BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teorirepository.ump.ac.id/4371/3/BAB II.pdf · 8 8 BAB II ....
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teorirepository.ump.ac.id/4371/3/BAB II.pdf · 8 8 BAB II ....
8
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Persepsi Guru
Definisi persepsi dalam kamus standar dijelaskan sebagai sebuah
pengaruh ataupun sebuah kesan oleh benda yang semata-mata
menggunakan pengamatan penginderaan (Saleh, 2009: 108). Senada
dengan Walgito (2010: 99) yang mengungkapkan bahwa yang dimaksud
dengan persepsi adalah suatu proses yang didahului oleh proses
penginderaan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh individu melalui
alat indera. Dengan demikian berdasarkan kedua pendapat maka persepsi
merupakan suatu proses penginderaan, adapun tujuan akhir dari proses
persepsi tersebut guna memberikan arti terhadap objek yang dipersepsi.
Manusia dengan alat inderanya mampu melihat, mendengar dan
mengetahui, namun persepsi tidak sebatas itu ia memaknai dari apa yang
dilihat, didengar dan diketahui.
Kedudukan indera manusia dalam proses persepsi yaitu sebagai
alat untuk menginterpretasikan maka dari itu mata, telinga termasuk otak
manusia adalah bagian dari koordinasi sistem kerja yang saling
mendukung agar seseorang dapat mepersepsikan suatu hal. Dengan
demikian proses penginderaan melibatkan sistem indera dan sistem otak
(proses berfikir/ interpretasi) yang dilandasi atas kesadaran manusia. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat Saleh (2009: 108) bahwa persepsi
merupakan proses menggabungkan dan mengorganisir data-data indera
kita (penginderaan) untuk dikembangkan sedemikian rupa sehingga kita
dapat menyadari di sekeliling kita, termasuk sadar diri kita sendiri.
Persepsi Guru Mengenai…, Eni Nurhidayati, FKIP, UMP, 2017
9
Persepsi guru merupakan hasil pemikiran berdasarkan kemampuan
berpikirnya yang dilatarbelakangi atas bebagai faktor pembentuk
persepsi. Peneliti dalam hal ini menggunakan persepsi guru sebagai
sumber data utama untuk menjawab rumusan masalah.
a. Faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Mulyana (2008: 4) menuturkan bahwa Agama (Islam, Hindu,
Kristen, dan sebagainya), jenis profesi (dosen, pejabat, politikus,
dokter, dan sebagainya), peran dalam keluarga (ayah, ibu, anak,
cucu, kakek, nenek, dan sebagainya) adalah berbagai jenis faktor-
faktor yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang. Terdapat
atribut-atribut tertentu yang dimiliki oleh seseorang dan hal tersebut
dapat mempengaruhi persepsi manusia seperti telah disebutkan,
seorang agamis yang satu dengan yang lainnya, antar penyandang
profesi yang berbeda, predikat peran yang dimiliki masing-masing
mempengaruhi individu dalam menciptakan pandangan,
pengalaman, kearifan yang beragam dalam memandang suatu obyek
atau fenomena.
Walgito (2010: 100), menjelaskan adanya faktor internal dan
eksternal yang mempengaruhi persepsi seseorang. Faktor internal
adalah faktor yang ada dalam individu itu sendiri, seperti perasaan,
pengalaman, kemampuan, dan kerangka acuan. Sedangkan faktor
eksternal adalah faktor stimulus itu sendiri dan lingkungan di mana
persepsi itu berlangsung.
Persepsi Guru Mengenai…, Eni Nurhidayati, FKIP, UMP, 2017
10
b. Proses dan Langkah Terjadinya Persepsi
Langkah atau proses terjadinya persepsi seperti yang
dikemukakan oleh Walgito (2010: 102) dijelaskan dengan uraian:
“Proses terjadinya persepsi diawali dari proses kealaman
(proses fisik) yaitu manakala objek menimbulkan stimulus, dan
stimulus mengenai alat indera. Stimulus yang diterima alat
indera kemudian diteruskan oleh syaraf sensoris menuju otak
selanjutnya proses ini disebut sebagai proses fisiologis.
Stimulus yang telah diterima otak sebagai pusat kesadaran
membuat indiviu menyadari apa yang dilihat, didengar atau
diraba. Kondisi individu menyadari objek yang diterima
disebut sebagai proses psikologis. Proses psikologis
merupakan taraf akhir dari proses persepsi. Dari persepsi yang
tercipta individu dapat memberikan respon dalam berbagai
macam bentuk.”
Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa proses
terjadinya persepsi terjadi melalui tiga tahapan yaitu proses
kealaman, proses fisiologis dan proses psikologis. Pada proses
kealaman, suatu objek akan mengirimkan stimulus-stimulus berupa
informasi-informasi yang ditangkap oleh indera dan reseptor
manusia. Kemudian pada proses selanjutnya yaitu proses fisiologis,
informasi yang masuk tidak semua dicatat namun terdapat upaya
menyeleksi mana yang menjadi perhatian utama. Informasi yang
diperoleh ditambah atau dikurangi dengan apa yang diketahui dan
diyakini dari yang semula belum lengkap menjadi lengkap sehingga
proses lebih aktif dan kreatif. Hasil penambahan dan pengurangan
menghasilkan makna/arti yang lebih teratur sehingga tercapailah
tahap interpretasi dari seorang individu.
Persepsi Guru Mengenai…, Eni Nurhidayati, FKIP, UMP, 2017
11
Saat interpretasi terjadi maka diperoleh pemahaman
pengertian dari informasi yang disampaikan. Meski apa yang sampai
belum tentu sama dengan apa yang diterima namun begitulah hasil
persepsi, bersifat personal antara individu yang satu dengan yang
lain seperti telah disebutkan dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal dan terbatas pada kemampuan individu yang bersangkutan.
Persepsi dapat dikemukakan karena perasaan, kemampuan berfikir,
pengalaman-pengalaman individu tidak sama, maka dalam
mepersepsi sesuatu stimulus, hasil persepsi mungkin akan berbeda
antara individu satu dengan individu lain, Davidoff (Walgito, 2010:
100).
2. Kebijakan Pendidikan Publik
Secara etimologi (asal kata) kebijakan (policy) diturunkan dari
Bahasa Yunani, yaitu kata “Polis” yang berarti kota (city). Abidin
(Syafaruddin, 2008: 75) menjelaskan kebijakan adalah keputusan
pemerintah yang bersifat umum dan berlaku untuk seluruh anggota
masyarakat. Keputusan pemerintah dikeluarkan dan ditandai dengan
adanya sumber hukum yang mengaturnya. Rakhmat (2014: 74)
menjelaskan bahwa sumber hukum formal di Indonesia diatur dalam
MPRS No.XX/MPR/1966 yang terdiri dari:
1. UUD 1945, Tap MPR,
2. UU dan PP sebagai pengganti UU (Perpu, PP
3. Keppres, Inpres, Permen, beserta instruksi menteri dan
Surat Menteri
Persepsi Guru Mengenai…, Eni Nurhidayati, FKIP, UMP, 2017
12
Kebijakan merupakan perintah negara tentang apa yang harus
dilakukan atau tidak dilakukan. Sesuai dengan pernyataan yang
diungkapkan Pal (Irianto, 2012: 34), public policy is what the
government say to do or not to do. Kebijakan dalam bidang pendidikan
ditetapkan oleh pemerintah yang mengatur pengelolaan sekolah
pemerintah yang diatur tidak hanya kurikulum, pedagogi dan
penilainnya, tetapi juga kondisi guru dan pemeliharaan sarana fisik
(Fattah, 2013: 132).
a. Tahapan Kebijakan Pendidikan
Putt dan Sppringer (Syafaruddin, 2008: 81) membagi tahapan
kebijakan ke dalam tiga fase meliputi: formulasi, implementasi dan
evaluasi. Tahap formulasi kebijakan berisi serangkaian tahap yang
saling bergantung dan diatur menurut urutan waktu, penyusunan
agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi
kebijakan dan penilaian. Formulasi kebijakan merupakan kerangka
berpikir holistis yang menggambarkan bagaimana suatu kebijakan
akan dilaksanakan.
Kedua, tahap implementasi yaitu serangkaian aktivitas dan
keputusan yang memudahkan pernyataan kebijakan dalam formulasi
terwujud ke dalam praktik organisasi. Tahap ketiga yaitu evaluasi
kebijakan yaitu suatu langkah untuk mengetahui sejauh mana
keefektivan kebijakan pulik telah dilaksanakan guna
dipertanggungjawabkan kepada semua pihak terkait.
Persepsi Guru Mengenai…, Eni Nurhidayati, FKIP, UMP, 2017
13
b. Rencana Kebijakan Pendidikan
Pentingnya sebuah perencanaan adalah untuk membantu
pihak pembuat kebijakan merancang dengan baik ide/ gagasan/
konsep sebuah kebijakan yang dibuat. Dalam Perencanaan kebijakan
meliputi proses yang beragam dari mulai analisis situsasi saat ini,
keberlanjutan dan penilaian terhadap program, persiapan dan
monitoring dari pelaksanaan program hingga akhirnya mengantarkan
pada perumusan kembali sebuah kebijakan yang baru (Haddad,
1995: 6-7).
Lebih lanjut, Haddad (1995: 17) menjelaskan pentingnya
suatu rencana kebijakan pendidikan adalah untuk memperjelas isu-
isu yang bersifat ambigu di lapangan, dapat mendefinisikan
kebijakan secara objektif, memunculkan berbagai alternatif pilihan
bagi kebijakan, sebab-akibat dari suatu langkah kebijakan dapat
diketahui dengan jelas, dapat memprediksi secara rasional dan
memungkinkan diperolehnya pengambilan keputusan secara
rasional.
Haddad (1995: 24) menyebutkan ketujuh proses dalam
merencanakan kebijakan pendidikan, meliputi:
1) Menganalisis situasi
2) Membuat generasi dari pilihan-pilihan kebijakan yang ada
3) Mengevaluasi masing-masing pilihan kebijakan yang ada
4) Menentukan pilihan kebijakan
5) Menilai dampak pelaksanaan kebijakan
6) Keberlanjutan program
Persepsi Guru Mengenai…, Eni Nurhidayati, FKIP, UMP, 2017
14
c. Analisis Situasi & Progresivisme Kebijakan Pendidikan
Haddad (1995: 24) menyatakan,
“In addition to the analysis of the sector itself, policy analysis
should consider a number of aspects of the social context, including
political, economic, demographic, cultural and social issues which
are likely to affect the decision making and even implementation
processess of the education sector”
Berdasarkan pendapat di atas terdapat enam aspek yang perlu
dianalisis dalam suatu perencanaan kebijakan sebelum diterapkan
diantaranya yaitu aspek sosial, politik, ekonomi, kependudukan,
budaya dan isu-isu sosial. Selain analisis situasi, progresivisme
masyarakat penting untuk ditumbuhkan sebelum
mengimplementasikan suatu kebijakan baru sebagai langkah inovasi
dalam dunia pendidikan. Gerakan progresivisme merupakan paham
yang menghendaki adanya perubahan-perubahan yang sifatnya
membangun dalam dunia pendidikan.
Gerakan progresif di dalam dunia pendidikan yang
disebutkan oleh Tilaar (2006: 113) mempunyai tiga agenda besar
yaitu: 1) Menolak segala bentuk formalisme, rutinitas dan birokrasi
yang menghilangkan gairah belajar di dalam sekolah; 2) Menemukan
dan mengimplementasikan metode-metode inovatif dalam proses
belajar dan mengajar yang difokuskan kepada minat dan kebutuhan
peserta didik; 3) Memprofesionalisasikan proses mengajar serta
pengolahan pendidikan.
Persepsi Guru Mengenai…, Eni Nurhidayati, FKIP, UMP, 2017
15
Guna menempuh gerakan progresif, langkah-langkah
pengambilan tindakan perlu berpedoman pada lima prinsip gerakan
progresif menurut Tilaar (2008: 116), yaitu: 1) mengindentifikasi
masalah-masalah dan menelitinya secara scientific serta terbuka; 2)
Memberikan informasi serta pendidikan terhadap publik terlebih
melalui mass media (investigate journalism); 3) Mendiskusikan dan
mengstrukturalisasikan masalah-masalah yang dihadapi; 4)
Mengusulkan dan membuat undang-undang dalam memperbaharui
situasi; 5) Menetapkan peraturan-peraturan untuk implementasi serta
follow up dari kebijakan publik tersebut.
d. Feasibilitas Program Kebijakan
Feasibiltas program oleh Haddad (1995: 33-34) dapat
diketahui atau dinilai berdasarkan tinjauan beberapa topik bahasan,
seperti pada penjelasan sebagai berikut:
Another and very different kind of implication is the
availability of human recourcerces for implementing the change.
Fiscal recources are easy to compute. More difficult is the estimate
of what level of training is required of teachers (the more
sophisticated the programme and/ or technology involved, the more
highly trained the personel need to be) and whether there are
enough personnel to implement the policy option. In many
developing countries, highly trained personnel may be in short
supply. This then raises the question of whether they can be imported
or trained and what cost. Equally important is the presence of the
institutional culture(norms, procedures, environment) necessary to
attract, retain, and effectively utilize trained personnel in
transforming policies into plans and implemented programmes.
Another element in the calculus of feasibility is time.
Persepsi Guru Mengenai…, Eni Nurhidayati, FKIP, UMP, 2017
16
Berdasarkan penjelasan di atas untuk menilai feasibilatas
suatu program dapat dilihat dari human recources (sumber daya
manusia), fiscal recources (finansial/ pendanaan) trainning
programme (pelatihan program), institutional culture (kultur sekolah
yang meliputi: norma, cara dan lingkungan), dan waktu.
Kebijakan full day school dalam topik bahasan penelitian ini,
merupakan sebuah program baru yang yang berlaku berdasarkan aturan
Permendiknas Nomor 23 tahun 2017 tentang hari sekolah. Berdasarkan
tinjauan teori, kedudukan program full day school berada pada tahap
kebijakan yaitu tahap implementasi. Dalam tahap implementasi awal,
program full day school secara bertahap dijalankan sebagai langkah
analisis untuk mengetahui respon maupun penilaian dari berbagai pihak
terkait yang melaksanakan. Tahapan implementasi merupakan bagian
yang tidak bisa terlepas evaluasi nantinya. Saat ini full day school belum
secara serempak dilaksanakan hanya pada sekolah tertentu yang menjadi
piloting/ percontohan (Manggala: 2016), oleh karenanya peneliti
mengambil langkah investigasi guna mengumpulkan persepsi guru
berkaitan dengan program full day school sebelum diimplementasikan.
3. Full Day School dan Kaitannya dengan Program 5 Hari Sekolah
Sejarah sekolah full day school berasal dari Amerika Serikat
berkembang dari taman kanak-kanak hingga pendidikan dasar (Dalvi:
2013). Kemunculan sistem full day school di Indonesia sendiri diawali
dengan menjamurnya istilah sekolah unggulan sekitar tahun 1990-an
yang banyak dipelopori oleh sekolah-sekolah swasta termasuk sekolah-
sekolah berlabel islam (Kuswandi: 2012). Konsep sekolah unggulan
adalah mereka yang mengedepankan kualitas pada proses dan sistem
pembelajaran.
Persepsi Guru Mengenai…, Eni Nurhidayati, FKIP, UMP, 2017
17
Peter Salim (Utomo, 2016: 62) sistem full day school adalah
sebuah sistem pembelajaran yang dilakukan dalam kegiatan belajar
mengajar yang dilakukan sehari penuh dengan memadukan sistem
pembelajaran secara intensif dengan memberikan tambahan waktu
khusus untuk pendalaman selama lima hari dan sabtu diisi dengan
relaksasi atau kreativitas. Basuki (Iftiani & Nurhidayati, 2016: 54)
menyebutkan bahwa full day school atau sering disebut sekolah terpadu
adalah sekolah yang menggunakan waktu belajar dan bermain anak
dalam 5 hari kerja namun dengan jam berada di sekolah lebih lama dari
sekolah biasanya. Lawan dari full day school adalah half day school atau
sekolah seperti yang disebut sebelumnya merupakan sekolah
konvensional atau sekolah relatif singkat (reguler), memiliki waktu
belajar dari pukul 07.00 – 10.00 (Iftiani & Nurhidayati, 2016: 56).
Berdasarkan kedua pendapat diatas dapat diketahui bahwa full day school
adalah merupakan sistem pembelajaran yang berlangsung selama lima
hari dengan durasi waktu belajar lebih lama dari sekolah reguler yakni
berlangsung hingga sore hari.
Utomo (2016) mengutip pendapat Peter Salim, mengungkapkan
pendidikan dengan sistem full day school adalah sebuah sistem
pembelajaran yang dilakukan dalam kegiatan belajar mengajar yang
dilakukan sehari penuh dengan memadukan sistem pembelajaran secara
intensif dengan memberikan tambahan waktu khusus untuk pendalaman
selama lima hari dan sabtu libur diisi dengan relaksasi atau kreativitas.
Persepsi Guru Mengenai…, Eni Nurhidayati, FKIP, UMP, 2017
18
Permendiknas Nomor 23 tahun 2017 mengeluarkan aturan
tentang hari sekolah, pada pasal 2 mengenai hari sekolah dijelaskan
waktu 8 (delapan) jam dalam 1 (satu) hari atau 40 (empat puluh) jam
selama 5 (lima) hari dalam satu minggu ditambah dengan waktu istirahat
selama 0,5 (nol koma lima) jam dalam 1 (satu) hari atau 2,5 (dua koma
lima) jam selama 5 (lima) hari dalam 1 (satu) minggu. Berdasarkan
Permendiknas Nomor 23 tahun 2017 sebagaimana telah disebutkan, jika
dikaitkaan dengan istilah full day school maka keduanya memliki
hubungan yang erat bahwasanya full day school merupakan sistem
sekolah yang berlangsung selama 5 hari. Hal tersebut pula yang menjadi
alasan logis bahwa penyebutan Permendiknas Nomor 23 tahun 20017
tersebut tentang 5 hari sekolah disamakan istilahnya dengan full day
school di kalangan masyarakat. Sejalan dengan pendapat Baharuddin
(Khusnaya: 2016) menyatakan bahwa proses belajar mengajar full day
school dilakukan mulai pukul 06.45-15.00 dengan durasi istirahat setiap
dua jam sekali. full day school adalah sistem belajar yang berlangsung
kurang lebih 8 jam sehari (Hawi, 2015: 76)
Implementasi program full day school sebagaimana yang
dijelaskan oleh Astuti (2013) yaitu: 1) Pembelajaran hingga sore hari; 2)
Menggunakan lima hari efektif; 3) Pembelajaran menggunakan
pendekatan joyfull learning. Lebih lanjut Astuti (2017: 134)
menyebutkan alasan didirikannya sekolah full day school dikarenakan: 1)
Minimnya waktu orang tua di rumah karena tuntutan kerja; 2) Perlunya
pengawasan terhadap kebutuhan dan keselamatan anak terutama bagi
anak usia dini selama orang tuanya bekerja; 3) Perlunya formalisasi jam-
jam tambahan keagamaan yang minim; 4) Perlunya peningkatan kualitas
pendidikan sebagai solusi berbagai permasalahan bangsa saat ini.
Persepsi Guru Mengenai…, Eni Nurhidayati, FKIP, UMP, 2017
19
a. Tujuan dan Manfaat Full Day School
Menurut Hawi (2015: 80) tujuan dari sistem full day school ini,
antara lain:
1) Membangun sikap disiplin dalam belajar
2) Menghasilkan pribadi yang unggul secara intelektual dan moral
3) Anak mendapatkan pendidikan umum yang antisipatif terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan.
4) Anak memperoleh pendidikan keislaman secara layak dan
proporsional
5) Menginginkan anak-anak memiliki sains, teknologi dan agama
agar hidupnya seimbang.
Sementara dari sumber lain, Utomo (2016: 64) menjelaskan
beberapa tujuan yang ingin dicapai melalui program full day school,
sebagai berikut:
1) Mengurangi pengaruh negatif dari luar pada anak usai sekolah
2) Membuat belajar siswa menjadi efektif dan efisien dengan
mengajarkan lebih banyak IPTEK dan IMTAQ
3) Membantu orang tua siswa yang bekerja sehari penuh sehingga
dapat membantu memantau terhadap anak-anak dan menjamin
mereka mendapatkan pendidikan di rumah secara ekslusif.
Sedangkan manfaat dari sistem full day school (Hawi, 2015:
80), antara lain:
1) Pengaruh negatif dari luar sekolah dapat diminimalisir
2) Anak-anak jelas akan mendapatkan metode pembelajaran yang
bervariasi dan lain daripada sekolah dengan program reguler.
3) Orang tua tidak merasa khawatir, karena anak-anak mereka berada
seharian di sekolah yang berarti ada mengawasi mereka para guru
dan sebagian waktu anak untuk belajar.
Persepsi Guru Mengenai…, Eni Nurhidayati, FKIP, UMP, 2017
20
Kauerz (2005: 2) Sistem full day school yang dilakukan oleh
sekolah di Amerika telah memberikan dampak positif sebagai
berikut:
1) For children, full-day kindergarten is important, provides
continuity for children who are accustomed to full-day
experiences outside
2) For families, full-day kindergarten is important. An
overwhelming number of American families need someone to
carefor their children while parents and other caregivers work.
3) For teacher, full-day kindergarten is important. Full-day
program allow teachers more time for both formal an informal
instruction that provides meaningfull learning opportunities and
encourage not only cognitive development but also physical and
socio-emotional development.
Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa sistem
full day school dapat bermanfaat bagi anak/ siswa yaitu dapat
memberikan pengalaman yang berkesinambungan; bagi keluarga
program full day school dapat membantu orang tua dalam menjaga
anak-anak mereka selama bekerja; dan bagi guru, program full day
school dapat memberikan kesempatan untuk menciptakan sebuah
pembelajaran yang bermakna guna mengembangkan aspek fisik,
sosial dan perkembangan emosi siswa.
b. Kurikulum Full Day School
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem
pendidikan Nasional menyatakan bahwa:
Pasal 36:
Ayat (1) Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu
pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional”, dan ayat (2) menyebutkan bahwa
“kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan
dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan
satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.
Persepsi Guru Mengenai…, Eni Nurhidayati, FKIP, UMP, 2017
21
Pasal 38:
Ayat (2) Kurikulum pendidikan dasar dan menengah
dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap
kelompok satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di
bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor
Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar
dan provinsi untuk pendidikan menengah.
Undang-undang tersebut merupakan dasar bagi penyelenggaraan
pendidikan di Indonesia melatarbelakangi inovasi berdirinya
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Fattah (Syafaruddin, 2008: 155)
menjelaskan manajemen berbasis sekolah diartikan sebagai
pengalihan dalam pengambilan keputusan dari tingkat pusat sampai
tingkat sekolah. Pemberian kewenangan dalam pengambilan
keputusan dipandang sebagai otonomi di tingkat sekolah dalam
pemanfaatan sumber daya sehingga sekolah mampu secara mandiri
menggali, mengalokasikan, menentukan prioritas, memanfaatkan,
mengendalikan, dan mempertanggungjawabkan (accountability)
kepada setiap orang yang berkepentingan (stakeholders).
Atas dasar kebijakan pemerintah tersebut, banyak diantara
sekolah-sekolah yang memaksimalkan potensi sekolahnya dengan
mengonsep bentuk aktivitas dan program belajar sebagai bentuk
mengembangkan kurikulum. Sekolah full day school merupakan salah
satu produk dari pengembangan kurikulum sekolah yang dirumuskan.
Sekolah full day school lahir dari konsep integrated curriculum
berbentuk integrated day atau keterpaduan hari.
Persepsi Guru Mengenai…, Eni Nurhidayati, FKIP, UMP, 2017
22
Banyaknya waktu di sekolah bersistem full day school
memungkinkan para staf guru untuk merancang kurikulum yang
dikembangkan. Hal ini dimaksudkan selain materi yang menjadi
kewajiban untuk diajarkan sesuai peraturan pemerintah, terbuka juga
kesempatan utnuk menambahkan materi lain yang dipandang sesuai
dan relevan dengan visi-misi lembaga penelitian tersebut. Full day
school merupakan program pendidikan dimana seluruh aktivitasnya
berada di sekolah dengan memiliki ciri-ciri integrated activity dan
integrated curriculum (Utomo, 2016: 63).
Konsep integrated-curriculum intergrated-day tergambar
dengan berbagai program belajar dan aktivitas sekolah dimulai dari
kegiatan bermain, belajar, makan, muatan kegiatan keagamaan,
ekstrakurikuler dan lain-lain yang berlangsung dalam suatu sistem
pendidikan (Sulistyaningsih, 2008: 61). Fogart (Widyowati: 74)
mengemukakan bahwa kurikulum terpadu (integrated curriculum)
sebagai model kurikulum yang dapat mengintegrasikan skills, themes,
conceptand topics secara inter dan antar disiplin atau penggabungan
keduanya. Konsep 5 hari sekolah sebagaimana dimuat dalam
Permendiknas Nomor 23 tahun 2017 memiliki kesamaan kurikulum
sebagaimana telah dijelaskan pada kurikulum full day school yaitu
meliputi kegiatan intrakurikuler, kokurikuler dan ekstrakurikuler.
Persepsi Guru Mengenai…, Eni Nurhidayati, FKIP, UMP, 2017
23
Kegiatan intrakurikuler adalah kegiatan yang dilaksanakan
untuk pemenuhan kurikulum sesuai aturan undang-undang, kegiatan
kokurikuler dalam bentuk kegiatan penguatan atau pendalaman
kompetensi dasar atau indikator pada mata pelajaran/ bidang sesuai
dengan kurikulum dan kegiatan ekstrakurikuler yaitu berupa kegiatan
pengembangan bakat, minat, kemapuan, kerjasama dan kemandirian
peserta didik secara optimal. Ketiga komponen tersebut secara terpadu
termuat dalam konsep full day school. Full day school merupakan
sistem pembelajaran yang intensif yakni dengan menambah jam
pelajaran untuk pendalaman materi pelajaran untuk pendalaman
materi pelajaran serta pengembangan diri dan kreativitas (Dalvi, 2013:
80).
Annisa (Khusnya: 2016) menjelaskan bahwa melalui full day
school anak akan memperoleh pendidikan kepribadian yang antisipatif
terhadap perkembangan sosial budaya, dan pengetahuan umum.
Potensi, bakat serta minat anak full day school juga dapat tersalurkan
melalui kegiatan ekstrakurikuler dan program bimbingan dan
konseling di sekolah. Sistem full day school dapat pula membentuk
akidah dan akhlak mulia untuk menanamkan nilai-nilai positif.
Permendikas Nomor 23 tahun 2017 telah menjabarkan diantara bentuk
kegiatan kokurikuler ialah kegiatan ilmiah, pembimbingan seni dan
budaya serta untuk penguatan karakter. Pada bentuk kegiatan
ekstrakurikuler termasuk diantaranya kegiatan krida, karya ilmiah,
latihan olah bakat/minat dan keagamaan seperti diniyyah, pesantren
kilat, ceramah keagamaan dan baca tulis Al Qur‟an dan kitab lainnya.
Persepsi Guru Mengenai…, Eni Nurhidayati, FKIP, UMP, 2017
24
Terdapat beberapa faktor yang dapat menghambat pelaksanaan
full day school sebagaimana yang dipaparkan oleh Astuti (2013)
dalam penelitiannya berjudul “Implementasi Program Fullday School
Sebagai Usaha Mendorong Perkembangan Sosial Peserta Didik TK
Unggulan Al-Ya‟lu Kota Malang”, diantaranya: 1) Kurangnya
kepercayaan dari pihak orang tua; 2) Minimnya keberadaan sarana
dan prasarana; 3) Heterogenitas peserta didik. Sementara faktor yang
dapat mendorong pelaksanaan program full day school, yaitu: 1)
Pendanaan yang cukup; 2) Aktivitas belajar yang disukai anak-anak;
3) partisipasi penuh dari orang tua.
4. Psikologi Perkembangan dan Psikologi Belajar Anak Sekolah Dasar
Anak-anak usia sekolah dasar dengan rentang usia 6-12 tahun
memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak-anak yang usianya
lebih muda yaitu senang bermain, senang bekerja, senang bekerja dalam
kelompok, dan senang melakukan sesuatu secara langsung (Desmita,
2009: 35). Lebih lanjut Desmita (2009: 4) mengemukakan, psikologi
perkembangan merupakan salah satu cabang psikologi khusus yang
mengkaji perkembangan tingkah laku dan aktivitas mental manusia
sepanjang rentetan kehidupannya, mulai dari masa konsepsi hingga
meninggal dunia. Dalam konteks pendidikan, pembahasan psikologi
perkembangan menjadi topik bahasan yang erat dikaitkan dengan
psikologi belajar. Djamarah (2008: 3) mendefinisikan, bahwa yang
dimaksud dengan psikologi belajar adalah sebuah displin psikologi yang
berisi teori-teori psikologi mengenai belajar, terutama mengupas
bagaimana cara individu belajar atau melakukan pembelajaran.
Persepsi Guru Mengenai…, Eni Nurhidayati, FKIP, UMP, 2017
25
a. Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar
Havighurst (Desmita, 2009: 35) mengaitkan antara
karakteristik anak usia SD dengan tugas perkembangannya ialah
sebagai berikut:
1) Menguasai keterampilan fisik yang diperlukan dalam permainan
dan aktivitas fisik
2) Membina hidup sehat
3) Belajar bergaul dan bekerja dalam kelompok
4) Belajar menjalankan peranan sosial sesuai dengan jenis kelamin
5) Belajar membaca, menulis, dan berhitung agar dapat
berpartisipasi dalam masyarakat
6) Memperoleh sejumlah konsep yang diperlukan untuk berpikir
efektif
7) Mengembangkan kata hati, moral, dan nilai-nilai
8) Mencapai kemandirian.
b. Kebutuhan peserta didik dan implikasinya dalam pendidikan
Desmita (2009: 68-71) menyebutkan jenis-jenis kebutuhan
siswa implikasinya dengan pendidikan, yaitu:
1) Kebutuhan jasmaniah diantaranya seperti makan, minum,
pakaian, oksigen, istirahat, kesehatan jasmani, gerak-gerak
jasmani, serta terhindar dari berbagai ancaman.
2) Kebutuhan akan rasa aman merupakan kebutuhan akan suasana
sekolah yang aman, nyaman, dan teratur, serta terhindar dari
kebisingan dan berbagai situasi yang mengancam.
3) Kebutuhan akan rasa kasih sayang
4) Kebutuhan akan penghargaan menimbang dari kecenderungan
peserta didik untuk diakui dan diperlakukan sebagai orang yang
berharga diri.
5) Kebutuhan akan rasa bebas ialah menjamin bahwa peserta didik
terhindar dari perasaan frustasi, tertekan, konflik, dan sebagainya.
6) Kebutuhan akan rasa suskes.
c. Faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar
Menurut Djamarah (2008: 176-205), Faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi hasil belajar terdiri dari dua aspek yaitu faktor
lingkungan, instrumental, kondisi fisiologis, kondisi psikologis dan
kemampuan kognitif.
Persepsi Guru Mengenai…, Eni Nurhidayati, FKIP, UMP, 2017
26
1) Faktor lingkungan terdiri dari lingkungan alami dan lingkungan
buatan
2) Faktor instrumental merupakan seperangkat alat kelengkapan
dalam berbagai bentuk dan jenisnya yag mendukung tujuan
sekolah. Faktor isntrumental terdiri dari:
a) Kurikulum, merupakan a plan for learning, dengan adanya
kurikulum arah/ tujuan pembelajaran menjadi jelas, alokasi
waktu tertata sehingga siswa memiliki kegiatan belajar yang
jelas.
b) Program adalah suatu rancangan yang dibuat oleh masing-
masing sekolah dijalankan untuk memajukan pendidikan. Satu
sekolah dengan sekolah lainnya akan berlainan jenis.
c) Sarana dan fasilitas adalah segala hal yang dapat mendukung
pembelajaran seperti gedung, ruang kelas, buku pelajaran, alat
peraga, dan lain lain. Sarana dan prasarana sangat
berpengaruh terhadap kegiatan belajar terutama untuk
menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan
bervariasi bagi anak.
d) Guru
3) Kondisi fisiologis seperti disebutkan oleh Noehi Nasution
(Djamarah, 2008: 189) amat mempengaruhi kemampuan belajar
seseorang. Seseorang dalam keadaan segar jasmaninya akan
berlainan belajarnya dari orang yang kelelahan.
4) Kondisi psikologis yang mempengaruhi proses belajar seperti:
a) Minat menurut Slameto (Djamarah, 2008: 191) adalah suatu
rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau
aktivitas, tanpa ada yang menyuruh.
b) Kecerdasan
c) Bakat adalah kemampuan bawaan yang merupakan potensi
yang masih perlu dikembangkan atau latihan (Djamarah,
2008: 196)
d) Motivasi menurut Noehi Nasution (Djamarah, 2008: 200)
adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk
melakukan sesuatu
e) Kemampuan kognitif
d. Stress Sekolah dalam Perkembangan Peserta Didik
Desmita (2009: 291) mendefinisikan, stress sekolah (school
stress) adalah ketegangan emosional yang muncul dari peristiwa-
peristiwa kehidupan di sekolah dan perasaan terancamnya
keselamatan atau harga diri siswa.
Persepsi Guru Mengenai…, Eni Nurhidayati, FKIP, UMP, 2017
27
Diantara bentuk-bentuk ketegangan akibat aktivitas di
sekolah yang terjadi pada akhirnya dapat memunculkan reaksi-reaksi
fisik, psikologis, dan tingkah laku yang berdampak pada
penyesuaian psikologis dan prestasi akademis. Penyebab stres siswa
adalah akibat tuntutan sekolah. Desmita (2009: 293-298),
menyebutkan beberapa macam tuntutan sekolah yang menjadi
pemicu stres siswa sebagai berikut:
1) Phisical demands adalah stres siswa yang bersumber dari
lingkungan fisik.
2) Task demands adalah tugas-tugas pelajaran yang harus
dikerjakan atau dihadapi yang dapat menimbulkan perasaan
tertekan atau stres.
3) Role demands adalah peran yang dipikul siswa di sekolah.
4) Interpersonal demands adalah kemampuan berinteraksi sosial
atau menjalin hubungan yang baik dengan orang lain.
e. Kesehatan Anak
Rosso (2010: 8) menyatakan bahwa anak-anak usia sekolah
(5-18) mewakili sebuah kelompok target yang penting dan beragam
untuk intervensi kesehatan dan gizi. Anak yang telah merayakan
ulang tahun kelimanya telah melewati periode resiko tinggi kematian
anak. Selain itu masalah kesehatan dan gizi yang pernah diderita
sebelum ulang tahun kelimanya, khususnya dalam dua tahun pertama
hidupnya, dapat menyebabkan kerusakan yang tidak dapat
diperbaiki. Kerusakan tersebut dapat mempengaruhi kapasitas anak
tadi dalam mencapai potensi sepenuhnya dalam hal pertumbuhan
dan perkembangan fisik serta mentalnya.
Persepsi Guru Mengenai…, Eni Nurhidayati, FKIP, UMP, 2017
28
Usia 5-18 merupakan usia yang tergolong ke dalam masa
kanak-kanak tengah hingga akhir dan merupakan usia anak dapat
terhindar dari resiko penyakit bawaan pada usia sebelumnya.
Demikian memperkuat apa yang disampaikan oleh Rosso, Santrock
(2007: 182) menyatakan, masa kanak-kanak tengah dan akhir
merupakan masa kesehatan yang prima. Namun demikian, setelah
mencapai usia yang prima perhatian terhadap kesehatan sebaiknya
tidak luput dari perhatian, masalah gizi dan kesehatan penting untuk
dijaga guna mendukung masa pertumbuhan dan perkembangan anak.
Pertumbuhan dan perkembangan anak usia sekolah
mencakup fisik maupun kognitif sangat dipengaruhi oleh status
kesehatan dan gizi anak. Hal ini dijelaskan oleh Rosso (2010: 11)
bahwa status kesehatan dan gizi adalah faktor penentu yang kuat
akan kapasitas belajar dan seberapa baik seorang anak berfungsi di
sekolah. Guna mencapai status kesehatan dan gizi yang baik,
diantaranya hal yang dapat dilakukan ialah dengan membiasakan
anak berperilaku sehat. Hal tersebut dijelaskan oleh Santrock (2007:
181) diantara pembentukan kebiasaan yang sehat sejak masa kana-
kanak dapat dilaukan dengan cara seperti memakan makanan yang
rendah kolestrol dan melakukan olahraga secara teratur. Lebih lanjut
Rosso (2010: 10) menyatakan keterkaitan antara kesehatan anak dan
gizi sekolah, hal tersebut disajikan pada tabel 2. 1 berikut:
Persepsi Guru Mengenai…, Eni Nurhidayati, FKIP, UMP, 2017
29
Tabel 2. 1 Kesehatan dan Gizi Sekolah
Sehat untuk Belajar Belajar untuk Sehat
Bergizi baik Tingkah laku yang baik yang
berhubungan dengan kesehatan,
gizi, sanitasi, dll untuk
mempertahankan kesehatan yang
ada pada saat ini dan di masa
depan.
Tidak lapar
Bebas dari penyakit
Lingkungan sekolah yang aman Tingkah laku yang baik untuk
menghindari tingkah laku yang
beresiko (rokok, HIV/AIDS,
lainnya)
Tidak adanya gangguan
pancaindera yang tidak teratasi
Dukungan untuk kebutuhan
khusus
Berdasarkan tabel di atas diantara perilaku sehat untuk
belajar adalah terpenuhinya kebutuhan makan anak. Asupan
makanan merupakan bekal bagi anak untuk menyuplai energi agar
dapat beraktivitas, tumbuh dan sebagai anti kekebalan. Sebagaimana
yang dikemukakan oleh Brom (Santrock, 2007: 189) menyatakan
apa yang dimakan anak mempengaruhi pertumbuhan kerangka
tubuh, bentuk tubuh, dan kerentanan mereka terhadap penyakit.
Berdasarkan hal tersebut maka perlu diperhatikan kebutuhan asupan
makan anak agar tidak mengalami kelaparan.
Persepsi Guru Mengenai…, Eni Nurhidayati, FKIP, UMP, 2017
30
Rosso (2010: 16) menyatkan bahayanya kelaparan jangka
pendek telah dipelajari secara luas di negara maju dan berkembang
dengan melihat efek dari tidak makan pagi terhadap kognisi dan
kinerja. Mengurangi kelaparan jangka pendek di sekolah dapat
menolong anak-anak untuk menjadi lebih memperhatikan pelajaran
dan untuk meningkatkan kemampuan kognitif mereka. Memperbaiki
kognisi anak dapat membantu meningkatkan hasil pendidikan
lainnya termasuk prestasi sekolah (hasil tes) dan kemajuan sekolah
(kemajuan secara teratur), kenaikan dari satu kelas ke kelas lainnya
sampai penyelesaian pendidikan dasar.
B. Penelitian yang Relevan
Beberapa penelitian yang mengkaji tentang full day school telah
dilaksanakan. Baik di dalam negeri maupun luar negeri pembahasan megenai
topik tersebut beragam fokus pembahasannya. Namun secara keseluruhan
adanya penelitian yang membahas full day school tersebut bertujuan guna
menggali kelebihan dan kelemahan, efektivitas, hingga pengaruh program
tersebut terhadap aspek yang lain seperti perkembangan bahasa,
perkembangan siswa, kecakapan bahasa ataupun matematika dan sebagainya.
Demikian halnya akhir-akhir ini isu tentang wacana kebijakan
penerapan full day school secara nasional berkembang meluas di Indonesia.
Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini antara lain:
Persepsi Guru Mengenai…, Eni Nurhidayati, FKIP, UMP, 2017
31
1. Penelitian oleh Junanah (2002) tentang “Persepsi Orangtua terhadap
Penerapan Sistem Terpadu Sekolah Dasar Islam (SDIT) Luqman Al
Hakim”. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui bagaimana
persepsi orang tua terhadap SDIT Luqman Al Hakim dan penerapan
sistem terpadi di SDIT Luqman Al Hakim. Penelitian ini menggunakan
metode survey deskriptif. Pengambilan data dilakukan melalui angket
tertutup, hasil dari analisis angket tersebut kemudian diinterpretasikan dan
dipaparkan dalam bentuk kata-kata atau kualitatif. Penelitian tersebut
terdiri dari 75 responden. Hasil penelitian tersebut memaparkan tentang 3
(tiga) poin pokok yang menjadi perhatian orang tua yaitu: (1) Persepsi
positif maupun negatif terhadap sistem full day school; (2) Harapan orang
tua terhadap terhadap sistem full day dipandang dari ketiga aspek yaitu
secara akademik, psikologis dan sosiologis; (3) Penilaian Orang tua
secara positif maupun negatif terhadap SDIT.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Koran “Sinar Indonesia” terdiri atas 400
orang responden. Hasil jajak pendapat tersebut memberikan hasil yaitu
empat poin alasan penolakan terhadap program full day school
diantaranya 88% responden menyatakan full day school dapat membebani
anak secara fisik dan psikologis, 7% responden menilai full day school
belum diperlukan, 3% responden menyatakan sarana dan prasarana antar-
daerah tidak sama dan 2% responden sisanya memandang adanya
perbedaan latar belakang ekonomi yang dapat menghambat pelaksanan
program full day school diterapkan. (sumber: Puslitbang Sindo)
Persepsi Guru Mengenai…, Eni Nurhidayati, FKIP, UMP, 2017
32
Kedua penelitian tersebut menjadi acuan bagi peneliti untuk
mengadakan peneltian sejenis yaitu menggali persepsi partisipan terhadap
suatu topik permasalahan. Penelitian oleh Junanah (2002) berupaya menggali
persepsi orang tua terhadap implementasi SDIT Luqman Al Hakim yang di
dalamnya menerapkan sistem full day school. Peneliti memandang belum
banyaknya penelitian yang dilakukan untuk menggali persepsi guru mengenai
kebijakan full day school.
Penelitian oleh Puslitbang Sindo menjadi acuan yang mendasar bagi
peneliti untuk mengadakan investigasi lebih lanjut dan mendalam mengenai
kebijakan full day school melalui penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian
oleh Puslitbang Sindo belum berupaya menggali persepsi dari partisipan yang
erat berkaitan dengan sasaran kebijakan full day school. Oleh karenanya
peneliti memilih guru untuk dijadikan sebagai partisipan penelitian agar
diperoleh data mengenai gambaran persepsi seputar kebijakan full day school
kepada khalayak sehingga dapat diketahui terkait kesiapan dan faktor
penghambat yang mungkin dihadapi ketika program tersebut dilaksanakan.
C. Kerangka Berpikir
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui persepsi guru terhadap
kebijakan full day school terkait bagaiamana cara pandang, pikiran dan
perasaan guru dalam menanggapinya. Kerangka berpikir tersebut dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Persepsi Guru Mengenai…, Eni Nurhidayati, FKIP, UMP, 2017
33
Wacana kebijakan full day school telah disiarkan oleh pemerintah dan
menjadi topik umum dalam dunia pendidikan. Kebijakan tersebut dirumuskan
dan digagas agar dapat berlaku secara nasional di seluruh unit pendidikan
dasar dan menengah. Peneliti mengadakan penelitian ini berdasar atas wacana
yang beredar kemudian berupaya untuk mengumpulkan persepsi dari guru/
partisipan. Persepsi guru didasarkan atas banyaknya faktor pembentuk
persepsi dari individu itu sendiri sehingga dapat dihasilkan pengetahuan
seputar full day school. Selanjutnya kerangka pikir yang telah dipaparkan
dapat disajikan pada gambar 2.1 berikut:
Gambar 2. 1: Kerangka Berpikir Penelitian
Persepsi Guru Mengenai…, Eni Nurhidayati, FKIP, UMP, 2017