BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian...
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
1. Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Aizar Lutfihani dan Alfan Purnomo
tentang “Analisis Penurunan Kadar Besi (Fe) Dengan Menggunakan Tray
Aerator dan Diffuser Aerator” Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik
Sipil & Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) tahun
2015. Mengemukakan bahwa pada penelitian ini menggunakan tray aerator
dan diffuser aerator untuk mengetahui peningkatan nilai oksigen terlarut
yang dapat dihasilkan dari masing-masing jenis aerator. Nilai oksigen
terlarut yang didapatkan akan digunakan untuk memilih jenis aerator yang
paling besar nilai oksigen terlarut dan akan digunakan untuk menurunkan
kadar besi (Fe).
2. Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Muhammad Arif Fahrudin Alfana,
Ahmad Cahyadi, Sri Rahayu Budiani, Garda dan Ambar Kusuma Wati
tentang “Pengembangan Sistem Aerasi Untuk Penurunan Kandungan Besi
Dalam Air Tanah” Departemen Geografi Lingkungan, Fakultas Geografi,
Universitas Gadjah Mada tahun 2016. Memaparkan program penerapan
teknologi tepat guna yang dilaksanakan penulis yang berupa sistem aerasi.
Sistem ini bermanfaat untuk mengurangi kadar logam berat berupa Besi
yang terdapat dalam air tanah. Hasil uji efektifitas dari penerapan teknologi
ini pada tahap awal dianalisis berdasarkan persepsi pengguna air yang
terdiri dari siswa dan karyawan terhadap kinerja alat. Hasil kajian
menunjukkan bahwa alat berfungsi secara efektif dalam mengurangi kadar
besi dalam air tanah.
3. Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Rasman dan Muh. Saleh tentang
“Penurunan Kadar Besi (Fe) Dengan Sistem Aerasi Dan Filtrasi Pada Air
Sumur Gali” Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Makassar tahun
2016. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penurunan kadar besi (Fe)
6
dengan sistem aerasi dan filtrasi pada air sumur gali dengan desain pre-pos
Test atau melakukan uji pada air baku dan air hasil pengolahan. Penurunan
kadar besi (Fe) setelah perlakuan aerasi dapat menurunkan kadar besi (Fe)
hingga mencapai persentase penurunan sebesar 66,7%. Penurunan kadar
besi (Fe) dengan sistem filtrasi dengan media kerikil, arang tempurung
kelapa dan pasir silika dapat menurunkan kadar besi (Fe) hingga mencapai
persentase sebesar 89,2%. Penurunan kadar besi (Fe) secara Aerasi dan
filtrasi dengan media kerikil, arang tempurung kelapa dan pasir silika dapat
menurunkan kadar besi (Fe) hingga mencapai persentase sebesar 85,4 %.
4. Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Maxell Findo Dinata Purba dan
Eko Hartini tentang “Penurunan Kandungan Zat Besi (Fe) Dalam Air Sumur
Gali Dengan Metode Aerasi” Program Studi Kesehatan Masyarakat
Universitas Dian Nuswantoro Semarang tahun 2013. Tujuan penelitian
adalah mengetahui efektifitas cascade aerator dan bubble aerator dalam
menurunkan kadar Fe pada air sumur gali. Jenis penelitian ini adalah
eksperimen semu dengan pengulangan sebanyak 10 kali untuk setiap
metode aerasi. Sampel adalah salah satu air sumur warga yang memiliki
kadar Fe yang melebihi nilai baku mutu. Metode cascade aerator dapat
menurunkan kandungan zat besi (Fe) sebesar 3,83 mg/l yaitu dari 4,41 mg/l
menjadi 0,58 mg/l dan efektifitas proses 87,30%. Metode bubble aerator
dapat menurunkan kandungan zat besi (Fe) sebesar 3,67 mg/ l yaitu dari
4,41 mg/l menjadi 0,74 mg/l dan efektifitas proses 83,18%. Metode cascade
aerator dan bubble aerator dapat menurunkan kandungan zat besi (Fe) dalam
air sumur gali sesuai dengan PERMENKES No.416/Menkes/Per/IX/
1990.Tidak ada perbedaan efektifitas yang bermakna antara metode cascade
aerator dengan bubble aerator dalam menurunkan kandungan zat besi (Fe)
dalam air sumur gali.
5. Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Intan Yeti Septiyani tentang
“Pengaruh Variasi Waktu Kontak Aerasi Dan Filtrasi Dalam Menurunkan
Kadar Besi (Fe) Air Pdam Magetan Tahun 2017” Program Studi Kesehatan
Lingkungan Magetan Poltekkes Kemenkes Surabaya. Penelitian ini
7
bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi waktu kontak aerasi dalam
menurunkan kadar besi (Fe) air PDAM Magetan. Jenis penelitian yang
digunakan adalah Experimen Semu (Quasi Experiment) dengan desain The
Equivalen Material Group, Pretest-Postest Design menggunakan bak aerasi
dari kaca dengan cara memasukkan udara menggunakan aerator model
ACO-001 dengan variasi lama waktu 10 menit, 20 menit dan 30 menit.
Dilakukan 9 kali pengulangan untuk tiap-tiap perlakuan pengolahan dengan
Bubble Aerator dan filtrasi yang selanjutnya diperiksa di laboratoriom.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan aerasi menggunakan
bubble aerator dan filtrasi dengan lama waktu 10 menit sudah efektif dalam
menurunkan kadar besi dengan prosentase 75.70 %. Berdasarkan uji statistik
ada perbedaan antara pengaruh variasi waktu kontak aerasi dan filtrasi
dalam menurunkan kadar besi (Fe) air PDAM Magetan.
Tabel II. 1 Perbedaan Penelitian Terdahulu dengan Penelitian Sekarang
No. Penelitian Terdahulu Penelitian Sekarang
1. Menggunakan tray aerator dan
diffuser aerator untuk
mengetahui peningkatan nilai
oksigen terlarut yang dapat
dihasilkan dari masing-masing
jenis aerator.
Menggunakan multiple tray
aerator untuk mengetahui tingkat
penurunan kadar Besi (Fe) dari
sebelum dan setelah dilakukan
tray aerator.
2. Penerapan teknologi tepat guna
yang berupa sistem aerasi pada
air tanah.
Penerapan sistem aerasi multiple
tray aerator pada air sumur pompa
PDAM.
3. Penurunan kadar besi (Fe)
dengan sistem aerasi dan
filtrasi pada air sumur gali
dengan desain pre-pos test atau
melakukan uji pada air baku
dan air hasil pengolahan.
Penurunan kadar Besi (Fe) dengan
multiple tray aerator untuk
mengetahui tingkat penurunan
kadar Besi (Fe) sebelum dan
setelah multiple tray aerator pada
air sumur pompa PDAM.
8
No. Penelitian Terdahulu Penelitian Sekarang
4. Efektifitas cascade aerator dan
bubble aerator dalam
menurunkan kadar Fe pada air
sumur gali.
Pengaruh multiple tray aerator
dalam menurunkan kadar Besi
(Fe) pada air sumur pompa
PDAM.
5. Menggunakan bak aerasi dari
kaca dengan cara memasukkan
udara menggunakan aerator
model ACO-001, pengolahan
dengan Bubble Aerator dan
filtrasi.
Menggunakan bak aerasi dari
pasangan batu-bata yang berisi
batuan zeolit.
B. Tinjauan Teori
1. Air Minum
Air minum adalah air yang mutunya memenuhi syarat kesehatan
dan dapat langsung diminum. Air minum harus aman bagi kesehatan. Oleh
karena itu, air minum harus memenuhi persyaratan mikrobiologis, kimia,
fisika dan radioaktif yang dinyatakan dalam wajib dan parameter
tambahan sebagaimana ditetapkan dalam Permenkes
No.492/Menkes/Per/IV/2010 (Suprihatin,dkk 2013).
Air yang digunakan untuk kebutuhan hidup sehari-hari
khususnya untuk penyediaan air minum dan air bersih harus
memenuhi persyaratan. Air yang dapat dikonsumsi sebagai air minum
adalah air yang telah memenuhi standar kesehatan yang diatur dalam
Keputusan Menteri Kesehatan RI No.492/MENKES/PER/IV/2010
tentang persyaratan kualitas air minum. Agar dapat mencapai
persyaratan kesehatan haruslah dapat memenuhi kualitas dan kuantitas.
Syarat kualitas yang harus dimiliki adalah bebas dari fisik, kimia,
mikroorganisme dan radioaktif yang dapat membahayakan kesehatan
(Agromedia, 2007). Baku mutu air yaitu batas atau kadar makhluk hidup,
zat, energi, atau komponen lain yang ada atau harus ada dan atau unsur
9
pencemar yang dapat ditenggang dalam sumber air tertentu, sesuai dengan
peruntukannya (IKAPI, 2003).
Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 1990 mengelompokkan
kualitas air menjadi beberapa golongan menurut peruntukannya. Adapun
penggolongan air menurut peruntukannya adalah sebagai berikut:
a. Golongan A, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air minum secara
langsung, tanpa pengolahan terlebih dahulu.
b. Golongan B, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air baku air
minum.
c. Golongan C, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan
dan peternakan.
d. Golongan D, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian,
usaha di perkotaan, industri, dan pembangkitblistrik tenaga air.
2. Kualitas Air
Menurut Masduqi (2009) Kualitas air adalah kondisi kualitatif air
yang diukur dan diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan
metode tertentu. Menurut IKAPI (2003) Kualitas air dinyatakan dengan
beberapa parameter, yaitu parameter fisika (suhu, kekeruhan, padatan
terlarut, dan sebagainya), parameter kimia (pH, oksigen terlarut, BOD,
kadar logam, dan sebagainya), dan parameter biologi (keberadaan
plankton, bakteri, dan sebagainya)
Menurut Acehpedia (2010), kualitas air dapat diketahui dengan
melakukan pengujian tertentu terhadap air tersebut. Pengujian yang
dilakukan adalah uji kimia, fisik, biologi, dan radioaktif. Pengelolaan
kualitas air adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas air
yang diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjamin agar kondisi air
tetap dalam kondisi alamiahnya. Pengendalian pencemaran air dilakukan
untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air melalui
upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air serta pemulihan
kualitas air. Upaya pengelolaan kualitas air dilakukan pada sumber air
10
yang terdapat di dalam hutan lindung, mata air yang terdapat di luar hutan
lindung dan akuifer air tanah dalam.
a. Persyaratan Penyediaaan Air Bersih / Air Minum
1) Persyaratan Kualitatif
Persyaratan kualitatif menggambarkan mutu/kualitas dari air
bersih. Parameter-parameter yang digunakan sebagai standar
kualitas air antara lain :
a) Parameter fisik
(1) Bau
Bau disebabkan oleh adanya senyawa lain yang
terkandung dalam air seperti gas H2S, NH3, senyawa
fenol, klorofenol dan lain-lain. Pengukuran biologis
senyawa organik dapat menghasilkan bau pada zat cair
dan gas. Bau yang disebabkan oleh senyawa organik ini
selain mengganggu dari segi estetika, juga beberapa
senyawanya dapat bersifat karsinogenik. Pengukuran
secara kuantitatif bau sulit diukur karena hasilnya terlalu
subjektif.
(2) Kekeruhan
Kekeruhan disebabkan adanya kandungan Total
Suspended Solid baik yang bersifat organik maupun
anorganik. Zat organik berasal dari lapukan tanaman dan
hewan, sedangkan zat organik biasanya berasal dari
lapukan batuan dan logam. Zat organik dapat menjadi
makanan bakteri sehingga mendukung perkembangannya.
Kekeruhan dalam air minum / air bersih tidak boleh lebih
dari 5 NTU. Penurunan kekeruhan ini sangat diperlukan
karena selain ditinjau dari segi estetika yang kurang baik
juga proses desinfeksi untuk air keruh sangat sukar, hal ini
disebabkan karena penyerapan beberapa koloid dapat
melindungi organisme dan desinfektan.
11
(3) Rasa
Syarat air bersih/minum adalah air tersebut tidak
boleh berasa. Air yang berasa dapat menunjukkan
kehadiran berbagai zat yang dapat membahayakan
kehadiran berbagai zat yang dapat membahayakan
kesehatan. Efeknya tergantung penyebab timbulnya rasa
tersebut. sebagai contoh rasa asam dapat disebabkan oleh
asam organik maupun anorganik sedangkan rasa asin
dapat disebabkan oleh garam terlarut dalam air.
(4) Suhu
Air sebaiknya sama dengan suhu udara (250C),
dengan batas toleransi yang diperbolehkan yaitu 250C ±
300C. Suhu yang normal mencegah terjadinya pelarutan
zat kimia pada pipa, menghambat reaksi biokimia pada
pipa dan mikroorganisme tidak dapat tumbuh. Jika suhu
air tinggi maka jumlah oksigen terlarut dalam air akan
berkurang juga akan meningkatkan reaksi dalam air.
(5) Warna
Air minum/air bersih sebaiknya tidak berwarna,
bening dan jernih untuk alasan estetika dan untuk
mencegah keracunan dari berbagai zat kimia maupun
organisme yang berwarna. Pada dasarnya warna dalam air
dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu warna semu
(apprent colour) yang disebabkan oleh unsur tersuspensi
dan warna sejati (true colour) yang disebakan oleh zat
organik dan zat koloidal. Air yang telah mengandung
senyawa organik seperti daun, potongan kayu, rumput
akan memperlihatkan warna kuning kecoklatan, oksidasi
besi akan menyebabkan air berwarna kemerah-merahan
dan oksidasi mangan menyebabkan air berwarna
kecoklatan atau kehitaman.
12
2) Parameter Kimia
Air bersih/minum tidak boleh mengandung bahan-bahan kimia
dalam jumlah tertentu yang melampaui batas. Beberapa persyaratan
kimia tersebut antara lain:
a) pH
pH merupakan faktor penting bagi air minum, pada pH <
6,5 dan > 8,5 akan mempercepat terjadinya korosi pada pipa
distribusi air bersih/minum.
b) Zat padat total (total solid)
Total solid merupakan bahan yang tertinggal sebagai residu
pada penguapan dan pengeringan pada suhu 103-1050C.
c) CO2 agresif
CO2 yang terdapat dalam air berasal dari udara dan hasil
dekomposisi zat organik. CO2 agresif yaitu CO2 yang dapat
merusak bangunan, perpipaan dalam distribusi air bersih.
d) Besi
Keberadaan besi dalam air bersifat terlarut menyebabkan
air menjadi merah kekuning-kuningan, menimbulkan bau amis
dan membentuk lapisan seperti minyak merupakan logam yang
menghambat proses desinfeksi. Hal ini disebabkan karena daya
pengikat klor (DPC) selain digunakan untuk mengikat zat
organik, juga digunakan untuk mengikat besi. Dalam air minum
kadar maksimum besi yaitu 0,3 mg/l, sedangkan untuk nilai
ambang rasa pada kadar 2 mg/l. Besi dalam tubuh dibutuhkan
untuk pembentukan hemoglobin namun dosis yang berlebihan
dapat merusak dinding halus.
e) Kesadahan total (Total Hardness)
Kesadahan adalah sifat air yang disebabkan oleh adanya
ion-ion (kation) logam valensi, misalnya Mg2+, Ca2+, Fe2+, dan
Mn2+. Kesadahan total adalah kesadahan yang disebabkan oleh
adanya ion-ion Ca2+ dan Mg2+ secara bersama-sama. Air sadah
13
menyebabkan pemborosa pemakaian sabun pencuci dan
mempunyai titik didih yang lebih tinggi dibandingkan air biasa.
f) Mangan
Mangan dalam air bersifat terlarut, biasanya membentuk
MnO2. Kadar mangan dalam air maksimum yang diperbolehkan
adalah 0,1 mg/l. Adanya mangan yang berlebihan dapat
menyebabkan plak pada benda-benda putih oleh deposit MnO2
menimbulkan rasa dan menyebakan warna (ungu/hitam) pada air
minum serta bersifat toksik.
3) Parameter Biologi
Air minum tidak boleh mengandung kuman-kuman patogen
dan parasit seperti kuman-kuman thypus, kolera, disentri. Untuk
mengetahui adanya bakteri patogen dapat dilakukan dengan
pengamatan terhadap ada tidaknya bakteri E.coli yang merupakan
indikator pencemar air. Parameter ini terdapat pada air yang
tercemar oleh tinja manusia dan dapat menyebabkan gangguan
pada manusia berupa penyakit perut (diare) karena mengandung
bakteri pathogen. Proses penghilangnya dilakukan dengan
desinfeksi.
Selain ketiga parameter tersebut ada syarat lagi untuk
parameter air bersih/minum yaitu syarat radiologis. Air
bersih/minum tidak boleh mengandung zat yang menghilangkan
bahan-bahan yang mengandung radioaktif seperti sinar alfa, beta,
dan gamma.
4) Persyaratan Kuantitatif
Setelah persyaratan kualitatif terpenuhi maka air bersih
juga harus mampu melayani daerah pelayanan. Banyaknya
penduduk yang ada dalam suatu wilayah harus mampu terpenuhi
secara kuantitasnya. Persyaratan kuantitatif ini sangat dipengaruhi
sekali dengan jumlah air baku yanng tersedia, serta kapasitas
produksi dari instalasi pengolahan air. Pada umumnya debit air dari
14
tiap sumber air akan mengalami perubahan-perubahan dari suatu
waktu ke waktu yang lain (Tri Joko, 2010).
Menurut Departemen Pekerjaan Umum RI (2005), Pengawasan
kualitas air bertujuan untuk mencegah penurunan kualitas dan penggunaan
air yang dapat mengganggu dan membahayakan kesehatan, serta
meningkatkan kualitas air. Kegiatan pengawasan kualitas air mencakup :
a. Pengamatan lapangan dan pengambilan contoh air.
b. Pemeriksaan contoh air.
c. Analisis hasil pemeriksaan.
d. Saran dan cara pemecahan masalah yang timbul dalam hasil kegiatan.
e. Kegiatan tindak lanjut berupa pemantauan upaya
penanggulangan/perbaikan termasuk kegiatan penyuluhan.
3. Jenis-Jenis Sampel Air
a. Sampel sesaat (grab sample), yaitu sampel yang diambil secara
langsung dari badan air yang sedang dipantau. Sampel ini hanya
menggambarkan karakteristikair air pada saat penambilan sampel.
b. Sampel komposit (composite sample), yaitu sampel campuran dari
beberapa waktu pengamatan. Pengambilan sampel komposit dapat
dilakukan secara manual ataupun secara otomatis dengan
menggunakan peralatan yang dapat mengambil air pada waktu-waktu
tertentu dan sekaligus dapat mengukur debit air. Pengambilan sampel
secara otomatis hanya dilakukan jika ingin mengetahui gambaran
tentang karakteristik kualitas air secara terus-menerus.
c. Sampel gabungan tempat (integrated sample), yaitu sampel gabungan
yang diambil secara terpisah dari beberapa tempat, dengan volume
yang sama.
15
4. Besi (Fe)
a. Definisi
Menurut Joko T (2010), Besi (Fe) adalah salah satu elemen kimia yang
dapat ditemui pada hampir setiap tempat di bumi, pada semua lapisan
geologis dan badan air. Pada umumnya, Besi (Fe) yang ada di dalam air
dapat bersifat:
1) Terlarut sebagai Fe2+
(Fero) atau Fe3+
(Feri).
2) Tersuspensi sebagai butir koloidal (diameter < 1 μm) atau lebih
besar, seperti Fe2O
3, FeO, FeOOH, Fe(OH)
3 dan sebagainya.
3) Tergabung dengan zat organis atau zat padat yang inorganis
(seperti tanah liat).
b. Hal-hal yang Mempengaruhi Kelarutan Besi (Fe) dalam Air
1) Kelarutan Resapan Air
Air hujan yang turun jatuh ke tanah mengalami infiltrasi masuk ke
dalam tanah yang mengandung FeO akan bereaksi dengan H2O dan
CO2 dalam tanah dan membentuk Fe(HCO3)2 dimana semakin
dalam air yang meresap ke dalam tanah semakin tinggi juga
kelarutan Besi Karbonat dalam air tersebut.
2) pH
Apabila pH air rendah akan berakibat terjadinya proses korosif
sehingga menyebabkan larutnya Besi dan logam lainnya dalam air,
pH yang rendah kurang dari 7 dapat melarutkan logam . Dalam
keadaan pH rendah, Besi yang ada dalam air berbentuk Ferro dan
Ferri, dimana bentuk Ferri akan mengendap dan tidak larut dalam
air serta tidak dapat dilihat dengan mata sehingga mengakibatkan
air menjadi berwarna, berbau, dan berasa.
3) Temperatur Air
Temperatur yang tinggi menyebabkan menurunnya kadar O2 dalam
air, kenaikan temperatur air juga dapat menguraikan derajat
kelarutan mineral sehingga kelarutan Besi (Fe) pada air tinggi.
16
4) Bakteri Besi
Bakteri Besi (Crenothrix dan Lepothrix) adalah bakteri yang dapat
mengambil unsur Besi dari sekeliling lingkungan hidupnya
sehingga mengakibatkan turunnya kandungan Besi dalam air,
dalam aktifitasnya bakteri besi memerlukan oksigen dan Besi
sehingga bahan makanan dari bakteri Besi tersebut. Hasil aktifitas
bakteri tersebut menghasilkan presipitat (oksida Besi) yang akan
menyebabkan warna pada pakaian dan bangunan. Pertumbuhan
bakteri akan menjadi lebih sempurna apabila air banyak
mengandung CO2 dengan kadar yang cukup tinggi.
5) CO2 Agresif
Berdasarkan bentuk dari gas Karbondioksida (CO2) di dalam air
dibedakan menjadi CO2 bebas yaitu CO2 yang larut dalam air, CO2
dalam kesetimbangan, CO2 agresif. CO2 agresif paling berbahaya
karena kadar CO2 agresif lebih tinggi dan dapat menyebabkan
terjadinya korosi sehingga berakibat kerusakan pada logam-logam
dan beton.
c. Penyebab Utama Tingginya Kadar Besi dalam Air
1) Rendahnya pH Air
pH air normal yang tidak menyebabkan masalah adalah ≤ 7. Air
yang mempunyai pH ≤ 7 dapat melarutkan logam termasuk Besi.
2) Temperatur Air
Kenaikan temperatur air akan menyebabkan meningkatnya derajat
korosif. Di Indonesia temperatur air minum masih diperbolehkan
adalah sama dengan temperatur udara seperti yang disebut dalam
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
907/Menkes/SK/VII/2002.
3) Adanya Gas-Gas Terlarut Dalam Air
Yang dimaksud gas-gas tersebut diantaranya adalah O2, CO2, dan
H2S, beberapa gas terlarut dalam air tersebut akan bersifat korosif.
17
4) Bakteri
Secara biologis tingginya kadar Besi terlarut dipengaruhi oleh
bakteri Besi yaitu yang dalam hidupnya membutuhkan makanan
dengan mengoksidasi Besi sehingga larut. Jenis ini adalah bakteri
Crenotrik, Callitonella, Siderocapsa dan lain-lain. Bakteri ini
mempertahankan hidunya membutuhkan oksigen dan Besi.
d. Keberadaan Besi (Fe) dalam Air
Adanya Besi (Fe) dalam air menyebabkan warna air tersebut
berubah menjadi kuning kecokelatan setelah beberapa saat kontak
degan udara. Di samping menimbulkaan gangguan kesehatan juga
menimbulkan bau yang kurang enak dan menyebabkan warna kuning
pada dinding bak kamar mandi serta bercak-bercak kuning pada
pakaian ( La Aba, dkk; 2017).
Berdasarkan kadar oksigen di dalamnya, air tanah dapat
dibedakan menjadi tipe air tanah anaerobik dan tipe air tanah aerobik.
Pada umumnya unsur Besi terdapat pada air tanah anaerobik. Dimana
proses keberadaan Besi dalam air bersamaan dengan mineral Mangan,
tetapi Besi didapatkan lebih sering daripada Mangan.
Pada dasarnya Besi (Fe) dalam air dalam bentuk Ferro (Fe2+)
atau Ferri (Fe3+), hal ini tergantung dari kondisi pH dan oksigen
terlarut dalam air. Pada pH netral dan adanya oksigen terlarut yang
cukup, maka ion membentuk endapan. Ferrihidroksida yang sukar
larut, berupa hablur (presipitat) yang biasanya berwarna kuning
kecokelatan, oleh karena pada kondisi asam dan aerobik bentuk Ferro
yang larut pada air. Pada pH diatas 12 Ferrihidroksida dapat terlarut
kembali membentuk Fe(OH)4. Bentuk Besi di dalam air digambarkan
pada gambar di bawah ini:
18
Gambar 2.1 Bentuk besi (Fe) dalam Air
Prinsip penurunan kadar Besi (Fe) adalah proses oksidasi dan
pengendapan. Adapun prosesnya adalah Besi dalam bentuk
Ferrodioksida terlebih dahulu menjadi bentuk Ferri, kemudian
pengendapan dengan membentuk endapan Ferrihidroksida. Proses ini
mudah terjadi pada kondisi pH +7 dimana kelarutannya minimum.
Persamaan reaksi: Fe(HCO)3+O2 Fe(OH)2+2CO2+O2
Fe(OH)2+2H2O+O2 Fe(OH)3+H2O+O2+H+
Jadi penurunan kadar Besi (Fe) dalam air pada hakikatnya
mengubah bentuk yang larut dalam air menjadi yang tidak larut
dalam air. Oleh karena itu, hasil dari oksidasi ini selalu menghasilkan
endapan. Mengingat hal ini, dalam penerapannya biasanya mengenai
penyaringan (Joko T, 2010).
Besi III (Ferri)
Bebas Bentuk Kompleks Bebas
Endapan :
-FeS2
-FeCO3
-Fe(OH)2
Besi (Fe) Total
Terlarut :
-Fe2+
-Fe(OH)+
Endapan :
-Fe(OH)3
-Endapan
lain
Kompleks
organik:
-Asam humus
-Asam fulfik
Kompleks
mineral: -Silikat
-Fosfat
Besi (Fe) terlarut/terdispersi
halus (lolos saringan)
Besi endapan (tertahan pada
saringan) assssssssssaringan)
Besi II (Ferro)
19
e. Pengaruh Besi (Fe) Terhadap Kesehatan Manusia
Menurut Depkes RI tahun 2000, Senyawa Besi dalam jumlah kecil
di dalam tubuh manusia berfungsi sebagai pembentuk sel-sel darah
merah, dimana tubuh memerlukan 7-35 mg/hari yang sebagian
diperoleh dari air. Tetapi zat Fe yang melebihi dosis yang diperlukan
oleh tubuh dapat menimbulkan masalah kesehatan. Hal ini dikarenakan
tubuh manusia tidak dapat mengsekresi Besi, sehingga bagi mereka
yang sering mendapat transfusi darah warna kulitnya menjadi hitam
karena akumulasi Besi .
f. Pencemaran Besi (Fe) Terhadap Lingkungan
Menurut Arifin (2007), Air tanah dapat terkontaminasi dari
beberapa sumber pencemar. Dua sumber utama kontaminasi air tanah
ialah kebocoran bahan kimia organik dari penyimpanan bahan kimia
dalam bunker yang disimpan dalam tanah, dan penampungan limbah
industri yang ditampung dalam kolam besar di atas atau di dekat
sumber air.
Tingginya kadar Fe (Fe2+, Fe3+) ini berhubungan dengan
keadaan struktur tanah. Struktur tanah dibagian atas merupakan tanah
gambut, selanjutnya berupa lempung gambut dan bagian dalam
merupakan campuran lempung gambut dengan sedikit pasir.
Besi (Fe) dalam air berbentuk ion bervalensi dua (Fe2+) dan
bervalensi tiga (Fe3+) . Dalam bentuk ikatan dapat berupa Fe2O3,
Fe(OH)2, Fe(OH)3 atau FeSO4 tergantung dari unsur lain yang
mengikatnya. Dinyatakan pula bahwa Besi (Fe) dalam air adalah
bersumber dari dalam tanah sendiri dan berasal dari sumber lain,
diantaranya dari larutnya pipa Besi (Fe), reservoir air dari Besi (Fe)
atau endapan – endapan buangan industri.
Adapun Besi terlarut yang berasal dari pipa atau tangki – tangki
Besi (Fe) adalah akibat dari beberapa kodisi, diantaranya :
1) Akibat pengaruh pH yang rendah (bersifat asam), dapat melarutkan
logam Besi.
20
2) Pengaruh akibat adanya CO2 agresif yang menyebabkan larutnya
logam Besi.
3) Pengaruh banyaknya O2 yang terlarut dalam air yang dapat pula.
4) Pengaruh tingginya temperatur air akan melarutkan Besi dalam air.
5) Kuatnya daya hantar listrik akan melarutkan Besi.
6) Adanya bakteri Besi (Fe) dalam air akan memakan Besi.
Menurut Joko T (2010), Apabila konsentrasi Besi terlarut
dalam air melebihi batas tersebut akan menyebabkan berbagai
masalah, diantaranya:
1) Gangguan Teknis
Endapan Fe (OH)3 bersifat korosif terhadap pipa dan akan
mengendap pada saluran pipa, sehingga mengakibatkan efek yang
dapat merugikan seperti mengotori bak yang terbuat dari seng,
mengotori wastafel dan kloset serta bersifat korosif terhadap pipa
sehingga mengakibatkan pembuntutan.
2) Gangguan Fisik
Gangguan fisik yang ditimbulkan oleh adanya Besi (Fe)
terlarut dalam air adalah timbulnya warna, bau, rasa. Air akan
terasa tidak enak bila konsentrasi Besi (Fe) terlarutnya > 1,0 mg/l.
3) Gangguan Kesehatan
Air minum yang mengandung Besi (Fe) cenderung
menimbulkan rasa mual apabila dikonsumsi. Selain itu dalam dosis
besar dapat merusak dinding usus. Kematian sering kali disebabkan
oleh rusaknya dinding usus ini. Kadar Fe yang lebih dari 1 mg/l
akan menyebabkan terjadinya iritasi pada mata dan kulit. Apabila
kelarutan Besi dalam air melebihi 10 mg/l akan menyebabkan air
berbau seperti telur busuk.
Pada hemokromotasis primer Besi yang diserap dan
disimpan dalam jumlah yang berlebihan. Ferritin berada dalam
keadaan jenuh akan Besi sehingga kelebihan mineral ini akan
disimpan dalam bentuk kompleks dengan mineral lain yaitu
21
hemosiderin. Akibatnya terjadilah sirosis hati dan kerusakan
prankeas sehingga menimbulkan diabetes. Hemokromatis sekunder
terjadi karena transfusi yang berulang-ulang dalam keadaan ini
Besi masuk ke dalam tubuh sebagai hemoglobin dari darah yanng
ditransfusikan dan kelebihan Besi ini tidak diekskresikan.
4) Gangguan Ekonomis
Gangguan ekonomis yang ditimbulakan adalah tidak secara
langsung melainkan karena akibat yang ditimbulkan oleh
kerusakan peralatan sehingga diperlukan biaya untuk penggantian.
g. Cara Penentuan Adanya Kandungan Besi (Fe) Pada Air
Untuk mengetahui air mengandung Besi berlebihan perlu diperhatikan:
1) Air keruh berbau karat dan berwarna kuning hampar, dapat
dipastikan air tersebut mengandung Besi yang berlebihan.
2) Apabila air tersebut mengenai pakaian atau tembok kemudian
berwarna cokelat dan sukar dibersihkan maka kemungkinan
mengandung Besi berlebihan.
Untuk mengetahui adanya Besi dalam air:
1) Cara Laboratorium
Menggunakan metode Rhodanida, yaitu dengan mengubah semua
garam Besi dalam bentuk Ferri (Fe3+) dalam keadaan asam dengan
KMnO4 kemudian direaksikan dengan ion rhodenisida/ion thicyant
sehingga berbentuk Ferri thyo chayant berwarna merah cokelat.
Warna ini diukur dengan spektrofotometer dengan panjang
gelombang 510 nm untuk menegetahui jumlah zat Besi dalam
satuan mg/l.
2) Cara di Lapangan
Air teh bila dicampur dengan air yang mengandung Besi melebihi
standar maka akan berwarna kebiru-biruan. Selain itu yaitu dengan
menggunakan panca indra.
22
3) Dengan Water Test KIT
Prinsip reaksinya dengan reagen Phenanthroline dan Bipyridin bila
bereaksi dengan Besi akan menimbulkan warna merah, semakin
merah pekat maka semakin banyak zat Besi yang terdapat dalam
air. Warna merah diukur dengan standar yang telah ditentukan.
h. Cara Mengatasi Air Yang Mengandung Zat Besi
1) Aerasi
Menurut Joko, T (2010) Aerasi adalah suatu bentuk
perpindahan gas dan dipergunakan dalam berbagai bentuk variasi
operasi meliputi:
a.) Tambahan oksigen untuk mengoksidasi besi dan mangan
terlarut.
b.) Pembuangan Karbondioksida.
c.) Pembuangan Hydrogen Sulfida untuk menghapuskan bau dan
rasa.
d.) Pembuangan minyak yang mudah menguap dan bahan-bahan
penyebab bau dan rasa serupa yang dikeluarkan oleh ganggang
serta mikroorganisme serupa.
Aerasi dilaksanakan dengan cara membuat air terbuka bagi
udara atau dengan memasukkan udara ke dalam air.
2.) Sedimentasi
Sedimentasi adalah proses pengendapan partikel-partikel
padat yang tersuspensi dalam cairan/zat cair karena pengaruh
gravitasi (gaya berat secara alami).
3.) Menggunakan bahan kimia.
Banyak sekali jenis bahan kimia yang dapat dipergunakan
untuk menurunkan zat Besi (Fe) ini. Namun saya tidak akan
membahasnya di sini karena harus menggunakan takaran dan
metode tertentu dan takarannya berbeda-beda tergantung dari
seberapa tingginya zat Besi (Fe) dalam air tersebut.
23
4.) Teknik Penyaringan ( Filtrasi )
Filtrasi adalah proses penyaringan partikel secara fisik,
kimia dan biologi untuk memisahkan atau menyaring partikel yang
tidak terendapkan disedimentasi melalui media berpori. Selama
proses filtrasi, zat-zat pengotor dalam media penyaring akan
menyebabkan terjadinyan penyumbatan pada pori-pori media
sehingga kehilangan tekan akan meningkat. Media yang sering
digunakan adalah pasir karena mudah diperoleh dan ekonomis.
Selain pasir, media penyaring lain yang dapat digunakan adalah
karbon aktif batu bara, manganese greensand, zeolite, silika, pasir
aktif, calgon, maupun alkali (Kusnaedi, 2010).
i. Aplikasi Proses Penghilangan Besi (Fe)
Menurut Joko, T (2010), prinsip penghilangan Besi yang sudah
umum dilakukan adalah merubah bentuk Besi terlarut menjadi Besi
endapan/suspensi/dispersi halus, dengan cara mengoksidasi dengan
menggunakan beberapa macam oksidator yang sesuai. Kemudian
proses dilanjutkan dengan pemisahan endapan/suspensi/dispersi yang
telah dihasilkan oleh proses oksidasi yaitu menaikkan tingkat oksidasi
oleh suatu oksidator dengan tujuan mengubah bentuk Besi terlarut
menjadi bentuk Besi tidak terlarut (endapan). Endapan yang terbentuk
dihilangkan dengan proses sedimentasi dan filtrasi.
Proses penghilangan Besi dengan cara oksidasi dapat dilakukan
dengan tiga macam cara yaitu :
1) Oksidasi dengan aerasi
Aerasi adalah proses pengambilan oksigen dengan cara
mengkontakkan air yang tercemar Fe dengan udara sehingga kadar
oksigen dalam air bertambah. Dengan tersedianya oksigen terlarut
dapat meningkatkan karakteristik fisik dan kimia air.
Proses aerasi pada dasarnya adalah untuk memberikan
oksigen ke dalam air atau meningkatkan kadar oksigen terlarut
dalam air, diantaranya bertujuan untuk :
24
a) Perpindahan gas (gas transfer), proses ini terjadi pada:
(1) Menghilangkan CO2 yang terlarut dalam air, dengan cara
melepaskan CO2 ke udara, dengan proses ini sekaligus
menaikkan pH air.
(2) Menghilangkan gas amoniak (NH3,H2S dengan kondisi
tertentu.
b) Proses oksidasi, contoh pada proses penghilangan Besi terlarut
menjadi Besi endapan ( tersuspensi halus), dengan jalan oksidasi
dengan oksigen.
Reaksi kimia yang terjadi antara Besi dengan oksigen
dalam air yakni:
4 Fe2+(aq) + O2(aq) + 10 H2O 4 Fe(OH)3 (s) + 8 H+
(aq)
Untuk mengoksidasi setiap 1 mg/l zat Besi (Fe) dibutuhkan 0,14
mg/l oksigen. Pada pH rendah, kecepatan reaksi oksidasi Besi (Fe)
dengan oksigen (udara) relatif lambat, sehingga pada praktiknya
untuk mempercepat reaksi dilakukan dengan cara menaikkan pH
air yang akan diolah (Joko, T 2010).
2) Oksidasi dengan klorinasi
Khlorine (Cl2) dan ion hipokhlorit (OCl)- adalah merupakan
bahan oksidator yang kuat sehingga meskipun pada kondisi pH
rendah dan oksigen terlarut sedikit, dapat mengoksidasi dengan
cepat. Reaksi oksidasi antara Besi dengan khlorine adalah sebagai
berikut:
2 Fe2+ + Cl2 + 6 H2O 2 Fe(OH)3 + 2 Cl- + 6 H+
Berdasarkan reaksi tersebut di atas, maka untuk
mengoksidasi setiap 1 mg/l zat Besi dibutuhkan 0,64 mg/l khlorine.
Tetapi pada praktiknya, pemakaian khlorine ini lebih besar dari
kebutuhan teoritis karena adanya reaksi-reaksi samping yang
mengikutinya.
25
3) Oksidasi dengan Kalium Permanganat (KMnO4)
Untuk menghilangkan Besi dalam air, dapat pula dilakukan
dengan mengoksidasinya dengan memakai oksidator Kalium
Permanganat dengan persamaan reaksi sebagai berikut :
3 Fe2+ + KMnO4 + 7 H2O 3 Fe(OH)3 + MnO2 + K+ + 5 H+
Secara stokhiometri, untuk mengoksidasi 1 mg/l Besi (Fe)
diperlukan 0,94 mg/l Kalium Permanganat. Dalam praktiknya,
kebutuhan Kalium Permanganat ternyata lebih sedikit dari
kebutuhan yang dihitung berdasarkan stokhiometri.
Pembubuhan KMnO4 dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu antara lain :
a) Berupa larutan, dibuat larutan KMnO4 0,1-0,5% (1-5 per liter
larutan). Laruan ini dibubuhkan dengan menggunakan pompa
atau cara lain, seperti gravitasi.
b) Berupa lapisan KMnO4 pada permukaan pasir, membuat pasir
aktif yaitu pasir silika atau zeolite yang dilapisi MnO2 (dari
KMnO4) pada permukaannya dengan cara merendam pasir
dengan larutan KMnO4 (±5%) dalam suasana asam (50 ml
larutan pekat H2SO4 murni, untuk setiap 1 liter larutan KMnO4
yang dibuat).
Umumnya pemisahan ini dilakukan dengan penyaringan. Efisiensi
penghilangan Besi (Fe) tergantung pada:
a) Jenis oksidan yang digunakan.
b) Kadar Besi (Fe) dalam air memiliki konsentrasi > 5 mg/lt,
tidak dianjurkan untuk menggunakan metode aerasi.
c) Faktor-faktor yang mempengaruhi laju proses oksidasi.
Untuk meningkatkan efisiensi penghilangan endapan ada beberapa
cara antara lain:
a) Pengendapan (sedimentasi) yang dilanjutkan dengan
penyaringan (filtrasi).
26
b) Pengendapan saja, dilakukan jika endapan yang terbentuk
relatif besar untuk dapat mengendap dengan sempurna dan
tidak terdapat pertikel-partikel halus serta waktu pengolahan
cukup lama.
c) Filtrasi saja, yaitu dilakukan jika proses oksidasi terjadi dengan
sempurna dengan waktu yang relatif pendek dan jenis oksidan
serta kondisi operasi sangat mendukung keberhasilan proses
oksidasi.
d) Koagulasi Flokulasi Sedimentasi Filtrasi
e) Menggunakan proses penyaringan dengan pasir aktif atau
zeolit sebagai media penyaring, dimana kedua media
penyaring ini berfungsi ganda, yang dapat dijelaskan sebagai
berikut:
(1) Pasir aktif disamping sebagai media penyaring, berfungsi
pula sebagai oksidator karena permukaannya dilapisi zat
aktif MnO2 sebagai oksidan.
(2) Zeolit, disamping sebagai media penyaring juga berfungsi
sebagai resin kationik alami yang bisa menukar ion Besi
(Fe) , penghilangan Besi (Fe) dengan cara pertukaran ion
atau digabungkan dengan proses pelunakan.
2) Aerasi
a. Definisi Aerasi
Menurut Sutrisno dkk (2010), aerasi adalah memasukan udara
ke dalam air baku sehingga terjadi kontak antara air dengan udara
yang bertujuan untuk menaikkan kandungan oksigen.. Aerasi secara
luas telah digunakan untuk mengolah air yang mempunyai kadar Besi
(Fe) terlalu tinggi (mengurangi kadar konsentrasi zat padat terlarut).
Zat – zat tersebut memberikan rasa pahit pada air, menghitamkan
pemasakan beras dan memberikan noda hitam kecokelat – cokelatan
pada pakaian yang dicuci. Lebih jauh, aerasi adalah pencampuran
27
udara dengan air sehingga terjadi perubahan konsentrasi zat-zat yang
mudah menguap di dalam air. Aerasi dilakukan untuk menambah
jumlah oksigen terlarut dalam air. Dengan tersedianya oksigen terlarut
dapat meningkatkan karakteristik fisik dan kimia air, keadaan ini
dapat dilihat dari bertambanya oksigen, disisi lain berkurangnya
konsentrasi zat-zat yang mudah menguap.
Menurut Said (2005), menyebutkan bahwa sasaran utama
aerasi adalah memaksimalkan kontak antara air dengan udara yang
bertujuan menambah oksigen, sehingga semakin bertambahnya lama
waktu ke dalam air baku akan semakin memaksimalkan terjadinya
kontak air dengan udara sehingga oksigen terlarut akan semakin
banyak.
Apabila air mengandung zat organik, pembentukan endapan
Besi melalui proses aerasi terlihat sangat tidak efektif. Untuk
pengolahan air minum, kebanyakan dilakukan dengan menyebarkan
air agar kontak dengan udara melalui tetesan – tetesan air yang kecil
(waterfall aerator / aerator air terjun), atau dengan mencampur air
dengan gelembung – gelembung udara (bubble aerator). Dengan
kedua cara tersebut jumlah oksigen bisa dinaikkan sampai 60 – 80%
(dari jumlah oksigen yang tertinggal, yaitu air yang mengandung
oksigen sampai jenuh). Pada aerator terjun (waterfall aerator) cukup
besar bisa menghilangkan gas – gas yang terdapat dalam air (Sutrisno,
2010).
b. Tujuan Aerasi
Adapun tujuan aerasi yaitu :
1) Perpindahan gas (gas transfer)
a) Menghilangkan CO2 yang terlarut dalam air dengan cara
melepaskan CO2 ke udara dengan proses ini sekaligus menaikan
pH air.
b) Menghilangkan gas Amoniak (NH3), H2S dengan kondisi
tertentu.
28
2) Proses oksidasi
Proses penghilangan Besi dan Mangan terlarut menjadi Besi
endapan (tersuspensi halus) dengan oksidasi dengan oksigen. Besi
yang tersebar luas di alam dengan adanya O2 maka Besi tersebut
larut dalam air. Besi terlarut (Fe2+) sulit diendapkan sehingga harus
diubah menjadi ( Fe3+).
3) Menghitung hidrogren sulfida (H2S), methan (CH4) dan berbagai
senyawa organik yang bersifat volatile (menguap) yang berkaitan
rasa dan bau.
c. Manfaat Aerasi
Manfaat aerasi yang terutama menurut Scott adalah untuk
memperbaiki kimia dan fisik air untuk kebutuhan domestik, komersial
dan industri. Aerasi dalam beberapa hal menurut Ray Klinse
dimaksudkan untuk menurunkan dan di dalam hal untuk menaikkan
zat-zat tertentu.
Zat-zat yang menalami penurunan setelah aerasi adalah:
1) Zat yang menghasilkan rasa dan bau seperti H2S dan beberapa
senyawa organik volatile lainnya.
2) Substan yang dapat menaikkan aksi korosif air, seperti CO2 dan
H2S.
3) Zat-zat yang bereaksi dengan zat kimia yang digunakan dalam
pengolahan air termasuk di dalamnya CO2 dalam proses pelunakan
dan klorinasi.
4) Beberapa zat salah satunya gas methan. Zat-zat yang dimungkinkan
ditambahkan dalam aerasi adalah:
a) Zat-zat yang dapat mengubah karakteristik air melalui
pemisahan selama proses selanjutnya. Dalam proses
rekarbonisasi, setelah proses pelunakan oleh kapur, CO2
ditambahkan aerator untuk netralisir sifat kuastik
b) Gas dari atmosfer, oksigen di udara digunakan untuk
mengubah rasa dan bau juga untuk mengoksidasi Besi,
29
Mangan, Hidrogen Sulfida, serta untuk mengolah zat-zat
organik sampai keadaan tertentu (Djoko Sasongko, 2015).
d. Jenis-Jenis Utama Alat Aerasi
1) Aerator gaya berat misalnya cascade
2) Aerator semprotan atau air mancur yaitu air disemprotkan di udara
3) Penyebar suntikan, di mana udara dalam bentuk gelembung-
gelembung kecil disuntikkan ke dalam zat cair.
4) Aerator mekanis yang meningkatkan pencampuran zat cair dan
membuat air terbuka ke atmosfer dalam bentuk butir-butir tetesan
5) Tray towers, aerator ini paling sering digunakan untuk
mengoksidasi besi dan mangan. Aerator ini mirip dengan cascade
hanya disemprotkan ke udara.
6) Jet type, pada aerator ini air disemprotkan dari bawah ke atas
melalui pipa berpori.
7) Air blowing, pada aerator ini udara disemprotkan ke dalam air.
8) Contact type, pada aerator ini air dilewatkan melalui media
berfilter. Filter yang digunakan biasanya berbentuk kerikil (gravel)
atau arang (coke).
e. Mekanisme Aerasi
Semua zat terlarut dalam air akan cenderung berdifusi melalui
larutan sampai komposisi larutan menjadi homogen. Kecepatan difusi
zat tergantung pada ukuran molekul, bentuk dari molekul serta gradien
konsentrasi dari zat terlarut. Proses difusi terjadi jika massa bergerak
secara spontan dari daerah berkonsentrasi tinggi ke daerah
berkonsentrasi lebih rendah. Kecepatan difusi akan bertambah jika
beda konsentrasi zat yang berdifusi pada dua area semakin besar.
Konsep perpindahan massa suatu zat dari fase gas ke fase cair
atau sebaliknya dapat dijelaskan oleh dua konsep teori yaitu :
1) Teori Penetrasi
Pada teori ini perpindahan massa udara mengikuti konsep
arus Eddy’s cairan yang mengandung konsentrasi gas terlarut lebih
30
tinggi akan bergerak ke arah cairan yang berkadar gas lebih rendah
dan cairan gas yang berkadar gas lebih rendah akan bergerak
sebaliknya. Selama berkontak dengan udara, cairan yang
mengandung kadar gas lebih rendah akan menyerap gas dari udara
kemudian bergerak ke arah cairan yang berkadar gas lebih rendah.
Proses demikian akan terjadi secara menerus sampai kondisi
kelarutan gas alam air menjadi jenuh. Kecepatan distribusi gas
dipengaruhi oleh :
a) Pengadukan atau turbulensi
b) Kecepatan distribusi massa dalam air
c) Kualitas air
d) Luas bidang kontak antara udara dan air
e) Suhu air
2) Teori Film
Oksigen yang ada di udara akan bereaksi dengan senyawa
ferrous sehingga berubah menjadi ferric hydrates yang tidak bisa
larut, setelah itu dilanjutkan dengan pengendapan (sedimentasi)
dan penyaringan (filtrasi). Perlu diketahui bahwa oksidasi terhadap
senyawa besi ataupun mangan dalam air tidak selalu terjadi dalam
waktu cepat. Apabila air mengandung zat organik, pembentukan
endapan besi ataupun mangan melalui proses aerasi terlihat sangat
tidak efektif. Oleh karena itu, dianjurkan agar dilakukan
penggabungan beberapa cara mendapatkan hasil akhir yang
memenuhi standart kualitas.
Perpindahan zat-zat dari udara ke air atau dari air ke udara
terjadi pada permukaan batas udara dan air. Perpindahan ini
dipengaruhi oleh luas permukaan kontak antar udara dan air. Untuk
memperluas bidang kontak antara udara ke dalam air, sehingga
udara dapat terlarut di dalam air. Cara yang lain adalah dengan
memaksa air untuk terdorong ke atas permukaan, sehingga dapat
terjadi kontak udara dan air, dengan bidang kontak yang lebih luas.
31
Pergerakan gas ke dalam air (liquid) lebih jauh dikenal dengan
“teori dua lapisan”.
Menurut teori ini permukaan air tersusun oleh dua lapisan
yang berbeda, sisi gas dan sisi cair sehingga terbentuklah
penghalang menuju sisi terdalam. Jika suatu gas dengan
konsentrasi lebih besar daripada konsentrasi air (liquid) maka akan
terjadi pergerakan gas masuk ke permukaan liquid, masuk ke sisi
gas, masuk ke sisi liquid dan terus masuk ke dalam sisi terdalam,
dan ini dinamakan proses absorpsi. Sedangkan proses desorpsi
akan terjadi jika konsentrasi liquid lebih besar daripada konstrasi
gas (Suprihatin,dkk,2016).
f. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Aerasi
Menurut Joko T (2010), Perpindahan gas pada proses aerasi dari
zat yang mudah menguap ke atau dari air tergantung pada sejumlah
faktor-faktor antar lain :
1) Karakteristik zat yang mudah menguap.
2) Temperatur air dan temperatur udara di sekitarnya.
3) Resistansi perpindahan gas.
4) Tekanan parsial gas pada lingkungan aerator.
5) Turbulensi (pergerakan) pada fase gas dan cair.
6) Perbandingan luas permukaan kontak dengan volume aerator.
7) Waktu kontak.
Faktor-faktor tersebut dapat dijelaskan dalam beberapa hal yang
terjadi dalam proses aerasi,yaitu:
1) Kondisi Kesetimbangan
Gas-gas yang terlarut dalam air telah mencapai kondisi konsentrasi
jenuh dari substansi-substansi terlarut.
2) Nilai Jenuh
Gas-gas terlarut dalam air pada keadaan setimbang, telah mencapai
titik jenuhnya.
32
3) Ketahanan Lapisan Permukaan
Adanya lapisan pada permukaan udara-air mempunyai peran
penting dalam transfer gas. Baik lapisan cair atau gas
memperlambat proses pertukaran bahan-bahan yang mudah
menguap tetapi lapisan cair merupakan faktor yang lebih penting
dalam transfer gas dengan kelaruran rendah seperti O2 dan CO2.
Ketahanan ini dipengaruhi oleh faktor turbilensi dan temperatur.
4) Kecepatan Transfer (Perpindahan Gas)
Merupakan faktor penting dalam proses aerasi (Tri Rahmawati, dan
Sasongko M, 2015).
3) Tipe Aerator
Menurut Joko T (2010), Aerator adalah peralatan mekanis yang
dipergunakan untuk menambah konsentrasi oksigen terlarut di dalam air.
Tugas utama sebuah peralatan aerasi (aerator) adalah untuk memperbesar
permukaan kontak (contact surface) antara dua medium (air dan udara).
Untuk melaksanakan tugas ini aerator dapat berbentuk bermacam-macam.
Berbagai usaha penelitian dan pengembangan telah menghasilkan jenis-
jenis aerator yang masing-masing memiliki fungsi yang khas sesuai
dengan kondisi operasinya. Tentunya usaha tersebut berusaha untuk
menekan harga maupun biaya operasi dengan tetap menjaga kemampuan
aerator untuk berfungsi dengan baik dan aman.
Pada umumnya kategori aerator berdasarkan kepada dua metode
aerasi yaitu :
a. Air ke dalam udara
Aerator tipe air ke dalam udara dirancang untuk menghasilkan
tetes-tetes kecil air yang turun melalui udara, aerator tipe ini sering
dikenal dengan istilah waterfall aerator (aerator terjunan).
33
Tipe-tipe aerator terjunan antara lain :
1) Spray Aerator
Spray aerator terdiri atas nozzle penyemprot yang tidak
bergerak (stationary nozzles) dihubungkan dengan kisi lempengan
yang mana air disemprotkan ke udara disekeliling pada kecepatan
5-7 m /detik. Spray aerator sederhana diperlihatkan pada gambar,
dengan pengeluaran air kearah bawah melalui batang-batang
pendek dari pipa yang panjangnya 25 cm dan diameter 15 -30 mm.
Piringan melingkar ditempatkan beberapa centimeter di bawah
setiap ujung pipa, sehingga bisa berbentuk selaput air tipis
melingkar yang selanjutnya menyebar menjadi tetesan-tetesan yang
halus. Nozzle untuk spray aerator bentuknya bermacam-macam,
ada juga nozzel yang dapat berputar-putar. Diameter nozzle
berkisar antara 2-4 cm. Nozzle dengan diameter yang kecil akan
menghasilkan kualitas semprotan yang bagus, namun akan lebih
sering terjadi clogging sehingga perlu pemeliharaan yang baik.
Spray aerator efisiensinya cukup baik terutama untuk
pemisahan karbondioksida dan pemasukan oksigen. Terminologi
KLat terutama untuk system spray aerator adalah merupakan
fungsi dari laju volume cairan dan ketinggian hidrolis atau KLat = f
(Q, h). Sebagai Patoka untuk luas permukaan 150 ft2 dapat
menampung system aerasi sebesar 1 juta gal/hari cairan.
34
Gambar 2.2 Tipikal Spray Aerator
2) Multiple Tray Aerator
Multiple tray aerator terdiri atas 4-8 tray dengan dasarnya
penuh lubang-lubang pada jarak 30-50 cm. Melalui pipa berlubang
air dibagi rata melalui atas tray, dari sini percikan-percikan kecil
turun ke bawah dengan kecepatan kira-kira 0,02 m3 /dtk per m2
permukaan tray. Tetesan yang kecil menyebar dan dikumpulkan
kembali pada setiap tray berikutnya. Tray-tray ini bisa dibuat
dengan bahan yang cocok seperti lempengan-lempengan absetos
cement berlubang-lubang, pipa plastik yang berdiameter kecil atau
lempengan yang terbuat dari kayu secara paralel.
Untuk penyediaan air yang lebih halus, tray-tray aerator
bisa diisi dengan kerikil-kerikil kasar kira-kira ketebalan 10 cm.
Kadang-kadang digunakan lapisan batu arang bertindak sebagai
katalisator (mempercepat reaksi) dan menaikkan pengumpulan
Besi (Fe) dalam aerator. Multiple tray aerator sering digunakan
untuk proses oksidasi Besi (Fe). Biasanya media tray terdiri dari
bongkahan batu yang telah dilapisi oleh pengoksidasi kuat seperti
Potassium Permanganate untuk membantu proses oksidasi. Lapisan
35
Besi (Fe) akan tertinggal pada permukaan media, dan lapisan ini
akan membantu mengkatalis reaksi pengendapan.
Gambar 2.3 Tipikal Multiple Tray Aerator
3) Multiple Plat Form Aerator
Lempengan-lempengan untuk menjatuhkan air guna
mendapatkan kontak secara penuh udara terhadap air.
Gambar 2.4 Multiple Plat Form Aerator
4) Cascade Aerator atau Submerged Cascade Aerator
Pada dasarnya aerator ini terdiri atas 4-6 step atau tangga.
Jumlah tangga jatuhan menggambarkan kontak waktu antara air
dan udara. Setiap step kira-kira ketingian 30 cm dengan kapasitas
kira-kira ketebalan 0,01 m3/detik per m2. Untuk menghilangkan
36
gerak putaran (turbulence) guna menaikan efesien aerasi,
hambatan sering ditepi peralatan pada setiap step. Dibandingkan
dengan tray aerators, ruang (tempat) yang diperlukan bagi casade
aerators agak lebih besar tetapi total kehilangan tekanan lebih
rendah. Keuntungan lain adalah tidak diperlukan pemeliharaan.
Aerator ini terdiri dari jatuhan air yang bertingkat ke bawah, dalam
hal ini air tidak didispersikan sebagai butiran air akan tetapi
didispersikan ke udara selama air berjatuhan pada tangga-tangga
cascade.
Cascade Aerator tampak atas
Gambar 2.5 Tipikal Cascade Aerator
Keterangan :
A = Air baku D = Lubang pembersih
B = Air sudah diaerasi E = Outlet.
C = Inlet
Efisiensinya merupakan fungsi dari banyaknya anak tangga
(tingkat). Jumlah luas yang diperlukan untuk pemakaiannya
37
4-9 m2/(50l/dt) atau hingga 90 ft2/Mgal air yang diolah. Sedangkan
pada submerged cascade aerator, penangkapan udaranya terjadi
pada saat air terjun dari lempengan-lempengan trap yang
membawa masuk ke dalam air yang dikumpulkan ke lempengan di
bawahnya. Oksigen kemudian dipindahkan dari gelembung-
gelembung udara ke dalam air . Total ketinggian jatuh kira-
kira 1,5 m dibagi dalam 3-5 step. Kapasitas bervariasi antara 0,005
dan 0,5 m3 /det per meter luas.
Gambar 2.6 Tipikal Submerged Cascade Aerator
5) Cone Aerator (Aerator Kerucut)
Cone Aerator hamper sama dengan cascade Aerator, hanya
saja terdapat stack-stack yang tersusun seperti kerucut sehingga air
mengisi bagian atas dan akan berjatuhan ke bawah. Portal udara
membawa udara masuk ke dalam pan tersusun, membuat
tercampurnya udara dan air yang jatuh. Air masuk kebagian paling
atas pan melalui pipa umpan masuk yang terpasang tegak di
tengah. Air mengisi pan paling atas dan mulai berpancaran ke
bawah (cascading) menuju pan-pan di bawahnya melalui nozzle-
nozzle berbentuk kerucut (cone shaped) yang terpasang pada dasar
38
pan. Tipe ini terutama digunakan untuk mereduksi sebagian gas-
gas terlarut.
Gambar 2.7 Tipikal Cone Tray Aerator
6) Packed Columns
Packed Columns juga sering disebut dengan air stripper
merupakan penemuan baru dalam metode pengolahan air bersih.
Aerator jenis ini sering digunakan untuk proses penyisihan
senyawa yang mudah menguap seperti VOCs dalam air yang telah
terkontaminasi.
Gambar 2.8 Tipikal Packed Columns
39
b. Diffusion/ Bubble Aerator (Aerator Difusi/Gelembung Udara)
Dalam aerator ini digunakan blower yang menarik udara luar
sehingga menghasilkan udara bertekanan yang kemudian diinjeksikan
ke dalam air melalui pipa-pipa udara di dalam air. Pipa-pipa ini
dilengkapi dengan nozzle-nozzle yang berfungsi untuk mengubah
tekanan menjadi kecepatan, sehingga gelembung-gelembung udara
yang keluar akan tersebar dan terirkulasi di dalam kolam.
Pipa-pipa udara pada umumnya ditempatkan sepanjang satu
sisi tangki aerasi, sehingga memberikan aliran gelembung dan air
yang berbentuk spiral, dengan demikian dihasilkan turbulensi yang
membantu proses perpindahan oksigen ke dalam air. Ukuran
gelembung yang dihasilkan bervariasi dari gelembung yang besar
(coarse bubbles) sampai dengan gelembung yang sangat halus (fine
bubbles).
Aerator dengan difusi berupa tangki dengan kedalaman 10
sampai 15 ft dan proses aliran diaerasi selama 10 hingga 30 menit.
Udara disemburkan melewati pipa berlubang, pembuluh porus, atau
pelat porus yang ditempatkan sepanjang tangki atau sampai
setengahnya. Sebagai patokan 0,01 sampai 0,15 ft udara diperlukan
setiap galon air yang diolah. Keuntungan yang dapat dari aerator ini
antara lain, tidak banyak makan tempat, tidak timbul panas dalam
proses, dan problem pengoperasiannya dapat ditekan.
Gambar 2.9 Diffusion/ Bubble Aerator
40
c. Mechanical Aerator (Aerator Mekanis)
Pada umumnya aerator mekanis mempergunakan impeller
sebagai peralatan utama. Impeller dipergunakan untuk mendorong air
agar terangkat ke atas permukaan, sehingga akan memperluas bidang
kontak antara udara dan air. Oksigen yang tertangkap terbawa masuk
dan terlarut di dalam air. Aerator mekanik menggunakan alat
pengaduk yang digerakkan motor. Ada beberapa tipe alat pengaduk,
yaitu paddle tenggelam, paddle permukaan, propeller, turbine, dan
aerator drafttube.
Klasifikasi aerator mekanik meliputi:
1) high-speed axial-flow pump
2) slow speed vertical turbine
3) submerged slow-speed vertical turbine
Gambar 2.10 Mechanical Aerator
d. Pressure Aerator (Aerator Bertekanan)
Ada dua tipe dasar aerator bertekanan. Tipe diagram terdiri dari
tangki tertutup yang secara kontinyu diberi udara di bawah tekanan.
Air yang akan dioalah disemprotkan ke dalam udara bertekanan tinggi,
membiarkan air yang diaerasi melalui dasar tangki bergerak menuju
pengolahan berikutnya. Tipe kedua dari aerator bertekanan adalah tipe
“Diagrammed”. Pada tipe ini selain menggunakan sebuah bejana
bertekanan, difusi di dalam saluran pipa aerasi khusus,
mendistribusikan gelembung-gelembung kecil udara ke dalam air yang
41
mengalir. Bila tekanan tinggi maka lebih banyak oksigen terlarut
dalam air sehingga proses oksidasi dapat berjalan dengan lebih cepat
dan lebih sempurna.
Gambar 2.11 Pressure Aerator
4) Filtrasi
a. Pengertian Filtrasi
Metode pengolahan air untuk mengurangi kandungan Besi dari
dalam air yang biasa digunakan mengikuti langkah-langkah dasar yaitu
oksidasi, sedimentasi, dan filtrasi. Filtrasi adalah proses penyaringan
partikel secara fisik, kimia dan biologi untuk memisahkan atau
menyaring partikel yang tidak terendapkan di sedimentasi melalui
media berpori. Kapasitas filter tergantung dari ketebalan filter, ukuran
butiran serta gradasi media filter, maupun kecepatan filtrasinya.
Selama proses filtrasi, zat-zat pengotor dalam media penyaring
akan menyebabkan terjadinyan penyumbatan pada pori-pori media
sehingga kehilangan tekan akan meningkat. Media yang sering
digunakan adalah pasir karena mudah diperoleh dan ekonomis. Selain
pasir, media penyaring lain yang dapat digunakan adalah karbon aktif,
athracite, coconut shell, dan lain-lain (Suprihatin,dkk, 2016).
b. Tujuan Filtrasi
Filtrasi bertujuan untuk menyempurnakan penurunan kadar
kontaminan seperti bakteri, warna, rasa, bau dan Fe sehingga diperoleh
air yang bersih memenuhi standar kualitas air minum (Joko, 2010).
42
c. Komponen Media Penyaringan Sederhana
1) Batu Zeolit
Zeolit termasuk dalam kelompok mineral yang terjadi dari
perubahan batuan gunung api termasuk batuan gunung api berbulir
halus yang berkomposisi riolitik atau banyak mengandung massa
gelas. Sifat-sifat fisik dari mineral ini adalah berbentuk kristal yang
indah dan menarik, namun agak lunak dengan warna yang
bermacam-macam yaitu warna hijau, kebiru-biruan, putih dan
coklat. Zeolit dapat berasal dari alam yaitu dari batuan gunung api
dan dapat berupa zeolit buatan yang terbuat dari gel aluminium,
natrium aluminat, natrium hidroksida. Zeolit ini dapat digunakan
sebagai bahan penyerap warna, penyerap amoniak, dll.
Bau zeolit adalah salah satu penukar ion alami yang banyak
tersedia. Kemampuan batu zeolit sebagai ion exhanger telah lama
diketahui dan digunakan sebagai penghilang polutan kimia. Batu
zeolit yang sudah diproses menjadi batu zeolit aktif atau manganis,
berfungsi menurunkan kadar besi dan mangan yang berlebihan
dalam air.
2) Pasir
Pasir merupakan media penyaring yang baik dan biasa
digunakan dalam peroses penjernihan air. Ini dikarenakan sifatnya
yang berupa butiran bebas yang porous, berdegradasi, dan
uniformity. Butiran pasir memiliki pori-pori dan celah yang mampu
menyerap dan menahan pertikel dalam air. Selain itu butiran pasir
juga mempnyai keuntungan dalam pengadaannya yang mudah dan
harganya yang relatif rendah.
Pasir berfungsi menyaring kotoran dan air, pemisah sisa-
sisa flok serta pemisah partikel besi yang terbentuk setelah kontak
dengan udara. Selama penyaringan koloid suspensi dalam air akan
ditahan dalam media porous tersebut sehingga kualitas air akan
meningkat.
43
3) Kerikil
Kerikil berfungsi sebagai media penyangga dalam proses
filtrasi, agar media pasir tidak terbawa aliran hasil penyaringan,
sehingga penyumbatan dapat dihindari. Diameter kerikil yang
digunakan biasanya antara 1 – 2,5 cm. Batuan kerikil mempunyai
bentuk yang tidak beraturan namun ukurannya dapat disamakan
melalui proses pengayakan analisa krikil. Di Indonesia pembagian
fradasi krikil sesuai dengan lubang ayakan yang terdiri dari 5 mm,
10 mm, 15 mm, 20 mm, 25 mm, 40 mm.
4) Arang
Arang aktif adalah bahan padat berpori yang terbentuk dari
hasil pembakaran bahan yang mengandung karbon. Unsur
utamanya terdiri atas karbon terikat, abu, nitrogen, air, dan sulfur.
Arang yang baik adalah arang yang memiliki kadar karbon tinggi
dan kadar abu rendah. Arang dalam penyaringan berfungsi untuk
penghilang bau.
5) Ijuk
Ijuk yang berasal dari sabut kelapa digunakan untuk
penyaringan sederhana ang berfungsi untuk penyaring kotoran-
kotoran halus dan media penahan pasir agar tidak lolos ke lapisan
bawahnya.
6) Batu Koral
Batu koral merupakan salah satu jenis bebatuan berbentuk
kerikil bulat,lonjong, oval bahkan memanjang dan kadang kurang
beraturan. Dalam penyaringan sederhana berfungsi sebagai
penyaring kotoran sehingga air menjdai terlihat lebih jernih dan
bersih (Syeham Assegaf, 2013).
d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Filtrasi
Dalam proses filtrasi terjadi reaksi kimia dan fisika, sehingga
banyak faktor–faktor yang saling berkaitan yang akan mempengaruhi
pula kualitas air hasil filtrasi, efisiensinya, dan sebagainya. Faktor–
44
faktor tersebut adalah debit filtrasi, kedalaman media, ukuran dan
material, konsentrasi kekeruhan, tinggi muka air, kehilangan tekanan,
dan temperatur (Tri Yuswantoro, 2012).
45
C. Kerangka Teori
Gambar 2.12 Kerangka Teori
Kimia Fisik Bakteriologis
Air
1. Bau
2. Rasa
3. Warna
Pengolahan air
Salah satunya dengan multiple tray aerator
Air
Angkasa
Air tanah Air permukaan
Menimbulkan
gangguan
Distribusi
1. Kesadahan
2. Zat organik
3. Nitrit
4. FeO3
FeO3
Tidak memenuhi
syarat baku mutu
Memenuhi
syarat baku mutu
46
D. Kerangka Konsep
Gambar 2.13 Kerangka Konsep
Diteliti
Tidak Diteliti
Pengolahan Dengan Metode
Aerasi Menggunakan
Multiple Tray Aerator
Pemeriksaan
Hasil Distribusi
Memenuhi
Syarat
Analisa
Tidak Memenuhi
Syarat
Positif (+)
Layak
Dikonsumsi
Tidak Layak
Dikonsumsi
Negatif (-)
Penurunan Fe
Tinggi
Al
Selesai
Air Minum
Fe
Kimia
Mn
Fisik Bakteriologis