BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepercayaan Diri pada Remaja …
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepercayaan Diri pada Remaja …
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kepercayaan Diri pada Remaja
1. Pengertian Kepercayaan Diri pada Remaja
Oxford Advanced Learner’s Dictionary (dalam Rahayu 2013 : 62)
mendefinisikan kepercayaan diri (confidence) sebagai percaya akan
kemampuan Anda sendiri untuk melakukan sesuatu dan berhasil. Pendapat lain
menyatakan hal serupa seperti di atas yakni Meredith et,al. (dalam Busro 2018
: 37) mengatakan, percaya diri (self confidence) sebagai panduan sikap dan
keyakinan seseorang dlam menghadapi tugas atau pekerjaan, yang bersifat
internal, sangat relatif dan dinamis dan banyak ditentukan oleh kemampuannya
memulai, melaksanakan, dan menyelesaikan suatu pekerjaan. Kepercayaan diri
akan memengaruhi gagasan, karsa, inisiatif, kreativitas, keberanian, ketekunan,
semangat kerja, dan kegairahan berkarya.
Menurut Sinthia (2011 : 39) kepercayaan diri merupakan keyakinan yang
dimiliki individu akan kemampuan diri sendiri yang berhubungan dengan sikap
dan cara pandang yang dipengaruhi oleh reaksi lingkungan. Surya (dalam Ifdil,
Denich, Ilyas 2017 : 110) menyatakan kepercayaan diri merupakan suatu
keyakinan seseorang terhadap segala aspek yang ada pada dirinya dan
diwujudkan dalam tingkah laku sehari-hari serta bagaimana individu mampu
menilai diri sendiri dan lingkungannya secara positif.
17
Menurut Busro (2018 : 39) menyatakan bahwa kepercayaan diri adalah
cara pandang yang positif dan harapan yang realistis terhadap diri sendiri
sehingga dapat menerima dirinya secara utuh dalam arti mau menerima segala
kekurangan dan kelebihan yang ada pada dirinya, berani mengambil risiko, dan
merasa memilki kompetensi dengan berupaya menumbuhkan karakter-karakter
positif, selalu bersikap optimis dan yakin akan kemampuannya dalam
melakukan sesuatu dan tidak ada rasa takut ditolak bila menjadi diri sendiri.
Salah satu periode dalam rentang kehidupan individu adalah masa
remaja. Masa ini merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus
perkembangan individu, dan merupakan masa transisi yang dapat diarahkan
kepada perkembangan masa dewasa yang sehat (Kanopka dalam Yusuf, 2011 :
71). Hurlock (dalam Fitri dkk., 2018 : 1) juga menyatakan, masa remaja
merupakan salah satu masa yang dilewati dalam setiap perkembangan individu.
Masa perkembangan remaja adalah periode dalam perkembangan individu
yang merupakan masa mencapai kematangan mental, emosional, sosial, fisik,
dan pola peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa.
Menurut Salzman dan Pikunas (dalam Yusuf, 2011 : 71) menyatakan
masa remaja ditandai dengan (1) berkembangnya sikap dependen kepada
orangtua ke arah independen; (2) minat seksualitas; dan (3) kecenderungan
untuk merenung atau memerhatikan diri sendiri, nilai-nilai etika, dan isu-isu
moral.
Selanjutnya, William Kay (dalam Yusuf, 2011 : 72) mengemukakan
tugas-tugas perkembangan remaja itu sebagai berikut:
18
a. Menerima fisiknya sendiri berikut keragaman kualitasnya.
b. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua atau figur-figur
yang mempunyai otoritas.
c. Mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal dan
belajar bergaul dengan teman sebaya atau orang lain, baik secara
individual maupun kelompok,
d. Menemukan manusia model yang dijadikan identitasnya.
e. Menerima dirinya sendiri dan memilki kepercayaan terhadap
kemampuannya sendiri.
f. Memperkuat self-control (kemampuan mengendalikan diri) atau
dasar skala nilai, prinsip-prinsip atau falsafah hidup
(weltanschauung).
g. Mampu meninggalkan reaksi dan penyesuaian diri (sikap/perilaku)
kekanak-kanakan.
Menurut Widjaja (2016 : 52) rasa percaya diri merupakan suatu sikap
atau perasaan yakin atas kemampuan sendiri. Sehingga individu yang
bersangkutan tidak terlalu cemas dalam setiap tindakan. Ia dapat dengan bebas
melakukan hal-hal yang disukai dan bertanggung jawab atas segala perbuatan
yang dilakukan, hangat dan sopan dalam berinteraksi dengan orang lain, dapat
menerima dan menghargai orang lain, memiliki dorongan berprestasi serta
dapat mengenal kelebihan dan kekurangan diri.
Berdasarkan uraian tersebut diketahui bahwa remaja yang memiliki
kepercayaan diri adalah remaja yang memiliki keyakinan atas kemampuan
19
sendiri yang memilki cara pandang positif, bersikap optimis dan mau
menerima segala kekurangan dan kelebihan yang ada pada dirinya untuk
mencapai berbagai tujuan hidup. Dengan begitu remaja yang memiliki
kepercayaan diri mampu menilai dirinya sendiri dan diwujudkan dalam
berinteraksi dengan lingkungan secara positif sehingga mampu meneruskan
tugas-tugas perkembangannya menuju fase selanjutnya yaitu fase dewasa.
2. Ciri - Ciri Kepercayaan Diri pada Remaja
Menurut Widjaja (2016 : 53) adapun beberapa ciri orang atau individu
yang memiliki rasa percaya diri, di antaranya adalah sebagai berikut:
a. Percaya pada kemampuan sendiri, yaitu suatu keyakinan atas diri sendiri
terhadap segala fenomena yang terjadi yang berhubungan dengan
kemampuan individu untuk mengevaluasi serta mengatasi fenomena yang
terjadi tersebut.
b. Bertindak mandiri dalam mengambil keputusan. Yaitu dapat bertindak
dalam mengambil keputusan terhadap diri yang dilakukan secara mandiri
atau tanpa adanya keterlibatan orang lain dan mampu meyakini tindakan
yang diambil.
c. Memiliki rasa positif terhadap diri sendiri. Yaitu adanya penilaian yang
baik dari dalam diri sendiri baik dari pandangan maupun tindakan yang
dilakukan yang menimbulkan rasa positif terhadap diri dan masa
depannya.
20
d. Berani mengungkapkan pendapat. Adanya suatu sikap untuk mampu
mengutarakan sesuatu dalam diri yang ingin diungkapkan kepada orang
lain tanpa adanya paksaan atau rasa yang dapat menghambat
pengungkapan tersebut.
Jacinta (dalam Busro 2018 : 44) menjelaskan, bahwa beberapa ciri atau
karakteristik individu yang mempunyai rasa percaya diri yang proporsional
diantaranya:
a. Percaya akan kompetensi atau kemampuan diri, sehingga tidak
membutuhkan pujian, pengakuan, penerimaan, ataupun rasa hormat
orang lain.
b. Tidak terdorong untuk menunjukkan sikap konformis demi diterima
oleh orang lain atau kelompok.
c. Berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain, dan berani
menjadi diri sendiri.
d. Punya pengendalian diri yang baik (tidak moody dan emosinya stabil).
e. Memiliki internal locus of control (memandang keberhasilan atau
kegagalan tergantung dari usaha diri sendiri dan tidak mudah
menyerah pada nasib atau keadaan serta tidak tergantung atau
mengharapkan bantuan orang lain).
f. Mempunyai cara pandang yang positif terhadap diri sendiri, orang lain,
dan situasi di luar dirinya.
21
g. Memiliki harapan yang realistik terhadap diri sendiri, sehingga ketika
harapan itu tidak terwujud, ia tetap mampu melihat sisi positif dirinya
dan situasi yang terjadi.
Hakim (dalam Rahayu, 2013 : 70) mengemukakan tentang ciri-ciri
perilaku yang mencerminkan kepercayaan diri antara lain: selalu bersikap
tenang dalam mengerjakan segala sesuatu, mempunyai potensi dan
kemampuan yang memadai, menyesuaikan diri dan mampu berkomunikasi,
memiliki kondisi fisik, mental dan kecerdasan yang cukup, memiliki tingkat
pendidikan formal, memiliki keahlian dan ketrampilan bersosialisasi, memiliki
latar belakang pendidikan keluarga yang baik, memiliki pengalaman hidup
dan selalu bersikap positif di dalam menghadapi berbagai masalah, misalnya
dengan tetap tegar, sabar dan tabah.
Menurut Fitri dkk., (2018 : 2) kepercayaan diri pada remaja tampak pada
sikap yang menerima diri sebagaimana adanya. Penerimaan diri merupakan
suatu sikap yang mencerminkan rasa senang sehubungan dengan kenyataan
diri sendiri. Sikap tersebut merupakan perwujudan dari kepuasan tehadap
kualitas kemampuan diri yang nyata. Remaja yang puas pada kualitas dirinya
cenderung akan merasa aman, tidak kecewa dan tahu apa yang dibutuhkannya,
sehingga dapat mandiri dan tidak bergantung pada orang lain.
Berdasarkan ciri-ciri yang dikemukakan di atas maka dapat disimpulkan
bahwa yang menjadi ciri atau indikator kepercayaan diri remaja adalah
percaya akan kompetensi atau kemampuan diri, tidak menunjukkan sikap
konformis demi diterima oleh orang lain, berani menerima dan menghadapi
22
penolakan orang lain, punya pengendalian diri yang baik, bersikap optimis,
bersikap positif, dan bertindak mandiri.
3. Faktor yang Memengaruhi Kepercayaan Diri pada Remaja
Menurut Widjaja (2016 : 53), terdapat dua faktor yang memengaruhi
kepercayaan diri yaitu, faktor internal dan faktor eksternal:
a. Faktor Internal
1) Konsep diri
Terbentuknya percaya diri pada seseorang diawali dengan
perkembangan konsep diri yan diperoleh dalam pergaulan suatu
kelompok. Konsep diri merupakan gagasan tentang dirinya sendiri.
Individu yang mempunyai rasa rendah diri biasanya mempunyai
konsep diri negatif. Sebaliknya, individu yang mempunyai rasa
percaya diri akan memiliki konsep diri positif.
2) Harga diri
Harga diri yaitu penilaian yang dilakukan terhadap diri sendiri.
Individu yang memiliki harga diri tinggi akan menilai pribadi secara
rasional dan benar bagi dirinya serta mudah mengadakan hubugan
dengan individu lain.
3) Kondisi fisik
Perubahan kondisi fisik juga berpengaruh pada rasa percaya diri.
ketidakmampuan fisik dapat menyebabkan rasa rendah diri yang
23
kentara. Penampilan fisik merupakan penyebab utama rendahnya harga
diri dan percaya diri seseorang.
4) Pengalaman hidup
Kepercayaan diri yang diperoleh dari pengalaman mengecwakan,
biasanya paling sering menjadi sumber timbulnya rasa rendah diri.
Apalagi jika pada dasarnya individu memiliki rasa tidak aman, kurang
kasih sayang, dan kurang perhatian.
b. Faktor Eksternal
1) Pendidikan
Pendidikan memengaruhi percaya diri seseorang atau individu. Tingkat
pendidikan yang rendah cenderung membuat individu merasa di bawah
kekuasaan yang lebih pandai, sebaliknya individu yang pendidikannya
lebih tinggi cenderung akan menjadi mandiri dan tidak perlu
bergantung pada individu lain.
2) Lingkungan
Lingkungan disini merupakan ligkungan keluarga, sekolah, dan
masyarakat. Dukungan yang baik yang diterima dari lingkungan
keluarga seperti anggota keluarga yang saling berinteraksi dengan baik
akan memberi rasa nyaman dan percaya diri yang tinggi.
Rupang, Opod, dan Sinolungan (2013 : 346) menyatakan faktor-faktor
yang memengaruhi kepercayaan diri dapat berasal dari dalam dan dari luar
individu itu sendiri. Faktor yang berasal dari dalam meliputi konsep diri, harga
24
diri, dan konsisi fisik. Sedangkan faktor yang berasal dari luar meliputi
pendidikaan, pekerjaaan, lingkungan dan pengalaman hidup.
Santrock (dalam ifdil, dkk., 2017 : 110) mengungkapkan kepercayaan diri
dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu: penampilan fisik, konsep diri, hubungan
dengan orang tua, dan hubungan dengan teman sebaya.
Renman, dkk. (dalam Sitepu, Opod, dan Pali 2016 : 5) menyatakan bahwa
faktor –faktor yang dapat memengaruhi kepercayaan diri digolongkan menjadi
dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi konsep diri,
harga diri, kondisi fisik, dan pengalaman hidup. Faktor eksternal yang juga
memengaruhi kepercayaan diri meliputi pendidikan, pekerjaan, dan lingkungan.
Perkembangan fisik merupakan suatu hal yang dianggap penting bagi
remaja. Penampilan diri yang tidak sesuai dengan yang diinginkan biasanya
menjadi hambatan dalam memperluas ruang gerak pergaulan, sehingga hal
tersebut menjadi sumber kesulitan (Ramadhani dan Putrianti, 2014 : 23). Menurut
Adams, dkk., (dalam Ifdil, dkk., 2017 : 111) menyatakan, penampilan fisik
merupakan kontributor yang sangat berpengaruh pada rasa percaya diri remaja.
Penampilan fisik yang sangat berpengaruh pada kepercayaan diri didasarkan
bagaimana individu tersebut melihat bagaimana kondisi fisik yang dapat berupa
bentuk tubuh ataupun berat tubuh yang ia miliki serta bagaimana penilaian
individu tersebut terhadap fisik yang ia miliki dan bagaimana bentuk yang ia
inginkan. Lauster (dalam Rupang, dkk., 2013 : 346) juga berpendapat bahwa
ketidakmampuan fisik dapat menyebabkan rasa rendah diri.
25
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan terdapat dua faktor yang
memengaruhi kepercayaan diri, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal
yang memengaruhi kepercayaan diri yaitu, konsep diri, harga diri, kondisi fisik,
dan pengalaman hidup. Sedangkan faktor eksternal yang memengaruhi
keprcayaan diri antara lain meliputi pendidikan, pekerjaan, lingkungan, hubungan
dengan orang tua dan hubungan dengan teman sebaya. Pada faktor internal
kondisi fisik, penampilan fisik menjadi kontributor yang sangat berpengaruh pada
kepercayaan diri remaja dan didasarkan dengan me lihat bagaimana kondisi fisik
yang dapat berupa bentuk tubuh ataupun berat tubuh yang ia miliki.
B. Berat Badan
1. Pengertian Berat Badan
Supariasa, Bakri, dan Fajar (2014 : 44) menyatakan berat badan
merupakan ukuran antropometri terpenting dan paling sering digunakan pada
bayi baru lahir (neonatus). Berat badan digunakan untuk mendiagnosis bayi
normal atau BBLR. Dikatakan BBLR apabila berat bayi lahir dibawah 2.500
gram atau dibawah 2,5 kg. Pada masa bayi-balita, berat badan dapat digunakan
untuk melihat laju pertumbuhan fisik dan status gizi, kecuali terdapat kelainan
klinis seperti dehidrasi, asites, edema, dan adanya tumor. Selain itu, berat
badan dapat digunakan dapat digunakan sebagai dasar perhitungan dosis obat
dan makanan.
26
Berat badan menggambarkan jumlah protein, lemak, air, dan mineral
pada tulang. Pada remaja, lemak tubuh cenderung meningkat, dan protein otot
menurun. Pada orang yang edema dan asites terjadi penambahan cairan dalam
tubuh. Adanya tumor dapat menurunkan jaringan lemak dan otot, khususnya
terjadi pada orang yang kekurangan gizi.
Masalah kekurangan dan kelebihan gizi pada orang dewasa (usia 18
tahun ke atas) merupakan masalah penting karena selain mempunyai risiko
penyakit-penyakit tertentu, juga dapat memengaruhi produktivitas kerja. Oleh
sebab itu, pemantauan keadaan tersebut perlu dilakukan secara
berkesinambungan. Salah satu cara adalah dengan mempertahankan berat
badan yang ideal atau normal.
Berat badan yang berada di bawah batas minimum dinyatakan sebagai
underweight atau “kekurusan”, dan berat badan yang berada di atas batas
maksimum dinyatakan sebagai overweight atau “kegemukan”. Orang-orang
dengan berat badan di bawah ukuran berat normal mempunyai risiko terhadap
penyakit infeksi, sedangkan orang yang memiliki berat badan di atas ukuran
normal mempunyai risiko tinggi terhadap penyakit degeneratif.
Menurut Sumanto (2009 : 5) secara visual, kegemukan dapat diketahui
dengan cara bercermin. Sementara itu cara lainnya dapat menggunakan alat
bantu, yakni timbangan badan dan skin calipers.
a. Menimbang berat badan
Untuk mengetahui berat badan normal, bisa diketahui dengan
menghitung indeks massa tubuh (body mass index), yakni membagi total
27
berat badan seseorang (dalam kilogram) dengan tinggi badan (dalam
meter) kuadrat berdasarkan rumus berikut:
1) Berat Badan Ideal (BBI) = 90% (tinggi badan - 100)
Jika tinggi badan 175 cm, maka berat badan ideal adalah 90%
(175-100) = 67,5 kg. Termasuk kelebihan berat badan (overweight) jika
berat badan 10% lebih besar daripada BBI. Jadi, dalam kasus ini seseorang
akan mengalamai kelebihan berat badab saat berat badannya mencapai
74,25 kg. Sementara itu, termasuk kegemukan (obesitas) jika berat badan
30% lebih besar daripada BBI (untuk wanita) dan 25% lebih besar
daripada BBI (untuk pria).
2) Rumus Perhitungan indeks massa tubuh (IMT)
Berat badan (kg)
IMT =
Tinggi badan (m) X Tinggi badan (m)
3) Untuk kepentingan Indonesia, batas ambang dimodifikasi berdasarkan
pengalaman klinis dan hasil penelitian di beberapa negara berkembang.
Akhirnya dapat diambil kesimpulan bahwa ambang batas IMT untuk
Indonesia adalah seperti Tabel 1.
28
Tabel 1
Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia
Kategori IMT
Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0
Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,0 - 18,5
Normal - >18,5 – 25,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan >25,0 – 27,0
Kelebihan berat badan tingkat berat >27,0
(Sumber: Depkes 1994 dalam Supariasa, dkk., 2014 : 72)
b. Menggunakan skin calipers
Menurut Sumanto (2009 : 7) selain menimbang badan, ada satu
lagi cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui apakah seseorang
kegemukan atau tidak, yakni mengukur tebal lipatan kulit menggunakan
alat yang disebut skin calipers.
Pada pria, skin calipers digunakan di daerah perut dan pundak
karena lemak pada tubuh pria disimpan di jaringan lemak tubuh (adipose)
dan di hati sehingga menumpuk di daerah perut dan pundak. Sementara
pada wanita, lemak akan mengumpul di daerah paha, pundak, dan lengan
atas. Bagian-bagian tubuh tersebutlah yang diukur untuk mengetahui
apakah seseorang kegemukan atau tidak.
2. Remaja yang mengalami obesitas
Masa puber lebih cepat dialami anak perempuan daripada anak laki-
laki. Pengaruh masa puber anak perempuan karena anak perempuan lebih cepat
matang dibandingkan anak laki-laki (Hurlock, dalam Ifdil, dkk., 2017 : 108).
29
Menurut Nurhasanah (dalam Amin, Bidjuni, dan Kallo 2016 : 4), obesitas
merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu makan dan metabolisme
energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik spesifik. Gross (dalam
Nurvita dan Handayani 2015 : 42) mengungkapkan bahwa para remaja putri
seringkali tidak puas dengan keadaan tubuhnya dikarenakan bertambahnya
lemak tubuh pada diri mereka, sedangkan para remaja putra menjadi lebih puas
karena massa otot yang meningkat.
Casper dan Offer (dalam Hartini, 2017 : 48) menyatakan kepuasan
tumbuh berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa pada remaja laki-laki,
kepuasan tubuh dikaitkan dengan fisik yang maskulin. Sedangkan bagi remaja
perempuan, kepuasan tubuh dikaitkan dengan dengan berat badan. Remaja
putri yang mengalami obesitas akan lebih merasa tidak puas dengan tubuhnya
dan merasa malu dengan berat badan yang dimilikinya dibandingkan dengan
teman-teman sebayanya yang memiliki berat badan normal, sehingga hal
tersebut menyebabkan mereka menegembangkan body image yang negatif,
Schwartz & Brownell (dalam Nurvita dan Handayani 2015 : 43). Sedangkan
menurut Evans ( dalam Hartini, 2017 : 48) pada remaja laki-laki ketidakpuasan
terhadap tubuhnya juga timbul karena ingin menjadi lebih besar, lebih tinggi
dan lebih berotot.
Lucy Griffths dalam penelitiannya mengenai kepercayaan diri dan
kualitas hidup pada anak dan remaja yang obesitas menunjukkan bahwa
kepercayaan diri dipengaruhi oleh jenis kelamin dan suku bangsa. Perbedaan
jenis kelamin membawa perbedaan rasa percaya diri yang dilakukan Franklin
30
di Australia menunjukkan remaja perempuan memiliki tingkat kepercayaan diri
yang lebih rendah dibandingkan remaja laki-laki (dalam Rupang, dkk., 2013 :
346).
Prihaningtyas, dkk., (2018 : 1) menyatakan obesitas adalah akumulasi
lemak yang berlebihan di dalam tubuh dan dapat menyebabkan terjadinya
penyakit. Anak dengan obesitas belum tentu memilki kecukupan gizi yang
baik. Kecukupan gizi adalah banyaknya zat gizi yang terpenuhi dari makanan
bergantung pada usia, jenis kelamin, aktivitas, berat badan, tinggi badan, dan
kondisi tertentu. Obesitas dapat memengaruhi perkembangan motorik halus
pada anak pada masa dewasa. Remaja obesitas memilki perkembangan motorik
halus lebih buruk dibandingkan dengan remaja seusianya yang memiliki IMT
normal.
Para peneliti mendapatkan risiko untuk menderita DM (Diabetes Melitus)
baik pada pria maupun wanita menjadi naik beberapa kali berhubungan dengan
kenaikan IMT. Terdapat hubungan yang kuat antara IMT dengan hipertensi.
Wanita yang obese memiliki risiko hipertensi 3-6 kali dibanding wanita dengan
berat badan normal. Kelebihan berat badan juga berhubungan dengan kematian
(20-30 %) karena penyakit kardiovaskuler. Pria dan wanita yang overweight
atau obese mempunyai risiko 2-3 kali terkena penyakit kardiovaskuler. Pada
remaja berisiko lebih dari 2 kali lipat meninggal karena penyakit jantung
koroner pada masa dewasa. Obesitas juga mengurangi kualitas hidup, seperti
stroke, artritis (radang sendi), batu empedu, kesulitan bernafas, masalah kulit,
31
infertilitas, masalah psikologis, mangkir kerja, dan pemanfaatan sarana
kesehatan (Salam, 2010 : 186).
Untuk kepentingan pemantauan dan tingkat defiensi energi ataupun
tingkat kegemukan, lebih lanjut FAO/WHO menyarankan menggunakan satu
batas ambang antara laki-laki dan perempuan. Ketentuan yang digunakan
adalah menggunakan ambang batas laki-laki untuk katagori kurus tingkat berat
dan menggunakan ambang batas pada perempuan untuk katagori gemuk
tingkat berat. Ambang batas standar obesitas menurut umur dan jenis kelamin
pada remaja seperti pada Tabel 2.
Tabel 2
Standar Obesitas Menurut Umur dan Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan
Umur IMT Umur IMT
10 22,1 10 22,9
11 23,2 11 24,1
12 24,2 12 24,2
13 25,2 13 25,3
14 26,0 14 26,2
15 26,8 15 26,1
16 27,5 16 27,9
17 28,2 17 28,6
18 29,0 18 30,3
19 29,6 19 31,0
20 30,6 20 31,8
(Sumber: Freitag dan Oktaviana, 2010 : 47)
Obesitas memberi dampak negatif pada kualitas hidup anak. HRQOL
pada anak obestas lebih rendah dan terjadi peningkatan angka deperesi pada
anak obesitas dibandingkan anak yang tidak obesitas. Anak obesitas memilki
kesehatan fisik, sosial, dan fungsi sekolah yang lebih rendah daripada anak
32
sehat yang memiliki IMT normal, (Prihaningtyas, dkk., 2018 : 103). Ciri-ciri
pemeriksaan fisik umum pada anak yang mengalami obesitas dapat dilihat di
Tabel 3.
Tabel 3
Pemeriksaan Fisik Umum pada Anak Obesitas
Bagian Tubuh Ciri Obesitas
Kepala dan wajah
Wajah tampak bulat, pipi tembam, dan
dagu bertumpuk atau dagu rangkap.
Leher Leher relatif pendek dan berlipat-lipat.
Dada
Dada tampak membusung, payudara
membesar.
Perut
Perut membuncit, kadang dapat
ditemukan lipatan perut.
Tungkai
Paha kanan dan kiri sering kali
menempel dan bergesek jika berjalan
sehingga dapat membuat bagian tubuh
tersebut menjadi hitam.
Tungkai dapat berberntuk seperti huruf
X.
Penis
Penis dapat memiliki bentuk yang kecil
dan seperti terbenam.
Tinggi badan
Biasanya lebih pendek dari teman-
temannya.
(sumber: Prihaningtyas, dkk,. 2018 : 6)
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa remaja yang
mengalami obesitas adalah remaja yang memilki kelebihan lemak di dalam
tubuh dan memilki IMT di atas batas ambang normal, dengan IMT remaja usia
15-18 tahun pada remaja laki-laki dengan IMT 26,8-29,0 dan IMT 28,1-30,3
untuk remaja perempuan.
33
3. Remaja yang tidak mengalami obesitas
Supariasa, dkk., (2014 : 72) menyatakan berat normal adalah idaman bagi
setiap orang agar mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Keuntungan berat
badan normal adalah penampilan baik, lincah, dan risiko sakit rendah. Remaja
yang memiliki citra tubuh positif mencerminkan tingginya penerimaan jati diri,
rasa percaya diri dan kepedulian yang tinggi terhadap kondisi badan dan
kesehatannya, sedangkan remaja yang memilki citra tubuh negatif akan
mengalami distorsi dalam menilai realitas, Thompson (dalam Husni dan
Indrijati, 2014 : 208).
Fitri, Zola, dan Ifdil (2018 : 2) mengungkapkan remaja yang puas pada
kualitas dirinya akan cenderung merasa aman, tidak kecewa dan tahu apa yang
dibutuhkannya, sehingga dapat mandiri dan tidak bergantung pada orang lain
dalam memutuskan segala sesuatu secara objektif. Penerimaan diri banyak
dipengaruhi oleh body image berupa budaya dan standarisasi masyarakat
mengenai penampilan dan kecantikan, meliputi konsep kurus, gemuk, indah
dan menawan ketika dilihat.
Menurut Supariasa, dkk., (2014 : 71) batas ambang IMT ditentukan
dengan merujuk ketentuan FAO/WHO, yang membedakan batas ambang untuk
laki-laki dan perempuan. Batas ambang normal laki-laki adalah 20,1-25,0 dan
untuk perempuan adalah 18,7-23,8.
Beberapa studi eksperimental membuktikan bahwa pemahaman “kurus
adalah ideal” berhubungan dengan ketidakpuasan penampilan jangka pendek
34
pada remaja putri terkai dengan media. Corwin dan Sargent menemukan bahwa
49% wanita mengatakan bahwa body image yang ideal adalah terlihat lebih
kurus dar ukuran tubuh mereka yang sebenarnya (dalam Ratnawati dan Sofiah
2012 : 137). Sumanto (2009 : 14) menyatakan pengurangan berat badan dengan
menjalankan pola hidup sehat akan memperpanjang umur. Mereka yang dapat
menurunkan berat badan hingga tercapai berat badan ideal dan
mempertahankannya, akan memiliki presentase kematian yang rendah.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa remaja yang tidak
mengalami obesitas adalah remaja yang memiliki berat badan ideal, adalah
remaja yang berusia 15-18 tahun yang memiliki IMT normal yaitu, IMT < 25.
C. Perbedaan Tingkat Kepercayaan Diri Remaja yang Mengalami Obesitas
dan Tidak Mengalami Obesitas
Menurut Maslow (dalam Sinthia 2011 : 43) melalui konsep diri,
individu dapat mengenali dirinya sendiri sehingga dapat memberi penilaian
mengenai kelebihan-kelebihan dan kekurangan-kekurangan yang dimilikinya.
Penilaian ini dapat menimbulkan penghargaan yang tinggi maupun yang
rendah terhadap diri sendiri.
Kepercayaan diri merupakan suatu keyakinan dalam jiwa manusia
bahwa tantangan hidup apapun harus dihadapi dengan berbuat sesuatu.
Kepercayaan diri berarti menilai dan mengapresiasi dan menilai diri sendiri.
Fatimah (dalam Ifdil, dkk., 2017 : 108) menjelaskan bahwa kepercayaan diri
35
adalah sikap positif seorang individu yang memampukan dirinya untuk
mengembangkan penilaian positif, baik terhadap diri maupun terhadap
lingkungan atau situasi yang dihadapinya.
Andiyati (2016 : 82) Individu memilki taraf kepercayaan diri yang
berbeda-beda, sebagian individu ada yang penuh rasa percaya diri, sedangkan
individu yang lain merasa kurang percaya diri. Remaja yang kurang percaya
diri akan merasa tidak berharga, tidak ada artinya dan merasa kecil jika
menghadapi tindakan dari orang lain. Remaja yang percaya diri akan menjadi
lebih mudah mengontrol perilakunya dan akan lebih mudah menikmati
hidup.
Rendahnya kepercayaan diri pada remaja disebabkan oleh beberapa
faktor. Santrock (dalam Ifdil, dkk., 2017 : 108) menjelaskan salah satu faktor
yang memengaruhi kepercayaan diri adalah penampilan fisik. Perubahan fisik
menimbulkan dampak psikologis yang tidak diinginkan. Ramadhani dan
Putrianti (2014 : 23) menyatakan perkembangan fisik merupakan suatu hal
yang dianggap penting bagi remaja. Penampilan diri yang tidak sesuai dengan
yang diinginkan biasanya menjadi hambatan dalam memperluas ruang gerak
pergaulan, sehingga hal tersebut menjadi sumber kesulitan.
Mikessel dan Foster (dalam Wirantha dan Supriyadi, 2015 : 40)
menyatakan bahwa kepercayaan diri berkaitan erat dengan daya tarik fisik
sehingga individu akan melakukan berbagai usaha agar tampil menarik, sehat,
dan bugar sehingga timbul rasa percaya diri dalam beraktivitas. Remaja yang
36
menilai tubuh dan penampilannya secara negatif tentu tidak akan merasa
nyaman dan tidak percaya diri selama berinteraksi dengan orang lain.
Amin, Bidjuni, dan Kallo (2016 : 4) Ketidakmampuan fisik dapat
menyebabkan rasa rendah diri. Obesitas merupakan salah satu kondisi fisik
yang dapat memengaruhi harga diri dan rasa percaya diri seseorang. Menurut
Sumanto ( 2009 : 13) kadar lemak yang terlalu tinggi dalam darah tentu dapat
menyebabkan kegemukan. Seseorang yang mengalami kegemukan secara
umum akan menghadapi dua macam risiko, yakni risiko psikososial dan
medis. Pada risiko psikososial, orang yang mengalai kegemukan akan
menghadapi hambatan-hambatan fisik, sosial, dan psikologi. Orang yang
kegemukan akan mengalami banyak kesulitan dalam melakukan aktivitas
fisik sehingga mengurangi kesempatan utuk mengikuti berbagai kegiatan,
misalnya bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Orang yang kegemukan
biasanya juga mengalamai tekanan psikis karena merasa minder atau rendah
diri dengan bentuk tubuhnya yang kurang bagus.
D. Hipotesis
Ada perbedaan tingkat kepercayaan diri remaja yang mengalami
obesitas dan tidak mengalami obesitas. Kepercayaan diri pada remaja yang
tidak mengalami obesitas lebih tinggi daripada yang mengalami obesitas.
16