BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keselamatan Kerjarepository.poltekkes-tjk.ac.id/588/4/Bab II.pdf ·...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keselamatan Kerjarepository.poltekkes-tjk.ac.id/588/4/Bab II.pdf ·...
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Keselamatan Kerja
Menurut Mathis dan Jackson, menyatakan bahwa keselamatan merujuk pada
perlindungan terhadap cidera yang terkait dengan pekerjaan. Keselamatan kerja
adalah suatu keadaan terhindar dari bahaya selama melakukan pekerjaan. Salah
satu factor yang harus dilakukan selama bekerja. Tidak ada seorang di dunia ini
yang menginginkan terjadinya kecelakaan. Keselamatan kerja sangar bergantung
pada jenis, bentuk, dan lingkungan dimana pekerjaan itu dilaksanakan.
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat
kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungan
serta cara-cara melakukan pekerjaan (Buntarto, 2014 : 1).
Semua kegiatan kerja, baik yang didarat, dilaut, diudara ataupun disemua
tempat kerja itu dilakukan sangat memerlukan dukungan keselamatan, hal tersebut
seperti telah diatur oleh Pemerintah dalam Undang-Undang nomor 1 tahun1970.
Menurut Pemerintah dalam Undang-Undang nomor 1 tahun1970 pasal 1
menyebutkan tempat kerja yang memerlukan keselamatan kerja adalah ditiap
ruangan atau lapangan baik yang terbuka maupun yang tertutup, dimana tenaga
kerja bekerja atau yang serin dimasuki oleh tenaga kerja untuk keperluan suatu
usaha dimana terdapat sumber bahaya. Termaksud didalamnya semua ruangan,
lapangan, halaman dan sekelilingnya memerlukan bagian-bagian yang
berhubungan dengan tempat kerja tersebut.
9
1. Fungsi dari keselamatan kerja yaitu
a. Antisipasi, identifikasi dan evaluasi kondisi dan praktek berbahaya.
b. Buat desain pengendalian bahaya, metode, prosedur dan program.
c. Terapkan, dokumentasikan dan informasikan rekan lainnya dalam hal
pengendalian bahaya dan program pengendalian bahaya.
d. Ukur, periksa kembali keefektifitasan pengendalian bahaya dan program
bahaya.
2. Ruang lingkup keselamatan kerja
Ruang lingkup keselamatan kerja sangat luas. Keselamatan kerja termasuk
dalam perlindungan teknis yaitu perlindungan terhadap pekerja/buruh agar
selamat dari bahaya yang dapat ditimbulkan oleh alat kerja dan bahan yang
dikerjakan. Keselamatan kerja tidak hanya memberikan perlindungan tetapi juga
jaminan pekerjaan.
3. Faktor peralatan
Penggunaan mesin dan alat mekanik meluas pada setiap sector kegiatan
ekonomi seperti industry, pekerjaan umum, pertanian, pertambangan,
perhubungan, dan lain-lain. peralatan di pengolahan udang yaitu Threser,
Digester, Alat Pengepresan (Screw Press), Cake Break Conveyor, Vibrator
Screen, Crude Oil Tank, Oil Purifier, Vacuum Drier Tangki Timbun (Oil Storage
Tank) dan CST (continue settling tank).
Kondisi suatu peralatan baik itu umur maupun kualitas sangat mempengaruhi
terjadinya kecelakaan kerja. Alat-alat yang sudah tua kemungkinan rusak itu ada.
Apabila alat itu sudah rusak, tentu saja dapat mengakibatkan kecelakaan.
Contohnya :
10
a. Perpipaan yang sudah tua.
b. Alat-alatyang sudah rusak.
Setelah kita mengetahui factor-faktor yang menyebabkan suatu kecelakaan
kerja, kita dapat encegahnya yaitu dengan cara
1) Melakukan peremejaan pada alat-alat yang sudah tua.
2) Kualitas control pada alat-alat yang ada di tempat kerja.
(http://agusliadi.wordpress.artikel_k3/2010/05/kecelakaankerja.html)
4. Pelaksanaan SOP secara benar di tempat kerja
Standart Operasional Prosedur adalah pendoman kerja yang harus dipatuhi
dan dilakukan dengan benar dan berurutan sesuai instruksi yang tercantum dalam
SOP, perlakuan yang tidak benar dapat menyebabkan kegagalan proses produksi,
kerusakan peralatan dan kecelakaan (Sucipto, 2014 : 89).
SOP adalah langkah-langkah kerja tertulis yang terfikus kepada pelakanaan
pekerja untuk mengurangu resiko kerugian dan mempertahankan kehandalan.
Dalam standart operasional prosedur biasaya terdapat batasan operasi
peralatan dan keselamatan, prosedur menghidupkan, mengoperasikan dan
mematikan peralatan (Anonim, 2007).
Dalam Anonim (2007), secara garis besar ketentuan-ketentuan yang ada
dalam standart operasional prosedur terdiri atas :
a. SOP harus speksifik untuk pekerjaan yang akan dilaksanakan.
b. SOP dapat menggambarkan semua resiko pekerjaan yang akan
dilaksanakan.
c. Identifikasi semua resiko keselamatan, bahaya linngkungan, dan
ekonomi yang berhubungan dengan pekerjaan yang akan dilaksanakan.
11
d. Menenukan alat perlindungan diri yang sesuai untuk menghindari
terkena resiko keselamatan yang berhubungan dengan pekerjaan yang
akan dilaksanakan.
e. Izin kerja yang digunakan untuk pekerjaan yang akan dilaksanakan.
f. Menggambarkan aturan, tanggung jawab mauoun kewenangan untuk
semua karyawan.
g. Menggunakan bahasa yang dapat dimengerti oleh semua karyawan.
h. Dapat digunakan sebagau pendoman dalam pembuatan job safety
analysis.
i. Menjelaskan pengoperasian normal dan tindakan yang akan dilakukan
jika terjadi perubahan.
j. Menjelaskan tanggapan keadaan darurat dan prosedur pelaksanaan
shutdown.
5. Alat pelindung diri
Perlindungan tenaga kerja melalui usaha-usaha teknis pengamanan tempat,
peralatan dan lingkungan kerja adalah sangat perlu diutamakan. Pihak perusahaan
mengambil kebijakan untuk melindungi pekerja itu dengan berbagai cara yaitu
mengurangi sumber bahaya ataupun menggunakan alat pelindung diri (Anizar,
2009 : 86).
Alat pelindung diri (APD) adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat
bekerja sesuai bahaya dan resiko untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri
dan orang di sekelilingnya. Ada ketentuan-ketentuan pemilihan APD menurut
(Buntarto, 2015:47) meliputi :
12
a. Dapat memberikan pelindungan yang cukup terhadap bahaya-bahaya
yang dihadapi oleh pekerja.
b. Harus ringan dan tidak menyebabkan rasa ketidaknyamanan yang
berlebihan.
c. Tidak mudah rusak.
d. Suku cadangannya mudah diperoleh.
e. Harus memenuhi ketentuan standar yang telah ada.
f. Dapat dipakai secara fleksibel.
g. Tidak menimbulkan bahaya-bahaya tambahan lagi pemakainya.
Selain itu, agar pemakaian APD dilakukan secara tepat, maka perlu
memperhatikan kondisi dan resiko bahaya yang dihadapi di tempat kerja,
keperluan pekerjaan, seperti waktu yang dibutuhkan, kejelasan pandangan,
kemudahan berkomunikasi dan sebagainya. Dalam memilih tipe APD yang tepat
guna meminimalisasi resiko bahaya dan membantu menyelesaikan pekerjaan.
Berdasarkan fungsinya, ada beberapa tipe APD yang digunakan oleh tenaga kerja
menurut (Anizar, 2009:90-98) antara lain :
1) Masker
Pada tempat-tempat kerja tertentu seringkali udaranya kotor yang
diakibatkan oleh macam-macam sebab yaitu debu-debu kasar operasi-operasi
sejenis, racun dan debu halus yang dihasilkan dari pengecetan atau asap, uap
beracun atau gas beracun dari pabrik kimia dan bukan gas beracun tetapi seperti
CO2 yang menurunkan konsentrasi oksigen di udara.
13
2) Kacamata
Salah satu masalah tersulit dalam pencegahan kecelakaan adalah
pencegahan kecelakan yang menimpa mata di mana jumlah kecelakaan demikian
besar. Kecelakaan mata berbeda-beda dan aneka jenis kacamata pelindung di
perlakukan.
3) Sepatu pengaman
Sepatu pengaman harus dapat dapat melindung tenaga kerja terhadap
kecelakan-kecelakan yang disebabkan oleh beban berat yang menimpa kaki, paku-
paku atau benda tajam lai yang mungkin terinjak.
4) Sarung tangan
Sarung tangan harus diberikan kepada tenaga kerja dengan
pertimbangan akan bahaya-bahaya dan persyaratan yang diperlukan. Antara lain
syaratnya adalah bebannya bergerak jari dan tangan. Sarung tangan juga sangat
membantu pada pengerjaan yang berkaitan dengan kerja yang panas, tajam
ataupun benda kerja yang licin.
5) Topi pengaman
Topi pengaman harus dipakai oleh tenaga kerja yang mungkin tertimpa
pada kepala oleh benda jatuh atau melayang. Topi harus keras dan kokoh tetapi
ringan.
6) Perlindungan telinga
Perlindungan terhadap kebisingan dilakukan dengan sumbat atau tutup telinga.
7) Pakaian pelindung
Pakaian pelindung sebagai alat pelindung diri dapat melindungi tubuh
tenaga kerja dari pengaruh panas, radiasi ion dan cairan bahan kimia. Pakaian
14
pelindung dapat membentuk apron yang menutupi sebagian dari tubuh yaitu dari
dada sampai lutut dan overall yang menutupi seluru tubuh. Pakaian kerja harus
dianggap suatu alat perlindungan terhadap bahaya-bahaya kecelakaan.
6. Faktor Lingkungan
Lingkungan kerja yang melebihi toleransi manusia tidak saja merugikan
produktivitas kerjanya, tetapi juga menjadi sebab terjadinya penyakit atau
kecelakaan kerja. Hanya lingkungan kerja yang aman, selamat dan nyaman
merupakan persyaratan penting untuk terciptanya kondisi kesehatan prima bagi
karyawan yang bekerja didalamnya. Untuk menjamin kearah itu diperlukan
pemantauan lingkungan kerja terhadap semua unit dalam suatu perusahaan yang
bertujuan :
a. Memastikan apakah lingkungan kerja (tempat kerja) tersebut telah
memenuhi syarat K3.
b. Sebagai pendoman untuk bahan perencanaan dan pengendalian terhadap
bahaya yang ditimbulkan oleh factor-faktor yang ada di setiap tempat
kerja.
c. Sebagi data pembantu untuk mengkolerasikan hubungan sebab akibat
terjadinya suatu penyakit akibat kerja maupun kecelakaan.
Bahan dokumen untuk mengembangkan program-program K3 selanjutnya.
B. Kesehatan Kerja
Kesehatan merupakan unsur penting agar kita dapat menikmati hidup yang
berkualitas, baik di rumah maupun dalam pekerjaan. Kesehatan juga menjadi
factor penting dalam menjaga kelangsungan hidup sebuah organisasi. Fakta ini
dinyatakan oleh Health And Safety Executive (HSE) atau pelaksanaan kesehatan
15
dan keselamatan kerja sebagai “Good Health is Good Business” yang artinya
kesehatan baik menunjang bisnis yang baik (John, 2008).
Kesehatan kerja adalah bagian dari ilmu kesehatan beserta praktiknya dalam
pemeliharaan kesehatan secara kuratif, preventif, promosional dan rehabilitative
agar masyarakat tenaga kerja dan masyarakat umum terhindar dari bahaya akibat
kerja, serta dapat memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya untuk dapat
bekerja produktif (Soedirman dan Suma’mur, 2014:4).
1. Fungsi Kesehatan Kerja
a. Identifikasi dan melakukan penelitian terhadap resiko dari bahaya
kesehatan di tempat kerja.
b. Memberikan saran terhadap perencanaan dan pengorganisasian dan
praktek kerja termasud desain kerja.
c. Memberikan saran, informasi, pelatihan dan edukasi tentang kesehatan
kerja dan APD.
d. Melaksanaan survey terhadap kesehatan kerja.
e. Terlibat dalam proses rehabilitasi.
f. Mengelolah P3K dan tindakan darurat.
Ketidaknyamanan dalam bekerja dapat mempengaruhi kondisi psikologis
pekerja. Oleh karena itu kenyamanan dalam bekerja sangat diperlukan, supaya
efektifitas dan produktivitas terus meningkat dan psikologis pekerja pun sehat.
2. Upaya pelaksanaan kesehatan kerja dalam mencegah gangguan
kesehatan terhadap para pekerja.
Perusahaan harus menerapkan upaya keselamatan dan kesehatan kerja
dalam perusahaan sebagai usaha untuk menciptakan lingkungan kerja yang
16
nyaman, sehat dan sejahtera. Dalam usaha untuk melaksanakan program K3, serta
usaha-usaha yang dapat mengendalikan resiko bahaya, yaitu dengan program
yang dikenal dengan hirarki pengendalian resiko, upaya kesehatan kerja menurut
(P.K Suma’mur, 1996:52) meliputi :
a. Subsitusi
Subsitusi merupakan menggantu bahan yang lebih bahaya dengan
bahan yang kurang bahaya atau tidak sama sekali. Metode pengendalian ini
bertujuan untuk mengganti bahan, proses, operasi ataupun peralatan dari yang
berbahaya menjadi lebih tidak berbahaya. Dengan pengendalian ini menurunkan
bahaya dan resiko minimal melalui desain ataupun desain ulang. Beberapa contoh
aplikasi subsitusi misalnya : system otomatis pada mesin untuk mengurangi
interaksi mesin-mesin berbahaya dengan operator, menggunakan bahan pembersih
kimia yang kurang berbahaya, mengurangi kecepatan, kekuatan serta arus listrik,
mengganti bahan baku padat yang menimbulkan debu menjadi bahan yang cair
atau basah. Contoh substitusi dalam industry untuk pengendalian bahaya untuk
resiko yang disebabkan oleh kebisingan.
1) Mengganti mesin-mesin lama dengan mesin baru dengan tingkat
kebisingan yang lebih rendah.
2) Mengganti jenis proses mesin (dengan tingkat kebisingan yang
lebih rendah) dengan fungsi proses sama, contohnya pengelasan
digunakan sebagai penggantian proses reveting.
b. Isolasi
Isolasi adalah mengisolasi operasi atau proses produksi yang dapat
membahayakan karyawan, misalnya mengisolasi mesin yang sangat beringsik
17
agar tidak mengganggu kinerja kerja lain. Proses isolasi dalam industri adalah
sebagai berikut :
1) Pemisahan fisik adalah memindahkan mesin atau sumber
kebisingan ke tempat yang lebih jauh dari pekerja.
2) Pemisahan waktu adalah mengurangi lamanya waktu yang harus
dialami oleh pekerja-pekerja untuk berhadapan dengan
kebisingan. Rotasi pekerjaan dan peraturan jam kerja termasuk
dua cara yang biasa digunakan.
c. Ventilasi Industri
Ventilasi adalah proses penyediaan udara segar ke dalam dan
pengeluaran udara dari suatu ruangan tertutup secara alamiah maupun mekanis.
Ventilasi industri merupakan satu terapan teknologi hygiene perusahaan yang
bertuuan menciptakan lingkungan kerja yang memenuhi pesyaratan K3. Semakin
tinggi teknologi yang digunakan, akan berdampak, kemungkinan terjadi ancaman
lingkungan kerja (resiko bahaya: uap, logam, debu, gas-gas kimia berbahaya,
partikel logam berat,dan lain-lain). Ada empat sistem ventilasi, untuk setiap
sistem yang di desain khusus untuk sesuaikan dengan jenis pekerjaan dan tingkat
pemaparan kontaminan menurut (Sucipto,2017:26 ) meliputi :
1) Dilusin ( general) ventilasi
Sama dengan ventilasi pengenceran udara terhadap udara yang
terkontaminasi di dalam bangunan/ruangan dengan meniupkan
udara bersih (tidak tercemar). Tujuanya untuk kendalikan bahaya
ditempat kerja.
18
2). Lokal exhaust (ventilasi pengeluaran setempat)
Adalah proses pengisapan dan pengeluaran udara terkontaminasi
secara serentak dari sumber pencemaran sebelum udara
terkontaminasi berada pada ketinggian zona pernafasan dan
menyebar keseluruhan ruang kerja. Umumnya ventilasi jenis ini
ditempatkan sangat dekat dengan sumber emisi.
3). Exhausted Enclosure ( ventilasi sistem tertutup)
Dimana kontaminan yang beracun yang di pancarkan dari sumber
dengan kecepatan tinggi harus dikendalikan dengan isolasi
sempurna atau menutup proses (khususnya pekerjaan blasting)
pekerjaan blasting adalah proses tertutup, misalnya emisi debu
silica yang sangat besar.
4). Comfort Ventilation ( Ventilasi kenyamanan)
Pertukaran udara didalam industri merupakan bagian dari
AC,sering digunakan bersama-sama dengan alat pemanas atau
alat pendingin dan alat pengukur kelembapan. Untuk peroleh
ventilasi yang baik dapat dilaksanakan dengan cara :
a. Ventilasi alamiah : dimana udara masuk ke dalam ruangan
melalui jendela, pintu atau lubang angin.
b. Ventilasi mekanik ( ventilasi buatan).
c. AC : menyedot udara dalam ruangan kemudian disaring dan
dialirkan kembali dalam ruangan.
d. Fan : hasilkan udara yang dialirkan kedepan.
e. Exhausher
19
d. Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja
Pemeriksaan sebelum kerja adalah pemeriksaan kesehatan yang
dilakukan oleh dokter sebelum seseorang diterima untuk melakukan pekerjaan. Tujuan
pemeriksaan kesehatan sebelum kerja adalah agar tenaga kerja yang diterima berada
dalam kondisi kesehatan yang setinggi-tingginya, cocok untuk jenis pekerjaan yang
akan dilakukan ehingga keselamatan dan kesehatan kerja yang bersangkutan dan
tenaga lainya dapat dijamin ( Soedirman dan Suma’mur, 2014:21)
e. Pemeriksaan Kesehatan Secara Berkala/Ulangan
Menurut peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi
No.Per.02/MEN/1980 pasal 3 pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan secara
berkala dengan jarak waktu yang disesuaikan dengan besarnya resiko kesehatan yang
dihadapi. Makin besar resiko kerja, makin kecil jarak waktu antar pemeriksaan
berkala.
Pemeriksaan berkala mempunyai maksut untuk mempertahankan derajat
kesehatan tenaga kerja sesudah berada dalam pekerjaannya, serta menilai
kemungkinan adanya pengaruh-pengaruh dari pekerjaan seawal mungkin yang perlu
dikendalikan dengan usaha-usaha pencegahan. Pemeriksaan kesehatan berkala
dilakukan sekurang0-kurangnya 1 tahun sekali, meliputi : fisik lengkap,kesegaran
jasmani, rontgen paru-paru (bilamana mungkin ) dan labolatorium rutin serta
pemeriksaan lain yang dianggap perlu. Keselamatan kerja sesuai dengan kebutuhan
menurut jenis-jenis pekerjaan yang ada. Dalam hal ditemukan gangguan kesehatan
pada tenaga kerja, pengurus wajib mengadakan tindak lanjut untuk memperbaiki
kelainan-kelainan dan sebab-sebabnya.
20
f. Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Keselamatan dan Kesehatan
Kepada Pekerja Secara Kontinyu
Tujuan pendidikan keselamatan dan kesehatan kerja adalah
mencegah terjadinya kecelakaan. Cara efektif untuk mencegah terjadinya
kecelakaan, harus diambil tindakan yang tepat terhadap tenaga kerja dan
perlengkapan, agar tenaga kerja memiliki konsep keselamatan dan kesehatan kerja
demi mencegah terjadinya kecelakaan. Sedangkan tujuan peltihan keselamatan
dan kesehatan pada pekerja agar tenaga kerja memiliki pengetahuan dan
kemampuan mencegah kecelakaan kerja, mengembangkan konsep dan kebiasaan
pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja, memahami ancaman bahaya yang
ada ditempt kerja dan menggunakan langkah pencegahan kecelakaan kerja.
g. Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan ( P3K)
Dalam peraturan Undang-undang pasal 3 dan 9 No.1 tahun 1970, syarat-
syarat k3 untuk memerikan P3K dan kewajiban membina tenaga kerja dalam
pemberian P3K.
P3K ( Firsh Aid) adalah upaya petolongan dan perawatan sementara
terhadap korban kecelakaan sebelum mendapat pertolongan yang lebih sempurna dari
dokter atau paramedik. P3K dimaksudkan memberikan perawatan sementara yang
dilakukan oleh P3K (petugas medik atau orang awam) yang pertama melihat korban
(Sucipto, 2014:149).
C. Kecelakaan Akibat Kerja
Kecelakaam akibat kerja adalah kecelakaan yang berhubungan dengan
hubungan kerja pada perusahaan atau perkantoran. Hubungan kerja disini dapat
berarti, bahwa kecelakaan dapat terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada
21
waktu melaksanakan pekerjaan. Kecelakaan ada penyebabnya dan dapat dicegah
dengan mengurangi factor bahaya yang bisa mengakibatkan terjadinya
kecelakaan, dengan demikian akar penyebabnya ada diisolasi dan dapat
menentukan langkah untuk mencegah terjadinya kecelakaan kembali. Akar
penyebab kecelakaan dapat ibagi menjadi 2 kelompok :
1. Immediate cause (penyebab langsung)
Kelompok ini terdiri dari 2 faktor yaitu :
a. Unsafe Acts (pekerjaan yang tidak aman) misalnya penggunaan alat
pengaman yang tidak sesuai atau tidak berfungsi, sikap dan cara kerja
yang kurang baik, penggunaan peralatan yang tidak aman, melakukan
gerakan berbahaya.
b. Unsafe condition (lingkungan yang tidak aman) misalnya tidak
tersedianya perlengkapan safety atau perlengkapan safety yang tidak
efektif, keadaan tempat kerja yang kotor dan berantakan, pakaian yang
tidaj sesuai untuk kerja, factor fisik dan kimia di lingkungan kerja
tidak memenuhi syarat.
2. Contributing Causes (penyebab tidak langsung), yaitu :
a. Safety manajemen system, misalnya insruksi yang kurang jelas, tidak
taat pada peraturan, tidak ada perencanaa keselamatan, tidak ada
sosialisasi tentang keselamatan kerja, factor bahaya tida terpantau,
tidak tersedianya alat pengaman dan lain-lain.
b. Kondisi mental pekerja, misalnya kesadaran tentang keselamatan kerja
kurang, tidak ada koordinasi, sikap yang buruk, bekerja lamban,
22
perhatian terhadap keselamatan kurang, emosi tidak stabil, pemarah
dan lain-lain.
c. Kondisi fisik pekerja, misalnya sering kejang, kesehatan tidak
memenuhi syarat, tuli, mata rabun dan lain-lain (Sucipto, 2014 :76-78).
D. Faktor- faktor kecelakaan kerja dalam K3
Ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi kecelakaan kerja yaitu :
1. Faktor manusia
a. Umut pekerja
Umur mempunyai pengaruh yang penting terhadap kejadian
kecelakaan akibat kerja. Golongan umur tua mempunyai kecenderungan yang
lebih tinggi untuk mengalami kecelakaan akibat kerja dibandingkan dengan
golongan umur muda karena umur muda mempunyai reaksi dan kegesitan yang
lebih tinggi. Namun umur muda pun sering pula mengalami kasus kecelakaan
akibat kerja. Hal ini mungkin karena kecerobohan dan sikap tergesa-gesa. Dari
hasil penelitian di Amerika Serikat diungkapkan bahwa pekerja muda usia lebih
banyak mengalami kecelakaan dibandingkan dengan pekerja yang lebih tua.
Pekerja muda usia biasanya kurang berpengalaman dalam pekerjaannya (ILO,
1989). Banyak alasan mengapa tenaga kerja golongan umur muda mempunyai
kecendrungan untuk menderita kecelakaan akibat kerja lebih tinggi dibandingkan
dengan golongan umur yang lebih tua.
(Rickyandika, 2011 htpps://rickyandhika.wordpress.com/2011/02/18/46/)
b. Pengalaman bekerja
Pengalaman bekerja sangat ditentukan oleh lamanya seseorang.
Semakin lama dia bekerja semakin banyak pengalaman dalam bekerja.
23
Pengalaman kerja juga memperngaruhi terjadinya kecelakaan kerja terutama bagi
pekerja yang berpengalaman kerja yang sedikit (Sucipto, 2014:83).
c. Tingkat pendidikan
Latar belakang pendidikan banyak mempengaruhi tindakan seseorang
dalam bekerja. Orang yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi cenderung
berfikir lebih panjang atau dalam memandang sesuatu pekerjaan akan melihat dari
berbagai segi. Demikian juga dalam menerima latihan kerja baik praktek maupun
teori termaksud diantaranya cara pencegahan ataupun cara menghindari terjadinya
kecelakaan kerja (Sucipto, 2014:83).
d. Kelelahan
Factor kelelahan dapat mengakibatkan kecelakaan kerja atau turunya
produktivitas kerja. Kelelahan adalah fenomena kompleks fisiologis maupun
psikologis dimana ditandai dengan adanya gejala perasaan lelah dan perubahan
fisiologis dalam tubuh. Kelelahan akan berakibat menurunya kemampuan kerja
dan kemampuan tubuh para pekerja (Sucipto, 2014:83).
e. Pengetahuan
Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau rang lain. seorang
memperoleh pengalam, tangan atau kakinya terkena api. Pengetahuan merupakan
hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap
suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni
penglihatan, pendengaran penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh dari mata dan telinga (Notoatmodjo, 2010:27-28). Ada
tingkatan pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif enam tingkatan yaitu
:
24
1) Tahu, artinya kemampuan untuk mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya, termaksud diantaranya mengingat kembali
terhadap sesuatu yang speksifik dari seluruh bahan yang dipelajari
atau rangsangan yang telah diterima.
2) Memahami, artinya kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang obyek yang diketahui dan dapat meniterorestasikan materi
secara benar.
3) Aplikasi, artinya kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasu nyata yaitu menggunakan hukum-hukum,
rumus-rumus, prinsip dan sebaginya dalam konteks dan situasi lain.
4) Analisis, artinya kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek dalam komponen-komponen, tetapi amsih dalam suatu struktur
organisasi dan masih ada kaitan satu sama lain.
5) Sintesis, artinya kemampuan untuk menghubungjan bagian-bagian
dalam bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sistesis
adalah kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-
formulasi yang sudah ada.
6) Evaluasi, artinya kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatau materi atau objek. Penilaian-penilaian
tersebut berdasarkan suatu criteria yang sudah ada.
E. Penyakit akibat kerja
Penyakit akibat kerja adalah setiap penyakit yang diakibatkan oleh pekerjaan
atau lingkungan kerja (Permenaker No. 01/MEN/1981).
25
Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang
speksifik atau asosiasi yang uat dengan pekerjaan, pada umumnya terdiri dari satu
agen penyebab, harus ada hubungan sebab akibat antara proses penyakit dan
hazarddi tempat kerja. Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh
pekerjaan alat kerja, bahan, proses maupun lingkunga kerja, dengan demikian
penyakit akibat kerja merupakan penyakit yang artifisial atau man mde disease.
Penyebab penyakit akibat kerja yang umum terjadi di tempat kerja, berikut
beberapa jenisnya yang digolongkan berdasarkan penyebab dari penyakit yang
ada di tempat kerja.
1. Golongan fisik
a. Suara tinggi atau bising dapat menyebabkan ktulian.
b. Suhu tinggi dapat menyebabkan Heat Stroke, Heat Cramp dan Heat
Exhaustion.
c. Radiasi sinar elektromagnetik infra merah dapat menyebabkan karatak
Ultraviolet.
d. Radio aktif/alfa/beta/gama/X dapat menyebabkan gangguan terhadap
sel tubuh manusia.
e. Tekanan udara tinggi menyebabkan Coison Disease.
f. Getaran menyebabkan Reynaud’s Desease, gangguan metabolisme
Polineurutis.
2. Golongan kimiawi
a. Asal: bahan baku, bahan tambahan, hasil sementara, hasil sampingan
(produk), sisa produksi atau bahan buangan.
b. Bentuk: zat padat, cair, gas, uap, maupun partikel.
26
c. Cara masuk tubuh dapat melalui saluran pernapasan, saluran
pencernaan, kulit dan mukosa.
d. Masuknya dapat secara akut dan secara kronis.
e. Efek terhadap tubuh: iritasi, alergi, keracuran sistematik, kanker,
kerusakan kelainan janin.
3. Golongan biotik
a. Viral Desiase: rabies, hepatitis.
b. Fungal Desiase: Anthrax, Leptospirosis, TBC, Tetanus.
c. Parasitic Desiase: Ancylostomiasis.
4. Golongan fisiologik
a. Akibat cara kerja, posisi kerja, alat kerja, lingkungan kerja yang salah,
dan kontruksi yang salah.
b. Efek terhadap tubuh: kelelahan fisik, nyeri otot, deformitas tulang,
perubahan bentuk, dislokasi, dan kecelakaan.
5. Golongan psikososial
a. Akibat organisasi kerja (tipe kepemimpinan, hibungan kerja
komunikasi, keamanan), tipe kerja (monoton, berulang-ulang, kerja
berlebihan, kerja kurang, kerja shif, dan terpencil).
b. Manifestasinya berupa stres
(Sucipto, 2014 :161-164).
F. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan kerja (SMK3)
Peraturan Menteri manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
adalah sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi
perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur proses dan sumber daya
27
yang meliputi struktur organisasi perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan,
prosedur proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan,
penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan
kesehatan keselamatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman efesien dan
produktif.
G. Pengawasan
Berdasarkan UU No. 1 Tahun 1970 bahwa mengatur dan mengawasi
pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja dalam segala tempat kerja bai
didarat, di dalam tanah, di ermukaan air, di dalam air maupun diudara, yang
berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
Agar didapatkan tingkat kepercayaan yang tinggi dalam melakukam
pengawasan lingkungan kerja harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Dilakukan oleh personel yang memiliki pengetahuan dan keterampilan
dibidang K3, maupun melakukan pengumpulan dara dan menganalisisnya.
b. Menggunakan peralatan yang akurat dan terkalibrasi. Menggunakan
metode yang telah disepakati baik secara nasional maupun internasional.
c. Dilakukan dengan langkah membandingkan hasil memantauan terhadap
standar (nilai) dan ketentuan yang ada, sekaligus menemukan awal
penyebabnya.
H. Undang-undang yang mengatur K3
1. Undang-undang RI No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
Undang-undang ini mengatur dengan jelas tentang kewajiban pimpinan
tempat kerja dan pekerja dalam melaksanakan keselamatan kerja.
28
2. Undang-undag RI No. 36 Tahun 2009 Tentan Kesehatan.
Undang-undang ini menyatakan bahwa secara khusus perusahaan
berkewajiban memeriksa kesehatan badan kondisi mental dan kemampuan
fisik pekerja yang baru maupun yang akan dipindahkan ke tempat kerja,
serta pemeriksaan kesehatan secara berkala.
3. Undang-undang RI No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Undang-undang ini mengatur mengenai segala hal yang berhubungan
dengan ketenagakerjaan mulai daro upah kerja, jam kerja, hak maternal,
cuti sampai dengan keselamatan dan kesehatan kerja.
4. Peraturan Kesehatan Lingkuhan Kerja Perkantoran dan Industri.
Persyaratan kesehatan lingkungan kerja perkantoran dan industri menurut
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2016.
29
I. Kerangka Teori
( Divisualisai dari buku karangan Sucipto,2017,Suma’mur,1995 dan Soedirman
dan Suma’mur,2017).
Gambar 2.1
Kerangka Teori
Pelaksanaan Keselamatan Kerja
1. Faktor Manusia
2. Faktor Peralatan Mesin
3. Faktor Penggunaan APD
4. Faktor Lingkungan Kerja
Pelaksanaan Kesehatan Kerja
1. Subsitusi
2. Isolasi
3. Pemeriksaan
sebelum kerja
4. Pemeriksaan secara
berkala
5. Pendidikan dan
pelatihan kesehatan
6. Ventilasi alamiah
7. Ventilasi mekanik
PELAKSANAAN
KESELAMATAN DAN
KESEHATAN KERJA
30
J. Kerangka Konsep
Gambar 2.2
Kerangka konsep
Pelaksanaan Keselamatan Kerja
1. Faktor Manusia
2. Faktor Peralatan
Mesin
3. Faktor Penggunaan
APD
4. Faktor Lingkungan
Kerja
Pelaksanaan Kesehatan Kerja
1. Subsitusi
2. Isolasi
3. Pemeriksaan
sebelum kerja
4. Pemeriksaan secara
berkala
5. Pendidikan dan
pelatihan kesehatan
PELAKSANAAN
KESELAMATAN DAN
KESEHATAN KERJA
31