
timbunan lemak yang menyebabkan kadar lemak darah juga tinggi,
sehingga tekanan darah menjadi tinggi (Suparto, 2000:322).
Cara mudah untuk mengetahui obesitas atau tidak yaitu dengan
mengukur Indeks Masa Tubuh (IMT). Rumus untuk IMT adalah berat
badan (kg) dibagi dengan tinggi badan dikuadratkan (m²). Kategori
ambang batas IMT untuk Indonesia menurut Depkes RI dalam
Supariasa (2003 : 63) adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1.Kategori Ambang Batas IMT
Kategori IMTKurus Kekurangan berat badan tingkat berat
Kekurangan berat badan tingkat ringan< 17,017,0 – 18,5
Normal 18,5-25,0Gemuk(obesitas)
Kelebihan berat badan tingkat ringanKelebihan berat badan tingkat berat
< 25,0 – 27,0< 27
Sumber : Depkes RI (dalam Supariasa, 2006:63)
e. Stres Pekerjaan
Stres diduga melalui aktivitas syaraf simpatis (syaraf yang
bekerja pada saat kita beraktivitas). Peningkatan aktivitas syaraf
simpatis mengakibatkan meningkatnya tekanan drah secara intermitten
(tidak menentu). Gangguan kepribadian yang bersifat sementara dapat
terjadi pada orang yang menghadapi keadaan uang menimbulkan stres
berat, gangguan tersebut dapat berkembang secara tiba-tiba atau secara
bertahap (Basha, 2004 : 39).
Stres dapat meningkatkan tekanan darah dalam waktu yang
pendek tetapi kemungkinan bukan penyebab meningkatnya tekanan
darah dalam waktu yang panjang. Dalam suatu penelitian, stres
muncul akibat dari mengerjakan perhitungan aritmatika dalam suatu
lingkungan yang bising, atau ketika sedang menyortir benda
berdasarkan perbedaan ukuran, menyebabkan lonjakan peningkatan
tekanan darah secara tiba-tiba (Beevers,2002:39).
f. Aktivitas Fisik (Olah raga)
Olahraga lebih banyak dihubungkan dengan pengelolaan
hipertensi karena olahraga isotonik dan teratur (aktivitas fisik aerobik
selama 30-45 menit/hari )dapat menurunkan tahanan perifer yang akan
menurunkan tekanan darah. Kurangnya melakukan olahraga akan
meningkatkan kemungkinan timbulnya obesitas (Arjatmo T & Hendra
U, 2001:459). Meskipun tekanan darah meningkat secara tajam ketika
sedang berolahraga, namun jika berolahraga secara teratur akan lebih
sehat dan memiliki tekanan darah lebih rendah dari pada mereka yang
tidak melakukan olahraga. Olahraga yang teratur dalam jumlah sedang
lebih baik dari pada olahraga berat tetapi hanya sekali (Beevers, 2002 :
41).
g. Faktor Asupan Garam
Natrium bersama klorida yang terdapat dalam garam dapur
dalam jumlah normal dapat membantu tubuh mempertahankan
keseimbangan cairan tubuh untuk mengatur tekanan darah. Namun
natrium dalam jumlah yang berlebih dapat menahan air (retensi),
sehingga meningkatkan volume darah. Akibatnya jantung harus
bekerjalebih keras untuk memompanya dan tekanan darah menjadi
naik (Sustrani, 2004 : 29)
WHO pada tahun 1990 menganjurkan pembatasan konsumsi
garam dapur hingga 6 gram sehari (sama dengan 2400 mg Natrium)
(Atmatsier,2004:64). Konsumi garam memiliki efek langung terhadap
tekanan darah. Telah ditunjukkan bahwa peningkatan tekana darah
ketika semakin tua, yang terjadi pada semua masyarakat kota,
merupakan akibat dari banyaknya garam yang dikonsumsi.
Masyarakat yang mengkonsumsi garam yang tinggi dalam pola
makannya adalah masyarakat dengan tekanan darah yang meningkat
seiring bertambahnya usia. Sebaliknya, masyarakat yang konsumsi
garamnya rendah menunjukkan hanya mengalami peningkatan tekanan
darah yang sedikit, seiring dengan bertambahnya usia. Terdapat bukti
bahwa mereka yang memiliki kecenderungan menderita hipertensi
secara keturunan memiliki kemampuan yang lebih rendah untuk
mengeluarkan garam dalam tubuhnya. Namun mereka mengkonsumsi
garam tidak lebih banyak dari orang lain, meskipun tubuh mereka
cenderung menimbun apa yang mereka makan (Beevers, 2002 : 35).
h. Kebiasaan merokok
Kebiasaan merokok, minum-minuman beralkohol dan kurang
olahraga dapat mempengaruhi peningkatan tekanan darah. Merokok
dapat merusak pembuluh darah, menyebabkan arteri menyempit dan
lapisan menjadi tebal dan kasar. Menurut Iman Soeharto (2001: 55),
keadaan paru-paru dan jantung mereka yang merokok tidak dapat
bekerja secara efisien.
F. Kerangka Teori
Berdasarkan uraian dalam landasan teori, maka disusun kerangka teori
sebagai berikut :
Sumber : Soekidjo Notoatmodjo (2003)
Gambar 2.1.Kerangka Teori
Perilaku Kontrol
penderita hipertensi
Faktor Predisposisi :o Pengetahuano Pendidikano Sikapo Kepercayaan
o Tingkat Ekonomio Fasilitas kesehatan
o Sikap dan perilaku kontrolpenderita hipertensi
o Petugas kesehatano Tokoh masyarakato Keluarga
G. Kerangka Konsep
Variabel bebas (independen) Variabel terikat (dependen)
Gambar 2.2.
Kerangka Konsep
H. Varibel Penelitian
1. Variabel independen (bebas)
Dalam ilmu keperawatan, variabel bebas biasanya merupakan
stimulus atau intervensi keperawatan yang diberikan kepada pasien untuk
mempengaruhi tingkah laku pasien (Nursalam 2003 : 102).
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah karakteristik penderita
hipertensi, yang meliputi tingkat pengetahuan penderita hipertensi,
pendidikan dan sikap penderita hipertensi.
2. Variabel Dependen (terikat)
Variabel terikat adalah faktor yang diamati dan diukur untuk menentukan
ada tidaknya hubungan atau pengaruh dari variabel bebas (Nursalam 2003
: 102). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah perilaku kontrol pada
penderita hipertensi
o Pendidikano Pengetahuano Sikap
Perilaku Kontrolpenderita hipertensi
I. Hipotesis Penelitian
1. Hipotesis mayor
Ada hubungan pendidikan, pengetahuan dan sikap terhadap hipertensi
dengan perilaku kontrol pada penderita hipertensi di wilayah Puskesmas
Genuk Semarang.
2. Hipotesis minor
Hipotesis yang dapat muncul dalam penelitian ini adalah :
a. Ada hubungan pendidikan terhadap hipertensi dengan perilaku kontrol
pada penderita hipertensi di wilayah Puskesmas Genuk Semarang
b. Ada hubungan pengetahuan terhadap hipertensi dengan perilaku
kontrol pada penderita hipertensi di wilayah Puskesmas Genuk
Semarang
c. Ada hubungan sikap pasien terhadap hipertensi dengan perilaku
kontrol pada penderita hipertensi di wilayah Puskesmas Genuk
Semarang