BAB II KAJIAN TEORI A. Hasil Penelitian...
Transcript of BAB II KAJIAN TEORI A. Hasil Penelitian...
6
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Hasil Penelitian Terdahulu
1. (Dwi Sulistyoningsih, Budi Santosa, Didik Sumanto)
Penelitian dengan judul “Efektivitas Larutan Bawang Putih
Dalam Membunuh Larva Aedes aegypti”
Hasil penelitian ini diketahui bahwa pada konsentrasi larutan
bawang putih 1% didapat kematian larva sebesar 31% yaitu 7 ekor
larva masih hidup dan 3 ekor larva mati. Sedangkan pada konsentrasi
larutan bawang putih 5% memiliki persentase kematian larva
sebesar 84% dan persentase kematian larva 100% di peroleh pada
konsentrasi larutan bawang putih l0%, 25%,dan 50%.
Hasil penelitian ini didapat bahwa pada konsentrasi larutan bawang
putih 5%,10%,25% dan 50% secara efektif mampu membunuh larva
nyamuk dengan persentase jumlah kematian larva lebih dari 75%
sedangkan pada konsentrasi larutan bawang putih l% tidak efektif
dalam membunuh larva nyamuk karena persentase kematian larva
kurang dari 75%.
Hasil uji Kruskal-wallis dengan metode SPSS didapat hasil ρ value
sebesar 0,000 (< α 0,05). Artinya dapat diambil kesimpulan bahwa
ada beda rata-rata konsentrasi larutan bawang putih dalam membunuh
larva nyamuk Aedes aegypti secara efektif.
Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang adalah
pada variabel penelitian yaitu pada larva nyamuk. Pada penelitian
terdahulu menggunakan larva Aedes aegypti dengan konsentrasi 1%,
5%, 10%, 25% 50%, 75% dan 100% sedangkan pada penelitian
sekarang dengan menggunakan nyamuk Culex quinquefasciatus
dengan konsentrasi 15%, 20%, 25%, 30% dan 35%.
7
2. ( Simone P M Sumampouw, Victor D Pijoh, Greta J P Wahongan )
Penelitian dengan judul“ Pengaruh Larutan Bawang Putih (Allium
Sativum) Pada Larva Aedes sp Di Kecamatan Malalayang Kota
Manado”
Hasil penelitian ini diketahui bahwa pada konsentrasi larutan
bawang putih 1% didapat persentase kematian larva sebesar 20%,
pada konsentrasi larutan bawang putih 5% didapat perentase
kematian larva sebesar 47%, pada konsentrasi larutan bawang putih
10% didapat persentase kematian larva sebesar 82%, pada konsentrasi
larutan bawang putih 15% didapat persentase kematian larva sebesar
97%, sedangkan pada konsentrasi larutan bawang putih tertinggi yaitu
20% memiliki persentase kematian larva sebesar 100% . Dari hasil
tersebut dapat diketahui bahwa semakin besar konsentrasi larutan
bawang putih maka semakin tinggi pula kematian larva Aedes sp.
Hasil uji hipotesa Anova didapat hasil ρ value sebesar 0,000 (< α
0,05). Dapat diambil kesimpulan bahwa ada perbedaan signifikan
antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan. Sedangkan dari
hasil uji korelasi didapat angka probabilitas yaitu 0,000 kurang dari ρ
value 0,05 sehingga dapat disimpukan bahwa semakin besar
konsentrasi larutan bawang putih maka angka kemtian larva Aedes sp.
semakin tinggi.
Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang adalah
pada variabel penelitian yaitu pada larva nyamuk. Pada penelitian
terdahulu menggunakan larva Aedes aegypti dengan konsentrasi 1%,
5%, 10%, 15% 20%, sedangkan pada penelitian sekarang dengan
menggunakan nyamuk Culex quinquefasciatus dengan konsentrasi
15%, 20%, 25%, 30% dan 35%.
8
3. (Hildawaty Kiu, Sunarto Kadir, Dian Saraswati)
Penelitian dengan judul “ Ekstrak Bawang Merah dan Ekstrak
Bawang Putih Sebagai Pengusir Nyamuk Culex sp yang Ramah
Lingkungan”
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah rata – rata
kematian nyamuk Culex sp pada pengulangan ke 3 terbanyak pada
variasi waktu pengamatan 60 menit yaittu sebesar 96% dengan jumlah
kematian nyamuk sebesar 24 ekor dengan konsentrasi 20% pada
ekstrak bawang merah sedangkan, pada konsentrasi 20% ekstrak
bawang putih sebanyak 25 ekor nyamuk atau sebesar 98,4%. Jumlah
kematian nyamuk Culex sp pada pengulangan ke 3 yang terendah pada
waktu pengamatan 10 menit yaitu sebesar 68% dengan jumlah
kematian nyamuk sebanyak 17 ekor nyamuk dengan konsentrasi 10%
pada ekstrak bawang merah dan pada ekstrak bawang putih dengan
konsentrasi 10%, jumlah kematian nyamuk sebanyak 22 ekor nyamuk
atau sebesar 88%.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa uji normalitas data
yang diperoleh dari bawang putih dan bawang merah sama besar ρ
value (0,200) dan α (0,05) maka ρ value 0,200 > 0,05 Ho diterima.
Dengan demikian hasil uji normalitas data tersebut memiliki distribusi
yang normal.
Hasil peneltian ini menunjukkan bahwa diperoleh nilai ρ value
sebesar 0,078 pada ekstrak bawang merah dan sebesar 0,094 pada
ekstrak bawang putih dimana ρ value yang diperoleh > α (0,05) yang
berarti tidak ada kesamaan varian atau data tidak homogen.
Hasil uji Two Way Anova diperoleh nilai ρ value < 0,05 maka
Ho ditolak sehinggah Ada perbedaan yang signifikan antara ekstrak
bawang merah dan ekstrak bawang putih sebagai insektisida nabati
terhadap kematian nyamuk Culex sp.
Hasil uji LSD ekstrak bawang merah dan bawang putih dapat
disimpulkan bahwa seluruh konsentrasi bawang merah diperoleh nilai
9
ρ value < 0,05 artinya ada perbedaan bermakna antara kematian
nyamuk Culex sp dengan seluruh konsentrasi ekstrak bawang merah
dan bawang putih. Dari hasil uji LSD ini dapat dilihat bahwa terjadi
peningkatan mean difference yang berarti bahwa terjadi peningkatan
kematian nyamuk Culex sp. Konsentrasi yang paling efektif untuk
membunuh nyamuk Culex sp pada konsentrasi 20% ekstrak bawang
merah karena dapat membunuh nyamuk sebesar 96% sebanyak 24
ekor nyamuk pada waktu 60 menit dan konsentrasi 20% ekstrak
bawang putih karena dapat membunuh nyamuk sebesar 98,4%
sebanyak 25 ekor nyamuk pada waktu 60 menit.
Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang adalah
pada Konsentrasi variabel bebas. Pada penelitian terdahulu
menggunakan konsentrasi ekstrak bawang merah dan ekstrak bawang
putih masing – masing 10% 15% dan 20% sedangkan pada penelitian
sekarang dengan menggunakan ekstrak bawang putih dengan
konsentrasi 15%, 20%, 25%, 30%, dan 35%.
B. Teori Terkait Penelitian
1. Nyamuk Culex quinquefasciatus
Culex merupakan nyamuk yang memiliki peran sebagai vektor
penyakit yaitu kaki gajah (Filariasis), Japanese enchepalitis, dll.
Ukuran nyamuk dewasa adalah 4mm sampai 10mm atau 0,16 inci
sampai 0,4 inci. Nyamuk pada morfologinya dibagi menjadi tiga
bagian tubuh yaitu bagian kepala, dada dan perut. Di Indonesia, jenis
nyamuk Culex yang banyak ditemukan adalah nyamuk Culex
quinquefasciatus. (Agus, et al, 2010)
10
a. Klasifikasi dan morfologi
Gambar II.1 Bagian tubuh nyamuk Culex pipiens
Sumber : https://commons.wikimedia.org
Nyamuk Culex quinquefasciatus memiliki klasifikasi seperti
berikut :
Kingdom : Animalia,
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Ordo : Diptera
Family : Culicidae
Genus : Culex
Species : Culex quinquefasciatus
Nyamuk Culex dewasa tidak memiliki bercak putih pada
bagian thorax dan sayapnya. Palpus maxilaris pada nyamuk
betina lebih pendek dari probocis dan memiliki ujung abdomen
berbentuk tumpul (Sucipto, 2011). Sedangkan maxilaris nyamuk
Culex jantan memiliki panjang yang sama dengan probocis.
11
Toraks nyamuk Culex terdiri dari tiga bagian yaitu metatoraks,
mesotoraks dan protoraks. Bagian abdomen terdiri atas 8 segmen
dan tidak terdapat bercak putih pada setiap bagian segmennya.
Selain itu nyamuk Culex memiliki ciri khas yaitu posisi yang
sejajar dengan permukaan yang dihinggapi ketika beristirahat
maupun pada saat menusuk dengan posisi kaki belakang terangkat
sedikit (Setiawati, 2000).
Jenis kelamin nyamuk Culex quinquefasciatus dapat
dibedakan dengan mudah dari bentuk antenanya. Pada nyamuk
jantan memiliki antena yang berambut lebat (plumosa), sedangkan
pada nyamuk betina berambut jarang atau rambut – rambut pendek
(Novianto, 2007).
b. Bionomik nyamuk Culex quinquefasciatus.
1) Tempat beristirahat (Resting place)
Kesukaan beristirahat setiap nyamuk berbeda – beda, seperti
halnya nyamuk Culex yang memiliki tempat kesukaan
beristirahat di dalam rumah yaitu di gantungan baju, di balik
perabotan rumah tangga yang berwarna gelap, ditempat yang
lembab dan gelap. Nyamuk Culex disebut dengan nyamuk
rumahan karena kebiasaannya beristirahat di dalam rumah.
Nyamuk Culex akan beristirahat selama 2 hingga 3 hari
setelah menggigit atau menghisap darah manusia maupun
hewan.
2) Perilaku makan
Nyamuk Culex mencari makan dengan menggigit atau
menghisap darah binatang peliharaan, seperti sapi, kerbau,
kambing, dan unggas sehingga nyamuk Culex bersifat
zooanthropofilik. Nyamuk Culex juga bersifat anthropofilik
yang artinya menyukai darah manusia yang dihisap untuk
12
memenuhi kebutuhan makannya. Nyamuk Culex menggigit
hewan maupun manusia pada malam hari (Agus, et al, 2010).
3) Aktivitas menghisap darah
Nyamuk Culex merupakan salah satu hewan nocturnal yaitu
hewan yang hidup atau mencari makan pada malam hari.
Nyamuk Culex mencari makan dengan cara menghisap darah
hewan maupun manusia. Waktu yang digunakan untuk
menggigit yaitu setelah matahari terbenam hingga sebelum
matahari terbit. Puncak menggigit nyamuk Culex adalah pada
pukul 01.00 – 02.00 WIB (Agus, et al, 2010). Frekuensi
menghisap darah nyamuk Culex bergantung pada spesies dan
dipengaruhi oleh suhu serta kelembaban yang disebut dengan
siklus gonotrofik. Pada iklim tropis, siklus ini berlangsung
selama 48 – 96 jam (Novianto, 2007).
4) Tempat berkembang biak
Tempat berkembang biak nyamuk Culex dapat disembarang
tempat seperti di air kotor dan air bersih. Di air kotor Culex
biasanya berkembang biak di got terbuka, genangan air dan
kolam ikan. Sedangkan di air bersih biasanya nyamuk Culex
berkembangbiak di bak penampungan air (Agus, et al, 2010).
5) Umur
Umur nyamuk Culex yang berada di alam kurang lebih selama
10 hari. Waktu tersebut cukup digunakan untuk proses
berkembangbiaknya bibit penyakit di dalam tubuh nyamuk
Culex. Nyamuk Culex yang dipelihara di laboratorium dengan
suhu 28oC dan memiliki kelembaban 80% dapat bertahan
hidup hingga 2 bulan. Makanan tambahan berupa madu yang
dikenal sebagai pakan alami, dapat memperpanjang umur
nyamuk melebihi nyamuk yang hanya menghisap darah hewan
maupun darah manusia aja.
13
6) Populasi
Nyamuk jantan tidak pergi jauh dari tempat perindukan untuk
menunggu nyamuk betina melakukan kopulasi. Setelah
melakukan kopulasi, nyamuk betina menghisap darah mamalia
yang digunakan untuk pemasakan telur. Seekor nyamuk betina
yang berumur 3 – 4 hari, setelah menghisap darah dapat
bertelur sebanyak kurang lebih 200 butih setiap harinya
(Novianto, 2007).
7) Suhu
Suhu udara juga berpengaruh terhadap perkembangan virus
dalam tubuh nyamuk. Suhu yang tinggi dapat meningkakan
aktivitas nyamuk Culex dan akan lebih cepat berkembang yaitu
dari normalnya memerlukan waktu 10 hari untuk
perkembangan mulai dari telur hingga dewasa, menjadi 7 hari
pada suhu yang panas (Novianto, 2007). Namun nyamuk akan
membatasi populasinya pada kondisi suhu diatas 35oC. Suhu
yang optimal untuk pertumbuhan nyamuk Culex adalah 20oC
sampai 30oC.
8) Kelembaban Udara
Kelembaban udara merupakan jumlah uap air yang terkandung
di udara dan dinyatakan dalam persen (%). Kelembaban udara
yang mendukung pertumbuhan nyamuk Culex adalah 80%.
Nyamuk Culex menggunakan pipa udara (trachea) dengan
spiracle lubang pada dinding tubuh nyamuk) yang terbuka
lebar tanpa ada mekanisme peraturannya sebagai sistem
pernafasannya. Apabila dalam udara mengalami kekurangan
air yang besar maka daya penguapannya pun besar.
Kelembaban yang rendah dapat menyebabkan penguapan air
dalam tubuh nyamuk sehingga mengakibatkan keringnya
cairan tubuh pada nyamuk.
14
9) Pencahayaan
Pencahayaan merupakan besarnya intensitas cahaya yang
menuju ke permukaan unit luas. Pencahayaan sangat
berpengaruh terhadap suhu dan kelembaban. Semakin besar
intensitas cahaya yang terpancar ke permukaan maka semakin
tinggi pula suhu yang terdapat pada lingkungan. Dan semakin
besar intensitas cahaya yang terpancar ke permukaan maka
semakin rendah kelembaban pada suatu lingkungan (Agus, et
al, 2010).
c. Peran nyamuk Culex
Nyamuk Culex merupakan vektor penyakit atau serangga penular
penyakit. Penyakit yang ditularkan nyamuk Culex antara lain
radang otak, arbovirus encephalitis, dirofilaria, sleeping sickness
dan Filariasis.
d. Pengendalian
Secara garis besar ada empat cara pengendalian vektor
yaitu dengan cara biologis, kimiawi, radiasi dan mekanik atau
pengelolaan lingkungan.
Pengendalian vektor dengan cara kimiawi biasanya
menggunakan insektisida dari golongan organophosphor,
organochlorine, phyrethoid dan carbamate. Bahan – bahan
tersebut biasanya diaplikasikan dengan melakukan penyemprotan
pada rumah – rumah penduduk.
Pengendalian pada lingkungan menggunakan beberapa cara
antara lain dengan mencegah kontak dengan manusia seperti
pemasangan kawat kasa pada lubang ventilasi, pintu dan jendela.
Selain itu pengendalian nyamuk dapat dilakukan dengan
menguras tempat penampungan air, menutup rapat tempat
penampungan air, menimbun barang bekas ke dalam tanah,
menabur bubuk pembasmi jentik, dan memelihara ikan pemakan
15
jentik dan pemasangan kelambu serta pemberantasan terhadap
sarang nyamuk (Dinata, 2006).
2. Bawang Putih (Allium sativum)
a. Pengertian Bawang putih
Gambar II.2 Bawang putih (Allium sativum)
Sumber : crporate.kimiafarmaapotek.co.ido
Toksonomi bawang putih (Allium sativum) sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Klas : Monocotyledonae
Bangsa : Liliales
Famili : Liliaceae
Genus : Allium
Species : Allium sativum
Bawang putih adalah keturunan Allium longicurpis regel
atau biasa disebut bawang liar. Allium longicurpis regel tumbuh
didaerah asia tengah dengan iklim subtropis dan tersebar di laut
tengah. Persebaran bawang putih ke indonesia karena adanya
pelaut India dan China yang membawa bawang putih ke
16
Indonesia. Namun masuknya bawang putih ini pertama kali ke
indonesia tidak diketahui dengan pasti. Bawang putih tidak hanya
dikenal sebagai salah satu bumbu masak maupun penyedap tetapi
juga memiliki banyak kandungan berkhasiat yang dapat
digunakan sebagai obat alami maupun insektisida nabati.
(Wibowo,2009 dalam Rahmi,2014).
b. Kandungan
Unsur – unsur senyawa kimia yang terkandung dalam
bawang putih (Allium sativum) seperti minyak atsiri, allicin,
saponin dan flavanoid yang bermanfaat untuk mengusir nyamuk.
Bawang putih juga mengandung garlic oil yang dapat digunakan
sebagai larvasida nabati.
Bawang putih (Allium sativum) mengandung minyak atsiri
yang sangat mudah menguap di udara bebas. Minyak atsiri pada
bawang putih diduga mempunyai kemampuan sebagai
antibakteri dan antiseptik (Syamsiayah, 2003). Komponen kimia
yang terdapat dalam minyak atsiri umbi bawang putih (Allium
sativum) salah satunya yaitu β-citronellol sebanyak 6,96% (Amin,
et al, 2014). Bawang putih (Allium sativum) mengandung 0,2%
minyak atsiri yang berwarna kuning kecoklatan, dengan
komposisi utamanya adalah turunan asam amino yang
mengandung sulfur (Allin 0,2% – 1 %) (Rahmi 2014). Citronellol
yang terkandung dalam minyak atsiri berfungsi untuk menyerang
serangga dengan cara kontak lansung, racun lambung, dan racun
pernafasan (Hidayati, 2015).
Allin merupakan ikatan asam amino yang terdapat pada
umbi bawang putih (Allium sativum). Allin dan enzim alinase
tidak aktif pada kondisi normal, namun apabila terjadi
perombakan pada struktur kedua zat tersebut akan menghasilkan
alicin. Alicin ini memiliki sifat yang tidak stabil dan sangat reaktif
17
sehingga menyebabkan alicin mengalami perubahan menjadi
senyawa dialil sulfida yang dapat digunakan sebagai pestisida
alami (Rusdy, 2010).
Allicin merupakan senyawa yang dapat menyebabkan bau
khas pada bawang putih (Allium sativum). Kandungan allicin
bekerja dengan cara mengganggu sintesis membran sel parasit
sehingga tidak dapat berkembang lebih lanjut (Muammar H.B,
2013 dalam Rahmi,2014). Dengan adanya hal tersebut maka
terjadi kerusakan pada membran sel yang kemudian
menyebabkan kematian (Rusdy, 2010).
Garlic oil atau minyak bawang putih (Allium sativum) telah
digunakan sebagai pembasmi nyamuk pada tempat perindukannya
diberbagai negara (Sulistyoningsih, et al, 2008). Larva akan
mengalami kesulitan dalam mengabil udara dipermukaan air
karena adanya perubahan tegangan air akibat dari minyak bawang
putih (Allium sativum) sehingga dapat menyebabkan kematian
pada larva (Sumampouw, et al, 2014).
Flavonoid adalah salah satu kandungan yang tedapat dalam
umbi bawang putih (Allium sativum) yang dapat berperan dalam
kematian nyamuk maupun larva sebagai alat pernafasan dengan
mengganggu metabolisme energi yang terdapat pada mitokondria
dengan cara menghambat sistem pengangkutan elektron yang
dapat menghalangi produksi ATP sehingga terjadi penurunan
penggunaan oksigen oleh mitokondria (Sumampouw, et al, 2014).
Saponin adalah glikosa yang terdapat didalam tanaman
yang bersifat menyerupai sabun dan dapat terlarut dalam air.
Saponin bekerja dengan menurunkan aktivitas enzin pencernaan
dan penyerapan makanan. Pengaruh saponin ini dapat dilihat pada
gangguan fisik yang dialami serangga yakni mencuci lapisan lilin
yang melindungi tubuh serangga dan kehilangan banyak cairan
tubuh sehingga menyebabkan kematian pada serangga. Saponin
18
dapat masuk melalui organ pernafasan dan mengakibatkan
terganggunya proses metabolisme (Novizan, 2002).
c. Manfaat
Bawang putih (Allium sativum) memiliki banyak manfaat
bagi manusia. Kandungan yang terdapat dalam bawang putih
(Allium sativum)berkhasiat untuk mengobati berbagai jenis
penyakit sehingga bawang putih sering digunakan sebagai obat
alami. Bagi manusia mengkonsumsi bawang putih (Allium
sativum) secara rutin dapat membantu menyebuhkan penyakit
antara lain darah tinggi, meringankan tukak lambung,
menurunkan kolesterol, melumpuhkan radikal bebas yang dapat
merusak sistem kekebalan tubuh manusia, menjaga stamina,
menambah nafsu makan, meningkatkan insulin darah, mencegah
terjadinya penyakit jantung dan sebagai penawar racun (Wibowo,
2009 dalam Rahmi,2014).
Selain itu bawang putih berkhasiat sebagai obat untuk
mengobati sengatan atau gigitan serangga dan mampu mengusir
serangga serta bawang putih (Allium sativum) juga dapat
digunakan sebagai bahan insektisida nabati maupun larvasida
nabati terhadap nyamuk (Roser, 2008 dalam Rahmi,2014).
3. Insektisida nabati Sebagai Pestisida Pengendali Nyamuk
Insektisida nabati merupakan insektisida yang berasal dari
tumbuhan. Insektisida nabati relatif mudah dibuat dengan
kemampuan dan pengetahuan yang terbatas maka jenis pestisida ini
bersifat mudah terurai (biodegradable) di alam sehingga tidak
mencemari lingkungan dan aman bagi manusia maupun hewan
ternak karena residunya mudah hilang.
19
a. Cara kerja insektisida masuk ke dalam tubuh nyamuk antara
lain :
1) Racun Kontak (contact posion)
Racun kontak meupakan insektisida yang bekerja dengan
cara masuk kedalam tubuh nyamuk melaui kulit, celah
atau lubang alami pada tubuh serangga (trachea), atau
langsung masuk mengenai mulut nyamuk. Sehingga
apabila bersinggungan langsung dengan insektisida
tersebut, nyamuk akan mati. Kebanyakan racun kontak
dapat berperan sebagai racun perut.
2) Racun Perut (stomatch poison)
Racun perut merupakan insektisisda yang dapat
membunuh serangga dengan cara masuk ke perncernaan
melalui makanannya. Insektisida masuk ke organ
pencernaan serangga dan diserap oleh dinding usus
kemudian ditranslokasikan ke tempat sasaran yang
mematikan sesuai dengan jenis bahan aktif insektisida.
Oleh karena itu, serangga harus dipastikan memakan
tanaman yang sudah disemprot insektisida yang
mengandung residu yang cukup untuk membunuuh
serangga tersebut.
3) Racun Pernafasan (fumigans)
Racun pernafasan merupakan insektisida yang masuk
melalui sistem pernafasan serangga (trachea) dalam
bentuk partikel mikro yang melayang di udara. Apabila
serangga menghirup partikel mikro insektisida dalam
jumlah yang cukup dapat menyebabkan kematian pada
serangga tersebut. Racun pernafasan kebanyakan berupa
asap, gas, maupun uap dari insektisida cair (Georghiou
dan Mellon, 1983).
20
b. Cara Insektisida membunuh sasaran
1) Fisis
Insektisida memblokade proses metabolisme, bukan
reaksi biokemis melainkan secara mekanis misalnya
dengan menutup saluran pernafasan, penyerapan air dari
dalam tubuh serangga sehingga seranggaakan kehilangan
kandungan air dan akan mati.
2) Merusak Enzim
Beberapa logam berat akan merubah sistem kehidupan
serangga dan merusak enzimnya seperti logam cadmium
dan timah hitam.
3) Merusak Syaraf
Jenis yang merusak syaraf adalah methyl bromide,
ethylene dibromide, hydrogen cyanida. Insektisida
merusak syaraf dengan cara kerja fisis (Sudarmo, 1991).
c. Aktifitas Biologi Pestisida Nabati
1) Menghambat atau Penolakan Makan
Senyawa yang bersifat antifeedant merupakan senyawa
yang dapat mengakibatkan berhentinya aktivitas makan
secara sementara atau permanen tergantung pada potensi
senyawa tersebut. Sifat antifeedant yaitu memberikan
rasa ketidaksukaan pada serangga.
2) Penolakan Penularan
Senyawa sekunder tanaman berperan penting dalam
memandu serangga dalam proses penemuan inang untuk
peletakan telur. Pada tumbuhan tertentu serangga akan
menolak karena serangga tidak menemukan senyawa
kimia yang sesuai. Pada umumnya tumbuhan yang tidak
dijadikan inang mengandung senyawa penolak, bahkan
21
serangga akan menolak tumbuhan inangnya karena
kehadiran senyawa lain.
3) Penghambat Pertumbuhan atau Perkembangan
Pertumbuhan dan perkembangan pada serangga dapat
dipengaruhi oleh kualitas makanan yang dikonsumsinya.
Serangga yang pada makanannya terdapat senyawa
kimia tertentu yang dapat mengakibatkan terhambatnya
pertumbuhan dan perkembanganbiakannya.
4) Efek Kematian
Ekstrak tumbuhan yang dapat menyebabkan kematian
adalah salah satu dari perkembangan pestisida nabati.
Salain manfaat dan keuntungannya yang diperoleh dari
pestisida nabati terdapat kelemahan dari penggunaan
pestisida nabati tersebut terutama dari segi frekuensi
penggunaan, karena bersifat mudah terurai sehingga
frekuensi penggunaan pestisida nabati harus lebih tinggi.
Pestisida nabati memiliki bahan akif yang kompleks dan
tidak semua bahan aktif dapat dideteksi (Pratiwi, 2013).
d. Kelebihan Insektisida Nabati
Di Indonesia penggunaan insektisida nabati lebih populer
dibidang pertanian daripada penggunaan di rumah tangga.
Padahal didalam rumah terdapat berbagai binatang yang
mengganggu kenyamanan dan kesehatan manusia yang
perlu dikendalikan. Penggunaan insektisida nabati di rumah
tangga memiliki keunggulan antara lain :
1) Residu insektisida nabati tidak ada atau hanya sedikit
yang tertinggal pada komponen lingkungan dan bahan
makanan sehingga dianggap lebih aman dan ramah
lingkungan dibanding dengan insektisida sintetis.
22
2) Insektisida nabati mengandung zat pestisidik yang lebih
cepat terurai di alam sehingga tidak menimbulkan
resistensi pada hewan sasaran.
3) Dapat dibuat sendiri dengan cara yang mudah.
4) Bahan yang digunakan untuk membuat insektisida
nabati dapat ditemukan disekitar rumah
5) Secara ekonomi, dapat mengurangi biaya pembelian
insektisida sintetis (Naria, 2005).
e. Kelemahan Insektisida Nabati
Pemakaian insektisida Nabati memiliki beberapa
kelemahan, antara lain :
1) Frekuensi penggunaan insektisida nabati lebih besar
dibandingkan dengan frekuensi penggunaan insektisida
sintetis. Hal tersebut dikarenakan sifat dari insektisida
nabati yang mudah terurai sehingga harus lebih sering
diaplikasikan.
2) Insektisida nabati mempunyai bahan aktif yang
kompleks dan tidak semua bahan aktifnya dapat
dideteksi.
3) Bahan aktif yang terkandung pada tanaman insektisida
nabati yang sama dapat sangat bervariasi karena
dipengaruhi oleh perbedaan jenis tanah, tempat yang
berbeda, perbedaan umur tanaman, perbedaan iklim,
dan perbedaan waktu panen (Naria, 2005).
23
C. Kerangka Konsep
Gambar II.3 Kerangka Konsep
Keterangan :
: Bukan variabel utama peneliti
: Variabel utama peneliti
Variasi Konsentrasi
Ekstrak bawang
putih (Kadungan
saponin, flavonoid,
dan minyak atsiri :
25/100ml
50/100ml
75/100ml
100/100ml
Jumlah Kematian
Nyamuk Culex
quinquefasciatus
Umur nyamuk
Suhu
kelembaban
Pencahayaan
Lama Pemaparan
(Uji Hayati)
Menyerang saluran
pernafasan nyamuk
Culex
quinquefasciatus
24
25
26