BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian...

42
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu 1. Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Aizar Lutfihani dan Alfan Purnomo tentang “Analisis Penurunan Kadar Besi (Fe) Dengan Menggunakan Tray Aerator dan Diffuser AeratorJurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil & Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) tahun 2015. Mengemukakan bahwa pada penelitian ini menggunakan tray aerator dan diffuser aerator untuk mengetahui peningkatan nilai oksigen terlarut yang dapat dihasilkan dari masing-masing jenis aerator. Nilai oksigen terlarut yang didapatkan akan digunakan untuk memilih jenis aerator yang paling besar nilai oksigen terlarut dan akan digunakan untuk menurunkan kadar besi (Fe). 2. Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Muhammad Arif Fahrudin Alfana, Ahmad Cahyadi, Sri Rahayu Budiani, Garda dan Ambar Kusuma Wati tentang “Pengembangan Sistem Aerasi Untuk Penurunan Kandungan Besi Dalam Air TanahDepartemen Geografi Lingkungan, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada tahun 2016. Memaparkan program penerapan teknologi tepat guna yang dilaksanakan penulis yang berupa sistem aerasi. Sistem ini bermanfaat untuk mengurangi kadar logam berat berupa Besi yang terdapat dalam air tanah. Hasil uji efektifitas dari penerapan teknologi ini pada tahap awal dianalisis berdasarkan persepsi pengguna air yang terdiri dari siswa dan karyawan terhadap kinerja alat. Hasil kajian menunjukkan bahwa alat berfungsi secara efektif dalam mengurangi kadar besi dalam air tanah. 3. Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Rasman dan Muh. Saleh tentang Penurunan Kadar Besi (Fe) Dengan Sistem Aerasi Dan Filtrasi Pada Air Sumur Gali” Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Makassar tahun 2016. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penurunan kadar besi (Fe)

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian...

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

1. Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Aizar Lutfihani dan Alfan Purnomo

tentang “Analisis Penurunan Kadar Besi (Fe) Dengan Menggunakan Tray

Aerator dan Diffuser Aerator” Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik

Sipil & Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) tahun

2015. Mengemukakan bahwa pada penelitian ini menggunakan tray aerator

dan diffuser aerator untuk mengetahui peningkatan nilai oksigen terlarut

yang dapat dihasilkan dari masing-masing jenis aerator. Nilai oksigen

terlarut yang didapatkan akan digunakan untuk memilih jenis aerator yang

paling besar nilai oksigen terlarut dan akan digunakan untuk menurunkan

kadar besi (Fe).

2. Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Muhammad Arif Fahrudin Alfana,

Ahmad Cahyadi, Sri Rahayu Budiani, Garda dan Ambar Kusuma Wati

tentang “Pengembangan Sistem Aerasi Untuk Penurunan Kandungan Besi

Dalam Air Tanah” Departemen Geografi Lingkungan, Fakultas Geografi,

Universitas Gadjah Mada tahun 2016. Memaparkan program penerapan

teknologi tepat guna yang dilaksanakan penulis yang berupa sistem aerasi.

Sistem ini bermanfaat untuk mengurangi kadar logam berat berupa Besi

yang terdapat dalam air tanah. Hasil uji efektifitas dari penerapan teknologi

ini pada tahap awal dianalisis berdasarkan persepsi pengguna air yang

terdiri dari siswa dan karyawan terhadap kinerja alat. Hasil kajian

menunjukkan bahwa alat berfungsi secara efektif dalam mengurangi kadar

besi dalam air tanah.

3. Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Rasman dan Muh. Saleh tentang

“Penurunan Kadar Besi (Fe) Dengan Sistem Aerasi Dan Filtrasi Pada Air

Sumur Gali” Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Makassar tahun

2016. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penurunan kadar besi (Fe)

6

dengan sistem aerasi dan filtrasi pada air sumur gali dengan desain pre-pos

Test atau melakukan uji pada air baku dan air hasil pengolahan. Penurunan

kadar besi (Fe) setelah perlakuan aerasi dapat menurunkan kadar besi (Fe)

hingga mencapai persentase penurunan sebesar 66,7%. Penurunan kadar

besi (Fe) dengan sistem filtrasi dengan media kerikil, arang tempurung

kelapa dan pasir silika dapat menurunkan kadar besi (Fe) hingga mencapai

persentase sebesar 89,2%. Penurunan kadar besi (Fe) secara Aerasi dan

filtrasi dengan media kerikil, arang tempurung kelapa dan pasir silika dapat

menurunkan kadar besi (Fe) hingga mencapai persentase sebesar 85,4 %.

4. Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Maxell Findo Dinata Purba dan

Eko Hartini tentang “Penurunan Kandungan Zat Besi (Fe) Dalam Air Sumur

Gali Dengan Metode Aerasi” Program Studi Kesehatan Masyarakat

Universitas Dian Nuswantoro Semarang tahun 2013. Tujuan penelitian

adalah mengetahui efektifitas cascade aerator dan bubble aerator dalam

menurunkan kadar Fe pada air sumur gali. Jenis penelitian ini adalah

eksperimen semu dengan pengulangan sebanyak 10 kali untuk setiap

metode aerasi. Sampel adalah salah satu air sumur warga yang memiliki

kadar Fe yang melebihi nilai baku mutu. Metode cascade aerator dapat

menurunkan kandungan zat besi (Fe) sebesar 3,83 mg/l yaitu dari 4,41 mg/l

menjadi 0,58 mg/l dan efektifitas proses 87,30%. Metode bubble aerator

dapat menurunkan kandungan zat besi (Fe) sebesar 3,67 mg/ l yaitu dari

4,41 mg/l menjadi 0,74 mg/l dan efektifitas proses 83,18%. Metode cascade

aerator dan bubble aerator dapat menurunkan kandungan zat besi (Fe) dalam

air sumur gali sesuai dengan PERMENKES No.416/Menkes/Per/IX/

1990.Tidak ada perbedaan efektifitas yang bermakna antara metode cascade

aerator dengan bubble aerator dalam menurunkan kandungan zat besi (Fe)

dalam air sumur gali.

5. Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Intan Yeti Septiyani tentang

“Pengaruh Variasi Waktu Kontak Aerasi Dan Filtrasi Dalam Menurunkan

Kadar Besi (Fe) Air Pdam Magetan Tahun 2017” Program Studi Kesehatan

Lingkungan Magetan Poltekkes Kemenkes Surabaya. Penelitian ini

7

bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi waktu kontak aerasi dalam

menurunkan kadar besi (Fe) air PDAM Magetan. Jenis penelitian yang

digunakan adalah Experimen Semu (Quasi Experiment) dengan desain The

Equivalen Material Group, Pretest-Postest Design menggunakan bak aerasi

dari kaca dengan cara memasukkan udara menggunakan aerator model

ACO-001 dengan variasi lama waktu 10 menit, 20 menit dan 30 menit.

Dilakukan 9 kali pengulangan untuk tiap-tiap perlakuan pengolahan dengan

Bubble Aerator dan filtrasi yang selanjutnya diperiksa di laboratoriom.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan aerasi menggunakan

bubble aerator dan filtrasi dengan lama waktu 10 menit sudah efektif dalam

menurunkan kadar besi dengan prosentase 75.70 %. Berdasarkan uji statistik

ada perbedaan antara pengaruh variasi waktu kontak aerasi dan filtrasi

dalam menurunkan kadar besi (Fe) air PDAM Magetan.

Tabel II. 1 Perbedaan Penelitian Terdahulu dengan Penelitian Sekarang

No. Penelitian Terdahulu Penelitian Sekarang

1. Menggunakan tray aerator dan

diffuser aerator untuk

mengetahui peningkatan nilai

oksigen terlarut yang dapat

dihasilkan dari masing-masing

jenis aerator.

Menggunakan multiple tray

aerator untuk mengetahui tingkat

penurunan kadar Besi (Fe) dari

sebelum dan setelah dilakukan

tray aerator.

2. Penerapan teknologi tepat guna

yang berupa sistem aerasi pada

air tanah.

Penerapan sistem aerasi multiple

tray aerator pada air sumur pompa

PDAM.

3. Penurunan kadar besi (Fe)

dengan sistem aerasi dan

filtrasi pada air sumur gali

dengan desain pre-pos test atau

melakukan uji pada air baku

dan air hasil pengolahan.

Penurunan kadar Besi (Fe) dengan

multiple tray aerator untuk

mengetahui tingkat penurunan

kadar Besi (Fe) sebelum dan

setelah multiple tray aerator pada

air sumur pompa PDAM.

8

No. Penelitian Terdahulu Penelitian Sekarang

4. Efektifitas cascade aerator dan

bubble aerator dalam

menurunkan kadar Fe pada air

sumur gali.

Pengaruh multiple tray aerator

dalam menurunkan kadar Besi

(Fe) pada air sumur pompa

PDAM.

5. Menggunakan bak aerasi dari

kaca dengan cara memasukkan

udara menggunakan aerator

model ACO-001, pengolahan

dengan Bubble Aerator dan

filtrasi.

Menggunakan bak aerasi dari

pasangan batu-bata yang berisi

batuan zeolit.

B. Tinjauan Teori

1. Air Minum

Air minum adalah air yang mutunya memenuhi syarat kesehatan

dan dapat langsung diminum. Air minum harus aman bagi kesehatan. Oleh

karena itu, air minum harus memenuhi persyaratan mikrobiologis, kimia,

fisika dan radioaktif yang dinyatakan dalam wajib dan parameter

tambahan sebagaimana ditetapkan dalam Permenkes

No.492/Menkes/Per/IV/2010 (Suprihatin,dkk 2013).

Air yang digunakan untuk kebutuhan hidup sehari-hari

khususnya untuk penyediaan air minum dan air bersih harus

memenuhi persyaratan. Air yang dapat dikonsumsi sebagai air minum

adalah air yang telah memenuhi standar kesehatan yang diatur dalam

Keputusan Menteri Kesehatan RI No.492/MENKES/PER/IV/2010

tentang persyaratan kualitas air minum. Agar dapat mencapai

persyaratan kesehatan haruslah dapat memenuhi kualitas dan kuantitas.

Syarat kualitas yang harus dimiliki adalah bebas dari fisik, kimia,

mikroorganisme dan radioaktif yang dapat membahayakan kesehatan

(Agromedia, 2007). Baku mutu air yaitu batas atau kadar makhluk hidup,

zat, energi, atau komponen lain yang ada atau harus ada dan atau unsur

9

pencemar yang dapat ditenggang dalam sumber air tertentu, sesuai dengan

peruntukannya (IKAPI, 2003).

Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 1990 mengelompokkan

kualitas air menjadi beberapa golongan menurut peruntukannya. Adapun

penggolongan air menurut peruntukannya adalah sebagai berikut:

a. Golongan A, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air minum secara

langsung, tanpa pengolahan terlebih dahulu.

b. Golongan B, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air baku air

minum.

c. Golongan C, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan

dan peternakan.

d. Golongan D, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian,

usaha di perkotaan, industri, dan pembangkitblistrik tenaga air.

2. Kualitas Air

Menurut Masduqi (2009) Kualitas air adalah kondisi kualitatif air

yang diukur dan diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan

metode tertentu. Menurut IKAPI (2003) Kualitas air dinyatakan dengan

beberapa parameter, yaitu parameter fisika (suhu, kekeruhan, padatan

terlarut, dan sebagainya), parameter kimia (pH, oksigen terlarut, BOD,

kadar logam, dan sebagainya), dan parameter biologi (keberadaan

plankton, bakteri, dan sebagainya)

Menurut Acehpedia (2010), kualitas air dapat diketahui dengan

melakukan pengujian tertentu terhadap air tersebut. Pengujian yang

dilakukan adalah uji kimia, fisik, biologi, dan radioaktif. Pengelolaan

kualitas air adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas air

yang diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjamin agar kondisi air

tetap dalam kondisi alamiahnya. Pengendalian pencemaran air dilakukan

untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air melalui

upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air serta pemulihan

kualitas air. Upaya pengelolaan kualitas air dilakukan pada sumber air

10

yang terdapat di dalam hutan lindung, mata air yang terdapat di luar hutan

lindung dan akuifer air tanah dalam.

a. Persyaratan Penyediaaan Air Bersih / Air Minum

1) Persyaratan Kualitatif

Persyaratan kualitatif menggambarkan mutu/kualitas dari air

bersih. Parameter-parameter yang digunakan sebagai standar

kualitas air antara lain :

a) Parameter fisik

(1) Bau

Bau disebabkan oleh adanya senyawa lain yang

terkandung dalam air seperti gas H2S, NH3, senyawa

fenol, klorofenol dan lain-lain. Pengukuran biologis

senyawa organik dapat menghasilkan bau pada zat cair

dan gas. Bau yang disebabkan oleh senyawa organik ini

selain mengganggu dari segi estetika, juga beberapa

senyawanya dapat bersifat karsinogenik. Pengukuran

secara kuantitatif bau sulit diukur karena hasilnya terlalu

subjektif.

(2) Kekeruhan

Kekeruhan disebabkan adanya kandungan Total

Suspended Solid baik yang bersifat organik maupun

anorganik. Zat organik berasal dari lapukan tanaman dan

hewan, sedangkan zat organik biasanya berasal dari

lapukan batuan dan logam. Zat organik dapat menjadi

makanan bakteri sehingga mendukung perkembangannya.

Kekeruhan dalam air minum / air bersih tidak boleh lebih

dari 5 NTU. Penurunan kekeruhan ini sangat diperlukan

karena selain ditinjau dari segi estetika yang kurang baik

juga proses desinfeksi untuk air keruh sangat sukar, hal ini

disebabkan karena penyerapan beberapa koloid dapat

melindungi organisme dan desinfektan.

11

(3) Rasa

Syarat air bersih/minum adalah air tersebut tidak

boleh berasa. Air yang berasa dapat menunjukkan

kehadiran berbagai zat yang dapat membahayakan

kehadiran berbagai zat yang dapat membahayakan

kesehatan. Efeknya tergantung penyebab timbulnya rasa

tersebut. sebagai contoh rasa asam dapat disebabkan oleh

asam organik maupun anorganik sedangkan rasa asin

dapat disebabkan oleh garam terlarut dalam air.

(4) Suhu

Air sebaiknya sama dengan suhu udara (250C),

dengan batas toleransi yang diperbolehkan yaitu 250C ±

300C. Suhu yang normal mencegah terjadinya pelarutan

zat kimia pada pipa, menghambat reaksi biokimia pada

pipa dan mikroorganisme tidak dapat tumbuh. Jika suhu

air tinggi maka jumlah oksigen terlarut dalam air akan

berkurang juga akan meningkatkan reaksi dalam air.

(5) Warna

Air minum/air bersih sebaiknya tidak berwarna,

bening dan jernih untuk alasan estetika dan untuk

mencegah keracunan dari berbagai zat kimia maupun

organisme yang berwarna. Pada dasarnya warna dalam air

dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu warna semu

(apprent colour) yang disebabkan oleh unsur tersuspensi

dan warna sejati (true colour) yang disebakan oleh zat

organik dan zat koloidal. Air yang telah mengandung

senyawa organik seperti daun, potongan kayu, rumput

akan memperlihatkan warna kuning kecoklatan, oksidasi

besi akan menyebabkan air berwarna kemerah-merahan

dan oksidasi mangan menyebabkan air berwarna

kecoklatan atau kehitaman.

12

2) Parameter Kimia

Air bersih/minum tidak boleh mengandung bahan-bahan kimia

dalam jumlah tertentu yang melampaui batas. Beberapa persyaratan

kimia tersebut antara lain:

a) pH

pH merupakan faktor penting bagi air minum, pada pH <

6,5 dan > 8,5 akan mempercepat terjadinya korosi pada pipa

distribusi air bersih/minum.

b) Zat padat total (total solid)

Total solid merupakan bahan yang tertinggal sebagai residu

pada penguapan dan pengeringan pada suhu 103-1050C.

c) CO2 agresif

CO2 yang terdapat dalam air berasal dari udara dan hasil

dekomposisi zat organik. CO2 agresif yaitu CO2 yang dapat

merusak bangunan, perpipaan dalam distribusi air bersih.

d) Besi

Keberadaan besi dalam air bersifat terlarut menyebabkan

air menjadi merah kekuning-kuningan, menimbulkan bau amis

dan membentuk lapisan seperti minyak merupakan logam yang

menghambat proses desinfeksi. Hal ini disebabkan karena daya

pengikat klor (DPC) selain digunakan untuk mengikat zat

organik, juga digunakan untuk mengikat besi. Dalam air minum

kadar maksimum besi yaitu 0,3 mg/l, sedangkan untuk nilai

ambang rasa pada kadar 2 mg/l. Besi dalam tubuh dibutuhkan

untuk pembentukan hemoglobin namun dosis yang berlebihan

dapat merusak dinding halus.

e) Kesadahan total (Total Hardness)

Kesadahan adalah sifat air yang disebabkan oleh adanya

ion-ion (kation) logam valensi, misalnya Mg2+, Ca2+, Fe2+, dan

Mn2+. Kesadahan total adalah kesadahan yang disebabkan oleh

adanya ion-ion Ca2+ dan Mg2+ secara bersama-sama. Air sadah

13

menyebabkan pemborosa pemakaian sabun pencuci dan

mempunyai titik didih yang lebih tinggi dibandingkan air biasa.

f) Mangan

Mangan dalam air bersifat terlarut, biasanya membentuk

MnO2. Kadar mangan dalam air maksimum yang diperbolehkan

adalah 0,1 mg/l. Adanya mangan yang berlebihan dapat

menyebabkan plak pada benda-benda putih oleh deposit MnO2

menimbulkan rasa dan menyebakan warna (ungu/hitam) pada air

minum serta bersifat toksik.

3) Parameter Biologi

Air minum tidak boleh mengandung kuman-kuman patogen

dan parasit seperti kuman-kuman thypus, kolera, disentri. Untuk

mengetahui adanya bakteri patogen dapat dilakukan dengan

pengamatan terhadap ada tidaknya bakteri E.coli yang merupakan

indikator pencemar air. Parameter ini terdapat pada air yang

tercemar oleh tinja manusia dan dapat menyebabkan gangguan

pada manusia berupa penyakit perut (diare) karena mengandung

bakteri pathogen. Proses penghilangnya dilakukan dengan

desinfeksi.

Selain ketiga parameter tersebut ada syarat lagi untuk

parameter air bersih/minum yaitu syarat radiologis. Air

bersih/minum tidak boleh mengandung zat yang menghilangkan

bahan-bahan yang mengandung radioaktif seperti sinar alfa, beta,

dan gamma.

4) Persyaratan Kuantitatif

Setelah persyaratan kualitatif terpenuhi maka air bersih

juga harus mampu melayani daerah pelayanan. Banyaknya

penduduk yang ada dalam suatu wilayah harus mampu terpenuhi

secara kuantitasnya. Persyaratan kuantitatif ini sangat dipengaruhi

sekali dengan jumlah air baku yanng tersedia, serta kapasitas

produksi dari instalasi pengolahan air. Pada umumnya debit air dari

14

tiap sumber air akan mengalami perubahan-perubahan dari suatu

waktu ke waktu yang lain (Tri Joko, 2010).

Menurut Departemen Pekerjaan Umum RI (2005), Pengawasan

kualitas air bertujuan untuk mencegah penurunan kualitas dan penggunaan

air yang dapat mengganggu dan membahayakan kesehatan, serta

meningkatkan kualitas air. Kegiatan pengawasan kualitas air mencakup :

a. Pengamatan lapangan dan pengambilan contoh air.

b. Pemeriksaan contoh air.

c. Analisis hasil pemeriksaan.

d. Saran dan cara pemecahan masalah yang timbul dalam hasil kegiatan.

e. Kegiatan tindak lanjut berupa pemantauan upaya

penanggulangan/perbaikan termasuk kegiatan penyuluhan.

3. Jenis-Jenis Sampel Air

a. Sampel sesaat (grab sample), yaitu sampel yang diambil secara

langsung dari badan air yang sedang dipantau. Sampel ini hanya

menggambarkan karakteristikair air pada saat penambilan sampel.

b. Sampel komposit (composite sample), yaitu sampel campuran dari

beberapa waktu pengamatan. Pengambilan sampel komposit dapat

dilakukan secara manual ataupun secara otomatis dengan

menggunakan peralatan yang dapat mengambil air pada waktu-waktu

tertentu dan sekaligus dapat mengukur debit air. Pengambilan sampel

secara otomatis hanya dilakukan jika ingin mengetahui gambaran

tentang karakteristik kualitas air secara terus-menerus.

c. Sampel gabungan tempat (integrated sample), yaitu sampel gabungan

yang diambil secara terpisah dari beberapa tempat, dengan volume

yang sama.

15

4. Besi (Fe)

a. Definisi

Menurut Joko T (2010), Besi (Fe) adalah salah satu elemen kimia yang

dapat ditemui pada hampir setiap tempat di bumi, pada semua lapisan

geologis dan badan air. Pada umumnya, Besi (Fe) yang ada di dalam air

dapat bersifat:

1) Terlarut sebagai Fe2+

(Fero) atau Fe3+

(Feri).

2) Tersuspensi sebagai butir koloidal (diameter < 1 μm) atau lebih

besar, seperti Fe2O

3, FeO, FeOOH, Fe(OH)

3 dan sebagainya.

3) Tergabung dengan zat organis atau zat padat yang inorganis

(seperti tanah liat).

b. Hal-hal yang Mempengaruhi Kelarutan Besi (Fe) dalam Air

1) Kelarutan Resapan Air

Air hujan yang turun jatuh ke tanah mengalami infiltrasi masuk ke

dalam tanah yang mengandung FeO akan bereaksi dengan H2O dan

CO2 dalam tanah dan membentuk Fe(HCO3)2 dimana semakin

dalam air yang meresap ke dalam tanah semakin tinggi juga

kelarutan Besi Karbonat dalam air tersebut.

2) pH

Apabila pH air rendah akan berakibat terjadinya proses korosif

sehingga menyebabkan larutnya Besi dan logam lainnya dalam air,

pH yang rendah kurang dari 7 dapat melarutkan logam . Dalam

keadaan pH rendah, Besi yang ada dalam air berbentuk Ferro dan

Ferri, dimana bentuk Ferri akan mengendap dan tidak larut dalam

air serta tidak dapat dilihat dengan mata sehingga mengakibatkan

air menjadi berwarna, berbau, dan berasa.

3) Temperatur Air

Temperatur yang tinggi menyebabkan menurunnya kadar O2 dalam

air, kenaikan temperatur air juga dapat menguraikan derajat

kelarutan mineral sehingga kelarutan Besi (Fe) pada air tinggi.

16

4) Bakteri Besi

Bakteri Besi (Crenothrix dan Lepothrix) adalah bakteri yang dapat

mengambil unsur Besi dari sekeliling lingkungan hidupnya

sehingga mengakibatkan turunnya kandungan Besi dalam air,

dalam aktifitasnya bakteri besi memerlukan oksigen dan Besi

sehingga bahan makanan dari bakteri Besi tersebut. Hasil aktifitas

bakteri tersebut menghasilkan presipitat (oksida Besi) yang akan

menyebabkan warna pada pakaian dan bangunan. Pertumbuhan

bakteri akan menjadi lebih sempurna apabila air banyak

mengandung CO2 dengan kadar yang cukup tinggi.

5) CO2 Agresif

Berdasarkan bentuk dari gas Karbondioksida (CO2) di dalam air

dibedakan menjadi CO2 bebas yaitu CO2 yang larut dalam air, CO2

dalam kesetimbangan, CO2 agresif. CO2 agresif paling berbahaya

karena kadar CO2 agresif lebih tinggi dan dapat menyebabkan

terjadinya korosi sehingga berakibat kerusakan pada logam-logam

dan beton.

c. Penyebab Utama Tingginya Kadar Besi dalam Air

1) Rendahnya pH Air

pH air normal yang tidak menyebabkan masalah adalah ≤ 7. Air

yang mempunyai pH ≤ 7 dapat melarutkan logam termasuk Besi.

2) Temperatur Air

Kenaikan temperatur air akan menyebabkan meningkatnya derajat

korosif. Di Indonesia temperatur air minum masih diperbolehkan

adalah sama dengan temperatur udara seperti yang disebut dalam

Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor

907/Menkes/SK/VII/2002.

3) Adanya Gas-Gas Terlarut Dalam Air

Yang dimaksud gas-gas tersebut diantaranya adalah O2, CO2, dan

H2S, beberapa gas terlarut dalam air tersebut akan bersifat korosif.

17

4) Bakteri

Secara biologis tingginya kadar Besi terlarut dipengaruhi oleh

bakteri Besi yaitu yang dalam hidupnya membutuhkan makanan

dengan mengoksidasi Besi sehingga larut. Jenis ini adalah bakteri

Crenotrik, Callitonella, Siderocapsa dan lain-lain. Bakteri ini

mempertahankan hidunya membutuhkan oksigen dan Besi.

d. Keberadaan Besi (Fe) dalam Air

Adanya Besi (Fe) dalam air menyebabkan warna air tersebut

berubah menjadi kuning kecokelatan setelah beberapa saat kontak

degan udara. Di samping menimbulkaan gangguan kesehatan juga

menimbulkan bau yang kurang enak dan menyebabkan warna kuning

pada dinding bak kamar mandi serta bercak-bercak kuning pada

pakaian ( La Aba, dkk; 2017).

Berdasarkan kadar oksigen di dalamnya, air tanah dapat

dibedakan menjadi tipe air tanah anaerobik dan tipe air tanah aerobik.

Pada umumnya unsur Besi terdapat pada air tanah anaerobik. Dimana

proses keberadaan Besi dalam air bersamaan dengan mineral Mangan,

tetapi Besi didapatkan lebih sering daripada Mangan.

Pada dasarnya Besi (Fe) dalam air dalam bentuk Ferro (Fe2+)

atau Ferri (Fe3+), hal ini tergantung dari kondisi pH dan oksigen

terlarut dalam air. Pada pH netral dan adanya oksigen terlarut yang

cukup, maka ion membentuk endapan. Ferrihidroksida yang sukar

larut, berupa hablur (presipitat) yang biasanya berwarna kuning

kecokelatan, oleh karena pada kondisi asam dan aerobik bentuk Ferro

yang larut pada air. Pada pH diatas 12 Ferrihidroksida dapat terlarut

kembali membentuk Fe(OH)4. Bentuk Besi di dalam air digambarkan

pada gambar di bawah ini:

18

Gambar 2.1 Bentuk besi (Fe) dalam Air

Prinsip penurunan kadar Besi (Fe) adalah proses oksidasi dan

pengendapan. Adapun prosesnya adalah Besi dalam bentuk

Ferrodioksida terlebih dahulu menjadi bentuk Ferri, kemudian

pengendapan dengan membentuk endapan Ferrihidroksida. Proses ini

mudah terjadi pada kondisi pH +7 dimana kelarutannya minimum.

Persamaan reaksi: Fe(HCO)3+O2 Fe(OH)2+2CO2+O2

Fe(OH)2+2H2O+O2 Fe(OH)3+H2O+O2+H+

Jadi penurunan kadar Besi (Fe) dalam air pada hakikatnya

mengubah bentuk yang larut dalam air menjadi yang tidak larut

dalam air. Oleh karena itu, hasil dari oksidasi ini selalu menghasilkan

endapan. Mengingat hal ini, dalam penerapannya biasanya mengenai

penyaringan (Joko T, 2010).

Besi III (Ferri)

Bebas Bentuk Kompleks Bebas

Endapan :

-FeS2

-FeCO3

-Fe(OH)2

Besi (Fe) Total

Terlarut :

-Fe2+

-Fe(OH)+

Endapan :

-Fe(OH)3

-Endapan

lain

Kompleks

organik:

-Asam humus

-Asam fulfik

Kompleks

mineral: -Silikat

-Fosfat

Besi (Fe) terlarut/terdispersi

halus (lolos saringan)

Besi endapan (tertahan pada

saringan) assssssssssaringan)

Besi II (Ferro)

19

e. Pengaruh Besi (Fe) Terhadap Kesehatan Manusia

Menurut Depkes RI tahun 2000, Senyawa Besi dalam jumlah kecil

di dalam tubuh manusia berfungsi sebagai pembentuk sel-sel darah

merah, dimana tubuh memerlukan 7-35 mg/hari yang sebagian

diperoleh dari air. Tetapi zat Fe yang melebihi dosis yang diperlukan

oleh tubuh dapat menimbulkan masalah kesehatan. Hal ini dikarenakan

tubuh manusia tidak dapat mengsekresi Besi, sehingga bagi mereka

yang sering mendapat transfusi darah warna kulitnya menjadi hitam

karena akumulasi Besi .

f. Pencemaran Besi (Fe) Terhadap Lingkungan

Menurut Arifin (2007), Air tanah dapat terkontaminasi dari

beberapa sumber pencemar. Dua sumber utama kontaminasi air tanah

ialah kebocoran bahan kimia organik dari penyimpanan bahan kimia

dalam bunker yang disimpan dalam tanah, dan penampungan limbah

industri yang ditampung dalam kolam besar di atas atau di dekat

sumber air.

Tingginya kadar Fe (Fe2+, Fe3+) ini berhubungan dengan

keadaan struktur tanah. Struktur tanah dibagian atas merupakan tanah

gambut, selanjutnya berupa lempung gambut dan bagian dalam

merupakan campuran lempung gambut dengan sedikit pasir.

Besi (Fe) dalam air berbentuk ion bervalensi dua (Fe2+) dan

bervalensi tiga (Fe3+) . Dalam bentuk ikatan dapat berupa Fe2O3,

Fe(OH)2, Fe(OH)3 atau FeSO4 tergantung dari unsur lain yang

mengikatnya. Dinyatakan pula bahwa Besi (Fe) dalam air adalah

bersumber dari dalam tanah sendiri dan berasal dari sumber lain,

diantaranya dari larutnya pipa Besi (Fe), reservoir air dari Besi (Fe)

atau endapan – endapan buangan industri.

Adapun Besi terlarut yang berasal dari pipa atau tangki – tangki

Besi (Fe) adalah akibat dari beberapa kodisi, diantaranya :

1) Akibat pengaruh pH yang rendah (bersifat asam), dapat melarutkan

logam Besi.

20

2) Pengaruh akibat adanya CO2 agresif yang menyebabkan larutnya

logam Besi.

3) Pengaruh banyaknya O2 yang terlarut dalam air yang dapat pula.

4) Pengaruh tingginya temperatur air akan melarutkan Besi dalam air.

5) Kuatnya daya hantar listrik akan melarutkan Besi.

6) Adanya bakteri Besi (Fe) dalam air akan memakan Besi.

Menurut Joko T (2010), Apabila konsentrasi Besi terlarut

dalam air melebihi batas tersebut akan menyebabkan berbagai

masalah, diantaranya:

1) Gangguan Teknis

Endapan Fe (OH)3 bersifat korosif terhadap pipa dan akan

mengendap pada saluran pipa, sehingga mengakibatkan efek yang

dapat merugikan seperti mengotori bak yang terbuat dari seng,

mengotori wastafel dan kloset serta bersifat korosif terhadap pipa

sehingga mengakibatkan pembuntutan.

2) Gangguan Fisik

Gangguan fisik yang ditimbulkan oleh adanya Besi (Fe)

terlarut dalam air adalah timbulnya warna, bau, rasa. Air akan

terasa tidak enak bila konsentrasi Besi (Fe) terlarutnya > 1,0 mg/l.

3) Gangguan Kesehatan

Air minum yang mengandung Besi (Fe) cenderung

menimbulkan rasa mual apabila dikonsumsi. Selain itu dalam dosis

besar dapat merusak dinding usus. Kematian sering kali disebabkan

oleh rusaknya dinding usus ini. Kadar Fe yang lebih dari 1 mg/l

akan menyebabkan terjadinya iritasi pada mata dan kulit. Apabila

kelarutan Besi dalam air melebihi 10 mg/l akan menyebabkan air

berbau seperti telur busuk.

Pada hemokromotasis primer Besi yang diserap dan

disimpan dalam jumlah yang berlebihan. Ferritin berada dalam

keadaan jenuh akan Besi sehingga kelebihan mineral ini akan

disimpan dalam bentuk kompleks dengan mineral lain yaitu

21

hemosiderin. Akibatnya terjadilah sirosis hati dan kerusakan

prankeas sehingga menimbulkan diabetes. Hemokromatis sekunder

terjadi karena transfusi yang berulang-ulang dalam keadaan ini

Besi masuk ke dalam tubuh sebagai hemoglobin dari darah yanng

ditransfusikan dan kelebihan Besi ini tidak diekskresikan.

4) Gangguan Ekonomis

Gangguan ekonomis yang ditimbulakan adalah tidak secara

langsung melainkan karena akibat yang ditimbulkan oleh

kerusakan peralatan sehingga diperlukan biaya untuk penggantian.

g. Cara Penentuan Adanya Kandungan Besi (Fe) Pada Air

Untuk mengetahui air mengandung Besi berlebihan perlu diperhatikan:

1) Air keruh berbau karat dan berwarna kuning hampar, dapat

dipastikan air tersebut mengandung Besi yang berlebihan.

2) Apabila air tersebut mengenai pakaian atau tembok kemudian

berwarna cokelat dan sukar dibersihkan maka kemungkinan

mengandung Besi berlebihan.

Untuk mengetahui adanya Besi dalam air:

1) Cara Laboratorium

Menggunakan metode Rhodanida, yaitu dengan mengubah semua

garam Besi dalam bentuk Ferri (Fe3+) dalam keadaan asam dengan

KMnO4 kemudian direaksikan dengan ion rhodenisida/ion thicyant

sehingga berbentuk Ferri thyo chayant berwarna merah cokelat.

Warna ini diukur dengan spektrofotometer dengan panjang

gelombang 510 nm untuk menegetahui jumlah zat Besi dalam

satuan mg/l.

2) Cara di Lapangan

Air teh bila dicampur dengan air yang mengandung Besi melebihi

standar maka akan berwarna kebiru-biruan. Selain itu yaitu dengan

menggunakan panca indra.

22

3) Dengan Water Test KIT

Prinsip reaksinya dengan reagen Phenanthroline dan Bipyridin bila

bereaksi dengan Besi akan menimbulkan warna merah, semakin

merah pekat maka semakin banyak zat Besi yang terdapat dalam

air. Warna merah diukur dengan standar yang telah ditentukan.

h. Cara Mengatasi Air Yang Mengandung Zat Besi

1) Aerasi

Menurut Joko, T (2010) Aerasi adalah suatu bentuk

perpindahan gas dan dipergunakan dalam berbagai bentuk variasi

operasi meliputi:

a.) Tambahan oksigen untuk mengoksidasi besi dan mangan

terlarut.

b.) Pembuangan Karbondioksida.

c.) Pembuangan Hydrogen Sulfida untuk menghapuskan bau dan

rasa.

d.) Pembuangan minyak yang mudah menguap dan bahan-bahan

penyebab bau dan rasa serupa yang dikeluarkan oleh ganggang

serta mikroorganisme serupa.

Aerasi dilaksanakan dengan cara membuat air terbuka bagi

udara atau dengan memasukkan udara ke dalam air.

2.) Sedimentasi

Sedimentasi adalah proses pengendapan partikel-partikel

padat yang tersuspensi dalam cairan/zat cair karena pengaruh

gravitasi (gaya berat secara alami).

3.) Menggunakan bahan kimia.

Banyak sekali jenis bahan kimia yang dapat dipergunakan

untuk menurunkan zat Besi (Fe) ini. Namun saya tidak akan

membahasnya di sini karena harus menggunakan takaran dan

metode tertentu dan takarannya berbeda-beda tergantung dari

seberapa tingginya zat Besi (Fe) dalam air tersebut.

23

4.) Teknik Penyaringan ( Filtrasi )

Filtrasi adalah proses penyaringan partikel secara fisik,

kimia dan biologi untuk memisahkan atau menyaring partikel yang

tidak terendapkan disedimentasi melalui media berpori. Selama

proses filtrasi, zat-zat pengotor dalam media penyaring akan

menyebabkan terjadinyan penyumbatan pada pori-pori media

sehingga kehilangan tekan akan meningkat. Media yang sering

digunakan adalah pasir karena mudah diperoleh dan ekonomis.

Selain pasir, media penyaring lain yang dapat digunakan adalah

karbon aktif batu bara, manganese greensand, zeolite, silika, pasir

aktif, calgon, maupun alkali (Kusnaedi, 2010).

i. Aplikasi Proses Penghilangan Besi (Fe)

Menurut Joko, T (2010), prinsip penghilangan Besi yang sudah

umum dilakukan adalah merubah bentuk Besi terlarut menjadi Besi

endapan/suspensi/dispersi halus, dengan cara mengoksidasi dengan

menggunakan beberapa macam oksidator yang sesuai. Kemudian

proses dilanjutkan dengan pemisahan endapan/suspensi/dispersi yang

telah dihasilkan oleh proses oksidasi yaitu menaikkan tingkat oksidasi

oleh suatu oksidator dengan tujuan mengubah bentuk Besi terlarut

menjadi bentuk Besi tidak terlarut (endapan). Endapan yang terbentuk

dihilangkan dengan proses sedimentasi dan filtrasi.

Proses penghilangan Besi dengan cara oksidasi dapat dilakukan

dengan tiga macam cara yaitu :

1) Oksidasi dengan aerasi

Aerasi adalah proses pengambilan oksigen dengan cara

mengkontakkan air yang tercemar Fe dengan udara sehingga kadar

oksigen dalam air bertambah. Dengan tersedianya oksigen terlarut

dapat meningkatkan karakteristik fisik dan kimia air.

Proses aerasi pada dasarnya adalah untuk memberikan

oksigen ke dalam air atau meningkatkan kadar oksigen terlarut

dalam air, diantaranya bertujuan untuk :

24

a) Perpindahan gas (gas transfer), proses ini terjadi pada:

(1) Menghilangkan CO2 yang terlarut dalam air, dengan cara

melepaskan CO2 ke udara, dengan proses ini sekaligus

menaikkan pH air.

(2) Menghilangkan gas amoniak (NH3,H2S dengan kondisi

tertentu.

b) Proses oksidasi, contoh pada proses penghilangan Besi terlarut

menjadi Besi endapan ( tersuspensi halus), dengan jalan oksidasi

dengan oksigen.

Reaksi kimia yang terjadi antara Besi dengan oksigen

dalam air yakni:

4 Fe2+(aq) + O2(aq) + 10 H2O 4 Fe(OH)3 (s) + 8 H+

(aq)

Untuk mengoksidasi setiap 1 mg/l zat Besi (Fe) dibutuhkan 0,14

mg/l oksigen. Pada pH rendah, kecepatan reaksi oksidasi Besi (Fe)

dengan oksigen (udara) relatif lambat, sehingga pada praktiknya

untuk mempercepat reaksi dilakukan dengan cara menaikkan pH

air yang akan diolah (Joko, T 2010).

2) Oksidasi dengan klorinasi

Khlorine (Cl2) dan ion hipokhlorit (OCl)- adalah merupakan

bahan oksidator yang kuat sehingga meskipun pada kondisi pH

rendah dan oksigen terlarut sedikit, dapat mengoksidasi dengan

cepat. Reaksi oksidasi antara Besi dengan khlorine adalah sebagai

berikut:

2 Fe2+ + Cl2 + 6 H2O 2 Fe(OH)3 + 2 Cl- + 6 H+

Berdasarkan reaksi tersebut di atas, maka untuk

mengoksidasi setiap 1 mg/l zat Besi dibutuhkan 0,64 mg/l khlorine.

Tetapi pada praktiknya, pemakaian khlorine ini lebih besar dari

kebutuhan teoritis karena adanya reaksi-reaksi samping yang

mengikutinya.

25

3) Oksidasi dengan Kalium Permanganat (KMnO4)

Untuk menghilangkan Besi dalam air, dapat pula dilakukan

dengan mengoksidasinya dengan memakai oksidator Kalium

Permanganat dengan persamaan reaksi sebagai berikut :

3 Fe2+ + KMnO4 + 7 H2O 3 Fe(OH)3 + MnO2 + K+ + 5 H+

Secara stokhiometri, untuk mengoksidasi 1 mg/l Besi (Fe)

diperlukan 0,94 mg/l Kalium Permanganat. Dalam praktiknya,

kebutuhan Kalium Permanganat ternyata lebih sedikit dari

kebutuhan yang dihitung berdasarkan stokhiometri.

Pembubuhan KMnO4 dapat dilakukan dengan dua cara

yaitu antara lain :

a) Berupa larutan, dibuat larutan KMnO4 0,1-0,5% (1-5 per liter

larutan). Laruan ini dibubuhkan dengan menggunakan pompa

atau cara lain, seperti gravitasi.

b) Berupa lapisan KMnO4 pada permukaan pasir, membuat pasir

aktif yaitu pasir silika atau zeolite yang dilapisi MnO2 (dari

KMnO4) pada permukaannya dengan cara merendam pasir

dengan larutan KMnO4 (±5%) dalam suasana asam (50 ml

larutan pekat H2SO4 murni, untuk setiap 1 liter larutan KMnO4

yang dibuat).

Umumnya pemisahan ini dilakukan dengan penyaringan. Efisiensi

penghilangan Besi (Fe) tergantung pada:

a) Jenis oksidan yang digunakan.

b) Kadar Besi (Fe) dalam air memiliki konsentrasi > 5 mg/lt,

tidak dianjurkan untuk menggunakan metode aerasi.

c) Faktor-faktor yang mempengaruhi laju proses oksidasi.

Untuk meningkatkan efisiensi penghilangan endapan ada beberapa

cara antara lain:

a) Pengendapan (sedimentasi) yang dilanjutkan dengan

penyaringan (filtrasi).

26

b) Pengendapan saja, dilakukan jika endapan yang terbentuk

relatif besar untuk dapat mengendap dengan sempurna dan

tidak terdapat pertikel-partikel halus serta waktu pengolahan

cukup lama.

c) Filtrasi saja, yaitu dilakukan jika proses oksidasi terjadi dengan

sempurna dengan waktu yang relatif pendek dan jenis oksidan

serta kondisi operasi sangat mendukung keberhasilan proses

oksidasi.

d) Koagulasi Flokulasi Sedimentasi Filtrasi

e) Menggunakan proses penyaringan dengan pasir aktif atau

zeolit sebagai media penyaring, dimana kedua media

penyaring ini berfungsi ganda, yang dapat dijelaskan sebagai

berikut:

(1) Pasir aktif disamping sebagai media penyaring, berfungsi

pula sebagai oksidator karena permukaannya dilapisi zat

aktif MnO2 sebagai oksidan.

(2) Zeolit, disamping sebagai media penyaring juga berfungsi

sebagai resin kationik alami yang bisa menukar ion Besi

(Fe) , penghilangan Besi (Fe) dengan cara pertukaran ion

atau digabungkan dengan proses pelunakan.

2) Aerasi

a. Definisi Aerasi

Menurut Sutrisno dkk (2010), aerasi adalah memasukan udara

ke dalam air baku sehingga terjadi kontak antara air dengan udara

yang bertujuan untuk menaikkan kandungan oksigen.. Aerasi secara

luas telah digunakan untuk mengolah air yang mempunyai kadar Besi

(Fe) terlalu tinggi (mengurangi kadar konsentrasi zat padat terlarut).

Zat – zat tersebut memberikan rasa pahit pada air, menghitamkan

pemasakan beras dan memberikan noda hitam kecokelat – cokelatan

pada pakaian yang dicuci. Lebih jauh, aerasi adalah pencampuran

27

udara dengan air sehingga terjadi perubahan konsentrasi zat-zat yang

mudah menguap di dalam air. Aerasi dilakukan untuk menambah

jumlah oksigen terlarut dalam air. Dengan tersedianya oksigen terlarut

dapat meningkatkan karakteristik fisik dan kimia air, keadaan ini

dapat dilihat dari bertambanya oksigen, disisi lain berkurangnya

konsentrasi zat-zat yang mudah menguap.

Menurut Said (2005), menyebutkan bahwa sasaran utama

aerasi adalah memaksimalkan kontak antara air dengan udara yang

bertujuan menambah oksigen, sehingga semakin bertambahnya lama

waktu ke dalam air baku akan semakin memaksimalkan terjadinya

kontak air dengan udara sehingga oksigen terlarut akan semakin

banyak.

Apabila air mengandung zat organik, pembentukan endapan

Besi melalui proses aerasi terlihat sangat tidak efektif. Untuk

pengolahan air minum, kebanyakan dilakukan dengan menyebarkan

air agar kontak dengan udara melalui tetesan – tetesan air yang kecil

(waterfall aerator / aerator air terjun), atau dengan mencampur air

dengan gelembung – gelembung udara (bubble aerator). Dengan

kedua cara tersebut jumlah oksigen bisa dinaikkan sampai 60 – 80%

(dari jumlah oksigen yang tertinggal, yaitu air yang mengandung

oksigen sampai jenuh). Pada aerator terjun (waterfall aerator) cukup

besar bisa menghilangkan gas – gas yang terdapat dalam air (Sutrisno,

2010).

b. Tujuan Aerasi

Adapun tujuan aerasi yaitu :

1) Perpindahan gas (gas transfer)

a) Menghilangkan CO2 yang terlarut dalam air dengan cara

melepaskan CO2 ke udara dengan proses ini sekaligus menaikan

pH air.

b) Menghilangkan gas Amoniak (NH3), H2S dengan kondisi

tertentu.

28

2) Proses oksidasi

Proses penghilangan Besi dan Mangan terlarut menjadi Besi

endapan (tersuspensi halus) dengan oksidasi dengan oksigen. Besi

yang tersebar luas di alam dengan adanya O2 maka Besi tersebut

larut dalam air. Besi terlarut (Fe2+) sulit diendapkan sehingga harus

diubah menjadi ( Fe3+).

3) Menghitung hidrogren sulfida (H2S), methan (CH4) dan berbagai

senyawa organik yang bersifat volatile (menguap) yang berkaitan

rasa dan bau.

c. Manfaat Aerasi

Manfaat aerasi yang terutama menurut Scott adalah untuk

memperbaiki kimia dan fisik air untuk kebutuhan domestik, komersial

dan industri. Aerasi dalam beberapa hal menurut Ray Klinse

dimaksudkan untuk menurunkan dan di dalam hal untuk menaikkan

zat-zat tertentu.

Zat-zat yang menalami penurunan setelah aerasi adalah:

1) Zat yang menghasilkan rasa dan bau seperti H2S dan beberapa

senyawa organik volatile lainnya.

2) Substan yang dapat menaikkan aksi korosif air, seperti CO2 dan

H2S.

3) Zat-zat yang bereaksi dengan zat kimia yang digunakan dalam

pengolahan air termasuk di dalamnya CO2 dalam proses pelunakan

dan klorinasi.

4) Beberapa zat salah satunya gas methan. Zat-zat yang dimungkinkan

ditambahkan dalam aerasi adalah:

a) Zat-zat yang dapat mengubah karakteristik air melalui

pemisahan selama proses selanjutnya. Dalam proses

rekarbonisasi, setelah proses pelunakan oleh kapur, CO2

ditambahkan aerator untuk netralisir sifat kuastik

b) Gas dari atmosfer, oksigen di udara digunakan untuk

mengubah rasa dan bau juga untuk mengoksidasi Besi,

29

Mangan, Hidrogen Sulfida, serta untuk mengolah zat-zat

organik sampai keadaan tertentu (Djoko Sasongko, 2015).

d. Jenis-Jenis Utama Alat Aerasi

1) Aerator gaya berat misalnya cascade

2) Aerator semprotan atau air mancur yaitu air disemprotkan di udara

3) Penyebar suntikan, di mana udara dalam bentuk gelembung-

gelembung kecil disuntikkan ke dalam zat cair.

4) Aerator mekanis yang meningkatkan pencampuran zat cair dan

membuat air terbuka ke atmosfer dalam bentuk butir-butir tetesan

5) Tray towers, aerator ini paling sering digunakan untuk

mengoksidasi besi dan mangan. Aerator ini mirip dengan cascade

hanya disemprotkan ke udara.

6) Jet type, pada aerator ini air disemprotkan dari bawah ke atas

melalui pipa berpori.

7) Air blowing, pada aerator ini udara disemprotkan ke dalam air.

8) Contact type, pada aerator ini air dilewatkan melalui media

berfilter. Filter yang digunakan biasanya berbentuk kerikil (gravel)

atau arang (coke).

e. Mekanisme Aerasi

Semua zat terlarut dalam air akan cenderung berdifusi melalui

larutan sampai komposisi larutan menjadi homogen. Kecepatan difusi

zat tergantung pada ukuran molekul, bentuk dari molekul serta gradien

konsentrasi dari zat terlarut. Proses difusi terjadi jika massa bergerak

secara spontan dari daerah berkonsentrasi tinggi ke daerah

berkonsentrasi lebih rendah. Kecepatan difusi akan bertambah jika

beda konsentrasi zat yang berdifusi pada dua area semakin besar.

Konsep perpindahan massa suatu zat dari fase gas ke fase cair

atau sebaliknya dapat dijelaskan oleh dua konsep teori yaitu :

1) Teori Penetrasi

Pada teori ini perpindahan massa udara mengikuti konsep

arus Eddy’s cairan yang mengandung konsentrasi gas terlarut lebih

30

tinggi akan bergerak ke arah cairan yang berkadar gas lebih rendah

dan cairan gas yang berkadar gas lebih rendah akan bergerak

sebaliknya. Selama berkontak dengan udara, cairan yang

mengandung kadar gas lebih rendah akan menyerap gas dari udara

kemudian bergerak ke arah cairan yang berkadar gas lebih rendah.

Proses demikian akan terjadi secara menerus sampai kondisi

kelarutan gas alam air menjadi jenuh. Kecepatan distribusi gas

dipengaruhi oleh :

a) Pengadukan atau turbulensi

b) Kecepatan distribusi massa dalam air

c) Kualitas air

d) Luas bidang kontak antara udara dan air

e) Suhu air

2) Teori Film

Oksigen yang ada di udara akan bereaksi dengan senyawa

ferrous sehingga berubah menjadi ferric hydrates yang tidak bisa

larut, setelah itu dilanjutkan dengan pengendapan (sedimentasi)

dan penyaringan (filtrasi). Perlu diketahui bahwa oksidasi terhadap

senyawa besi ataupun mangan dalam air tidak selalu terjadi dalam

waktu cepat. Apabila air mengandung zat organik, pembentukan

endapan besi ataupun mangan melalui proses aerasi terlihat sangat

tidak efektif. Oleh karena itu, dianjurkan agar dilakukan

penggabungan beberapa cara mendapatkan hasil akhir yang

memenuhi standart kualitas.

Perpindahan zat-zat dari udara ke air atau dari air ke udara

terjadi pada permukaan batas udara dan air. Perpindahan ini

dipengaruhi oleh luas permukaan kontak antar udara dan air. Untuk

memperluas bidang kontak antara udara ke dalam air, sehingga

udara dapat terlarut di dalam air. Cara yang lain adalah dengan

memaksa air untuk terdorong ke atas permukaan, sehingga dapat

terjadi kontak udara dan air, dengan bidang kontak yang lebih luas.

31

Pergerakan gas ke dalam air (liquid) lebih jauh dikenal dengan

“teori dua lapisan”.

Menurut teori ini permukaan air tersusun oleh dua lapisan

yang berbeda, sisi gas dan sisi cair sehingga terbentuklah

penghalang menuju sisi terdalam. Jika suatu gas dengan

konsentrasi lebih besar daripada konsentrasi air (liquid) maka akan

terjadi pergerakan gas masuk ke permukaan liquid, masuk ke sisi

gas, masuk ke sisi liquid dan terus masuk ke dalam sisi terdalam,

dan ini dinamakan proses absorpsi. Sedangkan proses desorpsi

akan terjadi jika konsentrasi liquid lebih besar daripada konstrasi

gas (Suprihatin,dkk,2016).

f. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Aerasi

Menurut Joko T (2010), Perpindahan gas pada proses aerasi dari

zat yang mudah menguap ke atau dari air tergantung pada sejumlah

faktor-faktor antar lain :

1) Karakteristik zat yang mudah menguap.

2) Temperatur air dan temperatur udara di sekitarnya.

3) Resistansi perpindahan gas.

4) Tekanan parsial gas pada lingkungan aerator.

5) Turbulensi (pergerakan) pada fase gas dan cair.

6) Perbandingan luas permukaan kontak dengan volume aerator.

7) Waktu kontak.

Faktor-faktor tersebut dapat dijelaskan dalam beberapa hal yang

terjadi dalam proses aerasi,yaitu:

1) Kondisi Kesetimbangan

Gas-gas yang terlarut dalam air telah mencapai kondisi konsentrasi

jenuh dari substansi-substansi terlarut.

2) Nilai Jenuh

Gas-gas terlarut dalam air pada keadaan setimbang, telah mencapai

titik jenuhnya.

32

3) Ketahanan Lapisan Permukaan

Adanya lapisan pada permukaan udara-air mempunyai peran

penting dalam transfer gas. Baik lapisan cair atau gas

memperlambat proses pertukaran bahan-bahan yang mudah

menguap tetapi lapisan cair merupakan faktor yang lebih penting

dalam transfer gas dengan kelaruran rendah seperti O2 dan CO2.

Ketahanan ini dipengaruhi oleh faktor turbilensi dan temperatur.

4) Kecepatan Transfer (Perpindahan Gas)

Merupakan faktor penting dalam proses aerasi (Tri Rahmawati, dan

Sasongko M, 2015).

3) Tipe Aerator

Menurut Joko T (2010), Aerator adalah peralatan mekanis yang

dipergunakan untuk menambah konsentrasi oksigen terlarut di dalam air.

Tugas utama sebuah peralatan aerasi (aerator) adalah untuk memperbesar

permukaan kontak (contact surface) antara dua medium (air dan udara).

Untuk melaksanakan tugas ini aerator dapat berbentuk bermacam-macam.

Berbagai usaha penelitian dan pengembangan telah menghasilkan jenis-

jenis aerator yang masing-masing memiliki fungsi yang khas sesuai

dengan kondisi operasinya. Tentunya usaha tersebut berusaha untuk

menekan harga maupun biaya operasi dengan tetap menjaga kemampuan

aerator untuk berfungsi dengan baik dan aman.

Pada umumnya kategori aerator berdasarkan kepada dua metode

aerasi yaitu :

a. Air ke dalam udara

Aerator tipe air ke dalam udara dirancang untuk menghasilkan

tetes-tetes kecil air yang turun melalui udara, aerator tipe ini sering

dikenal dengan istilah waterfall aerator (aerator terjunan).

33

Tipe-tipe aerator terjunan antara lain :

1) Spray Aerator

Spray aerator terdiri atas nozzle penyemprot yang tidak

bergerak (stationary nozzles) dihubungkan dengan kisi lempengan

yang mana air disemprotkan ke udara disekeliling pada kecepatan

5-7 m /detik. Spray aerator sederhana diperlihatkan pada gambar,

dengan pengeluaran air kearah bawah melalui batang-batang

pendek dari pipa yang panjangnya 25 cm dan diameter 15 -30 mm.

Piringan melingkar ditempatkan beberapa centimeter di bawah

setiap ujung pipa, sehingga bisa berbentuk selaput air tipis

melingkar yang selanjutnya menyebar menjadi tetesan-tetesan yang

halus. Nozzle untuk spray aerator bentuknya bermacam-macam,

ada juga nozzel yang dapat berputar-putar. Diameter nozzle

berkisar antara 2-4 cm. Nozzle dengan diameter yang kecil akan

menghasilkan kualitas semprotan yang bagus, namun akan lebih

sering terjadi clogging sehingga perlu pemeliharaan yang baik.

Spray aerator efisiensinya cukup baik terutama untuk

pemisahan karbondioksida dan pemasukan oksigen. Terminologi

KLat terutama untuk system spray aerator adalah merupakan

fungsi dari laju volume cairan dan ketinggian hidrolis atau KLat = f

(Q, h). Sebagai Patoka untuk luas permukaan 150 ft2 dapat

menampung system aerasi sebesar 1 juta gal/hari cairan.

34

Gambar 2.2 Tipikal Spray Aerator

2) Multiple Tray Aerator

Multiple tray aerator terdiri atas 4-8 tray dengan dasarnya

penuh lubang-lubang pada jarak 30-50 cm. Melalui pipa berlubang

air dibagi rata melalui atas tray, dari sini percikan-percikan kecil

turun ke bawah dengan kecepatan kira-kira 0,02 m3 /dtk per m2

permukaan tray. Tetesan yang kecil menyebar dan dikumpulkan

kembali pada setiap tray berikutnya. Tray-tray ini bisa dibuat

dengan bahan yang cocok seperti lempengan-lempengan absetos

cement berlubang-lubang, pipa plastik yang berdiameter kecil atau

lempengan yang terbuat dari kayu secara paralel.

Untuk penyediaan air yang lebih halus, tray-tray aerator

bisa diisi dengan kerikil-kerikil kasar kira-kira ketebalan 10 cm.

Kadang-kadang digunakan lapisan batu arang bertindak sebagai

katalisator (mempercepat reaksi) dan menaikkan pengumpulan

Besi (Fe) dalam aerator. Multiple tray aerator sering digunakan

untuk proses oksidasi Besi (Fe). Biasanya media tray terdiri dari

bongkahan batu yang telah dilapisi oleh pengoksidasi kuat seperti

Potassium Permanganate untuk membantu proses oksidasi. Lapisan

35

Besi (Fe) akan tertinggal pada permukaan media, dan lapisan ini

akan membantu mengkatalis reaksi pengendapan.

Gambar 2.3 Tipikal Multiple Tray Aerator

3) Multiple Plat Form Aerator

Lempengan-lempengan untuk menjatuhkan air guna

mendapatkan kontak secara penuh udara terhadap air.

Gambar 2.4 Multiple Plat Form Aerator

4) Cascade Aerator atau Submerged Cascade Aerator

Pada dasarnya aerator ini terdiri atas 4-6 step atau tangga.

Jumlah tangga jatuhan menggambarkan kontak waktu antara air

dan udara. Setiap step kira-kira ketingian 30 cm dengan kapasitas

kira-kira ketebalan 0,01 m3/detik per m2. Untuk menghilangkan

36

gerak putaran (turbulence) guna menaikan efesien aerasi,

hambatan sering ditepi peralatan pada setiap step. Dibandingkan

dengan tray aerators, ruang (tempat) yang diperlukan bagi casade

aerators agak lebih besar tetapi total kehilangan tekanan lebih

rendah. Keuntungan lain adalah tidak diperlukan pemeliharaan.

Aerator ini terdiri dari jatuhan air yang bertingkat ke bawah, dalam

hal ini air tidak didispersikan sebagai butiran air akan tetapi

didispersikan ke udara selama air berjatuhan pada tangga-tangga

cascade.

Cascade Aerator tampak atas

Gambar 2.5 Tipikal Cascade Aerator

Keterangan :

A = Air baku D = Lubang pembersih

B = Air sudah diaerasi E = Outlet.

C = Inlet

Efisiensinya merupakan fungsi dari banyaknya anak tangga

(tingkat). Jumlah luas yang diperlukan untuk pemakaiannya

37

4-9 m2/(50l/dt) atau hingga 90 ft2/Mgal air yang diolah. Sedangkan

pada submerged cascade aerator, penangkapan udaranya terjadi

pada saat air terjun dari lempengan-lempengan trap yang

membawa masuk ke dalam air yang dikumpulkan ke lempengan di

bawahnya. Oksigen kemudian dipindahkan dari gelembung-

gelembung udara ke dalam air . Total ketinggian jatuh kira-

kira 1,5 m dibagi dalam 3-5 step. Kapasitas bervariasi antara 0,005

dan 0,5 m3 /det per meter luas.

Gambar 2.6 Tipikal Submerged Cascade Aerator

5) Cone Aerator (Aerator Kerucut)

Cone Aerator hamper sama dengan cascade Aerator, hanya

saja terdapat stack-stack yang tersusun seperti kerucut sehingga air

mengisi bagian atas dan akan berjatuhan ke bawah. Portal udara

membawa udara masuk ke dalam pan tersusun, membuat

tercampurnya udara dan air yang jatuh. Air masuk kebagian paling

atas pan melalui pipa umpan masuk yang terpasang tegak di

tengah. Air mengisi pan paling atas dan mulai berpancaran ke

bawah (cascading) menuju pan-pan di bawahnya melalui nozzle-

nozzle berbentuk kerucut (cone shaped) yang terpasang pada dasar

38

pan. Tipe ini terutama digunakan untuk mereduksi sebagian gas-

gas terlarut.

Gambar 2.7 Tipikal Cone Tray Aerator

6) Packed Columns

Packed Columns juga sering disebut dengan air stripper

merupakan penemuan baru dalam metode pengolahan air bersih.

Aerator jenis ini sering digunakan untuk proses penyisihan

senyawa yang mudah menguap seperti VOCs dalam air yang telah

terkontaminasi.

Gambar 2.8 Tipikal Packed Columns

39

b. Diffusion/ Bubble Aerator (Aerator Difusi/Gelembung Udara)

Dalam aerator ini digunakan blower yang menarik udara luar

sehingga menghasilkan udara bertekanan yang kemudian diinjeksikan

ke dalam air melalui pipa-pipa udara di dalam air. Pipa-pipa ini

dilengkapi dengan nozzle-nozzle yang berfungsi untuk mengubah

tekanan menjadi kecepatan, sehingga gelembung-gelembung udara

yang keluar akan tersebar dan terirkulasi di dalam kolam.

Pipa-pipa udara pada umumnya ditempatkan sepanjang satu

sisi tangki aerasi, sehingga memberikan aliran gelembung dan air

yang berbentuk spiral, dengan demikian dihasilkan turbulensi yang

membantu proses perpindahan oksigen ke dalam air. Ukuran

gelembung yang dihasilkan bervariasi dari gelembung yang besar

(coarse bubbles) sampai dengan gelembung yang sangat halus (fine

bubbles).

Aerator dengan difusi berupa tangki dengan kedalaman 10

sampai 15 ft dan proses aliran diaerasi selama 10 hingga 30 menit.

Udara disemburkan melewati pipa berlubang, pembuluh porus, atau

pelat porus yang ditempatkan sepanjang tangki atau sampai

setengahnya. Sebagai patokan 0,01 sampai 0,15 ft udara diperlukan

setiap galon air yang diolah. Keuntungan yang dapat dari aerator ini

antara lain, tidak banyak makan tempat, tidak timbul panas dalam

proses, dan problem pengoperasiannya dapat ditekan.

Gambar 2.9 Diffusion/ Bubble Aerator

40

c. Mechanical Aerator (Aerator Mekanis)

Pada umumnya aerator mekanis mempergunakan impeller

sebagai peralatan utama. Impeller dipergunakan untuk mendorong air

agar terangkat ke atas permukaan, sehingga akan memperluas bidang

kontak antara udara dan air. Oksigen yang tertangkap terbawa masuk

dan terlarut di dalam air. Aerator mekanik menggunakan alat

pengaduk yang digerakkan motor. Ada beberapa tipe alat pengaduk,

yaitu paddle tenggelam, paddle permukaan, propeller, turbine, dan

aerator drafttube.

Klasifikasi aerator mekanik meliputi:

1) high-speed axial-flow pump

2) slow speed vertical turbine

3) submerged slow-speed vertical turbine

Gambar 2.10 Mechanical Aerator

d. Pressure Aerator (Aerator Bertekanan)

Ada dua tipe dasar aerator bertekanan. Tipe diagram terdiri dari

tangki tertutup yang secara kontinyu diberi udara di bawah tekanan.

Air yang akan dioalah disemprotkan ke dalam udara bertekanan tinggi,

membiarkan air yang diaerasi melalui dasar tangki bergerak menuju

pengolahan berikutnya. Tipe kedua dari aerator bertekanan adalah tipe

“Diagrammed”. Pada tipe ini selain menggunakan sebuah bejana

bertekanan, difusi di dalam saluran pipa aerasi khusus,

mendistribusikan gelembung-gelembung kecil udara ke dalam air yang

41

mengalir. Bila tekanan tinggi maka lebih banyak oksigen terlarut

dalam air sehingga proses oksidasi dapat berjalan dengan lebih cepat

dan lebih sempurna.

Gambar 2.11 Pressure Aerator

4) Filtrasi

a. Pengertian Filtrasi

Metode pengolahan air untuk mengurangi kandungan Besi dari

dalam air yang biasa digunakan mengikuti langkah-langkah dasar yaitu

oksidasi, sedimentasi, dan filtrasi. Filtrasi adalah proses penyaringan

partikel secara fisik, kimia dan biologi untuk memisahkan atau

menyaring partikel yang tidak terendapkan di sedimentasi melalui

media berpori. Kapasitas filter tergantung dari ketebalan filter, ukuran

butiran serta gradasi media filter, maupun kecepatan filtrasinya.

Selama proses filtrasi, zat-zat pengotor dalam media penyaring

akan menyebabkan terjadinyan penyumbatan pada pori-pori media

sehingga kehilangan tekan akan meningkat. Media yang sering

digunakan adalah pasir karena mudah diperoleh dan ekonomis. Selain

pasir, media penyaring lain yang dapat digunakan adalah karbon aktif,

athracite, coconut shell, dan lain-lain (Suprihatin,dkk, 2016).

b. Tujuan Filtrasi

Filtrasi bertujuan untuk menyempurnakan penurunan kadar

kontaminan seperti bakteri, warna, rasa, bau dan Fe sehingga diperoleh

air yang bersih memenuhi standar kualitas air minum (Joko, 2010).

42

c. Komponen Media Penyaringan Sederhana

1) Batu Zeolit

Zeolit termasuk dalam kelompok mineral yang terjadi dari

perubahan batuan gunung api termasuk batuan gunung api berbulir

halus yang berkomposisi riolitik atau banyak mengandung massa

gelas. Sifat-sifat fisik dari mineral ini adalah berbentuk kristal yang

indah dan menarik, namun agak lunak dengan warna yang

bermacam-macam yaitu warna hijau, kebiru-biruan, putih dan

coklat. Zeolit dapat berasal dari alam yaitu dari batuan gunung api

dan dapat berupa zeolit buatan yang terbuat dari gel aluminium,

natrium aluminat, natrium hidroksida. Zeolit ini dapat digunakan

sebagai bahan penyerap warna, penyerap amoniak, dll.

Bau zeolit adalah salah satu penukar ion alami yang banyak

tersedia. Kemampuan batu zeolit sebagai ion exhanger telah lama

diketahui dan digunakan sebagai penghilang polutan kimia. Batu

zeolit yang sudah diproses menjadi batu zeolit aktif atau manganis,

berfungsi menurunkan kadar besi dan mangan yang berlebihan

dalam air.

2) Pasir

Pasir merupakan media penyaring yang baik dan biasa

digunakan dalam peroses penjernihan air. Ini dikarenakan sifatnya

yang berupa butiran bebas yang porous, berdegradasi, dan

uniformity. Butiran pasir memiliki pori-pori dan celah yang mampu

menyerap dan menahan pertikel dalam air. Selain itu butiran pasir

juga mempnyai keuntungan dalam pengadaannya yang mudah dan

harganya yang relatif rendah.

Pasir berfungsi menyaring kotoran dan air, pemisah sisa-

sisa flok serta pemisah partikel besi yang terbentuk setelah kontak

dengan udara. Selama penyaringan koloid suspensi dalam air akan

ditahan dalam media porous tersebut sehingga kualitas air akan

meningkat.

43

3) Kerikil

Kerikil berfungsi sebagai media penyangga dalam proses

filtrasi, agar media pasir tidak terbawa aliran hasil penyaringan,

sehingga penyumbatan dapat dihindari. Diameter kerikil yang

digunakan biasanya antara 1 – 2,5 cm. Batuan kerikil mempunyai

bentuk yang tidak beraturan namun ukurannya dapat disamakan

melalui proses pengayakan analisa krikil. Di Indonesia pembagian

fradasi krikil sesuai dengan lubang ayakan yang terdiri dari 5 mm,

10 mm, 15 mm, 20 mm, 25 mm, 40 mm.

4) Arang

Arang aktif adalah bahan padat berpori yang terbentuk dari

hasil pembakaran bahan yang mengandung karbon. Unsur

utamanya terdiri atas karbon terikat, abu, nitrogen, air, dan sulfur.

Arang yang baik adalah arang yang memiliki kadar karbon tinggi

dan kadar abu rendah. Arang dalam penyaringan berfungsi untuk

penghilang bau.

5) Ijuk

Ijuk yang berasal dari sabut kelapa digunakan untuk

penyaringan sederhana ang berfungsi untuk penyaring kotoran-

kotoran halus dan media penahan pasir agar tidak lolos ke lapisan

bawahnya.

6) Batu Koral

Batu koral merupakan salah satu jenis bebatuan berbentuk

kerikil bulat,lonjong, oval bahkan memanjang dan kadang kurang

beraturan. Dalam penyaringan sederhana berfungsi sebagai

penyaring kotoran sehingga air menjdai terlihat lebih jernih dan

bersih (Syeham Assegaf, 2013).

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Filtrasi

Dalam proses filtrasi terjadi reaksi kimia dan fisika, sehingga

banyak faktor–faktor yang saling berkaitan yang akan mempengaruhi

pula kualitas air hasil filtrasi, efisiensinya, dan sebagainya. Faktor–

44

faktor tersebut adalah debit filtrasi, kedalaman media, ukuran dan

material, konsentrasi kekeruhan, tinggi muka air, kehilangan tekanan,

dan temperatur (Tri Yuswantoro, 2012).

45

C. Kerangka Teori

Gambar 2.12 Kerangka Teori

Kimia Fisik Bakteriologis

Air

1. Bau

2. Rasa

3. Warna

Pengolahan air

Salah satunya dengan multiple tray aerator

Air

Angkasa

Air tanah Air permukaan

Menimbulkan

gangguan

Distribusi

1. Kesadahan

2. Zat organik

3. Nitrit

4. FeO3

FeO3

Tidak memenuhi

syarat baku mutu

Memenuhi

syarat baku mutu

46

D. Kerangka Konsep

Gambar 2.13 Kerangka Konsep

Diteliti

Tidak Diteliti

Pengolahan Dengan Metode

Aerasi Menggunakan

Multiple Tray Aerator

Pemeriksaan

Hasil Distribusi

Memenuhi

Syarat

Analisa

Tidak Memenuhi

Syarat

Positif (+)

Layak

Dikonsumsi

Tidak Layak

Dikonsumsi

Negatif (-)

Penurunan Fe

Tinggi

Al

Selesai

Air Minum

Fe

Kimia

Mn

Fisik Bakteriologis