BAB II TINJAUAN PUSTAKA A....
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A....
![Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepatuhandigilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-wihartinig... · dalam manajemen perawatan diri dan kerja sama antara pasien ... harinya dengan](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022103107/5a7a994b7f8b9abd768d4269/html5/thumbnails/1.jpg)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kepatuhan
1. Pengertian
Kepatuhan atau ketaatan (compliance/adherence) adalah tingkat
pasien melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh
dokternya atau oleh orang lain (Smet, 1994).
Kepatuhan pasien sebagai sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan
ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan (Niven, 2002).
Atau juga dapat didefinisikan kepatuhan atau ketaatan terhadap
pengobatan medis adalah suatu kepatuhan pasien terhadap pengobatan yang
telah ditentukan (Gabit, 1999, Improving Complient by Gabit Ismailov Dunst,
¶ 3, http://www.dcc2.bumc.bu.ed/world.TB diperoleh tanggal 8 februari
2007).
Kepatuhan terhadap pengobatan membutuhkan partisipasi aktif pasien
dalam manajemen perawatan diri dan kerja sama antara pasien dan petugas
kesehatan (Robert, 1999, Enhancing Medication Compliance for People, ¶ 7,
http://www.drh.state.ga.us.ep/pdf/tb.guide.pdf diperoleh tanggal 5 Februari
2007).
Penderita yang patuh berobat adalah yang menyeselaikan pengobatan
secara teratur dan lengkap tanpa terputus selama minimal 6 bulan sampai
dengan 9 bulan (Depkes RI, 2000).
![Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepatuhandigilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-wihartinig... · dalam manajemen perawatan diri dan kerja sama antara pasien ... harinya dengan](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022103107/5a7a994b7f8b9abd768d4269/html5/thumbnails/2.jpg)
Penderita dikatakan lalai jika tidak datang lebih dari 3 hari sampai 2
bulan dari tanggal perjanjian dan dikatakan Droup Out jika lebih dari 2 bulan
berturut-turut tidak datang berobta setelah dikunjungi petugas kesehatan
(Depkes RI, 2000).
Menurut Cuneo dan Snider, (1989, Enhancing Patient Compliance
with Tuberculosis Therapy Clinic in Chest Medicine, ¶ 1,
http:/www.pudmed.guv, diperoleh tanggal 6 Februari 2007) pengobatan
memerlukan jangka waktu yang panjang akan memberikan pengaruh-
pengaruh pada penderita seperti:
a. Merupakan suatu tekanan psikologis bagi seorang penderita tanpa keluhan
atau gejala penyakit saat dinyatakan sakit dan harus menjalani pengobatan
sekian lama.
b. Bagi penderita dengan keluhan atau gejala penyakit setelah menjalani
pengobatan 1-2 bulan atau lebih lama keluhan akan segera berkurang atau
hilang sama sekali penderita akan merasa sembuh dan malas untuk
meneruskan pengobatan kembali.
c. Datang ke tempat pengobatan selain waktu yang tersisa juga menurunkan
motivasi yang akan semakin menurun dengan lamanya waktu pengobatan.
d. Pengobatan yang lama merupakan beban dilihat dari segi biaya yang harus
dikeluarkan.
e. Efek samping obat walaupun ringan tetap akan memberikan rasa tidak
enak terhadap penderita.
11
![Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepatuhandigilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-wihartinig... · dalam manajemen perawatan diri dan kerja sama antara pasien ... harinya dengan](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022103107/5a7a994b7f8b9abd768d4269/html5/thumbnails/3.jpg)
f. Sukar untuk menyadarkan penderita untuk terus minum obat selama
jangka waktu yang ditentukan.
Karena jangka waktu pengobatan yang ditetapkan lama maka terdapat
beberapa kemungkinan pola kepatuhan penderita yaitu penderita berobat
teratur dan memakai obat secara teratur, penderita tidak berobat secara teratur
(defaulting), penderita sama sekali tidak patuh dalam pengobatan yaitu putus
berobat (droup out) (Partasasmita, 1996).
Oleh karena itu menurut Cramer (1991, Compliance and Medical
Practice Clinical Trial, ¶ 1, http://www.pudmed.guv. diperoleh tanggal 6
Februari 2007), kepatuhan penderita dapat dibedakan menjadi:
1) Kepatuhan penuh (Total compliance)
Pada keadaan ini penderita tidak hanya berobat secara teratur sesuai
batas waktu yang ditetapkan melainkan juga patuh memakai obat secara
teratur sesuai petunjuk.
2) Penderita yang sama sekali tidak patuh (Non compliance)
Yaitu penderita yang putus berobat atau tidak menggunakan obat
sama sekali.
2. Faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan
Menurut Smet (1994), faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan
adalah:
a. Faktor komunikasi
Berbagai aspek komunikasi antara pasien dengan dokter
mempengaruhi tingkat ketidaktaatan, misalnya informasi dengan
12
![Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepatuhandigilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-wihartinig... · dalam manajemen perawatan diri dan kerja sama antara pasien ... harinya dengan](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022103107/5a7a994b7f8b9abd768d4269/html5/thumbnails/4.jpg)
pengawasan yang kurang, ketidakpuasan terhadap aspek hubungan
emosional dengan dokter, ketidakpuasan terhadap obat yang diberikan.
b. Pengetahuan
Ketetapan dalam memberikan informasi secara jelas dan eksplisit
terutama sekali penting dalam pemberian antibitoik. Karena sering kali
pasien menghentikan obat tersebut setelah gejala yang dirasakan hilang
bukan saat obat itu habis.
c. Fasilitas kesehatan
Fasilitas kesehatan merupakan sarana penting dimana dalam
memberikan penyuluhan terhadap penderita diharapkan penderita
menerima penjelasan dari tenaga kesehatan yang meliputi: jumlah tenaga
kesehatan, gedung serba guna untuk penyuluhan dan lain-lain.
Sementara itu menurut Niven (2002), bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi kepatuhan adalah:
a. Faktor penderita atau individu
1) Sikap atau motivasi individu ingin sembuh
Motivasi atau sikap yang paling kuat adalah dalam diri individu
sendiri. Motivasi individu ingin tetap mempertahankan kesehatanya
sangat berpengaruh terhadap faktor-faktor yang berhubungan dengan
perilaku penderita dalam kontrol penyakitnya
2) Keyakinan
Keyakinan merupakan dimensi spiritual yang dapat menjalani
kehidupan. Penderita yang berpegang teguh terhadap keyakinanya
akan memiliki jiwa yang tabah dan tidak mudah putus asa serta dapat
13
![Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepatuhandigilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-wihartinig... · dalam manajemen perawatan diri dan kerja sama antara pasien ... harinya dengan](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022103107/5a7a994b7f8b9abd768d4269/html5/thumbnails/5.jpg)
menerima keadaannya, demikian juga cara perilaku akan lebih baik.
Kemauan untuk melakukan kontrol penyakitnya dapat dipengaruhi
oleh keyakinan penderita, dimana penderita memiliki keyakinan yang
kuat akan lebih tabah terhadap anjuran dan larangan kalau tahu
akibatnya.
b. Dukungan keluarga
Dukungan keluarga merupakan bagian dari penderita yang paling
dekat dan tidak dapat dipisahkan. Penderita akan merasa senang dan
tenteram apabila mendapat perhatian dan dukungan dari keluarganya,
karena dengan dukungan tersebut akan menimbulkan kepercayaan dirinya
untuk menghadapi atau mengelola penyakitnya dengan lebih baik, serta
penderita mau menuruti saran-saran yang diberikan oleh keluarga untuk
menunjang pengelolaan penyakitnya.
c. Dukungan sosial
Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota
keluarga lain merupakan faktor-faktor yang penting dalam kepatuhan
terhadap program-program medis. Keluarga dapat mengurangi ansietas
yang disebabkan oleh penyakit tertentu dan dapat mengurangi godaan
terhadap ketidaktaatan.
d. Dukungan petugas kesehatan
Dukungan petugas kesehatan merupakan faktor lain yang dapat
mempengaruhi perilaku kepatuhan. Dukungan mereka terutama berguna
saat pasien menghadapi bahwa perilaku sehat yang baru tersebut
merupakan hal penting. Begitu juga mereka dapat mempengaruhi perilaku
14
![Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepatuhandigilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-wihartinig... · dalam manajemen perawatan diri dan kerja sama antara pasien ... harinya dengan](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022103107/5a7a994b7f8b9abd768d4269/html5/thumbnails/6.jpg)
pasien dengan cara menyampaikan antusias mereka terhadap tindakan
tertentu dari pasien, dan secara terus menerus memberikan penghargaan
yang positif bagi pasien yang telah mampu berapdatasi dengan program
pengobatanya.
Faktor lain adalah peran PMO, kolaborasi petugas kesehatan dengan
keluarga yang ditunjuk untuk mendampingi ketika penderita minum obat,
juga faktor yang perlu dievaluasi untuk menentukan tingkat kepatuhan dan
keberhasilanya (Purwanta, 2005, Ciri-ciri Pengawas Minum Obat, ¶ 2,
http://www.tbcindonesia.or.id diperoleh tanggal 23 Maret 2007).
Pengobatan dilakukan setiap hari dan dalam jangka panjang, sehingga
kepatuhan minum obat (adherence) juga sering menjadi masalah yang harus
dipikirkan sejak awal pengobatan. Minum obat yang tidak rutin terbukti telah
menyebabkan resistensi obat yang dapat menyebabkan kegagalan
pengobatan. Berdasarkan hal tersebut, tentu perlu adanya pengaturan
penggunaan obat sesuai tujuannya terutama obat seperti yang dikehendaki.
Aturan minum obat sangat berpengaruh pada kepatuhan penderita
(complience) (Nirmala, 2003, Konsultasi kesehatan kepatuhan minum obat,
¶ 6, http://www.kompas.com diperoleh tanggal 23 Maret 2007).
B. Pengawas Minum Obat (PMO)
1. Pengertian
Pengawas minum obat adalah orang yang bertugas mengawasi secara
langsung terhadap penderita tuberculosis paru pada saat minum obat setiap
15
![Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepatuhandigilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-wihartinig... · dalam manajemen perawatan diri dan kerja sama antara pasien ... harinya dengan](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022103107/5a7a994b7f8b9abd768d4269/html5/thumbnails/7.jpg)
harinya dengan menggunakan panduan obat jangka pendek (Depkes RI,
2000).
2. Tujuan
Menurut Ditjen PPM dan PLP (1997), tujuan diadakannya pengawas
minum obat pada penderita TB Paru adalah:
a. Untuk menjamin ketekunan dan keteraturan pengobatan sesuai jadwal
yang telah disepakati pada waktu awal pengobatan.
b. Untuk menghindari penderita dari putus berobat sebelum waktunya.
c. Mengurangi kemungkinan kegagalan pengobatan dan kekebalan terhadap
OAT.
3. Persyaratan PMO
Seorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui baik oleh petugas
kesehatan maupun penderita selain itu harus disegani dan dihormati oleh
penderita, seseorang yang tinggal dekat dengan penderita, bersedia
membantu penderita dengan sukarela, bersedia dilatih dan mendapat
penyuluhan bersama-sama dengan penderita (Depkes RI, 2000).
4. Siapa yang bisa jadi PMO
Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya bidan di desa,
perawat, pekarya senitarian, juru imunisasi dan lain-lain. Bila tidak ada
petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader
kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK atau tokoh masyarakat lainnya atau
anggota keluarga (Nuraini, 2005).
16
![Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepatuhandigilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-wihartinig... · dalam manajemen perawatan diri dan kerja sama antara pasien ... harinya dengan](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022103107/5a7a994b7f8b9abd768d4269/html5/thumbnails/8.jpg)
5. Tugas PMO
Menurut Nuraini (2003), tugas PMO terhadap penderita TB Paru
adalah:
a. Mengetahui tanda-tanda tersangka TB Paru.
b. Mengawasi penderita minum obat setiap hari.
c. Mengambil obat bagi penderita seminggu sekali.
d. Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak.
1) Seminggu sebelum akhir bulan ke dua pengobatan (untuk
menentukan obat tambahan).
2) Seminggu sebelum akhir bulan ke lima pengobatan (untuk
mengetahui kegagalan).
3) Seminggu sebelum akhir bulan ke enam pengobatan (untuk
mengetahui kesembuhan).
e. Memberikan penyuluhan pada penderita dan keluarga.
f. Memberitahukan adanya suspek pada keluarga penderita.
g. Merujuk kalau ada efek samping obat.
6. Informasi penting yang perlu dipahami PMO
TB Paru bukan penyakit keturunan atau kutukan, TB Paru dapat
disembuhkan dengan berobat teratur, tata laksana pengobatan penderita pada
tahap intensif dan lanjutan, pentingnya berobat secara teratur karena itu
pengobatan perlu diawasi, efek samping obat dan tindakan yang harus
dilakukan bila terjadi efek samping tersebut, cara penularan dan pencegahan
penularan (Nuraini, 2006).
17
![Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepatuhandigilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-wihartinig... · dalam manajemen perawatan diri dan kerja sama antara pasien ... harinya dengan](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022103107/5a7a994b7f8b9abd768d4269/html5/thumbnails/9.jpg)
C. Tuberculosis Paru
1. Pengertian
Tuberculosis merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan
oleh microbakterium tuberculosis kuman batang aerobik dan tahan asam ini
dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit ada beberapa
microbakteri patogen, tetapi hanya strain bovin dan manusia yang patogenik
terhadap manusia (Price & Wilson, 2001).
Tuberculosis Paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri microbakterium tuberculosis yang biasanya ditularkan dari orang ke
orang lain melalui nuklei droplet (Nettina, 2002).
Sedangkan menurut Daniel (1999), tuberculosis merupakan infeksi
bakteri kronik yang disebabkan oleh microbakterium tuberculosis dan
ditandai oleh pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan oleh
hipersensitifitas yang diperantoral sel (sell mediated hypersensitifi) penyakit
ini biasanya menyerang diparu tetapi dapat menyerang organ lain seperti
ginjal tulang meningen dan modus limfe.
2. Manifestasi Klinis
Seringkali gejala penyakit TB Paru yang timbul tidak khas dan
menyerupai penyakit lainnya sehingga disebut sebagai the great imitator
(Amin, 1989). Ada beberapa gejala TB Paru harus diwaspadai adalah jika
batuk tidak sembuh-sembuh selama 3 minggu, demam dan badan
mengeluarkan keringat dingin saat tidur malam meskipun udara sedang tidak
panas (Long, 1996).
18
![Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepatuhandigilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-wihartinig... · dalam manajemen perawatan diri dan kerja sama antara pasien ... harinya dengan](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022103107/5a7a994b7f8b9abd768d4269/html5/thumbnails/10.jpg)
Gejala lain yang perlu diperhatikan adalah ada perasaan lelah terus
menerus padahal sedang tidak melakukan aktivitas yang terlalu berat, hilang
selera makan yang tanpa diketahui penyebabnya serta berat badan berkurang
lebih cepat dalam pemeriksaan Laboratorium akan ditemukan laju endap
darah (Sibusea, 1992). Gejala penyakit TB Paru lainnya bisa pula diketahui
dengan ada rasa sakit yang muncul dibagian dada dan jika penyakit TB Paru
semakin parah maka ketika terjadi batuk akan mengeluarkan darah (Nuraini,
2006).
3. Cara Penularan
Sumber penularan adalah penderita TB Paru dengan basil tahan asam
(BTA) Positif mycrobakterium ditularkan dari orang ke orang melalui jalan
pernafasan walaupun mungkin terjadi jalur penularan lain dan kadang-kadang
terbukti tidak ada satupun yang penting. Basilus tuberculosis disekret
pernafasan membentuk nuklei droplet cairan yang dikeluarkan selama batuk
bersin dan berbicara (Harrison, 2000).
Penularan biasanya melalui inhalasi butiran (droplet) terinfeksi yang
terbentuk karena penderita batuk atau bersin. (Robbins, 1999). Setiap kali
seorang TB batuk, maka akan dikeluarkan 3000 droplet infektif (memiliki
kemampuan menginfeksi). Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara
bebas selama 1-2 jam, bahkan dapat bertahan berhari-hari sampai berbulan-
bulan tergantung pada ada tidaknya sinar ultra violet, ventilasi yang baik dan
kelembapan partikel ini kemudian menempel pada jalan nafas atau paru
(Danusantoso, 2000).
19
![Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepatuhandigilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-wihartinig... · dalam manajemen perawatan diri dan kerja sama antara pasien ... harinya dengan](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022103107/5a7a994b7f8b9abd768d4269/html5/thumbnails/11.jpg)
Tidak semua pasien TB Paru akan menularkan penyakitnya, pasien
TB Paru yang dapat menularkan penyakitnya keorang lain adalah seorang
pasien yang pada pemeriksaan dahak secara mikroskopik ditemukan BTA
sekurang-kurangnya 2 kali dari 3 kali pemeriksaan atau disebut BTA Positif.
Seorang pasien TB yang pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis 3 kali
tidak ditemukan BTA tetapi pada pemeriksaan radiologi ditemukan kelainan
yang mengarah pada TB aktif maka disebut BTA Negatif, BTA Negatif yang
telah diobati selama 2 minggu kecil kemungkinannya menularkan
penyakitnya keorang lain. BTA Negatif diperkirakan akan menjadi BTA
Positif dalam jangka 2 tahun bila tidak diobati (Depkes RI, 2000).
Penularan TB Paru juga terjadi dilingkungan yang kumuh, kotor, dan
penularan jika terjadi keadaan tubuhnya lemah, orang yang kurang gizi,
kurang protein, kurang darah, dan kurang beristirahat. Mudah tertular juga
jika penderita TB Paru membuang ludah dan dahaknya sembarangan
sehingga dahak yang mengandung basil mengering (Nasedul, 1999). Mereka
yang paling berisiko terpajan kebasil adalah mereka yang tinggal berdekatan
dengan orang yang terinfeksi (Corwin, 2000).
4. Diagnosa Tuberculosis
Diagnosis TB Paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan
ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopik selain tidak
memerlukan biaya mahal, cepat, mudah dilakukan akurat, pemeriksaan
mikroskopis merupakan teknologi diagnostik yang paling sesuai karena
20
![Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepatuhandigilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-wihartinig... · dalam manajemen perawatan diri dan kerja sama antara pasien ... harinya dengan](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022103107/5a7a994b7f8b9abd768d4269/html5/thumbnails/12.jpg)
mengindikasikan drajat penularan, resiko kematian serta prioritas pengobatan
(Albert & Spiro, 2004).
Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga
spesemen SPS (Sewaktu, Pagi, Sewaktu) BTA positif bila hanya satu
spesemen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut Rontgen dada
atau pemeriksaan dahak SPS ulang. Kalau hasil Rontgen dada mendukung
TB Paru maka penderita didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif kalau
hasil Rontgen dada tidak mendukung TB maka pemeriksaan dahak SPS
diulang. Bila ketiga spesemen dahak hasilnya negatif diberi antibiotik
spektrum luas misalnya kotrimoksasol atau amoksilin selama 1-2 mingggu,
bila tidak ada perubahan ulangi pemeriksaan dahak SPS. Kalau hasil SPS
positif didiagnosa sebagai penderita TB BTA positif dan bila hasil SPS tetap
negatif lakukan pemeriksaan Rontgen dada untuk mendukung diagnosis TB
BTA negatif Rontgen positif bila hasil Rontgen tidak mendukung TB maka
penderita tersebut bukan TB (Depkes RI, 2000).
Selain dengan SPS, diagnostik TB dapat pula dengan polymerase chain
reaction (PCR), yakni teknik analisis DNA maupun RNA. Keunggulan PCR
adalah daya lacak tinggi. Sehingga secara teoritis adanya satu basil TB dalam
spesimen sudah dapat memberikan hasil yang positif. Waktu pelaksanaan
lebih cepat, sekitar 5 jam, dibandingkan dengan kultur dahak. PCR dapat
digunakan untuk untuk mendeteksi adanya resistensi obat anti TB secara
cepat dibandingkan cara konvensional. Selain itu PCR dapat digunakan untuk
menentukan strain M. tuberculosis dan epidemiologi melekuler (Kasper, et al.
2005).
21
![Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepatuhandigilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-wihartinig... · dalam manajemen perawatan diri dan kerja sama antara pasien ... harinya dengan](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022103107/5a7a994b7f8b9abd768d4269/html5/thumbnails/13.jpg)
ALUR DIAGNOSIS TUBERCULOSIS PARU PADA ORANG DEWASA
Skema 2.1
Sumber: Depkes RI, (2000).
T ersangka penderita T B C (Suspek T B Paru)
Periksa D ahak Sew aktu , Pagi, Sew aktu (SPS)
H asil B T A +++ ++-
H asil B T A + - -
H asil B T A - - -
B eri A ntib io tik Spektrum L uas
Periksa R ontgen dada
T idak ada perbaikan
A da perbaikan
U langi periksa dahak SPS
H asil tidak m endukung
T B C
H asil m endukung T B C
H asil B T A - - -
H asil B T A +++ ++- + --
Periksa R ontgen dada
H asil m endukung
T B C
H asil R ontgen negatif
T B B T A N egatif R ontgen Posistif
B ukan T B C Penyakit lain
Penderita T B C B T A Positif
22
![Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepatuhandigilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-wihartinig... · dalam manajemen perawatan diri dan kerja sama antara pasien ... harinya dengan](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022103107/5a7a994b7f8b9abd768d4269/html5/thumbnails/14.jpg)
5. Pencegahan Tuberculosis
Tindakan-tindakan kesehatan masyarakat ditujukan untuk menemukan
sedini mungkin adanya kasus dan sumber infesi. Terapi pencegahan
tuberculosis dengan obat anti microbal merupakan sarana yang efektif untuk
mengawasi penyakit, ini merupakan tindakan preventif yang ditujukan baik
untuk mereka yang sudah terinfeksi maupun masyarakat pada umumnya.
Karena itu penduduk yang mempunyai resiko menderita tuberculosis harus
dilakukan prioritas untuk melakukan program pengobatan, dengan
mempertimbangkan resiko terapi dan kepentingan individual (Price &
Wilson, 1990).
Pemberantasan tuberculosis berupa gabungan kemotherapy yang
efektif, identifikasi sedini mungkin serta follow up dan kemotherapy pada
golongan masyarakat yang mempunyai resiko tinggi (Rom & Garay, 2004).
Menurut Utomo (2005) pencegahan tuberculosis dapat berupa:
a. Memberi imunisasi pada bayi-bayi yang baru lahir dengan BCG, dan
diulang pada umur 12 atau 16 bulan kemudian bila diperlukan.
b. Memberikan imunisasi keluarga yang terdekat, bila pemeriksaan tes
tuberculin negatif.
c. Jangan minum susu sapi mentah, harus dimasak dahulu.
d. Memberikan penerangan pada penderita untuk menutup mulut dengan
sapu tangan bila batuk serta tidak meludah atau mengeluarkan dahak di
sembarang tempat dan menyediakan tempat ludah yang diberi lisol atau
23
![Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepatuhandigilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-wihartinig... · dalam manajemen perawatan diri dan kerja sama antara pasien ... harinya dengan](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022103107/5a7a994b7f8b9abd768d4269/html5/thumbnails/15.jpg)
bahan lain yang dianjurkan dan mengurangi aktivitas kerja serta
menenangkan pikiran.
6. Pengobatan Tuberculosis Paru
a. Tujuan Pengobatan
Dengan strategi DOTS, maka tujuan pengobatan yang
sesungguhnya dapat dipenuhi yaitu menyembuhkan penderita, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan atau timbulnya resistensi terhadap
OAT dan memutuskan rantai penularan (Depkes RI, 2000).
b. Jenis dan dosis obat anti tuberculosis paru
Menurut Depkes RI (2000), TB harus diobati dengan kombinasi
beberapa obat, untuk menghindari timbulnya resistansi. Ada lima pilihan
obat yang biasanya dipakai di Indonesia.
1) Isoniasid (H)
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90%
populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan, obat ini
sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif yaitu
kuman yang sedang berkembang. Dosis harian yang dianjurkan
5mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu
diberikan dengan dosis 10mg/kg BB.
2) Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman semi-dormant (persister)
yang tidak dapat dibunuh oleh Isoniasid dosis 10mg/kg BB diberikan
sama untuk pengobatan harian maupun intermiten 3 kali seminggu.
24
![Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepatuhandigilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-wihartinig... · dalam manajemen perawatan diri dan kerja sama antara pasien ... harinya dengan](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022103107/5a7a994b7f8b9abd768d4269/html5/thumbnails/16.jpg)
3) Pirasinamid (Z)
Bersifat baktersid dapat membunuh kuman yang berada dalam sel
dalam suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25mg/kg BB,
sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan
dengan dosis 35mg/kg BB.
4) Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid, dosis harian yang dianjurkan 15mg/kg BB
sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan
dosis yang sama penderita berumur sampai 60 tahun dosisnya 0,75
gr/hari sedangkan untuk berumur 60 tahun atau lebih diberikan 0,50
gr/hari.
5) Etambutol (E)
Bersifat sebagai bakteriostatik, dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg
BB sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu
digunakan dosis 30 mg/kg/BB.
c. Prinsip Pengobatan
Pengobatan TB Paru diberikan dalam dua tahap yaitu tahap
intensif dan tahap lanjutan. Pada tahap awal atau intensif penderita
mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah
terjadinya kekebalan terhadap Rifampisin, bila pada tahap ini diberikan
secara tepat penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu
2 minggu. Sebagian besar penderita BTA positif menjadi BTA negatif
pada akhir pengobatan intensif, sedang untuk tahap lanjutan penderita
25
![Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepatuhandigilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-wihartinig... · dalam manajemen perawatan diri dan kerja sama antara pasien ... harinya dengan](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022103107/5a7a994b7f8b9abd768d4269/html5/thumbnails/17.jpg)
mendapat obat dalam jangka waktu yang lebih lama dan jenis obat lebih
sedikit untuk mencegah terjadinya kekambuhan (Depkes RI, 2000).
d. Panduan OAT di Indonesia
Menurut Depkes RI (2000), program nasional penanggulangan TB
Paru di Indonesia menggunakan panduan OAT panduan obat ini
disediakan dalam bentuk paket kombipak dengan tujuan untuk
memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan pengobatan
sampai selesai satu paket untuk satu penderita dalam satu masa
pengobatan.
1) Kategori 1 (2HRZE / 4H3R3)
Obat tersebut diberikan selama 2 bulan (2HRZE) kemudian
diteruskan dengan tahap lanjutan Isoniasid (H) dan Rifampisin (R)
diberikan 3 kali dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3) obat ini
diberikan untuk penderita TB Paru BTA Positif, TB Paru Negatif
Rontgen Positif yang sakit berat dan TB ekstra paru berat.
2) Kategori 2 (2HRZES / HRZE / 5H3R3E3)
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan terdiri dari 2 bulan
dengan H,R,Z,E dan suntikan Streptomisin setiap hari di UPK
dilanjutkan satu bulan dengan H,R,Z,E setiap hari. Tahap lanjutan
selama 5 bulan dengan H,R,E 3 kali seminggu obat ini diberikan
untuk penderita kambuh (Relaps), penderita gagal (failure), dan
penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default).
26
![Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepatuhandigilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-wihartinig... · dalam manajemen perawatan diri dan kerja sama antara pasien ... harinya dengan](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022103107/5a7a994b7f8b9abd768d4269/html5/thumbnails/18.jpg)
3) Kategori 3 ( 2HRZ / 4 H3R3 )
Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2
bulan (2HRZ) diteruskan dengan tahapan lanjutan terdiri dari H,R
selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu (4H3R3) obat ini diberikan
untuk penderita baru BTA negatif Rongten positif sakit ringan,
penderita ekstra paru ringan.
4) OAT sisipan ( HRZE )
Bila pada akhir tahap intensif dan pengobatan dengan kategori
1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2
hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif diberikan obat sisipan
(HRZE) setiap hari selama 1 bulan.
e. Efek samping obat
Sebagian besar penderita TB Paru dapat menyelesaikan
pengobatan tanpa efek samping, namun sebagian kecil dapat mengalami
efek samping oleh karena itu pemantauan efek samping sangat penting
dilakukan selama pengobatan dengan cara menjelaskan kepada penderita
tanda-tanda efek samping, menanyakan adanya gejala efek samping pada
waktu penderita mengambil OAT (Soeparman, 1994).
27
![Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepatuhandigilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-wihartinig... · dalam manajemen perawatan diri dan kerja sama antara pasien ... harinya dengan](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022103107/5a7a994b7f8b9abd768d4269/html5/thumbnails/19.jpg)
Tabel 2.1 Efek samping ringan dari OAT
Efek amping Penyebab Penanganan
Tidak ada nafsu makan, mual ,sakit perut
Rifampisin Obat diminum malam sebelum tidur
Nyri sendi Pirasinamid Beri Aspirin Kesemutan s/d rasa terbakar dikaki
INH Beri vitamin B6 (PIRIDOXIN) perhari
Warna kemerahan pada air seni (urine)
Rifampisin Tidak perlu diberi apa-apa tapi perlu penjelasan dengan penderita
Sumber : Depkes RI, (2000).
Tabel 2.2 Efek samping berat dari OAT
Efek samping Penyebab Penatalaksanaan
Gatal dan kemerahan kulit Semua jenis OAT Ikut petunjuk pelaksanaan Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikan
ganti Etambutol Gangguan keseimbangan Streptomisin Streptomisin dihentikan
ganti Etambutol Ikterus tanpa penyebab lain
Hampir semua OAT Hentikan semua OAT sampai ikterus menghilang
Bingung dan muntah-muntah (perluaan ikterus karena obat)
Hampir semua OAT Hentikan semua OAT segera lakukan tes fungsi hati
Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan Etambutol Purpura dan renjatan (syok)
Rifampisin Hentikan Rifampisin
Sumber : Depkes RI, (2000).
28
![Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepatuhandigilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-wihartinig... · dalam manajemen perawatan diri dan kerja sama antara pasien ... harinya dengan](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022103107/5a7a994b7f8b9abd768d4269/html5/thumbnails/20.jpg)
f. Hasil Pengobatan
Menurut Crofton, Horne dan Miller (2002), hasil pengobatan
dapat dikategorikan sebagai :
1) Sembuh
Penderita telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan
pemeriksaan ulang dahak satu bulan sebelum akhir pengobatan dan
pada akhir pengobatan BTA negatif.
2) Meninggal
Adalah penderita yang dalam masa pengobatan diketahui meninggal
karena sebab apapun.
3) Defauled atau Drop out
Penderita yang tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau
lebih sebelum masa pengobatannya selesai.
4) Gagal
Penderita BTA positif yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif
atau kembali menjadi positif sebelum akhir pengobatan atau pada
akhir pengobatan.
g. DOTS (Directly Observed Treatment Short Couse)
Menurut Depkes dan Kessos RI (2000), DOTS adalah nama untuk
suatu strategi yang dilaksanakan di pelayanan kesehatan dasar di dunia
untuk mendeteksi dan menyembuhkan pasien TB Paru strategi ini terdiri
dari lima komponen yaitu:
29
![Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepatuhandigilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-wihartinig... · dalam manajemen perawatan diri dan kerja sama antara pasien ... harinya dengan](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022103107/5a7a994b7f8b9abd768d4269/html5/thumbnails/21.jpg)
1) Dukungan politik para pimpinan wilayah disetiap jenjang sehingga
program ini menjadi salah satu prioritas dan pendanapun tersedia.
2) Mikroskop sebagai komponen utama untuk mendiagnosa TB Paru
melalui pemeriksaan sputum langsung pasien tersangka dengan
penemuan secara pasif.
3) Pengawas minum obat yaitu orang yang dikenal dan dipercaya baik
oleh pasien maupun petugas kesehatan yang akan ikut mengawasi
pasien minum seluruh obatnya sehingga dapat dipastikan bahwa
pasien betul minum obatnya diharapkan sembuh pada akhir masa
pengobatan.
4) Pencatatan dan pelaporan dengan baik dan benar sehingga bagian
dari sistem surverlans penyakit ini sehingga pemantauan pasien
dapat berjalan.
5) Panduan obat anti TB Paru jangka pendek untuk keberhasilan
pengobatan termasuk terjaminnya kelangsungan persediaan panduan
obat ini
30
![Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepatuhandigilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-wihartinig... · dalam manajemen perawatan diri dan kerja sama antara pasien ... harinya dengan](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022103107/5a7a994b7f8b9abd768d4269/html5/thumbnails/22.jpg)
D. Kerangka Teori
Skema 2.2 Kerangka teori.
E. Kerangka Konsep
Untuk menggambarkan hubungan variabel bebas dan variabel terikat
maka disusun kerangka konsep sebagai berikut :
Skema 2.3 Kerangka konsep.
Tingkat kepatuhan
minum obat:
a. Patuh
b. Tidak patuh
Faktor- faktor yang mempengaruhi
kepatuhan dalam minum obat:
1. Komunikasi
2. Pengetahuan
3. Fasilitas kesehatan
4. Faktor penderita
a. Sikap
b. Keyakinan
5. Obat
6. Dukungan keluarga (PMO)
7. Dukungan sosial
8. Du kungan petugas kesehatan
Kepatuhan dalam Minum Obat 1. Patuh 2. Tidak Patuh
Peran Pengawas Minum Obat
31
![Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepatuhandigilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-wihartinig... · dalam manajemen perawatan diri dan kerja sama antara pasien ... harinya dengan](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022103107/5a7a994b7f8b9abd768d4269/html5/thumbnails/23.jpg)
F. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
Peran pengawas minum obat di Kecamatan Tirto Kabupaten Pekalongan.
2. Variabel Terikat
Tingkat Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita TB Paru di Kecamatan Tirto
Kabupaten Pekalongan.
G. Hipotesis
Berdasarkan tujuan dan rumusan masalah maka Hipotesis yang dapat
dikemukakan adalah ada hubungan yang signifikan antara Peran Pengawas
Minum Obat dengan Tingkat Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita TB Paru di
Kecamatan Tirto Kabupaten Pekalongan.
32