BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Imunisasi 1. Pengertian ...lahir dari ibu dengan Hepatitis B. Sedangkan...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Imunisasi 1. Pengertian ...lahir dari ibu dengan Hepatitis B. Sedangkan...
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Imunisasi
1. Pengertian Imunisasi
Imunisasi berarti mengebalkan, memberi kekebalan pasif (diberi
antibodi) yang sudah jadi seperti Hepatitis B imunoglobin pada bayi yang
lahir dari ibu dengan Hepatitis B. Sedangkan vaksinasi berasal dari kata “
vaccine ” yaitu zat yang dapat merangsang timbulnya kekebalan aktif
seperti BCG, Polio, DPT, Hepatitis B dan lain-lain (Sunarti.2012).
Imunisasi dasar adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu
penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi sesorang. Dengan
pengertian lain, imunisasi merupakan cara untuk meningkatkan kekebalan
seseorang secara aktif terhadap suatu Antigen. Sehingga, ia apabila
terpapar pada Antigen yang serupa, tidak terjadi penyakit.
Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan
anak dengan memasukan vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat
anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu (Hidayat, 2009).
Imunisasi adalah reaksi antara anti gen dan antibody, yang dalam
bidang ilmu imunologi merupakan kuman atau racun. Secara khusus
antigen merupakan bagian protein kuman atau protein racunnya. Bila
antigen untuk pertama kalinya masuk kedalam tubuh manusia, maka
sebagai reaksinya tubuh akan membentuk zat anti terhadap racun kuman
yang disebut antibody (Riyadi dan Sukarmin, 2009).
Imunisasi adalah upaya aktif untuk menimbulkan antibodi atau
kekebalan yang spesifik/khusus yang efektif mencegah penularan penyakit
tertentu dengan cara memberikan vaksin (Kepmenkes, 2015). 12 Imunisasi
lanjutan pada balita adalah imunisasi ulangan untuk mempertahankan
kekebalan di atas ambang perlindungan atau memperpanjang masa
perlindungan yang diberikan kepada anak dibawah 3 tahun (Nina dkk,
2013).
4
5
2. Tujuan Imunisasi
a. Untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang, dan
menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat
(populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia
seperti pada imunisasi cacar (I.G.N Ranuh, 2008 ).
b. Untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian dari penyakit yang
dapat dicegah dengan imunisasi. Pada saat ini penyakit-penyakit
tersebut adalah disentri, tetanus, batuk rejan (pertusis), cacar
(measles), polio, dan tuberkulosis (Soekidjo Notoatmodjo, 2007).
Menurut WHO (World Health Organization), program
imunisasi di Indonesia memiliki tujuan untuk menurunkan angka
kejadian penyakit dan angka kematian akibat penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi (Rizema,P. 2012).
3. Sasaran Imunisasi
a. Imunisasi Rutin Diberikan pada bayi di bawah umur 1 tahun, wanita
usia subur yaitu wanita usia 15 hingga 39 tahun termasuk ibu hamil
dan calon pengantin. Vaksin yang diberikan pada imunisasi rutin pada
bayi meliputi hepatitis B, 13 BCG, polio, DPT, dan campak. Pada usia
anak sekolah meliputi DT (Difteri Tetanus), campak, dan tetanus
toksoid, sedangkan pada wanita usia subur diberikan tetanus toksoid.
b. Imunisasi Tambahan Imunisasi tambahan akan diberikan bila
diperlukan. Imunisasi tambahan diberikan kepada bayi dan anak usia
sekolah dasar. Imunisasi tambahan sering dilakukan misalnya ketika
terjadi suatu wabah penyakit tertentu dalam wilayah dan waktu
tertentu, misalnya pemberian polio pada Pekan Imunisasi Nasional
(PIN) dan pemberian imunisasi campak pada anak sekolah. Pekan
Imunisasi Nasional, dilaksanakan serentak secara nasional untuk
mempercepat pemutusan mata rantai penularan virus polio importasi
dengan cara memberikan vaksin polio kepada setiap balita (usia 0-5
tahun) termasuk bayi baru lahir tanpa mempertimbangkan status
imunisasi sebelumnya. Pemberian imunisasi dilakukan dua kali
masing-masing dua tetes selang waktu dua bulan. Pemberian imunisasi
polio pada waktu PIN disamping untuk memutus mata rantai
6
penularan, juga berguna sebagai booster atau imunisasi ulangan polio
(Umar Fahmi Achmadi, 2006).
Depkes (2000) menetapkan bahwa ada tujuh penyakit yang
dapat dicegah dengan imunisasi yaitu : tuberculosis, difteri, pertusis,
tetanus, poliomielitis, campak dan hepatitis. Jenis jenis imunisasi yang
dapat mencegah penyakit ini adalah BCG untuk mencegah penyakit
Tuberculosis, DPT untuk mer.cengah penyakit Difteri, Pertusis dan
Tetanus, Polia untuk mencegah penyakit Poliomielitis, Hepatitis untuk
mencegah penyakit Hepatitis B dan campak untuk mencegah penyakit
campak.
4. Jenis-Jenis Imunisasi
a. Imunisasi Pasif
Imunisasi pasif adalah pemberian antibody kepada resipien,
dimaksudkan untuk memberikan imunitas secara langsung tanpa harus
memproduksi sendiri zat aktif tersebut untuk kekebalan tubuhnya.
Antibodi 14 yang diberikan ditujukan untuk upaya pencegahan atau
pengobatan terhadap infeksi, baik untuk infeksi bakteri maupun virus.
Proteksi bersifat sementara selama antibodi masih aktif didalam tubuh
resipien dan perlindungannya singkat karena tubuh tidak membentuk
.memori terhadap patogen atau antigen spesifik (I.G.N Ranuh, 2008)
b. Imunisasi Aktif
Imunisasi aktif adalah imunisasi yang dilakukan dengan cara
memasukkan virus yang sudah dilemahkan atau dimatikan ke dalam
tubuh dengan tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi antibodi
sendiri. Imunisasi yang diberikan kepada anak adalah :
1.) BCG, untuk mencegah TBC
2.) DPT, mencegah penyakit difteri, pertusis, dan tetanus
3.) Polio, untuk mencegah penyakit poliomyelitis
4.) Campak, untuk mencegah penyakit campak
5.) HB, untuk mencegah penyakit hepatitis B
7
1) Imunisasi BCG
Pemberian imunisasi BCG bertujuan untuk menimbulkan
kekebalan aktif terhadap penyakit tuberculosis (TBC). Vaksin BCG
mengandung kuman BCG (Bacillus Calmette-Guerin) yang masih hidup
(Ditjen PP & PL Depkes RI, 2015). Bacillus Calmette-Guerin adalah
vaksin hidup yang dibuat dari Mycobacterium bovis yang dibiak berulang
selama 1-3 tahun sehingga didapatkan hasil yang tidak virulen tetapi masih
mempunyai imunogenitas (I.G.N Ranuh, 2008 ).
a. Cara Pemberian dan Dosis
Pemberian imunisasi BCG sebaiknya diberikan kepada bayi umur <
2 bulan. Pada bayi yang kontak erat dengan pasien TB dengan bakteri
tahan asam (BTA) +3 sebaiknya diberikan INH profilaksi dulu, apabila
pasien kontak sudah tenang bayi dapat diberi BCG (I.G.N. Ranuh,
2008). Sebelum disuntikan, vaksin BCG harus dilarutkan terlebih
dahulu, melarutkan dengan menggunakan alat suntik steril (ADS 5 ml).
Dosis pemberian 0,05 ml sebanyak 1 kali. Disuntikan secara intrakutan
di daerah lengan kanan atas (insertion musculas deltoideus), dengan
menggunakan ADS 0,05 ml. Vaksin yang sudah dilarutkan harus
digunakan sebelum lewat 3 jam (Ditjen PP & PL Depkes RI, 2005).
b. Kontra Indikasi
Imunisasi BCG tidak boleh digunakan pada orang yang reaksi uji
tuberkulin >5 mm, menderita infeksi HIV atau dengan risiko tinggi
infeksi HIV, imunokompromais akibat pengobatan kortikosteroid, obat
imuno-supresif, mendapat pengobatan radiasi, penyakit keganasan
yang mengenai sumsum tulang atau sistem limfe, menderita gizi buruk,
menderita demam tinggi, menderita infeksi kulit yang halus, pernah
sakit tuberkulosis, kehamilan (I.G.N.Ranuh, 2008).
c. Efek Samping
Imunisasi BCG tidak menyebabkan reaksi yang bersifat umum
seperti demam 1-2 minggu kemudian akan timbul indurasi dan 17
kemerahan di tempat suntikan yang berubah menjadi pustula,
kemudian pecah menjadi luka. Luka tidak perlu pengobatan, akan
sembuh secara spontan dan meninggalkan tanda parut. Kadangkadang
8
terjadi pembesaran kelenjar regional di ketiak dan atau leher, terasa
padat, tidak sakit, dan tidak menimbulkan demam. Reaksi ini normal,
tidak memerlukan pengobatan, dan akan menghilang dengan
sendirinya (Ditjen PP & PL Depkes RI, 2005)
2) Imunisasi DPT
Imunisasi DPT gunanya untuk pemberian kekebalan secara
simultan terhadap difteri, pertusis, dan tetanus (Ditjen PP & PL Depkes
RI, 2015).
a.) Cara Pemberian dan Dosis
Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar
suspensi menjadi homogen. Disuntikkan secara intramuskuler dengan
dosis pemberian 0,5 ml sebanyak 3 dosis. Dosis pertama diberikan
pada umur 2 bulan, dosis selanjutnya diberikan dengan interval paling
cepat 4 minggu (1 bulan). Di unit pelayanan statis, vaksin DPT yang
telah dibuka hanya boleh digunakan selama 4 minggu, dengan
ketentuan :
a. Vaksin belum kadaluwarsa
b. Vaksin disimpan dalam suhu 20C – 8 0C
c. Tidak pernah terendam air 18
Sedangkan di posyandu, vaksin yang sudah terbuka tidak boleh
digunakan lagi untuk hari berikutnya (Ditjen PP & PL Depkes RI,
2015)
b.) Kontra Indikasi
Gejala-gejala keabnormalan otak periode bayi baru lahir atau gejala
serius keabnormalan pada saraf merupakan kontraindikasi pertussis,
anak yang mengalami gejala-gejala parah pada dosis pertama,
komponen pertusis harus dihindarkan pada dosis kedua, dan untuk
meneruskan imunisasinya dapat diberikan DT (Ditjen PP & PL Depkes
RI, 2005).
9
c.) Efek Samping
Gejala-gejala yang bersifat sementara seperti lemas, demam,
kemerahan pada tempat suntikan. Kadang-kadang terjadi gejala berat
seperti demam tinggi, iritabilitas, dan meracau yang biasanya terjadi
24 jam setelah imunisasi (Ditjen PP & PL Depkes RI, 2015).
3) Imunisasi Hepatitis B
Imunisasi hepatitis B gunanya untuk pemberian kekebalan aktif
terhadap infeksi yang disebabkan oleh virus hepatitis B. Vaksin hepatitis B
adalah vaksin virus rekombinan yang telah diinaktivasikan dan bersifat
non infectious, berasal dari HbsAg yang dihasilkan dalam sel ragi
(Hansenula Polymorpha) menggunakan teknologi DNA rekombinan
(Ditjen PP & PL Depkes RI, 2015).
a.) Cara Pemberian Dosis
Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar
suspensi menjadi homogen. Vaksin disuntikkan dengan dosis 0,5 ml
atau 1 buah HB PID, pemberian suntikan secara intra muskuler
sebaiknya pada anterolateral paha. Pemberian sebanyak 3 dosis, dosis
pertama diberikan pada usia 0-7 hari, dosis berikutnya dengan interval
minimum 4 minggu (1 bulan) (Ditjen PP & PL Depkes RI, 2015).
b.) Kontra indikasi
Hipersensitif terhadap komponen vaksin sama halnya seperti
vaksin-vaksin lain, vaksin ini tidak boleh diberikan kepada penderita
infeksi berat yang disertai kejang (Ditjen PP & PL Depkes RI, 2015).
c.) Efek Samping
Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan, dan pembekakan di
sekitar tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan
biasanya hilang setelah 2 hari (Ditjen PP & PL Depkes RI, 2015 ).
4) Imunisasi Polio
Vaksinoral polio hidup adalah vaksin polio trivalent yang terdiri dari
suspensi virus poliomyelitis tipe 1, 2, dan 3 (strain sabin) yang sudah
10
dilemahkan, dibuat dalam biakan jaringan ginjal kera dan distabilkan
dengan sukrosa.Imunisasi polio ini memberikan kekebalan aktif terhadap
penyakit poliomyelitis (Ditjen PP & PL Depkes RI, 2015).
a.) Cara Pemberian Dosis
Diberikan secara oral (melalui mulut), 1 dosis adalah 2 tetes
sebanyak 4 kali (dosis) pemberian, dengan interval setiap dosis
minimal 4 minggu. Setiap membuka vial baru harus menggunakan
penetes (dropper) yang baru. Di unit pelayanan statis polio yang telah
dibuka, hanya boleh digunakan selama 2 minggu dengan ketentuan :
1. Vaksin belum kadaluwarsa
2. Vaksin disimpan dalam suhu 2 0C – 8 0 C
3. Tidak pernah terendam air
4. Sterilitasnya terjaga Sedangkan di posyandu, vaksin yang sudah
terbuka tidak boleh digunakan lagi untuk hari berikutnya (Ditjen
PP & PL Depkes RI, 2015).
b.) Kontra indikasi
Pada individu yang menderita “immune deficiency” tidak ada efek
yang berbahaya yang timbul akibat pemberian polio pada anak yang
sedang sakit.Namun jika ada keraguan, misalnya sedang menderita
diare, maka dosis ulangan dapat diberikan setelah sembuh (Ditjen PP
& PL Depkes RI, 2015).
c.) Efek Samping
Pada umumnya tidak terdapat efek samping berupa paralisis yang
disebabkan oleh vaksin sangat jarang terjadi (Ditjen PP & PL Depkes
RI, 2015).
5) Imunisasi Campak
Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan.
Setiap dosis (0,5 ml) mengandung tidak kurang dari 1000 infective unit
virus strain CAM 70 dan tidak lebih dari 100 mcg residu canamycin dan
11
30 mcg residu erythromycin. Imunisasi campak ini untuk pemberian
kekebalan aktif terhadap penyakit campak (Ditjen PP & PL Depkes RI,
2015).
a.) Cara Pemberian Dosis
Sebelum disuntikkan, vaksin campak terlebih dahulu harus
dilarutkan dengan pelarut steril yang telah tersedia yang berisi 5 ml
cairan pelarut. Dosis pemberian 0,5 ml disuntikkan secara subkutan
pada lengan kiri atas, pada usia 9-11 bulan dan ulangan (booster) pada
usia 6-7 tahun (kelas 1 SD) setelah catch-up campaign campak pada
Anak Sekolah Dasar kelas 1-6 (Ditjen PP & PL Depkes RI, 2015).
b.) Kontra indikasi
Individu yang mengidap penyakit immune deficiency atau
individu yang diduga menderita gangguan respon imun karena
leukemia, lymphoma (Ditjen PP & PL Depkes RI, 2015).
c.) Efek Samping
Hingga 15 % pasien dapat mengalami demam ringan dan
kemerahan selama 3 hari yang dapat terjadi 8-12 hari setelah
divaksinasi (Ditjen PP & PL Depkes RI, 2005).Walaupun dilaporkan
ada beberapa variasi temuan, efek samping vaksin campak hidup
(tunggal atau gabungan) umumnya adalah ringan dan terbatas untuk
anak-anak yang rentan.Dengan menggunakan vaksin virus hidup yang
dilemahkan, maka reaksi efek samping yang timbul kurang
dibandingkan dengan virus mati. Tetapi sekitar 5-15% anak yang
mendapat imunisasi akan mengalami demam tinggi sampai 39,400 C.
Suhu tubuh umumnya meningkat pada hari ke-7 sampai hari
ke-12 sesudah imunisasi dan lamanya 1-2 hari.Tetapi panas yang
timbul dirasakan tidak mengganggu anak.Selanjutnya dapat terjadi
kejang. Ruam pada kulit muncul sekitar 5% anak yang mendapat
imunisasi, biasanya terjadi pada hari ke-7 sampai hari ke- 10 sesudah
mendapat imunisasi dan lamanya sekitar 2 hari. Efek samping
12
imunisasi ulang umumnya lebih ringan dan jarang terjadi
dibandingkan dengan imunisasi pertama, karena anak sudah mendapat
dosis pertama maka ia sudah imun, sehingga pada imunisasi kedua
virus vaksin tidak dapat bereplikasi.
Efek ikutan imunisasi kedua lebih sering terjadi bila
diberikan pada umur 10-12 tahun dibandingkan dengan bila diberikan
umur 4-6 tahun. Gejala ikutan yang terjadi 1 bulan sesudah imunisasi
pada anak 23 yang berumur 10-12 tahun sangat jarang terjadi
(1,7/1000), yang paling sering berupa munculnya ruam pada kulit dan
nyeri sendi (I. Made Setiawan, 2008).
B. Konsep Anak
a. Pengertian Anak
Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk
anak yang masih dalam kandungan terdapat dalam Undang-undang No.23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal tersebut menjelaskan bahwa,
anak adalah siapa saja yang belum berusia 18 tahun dan termasuk anak yang
masih didalam kandungan, yang berarti segala kepentingan akan
pengupayaan perlindungan terhadap anak sudah dimulai sejak anak tersebut
berada didalam kandungan hingga berusia 18 tahun (Damayanti,2008).
b. Kebutuhan Dasar Anak
Kebutuhan dasar untuk tumbuh kembang anak secara umum
digolongkan menjadi kebutuhan fisik-biomedis (asuh) yang meliputi,
pangan atau gizi, perawatan kesehatan dasar, tempat 10 mental merupakan
cikal bakal dalam proses belajar (pendidikan dan pelatihan) pada anak.
Stimulasi mental ini mengembangkan perkembangan mental psikososial
diantaranya kecerdasan, keterampilan, kemandirian, kreaktivitas, agama,
kepribadian dan sebagainya.
c. Tingkat perkembangan anak
Menurut Damaiyanti (2008), karakteristik anak sesuai tingkat
perkembangan:
1. Usia bayi (0-1 tahun)
13
Pada masa ini bayi belum dapat mengekspresikan perasaan dan
pikirannya dengan kata-kata.Oleh karena itu, komunikasi dengan bayi
lebih banyak menggunakan jenis komunikasi non verbal.Pada saat lapar,
haus, basah dan perasaan tidak nyaman lainnya, bayi hanya bisa
mengekspresikan perasaannya dengan menangis.
Walaupun demikian, sebenarnya bayi dapat berespon terhadap tingkah
laku orang dewasa yang berkomunikasi dengannya secara non verbal,
misalnya memberikan sentuhan, dekapan, dan menggendong dan
berbicara lemah lembut.Ada beberapa respon non verbal yang biasa
ditunjukkan bayi misalnya menggerakkan badan, tangan dan kaki.
Hal ini terutama terjadi pada bayi kurang dari enam bulan sebagai cara
menarik perhatian orang. Oleh karena itu, perhatian saat berkomunikasi
dengannya. Jangan langsung menggendong atau 11 memangkunya karena
bayi akan merasa takut. Lakukan komunikasi terlebih dahulu dengan
ibunya.Tunjukkan bahwa kita ingin membina hubungan yang baik dengan
ibunya.
2. Usia pra sekolah (2-5 tahun)
Karakteristik anak pada masa ini terutama pada anak dibawah 3 tahun
adalah sangat egosentris. Selain itu anak juga mempunyai perasaan takut
oada ketidaktahuan sehingga anak perlu diberi tahu tentang apa yang akan
akan terjadi padanya. Misalnya, pada saat akan diukur suhu, anak akan
merasa melihat alat yang akan ditempelkan ke tubuhnya. Oleh karena itu
jelaskan bagaimana akan merasakannya.
Beri kesempatan padanya untuk memegang thermometer sampai ia
yakin bahwa alat tersebut tidak berbahaya untuknya. Dari hal bahasa,
anak belum mampu berbicara fasih.Hal ini disebabkan karena anak belum
mampu berkata-kata 900-1200 kata.Oleh karena itu saat menjelaskan,
gunakan kata-kata yang sederhana, singkat dan gunakan istilah yang
dikenalnya.Berkomunikasi dengan anak melalui objek transisional seperti
boneka. Berbicara dengan orangtua bila anak malu-malu.
Beri kesempatan pada yang lebih besar untuk berbicara tanpa
keberadaan orangtua. 12 Satu hal yang akan mendorong anak untuk
14
meningkatkan kemampuan dalam berkomunikasi adalah dengan
memberikan pujian atas apa yang telah dicapainya.
3. Usia sekolah (6-12 tahun)
Anak pada usia ini sudah sangat peka terhadap stimulus yang
dirasakan yang mengancam keutuhan tubuhnya. Oleh karena itu, apabila
berkomunikasi dan berinteraksi sosial dengan anak diusia ini harus
menggunakan bahasa yang mudah dimengerti anak dan berikan contoh
yang jelas sesuai dengan kemampuan kognitifnya. Anak usia sekolah
sudah lebih mampu berkomunikasi dengan orang dewasa. Perbendaharaan
katanya sudah banyak, sekitar 3000 kata dikuasi dan anak sudah mampu
berpikir secara konkret.
4. Usia remaja (13-18)
Fase remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari akhir masa
anak-anak menuju masa dewasa.Dengan demikian, pola pikIr dan tingkah
laku anak merupakan peralihan dari anak-anak menuju orang
dewasa.Anak harus diberi kesempatan untuk belajar memecahkan
masalah secara positif. Apabila anak merasa cemas atau stress, jelaskan
bahwa ia dapat mengajak bicara teman sebaya atau orang dewasa yang ia
percaya. Menghargai keberadaan identitas diri dan harga diri merupakan
hal yang prinsip dalam berkomunikasi.Lua ngkan waktu bersama dan
tunjukkan ekspresi wajah bahagia.
d. Tugas Perkembangan Anak
Tugas perkembangan menurut teori Havighurst (1961) adalah tugas yang
harus dilakukan dan dikuasai individu pada tiap tahap perkembangannya.
Tugas perkembangan bayi 0-2 adalah berjalan, berbicara,makan makanan
padat, kestabilan jasmani.
Tugas perkembangan anak usia 3-5 tahun adalah mendapat kesempatan
bermain, berkesperimen dan berekplorasi, meniru, mengenal jenis kelamin,
membentuk pengertian sederhana mengenai kenyataan social dan alam, belajar
mengadakan hubungan emosional, belajar membedakan salah dan benar serta
mengembangkan kata hati juga proses sosialisasi.
15
Tugas perkembangan usia 6-12 tahun adalah belajar menguasai
keterampilan fisik dan motorik, membentuk sikap yang sehat mengenai diri
sendiri, belajar bergaul dengan teman sebaya, memainkan peranan sesuai
dengan jenis kelamin, mengembangkan konsep yang diperlukan dalam
kehidupan sehari-hari, mengembangkan keterampilan yang fundamental,
mengembangkan pembentukan kata hati, moral dan sekala nilai,
mengembangkan sikap yang sehat terhadap kelompok sosial dan lembaga.
Tugas perkembangan anak usia 13-18 tahun adalah menerima keadaan
fisiknya dan menerima peranannya sebagai perempuan dan laki-laki,
menyadari hubungan-hubungan baru dengan teman sebaya dan kedua jenis
kelamin, menemukan diri sendiri berkat refleksi dan kritik terhadap diri
sendiri, serta mengembangkan nilai-nilai hidup.