BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Kasus 1.

23
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Kasus 1. Pengertian Nifas Masa nifas adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil. Nifas (peurperium) berasal dari bahasa latin. Peurperium berasal dari 2 suku kata yakni Peur dan parous. Peur berarti bayi dan paros berarti melahirkan. Jadi dapat disimpulkan bahwa peurperium merupakan masa setelah melahirkan. (Asih Y, Risneni., 2016) Masa nifas dimulai setelah plasenta lahir, dan sebagai penanda berakhirnya masa nifas adalah ketika alat-alat kandungan sudah kembali seperti keadaan sebelum hamil. Sebagai acuan, rentang masa nifas berdasarkan penanda tersebut adalah 6 minggu atau 42 hari. (Astuti, dkk.,2015) 2. Tujuan Asuhan Masa Nifas a. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologis b. Melaksanakan skrining secara komprehensif, deteksi dini, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayi. c. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan dini, nutrisi, KB, cara dan manfaat menyusui, pemberian imunisasi serta perawatan bayi sehari-hari. d. Memberikan pelayanan keluarga berencana. e. Mendapatkan kesehatan emosi (Yanti dan Dian,2011) 3. Tahapan Masa Nifas Masa nifas terbagi menjadi tiga periode (Kemenkes RI, 2015), yaitu : a. Periode pasca salin segera (immediate postpartum) 0-24 jam

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Kasus 1.

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Kasus 1.

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Kasus

1. Pengertian Nifas

Masa nifas adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai

sampai alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil. Nifas

(peurperium) berasal dari bahasa latin. Peurperium berasal dari 2 suku

kata yakni Peur dan parous. Peur berarti bayi dan paros berarti

melahirkan. Jadi dapat disimpulkan bahwa peurperium merupakan masa

setelah melahirkan. (Asih Y, Risneni., 2016)

Masa nifas dimulai setelah plasenta lahir, dan sebagai penanda

berakhirnya masa nifas adalah ketika alat-alat kandungan sudah kembali

seperti keadaan sebelum hamil. Sebagai acuan, rentang masa nifas

berdasarkan penanda tersebut adalah 6 minggu atau 42 hari. (Astuti,

dkk.,2015)

2. Tujuan Asuhan Masa Nifas

a. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologis

b. Melaksanakan skrining secara komprehensif, deteksi dini, mengobati

atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayi.

c. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan

dini, nutrisi, KB, cara dan manfaat menyusui, pemberian imunisasi

serta perawatan bayi sehari-hari.

d. Memberikan pelayanan keluarga berencana.

e. Mendapatkan kesehatan emosi

(Yanti dan Dian,2011)

3. Tahapan Masa Nifas

Masa nifas terbagi menjadi tiga periode (Kemenkes RI, 2015), yaitu :

a. Periode pasca salin segera (immediate postpartum) 0-24 jam

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Kasus 1.

6

Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam.

Pada masa ini sering terdapat banyak masalah, misalnya perdarahan

karena atonia uteri. Oleh sebab itu, tenaga kesehatan harus dengan

teratur melakukan pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran lochea,

tekanan darah dan suhu

b. Periode pasca salin awal (early post partum) 24 jam – 1 minggu

Pada periode ini tenaga kesehatan memastikan involusi uteri dalam

keadaan normal, tidak ada perdarahan, lochea tidak berbau busuk,

tidak ada demam, ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan, serta

ibu dapat menyusui bayinya dengan baik.

c. Periode Pasca salin lanjut (late postpartum) 1 minggu – 6 minggu

Pada periode ini tenaga kesehatan tetap melakukan perawatan dan

pemeriksaan sehari-hari serta konseking KB (Asih, Risneni.,2016).

4. Perubahan Fisiologis Pada Masa Nifas

a. Perubahan sistem Reproduksi

1) Uterus

Uterus adalah organ yang mengalamibanyak perubahan besar

karena telah mengalami perubahan besar selama masa kehamilan

dan persalinan.

Pembesaran uterus tidak akan terjadi secara terus menerus,

sehingga adanya janin dalam uterus tidak akan terlalu lama. Bila

adanya janin tersebut melebihi waktu yang seharusnya, maka akan

terjadi kerusakan serabut otot jika tidak dikehendaki.

Akhir 6 minggu pertama persalinan :

a) Berat uterus berubah dari 1000 gram menjadi 60 gram

b) Ukuran uterus berubah dari 15 x 12 x 8 cm menjadi 8 x 6 x 4cm.

c) Uterus secara berangsur-angsur akan menjadi kecil (involusi)

sehingga akhirnya kembali pada keadaan seperti sebelum hamil.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Kasus 1.

7

Tabel 2.1 Proses Involusi Uteri

No. Waktu

Involusi

Tinggi Fundus

Uteri

Berat

Uterus

Diameter

Uterus

Palpasi

Serviks

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Bayi Lahir

Uri/ Plasenta

lahir

1 Minggu

2 Minggu

6 Minggu

Setinggi Pusat

Dua jari bawah

pusat

Pertengahan

pusat-simfisis

Tidak teraba di

atas simfisis

Bertambah kecil

1000 gram

750 gram

500 gram

300 gram

60 gram

12,5 cm

12,5 cm

7,5 cm

5 cm

2,5 cm

Lunak

Lunak

2 cm

1 cm

Menyempit

2) Afterpains

Pada primipara, tonus uterus meningkat sehingga fundus pada

umumnya tetap kencang. Relaksasi dan kontraksi yang periodik

sering dialami multipara dan biasa menimbulkan nyeri yang

bertahan sepanjang masa awal puerperium. Rasa nyeri setelah

melahirkan ini lebih nyata setelah ibu melahirkan, di tempat uterus

terlalu teregang (misalnya, pada bayi besar, dan kembar).

Menyusui dan oksitosin tambahan biasanya meningkatkan nyeri ini

karena keduanya merangsang kontraksi uterus.

3) Lochea

Pelepasan plasenta dan selaput janin dari dinding rahim terjadi

pada stratum spongiosum bagian atas. Setelah 2-3 hari tampak

lapisan atas stratum yang tinggal menjadi nekrotis, sedangkan

lapisan bawah yang berhubungan dengan lapisan otot terpelihara

dengan baik dan menjadi lapisan endomerium yang baru. Bagian

yang nekrotis akan keluar menjadi lochea.

Lochea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas mempunyai

reaksi basa/ alkalis yang dapat membuat organisme berkembang

lebih cepat. Lochea mempunyai bau amis (anyir), meskipun tidak

terlalu menyengat dan volumenya berbeda pada

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Kasus 1.

8

setiapwanita. Lochea juga mengalami perubahan karena proses

involusi. Perubahan lochea tersebut adalah :

a) Lochea rubra (Cruenta)

Muncul pada hari pertama sampai hari kedua post partum,

warnanya merah mengandung darah dari luka pada plasenta dan

serabut dari decidua dan chorion.

b) Lochea Sanguilenta

Berwarna merah kuning, berisi darah lendir, hari ke 3-7 paska

persalinan.

c) Lochea Serosa

Muncul pada hari ke 7-14, berwarna kecoklatan mengandung

lebih banyak serum, lebih sedikit darah juga leukosit dan

laserasi plasenta.

d) Lochea Alba

Sejak 2-6minggu setelah persalinan, warnanya putih kekuningan

menngandung leukosit, selaput lendir serviks dan serabut

jaringan yang mati.

4) Tempat Tertanamnya Plasenta

Saat plasenta keluar normalnya uterus berkontraksi dan relaksasi/

retraksi sehingga volume/ ruang tempat plasenta berkurang atau

berubah cepat dan 1 hari setelah persalinan berkerut sampai

diameter 7,5 cm.

Kira-kira 10 hari setelah persalinan, diameter tempat plasenta ± 2,5

cm. Segera setelah akhir minggu ke 5-6 epithelial menutup dan

meregenerasi sempurna akibat dari ketidakseimbangan volume

darah, plasma dan sel darah merah.

5) Perineum, Vagina, Vulva, dan Anus

Berkurangnya sirkulasi progesteron membantu pemulihan otot

panggul, perineum, vagina, dan vulva kearah elastisitas dari

ligamentum otot rahim. Merupakan proses yang bertahap akan

berguna jika ibu melakukan ambulasi dini, dan senam nifas.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Kasus 1.

9

Involusi cerviks terjadi bersamaan dengan uterus kira-kira 2-3

minggu, cervik menjadi seperti celah. Ostium eksternum dapat

dilalui oleh 2 jari, pingirannya tidak rata, tetapi retak-retak karena

robekan dalam persalinan. Pada akhir minggu pertama dilalui oleh

satu jari. Karena hyperplasia dan retraksi dari serviks, robekan

serviks menjadi sembuh.

Pada awal masa nifas, vagina dan muara vagina membentuk suatu

lorong luas berdinding licin yang berangsur-angsur mengecil

ukurannya tapi jarang kembali ke bentuk nulipara. Rugae mulai

tampak pada minggu ketiga. Himen muncul kembali sebagai

kepingan-kepingan kecil jaringan, yang setelah mengalami

sikatrisasi akan berubah menjadi caruncule mirtiformis. Estrogen

pascapartum yang munurun berperan dalam penipisan mukosa

vagina dan hilangnya rugae.

Mukosa vagina tetap atrofi pada wanita yang menyusui sekurang-

kurangnya sampai menstruasi dimulai kembali. Penebalan mukosa

vagina terjadi seiring pemulihan fungsi ovarium. Kekurangan

estrogen menyebabkan penurunan jumlah pelumas vagina dan

penipisan mukosa vagina. Kekeringan lokal dan rasa tidak nyaman

saat koitus (dispareunia) menetap sampai fungsi ovarium kembali

normal dan menstruasi dimulai lagi. Mukosa vagina memakan

waktu 2-3 minggu untuk sembuh tetapi pemulihan luka sub-

mukosa lebih lama yaitu 4-6 minngu. Beberapa laserasi superficial

yang dapat terjadi akan sembuh relatif lebih cepat. Laserasi

perineum sembuh pada hari ke-7 dan otot perineum akan pulih

pada hari ke5-6.

Pada anus umumnya terlihat hemoroid (varises anus), dengan

ditambah gejala seperti rasa gatal, tidak nyaman, dan perdarahan

berwarna merah terang pada waktu defekasi. Ukuran hemoroid

biasanya mengecil beberapa minggu postpartum.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Kasus 1.

10

b. Perubahan Sistem Pencernaan

Ibu menjadi lapar dan siap untuk makan pada 1-2 jam setelah bersalin.

Konstipasi dapat menjadi masalah pada awal puerperium akibat dari

kurangnya makanan dan pengendalian diri terhadap BAB. Ibu dapat

melakukan pengendalian terhadap BAB karena kurang pengetahuan

dan kekhawatiran lukanya akan terbuka bila BAB.

Dalam buku Keperawatan Maternitas(2004), buang air besar secara

spontan bisa tertunda selama dua sampai tiga hari setelah ibu

melahirkan. Keadaan ini biasa disebabkan karena tonus otot usus

menurun.

Selama proses persalinan dan pada awal masa pascapartum, diare

sebelum persalinan, kurang makan, atau dehidrasi. Ibu seringkali

sudah menduga nyeri saat defekasi karena nyeri yang dirasakannya di

perineum akibat episiotomi, laserasi, atau hemoroid. Kebiasaan buang

air yang teratur perlu dicapai kembali setelah tonus usus kembali ke

normal.

c. Perubahan Sistem Perkemihan

Terjadi diuresis yang sangat banyak dalam hari-hari pertama

puerperium. Diuresis yang banyak mulai segera setelah persalinan

sampai 5 hari postpartum. Empat puluh persen ibu postpartum tidak

mempunyai proteinuri yang patologi dari segera setelah lahir sampai

hari kedua postpartum, kecuali ada gejala infeksi dan preeklamsi.

Dinding saluran kencing memperlihatkan oedema dan hyperaemia.

Kadang-kadang oedema dari trigonum, menimbulkan obstruksi dari

uretra sehingga terjadi retensio urine. Kandung kencing dalam

puerperium kurang sensitive dan kapasitasnya bertambah, sehingga

kandung kencing poenuh atau sesudah kencing masih tinggal urine

residual.

Sisa urine ini dan trauma pada kandung kencing waktu persalinan

memudahkan terjadinya infeksi. Dilatasi ureter dan pyelum, normal

kembali dalam waktu 2 minggu.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Kasus 1.

11

d. Perubahan Sistem Musculoskeletal

Adaptasi system muskuluskeletal ibu yang terjadi mencakup hal-hal

yang dapat membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi dan

perubahan pusat berat ibu akibat pembesaran uterus. Stabilisasi sendi

lengkap akan terjadi pada minggu ke-6 sampai ke-8 setelah wanita

melahirkan.

Striae pada abdomen tidak dapat menghilang sempurna tapi berubah

menjadi halus/ samar, garis putih keperakan. Dinding abdomen

menjadi lembek setelah persalinan karena teregang selama kehamilan.

Semau ibu puerperium mempunyai tingkatan diastasis yang mana

terjadi pemisahan muskulus rektus abdominus.

Beratnya diastasis tergantung pada factor-faktor penting termasuk

keadaan umum ibu, tonus otot, aktivitas/ pergerakan yang tepat,

paritas, jarak kehamilan, kejadian/ kehamilan denagn overdistensi.

Faktor-faktor tersebut menentukan lama waktu yang diperlukan untuk

mendapatkan kembali tonus otot.

e. Perubahan Sistem Endokrin

1) Oksitosin

Oksitosin dikeluarkan oleh glandula pituitary posterior dan bekerja

terhadap otot uterus dan jaringan payudara. Oksitosin di dalam

sirkulasi darah menyebabkan kontraksi otot uterus dan pada waktu

yang sama membantu proses involusi uterus.

2) Prolaktin

Penurunan estrogen menjadikan prolaktin yang dikeluarkan oleh

glandula pituitary anterior bereaksi terhadap alveoli dari payudara

sehingga menstimulasi produksi ASI. Pada ibu yang menyusui

kadar prolaktin tetap tinggi dan merupakan permulaan stimulasi

folikel di dalam ovarium ditekan.

3) HCG, HPL, Estrogen, dan progesterone

Ketika plasenta lepas dari dinding uterus dan lahir, tingkat hormone

HCG, HPL, estrogen, dan progesterone di dalam darah ibu

menurun dengan cepat, normalnya setelah 7 hari.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Kasus 1.

12

4) Pemulihan Ovulasi dan Menstruasi

Pada ibu yang menyusui bayinya, ovulasi jarang sekali terjadi

sebelum 20 minggu, dan tidak terjadi diatas 28 minggu pada ibu

yang melanjutkan menyusui untuk 6 bulan. Pada ibu yang tidak

menyusui ovulasi dan menstruasi biasanya mulai antara 7-10

minggu.

f. Perubahan Tanda-tanda Vital

Tekanan darah seharusnya stabil dalam kondisi normal. Temperatur

kembali ke normal dari sedikit peningkatan selama periode

intrapartum dan menjadi stabil dalam 24 jam pertama postpartum.

Nadi dalam keadaan normal kecuali partus lama dan persalinan sulit.

Tabel 2.2 Perubahan Tanda-tanda Vital

No. Tanda Vital

1.

2.

3.

4.

Temperatur

Selama 24 jam pertama dapat meningkat saampai 38 derajat selsius

sebagai akibat efek dehidrasi persalinan. Setelah 24 jam wanita tidak

harus demam.

Denyut nadi

Denyut nadi dan volume sekuncup serta curah jantung tetap tinggi

selama jam pertama setelah bayi lahir. Kemudian mulai menurundengan

frekuensi yang tidak diketahui. Pada minggu ke-8 sampai ke-10 setelah

melahirkan, denyut nadi kewmbali ke frekunsi sebelum hamil.

Pernapasan

Pernapsan harus berada dalam rentang normal sebelum melahirkan.

Tekanan Darah

Sedikit berubah atau menetap.

g. Perubahan Sistem Kardiovaskuler

Cardiac output meningkat selama persalinan dan peningkatan lebih

lanjut setelah kala III, ketika besarnya volume darah dari uterus

terjepit di dalam sirkulasi. Penurunan setelah hari pertama puerperium

dan kembali normal pada akhir minggu ketiga.

Meskipun terjadi penurunan dei dalam aliuran darahke organ setelah

hari pertama, aliran darh ke payudara meningkat untuk mengdakan

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Kasus 1.

13

laktasi. Merupakan perubahan umum yang penting keadaan normal

dari sel darah merah dan putih pada akhir puerperium.

Pada beberapa hari pertama setelah kelahiran, fibrinogen,

plasminogen, dan factor pembekuan menurun cukup cepat. Akan

tetapi darah lebih mampu untuk melakukan koagulasi denagn

peningkatan viskositas, dan ini berakibat meningkatkan resiko

thrombosis.

h. Perubahan Sistem Hematologi

Lekositosis meningkat, sel darah putih sampai berjumlah 15.000

selama persalinan, tetap meningkat pada beberapa hari pertama post

partum. Jumlah sel darah putih dapat meningkat lebih lanjut sampai

25.000-30.000 di luar keadaan patologi jika ibu mengalami partus

lama. Hb, Ht, dan eritrosit jumlahnya berubah di dalam awal

puerperium

i. Perubahan Berat badan

Ibu nifas kehilangan 5 sampai 6 kg pada waktu melahirkan, dan 3

sampai 5 kg selama minggu pertama masa nifas. Faktor-faktor yang

mempercepat penurunan berat badan pada masa nifas diantaranya

adalah peningkatan berat badan selama kehamilan, primiparitas,

segera kembali bekerja di luar rumah, dan merokok. Usia atau status

pernikahan tidak mempengaruhi penurunan berat badan. Kehilangan

cairan melalui keringat dan peningkatan jumlah urine menyebabkan

penurunan berat badan sekitar 2,5 kg selama masa pascapartum.

j. Perubahan Kulit

Pada waktu hamil terjadi pigmentasi kulit pada bebrapa tempat karena

prose hormonal. Pigmentasi ini berupa kloasma gravidarum pada pipi,

hiperpimentasi kulit sekitar payudara, hiperpigmentasi kulit dinding

peryrt (striae gravidarum). Setelah persalinan, hormonal berkurang

dan hiperpigmentasi pun menghilang. Pada dinding perutakan menjadi

putih mengkilap yaitu”striae albikan”. (Asih Y, Risneni, 2019)

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Kasus 1.

14

5. Bendungan ASI

a. Pengertian

Bendungan air susu adalah terjadinya pembengkakan pada payudara

karena peningkatan aliran vena dan limfe sehingga menyebabkan

bendungan ASI dan rasa nyeri disertai kenaikan suhu badan.

Bendungan ASI dapat terjadi karena adanya penyempitan duktus

laktiferus pada payudara ibu dan dapat terjadi pula bila ibu memiliki

kelainan putting susu misalnya putting susu datar, terbenam, dan

cekung (Rukiyah,dkk., 2010).

Secara fisiologis sesudah bayi lahir dan plasenta keluar, kadar

estrogen dan progesterone turun dalam 2-3 hari. Dengan ini faktor dari

hipotalamus yang menghalangi keluarnya pituitary lactogenic

hormone (prolaktin) saat hamil dan sangat dipengaruhi oleh esterogen

tidak diproduksi lagi, sehingga terjadilah sekresi prolaktin oleh

hipofisis anterior. Hormon ini mengaktifkan sel-sel kelenjar payudara

terisi dengan air susu. Adanya isapan puting payudara oleh bayi akan

merangsang pengeluaran oksitosin dari kelenjar hipofisis posterior.

Hormon oksitosin mempengaruhi sel-sel mioepitelial yang

mengelilingi alveoli payudara sehingga berkontraksi dan

mengeluarkan air susu. Proses ini dinamakan reflek let-down.

Bendungan air susu dapat terjadi pada hari ke-2 dan ke-3 ketika

payudara telah memproduksi air susu. Bendungan disebabkan

pengeluaran air susu yang tidak lancar karena bayi tidak cukup sering

menyusu, produksi meningkat, terlambat menyusukan, hubungan

dengan bayi (bonding) kurang baik, dan dapat pula karena adanya

pembatasan waktu menyusui. Gejala bendungan air susu adalah

terjadinya pembengkakan payudara bilateral dan secara palpasi teraba

keras, kadang terasa nyeri serta sering kali disertai peningkatan suhu

badan ibu, tetapi tidak terdapat tanda-tanda kemerahan dan demam

(Prawirohardjo, 2014).

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Kasus 1.

15

Bendungan ASI tersusun dari ASI yang terakumulasi ditambah

kongesti akibat peningkatan perdarahan di sekitar jaringan payudara

dan edema akibat sumbatan di pembuluh darah serta saluran limfe

payudara. Bila diperiksa atau dihisap ASI tidak keluar. Badan bisa

demam setelah 24 jam. Demam biasanya demam ringan. Tangan dan

lengan terasa kebas dan geli jika payudara sangat bengkak.

Bendungan ASI sering terjadi di hari ketiga menyusui ketika ASI

mulai bertambah banyak, jika ibu terlambat mulai menyusui, posisi

serta perlekatan menyusui kurang baik, membatasi waktu menyusui

dan kurang sering memberikan ASI kepada bayinya. Bendungan ASI

juga bisa terjadi jika bayi menolak menyusu atau pada ibu yang tidak

disiplin memerah ASI ketika jauh dari bayi (Asih, 2016).

b. Faktor-Faktor Penyebab

Menurut Astutik (2015) bendungan air susu ibu disebabkan faktor

penyebab internal dan faktor penyebab eksternal :

Faktor Penyebab Internal:

1) Putiing susu ibu yang datar atau terbenam

2) Psikologi ibu

3) Tingkat pengetahuan ibu.

Faktor penyebab eksternal:

1) Hanya menyusui disalah satu payudara

2) Durasi menyusui yang pendek

3) Kesalahan posisi dan teknik menyusui

4) Pemakaian BH yang terlalu ketat

5) Bayi tidak menyusu secara efektif.

Menurut Yusari dan Risneni (2016) penyebab yang sering

menimbulkan bendungan ASI hingga payudara membengkak antara

lain :

1) Faktor ibu, antara lain :

A. Posisi dan perlekatan ketika menyusui bayi tidak baik

B. Memberikan bayinya suplementasi PASI dan empeng

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Kasus 1.

16

C. Membatasi penyusuan dan jarang menyusui bayi

D. Terpisah dari bayi dan tidak mengosongkan payudara dengan

efektif.

E. Mendadak menyapih bayi

F. Payudara tidak normal, misalnya terdapat saluran ASI yang

tersumbat

G. Ibu setress

H. Ibu kecapean

2) Faktor bayi, antara lain :

a) Bayi menyusu tidak efektif

b) Bayi sakit, misalnya jaundice/bayi kuning

c) Bayi terbiasa menggunakan pacifier (dot atau empeng).

c. Pencegahan

Menurut Maritalia (2014) untuk mencegah bendungan ASI dapat

dilakukan :

1) Menyusui bayi segera setelah lahir dengan posisi dan perlekatan

yang benar

2) Menyusui bayi tanpa jadwal

3) Mengeluarkan ASI dengan tangan atau pompa bila produksi

melebihi kebutuhan bayi

4) Melakukan perawatan payudara pasca persalinan seperti masase

dan sebagainya.

d. Penanganan

1) Pemakaian kutang untuk menyangga payudara dan pemberian

analgetik, dianjurkan menyusui segera dan lebih sering, kompres

hangat, air susu dikeluarkan dengan pompa dan dilakukan

pemijatan (masase) serta perawatan payudara. Jika perlu diberi

supresi laktasi untuk sementara (2-3 hari) agar bendungan

terkurangi dan memungkinkan air susu dikeluarkan dengan pijatan

(Prawirohardjo, 2014).

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Kasus 1.

17

2) Teruskan menyusui bayi dengan baik, keluarkan ASI dengan

efektif, dan atasi faktor penyebab. Selain itu menyusui bayinya

sedini mungkin, frekuensi menyusui sering, dan jangan dibatasi

serta mengikuti kemauan bayi untuk menyusu. Ibu dan bayi sering

melakukan kontak kulit. Aerola yang biasanya edema sehingga

kencang dan putting menjadi datar dilakukan teknik reserve

pressure softening seperti aerola grasp untuk melembutkan

jaringan aerola (Asih, 2016).

3) Menyusukan bayi segera setelah lahir, menyusukan bayi tanpa

jadwal, mengeluarkan sedikit ASI sebelum menyusui agar

payudara lebih lembek, mengurangi sakit pada payudara dengan

kompres dingin dan hangat secara bergantian kiri dan kanan,

melakukan pengurutan dari putting ke arah korpus mamae, serta

ibu harus rileks, pijat leher, dan pijat punggung (Rukiyah., dkk,

2010).

Penanganan bendungan ASI menurut Prawirohardjo (2014) yaitu :

1) Bila ibu menyusui bayinya susukan sesering mungkin, kedua

payudara disusukan, kompres hangat payudara sebelum disusukan,

bantu dengan memijat payudara untuk permulaan menyusui,

sangga payudara, kompres dingin pada payudara diantara waktu

menyusui, dan bila diperlukan berikan paracetamol 500 mg peroral

setiap 4 jam, serta lakukan evaluasi hasil setelah 3 hari.

2) Bila ibu tidak menyusui bayinya yang dilakukan yaitu sangga

payudara, kompres dingin payudara untuk mengurangi

pembengkakan dan rasa sakit dan bila diperlukan berikan

paracetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.

6. Daun Kubis/kol

a. Pengertian

Kol merupakan sayuran yang termasuk dalam suku Brassicaceae atau

suku kubis-kubisan. Kol juga termasuk salah satu tanaman sayuran

tertua. Sayuran dengan nama latin Brassica Oleracea Var. Capitata ini

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Kasus 1.

18

ditemukan pertama kali di Belgia pada tahun 1750 silam. Kol

merupakan sayuran ekonomis dan multiguna yang mudah ditemukan

di pasar. Di Indonesia, kol memiliki beberapa jenis seperti kol bunga,

kol merah, kol brussel, dan kol putih (Swastika, 2019).

b. Kandungan

Menurut Jurnal Penelitian Pratiwi, dkk

(2019)Kubiskayaakanfitonutriendanberbagaivitamin seperti vitamin

A, C, E, dan kandungan glukosinolate mempunyai aktivitas

antikanker. Kubis mengandung asam amino metionin

yangberfungsisebagaiantibiotikdankandungan lain seperti sinigrin

(Allylisothiocyanate), minyak mustard, magnesium, Oxylate

heterosides belerang yang dapat membantu memperlebar pembuluh

darah kapiler sehingga meningkatkan aliran darah untuk keluar masuk

melalui daerah tersebut dan memungkinkan tubuh untuk menyerap

kembali cairan yang terbendung dalam payudara tersebut. Selain itu

daun kubis juga mengeluarkan gel dingin yang dapat menyerap panas

yang ditandai dengan klien merasa lebih nyaman serta daun

kubismenjadi layu/matang setelah penempelan(Pratiwi, dkk.,2019).

c. Daun kubis dingin untuk pembengkakan payudara

Mandi air hangat, pengurutan secara lembut dan pemberian obat-obat

analgesik ketika payudara bengkak terasa sakit akan membantu

meredakan keluhan seperti halnya kompres dingin, khususnya

memakai daun kubis. Daun kubis dingin ternyata mengandung bahan

obat yang dapat mengurangi pembengkakan payudara. Biasanya

kompres daun kubis menunjukkan khasiatnya dalam waktu yang

cukup cepat yaitu dalam beberapa jam. Kubis merupakan sayuran

ekonomis dan serbaguna yang mudah ditemukan. Kubis memberikan

nilai gizi yang sangat besar. Dan memberikan banyak manfaat

kesehatan. Bahkan, kubis kaya akan fitronutrien dan berbagai vitamin

seperti vitamin A, C, E, dan kandungan glukosinolate mempunyai

aktivitas antikanker.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Kasus 1.

19

Kubis dapat digunakan untuk terapi pembengkakan. Kubis (Brassica

Oleracea Var. Capitata) diketahui mengandung asam amino metionin

yang berfungsi sebagai antibiotic 17, 18 dan kandungan lain seperti

sinigrin (Allylisothiocyanate), minyak mustard magnesium, oxylate

heterosides belerang, hal ini dapat membantu memperlebar pembuluh

darah kapiler sehingga meningkatkan aliran darah untuk keluar masuk

dari daerah tersebut, sehingga memungkinkan tubuh untuk menyerap

kembali cairan yang terbendung dalam payudara tersebut. Selain itu

daun kubis juga mengeluarkan gel dingin yang dapat menyerap panas

yang ditandai dari klien merasa lebih nyaman dan daun kubis menjadi

layu/matang setelah 30 menit penempelan.

Menurut Asih (2016), cara pengompresan payudara dengan daun

kubis atau kol yaitu :

1. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir sebelum dan sesudah

memegang daun kubis/kol

2. Gunakan daun kubis hijau yang bersih. Cuci daun hingga bersih

menggunakan air yang bisa diminum

3. Lemaskan daun kol dengan penggiling kue agar lebih mudah

membentuk payudara ibu

4. Iris tulang daunnya yang besar, lubangi untuk tempat putting dan

dapat digunakan di dalam bra selama 20-30 menit.

5. Pasang daun kubis setelah menyusui dan biarkan hingga layu,

biasanya 2-4 jam, ganti dengan daun segar yang baru jika sudah layu.

Daun kubis digunakan di Eropa untuk menghilangkan edema pada

bagian tubuh. Salah satunya yaitu pembengkakan payudara akibat dari

bendungan ASI yang terjadi diantara hari ketiga sampai hari ketujuh

postpartum, dimana payudara tampak penuh, merah keras, dan hangat.

Dalam penelitian yang dilakukan Nickon VC (1993) dan Robert

(1995) menyatakan jika perawatan payudara bengkak dengan

menggunakan daun kubis dapat diterapkan. Perawatan payudara

bengkak menggunakan daun kubis dilakukan dengan cara meletakkan

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Kasus 1.

20

daun kubis pada payudara bengkak dengan mengompres selama 20

menit atau sampai daun kubis layu, pengompresan ini dilakukan setiap

2-4 jam sehari selama 2 hari berturut-turut (Lawrence Ruth. A. Dan

Robert M. Lawrence, 2015).

Menurut jurnal penelitian Rajni Shamar (2018) kompres dilakukan

dengan daun kubis yang dibiarkan pada payudara sampai daun

menjadi layu, yaitu sekitar 30 menit. Prosedurnya diulang (aplikasi

dari daun kubis dingin) empat kali setiap 6 jam per 24 jam selama 2

hari. Menurut Angel Akansha (2017), daun kubis dingin dan

perawatan rutin seperti kompres hangat diterapkan untuk periode 30

menit, tiga kali sehari untuk berturut-turut dua hari dalam percobaan

dan kontrol kelompok masing-masing.

7. Fisiologi Laktasi

Laktogenesis adalah mulainya produksi susu. Ada tiga fase laktogenesis.

Dua fase awal dipicu oleh hormone atau respon neuroendokrin, yaitu

respon antara sistem saraf dan sistem endokrin dan terjadi ketika ibu

ingin menyusui ataupun tidak. Fase ketiga adalah autocrine (sebuah sel

yang mengeluarkan hormone kimiawi yang bertindak atas kemauan

sendiri), atau atas control local (Pollard, 2015).

Menurut Biancuzzo dalam Mardiyaningsih (2010) tingkatan pada siklus

laktasi ada 4, yaitu:

a. Mammogenesis

Proses ini dimulai sejak masa sebelum pubertas dan dilanjutkan pada

masa pubertas. Perkembangan payudara dipengaruhi oleh adanya

siklus menstruasi dan kehamilan. Payudara belum secara penuh

dibentuk sampai mampu memproduksi ASI.

b. LactogenesisI

Dimulai pada pertengahan kehamilan. Pada fase ini struktur, ductus,

dan lobus payudara mengalami proliferasi akibat dari pengaruh

hormone. Akibatnya kelenjar payudara sudah mampu mensekresi akan

tetapi yang disekresi hanya kolostrum. Walaupun secara struktur

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Kasus 1.

21

kelenjar payudara mampu mengeluarkan ASI akan tetapi ini tidak

terjadi karena hormone yang berhubungan dengan kehamilan

mencegah ASI untuk diekskresi.

c. LactogenesisII

Merupakan permulaan sekresi ASI secara berlebihan dan dimulai pada

30-40jam setelah melahirkan. Setelah melahirkan tingkat progesterone

menurun secara tajam akan tetapi tidak sampai mencapai tingkat yang

sama pada wanita tidak hamil. Sedangkan tingkat prolactin tetap

tinggi. Namun para ibu tidak merasakan bahwa air usu keluar sampai

2-3 hari setelah melahirkan.

d. LactogenisIII

Sistem control hormone endokrin mengatur produksi ASI selama

kehamilan dan beberapa hari pertama setalah melahirkan. Ketika

produksi ASI mulai stabil, sistem control autokrin dimulai.

Pelepasan ASI berada di bawah kendali neuro-endokrin. Rangsangan

sentuhan pada payudara (bayi menggisap) akan merangsang

produksi oksitosin yang menyebabkan kontraksi sel-sel myoepithel.

Proses ini diebut sebagai “reflex prolaktin” atau milk production

reflect yang membuat ASI tersedia bagibayi.Dalamhari-

haridini,laktasireflekinitidakdipengaruhiolehkeadaanemosiibu.

8. Faktor yang menghambat lactogenesisII

Menurut Novita (2011) faktor yang menghambat lactogenesis II, yaitu :

a. Usiaibu

Wanita lebih dari 25 tahun berinisiatif melakukan meyusui bayinya,

namun jika umur lebih dari 30 tahun berpotensi mengalami kegagalan

menyusui karena terhambatnya pembentukan lactogenesis II.

b. Sisa jaringanplasenta

Jaringan plasenta yang masih tertinggal mempengaruhi kadar

progesterone yang masih tinggi menyebabkan lactogenesis II

terhambat pembentukannya.

c. Wanitapekerja

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Kasus 1.

22

Wanita yang tidak bekerja akan cenderung menyusui secara

eksklusif dibandingkan dengan wanita yang bekerja, sehingga

kelangsungan menyusui dapat dipertahankan.

d. Wanita denganobesitas

Wanita yang memiliki kelebihan berat badan selama kehamilan

bertendensi tidak menyusui, karena kadar prolactin yang rendah untu

menyusui, disamping itu ASI menjadi lebih sedikit dari wanita yang

tidak obesitas. Wanita dengan obesitas akan menghambat

lactogenesisII.

e. Karakteristikbayi

Berat badan bayi lebih dari 3600 gram dan bayi gagal menyusu 2

kali dalam 24 jam. Hal tersebut merupakan faktor kegagalan

menyusui selanjutnya.

f. Paritas

Paritas sangat mempengaruhi lactogenesis II . pada primipara terjadi

peningkatan jumlah ASI secara lambat dibandingkan multipara.

g. Jenispersalinan

Wanita yang mengalami sesectio sesaria yang tidak direncanakan

pada hari kedua post partum memiliki jumlah oksitosin dan prolactin

yang rendah dibandingkan dengan persalinan pervaginal

h. IMD

Bayi yang mengalami inisiasi menyusui dini, delapan kali lebih

berhasil menyusui secara eksklusif, dan dapat merangsang produksi

ASI pada lactogenesis II.

i. Durasimenyusui

Durasi menyusui sangat dipengaruhi oleh jumlah dari ASI yang

diterima bayi dan hisapan bayi.

j. Frekuensimenyusui

Frekuensi menyusui kurang dari delapan kali perhari dan menyusui

yang terlalu singkat kurang dari 10 menit dapat menurunkan

produksi ASI.

k. Fisik payudaraibu

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Kasus 1.

23

Keadaan puting datar, putting lecet, dan ketidaknyamanan pada

payudara merupakan faktor yang berdistribusi terhadap kegagalan

menyusui.

l. Psikologisibu

Pengalaman ibu pada waktu pertama tidak berhasil menyusui, maka

akan mempengaruhi untuk menyusui selanjutnya. Kepercayaan ibu

untuk menyusui sangat berpegaruh pada keberhasilan menyusui pada

periode post partum. Wanita yang mengalami cemas dan depresi

akan mengalami hambatan menyusui, dengan mendeteksi

menggunakan (Edinburgh Postnatal Depresstion Scale) EPDS pada

minggu pertama post partum dapat mengurangi resiko ibu menyusui

menjadi depresi yang lebihberat.

B. Kewenangan Bidan Terhadap Kasus Nifas

Berdasarkan UU Kebidanan No. 4 tahun 2019, BAB VI bagian kedua pasal

45 paragraf 1 tentang tugas dan wewenang bidan, bidan dalam menjalankan

pelayanan kesehatan ibu sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 43 ayat 1

huruf a, bidan profesi berwenang :

1. Memberikan asuhan kebidanan, bimbingan, serta komunikasi, informasi,

dan edukasi kesehatan dalam rangka perencanaan kehamilan, persalinan,

dan persiapan menjadi orangtua.

2. Memberikan asuhan pada masa kehamilan untuk mengoptimalkan

kesehatan ibu dan janin, mempromosikan air susu ibu eksklusif, dan

deteksi dini kasus risiko dan komplikasi pada masa kehamilan, masa

persalinan, pasca persalinan, masa nifas, serta asuhan pasca keguguran.

3. Melakukan pertolongan persalinan normal

4. Memfasilitasi inisiasi menyusu dini

5. Memberikan asuhan pasca persalinan, masa nifas, komunikasi, informasi,

dan edukasi serta konseling selama ibu menyusui, dan deteksi dini masalah

laktasi

6. Melakukan pertolongan pertama kegawatdaruratan ibu hamil, bersalin,

pasca persalinan, dan masa nifas dilanjutkan dengan perujukan

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Kasus 1.

24

7. Merujuk ibu hamil, bersalin, pasca persalinan, dan masa nifas dengan

risiko dan atau komplikasi yang membutuhkan pertolongan lebih lanjut

8. Memberikan obat bebas dan obat bebas terbatas.

C. Hasil Penelitian tentang Bendungan ASI

Berdasarkan jurnal Yopi Suryatim Pratiwi, dkk (volume VI No. 2 Desember

2019) yang berjudul “Pengaruh Pemberian Kompres Daun Kubis Terhadap

Pembengkakan Payudara Pada Ibu Postpartum” dalam jurnal Kesehatan

Qamarul Huda, Yopi SuryatimPratiwi, dkk menyatakan bahwa

penatalaksanaan kompres daun kubis yang mengandung asam amino

metionin,sinigrin(Allylisothiocyanate),minyakmustard, magnesium, Oxylate

heterosides belerangefektif mengurangi pembengkakan payudara, sehingga

memperpanjang durasi menyusui dan meningkatkan keberhasilanmenyusui.

Ada perbedaan skor pembengkakan payudara sebelum dengan sesudah

diberikan penatalaksanaan kompres daun kubis dan breast care, nilai p <

0,001 serta Z hitung -3,493, mean skor pembengkakan payudara sesudah

perlakuan 2,07 dibandingkan dengan mean sebelum perlakuan 4,06 yang

mempunyai arti penatalaksanaan kompres daun kubis dan breast care efektif

menangani masalah pembengkakan payudara pada ibu nifas. Ada perbedaan

skor pembengkakan payudara sebelum dengan sesudah diberikan

penatalaksanaan dan breast care, nilai korelasi 0,821 serta t hitung 9,798 dan

nilai p < 0,001, mean skor pembengkakan payudara sesudah perlakuan 4,67

dibandingkan dengan mean susudah perlakuan 3,07 yang mempunyai arti

penatalaksanaan breast care efektif menangani masalah pembengkakan

payudara pada ibu nifas. Ada perbedaan selisih efektivitas penatalaksanaan

kompres daun kubis dan breast care dibandingkan dengan penatalaksanaan

breast care terhadap pembengkakan payudara bagi ibu nifas. Terdapat

perbedaan selisih skor pembengkakan payudara yang secara statistik

signifikan antara kelompok eksperimen dibandingkan dengan kelompok

kontrol nilai p 0,001 serta nilai Z -3.306. Ibu nifas dengan pembengkakan

payudara yang mendapatkan penatalaksanaan kompres daun kubis dan breast

care mempunyai nilai mean rank skor pembengkakan payudara yang lebih

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Kasus 1.

25

kecil yaitu 10,60 dibandingkan dengan ibu nifas dengan pembengkakan

payudara yang mendapatkan penatalaksanaan breast care sesudah perlakuan

dengan dengan mean rank 20,40 yang berarti penatalaksanaan kompres daun

kubis dan breast care lebih efektif mengatasi masalah pembengkakan

payudara bagi ibu nifas dibandingkan dengan penatalaksanaan dengan breast

care saja.

Berdasarkan jurnal penelitian Nina Zuhana (Volume II, No. 2, tahun 2017)

yang berjudul “Perbedaan Efektivitas Daun Kubis (Brassica Oleracea var.

Capitata) Dingin dengan Perawatan Payudara Dalam Mengurangi

Pembengkakan Payudara (Breast Engorgement) di Kabupaten Pekalongan”,

dalam jurnal Ilmiah Bidan. Nina Zuhana menyatakan bahwa Daun Kubis

dapat digunakan untuk mengurangi pembengkakan payudara dengan cepat

dikarenakan daun kubis mengandung sumber baik dari asam amino glutamine

dan diyakini untuk mengobati peradangan salah satunya peradangan pada

payudara.

Berdasarkan jurnal penelitian Angel Akanksha, dkk (Volume IV, No. I, tahun

2017) yang berjudul “A. Quasi-Experimental Study to Assess the

Effectiveness of Chilled Cabbage Leave on Breast Engorgement among

Postnatal Mothers Admitted in a Selected Hospital of Delhi”, dalam

International Jurnal of Nursing and Midwifery, Angel Akanksha, dkk. Daun

kubis dingin dan perawatan rutin seperti kompres hangat dingin diterapkan

untuk periode 30 menit, tiga kali sehari untuk berturut-turut dua hari dalam

percobaan dan kontrol kelompok masing-masing. Temuan penelitian

menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara eksperimen

dan kelompok kontrol sehubungan dengan skor pra-perawatan pembengkakan

payudara (p = 0,2880). Perbandingan dilakukan antara skor pra-perawatan

dan setelah perawatan pembengkakan payudara dalam kedua kelompok.

Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam skor pembengkakan payudara

posttest antara keduanya kelompok yaitu (p = 0,204). Kedua perawatan yaitu,

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Kasus 1.

26

daun kubis dingin dan perawatan rutin. Dengan hasil kompres hangat efektif

dalam mengurangi pembengkakan payudara pada ibu postnatal (p = 0,05 dan

p = 0,001). Kompres hangat ternyata lebih efektif daripada daun kubis dingin

dalam mengurangi pembengkakan payudara (p = 0,001) pada ibu postnatal.

Daun kubis dingin dan kompres hangat sebagai perawatan rutin keduanya

dapat digunakan dalam pengobatan pembengkakan payudara.

Berdasarkan jurnal penelitian Rajni Sharma (Volume 06, Edisi 6, Juni 2018)

yang berjudul “Effectiveness of Chilled Cabbage Leaf Aplication on Breast

Engorgement among Post Partum Women’s” dalam Journal of Medical

Science and Clinical Research. Rajni Sharma melakukan kompres yang

dibiarkan pada payudara sampai daun menjadi layu, yaitu sekitar 30 menit.

Prosedurnya diulang (aplikasi dari daun kubis dingin) empat kali setiap 6 jam

per 24 jam selama 2 hari. Perawatan pasca penilaian dilakukan untuk

mengevaluasi efektivitas daun kubis dingin untuk mengurangi rasa sakit dan

keparahan pembengkakan payudara. Dengan hasil penelitian menunjukkan

bahwa perawatan daun kubis membantu mengurangi rasa sakit di

pembengkakan payudara dan memperpanjang menyusui lamanya.

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Kasus 1.

27

D. KERANGKA TEORI

Sumber : Astutik, R.Y (2015), Sarwono Prawirohardjo (2014), Novita, R. (2011)

Bendungan ASI

Faktor Penyebab Internal:

1. Usiaibu

2. Sisajaringanplasenta

3. Wanitapekerja

4. Wanitaobesitas

5. Karakteristikbayi

6. Paritas

7. Jenispersalinan

8. IMD

9. Fisik payudaraibu

10. Psikologiibu

11. Tingkat pengetahuan

ibu

Faktor Penyebab Eksternal :

1. Hanya menyusui disalah satu

payudara

2. Durasi menyusui yang sangat

pendek

3. Kesalahan posisi dan teknik

menyusui

4. Pengosongan ASI tidak

sering

Penatalaksanaan Bendungan ASI

Secara Farmakologi:

Pemberian paracetamol 500

mgper oral setiap 4 jam

Secara Non Farmakologi:

1. Kompres dengan daun

kubis

2. Breast care