BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan 1. Pengertian …repository.ump.ac.id/639/3/BAB II_ANJAR SATRIA...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan 1. Pengertian …repository.ump.ac.id/639/3/BAB II_ANJAR SATRIA...
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kecemasan
1. Pengertian Kecemasan
Nevid, dkk (2005) menjelaskan bahwa kecemasan adalah suatu
keadaan emosional yang mempunyai ciri-ciri seperti keterangsangan fisiologis,
perasaan tegang yang tidak menyenangkan, dan perasaan aprehensif atau
keadaan khawatir yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan segera
terjadi.
Kecemasan menurut Freud (dalam Semiun, 2006) adalah suatu
keadaan perasaan afektif yang tidak menyenangkan yang disertai dengan
sensasi fisik yang memperingatkan orang terhadap bahaya yang akan datang.
Menurut Ghufron dkk (2010) kecemasan adalah suatu pengalaman
subjektif mengenai ketegangan mental kesukaran dan tekanan yang menyertai
konflik atau ancaman.
Dari pengertian – pengertian para tokoh ahli diatas maka peneliti
menyimpulkan bahwa kecemasan adalah perasaan yang tidak nyaman sebagai
manifestasi dari ketidakmampuannya mengendalikan pikiran yang ditandai
dengan munculnya rasa takut dan khawatir untuk menjalani kehidupan dimasa
mendatang.
7
Pengaruh Konsep Diri..., Anjar Satria Budiyanto..., Psikologi UMP, 2014
8
2. Macam – macam Kecemasan
Lazarus (1991) menyebutkan ada dua macam kecemasan, yaitu
a. State Anxiety, merupakan segala kecemasan yang timbul apabila individu
dihadapkan pada situasi tertentu yang dirasakan sebagai suatu ancaman
sehingga menyebabkan individu mengalami kecemasan.
b. Trait Anxiety, yang merupakan gejala kecemasan yang menetap pada
individu.
Freud (dalam Semiun, 2006) membedakan kecemasan menjadi tiga
bagian, yaitu:
a. Kecemasan Realistis
Kecemasan ini merupakan kecemasan atau rasa takut akan
bahaya-bahaya nyata di dunia luar, seperti banjir, gempa, runtuhnya
gedung. Kecemasan realistis ini merupakan yang paling pokok, karena
kedua kecemasan yang lain, kecemasan neurotis dan kecemasan moral
berasal dari kecemasan yang realistis ini.
b. Kecemasan Neurotis
Kecemasan neurotis adalah kecemasan terhadap tidak
terkendalinya naluri yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan
yang bisa mendatangkan hukuman baginya. Freud membaginya dalam tiga
kelompok, yaitu:
Pengaruh Konsep Diri..., Anjar Satria Budiyanto..., Psikologi UMP, 2014
9
1) Cemas Umum, merupakan cemas yang sederhana karena tidak
berhubungan dengan hal tertentu, yang terjadi hanyalah individu
merasa takut dan perasaan tidak menentu.
2) Cemas Penyakit, merupakan cemas yang mencakup pengalaman
terhadap obyek atau situasi tertentu sebagai penyebab kadang merasa
cemas karena takut akan terjadi hal lain, ketakutan akan kejadian itu
merupakan ancaman.
3) Cemas dalam bentuk ancaman, merupakan cemas yang menyertai
gejala kejiwaan seperti histeria misalnya, orang yang menderita gejala
tersebut kadang-kadang tidak ingat apa-apa.
c. Kecemasan Moral
Ketakutan terhadap hati nurani. Seseorang yang hati nuraninya
berkembang dengan baik cenderung merasa berdosa jika melakukan
sesuatu yang berlawanan dengan kode moral yang dimilikinya. Misalnya
kecemasan terhadap perbuatan yang melanggar ajaran agama. Orang yang
super ego atau aspek sosiologis (das Uber Ich) berkembang baik
cenderung untuk merasa berdosa apabila ia melakukan atau berpikir untuk
melakukan sesuatu yang yang bertentangan dengan norma-norma moral.
Kecemasan moral ini juga mempunyai dasar dalam realistis, karena di
masa lampau orang telah mendapatkan hukuman sebagai akibat dari
perbuatan yang melanggar kode moral dan mungkin akan mendapat
hukuman lagi.
Pengaruh Konsep Diri..., Anjar Satria Budiyanto..., Psikologi UMP, 2014
10
Berdasarkan penjelasan beberapa tokoh diatas, peneliti menyimpulkan
bahwa terdapat dua macam kecemasan yaitu kecemasan yang menetap pada
individu (trait anxiety) dan kecemasan yang muncul ketika individu
dihadapkan dengan sesuatu yang menjadikan dirinya cemas (state anxiety).
3. Ciri Kecemasan
Nevid, dkk (2005) mengemukakan bahwa ciri kecemasan ditandai
oleh ciri fisik, behavioral dan kognitif. Ciri – fisik meliputi:
a. Gangguan pada tubuh seperti berkeringat, panas dingin, dan lemas atau
mati rasa.
b. Gangguan kepala seperti pusing atau sakit kepala.
c. Gangguan pernapasan seperti sulit bernapas, jantung berdebar atau
berdetak kencang.
d. Gangguan pencernaan seperti mual, diare, dan sering buang air kecil
e. Merasa sensitif atau “mudah marah”.
f. gelisah/gugup.
Ciri-ciri behavoiral meliputi perilaku menghindar dan perilaku
tergantung. Ciri kognitif meliputi perasaan khawatir, sulit berkonsentrasi dan
adanya pikiran yang mengganggu.
Berdasar pendapat dari tokoh ahli, maka disimpulkan bahwa ciri – ciri
individu yang mengalami kecemasan adalah menunjukan perasaan khawatir,
sulit konsentrasi, pikiran – pikiran yang mengganggu ketenangan diri,
Pengaruh Konsep Diri..., Anjar Satria Budiyanto..., Psikologi UMP, 2014
11
menunjukkan perilaku menghindar, merasa gelilsah, gugup, sensitif, jantung
berdebar kencang, gangguan pada tubuh seperti panas dingin dan berkeringat
dingin.
B. Kecemasan Menghadapi Pensiun
1. Pengertian Kecemasan Menghadapi Pensiun
Seperti yang sudah dijelaskan oleh Ghufron, dkk (2010) bahwa
kecemasan merupakan pengalaman subjektif mengenai ketegangan mental
kesukaran dan tekanan yang menyertai konflik atau ancaman.
Kecemasan juga akan dihadapi seseorang yang akan memasuki masa
pensiun, yaitu dimana seseorang akan mengalami suatu pengalaman emosional
subjektif yaitu suatu keadaan tertentu yang dapat mencemaskan seseorang
sementara orang lain belum tentu demikian. Pengalaman emosional subjektif
tersebut muncul dikarenakan adanya suatu keadaan yang dianggap mengancam
keberadaan seseorang, sumber yang mengancam itu bersifat tidak jelas,
sehingga seseorang merasa tidak tahu ataupun bingung dan takut untuk dapat
menghadapi masa yang akan datang sehingga timbul adanya kecemasan
(Pradono & Purnamasari, 2009).
Ratnasari (2009) mengatakan bahwa kecemasan pada orang yang
menghadapi pensiun merupakan keprihatinan atau kekhawatiran pada sesuatu
yang tidak pasti dan tidak dapat diprediksi sebagai akibat datangnya masa
pensiun
Pengaruh Konsep Diri..., Anjar Satria Budiyanto..., Psikologi UMP, 2014
12
Schaie dan Wilis (dalam Dewi, 2011) kecemasan menghadapi masa
pensiun adalah gambaran negatif tentang masa pensiun, seperti tidak dapat
bertemu dengan teman – teman, banyak waktu luang yang terbuang, dana
pensiun dan tabungan tidak dapat mencukupi kebutuhan keluarga sehingga
seseorang akan merasa tertekan dengan keadaan tersebut.
Dari beberapa penjelasan para tokoh diatas, peneliti menyimpulkan
bahwa kecemasan menghadapi pensiun adalah perasaan yang tidak
menyenangkan yang muncul pada diri individu karena khawatir, bingung dan
merasakan ketidakpastian dalam masa yang akan datang, sehingga
menyebabkan individu tidak siap dalam menghadapi pensiun.
2. Aspek – Aspek Kecemasan Menghadapi Pensiun
Deffenbacher dan Hazaleus (dalam Ghufron dkk, 2010)
mengemukakan bahwa aspek – aspek kecemasan meliputi:
a. Kekhawatiran (worry), merupakan pikiran negatif tentang dirinya sendiri,
seperti perasaan negatif bahwa ia lebih jelek dibandingkan dengan teman –
temannya
b. Emosionalitas (imosionality), sebagai reaksi diri terhadap rangsangan saraf
otonomi, seperti jantung berdebar – debar, keringat dingin, dan tegang.
c. Gangguan dan hambatan dalam menyelesaikan tugas (task generated
interference), merupakan kecenderungan yang dialami seseorang yang
selalu tertekan karena pemikiran yang rasional terhadap tugas.
Pengaruh Konsep Diri..., Anjar Satria Budiyanto..., Psikologi UMP, 2014
13
Spielberger, dkk (1999) membagi kecemasan ini menjadi dua dimensi
utama, yaitu:
a. Kekhawatiran
Khawatir ini merupakan aspek kognitif dari kecemasan yang
dialami berupa pikiran negatif tentang diri dan lingkungannya dan
perasaan negatif terhadap kemungkinan kegagalan serta konsekuensinya
seperti tidak adanya harapan mendapat sesuatu sesuai yang diharapkan,
kritis terhadap diri sendiri, menyerah terhadap situasi yang ada, merasa
khawatir berlebihan tentang kemungkinan apa yang dilakukan.
b. Emosionalitas
Dimensi emosi ini merujuk pada reaksi fisiologis dan sistem syaraf
otonomik yang timbul akibat situasi atau objek tertentu. Juga merupakan
perasaan yang tidak menyenangkan dan reaksi emosi terhadap hal buruk
yang tidak menyenangkan dan reaksi emosi terhadap hal buruk yang
dirasakan yang mungkin terjadi terhadap sesuatu yang akan terjadi, seperti
ketegangan bertambah, jantung berdebar keras, tubuh berkeringat, dan
badan gemetar saat mengerjakan sesuatu.
Pengaruh Konsep Diri..., Anjar Satria Budiyanto..., Psikologi UMP, 2014
14
Bucklew (dalam Ratnasari, 2009) membagi aspek kecemasan menjadi
dua, yaitu:
a. Tingkat psikologis
Artinya kecemasan yang berwujud gejala kejiwaan seperti tegang,
bingung, khawatir, sukar berkonsentrasi dan perasaan tidak menentu atau
gelisah.
b. Tingkat fisiologis
Artinya kecemasan sudah mempengaruhi atau terwujud pada
gejala fisik, terutama pada fungsi sistem saraf pusat, misalnya: tidak dapat
tidur, jantung berdebar-debar, keluar keringat dingin berlebihan, sering
gemetar dan perut mual.
Shah (2000) yang membagi kecemasan menjadi 3 komponen yaitu:
a. Komponen Fisik, seperti rasa pusing, sakit perut tangan berkeringat, perut
mual, mulut kering, grogi, dan lain-lain
b. Emosional, seperti panik dan takut
c. Mental atau Kognitif, seperti gangguan perhatian dan memori,
kekhawatiran, ketidakteraturan dalam berfikir, dan bingung.
Dari beberapa aspek yang dijelaskan para tokoh diatas, peneliti
menyimpulkan bahwa ada tiga aspek kecemasan dalam menghadapi pensiun yaitu:
a. Kekhawatiran
Yaitu merupakan pikiran negatif tentang dirinya sendiri dan lingkungan yang
ditandai dengan perasaan negatif, merasa khawatir yang berlebihan tentang
Pengaruh Konsep Diri..., Anjar Satria Budiyanto..., Psikologi UMP, 2014
15
segala kemungkinan yang dilakukan individu, menyerah pada keadaan dan
lebih kritis terhadap diri sendiri.
b. Emosionalitas
Merupakan reaksi pada diri terhadap rangsangan saraf otonom yang timbul
akibat situasi atau objek tertentu. Hal ini ditandai dengan jantung berdebar –
debar, tubuh berkeringat, ketegangan bertambah dan badan gemetar ketika
mengerjakan atau memikirkan sesuatu.
c. Gangguan & hambatan dalam menyelesaikan tugas
Merupakan kecenderungan seseorang yang selalu tertekan karena pemikiran
yang irasional terhadap tugas. Biasanya ditandai dengan sulitnya
berkonsentrasi dalam bekerja dan merasa bingung dalam melakukan sesuatu.
3. Faktor Penyebab Kecemasan Menghadapi Pensiun
Kecemasan seseorang dalam menghadapi masa pensiun ini muncul
karena beberapa sumber penyebab. Brill dan Hayes (dalam Ratnasari, 2009),
menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi kecemasan seseorang
menghadapi pensiun, yaitu:
a. Menurunnya pendapatan atau penghasilan, termasuk didalamnya adalah
gaji, tunjangan fasilitas dan masih adanya anak-anak yang belum mandiri
yang membutuhkan biaya atau masih adanya tanggungan keluarga.
b. Hilangnya status, baik status jabatan seperti pangkat dan golongan maupun
status sosialnya, termasuk didalamnya adalah hilangnya wewenang
Pengaruh Konsep Diri..., Anjar Satria Budiyanto..., Psikologi UMP, 2014
16
penghormatan orang lain atas kemampuannya dan pandangan masyarakat
atas kesuksesannya.
c. Berkurangnya interaksi sosial dengan teman kerja. Kerja memberikan
kesempatan untuk bertemu orang-orang baru dan mengembangkan
persahabatan, namun dengan tibanya masa pensiun hal ini kurang bisa
dilakukan karena kondisi fisik dan ekonomi yang tidak memungkinkan
sehingga tidak berhubungan seperti dulu.
d. Datangnya masa tua, yaitu terutama menurunnya kekuatan fisik dan
kesehatan. Penyebab menurunnya kekuatan fisik yaitu suatu perubahan
pada sel-sel tubuh bukan karena penyakit khusus tetapi karena proses
menua yang mempengaruhi turunnya kekuatan dan tenaga.
Jadi dapat disimpulkan bahwa yang menyebabkan seseorang
mengalami kecemasan menghadapi pensiun adalah karena berkurangnya
penghasilan, hilangnya status baik status jabatan maupun status sosialnya,
kemudian merasa berkurang interaksi sosialnya dengan rekan kerjanya, dan
datangnya masa tua seperti menurunnya kekuatan fisik dan kesehatan.
C. KONSEP DIRI
1. Pengertian Konsep Diri
Agustiani (2006) mengatakan konsep diri merupakan aspek penting
dalam diri seseorang, karena konsep diri seseorang merupakan kerangka acuan
dalam berinteraksi dengan lingkungan. Brooks (dalam Rahmat, 1996)
Pengaruh Konsep Diri..., Anjar Satria Budiyanto..., Psikologi UMP, 2014
17
mendefinisikan konsep diri sebagai pandangan dan perasaan kita terhadap diri
kita.
Hurlock (1998) mengatakan bahwa konsep diri adalah gambaran yang
dimiliki orang tentang dirinya. Konsep diri mencakup citra fisik diri dan citra
psikologis diri. Citra fisik diri biasanya terbentuk pertama –tama dan berkaitan
dengan penampilan fisik, daya tarik, kesesuaian dan ketidakseusaian dengan
jenis kelamin. Citra psikologis diri didasarkan atas pikiran, perasaan dan emosi
yang terdiri atas kualitas dan kemampuan yang mempengaruhi penyesuaian
pada kehidupan.
Setelah memahami definisi dari para ahli diatas, dapat disimpulkan
bahwa konsep diri adalah pandangan dan penilaian secara menyeluruh baik
secara fisik maupun psikologis tentang apa yang dipikirkan dan apa yang
menjadi kepercayaan individu mengenai dirinya sendiri.
2. Aspek- aspek Konsep Diri
Menurut Dariyo (2007) menyebutkan empat aspek konsep diri, yaitu:
1. Aspek fisiologis
Aspek fisiologis dalam diri berkaitan dengan unsur- unsur fisik
seperti warna kulit, bentuk, berat, atau tinggi badan, raut muka ( tampan,
cantik, sedang, jelek), memiliki kondisi badan yang sehat, normal/ cacat
dan sebagainya. Karakter fisik mempengaruhi bagaimana seseorang
menilai diri sendiri demikian pula tak dipungkiri bahwa orang lain pun
Pengaruh Konsep Diri..., Anjar Satria Budiyanto..., Psikologi UMP, 2014
18
menilai seseorang diawali dengan penilaian terhadap hal – hal yang
bersifat fisiologis. Walaupun belum tentu benar masyarakat seringkali
melakukan penilaian awal terhadap penampilan fisik untuk dijadikan
sebagai dasar respon perilaku seseorang terhadap orang lain.
2. Aspek Psikologis
Dalam aspek psikologis, dibagi dalam tiga hal yaitu:
a. Kognisi (kecerdasan, minat & bakat, kreatifitas, kemampuan,
konsentrasi)
b. Afeksi( ketahanan, ketekunan, dan keuletan,motivasi, toleransi stress)
c. Konasi (kecepatan & ketelitian, coping stress, resitiensi).
Pemahaman dan penghayatan unsur- unsur aspek psikologis
tersebut akan mempengaruhi penilaian terhadap diri sendiri. Penilaian
yang baik, akan meningkatkan konsep diri yang positif. Sebaliknya
penilaian yang buruk cenderung akan mengembangkan konsep diri yang
negatif.
3. Aspek psiko-sosiologis
Apek psiko-sosiologis adalah pemahaman individu yang masih
memiliki hubungan dengan lingkungan sosialnya. Aspek psiko sosiologis
dibagi menjadi tiga unsur:
a. Orangtua saudara kandung, dan kerabat dalam keluarga
b. Teman pergaulan dan kehidupan bertetangga.
c. Lingkungan sekolah (guru, teman sekolah, aturan sekolah)
Pengaruh Konsep Diri..., Anjar Satria Budiyanto..., Psikologi UMP, 2014
19
Oleh karena itu seseorang yang menjalin hubungan dengan
lingkungan sosial dituntut untuk dapat memiliki memampuan berinteaksi
sosial, komunikasi, menyesuaikan diri dan bekerjasama dengan mereka.
Tuntutan sosial secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi
agar individu mentaati aturan- aturan sosial. Individu pun juga
berkepentingan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya melalui lingkungan
sosialnya. Dengan demikian terjadi hubungan mutualisme antara individu
dengan lingkungan sosialnya.
4. Aspek psikoetika dan moral
Yaitu kemampuan memahami dan melakukan perbuatan
berdasarkan nilai- nilai etika dan moralitas. Setiap pemikiran, perasaan dan
perilaku individu harus mengacu pada nilai- nilai kebaikan, keadilan,
kebenaran, dan kepantasan. Oleh karena itu proses penghayatan dan
pengamatan individu terhadap nilai- nilai moral tersebut menjadi sangat
penting karena dapat menopang keberhasilan seseorang dalam melakukan
kegiatan penyesuaian diri dengan orang lain.
Menurut Calhoun & Acocella (1995) konsep diri memiliki tiga
dimensi yaitu:
a. Pengetahuan
Dimensi pertama dari konsep diri adalah mengenai apa yang kita
ketahui mengenai diri kita, termasuk dalam hal ini jenis kelamin, suku
Pengaruh Konsep Diri..., Anjar Satria Budiyanto..., Psikologi UMP, 2014
20
bangsa, pekerjaan, usia dsb. Kita memberikan julukan tertentu pada diri
kita.
b. Pengharapan
Pandangan tentang diri kita tidak terlepas dari kemungkinan kita
menjadi apa di masa mendatang. Pengharapan dapat dikatakan diri ideal.
Setiap harapan dapat membangkitkan kekuatan yang mendorong untuk
mencapai harapan tersebut di masa depan.
c. Penilaian
Penilaian menyangkut unsur evaluasi, seberapa besar kita
menyukai diri kita sendiri. Semakin besar ketidak-sesuaian antara
gambaran kita tentang diri kita yang ideal dan yang aktual maka akan
semakin rendah harga diri kita. Sebaliknya orang yang punya harga diri
yang tinggi akan menyukai siapa dirinya, apa yang dikerjakanya dan
sebagainya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dimensi penilaian
merupakan komponen pembentukan konsep diri yang cukup signifikan.
Fitts (dalam Agustiani, 2006) membagi konsep diri dalam dua dimensi
pokok, yaitu sebagai berikut :
1. Dimensi Internal
Dimensi internal disebut juga kerangka acuan internal yaitu
penilaian yang dilakukan individu yakni penialain yang dilakukan individu
terhadap dirinya sendiri berdasarkan dunia di dalam dirinya. Dimensi ini
terdiri dari tiga bentuk:
Pengaruh Konsep Diri..., Anjar Satria Budiyanto..., Psikologi UMP, 2014
21
a. Diri Identitas
Bagian diri ini merupakan aspek yang paling mendasar pada
konsep diri dan mengacu pada pertayaan “ siapakah saya?” dalam
pertanyaan tersebut tercakup label-label dan simbol-simbol yang
diberikan pada diri (self) oleh individu-individu yang bersangkutan
untuk menggambarkan dirinya dan membangun identitasnya.
b. Diri Pelaku
Diri pelaku merupakan persepsi individu tentang tingkah
lakunya, yang berisikan segala kesadaran mengenai “apa yang
dilakukan oleh diri”. Selain itu bagian berkaitan erat dengan diri
identitas.
c. Diri Penerimaan atau Penilai
Diri penilai berfungsi sebagai pengamat, penentu standar dan
evaluator. Kedudukannya adalah sebagai perantara (mediator) antara
diri identitas dan diri pelaku. Diri penilai menentukkan kepuasan
seseorang akan dirinya atau seberapa jauh seseorang menerima
dirinya.
2. Dimensi Eksternal
Pada dimensi eksternal, individu menilai dirinya melalui
hubungan dan aktivitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, serta hal-hal
lain diluar dirinya. Fits (dalam Agustiani, 2006) adalah dimensi eksternal
Pengaruh Konsep Diri..., Anjar Satria Budiyanto..., Psikologi UMP, 2014
22
yang bersifat umum bagi semua orang, dan dibedakan atas lima bentuk,
yaitu :
a. Diri Fisik
Diri fisik menyangkut persepsi seseorang terhadap keadaan
dirinya secara fisik. Dalam hal ini terlihat persepsi seseorang
mengenai kesehatan diri, penampilan dan keadaan tubuhnya.
b. Diri Etik Moral
Bagian ini merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya
dilihat dari standar pertimbangan nilai moral dan etika. Hal ini
menyangkut persepsi seseorang mengenai hubungan dengan Tuhan,
kepuasaan seseorang akan kehidupan keagamaannya dan nilai-nilai
moral yang dipegangnya, yang meliputi batasan baik dan buruk.
c. Diri Pribadi
Diri Pribadi merupakan perasaan atau persepsi seseorang
tentang keadaan pribadinya. Hal ini tidak dipengaruhi oleh kondisi
fisik atau hubungan dengan orang lain, tetapi dipengaruhi oleh sejauh
mana individu merasa puas terhadap pribadinya.
d. Diri Keluarga
Diri keluarga menunjukkan perasaan harga diri seseorang
dalam kedudukannya sebagai anggota keluarga. Bagian ini
menunjukkan sejauh mana seseorang merasa adekuat terhadap
Pengaruh Konsep Diri..., Anjar Satria Budiyanto..., Psikologi UMP, 2014
23
dirinya sebagai anggota keluarga, serta terhadap peran maupun fungsi
yang dijalankannya sebagai anggota dari suatu keluarga.
e. Diri Sosial
Bagian ini merupakan penialian individu terhadap interaksi
dirinya dengan orang lain maupun lingkungan disekitarnya.
Berdasarkan pendapat para tokoh diatas, peneliti menyimpulkan
aspek – aspek konsep diri terdiri dari :
a. Aspek fisiologis
Didalam aspek ini mengandung unsur – unsur fisik seperti warna
kulit, penampilan fisik (kurus, gemuk, pendek, tinggi), paras wajah,
kondisi tubuh yang normal atau cacat dan unsur fisik lainnya. Dengan
mengetahui karakter fisik yang dimiliki tiap individu, cenderung
mempengaruhi penilaiannya terhadap hal yang bersifat fisik karena
kebanyakan orang biasanya terlebih dahulu menilai sesuatu dari segi fisik
yang akan dijadikan sebagai dasar perilaku individu terhadap individu
lainnya.
b. Aspek Psikologis
Pada aspek ini individu memiliki kecenderungan untuk menilai
dan memandang dirinya dari segi kognisi, afeksi dan konasi. Dari tiga
aspek tersebut cenderung memberikan pengaruh penilaian pada dirinya
sendiri. Penilaian yang baik akan meningkatkan konsep diri menjadi
Pengaruh Konsep Diri..., Anjar Satria Budiyanto..., Psikologi UMP, 2014
24
positif, sebaliknya jika penilannya buruk cenderung akan lebih
mengembangkan konsep diri yang negatif.
c. Aspek psiko-sosiologis
Aspek ini menyangkut tentang pemahaman diri pada unsur -
unsur yang berkaitan dengan lingkungan sosialnya yang meliputi : orang
tua kandung dan kerabat dalam keluarga, teman pergaulan dan kehidupan
bertetangga, lingkungan eksternalnya. Jadi pada aspek ini individu
sebenarnya dituntut untuk dapat memiliki kamampuan interaksi sosial,
komunikasi, menyesuaikan diri dan saling bekerjasama agar dapat
menjalin hubungan dengan lingkungan sosialnya.
d. Aspek psikoetika dan moral
Yaitu kemampuan individu dalam memahami dan melakukan
perbuatan berdasarkan nilai etika dan moral yang berlaku dalam
masyarakat. Artinya setiap perilaku harus mengacu pada nilai kebaikan,
keadilan, kebenaran dan kepantasan. Oleh karena itu proses penghayatan
dan pengamatan terhadap nilai etika dan moral sangat penting guna
mencapai keberhasilan dalam kegiatan penyesuaian diri dengan orang lain.
3. Peran Konsep Diri
Konsep diri pada dasarnya akan mempengaruhi keadaan psikologi
individu juga. Orang akan mampu coping terhadap perubahan dan peristiwa
yang menekan jika mempunyai konsep diri yang sehat (Calhoun & Acocella,
Pengaruh Konsep Diri..., Anjar Satria Budiyanto..., Psikologi UMP, 2014
25
1995). Eliana (2003) mengatakan ada beberapa pengaruh konsep diri dalam
kehidupan individu berupa :
a. Dapat mempengaruhi cara berpikir dan berbicara seseorang
b. Dapat mempengaruhi cara individu melihat ke dunia luar
c. Dapat mempengaruhi individu dalam memperlakukan orang lain
d. Dapat mempengaruhi pilihan seseorang
e. Dapat mempengaruhi kemampuan individu untuk menerima atau
memberikan kasih sayang.
f. Dapat mempengaruhi kemampuan individu untuk melakukan sesuatu.
Menurut Felker (dalam Eliana, 2003) ada tiga peran penting dari
konsep diri, yaitu:
a. Konsep diri merupakan pemelihara keseimbangan dalam diri seseorang.
Manusia memang cenderung untuk bersikap konsisten dengan
pandanganya sendiri. Hal ini bisa dimaklumi karena bila pandangannya,
ide, perasaan dan persepsinya tidak membentuk suatu keharmonisan atau
bertentangan maka akan menimbulkan perasaan yang tidak
menyenangkan.
b. Konsep diri mempengaruhi cara seseorang menginterprestasikan
pengalamannya. Pengelaman terhadap suatu peristiwa diberi arti tertentu
oleh setiap orang. Hal ini tergantung dari bagaimana individu tersebut
memandang dirinya.
Pengaruh Konsep Diri..., Anjar Satria Budiyanto..., Psikologi UMP, 2014
26
c. Konsep diri mempengaruhi harapan seseorang terhadap dirinya. Setiap
orang mempunyai suatu harapan tertentu terhadap dirinya, dan hal itu
tergantung dari bagaimana individu itu melihat, dan mempersepsikan
dirinya sebagaimana adanya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa konsep diri memiliki peranan penting
dapat mempengaruhi cara berpikir dan berbicara seseorang, mempengaruhi
cara individu melihat ke dunia luar, mempengaruhi individu dalam
memperlakukan orang lain, mempengaruhi pilihan seseorang, mempengaruhi
kemampuan individu untuk menerima atau memberikan kasih sayang dan
mempengaruhi kemampuan individu untuk melakukan sesuatu.
D. USIA MADYA
1. Pengertian Usia Madya
Menurut Hurlock (1980), usia madya (usia setengah baya) dipandang
sebagai masa antara 40 – 60 tahun. Pada masa tersebut ditandai dengan
perrubahan jasmani dan mental. Oleh karena itu usia madya merupakan
periode dalam rentang kehidupan manusia, biasanya usia tersebut dibagi – bagi
kedalam dua subbagian, yaitu: usia madya dini ( usia 40-50 tahun) dan usia
madya lanjut ( usia 50-60 tahun).
2. Karakter Usia Madya
Hurlock (1980) menjelaskan ada 10 karakteristik usia madya, yaitu:
a. Usia madya merupakan periode yang sangat ditakuti.
Pengaruh Konsep Diri..., Anjar Satria Budiyanto..., Psikologi UMP, 2014
27
Hal ini terjadi karena seiring waktu berjalan dan bertambahnya
usia, semakin mendekati usia tua maka semakin terasa menakutkan dari
seluruh kehidupan manusia.
b. Usia madya merupakan masa transisi.
Seperti halnya masa puber yang yang merupakan masa transisi
dari masa kanak – kanak menuju remaja dan kemudian ke masa dewasa.
Demikian juga usia madya merupakan massa dimana pria dan wanita
meninggalkan ciri – ciri jasmani dan perilaku masa dewasanya dan
memasuki suatu periode dalam kehidupan yang akan diliputi oleh ciri –
ciri jasmani dan perilaku baru.
c. Usia madya adalah masa stress.
Penyesuaian secara radikal terhadap peran dan pola hidup yang
berubah, khususnya bila disertai dengan berbagai perubahan fisik, selalu
cenderung merusak homeostatis fisik dan psikologis seseorang dan
membawa ke masa stress, suatu masa bila sejumlah penyesuaian yang
pokok harus dilakukan dirumah, bisnis dan aspek sosial kehidupan
mereka.
d. Usia madya adalah usia yang berbahaya.
Umumnya pada usia madya dianggap sebagai usia yang
berbahaya dalam rentang kehidupan. Cara yang biasa menginterpretasi
usia berbahaya ini berasal dari kalangan pria yang ingin melakukan
pelampiasan untuk kekerasan yang berakhir sebelum memasuki usia
Pengaruh Konsep Diri..., Anjar Satria Budiyanto..., Psikologi UMP, 2014
28
lanjut. Selain itu dapat juga dikatakan usia dimana seseorang mengalami
kesusahan fisik sebagai akibat karena terlalu banyak bekerja, rasa cemas
yang berlebihan, ataupun kurang memperhatikan kehidupan.
e. Usia madya adalah usia canggung.
Dalam karakteristik ini dikenal dengan usia serba canggung
(Awkward Age). Sama seperti remaja, bukan anak – anak dan bukan juga
dewasa, demikian juga pria dan wanita berusia madya bukan muda lagi
tapi juga bukan tua.
f. Usia madya adalah masa berprestasi.
Menurut Erikson (dalam Hurlock,1980) usia madya merupakan
masa krisis dimana baik generasivitas/generativity (kecenderungan untuk
menghasilkan) maupun stagnasi (kecenderungan untuk tetap berhenti)
akan dominan. Masih menurut Erikson (dalam Hurlock,1980), selama usia
madya orang akan menjadi lebih sukses atau sebaliknya mereka berhenti
dan tidak mengerjakan sesuatu apapun lagi. Apalagi orang berusia madya
yang mempunyai kemauan kuat untuk berhasil, mereka akan mencapai
puncaknya pada usia ini dan memungut hasil dari masa – masa persiapan
dan kerja keras yang dilakukan sebelumnya. Usia madya seyogyanya
menjadi masa tidak hanya untuk keberhasilan keuangan dan sosial tetapi
juga untuk kekuasaan dan prestise. Biasanya, pria meraih puncak karir
mereka antara usia 40 – 50 tahun, yaitu setelah mereka puas terhadap hasil
Pengaruh Konsep Diri..., Anjar Satria Budiyanto..., Psikologi UMP, 2014
29
yang diperoleh dan menikmati hasil dari kesuksesan mereka sampai
mereka mencapai awal usia 60 tahun.
g. Usia madya merupakan masa evaluasi.
Usia madya pada umumnya merupakan saat pria dan wanita
mencapai puncak prestasinya,maka logislah apabila masa ini juga
merupakan saat mengevaluasi prestasi tersebut berdasarkan aspirasi
mereka semula dan harapan – harapan orang lain khususnya anggota
keluarga dan teman.
h. Usia madya dievaluasi dengan standard ganda.
Walaupun di usia madya perkembangannya cenderung mengarah
ke persamaan peran antara pria dan wanita baik dirumah, perusahaan,
perindustrian, profesi maupun dalam kehidupan sosial, namun masih
terdapat standar ganda dalam usia. Meskipun standar ganda ini
mempengaruhi banyak aspek terhadap kehidupan pria dan wanita usia
madya tetapi ada 2 aspek khusus yang perlu diperhatikan. Pertama, aspek
yang berkaitan dengan perubahan jasmani. Contohnya ketika rambut
menjadi putih, timbul kerut-kerut dan keriput di wajahdan terjadinya
beberapa bagian otot yang mengendur terutama otot disekitar pinggang.
Aspek kedua adalah dimana standar ganda dapat terlihat nyata terdapat
pada cara mereka (pria & wanita) menyatakan sikap terhadap usia tua.
Pengaruh Konsep Diri..., Anjar Satria Budiyanto..., Psikologi UMP, 2014
30
i. Usia madya merupakan masa sepi.
Periode masa sepi pada usia madya lebih bersifat traumatik bagi
wanita daripada pria. Hal ini benar khususnya pada wanita yang telah
menghabisakan masa – masa dewasa dengan pekerjaan rumah tangga dan
bagi mereka yang kurang memiliki minat atau sumber daya untuk mengisi
waktu senggang mereka pada waktu pekerjaan rumah tangga berkurang
atau selesai. Banyak pula yang mengalami tekanan batin karena
dipensiunkan (retirement-shock). Kondisi yang serupa juga dialani pria
ketika meraka mengundurkan diri dari pekerjaan.
j. Usia madya merupakan masa jenuh.
Banyak atau hampir seluruh pria dan wanita mengalami
kejenuhan pada akhir usia 30an dan 40an. Kejenuhan tidak akan
medatangkan kebahagiaan ataupun kepuasan pada usia manapun.
Akibatnya usia madya seringkali merupakan periode yang tidak
menyenangkan dalam hidup.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa usia madya berkisar dari
40 – 60 tahun. Kemudian dijelaskan pula 10 karakterisik usia madya, yaitu:
usia madya merupakan periode yang sangat ditakuti, usia madya merupakan
masa transisi, usia madya adalah masa stress, usia madya adalah usia yang
berbahaya, usia madya adalah usia canggung, usia madya adalah masa
berprestasi, usia madya merupakan masa evaluasi, usia madya dievaluasi
Pengaruh Konsep Diri..., Anjar Satria Budiyanto..., Psikologi UMP, 2014
31
dengan standar ganda, usia madya merupakan masa sepi, dan usia madya
merupakan masa jenuh.
E. Pengaruh Konsep Diri terhadap Kecemasan Menghadapi Pensiun
Konsep diri berkaitan erat dengan cara pandang seseorang mengenai
siapa dirinya, bagaimana memberi identitas kepada diri sendiri, menilai dan
melihat faktor yang ada di luar diri individu yang dapat dijadikan sebagai
komponen konsep diri individu tersebut.
Fitts (dalam Agustiani, 2006) yang mengaitkan konsep diri menjadi
dua dimensi yaitu dimensi internal dan eksternal. Pada dimensi internal
disebutkan bahwa diri individu sebagai objek, diri individu sebagai pelaku, dan
sebagai penilai. Dimensi eksternalnya dikatakan bahwa individu sebagai diri
fisik, diri etik moral, diri pribadi, diri keluarga dan diri sosial. Dari masing –
masing komponen itulah yang akan berperan dan menentukan apakah individu
akan memiliki konsep diri yang tinggi ataukah rendah.
Calhoun dan Acocella (1995) juga menjelaskan jika individu yang
memiliki konsep diri tinggi cenderung memiliki penerimaan diri yang baik
serta memiliki harga diri, sedangkan konsep diri yang rendah lebih memiliki
kecenderungan pda rasa putus asa dan penerimaan diri yang negatif terhadap
dirinya. Berkaitan dengan individu yang akan menghadapi masa pensiun pasti
akan banyak melakukan penyesuaian untuk menyikapi kondisi dan bermacam-
macam perubahan yang terjadi setelah memasuki masa pensiun, diantaranya
Pengaruh Konsep Diri..., Anjar Satria Budiyanto..., Psikologi UMP, 2014
32
adalah menurunnya penghasilan, hilangnya status, hilangnya interaksi dan
datangnya masa tua. Kondisi dan perubahan – perubahan yang akan terjadi di
masa pensiun membuat individu yang belum memasuki masa pensiun menjadi
cemas dan khawatir.
Individu dengan konsep diri yang tinggi diharapkan dapat menerima
keadaan dirinya secara positif dan menerima perubahan yang terjadi dalam
kehidupannya, dengan demikian individu dapat mengatasi kecemasannya akan
keadaan dan situasi yang tidak pasti di masa pensiunnya.
F. Kerangka Berfikir
Gambar 1 (Kerangka Berfikir)
Individu yang akan
pensiun
Menerima konsekuensi
dari masa pensiun
KONSEP DIRI
- Aspek psikologis
- Aspek fisiologis
- Aspek psiko-sosiologis
- Aspek psikoetika & moral
KECEMASAN
MENGHADAPI PENSIUN - Kekhawatiran
- Emosionalitas
- Gangguan & hambatan dalam
menyelesaikan tugas
Pengaruh Konsep Diri..., Anjar Satria Budiyanto..., Psikologi UMP, 2014
33
Bagan kerangka berfikir diatas dijadikan sebagai gambaran tentang
pengaruh konsep diri terhadap kecemasan menghadapi pensiun. Pada bagan
diatas dapat dijelaskan bahwa individu yang akan menghadapi masa pensiun
tentunya akan menerima konsekuensi – konsekuensi tertentu yaitu hilangnya
berbagai hal yang dapat diperoleh individu dalam bekerja sehingga menjelang
masa pensiun pegawai cenderung merasakan adanya kecemasan akan
kehilangan status, berkurangnya penghasilan, berkurangnya interaksi dengan
rekan kerja, dan memasuki masa tua (Pradono & Purnamasari, 2010)
Individu yang akan menghadapi masa pensiun perlu memiliki konsep
diri yang tinggi. Individu dengan konsep diri tinggi diindikasikan dapat
melakukan penyesuaian diri yang baik dengan perubahannya, sebaliknya jika
individu dengan konsep diri rendah cenderung kurang dapat menyesuaikan
dirinya dengan baik dalam menghadapi pensiun.
Dari konsep diri yang dimiliki tiap individu akan mempengaruhi pada
kecemasan individu dalam menghadapi masa pensiun. jika individu memiliki
konsep diri yang tinggi maka individu dapat menyesuaikan diri dengan baik
sehingga dapat meredakan kecemasannya ketika menghadapi masa pensiun,
sebaliknya jika individu memiliki konsep dirinya rendah akan kesulitan
menyesuaikan dirinya terhadap perubahan dalam hidupnya, sehingga individu
tersebut akan mengalami kecemasan ketika menghadapi masa pensiun.
Pengaruh Konsep Diri..., Anjar Satria Budiyanto..., Psikologi UMP, 2014
34
G. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh konsep diri
terhadap kecemasan menghadapi pensiun pada pegawai PDAM Kabupaten
Banyumas.
Pengaruh Konsep Diri..., Anjar Satria Budiyanto..., Psikologi UMP, 2014