BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/41635/3/BAB 2.pdf · Wildavsky...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/41635/3/BAB 2.pdf · Wildavsky...
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
1. Saputra (2016) dengan judul “Efektivitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa
Pada Desa Lembean Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli Tahun
2009-2014”. Variable yang digunakan adalah target dan realisasi dari
pengelolaan alokasi dana desa. Alat analisis data menggunakan rasio
efektivitas. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa berdasarkan kreteria
rasio efektivitas, pengelolaan alokasi dana desa pada desa lembean dari
tahun 2009-2014 berada pada kategori efektif, karena tingkat
efektivitasnya berada pada angka 90-100%. Hal ini sesuai dengan kreteia
rasio efektivitas..
2. Yunianti (2015) dengan judul “Analisis Efrsiensi dan Efektivitas
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes)”. Variabel yang
digunakan adalah Total Realisasi Belanja Daerah, Total Realisasi dan
Pendapatan Daerah untuk mengukur tingkat efisiensi sedangkan untuk
mengukur tingkat efektivtas menggunakan Target PAD dan Realisasi
PAD. Alat analisisnya menggunakan rasio efisiensi dan efektivitas.
Berdasarkan hasil analisis data terhadap efisiensi dan efektivitas APBDesa
Desa Argodadi tahun anggaran 2010 - 2013, dapat disimpulkan bahwa
efisiensi kinerja keuangan tahun 2010 - 2012 memiliki kecenderungan
tidak efisien, sedang pada tahun 2013 pada kriteria kurang efisien. Dan
8
secara keseluruhan kinerja keuangan tidak efisien dengan rata-rata tingkat
efisiensi diatas 100% yaitu sebesar 103,12%. Efektivitas kinerja keuangan
tahun 2010 -2013 memiliki kecenderungan sangat efektif yaitu dengan
rata-rata tingkat efektivitas sebesar 123,75
3. Siregar, Syam (2017), dengan judul “Analisis Efektivtas dan Efisiensi
Pengelolaan Keuangan Desa (Studi Pada Desa Di Kabupaten Deli
Serdang)”. Menggunakan variable realisasi anggaran belanja dan target
anggaran belanja untuk efektivitas, sedangkan untuk efisiensi
menggunakan variable realisasi anggaran belanja langsung dan aggaran
belanja. Alat analisis menggunakan rasio efektivitas dan rasio efisiensi.
Hasil penelitian menyatakan bahwa keuangan berdasarkan penggunaan
Alokasi Dana Desa tahun 2016 terlihat bahwa terjadi perbedaan tingkat
rasio efektivitas, hampir seluruh desa yang dijadikan sampel penelitian
memiliki tingkat rasio 100% atau efektif, sedangkan untuk hasil analisis
efisiensi sangat beragam dimana rata-rata tingkat efisiensi diatas 60% atau
dapat dikatakan efisien.
Relevensi / Hubungan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya
adalah :
a. Persamaan
Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sama-sama
menggunakan rumus Efektivitas yaitu
.
Persamaan selanjutnya adalah hasil penelitiannya, hasil penelitian ini
dengan penelitian terdahul hasilnya menyatakan Efektif
9
b. Perbedaan
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yang pertama
adalah variable penelitiannya, dalam penelitian ini Realisasinya
menggunaka penggunaan Dana Desa untuk infrastruktur Desa yang ada
pada Laporan Realisasi APBDes sedangkan untuk Targetnya menggunakan
penggunaan Dana Desa untuk infrastruktur Desa pada RKPDesa atau
Rencana Kerja Pemerintah Desa. Perbedaan kedua adalah lokasi penelitian,
penelitian ini berada di Desa Bejagung Kecamatan Semanding Kabupaten
Tuban Jawa Timur.
B. Tinjauan Pustaka
1. Efektivitas
Efektivitas adalah suatu keadaan yang menunjukkan sejauh mana
rencana dapat tercapai. Semakin banyak rencana yang dapat dicapai,
semakin efektif pula kegiatan tersebut, sehingga kata efektivitas dapat juga
diartikan sebagai tingkat keberhasilan yang dapat dicapai dari suatu cara
atau usaha tertentu sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
Menurut Sondang dalam Othenk (2008: 4), efektivitas adalah
pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu
yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah
barang atas jasa kegiatan yang dijalankannya. Efektivitas menunjukkan
keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Jika
hasil kegiatan semakin mendekati sasaran, berarti makin tinggi
efektivitasnya. Sejalan dengan pendapat tersebut, Abdurahmat (2008: 7),
10
efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam
jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk
menghasilkan sejumlah pekerjaan tepat pada waktunya. Dapat
disimpulkan bahwa efektivitas berkaitan dengan terlaksananya semua
tugas pokok, tercapainya tujuan, ketepatan waktu, dan partisipasi aktif dari
anggota serta merupakan keterkaitan antara tujuan dan hasil yang
dinyatakan, dan menunjukan derajat kesesuaian antara tujuan yang
dinyatakan dengan hasil yang dicapai.
a. Target (Perencanaan)
Target menurut Kamus Bahasa Indonesia yang dikeluarkan oleh
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2008 “Target
adalah sasaran (batas ketentuan dsb) yang telah ditetapkan untuk
dicapai”. Dari penjelasan kamus tersebut, kita bisa menjabarkan bahwa
yang dimaksud dengan target adalah sasaran yang telah ditetapkan
untuk dicapai dengan suatu perencanaan. Menurut Riyadi dan
Bratakusumah Perencanaan pembangunan dapat diartikan sebagai :
Suatu proses perumusan alternatif-alternatif atau keputusan-keputusan
yang didasarkan pada data-data dan fakta-fakta yang akan digunakan
sebagai bahan untuk melaksanakan suatu rangkaian kegiatan/aktivitas
kemasyarakatan, baik yang bersifat fisik (material) maupun nonfisik
(mental dan spiritual) dalam rangka mencapai tujuan yang lebih baik.
Sedangkan menurut Mohammad Hatta, Tujuan perencanaan adalah
11
mengadakan suatu perekonomian nasional yang diatur serta yang
direncanakan tujuannya dan jalannya.
b. Realisasi (Pelaksanaan)
Pengertian realisasi anggaran adalah seluruh kegiatan
pelaksanaan anggaran yang juga meliputi kegiatan analisis serta
evaluasi pelaksanaan budget. Tujuan realisasi anggaran ini adalah untuk
memberikan feedback atau follow up agar di periode berikutnya bisa
berjalan lebih baik. ( Munandar, 2012)
Pelaksanaan adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah
rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci. Secara
sederhana pelaksanaan bisa diartikan sebagai penerapan. Majone dan
Wildavsky mengemukakan pelaksanaan sebagai evaluasi. Browne dan
Wildavsky mengemukakan bahwa Pelaksanaan adalah perluasan
aktivitas yang saling menyesuaikan. Pengertian-pengertian di atas
memperlihatkan bahwa kata pelaksanaan bermuara pada aktivitas,
adanya aksi, tindakan, atau mekanisme suatu sistem. Ungkapan
mekanisme mengandung arti bahwa pelaksanaan bukan sekedar
aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara
sungguh-sungguh berdasarkan norma tertentu untuk mencapai tujuan
kegiatan.
Pelaksanaan merupakan aktifitas atau usaha-usaha yang
dilaksanakan untuk melaksanakan semua rencana dan kebijakan yang
telah dirimuskan dan ditetapkan dengan dilengkapi segala kebutuhan,
12
alat-alat yang diperlukan, siapa yang melaksanakan, dimana tempat
pelaksanaannya mulai dan bagaimana cara yang harus dilaksanakan,
suatu proses rangkaian kegiatan tindak lanjut setelah program atau
kebijaksanaan ditetapkan yang terdiri atas pengambilan keputusan,
langkah yang strategis maupun operasional atau kebijaksanaan
menjadi kenyataan guna mencapai sasaran dari program yang
ditetapkan semula. Dari pengertian yang dikemukakan di atas dapat
ditarik suatu kesimpulan bahwa pada dasarnya pelaksanaan suatu
program yang telah ditetapkan oleh pemerintah harus sejalan dengan
kondisi yang ada, baik itu di lapangan maupun di luar lapangan. Yang
mana dalam kegiatannya melibatkan beberapa unsur disertai dengan
usaha-usaha dan didukung oleh alat-alat penujang. Faktor-faktor yang
dapat menunjang program pelaksanaan adalah sebagai berikut:
1) Komunikasi, merupakan suatu program yang dapat dilaksanakan
dengan baik apabila jelas bagi para pelaksana. Hal ini menyangkut
proses penyampaian informasi, kejelasan informasi dan konsistensi
informasi yang disampaikan.
2) Resouces (sumber daya), dalam hal ini meliputi empat komponen
yaitu terpenuhinya jumlah staf dan kualitas mutu, informasi yang
diperlukan guna pengambilan keputusan atau kewenangan yang
cukup guna melaksanakan tugas sebagai tanggung jawab dan
fasilitas yang dibutuhkan dalam pelaksanaan.
13
3) Disposisi, sikap dan komitmen dari pada pelaksanaan terhadap
program khususnya dari mereka yang menjadi implementasi
program khususnya dari mereka yang menjadi implementer
program;
4) Struktur Birokrasi, yaitu SOP (Standar Operating Procedures), yang
mengatur tata aliran dalam pelaksanaan program. Jika hal ini tidak
sulit dalam mencapai hasil yang memuaskan, karena penyelesaian
khusus tanpa pola yang baku.
Keempat faktor di atas, dipandang mempengaruhi keberhasilan
suatu proses implementasi, namun juga adanya keterkaitan dan saling
mempengaruhi antara suatu faktor yang satu dan faktor yang lain.
Selain itu dalam proses implementasi sekurang-kurangnya terdapat tiga
unsur penting dan mutlak yaitu :
a. Adanya program (kebijaksanaan) yang dilaksanakan;
b. Kelompok masyarakat yang menjadi sasaran dan manfaat dari
program perubahan dan peningkatan;
c. Unsur pelaksanaan baik organisasi maupun perorangan yang
bertanggung jawab dalam pengelolaan pelaksana dan pengawasan
dari proses implementasi tersebut.
Dari pendapat di atas dapatlah dikatakan bahwa pelaksana suatu
program senantiasa melibatkan ketiga unsur tersebut.
14
2. Ukuran Efektivitas
Tingkat efektivitas dapat dilihat dan dinilai dari hasil yang telah
dicapai. Apabila output atau hasil yang dicapai sesuai atau mencapai target
sasaran yang telah ditentukan sebelumnya, maka hal itu dapat dikatakan
efektif. Namun sebaliknya dapat dikatakan tidak efektif apabila hasil yang
didapat tidak sesuai dengan target sasaran yang telah ditentukan. Untuk itu
diperlukan suatu indikator atau ukuran untuk melihat tingkat efektivitas.
Ukuran efektivitas bermacam-macam, antara lain :
Menurut pendapat David Krech, Richard S. Cruthfied dan Egerton L.
Ballachey dalam Danim (2012 : 119 – 120) menyebutkan indikator
efektivitas sebagai berikut :
a. Jumlah hasil yang dapat dikeluarkan
Hasil tersebut berupa kuantitas atau bentuk fisik dari organisasi,
program atau kegiatan. Hasil dimaksud dapat dilihat dari perbandingan
(ratio) antara masukan (input) dengan keluaran (output), usaha dengan
hasil, persentase pencapaian program kerja dan sebagainya.
b. Tingkat kepuasan yang diperoleh
Ukuran dalam efektivitas ini dapat kuantitatif (berdasarkan pada jumlah
atau banyaknya) dan dapat kualitatif (berdasarkan pada mutu).
c. Produk kreatif
Penciptaan hubungan kondisi yang kondusif dengan dunia kerja, yang
nantinya dapat menumbuhkan kreatifitas dan kemampuan.
15
d. Intensitas yang akan dicapai
Memiliki ketaatan yang tinggi dalam suatu tingkatan intens sesuatu,
dimana adanya rasa saling memiliki dengan kadar yang tinggi.
Pendapat di atas dijelaskan bahwa ukuran efektivitas harus dilihat dari
perbandingan antara masukan dan keluaran, tingkat kepuasan yang
diperoleh, Penciptaan hubungan kerja yang kondusif serta adanya rasa
saling memiliki yang tinggi. Rasa memiliki yang tinggi tersebut bukan
berarti berlebihan.
Makmur (2011:7-9) mengungkapkan indikator efektivitas dilihat
dari beberapa segi kriteria efektivitas, sebagai berikut :
a. Ketepatan waktu
Waktu adalah sesuatu yang dapat menentukan keberhasilan sesuatu
kegiatan yang dilakukan dalam sebuah organisasi tapi juga dapat
berakibat terhadap kegagalan suatu aktivitas organisasi. Penggunaan
waktu yang tepat akan menciptakan efektivitas pencapaian tujuan yang
telah ditetapkan sebelumnya.
b. Ketepatan perhitungan biaya
Berkaitan dengan ketepatan dalam pemanfaatan biaya, dalam arti tidak
mengalami kekurangan juga sebaliknya tidak mengalami kelebihan
pembiayaan sampai suatu kegiatan dapat dilaksanakan dan diselesaikan
dengan baik. Ketepatan dalam menetapkan satuan – satuan biaya
merupakan bagian daripada efektivitas.
16
c. Ketepatan dalam pengukuran
Dengan ketepatan ukuran sebagaimana yang telah ditetapkan
sebelumnya sebenarnya merupakan gambaran daripada efektivitas
kegiatan yang menjadi tanggung jawab dalam sebuah organisasi.
d. Ketepatan dalam menentukan pilihan.
Menentukan pilihan bukanlah suatu persoalan yang gampang dan juga
bukan hanya tebakan tetapi melalui suatu proses, sehingga dapat
menemukan yang terbaik diantara yang baik atau yang terjujur diantara
yang jujur atau kedua-duanya yang terbaik dan terjujur diantara yang
baik dan jujur.
e. Ketepatan berpikir
Ketepatan berfikir akan melahirkan keefektifan sehingga kesuksesan
yang senantiasa diharapkan itu dalam melakukan suatu bentuk
kerjasama dapat memberikan hasil yang maksimal.
f. Ketepatan dalam melakukan perintah.
Keberhasilan aktivitas suatu organisasi sangat banyak dipengaruhi oleh
kemampuan seorang pemimpin, salah satunya kemampuan memberikan
perintah yang jelasa dan mudah dipahami oleh bawahan. Jika perintah
yang diberikan tidak dapat dimengeri dan dipahami maka akan
mengalami kegagalan yang akan merugikan organisasi.
g. Ketepatan dalam menentukan tujuan
Ketepatan dalam menentukan tujuan merupakan aktivitas organisasi
untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Tujuan
17
yang ditetapkan secara tepat akan sangat menunjang efektivitas
pelaksanaan kegiatan terutama yang berorientasi kepada jangka
panjang.
h. Ketepatan ketepatan sasaran
Penentuan sasaran yang tepat baik yang ditetapkan secara individu
maupun secara organisasi sangat menentukan keberhasilan aktivitas
organisasi. Demikian pula sebaliknya, jika sasaran yang ditetapkan itu
kurang tepat, maka akan menghambat pelaksanaan berbagai kegiatan
itu sendiri.
Berdasarkan uraian indikator efektivitas oleh Makmur di atas
intinya dapat dilihat bahwa efektivitas merupakan suatu pengukuran dalam
tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dengan
menggunakan ukuran-ukuran ketepatan efektivitas dimana suatu target
atau sasaran dapat tercapai sesuai dengan apa yang telah direncanakan.
Sedangkan Richard M. Steers dalam Tangkilisan (2005) menggungkapkan
ada 3 indikator dalam efektivitas. Ia mengatakan indikator efektivitas
sebagai berikut :
a. Pencapaian tujuan
Pencapaian tujuan adalah keseluruhan upaya pencapaian tujuan harus
dipandang sebagai suatu proses. Oleh karena itu, agar pencapaian
tujuan akhir semakin terjamin, diperlukan pentahapan, baik dalam arti
pentahapan pencapaian bagian-bagiannya maupun pentahapan dalam
18
arti periodisasinya. Pencapaian tujuan terdiri dari 2 sub indikator, yaitu
: kurun waktu dan sasaran yang merupakan target kongkret.
b. Integrasi
Integrasi yaitu pengukuran terhadap tingkat kemampuan suatu
organisasi untuk mengadakan sosialisasi atau komunikasi dan
pengembangan konsensus. Integrasi menyangkut proses sosialisasi.
c. Adaptasi
Adaptasi adalah kemampuan organisasi untuk menyesuaikan diri
dengan lingkungannya. Berkaitan dengan kesesuaian pelaksanaan
program dengan keadaan di lapangan.
3. Pemerintahan Desa
Menurut Zakaria dalam Wahjudin Sumpeno (2011, h.3)
menyatakan bahwa desa adalah sekumpulan manusia yang hidup bersama
atau suatu wilayah, yang memiliki suatu organisasi pemerintahan dengan
serangkaian peraturan-peraturan yang ditetapkan sendiri, serta berada di
bawah pimpinan desa yang dipilih dan ditetapkan sendiri. Sedangkan
pemerintahan desa berdasarkan Undang-Undang Nomor 72 Tahun 2005
tentang Desa, Pasal 6 menyebutkan bahwa Pemerintah Desa adalah
penyelenggaraan urusan pemerintah oleh Pemerintah Desa dan Badan
Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang
diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
19
Pemerintah Desa berdasarkan Undang-undang No. 6 Tahun 2014
adalah kepala desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat
desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. Sesuai dengan
penjelasan dalam UU No. 6 Tahun 2014, kepala desa atau desa adat atau
yang disebut dengan nama lain merupakan kepala pemerintahan desa atau
desa adat yang memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa. Kepala
desa mempunyai peran penting dalam kedudukannya sebagai pemimpin
kepanjangan tangan Negara yang dekat dengan masyarakat dan pemimpin
masyarakat. Dikatakan dalam UU No. 6 Tahun 2014 bahwa perangkat
desa yang terdiri atas sekretaris desa, pelaksana kewilayahan, dan
pelaksana teknis bertugas membantu kepala desa dalam melaksanakan
tugas dan kewenangannya. Perangkat desa tersebut diangkat oleh kepala
desa setelah dikonsultasikan dengan camat atas nama bupati/walikota.
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, perangkat desa
bertanggung jawab kepada kepala desa. PP No. 43 Tahun 2014
mempertegas pernyataan tersebut dengan menjelaskan bahwa sekretariat
desa dipimpin dan dibantu oleh unsur staf sekretariat yang bertugas
membantu kepala desa dalam bidang administrasi pemerintahan.
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa
yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 168,
Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5558),
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun
20
2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintal Nomor 60 Tahun 2014
tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2015
Nomor 88, Tambahan Iembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5694).
Desa memiliki wewenang sesuai yang tertuang dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yakni:
1. Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan
hak asal-usul desa.
2. Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa, yakni
urusan pemerintahan urusan pemerintahan yang secara langsung dapat
meningkatkan pelayanan masyarakat.
3. Tugas pembantuan dari pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan
Pemerintah Kabupaten/Kota.
4. Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan
diserahkan kepada desa.
Desa juga memiliki hak dan kewajiban yang tertuang dalam
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yakni, Desa berhak:
1. Mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat berdasarkan hak asal-
usul, adat-istiadat, dan nilai sosial budaya masyarakat desa.
2. Menetapkan dan mengelola kelembagaan desa.
3. Mendapatkan sumber pendapatan.
21
Desa berkewajiban :
1. Melindungi dan menjaga persatuan, keatuan serta kerukunan
masyarakat desa dalam rangka kerukunan nasional dan keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat desa.
3. Mengembangkan kehidupan demokrasi.
4. Mengembangkan pemberdayaan masyarakat desa, dan
5. Memberikan dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat desa.
Tujuan pembentukan desa adalah untuk meningkatkan kemampuan
penyelenggaraan Pemerintahan secara berdaya guna dan berhasil guna dan
peningkatan pelayanan terhadap masyarakat sesuai dengan tingkat
perkembangan dan kemajuan pembangunan. Dalam menciptakan
pembangunan hingga ditingkat akar rumput, maka terdapat beberapa
syarat yang harus dipenuhi untuk pembentukan desa yakni: pertama, faktor
penduduk, minimal 2500 jiwa atau 500 kepala keluarga, kedua, faktor luas
yang terjangkau dalam pelayanan dan pembinaan masyarakat, ketiga,
faktor letak yang memiliki jaringan perhubungan atau komunikasi antar
dusun, keempat, faktor sarana prasarana, tersedianya sarana perhubungan,
pemasaran, sosial, produksi, dan sarana pemerintahan desa, kelima, faktor
sosial budaya, adanya kerukunan hidup beragama dan kehidupan
bermasyarakat dalam hubungan adat istiadat, keenam, faktor kehidupan
masyarakat, yaitu tempat untuk keperluan mata pencaharian masyarakat.
22
4. Dana Desa
Dana Desa (DD) merupakan dana yang bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi Desa yang
ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
kabupaten/kota, dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun
2014 pasal 19 ayat 2 Dana Desa digunakan untuk mendanai
penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinanaan
kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Dana Desa sebagaimana
yang dimaksud diprioritaskan untuk pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat desa. Tujuan diberikannya Dana Desa adalah meningkatkan
kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup masyarakat desa serta
penanggulangan kemiskinan desa melalui peningkatan pelayanan publik di
desa, memajukan perekonomian desa, mengatasi kesenjangan
pembangunan antar desa serta memperkuat masyarakat desa sebagai
subyek dari pembangunan. Undang-Undang Desa mengamanatkan
anggaran Dana Desa yang bersumber dari APBN dihitung berdasarkan
jumlah desa dan dialokasikan dengan memperhatikan jumlah penduduk,
angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis.
(Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014).
Dana desa adalah salah satu issu krusial dalam undang-undang
desa, penghitungan anggaran berdasarkan jumlah desa dengan
mempertimbangkan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah,
dan tingkat kesulitan geografis dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
23
dan pemerataan pembangunan desa. Karena issu yang begitu krusial, para
senator menilai, penyelenggaraan pemerintahan desa membutuhkan
pembinaan dan pengawasan, khususnya penyelenggaraan kegiatan desa. (
dikutip dari Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 241
Tahun 2014 pasal 1 tentang Pelaksanaan Pertanggungjawaban Transfer ke
Daerah dan Dana Desa )
Dana Desa adalah bagian keuangan yang diperoleh dari anggaran
pendapatan dan belanja negara ditransfer melalui anggaran pendapatan dan
belanja daerah Kabupaten/Kota dan digunakan untuk menyelenggarakan
pemerintahan, pembangunan desa, pembinaan, dan pemberdayaan
masyarakat. Sumber penerimaan desa tersebut secara keseluruhan
digunakan untuk mendanai seluruh kewenangan yang menjadi tanggung
jawab desa. Dana tersebut digunakan untuk mendanai penyelenggaraan
kewenangan desa yang menacakup penyelenggaraan pemerintahan,
pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan. Dengan
demikian, penerimaan yang bersumber dari APBN juga digunakan untuk
mendanai kewenangan tersebut. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 tentang Desa, diberikan kewenangan untuk mengatur dan
mengurus kewenangannya sesuai dengan kebutuhan dan prioritas desa.
Hal itu berarti dana desa akan digunakan untuk mendanai keseluruhan
kewenangan sesuai denagan kebutuhan dan prioritas dana desa tersebut
namun, mengingat dana desa bersumber dari Belanja Pusat, untuk
mengoptimalkan penggunaan dana desa, Pemerintah diberikan
24
kewenangan untuk menetapkan prioritas penggunaan dana desa untuk
mendukung program pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat
desa. Penetapan prioritas penggunaan dana tersebut tetap sejalan dengan
kewenangan yang menjadi tanggung jawab desa.
Gambar Bagan 2.1
Alur Penyaluran Dana Desa
Menteri Menteri
Keuangan Keuangan
Bendahara
Umum Derah
Sumber : Buku Pintar Dana Desa (2017)
Pemerintah Pusat (APBN)
Pemerintah Daerah Kabupaten/
Kota (APBD)
Tahap 1 (60%) Tahap 2 (40%)
Pemerintah Desa (APBDes)
25
5. Pembangunan Desa
Pembangunan Desa merupakan bagian dari pembangunan nasional
dan pembangunan Desa ini memiliki arti dan peranan yang penting dalam
mencapai tujuan nasional, karena Desa beserta masyarakatnya merupakan
basis dan ekonomi, politik, sosial budaya dan pertahanan keamanan.
Adapun definisi pembangunan desa menurut para ahli adalah sebagai
berikut:
Menurut Kartasasmita (2001) mengatakan bahwa hakekat
pembangunan nasional adalah manusia itu sendiri yang merupakan titik
pusat dari segala upaya pembangunan dan yang akan dibangun adalah
kemampuan dan kekuatannya sebagai pelaksana dan yang akan dibangun
adalah kemampuan dan kekuatannya sebagai pelaksana dan penggerak
pembangunan. Pada hakekatnya pembangunan desa dilakukan oleh
masyarakat bersama-sama pemerintah terutama dalam memberikan
bimbingan, pengarahan, bantuan pembinaan, dan pengawasan agar dapat
ditingkatkan kemampuan masyarakat dalam usaha menaikan taraf hidup
dan kesejahteraannya.
Suparno (2001) menegaskan bahwa pembangunan desa dilakukan
dalam rangka imbang yang sewajarnya antara pemerintah dengan
masyarakat. Kewajiban pemerintah adalah menyediakan sarana-prasarana,
selebihnya disandarkan kepada kemampuan masyarakat itu sendiri. Proses
pembangunan desa merupakan mekanisme dari keinginan masyarakat
yang dipadukan dengan masyarakat. Perpaduan tersebut menentukan
26
keberhasilan pembangunan seperti yang dikemukakan oleh Ahmadi (2001)
mekanisme pembangunan desa adalah merupakan perpaduan yang serasi
antara kegiatan partisipasi masyarakat dalam pihak dan kegiatan
pemerintah di satu pihak. Bahwa pada hakekatnya pembangunan desa
dilakukan oleh masyarakat sendiri. Sedangkan pemerintah memberikan
bimbingan, bantuan, pembinaan, dan pengawasan. Pembangunan desa
dapat dilihat dari berbagai segi yaitu sebagai suatu proses, dengan suatu
metode sebagai suatu program dan suatu gerakan, sebagaimana pendapat
pakar berikut ini:
1. Sebagai suatu proses adalah memperhatikan jalannya proses perubahan
yang berlangsung dari cara hidup yang lebih maju/modern. Sebagai
suatu proses, maka pembangunan desa lebih menekankan pada aspek
perubahan, baik yang menyangkut segi sosial, maupun dari segi
psikologis. Hal ini akan terlihat pada perkembangan masyarakat dari
suatu tingkat kehidupan tertentu ketingkat kehidupan yang lebih tinggi,
dengan memperhatikan di dalamnya masalah perubahan sikap, serta
perubahan lainnya yang apabila diprogramkan secara sistematis akan
usaha penelitian dan pendidikan yang sangat baik.
2. Sebagai suatu metode, yaitu suatu metode yang mengusahakan agar
rakyat mempunyai kemampuan yang mereka miliki. Pembangunan desa
juga merupakan metode untuk mencapai pemerataan pembangunan
desa dan hasil-hasilnya dalam rangka mewujudkan masyarakat yang
27
adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945.
3. Sebagai suatu program adalah berusaha meningkatkan taraf hidup dan
kesejahteran masyarakat pedesaan baik lahir maupun bathin dengan
perhatian ditujukan pada kegaiatan pada bidang-bidang tertentu seperti
pendidikan, kesehatan, pertanian, industri rumah tangga, koperasi,
perbaikan kampung halaman dan lain-lain.
4. Sebagai suatu gerakan karena pada hakekatnya semua gerakan atau
usaha kegiatan pembangunan diarahkan ke desa-desa. Sebagai suatu
gerakan dimana pembangunan desa mengusahakan mewujudkan
masyarakat sesuai dengan cita-cita Nasional Bangsa Indonesia yaitu
mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.
5. Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa pembangunan desa meliputi
beberapa faktor dan berbagai program yang dilaksanakan oleh aparat
departemen, pemerintah daerah dan seluruh masyarakat.
Dari uraian diatas maka pelaksanaannya perlu ada koordinasi dari
pemerintah baik pusat maupun daerah serta desa sebagai tempat
pelaksanaan pembangunan agar seluruh program kegiatan tersebut saling
menunjang dan terlaksana dengan baik sesuai dengan rencana, sehingga
dapat berdaya guna dan berhasil guna. Permasalahan di dalam
pembangunan perdesaan adalah rendahnya aset yang dikuasai masyarakat
perdesaan ditambah lagi dengan masih rendahnya akses masyarakat
28
perdesaan ke sumber daya ekonomi seperti lahan/tanah, permodalan, input
produksi, keterampilan dan teknologi, informasi, serta jaringan kerjasama.
Disisi lain, masih rendahnya tingkat pelayanan prasarana dan sarana
perdesaan dan rendahnya kualitas SDM di perdesaan yang sebagian besar
berketerampilan rendah, lemahnya kelembagaan dan organisasi berbasis
masyarakat, lemahnya koordinasi lintas bidang dalam pengembangan
kawasan perdesaan.
Dapat dilihat beberapa sasaran yang dapat dilakukan dalam
pembangunan desa sebagai berikut:
1. Meningkatkan pelayanan dalam hal pertanahan serta memproses
masalah pertanahan dalam batas-batas kewenangan kabupaten.
2. Pemantapan pengelolaan pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang untuk menciptakan lingkungan kehidupan yang
efisien, efektif dan berkelanjutan.
3. Peningkatan kualitas pemukiman yang aman, nyaman dan sehat.
4. Meningkatnya prasarana wilayah pada daerah tertinggal, terpencil dan
daerah perbatasan.
5. Meningkatkan kualitas perencanaan pembangunan di daerah dan
wilayah.
6. Meningkatkan ekonomi wilayah untuk kesejahteraan masyarakat serta
menanggulangi kesenjangan antar wilayah.
Dalam pelaksanaan pembangunan desa, desa harus melaksanakan
prinsip-prinsip transparansi serta pelibatan partisipasi masyarakat baik
29
dalam perencanaan,pelaksanaan maupun dalam pengawasan dan
pemantauan. Dalam kerangka UU Desa,
siklus pembangunan desa mencakup 3 (tiga) tahap penting yaitu
perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban.
1. Perencanaan
Perencanaan pembangunan desa mengacu pada konsep
membangun desa dan desa membangun. Konsep membangun desa
dalam konteks perencanaan adalah bahwa dalam merencanakan
pembangunan, desa perlu mengacu pada perencanaan pembangunan
Kabupaten/Kota. Hal tersebut diatur dalam UU Desa terutama pada
pasal 79 dan pasal 80. Dalam pasal 79 UU Desa disebutkan bahwa :
a. Pemerintah Desa menyusun perencanaan pembangunan desa sesuai
dengan kewenangannya dengan mengacu pada perencanaan
pembangunan Kabupaten/Kota.
b. Perencanaan Rembangunan Desa sebagaiman dimaksud pada ayat (1)
disusun secara berjangka meliputi:
1). Rencana pembangunan Jangka Menengah Desa untuk jangka
waktu 6(enam) tahun.
2). Rencana Pembangunan Tahunan Desa atau yang disebut Rencana
Kerja Pemerintah Desa, merupakan penjabaran dari Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Desa untuk jangka waktu 1
tahun.
30
c. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa dan Rencana Kerja
Pemerintah Desa sebagaiman dimaksud pada ayat (2) ditetapkan
Peraturan Desa.
d. Peraturan Desa tentang Rencana Pembangunan Jangaka Menengah
Desa dan rencana Kerja Pemerintah Desa merupakan satu-satunya
dokumen perencanaan di Desa.
e. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa dan Rencana kerja
Pemerintah Desa merupakan pedoman dalam penyusunan anggaran
pendapatan dan belanja desa yang diatur dalam peraturan
pemerintah.
f. Program pemerintah yang berskala lokal Desa dikordinasikan
dan/atau didelegasikan pelaksanaannya kepada desa.
g. Perencanaan pembangunan desa sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) merupakan salah satu sumber masukan dalam perencanaan
pembangunan Kabupaten/Kota.
Pada UU Desa, untuk mengakomodir asas demokrasi,
kemandirian, partisipasi, kesetaraan dan pemberdayaan, perencanaan
pembangunan desa tidak semata-mata bersifat top down, namun juga
menyusun konsep desa membangun. Konsep desa membangun ini
mengedepankan musyawarah desa untuk memenuhi kebutuhan riil
masyarakat. Hal tersebut dijelaskan dalam pasal 80 UU Desa yang
menyebutkan bahwa:
31
a. Perencanaan pembangunan desa sebagai mana dimaksud dalam pasal
79 diselenggarakan dengan mengikutsertakan masyarakat desa.
b. Dalam menyusun perencanaan pembanguna desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Pemerintah desa wajib menyelenggarakan
musyawarah perencanaan pembangunan desa.
c. Musyawara perencanaan pembangunan desa menetapkan prioritas,
program, kegiatan dan kebutuhan pembangunan desa yang didanai
oleh anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, swadaya masyarakat
desa, dan/atau anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Kabupaten/Kota.
d. Prioritas, program, kegiatan dan kebutuhan pembangunan Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dirumuskan berdasarkan
penilaian terhadap kebutuhan masyarakat desa yang meliputi:
1). Peningkatan kualitas dan akses terhadap pelayanan dasar.
2). Pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur dan lingkungan
berdasarkan kemampuan teknis dan sumberdaya lokal yang
tersedia.
3). Pengembangan ekonomi pertanian berskala produktif.
4). Pengembangan dan pemanfaatan teknologi tepat guna untuk
kemajuan ekonomi.
5). Peningkatan kualitas ketertiban dan ketentraman masyarakat
desa berdasarkan kebtuhan masyarakat desa.
32
2. Pelaksanaan
Berdasarkan peraturan pemerintah No. 60 tahun 2014 tentang
dana desa yang bersumber dari APBN dan Peraturan Pemerintah No. 43
tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No. 6 tahun
2014 tentang Desa telah diatur beberapa pokok penggunaan keuangan
desa. Pada pasal 100 PP No. 43 tahun 2014 disebutkan bahwa belanja
desa yang ditetapkan dalam APBDesa digunakan dengan ketentuan:
a. Paling sedikit 70% dari jumlah anggaran belanja desa digunakan
untuk mendanai penyelenggaraan pemerintah desa, pelaksaan
pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa dan
pemberdayaan masyarakat desa.
b. Paling banyak 30% dari jumlah anggaran belanja desa digunakan
untuk penghasilan tetap dan tunjangan Kepala Desa dan Perangkat
Desa,Operasional Pemerintah Desa , Tunjangan dan Operasional
Badan Permusyawaratan Desa dan Insentif Rukun Tetanggan dan
Rukun Warga.
Dari pasal tersebut terlihar bahwa keuangan desa hanya
dibatasi untuk melaksanakan penyelenggaraan pemerintah desa,
pelaksaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa,
pemberdayaan masyarakat desa dan membayar penghasilan maupun
tunjangan intensif bagi perangkat desa badan permusyawaratan desa
dan rukun tetangga/rukun warga.
33
Dalam merealisasikan APBDesa, Kepala Desa bertindak
sebagai kordinator kegiatan yang dilaksanakan oleh perengakat desa
atau unsur masyarakat desa. Pelaksanaan kegiatan harus mengutamakan
pemanfaatan sumber daya manusia dan sumberdaya alam yang ada di
desa serta mendayagunakan swadaya dan gotong royong masyarakat.
Semua ketentuan tersebut tercantum dalam pasal 121 PP No. 43 Tahun
2014.
Selain itu, APBDesa dapat digunakan untuk pembangunan
antar desa atau biasa disebut pembangunan kawasan perdesaan.
Pembangunan kawasan perdesaan merupakan perpaduan pembangunan
antar desa yang dilaksanakan dalam upaya mempercepat dan
meningkatkan kualitas pelayanan, pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat desa melalui pendekatan pembangunan partisipatif, inisiatif
untuk melakukan pembangunan kawasan perdesaan dapat dilakukan
secara bottom up (perencanaan yang awalnya dilakukan di tingkat yang
paling rendah dan selanjutnya disusun rencana organisasi di atasnya
sampai dengan tingkat pusat atas dasar rencana dari bawah) dengan
pengusulan Kepala Desa kepada Bupati/Walikota dan dapat juga secara
top down (proses perencanaan yang dilakukan oleh pemimpin tertinggi
suatu organisasi kemudian atas dasar keputusan tersebut dibuat suatu
perencanaan di tingkat yang lebih rendah) sebagai program Gubernur
atau Bupati/Walikota.
34
Dalam melaksanakan kegiatan pembangunan, masyarakat dan
pemerintah desa dapat memperoleh bantuan pendamping secara
berjenjang. Secara teknis, pendampingan dilaksanakan oleh satuan kerja
perangkat daerah Kabupaten/Kota dan dapat dibantu oleh tenaga
pendamping professional, kader pemberdayaan masyarakat desa, atau
pihak ketiga yang dikordinasikan oleh Camat di Wilayah Desa tersebut.
Ketentuan tentang pendamping bagi masyarakat dan pemerintah desa
telah diatur pada pasal 128-131 PP No. 43 tahun 2014 dan Peraturan
Menteri Desa No.3 tahun 2015 tentang pendamping desa.
3. Pertanggung Jawaban
Kepala Desa adalah penanggung jawab dari pengelolaan
keuangan desa secara keseluruhan. Dalam PP No. 43 tahun 2014 pasal
103-104 mengatur tata cara pelaporan yang wajib dilakukan oleh
Kepala Desa. Kepala Desa wajib melaporkan laporan realisasi
pelaksanaan APBDesa kepada Bupati/Walikota setiap semester tahun
berjalan (laporan semesteran). Selain itu, Kepala Desa wajib
menyampaikan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa
kepada Bupati/Walikota setiap akhir tahun anggaran (laporan tahunan).
Laporan yang dibuat Kepala Desa ditukan kepada Bupati/Walikota
yang dismpaikan melalui Camat.
Pengaturan pelaporan dan pertanggungjawaban penggunaan
APBDesa tercantum dalam Permendagri No. 113 tahun 2014 tentang
pengelolaan keuangan desa. Dalam Permendagri tersebut, diatur pula
35
standar dan format pelaporan pertanggungjawaban yang harus disusun
oleh Kepala Desa. Seperti ketentuan lampiran yang perlu dipenuhi
dalam laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDesa,
yaitu:
a. Format laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDesa
tahun anggaran berkenaan.
b. Format laporan kekayaan milik desa per 31 Desember tahun
anggaran berkenaan.
c. Format laporan program pemerintah dan Pemerintah Daerah yang
masuk ke desa.
Dari PP no. 43 tahun 2014 dan Permendagri No. 113 tahun 2014
terlihat bahwa laporan pertanggungjawaban yang harus dibuat oleh
Kepala Desa harus terintegrasi secara utuh, tidak melihat sumber dana
yang diperoleh desa. Hal ini berbeda dengan aturan sebelumnya yang
mewajibkan desa untuk menyusun laporan pertanggungjawaban
penggunaan dana berdasarkan sumber dananya.
UU Desa meletakan prinsip dasar untuk penyelenggaraan
pengawasan pembangunan desa yang meliputi pengawsan oleh sipra-
desa (downroad accountability), pengawasan oleh lembaga desa dan
pengawasan dari masyarakat (upward accountability). Terdapat
beberapa mekanisme pengawasan dan pemantauan sebagai berikut:
a. Pengawasan oleh supra desa secara berjenjang oleh Pemerintah
Kabupaten/Kota dan oleh pemerintah pusat dalam hal ini
36
Kementrian Dalam Negeri, Kementrian Desa dan Kementrian
Keuangan (pasal 26 PP No. 60 Tahun 2014). Dalam operasioanlnya,
pengawasan oleh pemerintah Kabupaten/Kota menjadi
tanggungjawab Bupati/Walikota. Funngsi pengawasan tersebut
didelegasikan oleh Bupati/Kota kepada Camat dan Inspektorat
Kabupaten/Kota. Hasil pengawasan Pemerintah Kabpaten/Kota
disampaikan kepada Pemerintah Pusat terkait dengan unsur
pengawasannya. Pengawasan pembangunan desa disampaikan
kepada Kementrian Desa dan pengawasan pemerintahan
disampaikan kepada Kementrian Dalam Negeri.
b. Pengawasan supra desa lainnya adalah pengawasan dari Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP). Hal ini didasari oleh UU No. 15 tahun 2004
tentang pemeriksaan pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
Negara dimana keuangan desa yang berasal dari Pemerintah Puast
dan Pemerintah Daerah termasuk kategori Keuangan Negara karena
sumbernya APBN dan APBD, PP No. 60 tahun 2008 tentang
system pengendalian intern pemerintah juga memberikan
kewenangan bagi BPKP untuk mengawasi pengelolaan keuangan
desa karena sumbernya yang berasal dari APBN maupun APBD.
c. Pengawan oleh lembaga BPD sebagai bagian dari fungsi
pengawasan terhadap kinerja Kepala Desa antara lain melalui
tanggapan atas pertanggungjawaban Kepala Desa dan pengaduan
37
masyarakat yang disampaikan melalui BPD (pasal 55 dan 82 UU
Desa).
6. Infrastruktur
Pengertian Infrastruktur tercantum dalam beberapa versi.
Pengertian Infrastruktur menurut American Public Works Association
(Stone, 1974 Dalam Kodoatie,R.J.,2005), adalah fasilitas-fasilitas fisik
yang dikembangkan atau dibutuhkan oleh agen-agen publik untuk fungsi-
fungsi pemerintahan dalam penyediaan air, tenaga listrik, pembuangan
limbah, transportasi dan pelayanan-pelayanan similar untuk memfasilitasi
tujuan-tujuan sosial dan ekonomi. Jadi infrastruktur merupakan sistem
fisik yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam
lingkup sosial dan ekonomi. Secara teknik, infrastruktur memiliki arti dan
definisi sendiri yaitu merupakan aset fisik yang dirancang dalam sistem
sehingga memberikan pelayanan publik yang penting.
Sistem infrastruktur didefinisikan sebagai fasilitas atau struktur
dasar, peralatan, instalasi yang dibangun dan yang dibutuhkan untuk
berfungsinya sistem sosial dan sistem ekonomi masyarakat (Grigg, 2000
dalam Kodoatie,R.J.,2005). Sistem infrastruktur merupakan pendukung
utama sistem sosial dan sistem ekonomi dalam kehidupan masyarakat.
Disini, infrastruktur berperan penting sebagai mediator antara
sistem ekonomi dan sosial dalam tatanan kehidupan manusia dan
lingkungan. Kondisi itu agar harmonisasi kehidupan tetap terjaga dalam
arti infrastruktur tidak kekurangan (berdampak pada manusia), tapi juga
38
tidak berlebihan tanpa memperhitungkan daya dukung lingkungan alam
karena akan merusak alam dan pada akhirnya berdampak juga kepada
manusia dan makhluk hidup lainnya.
Dalam hal ini, lingkungan alam merupakan pendukung sistem
infrastruktur, dan sistem ekonomi didukung oleh sistem infrastruktur,
sistem sosial sebagai obyek dan sasaran didukung oleh sistem ekonomi.
1. Pembangunan Infrastruktur di bidang sosial :
a. Bangunan perumahan
b. Bangunan kesehatan
c. Sarana pemerintahan
d. Jaringan fasilitas umum dan lain-lain
2. Pembangunan infrastruktur di bidang budaya antara lain:
a. Bangunan sarana pendidikan
b. Tempat ibadah
c. Seni budaya
d. Bangunan museum sejarah dan lain-lain
3. Pembangunan infrastruktur di bidang sosial ekonomi antara lain:
a. Pasar dan pusat perkotaan
b. Pusat perkantoran dan perdagangan
c. Bangunan pergudangan
d. Terminal dan stasiun kereta api
e. Jalan raya dan sebagainya
39
C. Kerangka Pemikiran
Gambar Bagan 2.2
Kerangka Pemikiran
PEMERINTAH DESA
DANA DESA
TARGET
(PERENCANAAN)
REALISASI
(PELAKSANAAN)
EFEKTIVITAS
PEMBANGUNAN
INFRASTRUKTUR
PRESEPSI
MASYARAKAT