BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Komunikasi...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Komunikasi...
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Komunikasi Terapeutik
1. Pengertian
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan
secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan
pasien (Purwanto, 1994). Sedangkan menurut Stuart & Sundeen (1995)
komunikasi terapeutik merupakan cara untuk membina hubungan yang
terapeutik dimana terjadi penyampaian informasi dan pertukaran perasaan
dan pikiran dengan maksud untuk mempengaruhi orang lain. Komunikasi
terapeutik juga dapat dipersepsikan sebagai proses interaksi antara klien
dan perawat yang membantu klien mengatasi stress sementara untuk hidup
harmonis dengan orang lain, menyesuaikan dengan sesuatu yang tidak
dapat diubah dan mengatasi hambatan psikologis yang menghalangi
realisasi diri (Kozier et.al, 2000). Komunikasi terapeutik berbeda dengan
komunikasi sosial yaitu pada komunikasi terapeutik selalu terdapat tujuan
atau arah yang spesifik untuk komunikasi. Dari beberapa pengertian di
atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi terapeutik merupakan
komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya
dipusatkan untuk kesembuhan pasien dan membina hubungan yang
terapeutik antara perawat dan klien.
10
13
2. Fungsi Komunikasi Terapeutik
Menurut Vancarolis (1990) dalam Purwanto (1994) fungsi
komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan
kerjasama antara perawat-klien melalui hubungan perawat-klien. Perawat
berusaha mengungkapkan perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji
masalah serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perawatan.
Dwidiyanti (2008) mengungkapkan bahwa seorang perawat
profesional selalu mengupayakan untuk berperilaku terapeutik, yang
berarti bahwa tiap interaksi yang dilakukan menimbulkan dampak
terapeutik yang memungkinkan klien untuk tumbuh dan berkembang.
Tujuan hubungan terapeutik diarahkan pada petumbuhan klien yang
menurut Stuart dan Sundeen (1995) dan Limberg, Hunter&Kruszweski
(1983) meliputi:
a. Meningkatkan tingkat kemandirian klien melalui proses realisasi diri,
penerimaan diri dan rasa hormat terhadap diri sendiri.
b. Identitas diri yang jelas dan rasa integritas yang tinggi.
c. Kemampuan untuk membina hubungan interpersonal yang intim dan
saling tergantung dan mencintai.
d. Meningkatkan kesejahteraan klien dengan peningkatan fungsi dan
kemampuan memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan personal
yang realistik.
14
3. Karakteristik Komunikasi Terapeutik
Menurut Arwani (2002) ada tiga hal mendasar yang memberi ciri-
ciri komunikasi terapeutik antara lain:
a. Keikhlasan (Genuiness)
Perawat harus menyadari tentang nilai, sikap dan perasaan yang
dimiliki terhadap keadaan klien. Perawat yang mampu menunjukkan
rasa ikhlasnya mempunyai kesadaran mengenai sikap yang dipunyai
terhadap klien sehingga mampu belajar untuk mengkomunikasikan
secara tepat.
b. Empati (Empathy)
Empati merupakan perasaan ”pemahaman” dan ”penerimaan” perawat
terhadap perasaan yang dialami klien dan kemampuan merasakan
dunia pribadi klien. Empati merupakan sesuatu yang jujur, sensitif dan
tidak dibuat-buat (objektif) didasarkan atas apa yang dialami orang
lain. Empati cenderung bergantung pada kesamaan pengalaman
diantara orang yang terlibat komunikasi.
c. Kehangatan (Warmth)
Dengan kehangatan, perawat akan mendorong klien untuk
mengekspresikan ide-ide dan menuangkannya dalam bentuk perbuatan
tanpa rasa takut dimaki atau dikonfrontasi. Suasana yang hangat,
permisif dan tanpa adanya ancaman menunjukkan adanya rasa
penerimaan perawat terhadap klien. Sehingga klien akan
mengekspresikan perasaannya secara lebih mendalam.
15
4. Prinsip Komunikasi Terapeutik (Keliat, 1996)
Tujuan komunikasi terapeutik akan tercapai apabila perawat dalam
”helping relationship” memiliki prinsip-prinsip/karakteristik dalam
menerapkan komunikasi terapeutik yang meliputi:
a. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati,
memahami dirinya sendiri serta nilai yang dianut.
b. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling
percaya dan saling menghargai.
c. Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh pasien.
d. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik
maupun mental.
e. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien
memiliki motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap maupun tingkah
lakunya sehingga tumbuh makin matang dan dapat memecahkan
masalah-masalah yang dihadapi.
f. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap
untuk mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah,
keberhasilan maupun frustasi.
g. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat
mempertahankan konsistensinya.
h. Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang terapeutik dan
sebaliknya simpati bukan tindakan yang terapeutik.
16
i. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan
terapeutik.
j. Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan
meyakinkan orang lain tentang kesehatan, oleh karena itu perawat
perlu mempertahankan suatu keadaan sehat fisik, mental, spiritual dan
gaya hidup.
k. Disarankan untuk mengekspresikan perasaan yang dianggap
mengganggu.
l. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien bebas
berkembang tanpa rasa takut.
m. Altruisme, mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara
manusiawi.
n. Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin
keputusan berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia.
o. Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap
dirinya atas tindakan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap
orang lain.
Dengan prinsip-prinsip tersebut di atas, diharapkan perawat akan
mampu menggunakan dirinya sendiri secara terapeutik (therapeutic use of
self). Selanjutnya upaya perawat untuk meningkatkan kemampuan yang
berhubungan dengan pengetahuan tentang dinamika komunikasi,
penghayatan terhadap kelebihan dan kekurangan diri dan kepekaan
terhadap kebutuhan orang lain sangat diperlukan dalam therapeutic use of
17
self. Menggunakan diri secara terapeutik memerlukan integrasi dari ketiga
kemampuan tersebut (Dwidiyanti, 2008).
5. Teknik Komunikasi Terapeutik
Menurut Stuart & Sundeen tahun (1995), teknik komunikasi terdiri dari:
a. Mendengarkan (Listening)
Mendengarkan merupakan dasar dalam komunikasi yang akan
mengetahui perasaan klien. Teknik mendengarkan dengan cara
memberi kesempatan klien untuk bicara banyak dan perawat sebagai
pendengar aktif. Menurut Ellis (1998), menjelaskan bahwa
mendengarkan orang lain dengan penuh perhatian akan menunjukkan
pada orang lain bahwa apa yang dikatakannya adalah penting dan dia
adalah orang yang penting. Mendengarkan juga menunjukkan pesan
”anda bernilai untuk saya” dan ”saya tertarik padamu”.
b. Pertanyaan terbuka (Broad Opening)
Memberikan inisiatif kepada klien, mendorong klien untuk menyeleksi
topik yang akan dibicarakan. Kegiatan ini bernilai terapeutik apabila
klien menunjukkan penerimaan dan nilai dari inisiatif klien dan
menjadi non terapeutik apabila perawat mendominasi interaksi dan
menolak respon klien (Stuart dan Sundeen, 1995).
c. Mengulang (Restating)
Merupakan teknik yang dilaksanakan dengan cara mengulang pokok
pikiran yang diungkapkan klien, yang berguna untuk menguatkan
ungkapan klien dan memberi indikasi perawat untuk mengikuti
18
pembicaraan. Teknik ini bernilai terapeutik ditandai dengan perawat
mendengar dan melakukan validasi, mendukung klien dan memberikan
respon terhadap apa yang baru saja dikatakan oleh klien.
d. Penerimaan (Acceptance)
Penerimaan adalah mendukung dan menerima informasi dengan
tingkah laku yang menunjukkan ketertarikan dan tidak menilai.
Penerimaan bukan berarti persetujuan. Menunjukkan penerimaan
berarti kesediaan mendengar tanpa menunjukkan keraguan atau
ketidaksetujuan. Dikarenakan hal tersebut, perawat harus sadar
terhadap ekspresi nonverbal. Bagi perawat perlu menghindari memutar
mata ke atas, menggelengkan kepala, mengerutkan atau memandang
denga muka masam pada saat berinteraksi dengan klien.
e. Klarifikasi
Klarifikasi merupakan teknik yang digunakan bila perawat ragu, tidak
jelas, tidak mendengar atau klien malu mengemukakan informasi dan
perawat mencoba memahami situasi yang digambarkan klien.
f. Refleksi
Refleksi ini dapat berupa refleksi isi dengan cara memvalidasikan apa
yang didengar, refleksi perasaan dengan cara memberi respon pada
perasaan klien terhadap isi pembicaraan agar klien mengetahui dan
menerima perasaannya. Teknik ini akan membantu perawat untuk
memelihara pendekatan yang tidak menilai (Boyd dan Nihart, 1998),
dikutip oleh Nurjanah (2001).
19
g. Asertif
Menurut Smith (1992) dalam Nurjanah (2001) asertif adalah
kemampuan dengan cara meyakinkan dan nyaman mengekspresikan
pikiran dan perasaan diri dengan tetap menghargai hak orang lain.
Tahap-tahap menjadi lebih asertif menurut Lindberg (1998) dalam
Nurjanah (2001) antara lain menggunakan kata ”tidak” sesuai dengan
kebutuhan, mengkomunikasikan maksud dengan jelas,
mengembangkan kemampuan mendengar, pengungkapan komunikasi
disertai dengan bahasa tubuh yang tepat, meningkatkan kepercayaan
diri dan gambaran diri dan menerima kritik dengan ramah.
h. Memfokuskan
Cara ini dengan memilih topik yang penting atau yang telah dipilih
dengan menjaga pembicaraan tetap menuju tujuan yang lebih spesifik,
lebih jelas dan berfokus pada realitas.
i. Membagi persepsi
Merupakan teknik komunikasi dengan cara meminta pendapat klien
tentang hal-hal yang dirasakan dan dipikirkan.
j. Identifikasi ”tema”
Merupakan teknik denga mencari latar belakang masalah klien yang
muncul dan berguna untuk meningkatkan pengertian dan eksplorasi
masalah yang penting.
20
k. Diam
Diam dilakukan dengan tujuan untuk mengorganisir pemikiran,
memproses informasi, menunjukkan bahwa perawat bersedia untuk
menunggu respon. Diam tidak dilakukan dalam waktu yang lama
karena akan mengakibatkan klien menjadi khawatir. Diam juga dapat
diartikan sebagai mengerti atau marah. Diam disini juga menunjukkan
kesediaan seseorang untuk menanti orang lain untuk berpikir,
meskipun begitu diam yang tidak tepat dapat menyebabkan orang lain
merasa cemas (Myers, 1999), dikutip oleh Nurjanah (2001).
l. Informing
Menyediakan tambahan informasi dengan tujuan untuk mendapatkan
respon lebih lanjut. Beberapa keuntungan dari menawarkan informasi
adalah akan memfasilitasi komunikasi, mendorong pendidikan
kesehatan dan memfasilitasi klien untuk mengambil keputusan (Stuart
& Sundeen, 1995). Kurangnya pemberian informasi yang dilakukan
saat klien membutuhkan akan mengakibatkan klien tidak percaya. Hal
yang tidak boleh dilakukan adalah menasehati klien pada saat
memberikan informasi.
m. Humor
Dugan (1989) mengatakan bahwa tertawa membantu mengurangi
ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh stres, dan
meningkatkan keberhasilan perawat dalam memberikan dukungan
emosional terhadap klien. Sullivan dan Deane (1988) melaporkan
21
bahwa humor merangsang produksi catecholamines dan hormon yang
menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa
sakit, mengurangi ansietas, memfasilitasi relaksasi pernapasan dan
menggunakan humor untuk menutupi rasa takut dan tidak enak atau
menutupi ketidak mampuannya untuk berkomunikasi dengan klien.
Sedangkan menurut Nurjanah (2001) humor sebagai hal yang penting
dalam komunikasi verbal dikarenakan tertawa mengurangi stres
ketegangan dan rasa sakit akibat stres, serta meningkatkan
keberhasilan asuhan keperawatan.
n. Saran
Teknik yang bertujuan memberi alternatif ide untuk pemecahan
masalah. Teknik ini tidak tepat dipakai pada fase kerja dan tidak tepat
pada fase awal hubungan.
6. Tahapan Dalam Komunikasi Terapeutik
Dalam komunikasi terapeutik ada empat tahap, dimana pada setiap tahap
mempunyai tugas yang harus diselesaikan oleh perawat (Stuart &
Sundeen, 1995).
a. Fase Prainteraksi
Prainteraksi dimulai sebelum kontrak pertama dengan klien. Perawat
mengumpulkan data tentang klien, mengeksplorasi perasaan, fantasi
dan ketakutan diri dan membuat rencana pertemuan dengan klien.
b. Fase Orientasi
Fase ini dimulai ketika perawat berrtemu dengan klien untuk pertama
kalinya. Hal utama yang perlu dikaji adalah alasan klien minta
22
pertolongan yang akan mempengaruhi terbinanya hubungan perawat-
klien. Dalam memulai hubungan tugas pertama adalah membina rasa
percaya, penerimaan dan pengertian komunikasi yang terbuka dan
perumusan kontrak dengan klien. Pada tahap ini perawat melakukan
kegiatan sebagai berikut: memberi salam dan senyum pada klien,
melakukan validasi (kognitif, psikomotor, afektif), memperkenalkan
nama perawat, menanyakan nama kesukaan klien, menjelaskan
kegiatan yang akan dilakukan, menjelaskan waktu yang dibutuhkan
untuk melakukan kegiatan, menjelaskan kerahasiaan. Tujuan akhir
pada fase ini ialah terbina hubungan saling percaya.
c. Fase Kerja
Pada tahap kerja dalam komunikasi terapeutik, kegiatan yang
dilakukan adalah memberi kesempatan pada klien untuk bertanya,
menanyakan keluhan utama, memulai kegiatan dengan cara yang baik,
melakukan kegiatan sesuai rencana. Perawat memenuhi kebutuhan dan
mengembangkan pola-pola adaptif klien. Interaksi yang memuaskan
akan menciptakan situasi/suasana yang meningkatkan integritas klien
dengan meminimalisasi ketakutan, ketidakpercayaan, kecemasan dan
tekanan pada klien.
d. Fase Terminasi
Pada tahap terminasi dalam komunikasi terapeutik kegiatan yang
dilakukan oleh perawat adalah menyimpulkan hasil wawancara, tindak
lanjut dengan klien, melakukan kontrak (waktu, tempat dan topik),
23
mengakhiri wawancara dengan cara yang baik (Stuart & Sundeen,
1995).
7. Cara perawat menghadirkan diri secara fisik sehingga dapat memfasilitasi
komunikasi yang terapeutik (Egan dalam Keliat, 1992):
Seorang perawat perlu memperhatikan sikap tertentu untuk
melakukan komunikasi terapeutik antara lain:
a. Berhadapan
Berhadapan langsung dengan orang yang diajak komunikasi
mempunyai arti bahwa komunikator siap untuk komunikasi.
b. Mempertahankan kontak
Kontak mata merupakan kegiatan menghargai klien dan mengatakan
keinginan untuk tetap berkomunikasi.
c. Membungkuk ke arah klien
Sikap ini merupakan posisi yang menunjukkan keinginan untuk
mendengar sesuatu.
d. Mempertahankan sikap terbuka
Sikap ini ditunjukkan dengan posisi kaki tidak melipat tangan,
menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi.
e. Tetap rileks
Merupakan sikap yang menunjukkan adanya keseimbangan antara
ketegangan dengan relaksasi dalam memberi respon pada klien.
Menurut Tamsuri (2005) sikap rileks menciptakan iklim yang kondusif
bagi klien untuk tetap melakukan komunikasi dan memungkinkan
pengembangan komunikasi.
24
8. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi Terapeutik (Potter &
Perry dalam Nurjannah, 2001, Tamsuri, 2005)
Dalam melakukan sebuah komunikasi salah satunya komunikasi
yang terapeutik dapat dipengaruhi beberapa hal antara lain:
a. Perkembangan
Perkembangan manusia mempengaruhi bentuk komunikasi dalam dua
aspek, yaitu tingkat perkembangan tubuh mempengaruhi kemampuan
untuk menggunakan teknik komunikasi tertentu dan untuk
mempersepsikan pesan yang disampaikan. Agar dapat berkomunikasi
efektif seorang perawat harus mengerti pengaruh perkembangan usia
baik dari sisi bahasa, maupun proses berpikir orang tersebut. Adalah
sangat berbeda cara berkomunikasi anak usia remaja dengan anak usia
balita.
b. Persepsi
Persepsi adalah pandangan pribadi seseorang terhadap suatu kejadian
atau peristiwa. Persepsi dibentuk oleh harapan atau pengalaman.
Perbedaan persepsi dapat mengakibatkan terhambatnya komunikasi.
c. Gender
Laki-laki dan perempuan menunjukan gaya komunikasi yang berbeda
dan memiliki interpretasi yang berbeda terhadap suatu percakapan.
Tannen (1990) menyatakan bahwa kaum perempuan menggunakan
teknik komunikasi untuk mencari konfirmasi, meminimalkan
perbedaan, dan meningkatkan keintiman, sementara kaum laki-laki
lebih menunjukan indepedensi dan status dalam kelompoknya.
25
d. Nilai
Nilai adalah standar yang mempengaruhi perilaku sehingga penting
bagi perawat untuk menyadari nilai seseorang. Perawat perlu berusaha
mengklarifikasi nilai sehingga dapat membuat keputusan dan interaksi
yang tepat dengan klien. Dalam hubungan profesionalnya diharapkan
perawat tidak terpengaruh oleh nilai pribadinya.
e. Latar belakang sosial budaya
Bahasa dan gaya komunikasi akan sangat dipengaruhi oleh faktor
budaya. Budaya juga akan membatasi cara bertindak dan komunikasi.
f. Emosi
Emosi merupakan perasaan subyektif terhadap suatu kejadian. Emosi
seperti marah, sedih, senang akan mempengaruhi perawat dalam
berkomunikasi dengan orang lain. Perawat perlu mengkaji emosi klien
agar dan keluarganya sehingga mampu memberikan asuhan
keperawatan dengan tepat. Selain itu perawat perlu mengevaluasi
emosi yang ada pada dirinya agar dalam melakukan asuhan
keperawatan tidak terpengaruh oleh emosi bawah sadarnya.
g. Pengetahuan
Tingkat pengetahuan akan mempengaruhi komunikasi yang dilakukan.
Seseorang dengan tingkat pengetahuan rendah akan sulit merespon
pertanyaan yang mengandung bahasa verbal dengan tingkat
pengetahuan yang lebih tinggi. Hal tersebut berlaku juga dalam
penerapan komunikasi terapeutik di rumah sakit. Hubungan terapeutik
26
akan terjalin dengan baik jika didukung oleh pengetahuan perawat
tentang komunikasi terapeutik baik tujuan, manfaat dan proses yang
akan dilakukan. Perawat juga perlu mengetahui tingkat pengetahuan
klien sehingga perawat dapat berinteraksi dengan baik dan akhirnya
dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien secara
profesional.
h. Peran dan Hubungan
Gaya komunikasi sesuai dengan peran dan hubungan antar orang yang
berkomunikasi. Berbeda dengan komunikasi yang terjadi dalam
pergaulan bebas, komunikasi antar perawat klien terjadi secara formal
karena tuntutan profesionalisme.
i. Lingkungan
Lingkungan interaksi akan mempengaruhi komunikasi efektif. Suasana
yang bising, tidak ada privacy yang tepat akan menimbulkan
kerancuan, ketegangan dan ketidaknyamanan. Untuk itu perawat perlu
menyiapkan lingkungan yang tepat dan nyaman sebelum memulai
interaksi dengan pasien. Menurut Ann Mariner (1986) lingkungan
adalah seluruh kondisi yang ada di sekitar manusia dan pengaruhinya
perkembangan dan perilaku orang atau kelompok.
j. Jarak
Jarak dapat mempengaruhi komunikasi. Jarak tertentu menyediakan
rasa aman dan kontrol. Untuk itu perawat perlu memperhitungkan
jarak yang tetap pada saat melakukan hubungan dengan klien.
27
k. Masa bekerja
Masa bekerja merupakan waktu dimana seseorang mulai bekerja di
tempat kerja. Makin lama seseorang bekerja semakin banyak
pengalaman yang dimilikinya sehingga akan semakin baik
komunikasinya (Kariyoso, 1994).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa hubungan perawat dan
klien yang terapeutik adalah pengalaman belajar dan perbaikan emosi
klien. Bagi klien, dalam hal ini perawat memakai dirinya secara terapeutik
dan memakai teknik komunikasi agar perilaku klien dapat berubah kearah
yang positif seoptimal mungkin. Perawat harus menganalisa dirinya
tentang kesadaran dirinya, klarifikasi nilai, perasaan, kemampuan sebagai
role model agar dapat berperan secara efektif. Seluruh perilaku dan pesan
yang disampaikan baik secara verbal maupun nonverbal bertujuan secara
terapeutik untuk klien.
Kemampuan menerapkan teknik komunikasi memerlukan latihan
dan kepekaan serta ketajaman, karena komunikasi terjadi dalam dimensi
nilai, waktu dan ruang yang turut mempengaruhi kepuasan klien.
Keberhasilan komunikasi yang terlihat melalui dampak tercapainya
kepuasan klien dalam menerima asuhan keperawatan yang berkaitan
dengan komunikasi yang juga merupakan kepuasan perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan secara profesional.
28
9. Faktor Yang Mempengaruhi Kemampuan Perawat Melaksanakan
Komunikasi Terapeutik (Stuart & Laraia, 2001, Kariyoso, 1994).
a. Kualitas Personal
Yang terdiri dari kesadaran diri, klasifikasi nilai, eksplorasi perasaan,
kemampuan untuk menjadi role model, motivasi altruistik dan
kemandirian.
b. Komunikasi Fasilitatif
Terdiri dari perilaku verbal, perilaku nonverbal, analisis masalah dan
teknik terapeutik.
c. Dimensi Responsif, terdiri dari:
1) Kesejatian, bahwa perawat adalah seorang yang terbuka, yang
serasi, autentik dan transparan.
2) Hormat, bahwa klien diperlakukan sebagai orang yang berharga
dan diterima tanpa syarat.
3) Empati, yaitu memandang dunia klien dari sisi internal klien.
4) Konkrit, yaitu melibatkan penggunaan istilah khusus dari pada
istilah yang abstrak dalam membatasi perasaan, pengalaman dan
perilaku klien (Hidayat, 2004).
d. Dimensi Tindakan (Purba, komunikasi dalam keperawatan http://inna-
ppni.or.id/index.php diperoleh 5 Maret 2008), terdiri dari:
1) Konfrontasi adalah pengekspresian oleh perawat tentang perbedaan
perilaku klien untuk memperluas kesadaran diri klien. Carkhoff
29
(dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1998, h.41) mengidentifikasi tiga
kategori konfrontasi yaitu:
a) Ketidak sesuaian antara konsep diri klien (ekspresi klien
tentang dirinya) dan ideal diri (cita-cita/keinginan klien).
b) Ketidak sesuaian antara ekspresi non verbal dan perilaku klien.
c) Ketidak sesuaian antara pengalaman klien dan perawat.
Konfrontasi seharusnya dilakukan secara asertif bukan
agresif/marah. Oleh karena itu sebelum melakukan konfrontasi
perawat perlu mengkaji antara lain: tingkat hubungan saling
percaya dengan klien, waktu yang tepat, tingkat kecemasan dan
kekuatan koping klien. Konfrontasi sangat berguna untuk klien
yang telah mempunyai kesadaran diri tetapi perilakunya belum
berubah.
2) Kesegeraan, terjadi jika interaksi perawat-klien difokuskan dan
digunakan untuk mempelajari fungsi klien dalam hubungan
interpersonal. Perawat harus sensitif terhadap perasaan klien dan
berkeinginan membantu dengan segera.
3) Pengungkapan diri, tampak ketika perawat memberikan informasi
tentang diri, ide, nilai, perasaan dan sikapnya sendiri untuk
memfasilitasi kerjasama, proses belajar, katarsis atau dukungan
klien. Melalui penelitian yang dilakukan oleh Johnson (dikutip oleh
Stuart dan Sundeen, 1987, h.134) ditemukan bahwa peningkatan
keterbukaan antara perawat-klien menurunkan tingkat kecemasan
perawat klien.
30
4) Katarsis, klien didorong untuk membicarakan hal-hal yang sangat
mengganggunya untuk mendapatkan efek terapeutik. Dalam hal ini
perawat harus dapat mengkaji kesiapan klien untuk mendiskusikan
masalahnya. Jika klien mengalami kesulitan mengekspresikan
perasaanya, perawat dapat membantu dengan mengekspresikan
perasaannya jika berada pada situasi klien.
5) Bermain peran, membangkitkan situasi tertentu untuk
meningkatkan penghayatan klien ke dalam hubungan antar
manusia.
e. Kebuntuan terapeutik, terdiri dari : resistensi, transferens,
kontransferens dan pelanggaran batasan.
1) Resistence
Adalah upaya klien untuk tidak menyadari aspek dari penyebab
cemas atau kegelisahan yang dialaminya. Hal ini terjadi akibat dari
ketidakseimbangan klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk
berubah telah dirasakan.
2) Transference
Adalah penugasan yang tidak disadari terhadap orang lain yang
berasal dari perasaan dan perilaku yang pada dasarnya
berhubungan dengan figur yang penting di masa lalu.
3) Counter Transference
Merupakan kebuntuan terapeutik yang dibuat oleh perawat yaitu
reaksi perawat terhadap klien yang berdasarkan pada kebutuhan,
31
konflik masalah dan pandangan mengenal dunia yang tidak
disadari oleh perawat.
4) Boundary Violations
Pelanggaran batas terjadi jika perawat melampaui batas hubungan
yang terapeutik dan membina hubungan sosial, ekonomi atau
personal dengan klien.
f. Hasil terapeutik, hasil untuk klien, masyarakat dan perawat.
10. Faktor-Faktor Penghambat Komunikasi Terapeutik
Menurut Purwanto (1994) ada beberapa hal yang dapat
menghambat komunikasi terapeutik antara lain: kemampuan pemahaman
yang berbeda, pengamatan atau penafsiran yang berbeda karena
pengalaman masa lalu, komunikasi yang berbeda dan mengalihkan topik
pembicaraan.
Sedangkan menurut Dewit (2001), ada beberapa faktor yang dapat
menghambat terciptanya komunikasi yang efektif diantaranya adalah:
a. Mengubah subjek atau topik (Changing The Subject)
Mengubah objek pembicaraan akan menunjukkan empati yang kurang
terhadap klien. Hal ini akan menjadikan klien merasa tidak nyaman,
tidak tertarik dan cemas, sehingga idenya menjadi kacau dan informasi
yang ingin didapatkan dari klien tidak tercukupi.
32
b. Mengungkapkan keyakinan palsu (Offering False Reassurance)
Memberikan keyakinan yang tidak sesuai dengan kenyataan akan
sangat berbahaya karena dapat mengakibatkan rasa tidak percaya klien
terhadap perawat.
c. Memberi nasihat (Giving Advice)
Memberi nasihat menunjukkan bahwa perawat tahu yang terbaik dan
bahwa klien tidak dapat berpikir untuk diri sendiri. Klien juga merasa
bahwa dia harus melakukan apa yang dipertahankan perawat. Hal ini
akan mengakibatkan penolakan klien karena klien merasa lebih berhak
untuk menentukan masalah mereka sendiri.
d. Komentar yang bertahan (Defensive Comments)
Perawat yang menjadi defensif dapat mengakibatkan klien tidak
mempunyai hak untuk berpendapat, sehingga klien menjadi tidak
peduli. Sikap defensif ini muncul karena perawat merasa terancaman
yang disebabkan hubungan dengan klien. Agar tidak defensif perawat
perlu mendengarkan klien walaupun mendengarkan belum tentu
setuju.
e. Pertanyaan penyelidikan (Prying or Probing Questions)
Pertanyaan penyelidikan akan membuat klien bersifat defensif. Karena
klien merasa digunakan dan dinilai hanya untuk informasi yang
mereka dapat berikan. Banyak klien yang marah karena pertanyaan
yang bersifat pribadi.
33
f. Menggunakan kata klise (Using Cliches)
Kata-kata klise menunjukkan kurangnya penilaian pada hubungan
perawat dan klien. Klien akan merasa bahwa perawat tidak peduli
dengan situasinya.
g. Mendengarkan dengan tidak memperhatikan (In Attentive Listening)
Perawat menunjukkan sikap tidak tertarik ketika klien sedang mencoba
mengeksplorasikan perasaannya, maka klien akan merasa bahwa
dirinya tidak penting dan perawat sudah bosan dengannya.
11. Kriteria Keberhasilan Komunikasi Terapeutik (Potter dan Perry, 1992)
Evaluasi komunikasi yang telah dilakukan sudah terapeutik atau
belum dapat ditandai dengan meningkatnya komunikasi dan hubungan
perawat klien. Evaluasi didasarkan pada tujuan yang ditentukan
sebelumnya, keefektifan tindakan dan perubahan klien akibat tindakan
yang dilakukan. Keberhasilan komunikasi juga dapat ditandai dengan
kepuasan yang ditunjukkan klien terhadap pesan yang diterima.
Kenyamanan klien secara fisik, klien bersedia mengungkapkan perasaan
dan pikirannya saat berkomunikasi, klien merasa cocok untuk
berkonsultasi dengan tim perawat dapat dijadikan sebagai evaluasi
keberhasilan komunikasi terapeutik.
Keberhasilan suatu tindakan dilihat dengan membandingkan hasil
yang diharapkan. Hal ini juga digunakan untuk mengevaluasi efektivitas
dari komunikasi termasuk gaya dan tehnik komunikasi.
34
Beberapa pertanyaan yang dapat dijawab untuk mengevalusai
perawat sendiri antara lain:
a. Apakah membuka diri atau bersedia mendengar saat klien
mengekspresikan perasaanya.
b. Apakah perawat berespon supportif ataukah kritis dalam
menyampaikan idenya atau tampak hambar.
c. Apakah pertanyaan yang digunakan berupa pertanyaan terbuka atau
tertutup.
Jika hasil yang diharapkan belum tercapai dan pasien merasa tidak
puas perawat harus mengevaluasi rencana yang telah dibuat dan
memodifikasinya.
12. Penilaian Keberhasilan Komunikasi Terapeutik
Menurut standar asuhan keperawatan / SAK dari Depkes 1994
pelaksanaan komunikasi terapeutik dapat dinilai dengan cara observasi.
Item-item yang terdapat dalam instrumen observasi pelaksanaan
komunikasi terapeutik menurut SAK antara lain:
a. Kriteria persiapan : menciptakan situasi lingkungan yang nyaman.
b. Kriteria pelaksanaan
1) Perawat menampilkan sikap yang ramah dan sopan.
2) Memperkenalkan diri.
3) Menyampaikan secara lengkap dengan bahasa yang mudah
dipahami pasien.
4) Menyapa klien dengan ramah.
35
5) Mengamati respon klien.
6) Mencatat hasil komunikasi.
13. Komunikasi Dalam Proses Keperawatan
Proses keperawatan merupakan suatu metode untuk
mengorganisasikan dan memberikan tindakan keperawatan dari perawat
kepada klien. Komponen proses keperawatan (pengkajian, diagnosa,
perencanaan, pelaksanaan, evaluasi) sebagai sarana untuk mencapai tujuan
yang hendak dicapai melalui pendekatan proses keperawatan. Satu hal
penting yang tidak bisa dipisahkan dari proses pencapaian tujuan tersebut
adalah komunikasi. Komunikasi merupakan suatu bentuk kegiatan yang
selalu dan dapat dilakukan pada setiap tahap atau komponen proses
keperawatan. Perawat tidak dapat melakukan proses keperawatan dengan
baik tanpa mengetahui kebutuhan klien. Disinilah komunikasi dibutuhkan
sebagai sarana untuk menggali kebutuhan klien.
Komunikasi melalui sentuhan kepada klien merupakan metode
dalam mendekatkan hubungan antara klien dan perawat. Sentuhan yang
diberikan oleh perawat juga dapat sebagai therapi bagi klien khususnya
klien dengan depresi, kecemasan dan kebingungan dalam mengambil
keputusan (Manurung, 2004).
36
B. Konsep Perawat
1. Pengertian Perawat
Menurut Harlley (1997) menjelaskan pengertian dasar seorang
perawat yaitu seseorang yang berperan dalam merawat atau memelihara,
membantu dan melindungi seseorang karena sakit, injuri dan proses
penuaan. Perawat professional adalah perawat yang bertanggungjawab dan
berwenang memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri dan
berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya, sesuai dengan
kewenangannya (Depkes RI, 2002).
2. Peran dan Fungsi Perawat
Menurut Perry & Potter (2005) perawat memiliki beberapa peran
perawat antara lain:
a. Pemberi Asuhan Keperawatan
Sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat membantu klien
mendapatkan kembali kesehatannya melalui penyembuhan. Perawat
memfokuskan asuhan pada kebutuhan kesehatan klien secara holistic,
meliputi upaya pengembalian kesehatan emosi, spiritual dan social.
b. Pembuat keputusan klinis
Dalam pemberian asuhan keperawatan perawat dituntut untuk dapat
membuat keputusan sehingga tercapai perawatan yang efektif. Perawat
juga berkolaborasi dengan klien atau keluarga dan ahli kesehatan lain.
37
c. Pelindung dan advokat klien
Perawat membantu mempertahankan lingkungan yang aman bagi klien
dan mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan
melindungi klien dari kemungkinan efek yang tidak diinginkan dari
suatu tindakan diagnostik atau pengobatan. Perawat melindungi hak
klien sebagai manusia dan scara hukum, serta membantu klien dalam
menyatakan hak-haknya bila dibutuhkan.
d. Manajer kasus
Sebagai manajer, perawat mengkoordinasikan dan mendelegasikan
tanggung jawab asuhan keperawatan dan mengawasi tenaga kesehatan
lainnya.
e. Rehabilitator
Perawat membantu klien beradaptasi semaksimal mungkin dari
keadaan sakit sampai penyembuhan baik fisik maupun emosi.
f. Pemberi kenyamanan
Perawat merawat klien sebagai manusia secara utuh baik fisik maupun
mental. Perawat memberi kenyamanan dengan membantu klien untuk
mencapai tujuan yang terapeutik bukan memenuhi ketergantungan
emosi dan fisiknya.
g. Komunikator
Peran komunikator merupakan pusat dari seluruh peran perawat yang
lain. Dalam melakukan perannya, seorang perawat harus melakukan
komunikasi dengan baik. Kualitas komunikasi merupakan factor yang
38
menentukan dalam memenuhi kebutuhan individu, keluarga dan
komunitas.
h. Penyuluh atau pendidik
Perawat memberikan pengajaran kepada klien tentang kesehatan sesuai
dengan kemampuan dan kebutuhan klien serta melibatkan sumber-
sumber yang lain.
i. Role model
Perawat harus dapat menjadi panutan dan dapat memberikan contoh
bagi kliennya. Baik dalam berperilaku, sikap maupun penampilan
secara fisik.
j. Peneliti
Perawat merupakan bagian dari dunia kesehatan yang memiliki hak
untuk melakukan penelitian yang berhubungan dengan bidangnya.
k. Kolaborator
Perawat dalam proses keperawatan dapat melakukan kolaborasi
dengan tenaga kesehatan professional lainnya untuk mencapai
pemenuhan kebutuhan klien.
Menurut Carolus yang dikutip dalam Zaidin (2001) perawat
memiliki beberapa fungsi yaitu:
a. Fungsi Pokok
Membantu individu, keluarga, dan masyarakat baik sakit maupun sehat
dalam melaksanakan kegiatan yang menunjang kesehatan,
penyembuhan atau menghadapi kematian yang pada hakekatnya dapat
39
mereka laksanakan tanpa bantuan apabila mereka memiliki kekuatan,
kemauan, dan pengetahuan. Bantuan yang diberikan bertujuan
menolong dirinya sendiri secepat mungkin.
b. Fungsi Tambahan
Membantu individu, keluarga, dan masyarakat dalam melaksanakan
rencana pengobatan yang ditentukan oleh dokter.
c. Fungsi Kolaboratif
Sebagai anggota tim kesehatan, perawat bekerja dalam merencanakan
dan melaksanakan program kesehatan yang mencakup pencegahan
penyakit, peningkatan kesehatan, penyembuhan dan rehabilitasi.
C. Hubungan Karakteristik Perawat Dengan Penerapan Komunikasi
Terapeutik.
Perawat adalah manusia biasa yang unik dengan karakteristik masing-
masing. Dalam melaksanakan perannya sebagai seorang perawat, perawat
tidak bisa terlepas dari karakteristik yang dimiliki. Karakteristik individu
sedikit banyak akan mempengaruhi perawat dalam melaksanakan perannya
salah satunya adalah dalam menerapkan komunikasi terapeutik dalam
pemberian tindakan keperawatan. Beberapa karakteristik perawat tersebut
meliputi:
1. Umur
Menunjukan periode waktu yang telah dilewati seorang manusia
selama hidupnya yaitu sejak lahir sampai meninggal dunia. Usia sebagai
40
unsur biologis dari seseorang menunjukkan tingkat kematangan organ
perseptual. Hampir semua aspek kehidupan manusia terkait dengan usia
misal; personalitas (mental, moral, kecerdasan dan emosi) berkembang
sesuai usia seseorang. Tingkatan usia pada seseorang menunjukkan tingkat
perkembangan dan tingkat kematangan serta banyaknya pengalaman
kehidupan yang dialami. Usia juga mempengaruhi kedewasaan seseorang
dalam berhubungan interpersonal.
Usia dikaitkan dengan kinerja/prestasi yang tinggi, dimana usia
produktif (20-35 tahun) identik dengan idealisme yang tinggi. Usia juga
mempengaruhi fisik dan psikis seseorang, dimana dengan bertambahnya
usia seseorang cenderung mengalami perubahan potensi kerja, selain itu
faktor jenis kelamin juga akan mempengaruhi kinerja seseorang (Gibson,
1996). Karakteristik seorang perawat berdasarkan usia sangat berpengaruh
terhadap kinerja dalam praktik keperawatan termasuk di dalamnya
penerapan komunikasi terapeutik, dimana semakin tua usia perawat maka
dalam menerima sebuah pekerjaan akan semakin bertanggungjawab dan
berpengalaman. Hal ini berdampak pada penerapan komunikasi terapeutik
pada klien semakin baik pula.
2. Jenis Kelamin
Pengaruh jenis kelamin dalam bekerja sangat dipengaruhi oleh
jenis pekerjaan yang akan dikerjakan. Ada pekerjaan yang secara umum
lebih baik dikerjakan oleh laki-laki akan tetapi pemberian ketrampilan
yang cukup memadai pada perempuan pun mendapatkan hasil pekerjaan
41
yang cukup memuaskan. Ada posisi lain dalam karakter perempuan yaitu
ketaatan dan kepatuhan dalam bekerja. Hal ini akan mempengaruhi kerja
secara personal. Perbedaan jenis kelamin pada era 90-an, baik di Indonesia
maupun di negara maju tidak sedikit yang berpendapat bahwa laki-laki
dan perempuan tidak sama. Laki-laki lebih berhak di segala bidang
dibandingkan dengan perempuan. Ada juga yang berpendapat bahwa laki-
laki dan perempuan tidak memiliki perbedaan yang hakiki dalam hak dan
kewajiban. Penelitian mengenai perbedaan laki-laki dan perempuan
menunjukkan hasil yang berbeda-beda dan berubah dari waktu ke waktu.
Dalam profesi keperawatan ini memungkinkan untuk laki-laki dan
perempuan sama-sama berkarya (Sukasta, 2006).
3. Tingkat Pendidikan
Konsep dasar pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti
dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau
perubahan ke arah yang lebih baik dan lebih matang pada diri individu,
kelompok atau masyarakat. Konsep ini berangkat dari asumsi bahwa
manusia sebagai makhluk sosial dalam kehidupannya untuk mencapai
nilai-nilai hidup dalam masyarakat selalu memerlukan bantuan orang lain
yang mempunyai kelebihan. Dalam mencapai tujuan tersebut seorang
individu, kelompok atau masyarakat tidak terlepas dari kegiatan belajar.
Diharapkan semakin tinggi pendidikan formal (profesi) maka akan
semakin baik dalam bekerja (Notoatmodjo, 2003). Pendidikan merupakan
pengembangan diri dari individu dan kepribadian yang dilaksanakan
42
secara sadar dan penuh tanggung jawab untuk meningkatkan pengetahuan
sikap dan ketrampilan serta nilai-nilai sehingga mampu menyesuaikan diri
dengan lingkungan. Pendidikan tidak hanya mempengaruhi unsur kognitif
seperti proses belajar dan pemecahan masalah atau pemulihan perilaku,
tetapi juga mengubah nilai seperti persepsi, minat, perasaan dan sikap
(Yusuf, 2001, Jallaluddin, 2000).
Kemahiran bekerja tergantung pada tingkat pendidikan,
pengetahuan dan pengalaman seseorang. Untuk itu perawat dituntut untuk
meningkatkan pendidikan dan ketrampilan melalui pendidikan formal
dengan melanjutkan sekolah lagi maupun non formal melalui pelatihan-
pelatihan atau seminar yang dapat meningkatkan pengetahuan. Semakin
tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin tinggi tingkat intelektual.
Bagi perawat semakin tinggi pendidikan akan mempengaruhi motivasi
pada dirinya terhadap tindakan keperawatan yang akan dilakukan.
Perawat sebagai bagian penting dari rumah sakit dituntut
memberikan perilaku yang baik dalam rangka membantu klien dalam
mencapai kesembuhan. Pendidikan seorang perawat yang tinggi akan
memberikan pelayanan kesehatan yang optimal. Bagi seorang perawat
yang menjalankan profesinya sebagai perawat, saat menjalankan
profesinya harus memiliki pengetahuan dan pendidikan dalam bidang-
bidang tertentu, untuk itu dibutuhkan pendidikan yang sesuai agar dapat
berjalan dengan baik dan professional. Menurut Lindberg, Hunter &
Kruszweski dan Leddy & Pepper dalam Hamid (1995) menyatakan bahwa
43
karakteristik keperawatan sebagai profesi antara lain memiliki
pengetahuan yang melandasi keterampilan dan pelayanan serta pendidikan
yang memenuhi standar. Pelayanan keperawatan yang professional
haruslah dilandasi oleh ilmu pengetahuan. Sesuai pendapat Sekjen Depkes
RI dr. Hidayat Hardjoprawito yang menyatakan bahwa mutu pelayanan
perawat antara lain juga ditentukan oleh pendidikan keperawatan (Hamid,
1995).
4. Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2002) pengetahuan mencakup di dalam
domain kognitif yang mempunyai enam tingkatan yaitu
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya termasuk mengingat kembali (recall) terhadap suatu
spesifik dari seluruh beban yang dipelajari. Dimana perawat dalam
melakukan tindakan pelayanan keperawatan mengetahui tentang
bagaimana menerapkan komunikasi terapeutik yang baik sehingga
dapat menciptakan suasana yang terapeutik bagi klien.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan
materi tersebut secara benar. Dimana perawat mampu menjelaskan
alasan mengapa perlu adanya komunikasi terapeutik yang dapat
menunjang tindakan keperawatan.
44
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya).
Perawat dapat menerapkan komunikasi terapeutik dengan benar secara
professional.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek di dalam struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu
sama yang lain. Sehingga perawat dapat memenuhi kebutuhan klien
melalui komunikasi terapeutik yang benar.
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru. Dengan kata lain sintesis merupakan suatu kemampuan
untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
Sehingga perawat dapat menerapkan komunikasi terapeutik secara
terus menerus dan secara berkesinambungan.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan pengetahuan untuk melakukan penilaian
terhadap suatu materi objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan suatu
kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah
ada. Sehingga hasil penilaian tersebut dapat memberikan arti penting
bagi perawat dan bisa menjelaskan kegunaan dari komunikasi
45
terapeutik sehingga dapat menunjang terlaksananya tindakan
keperawatan yang benar secara professional (Notoatmodjo, 2003).
Tidak menutup kemungkinan bahwa seseorang belum tentu
bertindak atas dasar pengetahuan yang dimiliki, dan begitu pula seseorang
belum tentu bertindak sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku. Hal ini
disebabkan oleh system kepribadian individu yang terbentuk akibat
pendidikan dan pengalaman (Notoatmodjo, 2003).
5. Masa bekerja
Masa bekerja merupakan waktu dimana seseorang mulai bekerja di
tempat kerja. Semakin lama seseorang bekerja semakin banyak
pengalaman sehingga semakin baik cara komunikasinya (Manullang,
1999). Demikian juga akan mempengaruhi dalam melakukan pekerjaan,
dalam hal ini sebagai perawat yang terapeutik. Masa kerja seseorang dapat
diketahui dari mulai awal perawat bekerja sampai saat berhenti atau masa
sekarang saat masih bekerja di rumah sakit (Ismani, 2001).
6. Status Kepegawaian
Status kepegawaian merupakan jabatan yang dimiliki seseorang
yang bekerja di sebuah instansi atau perusahaan dalam struktur organisasi
(Lumenta, 1989). Status kepegawaian dapat mempengaruhi kinerja dari
seorang perawat. Perawat dengan status PNS akan cenderung lebih baik
daripada perawat dengan status pegawai tidak tetap. Namun tidak menutup
kemungkinan hal sebaliknya juga dapat terjadi tergantung dari individu
masing-masing dan faktor-faktor lain yang mendukung hal tersebut. Di
46
samping itu terkadang tradisi dan system nilai juga dapat mendorong atau
menghambat perawat untuk melaksanakan komunikasi terapeutik.
(Sondang, 1992).
D. Kerangka Teori Penelitian
Gambar 2.1 Skema Landasan Teori Modifikasi:
Perry & Potter (2005), Nurjannah (2001), Stuart & Laraia (2001)
Faktor yang mempengaruhiKomunikasi Terapeutik:1. Perkembangan 2. Nilai 3. Emosi4. Masa bekerja5. Latar belakang Sosial budaya6. Pengetahuan7. Persepsi8. Peran 9. Lingkungan 10. Jarak
Komunikasi terapeutik1. Fase orientasi2. Fase kerja3. Fase terminasi
Karakteristik individu1. Umur 2. Jenis kelamin3. Masa bekerja4. Tingkat pendidikan5. Tingkat pengetahuan6. Status Kepegawaian
Proses Keperawatan
Peran Perawat1. Pemberi asuhan keperawatan2. Advokat3. Rehabilitator4. Komunikator5. Edukator6. Role model7. Kolaborator
Faktor yang mempengaruhi perawat dalam menerapkan komunikasi terapeutik:1. Kualitas personal2. Komunikasi fasilitatif3. Dimensi responsive4. Dimensi tindakan5. Kebuntuan terapeutik6. Hasil terapeutik
Faktor penghambat:1. Changing the subject2. Offering false reassurance3. Giving advice4. Defensive comment5. Prying or probing
questions6. Using clichés
47
E. Kerangka Konsep Penelitian
Independent variable Dependent variable
Keterangan : Area yang diteliti
Area yang tidak diteliti
Gambar 2.2 Skema Kerangka Konsep Penelitian
F. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik
perhatian suatu penelitian (Arikunto, 2002). Variabel bebas adalah variabel
bila yang berubah akan mengakibatkan perubahan variabel lain dan variabel
terikat, yaitu variabel yang berubah akibat perubahan variabel bebas
(Sastroasmoro, 1995). Variabel bebas pada penelitian ini adalah karakteristik
perawat yang terdiri dari umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama
bekerja, status kepegawaian dan tingkat pengetahuan sedangkan variabel
terikatnya adalah penerapan komunikasi terapeutik.
1. Karakteristik individua. Umur b. Jenis kelaminc. Masa bekerjad. Tingkat pendidikane. Status Kepegawaian
2. Tingkat pengetahuan1.
Komunikasi Terapeutik1. Fase orientasi2. Fase kerja3. Fase terminasi
Variabel Perancu1. Penghargaan2. Supervisi3. Kebijakan4. Lingkungan
48
G. Hipotesa
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti mengajukan beberapa hipotesa
sebagai berikut:
1. Ha : Ada hubungan antara umur perawat dengan penerapan komunikasi
terapeutik dalam tindakan keperawatan.
2. Ha : Ada hubungan antara jenis kelamin perawat dengan penerapan
komunikasi terapeutik dalam tindakan keperawatan.
3. Ha : Ada hubungan antara tingkat pendidikan perawat dengan
penerapan komunikasi terapeutik dalam tindakan keperawatan.
4. Ha : Ada hubungan antara tingkat pengetahuan perawat dengan
penerapan komunikasi terapeutik dalam tindakan keperawatan.
5. Ha : Ada hubungan antara lama bekerja perawat dengan penerapan
komunikasi terapeutik dalam tindakan keperawatan.
6. Ha: Ada hubungan antara status kepegawaian perawat dengan
penerapan komunikasi terapeutik dalam tindakan keperawatan.