KEBENARAN DI BALIK PENUTUP-NUTUPAN VAKSIN (THE TRUTH BEHIND VACCINE COVER UP)

29
THE TRUTH BEHIND VACCINE COVER UP Kebenaran Di Balik Cover Up Vaksin Dr. Russell L. Blaylock, M.D.

description

Di dunia modern, imunisasi telah selalu diartikan sebagai proses vaksinasi. Vaksin itu sendiri telah memicu perdebatan sengit antara pendukung vaksin dan mereka yang kritis terhadapnya.Salah satu hal kontroversial yang diduga kuat oleh para kritikus berhubungan dengan vaksinasi adalah spektrum autisme. Lembaga-lembaga kesehatan dunia, termasuk institusi-institusi kesehatan pemerintah Amerika Serikat sampai saat ini menolak kaitan tersebut. Setiap praktisi medis yang bersuara tentang koneksi vaksin - autisme akan dibungkam.Tulisan ini berisi analisis dari suatu dokumen resmi yang akan memberi bukti yang sulit dibantah jika hubungan vaksin - autisme itu benar-benar ada. Apalagi, baru-baru ini telah dirilis film dokumenter Vaxxed: From Cover-Up to Catasthrope. Film ini dilarang tayang di beberapa festival film. Media sudah terlebih dulu melabeli film itu sebagai anti-vaksin, tanpa memaparkan atau menonton sendiri isi sebenarnya dari film tersebut. Ada hubungan dekat antara film Vaxxed dan analisis dr. Russell Blaylock ini.Anda berani membaca?

Transcript of KEBENARAN DI BALIK PENUTUP-NUTUPAN VAKSIN (THE TRUTH BEHIND VACCINE COVER UP)

Page 1: KEBENARAN DI  BALIK PENUTUP-NUTUPAN VAKSIN (THE TRUTH BEHIND VACCINE COVER UP)

THE TRUTH BEHIND VACCINE COVER UP

Kebenaran Di Balik Cover Up Vaksin

Dr. Russell L. Blaylock, M.D.

Page 2: KEBENARAN DI  BALIK PENUTUP-NUTUPAN VAKSIN (THE TRUTH BEHIND VACCINE COVER UP)

THE TRUTH BEHIND VACCINE COVER UP

KEBENARAN DI BALIK COVER-UP VAKSIN

Russell L. Blaylock, M.D. (c) 2004

Ketika saya diminta untuk menulis makalah berisi mekanisme yang lebih baru mengenai

kerusakan yang ditimbulkan vaksin pada sistem saraf, saya menemukan sebuah dokumen luar

biasa yang akan mengungkap penipuan yang diprakarsai oleh pabrik-pabrik obat yang

bekerjasama dengan lembaga-lembaga pemerintah yang berkuasa.

Semuanya bermula ketika seorang sahabat mengirimi saya salinan surat dari Senator David

Weldon, M.D. (Partai Republik, negara bagian Florida) kepada direktur CDC, dr. Julie L.

Gerberding. Dalam surat itu, dia menyinggung sebuah kajian oleh dr. Thomas Verstraeten,

yang saat itu mewakili CDC, mengenai hubungan antara bayi yang terpapar vaksin yang

mengandung thimerosal dan cederanya perkembangan saraf.

Dalam surat yang mengejutkan itu, Weldon merujuk pada kajian dr. Verstraeten yang

memeriksa data dari Vaccine Safety Datalink dan menemukan suatu hubungan nyata antara

paparan thimerosal melalui vaksin dan sejumlah kelainan dalam perkembangan saraf,

termasuk gemetar, tertundanya kemampuan bicara serta (penguasaan) bahasa, dan

kemungkinan ADD.

Weldon bertanya kepada direktur CDC, mengapa –setelah pertemuan ini— dr. Verstraeten

mempublikasikan hasil kajiannya hampir empat tahun kemudian di jurnal Pediatrics dengan

kesimpulan yang berlawanan, yaitu tidak ada hubungan antara masalah kelainan-kelainan

perkembangan saraf dan paparan thimerosal pada bayi. Dalam suratnya, Weldon merujuk

pada sebuah laporan yang mencatat pertemuan di Georgia yang mengekspos beberapa

pernyataan yang sulit dipercaya dari ‘para pakar’ yang terkumpul dalam kelompok kajian ini.

Kesulitan Besar

Saya menghubungi asisten legislatif Weldon dan dengan senang hati dia mengirimi saya

salinan lengkap dari laporan ini. Sekarang, seperti biasa, dalam kasus ini, pemerintah tidak

bersedia memberikan laporan ini. Untuk mendapatkannya, diperlukan legalitas Freedom of

Information Act. Setelah membaca dua kali dan menganalisisnya dengan hati-hati, saya bisa

memahami alasan mereka yang tidak ingin orang luar membacanya. Laporan itu adalah suatu

kajian dahsyat, seperti yang nanti akan Anda ketahui.

Dalam analisis ini, saya tidak hanya akan mendeskripsikan dan mendiskusikan laporan itu, tapi

saya juga akan sering mengutip langsung perkataan mereka dan melengkapinya dengan nomor

halaman, sehingga pembaca bisa mengecek sendiri.

Judul resmi pertemuan ini adalah ‘Tinjauan Ilmiah Tentang Informasi dari Vaccine

Safety Datalink.’ Konferensi ini diadakan pada 7-8 Juni 2000 di Simpsonwood Retreat

Center, Norcross, Georgia. Di situ berkumpul 51 ilmuwan dan dokter, termasuk lima

perwakilan dari pabrikan vaksin (Smith Kline Beecham, Merck, Wyeth, North American

Vaccine dan Aventis).

Selama konferensi ini, para ilmuwan berfokus pada kajian terhadap material dari Datalink,

dengan pengkaji utama dr. Thomas Verstraeten, yang memperkenalkan diri bekerja pada

Program Vaksinasi Nasional CDC.

Page 3: KEBENARAN DI  BALIK PENUTUP-NUTUPAN VAKSIN (THE TRUTH BEHIND VACCINE COVER UP)

(Senator Weldon memergoki dr. Verstraeten keluar dari CDC tidak lama setelah pertemuan

itu untuk bekerja pada Glaxo Smith Kline (GSK) di Belgia yang memproduksi vaksin, suatu

pola berulang yang disebut ‘pintu berputar.’ Menarik juga untuk dicatat bahwa GSK terlibat

dalam beberapa tuntutan hukum akibat komplikasi sekunder vaksin mereka).

Mengawali pertemuan itu, dr. Roger Bernier, Associate Director for Science di Program

Vaksinasi Nasional CDC, menghubungkan sejumlah sejarah yang ada sangkut pautnya. Dia

menyatakan bahwa tuntutan kongres di tahun 1997 menyaratkan FDA agar meninjau merkuri

yang dipakai dalam obat-obatan dan sediaan biologis (vaksin). Untuk memenuhinya, FDA

meminta informasi dari pabrikan vaksin dan obat. Dia mencatat bahwa sekelompok pembuat

undang-undang dan pabrikan bertemu pada bulan April 1999 dan memberikan perhatian pada

masalah itu, tetapi mereka tidak merekomendasikan perubahan.

Dengan kata lain, pertemuan itu sekadar formalitas.

Rahasia Terbongkar

Sampai di sini, dr. Bernier mengatakan hal yang sulit dipercaya (halaman 12). Dia katakan,

“Di Amerika Serikat, terjadi peningkatan penyadaran bahwa paparan kumulatif mungkin

melampaui jumlah garis pedoman.” Yang dimaksud garis pedoman di sini adalah level

keamanan paparan merkuri yang ditetapkan oleh beberapa lembaga yang mengeluarkannya.

Ada tiga garis pedoman yang ditetapkan masing-masing oleh Agency for Toxic Substances

and Disease Registry (ATSDR), Food and Drug Administration (FDA) dan Environment

Protection Agency (EPA). Yang paling sering dilanggar adalah pedoman EPA. Lebih lanjut, dia

menjelaskan bahwa dirinya merujuk pada anak-anak yang terpapar thimerosal di dalam

vaksin.

Atas dasar kesadaran adanya pelanggaran batas-batas keamanan itu, dr. Bernier kemudian

berkata, “…hasilnya adalah pernyataan bersama dari Public Health Service (PHS) dan

American Academy of Pediatrics (AAP) pada bulan Juli tahun lalu (1999), yang

menyatakan bahwa untuk tujuan jangka panjang, sangat perlu mengeluarkan merkuri

dari vaksin karena zat itu berpotensi sebagai sumber paparan yang dapat dicegah.”

(halaman 12)

Semestinya orang bertanya, kemana PHS dan AAP selama ini, saat merkuri bertahun-tahun

dipakai dalam vaksin, dan mengapa, tidak tahukah mereka bahwa:

Merkuri itu melebihi level keamanan yang ditetapkan

Mengapa mereka tidak mengetahui melimpahnya literatur yang menunjukkan efeknya

yang merusak sistem saraf yang sedang berkembang pada bayi?

Seperti yang kita lihat, bahkan para ‘pakar’ ini pun tampaknya bingung dengan literatur

(tentang merkuri).

Pertemuan Sebelumnya

Dokter Bernier menyebutkan bahwa pada Agustus 1999, sebuah workshop umum digelar di

Lister Auditorium, Bathesda, Maryland, oleh National Vaccine Advisory Group dan

Interagency Working Group on Vaccines untuk membahas risiko thimerosal dalam vaksin.

Dari diskusi itu, thimerosal dikeluarkan dari vaksin Hepatitis B (HepB).

Menarik untuk diperhatikan bahwa media tidak begitu peduli pada hasil pertemuan itu, yang

mungkin juga menjadi pertemuan rahasia. Nanti akan kita ketahui, ada suatu alasan mengapa

Page 4: KEBENARAN DI  BALIK PENUTUP-NUTUPAN VAKSIN (THE TRUTH BEHIND VACCINE COVER UP)

mereka berusaha sekuat tenaga agar isi dari pertemuan-pertemuan itu tersembunyi dari

publik.

Kemudian dr. Bernier berkata, pada Oktober 1999 (halaman 13), Advisory Committee on

Immunization Practices (ACIP) “lagi-lagi memeriksa hal ini dan tidak menyatakan

keinginan akan tersedianya vaksin yang bebas thimerosal.” Lebih jauh, dalam diskusi ini

dia menengarai ACIP menyimpulkan bahwa vaksin-vaksin yang mengandung thimerosal bisa

dipakai, namun “tujuan jangka panjangnya adalah mengusahakan dihilangkannya

thimerosal sesegera mungkin.”

Kita perlu berhenti sejenak dan merenungkan apa yang telah terjadi. Ada sebuah lembaga

penting, ACIP, yang berperan penting dalam kebijakan vaksin yang berdampak pada jutaan

anak setiap tahunnya. Dan, kita memiliki bukti dari pertemuan tahun 1999 tentang

thimerosal yang menyatakan seriusnya kemungkinan terjadinya cedera otak bayi sehingga

ada rekomendasi kebijakan untuk menghilangkannya dari vaksin.

Terlebih lagi, mereka semua menyadari bahwa bayi-bayi mungil itu mendapat dosis merkuri

di atas batas aman, bahkan batas yang ditetapkan oleh EPA, tapi yang bisa mereka katakan

adalah kita harus “berusaha menghilangkan thimerosal sesegera mungkin?” Apakah mereka

tidak mengkhawatirkan (keselamatan) puluhan juta bayi yang akan terus mendapat vaksin

berthimerosal sampai mereka berhasil menghentikan penggunaan thimerosal tersebut?

Solusi yang Jelas

Harus juga dicatat, adalah keliru mengatakan, “penghilangan thimerosal” karena mereka

tidak menghilangkan apapun. Mereka hanya berencana menghentikannya pada vaksin yang

dibuat di waktu mendatang. Sebelum itu terlaksana, mereka memakai vaksin yang ada di stok

yang berjumlah jutaan dosis. Dan herannya, pemerintah mengizinkannya.

Lebih susah dipercaya lagi bahwa AAP dan American Academy of Family Practice (AAFP)

sama-sama merekomendasikan kebijakan gila ini. Kenyataannya, secara khusus mereka

menyatakan anak-anak harus terus diimunisasi dengan vaksin-vaksin berthimerosal itu

sampai vaksin baru yang bebas thimerosal dapat diproduksi sesuai keinginan pabrik. Apakah

mereka takut akan terjadi wabah difteri mendadak di Amerika, atau wabah tetanus?

Solusi paling jelas adalah dengan (mengemas vaksin dalam) vial dosis tunggal, sehingga tidak

memerlukan pengawet. Jadi, mengapa mereka tidak melakukannya?

Oh, mereka katakan hal itu akan memperberat biaya vaksin. Jelas, kita sebatas mengatakan

paling banyak butuh sedikit dolar per vaksin, yang tentu akan berharga bagi otak dan masa

depan anak Anda. Mereka bisa memakai ratusan juta dolar yang dihabiskan untuk promosi

vaksin tiap tahunnya untuk menutup biaya pengemasannya untuk rakyat miskin. Itu akan

mengurangi tebalnya dompet kita dan kita tidak melakukannya.

Terungkap bahwa thimerosal ada dalam seluruh vaksin flu, DPT (dan sebagian besar DTaP)

dan seluruh vaksin HepB.

Saat mereka mulai berkonsentrasi pada masalah di hadapan, kita mulai belajar bahwa

problem terbesar dalam pertemuan ini adalah, mereka nyaris tidak tahu apa-apa yang tengah

mereka lakukan. Pada halaman 15 misalnya, mereka mengakui bahwa data farmakokinetik

(etilmerkuri, sebagai bentuk merkuri dalam thimerosal) adalah sangat sedikit. Faktanya,

mereka berkata tidak ada data ekskresi dan data toksisitasnya sangat kecil. Tetapi,

Page 5: KEBENARAN DI  BALIK PENUTUP-NUTUPAN VAKSIN (THE TRUTH BEHIND VACCINE COVER UP)

thimerosal dikenal menyebabkan hipersensitifitas, masalah neurologis dan bahkan kematian,

dan diketahui dengan mudah menerobos sawar darah-otak dan plasenta.

Karena itu, mereka mengakui bahwa kita punya satu bentuk merkuri yang telah dipergunakan

dalam vaksin sejak tahun 1930an dan tidak seorangpun yang tergerak untuk mengkaji

efeknya terhadap sistem biologis, khususnya pada otak bayi. Pembelaan diri mereka di

sepanjang konferensi ini berlangsung adalah “kami tidak mengetahui efek dari etilmerkuri.”

Solusinya, mereka kembali ke kajian terhadap metilmerkuri, karena terdapat ribuan

penelitian terhadap bentuk merkuri ini. Sumber utama metilmerkuri berasal dari konsumsi

makanan laut.

Perlu waktu sesaat bagi mereka untuk memahami kedua bentuk merkuri itu, karena di

beberapa halaman laporan itu, mereka mengatakan bahwa yang terdapat di dalam vaksin

adalah metilmerkuri, bukan etilmerkuri. Hal itu bisa dimaafkan.

Di halaman 16, dr. Johnson, seorang imunolog dan dokter anak di University of Colorado

School of Medicine dan National Jewish Center for Immunology and Respiratory Medicine,

mengatakan bahwa dia ingin melihat pelibatan keamanan dengan margin yang luas, yaitu 3

hingga 10 kali lipat untuk “menjelaskan ketidakpastian data.” Yang dimaksudkannya adalah,

kita tidak tahu tentang toksin ini sehingga lebih baik kita menggunakan margin keamanan

yang sangat luas. Pada sebagian besar zat (aktif), FDA memakai margin keamanan 100 kali

lipat.

Alasannya, dan itu tidak mereka sebutkan, di masyarakat yang terdiri dari ratusan juta

orang terdapat kelompok-kelompok orang yang jauh lebih sensitif pada toksin dibandingkan

kelompok yang lain. Misalnya, orang yang sudah tua, orang yang punya penyakit kronis,

kekurangan gizi, bayi bertubuh kecil, bayi prematur, orang yang mengonsumsi obat-obatan

tertentu, orang yang memiliki kelainan detoksifikasi sejak lahir dan masih banyak lagi.

Adalah fakta jika dalam kajian ini mereka tidak memasukkan bayi prematur dan bayi

berbobot lahir rendah dalam kajian utama, yang beberapa dari bayi-bayi itu memiliki level

merkuri tertinggi, karena hal ini akan sulit dikaji dan karena bayi-bayi itu paling banyak

terkena gangguan perkembangan, yang kemungkinan terkait dengan merkuri.

Masih di halaman 16, dr. Johnson membuat pernyataan yang sulit dipercaya, yang

menegaskan masalah yang kita hadapi di negeri ini dengan para penganjur vaksin ini. Katanya,

“Di lain sisi, kita menemukan adanya perbedaan kultural antara para vaksinolog dan

pegiat kesehatan lingkungan dan pada kita (yang berkecimpung) di bidang vaksin,

faktor-faktor ketidakpastian ini tak pernah terpikirkan sebelumnya. Kita cenderung

untuk berpikir secara relatif konkrit.” Lanjutnya, “Salah satu peristiwa kultural yang

besar dalam pertemuan itu adalah saat dr. Clarkson berulangkali menyampaikan bahwa

kita tidak mengerti mengenai ketiadakpastian itu, dan saat itu beliau sungguh benar.”

Ini pengakuan yang susah dipercaya. Pertama, apa itu vaksinolog? Apakah Anda bersekolah

untuk menjadi seorang vaksinolog? Berapa tahun yang dipersyaratkan untuk residency

training? Adakah ujian boardnya? Vaksinolog adalah sebuah istilah bodoh yang dipakai untuk

mendeskripsikan orang yang terobsesi dengan vaksin, bukan karena mereka benar-benar

mempelajari dampak vaksin, seperti yang akan kita lihat selama pertemuan itu.

Yang paling penting adalah pengakuan dr. Johnson bahwa dirinya dan rekan-rekan

‘vaksinolog’nya sangat terbutakan oleh obsesi mereka dengan memaksakan vaksin kepada

masyarakat. Para ‘vaksinolog’ itu belum pernah berpikir tentang kemungkinan adanya faktor-

Page 6: KEBENARAN DI  BALIK PENUTUP-NUTUPAN VAKSIN (THE TRUTH BEHIND VACCINE COVER UP)

faktor yang terlibat dan bisa berpengaruh besar bagi kesehatan manusia, yaitu yang mereka

sebut sebagai ‘ketidakpastian.’

Lebih jauh, mereka suka berpikir secara konkret, yaitu berpikir dengan sangat sempit

sambil memakai penutup mata yang mencegah mereka untuk melihat banyaknya masalah yang

sedang terjadi setelah vaksinasi besar-besaran pada bayi dan anak-anak. Tujuan dalam hidup

mereka adalah memvaksin sebanyak mungkin orang dengan vaksin yang jumlahnya semakin

banyak saja.

Pada halaman 17, sekali lagi ‘pemikiran konrit’nya mengemuka. Dokter Johnson merujuk pada

pertemuan Bathesda mengenai isu keamanan thimerosal dan berkata, “tidak ada bukti

adanya suatu masalah, (itu) sekadar keprihatinan teoritis bahwa otak bayi yang sedang

berkembang terpapar pada suatu organomerkurial.”

Tentu, seperti yang akan saya tunjukkan nanti, hal itu lebih dari sekadar ‘keprihatinan

teoritis.’ Kemudian dia berkata, “Sementara tidak ada bukti adanya masalah, kami

sepakat bahwa dengan semakin banyaknya vaksin yang disuntikkan ke anak, maka

secara teori risiko paparan merkuripun meningkat.”

Sulit untuk memahami, seorang ilmuwan tulen tidak melihat ironi luar biasa dari pernyataan

ini. Literatur kedokteran itu dipenuhi dengan kajian-kajian tentang efek yang mengganggu

dari merkuri pada banyak enzim, produksi energi mitokondria, fungsi sinaps, retraksi

dendrit, disolusi neurotubular dan eksitotoksisitas, namun, dia hanya mengetahui ‘risiko

teoritis’ yang terhubung dengan meningkatnya penambahan vaksin berthimerosal.

Penting juga untuk dicatat bahwa para jenius ini bahkan belum pernah melihat suatu masalah

secara langsung. Masalah itu merupakan tekanan dari ilwuwan-ilmuwan luar, para orang tua

yang anak-anaknya terkena dampak (buruk) vaksin dan kelompok-kelompok yang mewakili

merekalah yang menunjukkan permasalahan itu. Intinya, para pakar dalam pertemuan itu

bereaksi terhadap tekanan dari luar ‘klub vaksinolog’ dan secara internal tidak menemukan

bahwa suatu masalah ‘mungkin’ terjadi.

Kenyataannya, bila kelompok-kelompok luar ini tidak terlibat, para ‘vaksinolog’ ini akan terus

saja memperbanyak vaksin bermerkuri ke daftar vaksin yang diharuskan. Hanya ketika

masalahnya menjadi sangat jelas, yaitu telah menjadi wabah (sekarang itu hampir terjadi)

dan praktisi hukum terlibat, baru mereka mengerti bahwa telah terjadi suatu masalah. Ini

adalah tema berulang yang terjadi di lembaga-lembaga regulasi pemerintah, seperti yang

kita saksikan terjadi pada masalah fluoride, aspartam, MSG, dioksin dan pestisida.

Menarik juga ketika dr. Johnson benar-benar mengakui bahwa risiko paling berat menimpa

bayi berbobot lahir rendah dan bayi prematur. Sekarang, mengapa hal itu terjadi jika telah

diterapkan keamaan bermargin luas pada merkuri yang digunakan dalam vaksin? Dapatkah

selisih berat beberapa pon menyebabkan perbedaan sedramatis itu?

Secara nyata, itu memang bisa, namun hal itu juga berarti bahwa anak berbobot lahir

normal, khususnya yang jaraknya mendekati batas bawah bobot lahir normal, juga terancam

bahaya yang lebih besar. Itu juga berarti bahwa anak-anak yang mendapat merkuri dengan

dosis di atas 75 µg pada studi ini juga akan terkena risiko tinggi karena besarnya dosis,

berdasar pada berat badan, akan sebanding dengan anak berbobot lahir rendah yang

menerima dosis yang dengan angka dibawahnya. Hal ini bahkan tidak pernah dipertimbangkan

oleh ‘pakar-pakar vaksinologis’ yang menentukan kebijakan bagi anak-anak Anda.

Page 7: KEBENARAN DI  BALIK PENUTUP-NUTUPAN VAKSIN (THE TRUTH BEHIND VACCINE COVER UP)

Sekarang, pernyataan berikut mestinya membuat setiap orang terguncang, terutama orang

awam yang berpikir bahwa ‘para vaksinolog ini’ menginginkan hal terbaik (untuk kesehatan

manusia). Dokter Johnson berkata pada halaman 17, “Kita setuju untuk menghilangkan

merkuri dari vaksin-vaksin yang dilisensi Amerika Serikat, tapi kami tidak setuju jika

ini menjadi rekomendasi universal karena terkait dengan pengawet untuk vaksin yang

dikirim ke negara lain, khususnya negara-negara berkembang, tidak didukung data yang

menunjukkan kenyataan bahwa hal itu bermasalah.”

Anda lihat di sini. Data itu cukup meyakinkan sehingga membuat AAP dan AAFP, juga

lembaga-lembaga regulasi dan CDC bersama-sama merekomendasikan penghilangannya

secepat mungkin karena peduli akan efek samping merkuri terhadap perkembangan otak,

terkecuali anak-anak di negara berkembang.

Tujuan Program Kesehatan Anak yang Sebenarnya

Dulu saya pikir gagasan program kesehatan anak di Amerika Serikat yang ditujukan untuk

negara-negara berkembang adalah untuk membuka kesempatan bagi anak-anak dari keluarga

miskin di dunia yang semakin ketat bersaing. Kebijakan yang disahkan (ternyata) akan

meningkatkan masalah-masalah perkembangan saraf yang terlihat pada anak-anak miskin di

negara berkembang, termasuk di Amerika sendiri, mengurangi kemampuan mereka untuk

belajar dan mengembangkan pemikiran yang kompetitif.

Ingat, di situ ada perwakilan dari WHO, dr. John Clements, yang didapuk sebagai ‘pakar.’

Sedikitpun dia tidak menentang pernyataan dr. Johnson tadi.

Perlu juga diperhatikan jika anak-anak di negara berkembang terkena risiko yang jauh lebih

besar akibat toksisitas merkuri dalam vaksin dibandingkan anak-anak di negara maju.

Penyebabnya adalah gizi buruk, infeksi parasit dan bakteri yang bersamaan dan tingginya

angka bayi berbobot lahir rendah pada anak-anak itu.

Kita kini menyaksikan suatu bencana di negara-negara Afrika yang disebabkan oleh

penggunaan vaksin virus hidup polio lama yang menyebarkan wabah polio yang terkait vaksin;

artinya, polio yang ditimbulkan oleh vaksin itu sendiri. Faktanya, di beberapa negara Afrika,

polio tidak ditemukan hingga vaksin itu diperkenalkan di sana.

Bagaimana WHO dan para ‘pakar vaksin’ dari negeri ini kini membenarkan berlanjutnya

program vaksinasi polio dengan vaksin berbahaya itu? Mereka telah menciptakan wabah

polio, mereka tidak bisa menghentikan program itu.

Dalam sebuah artikel terkini, ditekankan bahwa ini adalah alasan yang paling gila, karena

semakin banyak vaksin berarti semakin banyak kasus polio terkait vaksin. Namun, para

‘vaksinolog’ kesulitan menghadapi ‘ketidakpastian-ketidakpastian’ ini. (Jacob JT, A

Developing Country Perspective on Vaccine-Associated Paralytic Poliomyelitis, Bulletin WHO

2004; 82: 53-58. Lihat komentar oleh DM Salisbury di akhir artikel).

Dokter Johnson kembali menekankan filosofi kesehatan anak-anak itu adalah nomor dua

setelah ‘program ini’ dengan mengatakan, “Kita melihat sejumlah data yang meyakinkan

bahwa penundaan vaksin HepB setelah kelahiran akan memicu penyakit yang nyata

sebagai konsekuensi dari lepasnya kesempatan untuk mengimunisasi.” Pernyataan ini

menyiratkan anak-anak kita akan terbahayakan oleh risiko terkena hepatitis B apabila

program vaksin berhenti memvaksin bayi yang baru lahir dengan vaksin HepB.

Page 8: KEBENARAN DI  BALIK PENUTUP-NUTUPAN VAKSIN (THE TRUTH BEHIND VACCINE COVER UP)

Pada kenyataan, pernyataan ini sama sekali tidak berdasar pada risiko yang didapat oleh

anak-anak di Amerika Serikat dan dia memperlugasnya dengan kata-kata, “dampak yang

memungkinkan terjadi di negara-negara yang memiliki 10-15 persen bayi baru lahir

dengan risiko terpapar hepatitis B sangat sulit untuk dipertimbangkan.” (halaman 18)

Taktik Menakut-nakuti

Dengan kata lain, risiko itu tidak normal terjadi pada anak-anak Amerika, tapi wajar terjadi

di negara-negara berkembang. Satu-satunya kelompok anak yang terkena risiko ini adalah

mereka yang terlahir dari orang tua pecandu obat-obatan, para ibu yang terinfeksi hepatitis

B atau orang tua yang terinveksi HIV. Alasan untuk memvaksin bayi yang baru lahir adalah

untuk memerangkap mereka sebelum mereka bisa lolos dari program vaksin para ‘vaksinolog.’

Inilah taktik yang sering dipakai untuk menakut-nakuti para ibu agar memvaksin anak-anak

mereka. Sebagai contoh, mereka katakan bila anak-anak tidak divaksin campak, jutaan anak

bisa meninggal selama terjadi wabah campak.

Mereka tahu ini bohong. Yang mereka lakukan adalah membawa contoh yang diambil dari

negara-negara berkembang dengan fungsi imun dan gizi yang buruk, sehingga kematian

akibat wabah itu bisa terjadi. Di Amerika Serikat, kita tidak akan melihatnya karena

pemenuhan gizi, fasilitas kesehatan dan sanitasi yang lebih baik. Adalah fakta bahwa

sebagian besar kematian ketika campak berjangkit di Amerika Serikat terjadi pada situasi

seperti berikut:

Vaksinasi dikontraindikasikan

Vaksin tidak bekerja

Anak-anak dengan penyakit kronis, yang menekan kekebalan tubuh.

Faktanya, pada hampir semua penelitian, anak-anak yang terkena campak atau penyakit

kanak-kanak yang lain ini telah diimunisasi lengkap atau sebagian. Rahasia besar di antara

‘vaksinolog’ adalah bahwa 20-50 persen anak tidak kebal terhadap penyakit yang mereka

telah mendapat vaksinnya.

Masih pada halaman 18, dr. Johnson berkata di depan komite bahwa dr. Walt Orensteinlah

yang “mengajukan pertanyaan paling provokatif yang memantik diskusi dengan porsi

besar. Pertanyaannya adalah, haruskah kita mencari hasil dari perkembangan saraf

pada anak-anak yang terpapar beragam dosis merkuri dengan menggunakan data dari

Vaccine Safety Datalink, yang bersumber dari satu website atau lebih.”

Dari sini saya simpulkan bahwa tidak seorangpun yang berpikiran untuk memeriksa data yang

telah bertahun-tahun ada di sana tanpa tinjauan. Bisa saja terjadi kematian anak dalam

jumlah besar atau anak-anak mengalami kecacatan dalam perkembangan saraf akibat

program vaksin dan tidak seorangpun di pemerintahan mengetahuinya. Begitulah kenyataan

yang terjadi yang tersampaikan lewat data ini, setidaknya tentang keterlambatan dalam

perkembangan saraf.

Kita seharusnya juga berterimakasih pemerintah mensponsori dua konferensi mengenai

peran yang mungkin dimainkan oleh logam, aluminium dan merkuri di dalam vaksin tanpa ada

perubahan kebijakan vaksin sesudah berlangsungnya pertemuan itu. Dua konferensi itu

diadakan setahun sebelum pertemuan di Georgia ini dan sebelum data yang dipegang erat

oleh CDC ini diperiksa; data ini tidak boleh sampai ke para peneliti lain yang independen dan

Page 9: KEBENARAN DI  BALIK PENUTUP-NUTUPAN VAKSIN (THE TRUTH BEHIND VACCINE COVER UP)

berkualitas bagus. (Saya akan bicara tentang perihal yang dibahas dalam konferensi

aluminium di lain waktu).

Konferensi aluminium itu sangat penting dan hanya dirujuk dalam pertemuan ini karena hal

itu memang benar. Seandainya masyarakat tahu apa yang didiskusikan dalam pertemuan

aluminium itu, maka tak akan ada orang yang mau divaksin dengan jenis vaksin yang

diproduksi sekarang ini.

Di samping isu yang dibahas dalam konferensi aluminium dan literatur ilmiah tentang

neurotoksisitas aluminium, dr. Johnson menyatakan seperti ini, “Garam-garam aluminium

memiliki margin keamanan yang sangat luas. Aluminium dan merkuri sering diberikan

secara bersama kepada bayi, pada tempat penyuntikan yang sama dan berbeda.”

Masih di halaman 20, dia berkata, “Tetapi, kita telah mempelajari bahwa sama sekali

tidak ada data, termasuk data dari binatang, mengenai potensi terjadinya sinergi,

adisi, atau antagonisme, yang semua itu bisa terjadi dalam campuran logam biner

(berpasangan).”

Sampai di sini, penting bagi kita untuk memahami penipuan yang kerap dipakai oleh mereka

yang berusaha membela suatu praktik yang tidak bisa dipertahankan. Mereka menggunakan

bahasa yang sama (seperti) yang dikutip barusan, yaitu tidak ada data yang menunjukkan,

dan sebagainya, dan sebagainya. Mereka bermaksud untuk menyampaikan ide bahwa masalah

itu telah diperiksa dan dikaji secara teliti dan tidak ada toksisitas yang ditemukan.

Sesungguhnya, itu bermakna bahwa tidak seorangpun yang sudah memeriksa kemungkinan ini

dan belum pernah ada kajian yang akan memberi kita jawaban begini atau begitu.

Fakta: kita tahu aluminium adalah neurotoksin (racun saraf) yang nyata-nyata memiliki

banyak mekanisme yang sama dengan merkuri sebagai neurotoksin. Sebagai contoh,

keduanya bersifat toksik terhadap neurotubulus saraf, mengganggu enzim-enzim

antioksidan, meracuni enzim-enzim perbaikan DNA, mengacaukan produksi energi

mitokondria, menghalangi protein-protein pengabsorbsi glutamat (GLT-1 dan GLAST),

berikatan dengan DNA dan mengganggu fungsi membran saraf. Toksin-toksin yang memiliki

kesamaan mekanisme hampir seluruhnya bersifat aditif dan seringnya sinergis dalam hal

toksisitas. Jadi, pernyataan dr. Johnson itu bohong belaka.

Sejumlah studi telah menunjukkan kedua logam itu berperan nyata dalam semua kelainan

nurodegeneratif. Penting pula untuk diingat, keduanya menumpuk di otak dan saraf tulang

belakang. Hal ini menjadikan mereka toksin yang bersifat menumpuk dan karena itu jauh

lebih berbahaya daripada toksin-toksin yang dikeluarkan dengan cepat.

Melompat ke halaman 23, dr. Tom Sinks, Associate Director for Science di Pusat Kesehatan

Lingkungan Nasional CDC dan Acting Division Director for Division of Birth Defects,

Developmental of Disabilities and Health, bertanya, “Saya ingin tahu, adakah hasil yang

berhubungan dengan garam-garam aluminium yang mungkin bermakna untuk diskusi kita

hari ini?”

Dokter Martin Meyers, Acting Director di Kantor Program Vaksin Nasional menjawab,

“Tidak, saya tidak percaya ada soal kesehatan khusus yang diangkat.” Ini dikatakan

setelah suatu konferensi aluminium diselenggarakan setahun sebelumnya yang di sana

memang ditemukan masalah kesehatan yang nyata, dan sebuah literatur ilmiah yang

ekstensif menunjukkan perhatian yang besar terhadap aluminium.

Page 10: KEBENARAN DI  BALIK PENUTUP-NUTUPAN VAKSIN (THE TRUTH BEHIND VACCINE COVER UP)

Pada halaman 24, dr. William Weil, dokter anak yang mewakili Committee on Environmental

Health of the American Academy of Pediatrics, mengemukakan pendiriannya dalam diskusi

itu dengan mengingatkan, “Ada sejumlah besar data data (tentang) perkembangan saraf

yang akan merekomendasikan bahwa kita punya suatu masalah yang serius. Semakin

awal, semakin serius pula masalahnya.” Yang dr. Weil maksudkan adalah, semakin awal

Anda memvaksin dalam masa perkembangan otak anak, semakin besar kemungkinan

kerusakan itu terjadi pada bayi. Saya harus memberinya kredit; setidaknya dengan jelas dia

menyadari bahwa sejumlah perkembangan otak yang penting terjadi kemudian. Dia juga

mengingatkan kolega-koleganya bahwa aluminium menyebabkan dimensia yang parah dan

kematian pada kasus-kasus dialisis. Dia menyimpulkan, “Berpikir bahwa tidak ada masalah

serius yang timbul adalah jauh dari kenyataan.” (halaman 25)

Tidak rela berhenti disitu, dr. Meyers menambahkan, “Kami mengadakan pertemuan

tentang aluminium dan ion-ion logam dalam pertemuan biologi dan obat-obatan, kami

cepat mengenali bahwa dengan ketiadaan data, kami tidak tahu tentang aktivitas adisi

atau inhibisi.” Sekali lagi kita melihat permainan ‘tidak ada data.’ Ada data yang melimpah

tentang efek aluminium yang merunsak otak, dengan jumlah yang berarti yang diungkap di

pertemuan itu.

Dokter Johnson juga mengutip dr.Thomas Clarkson, yang mengenalkan diri sebagai berasal

dari program merkuri di Universitas Rochester, yang mengatakan bahwa menunda vaksin

HepB selama sekitar 6 bulan tidak akan mempengaruhi beban merkuri (halaman 20). Dia

membuat kesimpulan yang benar dengan mengatakan, “Saya akan memikirkan bahwa

perbedaan itu terletak pada waktunya. Yaitu Anda melindungi masa enam bulan

pertama selama perkembangan sistem saraf pusat.”

Puji Tuhan, sekilas saya pikir mereka telah menemukan konsep yang paling mendasar dalam

neurotoksikologi. Lalu dr. Meyers menggetok harapan saya dengan berkata bahwa vaksin

dosis tunggal, yang terpisah, tidak akan berpengaruh pada level darah sama sekali. Kali ini,

kita perlu sedikit pencerahan. Penting untuk dipahami kalau merkuri adalah logam yang larut

dalam lemak. Artinya, merkuri disimpan dalam lemak tubuh. Sekarang, dalam diskusi ini

mereka menetapkan bahwa metilmerkuri yang dicerna dieksresi dalam waktu beberapa

bulan. Sebuah studi terkini menemukan etilmerkuri memiliki waktu paruh 7 hari.

Meski demikian, sejumlah merkuri yang signifikan akan masuk ke dalam otak (merkuri telah

terbukti mampu melewati sawar darah otak dengan mudah), yang di situ disimpan dalam

fosfolipid (lemak). Dengan tiap dosis baru, dan ingat bahwa anak-anak menerima sebanyak

22 dosis vaksin bermerkuri ini, dosis lain ini akan ditambahkan ke tempat penyimpanan

otak. Inilah alasan kami menyebut merkuri sebagai racun akumulatif (bersifat menumpuk).

Satu kalipun mereka tidak menyebutkan fakta vital ini selama konferensi berlangsung. Tidak

sekalipun. Lebih jauh, mereka melakukannya karena sesungguhnya, tindakan yang mereka

ambil memberi jaminan bagi orang-orang yang tidak waspada, yang tidak terlatih dalam

neurosains, bahwa yang penting adalah level darah.

Ternyata, di halaman 163, dr. Robert Brent, seorang developmental biologist dan dokter

anak di Thomas Jefferson University dan Dupont Hospital for Children, berkata bahwa kita

tidak mempunyai data yang menunjukkan akumulasi dan “dengan paparan berlipat ganda

Anda memperoleh level yang lebih tinggi, dan kita tidak tahu apakah hal itu benar atau

tidak.” Dia berlepas diri dengan mengatakan bahwa sejumlah kerusakan bersifat tak dapat

Page 11: KEBENARAN DI  BALIK PENUTUP-NUTUPAN VAKSIN (THE TRUTH BEHIND VACCINE COVER UP)

diperbaiki dan dengan tiap dosis (yang ditambahkan), semakin banyak kerusakan yang tak

bisa diperbaiki yang terjadi dan dengan begitu merkuri bersifat akumulatif.

Di halaman 21, dr. Thomas Clarkson membuat pernyataan yang sulit dipercaya yang

menyiratkan dirinya tidak mengetahui adanya kajian yang menunjukkan paparan merkuri

setelah kelahiran atau pada bulan keenam akan punya efek yang mengganggu. Dokter

Isabelle Rapin, seorang neurolog anak di Albert Einstein College of Medicine, melanjutkan

dengan berkata, “Saya bukan seorang pakar merkuri pada bayi”, namun dia tahu bahwa

merkuri bisa mempengaruhi saraf (sistem saraf perifer/tepi).

Jadi, inilah salah seorang diantara para ‘pakar’ kita yang mengakui dirinya hanya tahu sedikit

tentang efek merkuri pada bayi. Pertanyaan saya: mengapa dia hadir di sini? Dokter Rapin

adalah seorang neurolog anak di Albert Einstein College of Medicine yang menyatakan bahwa

dia punya minat yang mendalam pada kelainan-kelainan perkembangan, khususnya kelainan

yang melibatkan bahasa dan autisme, tapi dia hanya tahu sedikit mengenai efek merkuri

terhadap otak bayi.

Pengetahuan yang Sangat Sedikit

Konferensi ini membahas efek merkuri dalam bentuk thimerosal terhadap perkembangan

otak bayi. Tapi, sepanjang konferensi, para pakar kita, khususnya ‘vaksinolog’ tampak hanya

mengetahui sedikit hal tentang merkuri, yaitu sebatas literatur yang menunjukkan tidak

adanya efek toksik kecuali pada level yang sangat tinggi.

Tidak ada pakar yang memiliki keahlian di bidang ini yang diundang, misalnya dr. Ascher dari

Bowman Grey School of Medicine atau dr. Haley Boyd, yang telah banyak meriset efek

toksik merkuri berkonsentrasi rendah terhadap sistem saraf pusat. Mereka tidak diundang

karena akan membahayakan tujuan yang sebenarnya dari pertemuan ini, yaitu agar merkuri

dalam vaksin tidak dituding sebagai penyebab masalah.

Selama konferensi, dr. Brent beberapa kali mengingatkan para peserta bahwa masa paling

sensitif bagi otak yang sedang berkembang adalah pada awal kehamilan. Dia menegaskan

bahwa minggu ke 8-18 sebagai masa pematangan saraf.

Di kenyataan, masa pematangan otak, perkembangan sinap dan perkembangan jaringan otak

yang paling cepat terjadi selama trimester terakhir kehamilan dan berlanjut hingga dua

tahun setelah bayi dilahirkan. Hal ini sering diistilahkan sebagai ‘brain growth spurt.’ Ini

juga tidak disebutkan satu kalipun dalam konferensi, lagi-lagi karena jika para ibu

mengetahui otak anaknya sedang sibuk berkembang sampai masa dua tahun setelah

kelahiran, mereka akan kurang bisa menerima pernyataan kosong para vaksinolog tentang

keamanan merkuri.

Otak mengembangkan lebih dari 100 triliun koneksi sinap dan puluhan triliun koneksi dendrit

selama periode yang sangat sensitif ini. Baik dendrit maupun sinap bersifat sangat sensitif

bahkan terhadap merkuri yang berdosis sangat rendah dan racun-racun lainnya. Merkuri di

bawah dosis toksik telah menunjukkan kemampuan menghalangi protein-protein pembawa

glutamat yang berperan vital dalam melindungi otak dari eksitotoksisitas.

Penelitian-penelitian yang meyakinkan menunjukkan bahwa kerusakan pada sistem

perlindungan ini berperan besar dalam hampir semua penyakit neurodegeneratif, juga

perkembangan otak yang tidak normal.

Page 12: KEBENARAN DI  BALIK PENUTUP-NUTUPAN VAKSIN (THE TRUTH BEHIND VACCINE COVER UP)

Penelitian-penelitian terkini telah menunjukkan penumpukan glutamat di dalam otak anak-

anak autis, namun para ahli ini sepertinya tidak peduli terhadap suatu zat (merkuri) yang

sangat kuat dalam memicu eksitotoksisitas otak.

Menarik juga untuk menghitung berapa kali dr. Brent menekankan bahwa kita tidak

mengetahui batasan toksisitas merkuri pada otak yang sedang berkembang. Lagi-lagi ini

tidak benar; kita sebenarnya tahu, dan Journal of Toxicology menyatakan bahwa apapun di

atas 100 µg bersifat neurotoksik (meracuni saraf). Di kenyataan, WHO menyatakan tidak

ada level aman bagi merkuri.

Pemikiran Konkret

Pada halaman 164, dr. Robert Davis, Associate Professor of Pediatrics and Epidemiology di

Universitas Wasington mengadakan pengamatan yang sangat penting. Dia menyatakan, di

populasi seperti Amerika Serikat, terdapat individu dengan berbagai level merkuri yang

didapat dari sumber yang berbeda-beda (makanan, tinggal di dekat fasilitas pembakaran

batubara, dan sebagainya). Dengan memvaksin semua orang, berarti menaikkan level merkuri

pada mereka yang sudah berlevel merkuri paling tinggi dan mempertinggi mereka yang

berlevel sedang.

Para ‘vaksinolog’ yang bermasalah dalam hal ‘berpikir konkret’ ini sepertinya tidak menyadari

sepenuhnya bahwa tidak semua orang itu sama. Mereka gagal menangkap ‘ketidakpastian’ ini.

Untuk lebih memahami hal ini, kita ambil contoh sebuah keluarga petani yang tinggal dalam

radius 3 mil dari instalasi pembakaran batubara. Karena mereka juga hidup dekat laut,

mereka pun menyantap hidangan laut sehari-harinya. Pupuk, pestisida, dan herbisida yang

digunakan pada tanaman mengandung merkuri dengan level yang perlu diperhatikan.

Instalasi pembakaran batubara memancarkan merkuri berlevel tinggi ke udara yang dihirup

oleh keluarga petani itu setiap hari dan makanan laut yang mereka konsumsi mengandung

merkuri dengan level yang melebihi standar EPA.

Artinya, setiap bayi yang terlahir dari orang-orang ini akan memiliki level merkuri yang

sangat tinggi.

Begitu lahir, bayi-bayi itu diberi berbagai vaksin yang bahkan mengandung merkuri yang

lebih banyak, sehingga secara nyata mempertinggi level merkuri dalam tubuh mereka.

Apakah para ‘vaksinolog’ ini mencoba meyakinkan kita bahwa anak-anak itu baik-baik saja dan

mereka dikorbankan di altar ‘kebijakan vaksin?’

Penelitian-penelitian terkini oleh para pakar neurotoksikologi telah mengamati bahwa seiring

dengan meningkatnya kemampuan kita mendeteksi efek toksik yang samar, khususnya pada

perilaku dan fungsi-fungsi saraf yang lain, kita menurunkan paparan yang bisa diterima.

Faktanya, dr. Sinks mengemukakan hal yang pasti itu dengan menjadikan timbal sebagai

contoh. Dia mengamati, seiring dengan kemampuan kita menguji perilaku saraf, dosis timbal

yang berterima kita turunkan secara berkesinambungan.

Dokter Johnson tanpa takut menambahkan, “Semakin kita cerdas, semakin rendahlah

batas aman itu.” Namun dia, juga peserta lain agaknya tidak menjadi semakin cerdas

terkait hal ini (merkuri dalam vaksin).

Dokter Robert Chen, kepala Vaccine Safety and Development di Program Imunisasi Nasional

CDC, kemudian mengungkap alasan mereka menolak bertindak terkait masalah itu.

Page 13: KEBENARAN DI  BALIK PENUTUP-NUTUPAN VAKSIN (THE TRUTH BEHIND VACCINE COVER UP)

“Persoalannya, adalah tidak memungkinkan, tidak etis apabila kita biarkan anak-anak

tidak diimunisasi, sehingga Anda tidak akan pernah menyelesaikan hal itu. Jadi, kita

harus mengesampingkannya.” (halaman 169) Intinya, (program) imunisasi anak lebih

diutamakan daripada masalah keamanan vaksin itu sendiri.

Kerentanan Genetik

Jika permasalahan toksisitas vaksin tidak dapat diselesaikan, sepertinya dr. Chen berkata,

karena itu kita harusnya menerima (kenyataan) adanya anak-anak yang terbahayakan oleh

vaksin.

Dokter Brent menyatakan dirinya mengetahui tidak ada data kerentanan genetik yang

dikenali dari merkuri. Karena itu, dia yakin tidak ada batas toksisitas yang pasti. Maksudnya,

semua orang rentan terhadap merkuri berdosis sama dan tidak ada kelompok yang

hipersensitif secara genetik.

Adalah fakta, sebuah penelitian baru menemukan adanya kerentanan genetik pada tikus.

Pada penelitian itu, mereka mendapati tikus-tikus yang rentan terhadap autoimunitas

mengembangkan efek neurotoksik pada hipokampus, termasuk eksitotoksisitas, yang tidak

terlihat pada tikus jenis lain. Mereka bahkan berhipotesis bahwa hal yang sama terjadi pada

manusia, karena autoimunitas keluarga meningkatkan kemungkinan autisme pada

keturunannya. (Hornig M, Chian D, Lipkin WI: Neurotoxic Effect of Postnatal Thimerosal

are Mouse Strain Dependent, Mol Psychiatry, 2004 (in press).

Untuk kutipan selanjutnya, kita perlu membahas lebih dalam untuk memahami maknanya.

Mereka mendiskusikan fakta bahwa dalam penelitian dr. Verstraeten, ditemukan hubungan

mengerikan antara dosis thimerosal yang lebih tinggi dan masalah-masalah dalam

perkembangan saraf, termasuk ADD dan autisme.

Yang menjadi masalah pada studi itu adalah sedikitnya anak yang mendapat vaksin tidak

berthimerosal, kelompok kontrol asli yang tidak dipakai. Alih-alih, mereka menggunakan

anak-anak yang menerima 12,5 µg merkuri sebagai kontrol dan bahkan ada beberapa yang

ingin memakai dosis control 37,5 µg. Maka, kelompok kontrol pun memiliki level merkuri yang

sungguh bisa menyebabkan masalah-masalah perkembangan saraf.

Bahkan dengan kekeliruan mendasar ini, ditemukan suatu korelasi positif yang kuat antara

dosis merkuri yang diberikan dan masalah perkembangan saraf ini.

Dalam penelitian, diharapkan mereka membandingkan kelompok anak yang menerima vaksin

berthimerosal dengan yang tidak. Kenyataannya, kita kemudian tahu bahwa mereka memiliki

sejumlah besar kelompok anak yang bebas thimerosal yang bisa dipakai sebagai kelompok

kontrol. Tampaknya, selama dua tahun sebelum konferensi ini digelar, Bathesda Naval

Hospital hanya memakai vaksin bebas thimerosal untuk mengimunisasi anak-anak. Mereka

mengetahuinya dan saya kira seseorang memberitahu dr. Verstraeten tentang fakta penting

ini sebelum dia melakukan penelitian.

Sekarang, tentang kutipan itu. Dokter Braun merespon ide untuk memulai sebuah studi baru

dengan memakai kontrol yang bebas thimerosal, katanya, “Tentu kita akan memperoleh

jawaban dalam masa lima tahun. Pertanyaannya adalah, apa yang bisa kita lakukan

dengan data yang kita miliki sekarang?” (halaman 170)

Kita punya jawaban atas pertanyaanya, mereka hanya menutupi penelitian ini, menyatakan

bahwa thimerosal tidak bermasalah dan melanjutkan kebijakan yang tidak berubah itu.

Page 14: KEBENARAN DI  BALIK PENUTUP-NUTUPAN VAKSIN (THE TRUTH BEHIND VACCINE COVER UP)

Dengan begitu, mereka bisa merekomendasikan kepada pabrikan vaksin untuk membuang

thimerosal namun tidak mewajibkannya, atau memeriksa vaksin untuk memastikan bahwa

thimerosal telah dihilangkan.

Mari kita intip seberapa besar kita bisa mempercayai pabrik-pabrik farmasi untuk

melakukan hal yang benar. Sejumlah laporan tentang pelanggaran-pelanggaran besar

terhadap kebijakan pembuatan vaksin telah disitat oleh lembaga-lembaga regulasi.

Diantaranya, dalam mendapatkan donasi plasma tanpa melakukan pengecekan riwayat yang

memadai terhadap donor seperti paparan penyakit dan masalah kesehatan yang dialami

sebelumnya, penyimpanan catatan para donor yang seadanya, dan ketidaktepatan dalam

prosedur dan penyerahan spesimen.

Bahwa ini bukanlah pelanggaran kecil ditegaskan dengan ditemukannya seorang wanita

dengan penyakit varian sapi gila yang diizinkan untuk mendonorkan plasmanya untuk dipakai

dalam pembuatan vaksin di Inggris. Hal itu baru ketahuan setelah plasma yang

terkontaminasi dikombinasi dan dipakai untuk membuat jutaan dosis vaksin, yang dengan

demikian penyakitnya ditemukan. Para pejabat kesehatan Inggris berkata kepada jutaan

orang yang divaksin agar tidak mengkhawatirkannya, karena kami tidak berpikir bila vaksin

akan benar-benar menyebarkan penyakit itu.

Kontaminasi vaksin juga menjadi permasalahan utama di negeri ini, seperti pelanggaran

perundangan yang jelas ini. Penting pula dicatat bahwa tidak ada denda yang dibebankan,

pelanggar hanya diberi peringatan.

Kesimpulan oleh Kelompok Kajian

Di akhir konferensi, sebuah poling berisi dua pertanyaan diedarkan. Pertama, ‘Apakah

menurut Anda terdapat data yang mencukupi untuk menyimpulkan hubungan sebab akibat

antara penggunaan vaksin berthimerosal dan tertundanya perkembangan saraf?’ Kedua,

‘Menurut Anda, perlukah penelitian lebih lanjut dilakukan berdasarkan hasil kajian ini?’

Pertama, mari kita lihat beberapa komentar mengenai penelitian lanjutan. Dokter Paul

Stehr-Green, Associate Professor of Epidemiology di University of Washington School of

Public Health and Community Medicine, yang memvoting iya, memberikan alasannya,

“Implikasinya sangat besar sehingga ini harus diuji lebih lanjut.” (halaman 180) Tetapi,

dr. Brent mengungkapkan kekhawatirannya bila para pengacara akan mengetahui informasi

ini dan mulai mengajukan tuntutan hukum. Katanya, “Mereka menginginkan bisnis dan

kemungkinan ini bisa menjadi bisnis yang besar.” (halaman 191)

Dokter Loren Koller, seorang ahli patologi dan imunotoksikologi di College of Veterinary

Medicine, Oregon State University, perlu kita beri ucapan selamat karena dia menyadari

bahwa ada lebih banyak zat yang terlibat di dalam vaksin, tidak hanya etilmerkuri. (halaman

192) Dia menyebutkan aluminium dan bahkan bahan-bahan virus yang dipakai sebagai

kemungkinan yang lain. Ini penting, khususnya terlepas dari identifikasi dr. Gherardi

mengenai macrophagic myofascitis, sebuah kondisi yang menyebabkan kelemahan yang parah

dan sindrom neurologis ganda, yang sangat menyerupai sklerosis ganda. Baik kajian pada

manusia maupun binatang sama-sama menunjukkan suatu hubungan sebab yang kuat dengan

aluminium hidroksida atau aluminium fosfat yang digunakan sebagai adjuvan vaksin. Ada

lebih dari 200 kasus di negara-negara Eropa dan di Amerika Serikat yang sudah

diidentifikasi dan dideskripsikan sebagai ‘penyakit yang muncul.’

Page 15: KEBENARAN DI  BALIK PENUTUP-NUTUPAN VAKSIN (THE TRUTH BEHIND VACCINE COVER UP)

Berikut ini beberapa masalah neurologis yang diketahui terkait dengan penggunaan

aluminium hidroksida dan aluminium fosfat dalam vaksin. Pada dua anak berusia 3 dan 5

tahun, dokter-dokter di All Children’s Hospital di St. Petersburg, Florida, mendeskripsikan

pseudo-obstruksi usus besar kronis, retensi urin dan temuan-temuan lain yang menunjukkan

hilangnya sistem saraf otonom tergeneralisasi (disotonomia difus). Anak yang berusia 3

tahun mengalami keterlambatan perkembangan dan hipotonia (hilangnya tonus/kontraksi

otot). Biopsi pada tempat penyuntikan vaksin pada anak-anak itu menunjukkan peningkatan

level aluminium.

Dalam suatu penelitian terhadap 92 pasien yang mengalami sindrom yang muncul ini, 8 orang

diantaranya berkembang menjadi demielinasi (robeknya selubung myelin) sistem saraf pusat

alias sklerosis ganda. [Authier FJ, Cherin P, dkk, Central Nervous System Disease in

Patients with Macrophagic Myofascitis, Brain 2001; 124: 974-983] Kelainan ini termasuk

gejaja sensorik dan motorik, hilangnya penglihatan, disfungsi kantung kemih, tanda-tanda

cerebellar (hilangnya keseimbangan dan koordinasi) dan kelainan perilaku.

Dokter Gherardi, dokter Perancis yang pertama kali menjelaskan kondisi itu pada tahun

1998, telah mengumpulkan lebih dari 200 kasus yang telah terbukti, yang sepertiganya

mengembangkan penyakit autoimun, seperti sklerosis ganda. Yang sangat penting dalam

penemuan beliau adalah, terdapat bukti stimulasi imun yang kronis yang disebabkan oleh

aluminium yang diinjeksikan --yang dikenal sebagai adjuvan imun yang sangat kuat-- bahkan

ketika penyakit autoimun jelas-jelas tidak ada.

Ini sangat penting karena ada bukti yang melimpah bahwa aktivasi imun otak (aktivasi sel-sel

mikroglia di dalam otak) adalah penyebab utama terjadinya kerusakan dalam banyak

penyakit degenerasi otak, dari sklerosis ganda hingga penyakit-penyakit neurodegeneratif

klasik (alzeimer, parkinson dan ALS). Saya sendiri telah mengemukakan bukti bahwa aktivasi

imun kronis pada mikroglia sistem saraf pusat menjadi penyebab utama dari autisme, ADD

dan sindrom Perang Teluk.

Dokter Gherardi menekankan bahwa, begitu aluminium disuntikkan ke dalam otot, aktivasi

imun berlangsung selama bertahun-tahun. Tambahan, kita harus mempertimbangkan efek

dari aluminium yang masuk ke otak. Banyak penelitian yang telah menunjukkan efek

berbahaya ketika aluminium menumpuk di otak. Bukti yang semakin banyak menunjukkan

tingginya level aluminium di otak sebagai kontributor utama penyakit alzeimer dan

kemungkinan parkinson dan ALS (penyakit Lou Gehrig).

Ini mungkin juga menjelaskan terjadinya peningkatan 10 kali penyakit alzeimer pada

penerima vaksin flu selama 5 tahun berturut-turut. [dr. Huge Fudenberg, in press, Journal

of Clinical Investigation] Menarik juga untuk ditandai bahwa sebuah studi terkini

menemukan bahwa aluminium fosfat membuat level darah aluminium berlipat 3X, seperti

halnya aluminium hidroksida. [Flarend RE, Hem SL, dkk, In Vivo Absorbtion of Aluminum

Containing Vaccine Adjuvants Using 26 Al Vaccine, 1997; 15: 1314-1318]

Tentu, dalam konferensi ini, pakar-pakar kita yang termasyhur mengatakan kepada kita

‘tidak ada data yang menunjukkan efek aditif atau sinergis antara merkuri dan aluminium.’

Dokter Rapin menyuarakan perhatiannya tentang opini publik begitu informasi ini bocor.

Kata dia (halaman 197), “…informasi-informasi itu akan tertangkap publik dan lebih baik

kita memastikan bahwa a) kita membimbing mereka dengan hati-hati dan b) kita

Page 16: KEBENARAN DI  BALIK PENUTUP-NUTUPAN VAKSIN (THE TRUTH BEHIND VACCINE COVER UP)

mengejarnya karena begitu pentingnya kesehatan masyarakat dan implikasi publik dari

data itu.” “Kepentingan bisnisnya begitu tinggi…,” tambah dr. Johnson.

Dari sini, bagaimana kita tidak menyimpulkan apapun kecuali fakta bahwa setidaknya para

ilmuwan ini sangat memperhatikan hal yang ditemukan oleh kajian yang memeriksa materi

keamanan vaksin Datalink? Mereka jelas-jelas ketakutan seandainya informasi itu jatuh ke

publik. Pada bagian paling atas tiap halaman kajian itu distempel kata-kata “JANGAN

DISALIN ATAU DIRILIS” dan “RAHASIA” dengan huruf tebal.

Ini bukanlah kata-kata yang orang harapkan terdapat pada studi klinis keamanan vaksin.

Namun, Anda akan mengiranya terdapat di file-file top secret NSA atau CIA. Mengapa

informasi ini dirahasiakan?

Rahasia Vaksin

Jawabannya terang: informasi itu akan membahayakan program vaksin dan mendakwa

lembaga-lembaga regulasi federal lalai terhadap bahaya ini selama bertahun-tahun.

Masyarakat kita terkotori oleh jutaan anak yang sedikit banyak telah dibahayakan oleh

kebijakan vaksin ini. Tambahan, mari kita tidak lupakan jutaan orang tua yang tanpa daya

harus menyaksikan anak-anak mereka rusak oleh program vaksin yang membawa kehancuran

ini.

Pada halaman 183, dr. Bernier berkata, “Penemuan negatif perlu diamankan dan

dipublikasikan.” Mengapa dia begitu mendesak supaya ‘penemuan negatif’ dipublikasikan?

Karena katanya, “pihak-pihak lain yang kurang bertanggungjawab akan memperlakukannya

sebagai tanda.” Maksudnya, sebuah tanda adanya masalah dengan vaksin yang mengandung

thimerosal.

Lebih lanjut, di halaman 198, dr. Rapin mencatat bahwa sebuah studi di Kalifornia

menemukan peningkatan 300% kasus autisme setelah pengenalan vaksin-vaksin tertentu.

Dengan cepat dia menyandarkan hal itu pada pengenalan para dokter yang lebih baik

(terhadap autisme). Dua hal kritis perlu dicatat pada bagian ini.

1. Dokter Rapin membuat pernyataan ini atau pengenalan dokter yang lebih baik tanpa

didukung data sama sekali, hanya berupa angan-angannya. Bila seseorang

menyampaikan bahaya dari vaksinlah penyebabnya, dia akan berteriak ‘sains sampah.’

2. Pada halaman 207, dr. Weil menyerang alasan ini dengan berkata, “Angka (yang

menunjukkan) hubungan terkait dosis itu linier dan secara statistik signifikan.

Anda bisa bermain dengan statistik semau Anda. Angka-angka itu linier. Mereka

secara statistik signifikan.” Dengan kata lain, bagaimana bisa Anda membantah hasil

yang menunjukkan adanya hubungan terkait dosis yang kuat antara dosis merkuri dan

hasil perkembangan saraf? Semakin tinggi tingkat merkuri dalam tubuh anak-anak,

semakin besarlah angka masalah-masalah neurologis itu.

Selanjutnya dr. Weil mengatakan bahwa peningkatan masalah perilaku saraf itu kemungkinan

nyata adanya. Dia mengungkapkan dirinya bekerja di sebuah sistem sekolah dengan program

pendidikan khusus dan “Harus saya katakan, jumlah anak-anak yang dibantu dalam

pendidikan khusus tumbuh secara nasional dan di negara-negara bagian pada kecepatan

yang belum terlihat sebelumnya. Jadi ada sejumlah peningkatan. Kita bisa berdebat

tentang penyebabnya.” (halaman 207)

Momen Eureka

Page 17: KEBENARAN DI  BALIK PENUTUP-NUTUPAN VAKSIN (THE TRUTH BEHIND VACCINE COVER UP)

Dokter Johnson tampaknya terkesan pula dengan penemuan-penemuan itu. Katanya pada

halaman 199, “Hubungan ini menuntun saya untuk mendukung rekomendasi bahwa bayi

tidak diimunisasi dengan vaksin berthimerosal hingga usia dua tahun bila sediaaan

alternatif yang cocok tersedia.” Luar biasanya dia menambahkan, “Saya tidak percaya

diagnosis itu membenarkan kompensasi dalam Program Kompensasi Vaksin.” Menariknya,

salah seorang pakar yang hadir adalah dr. Vito Caserta, Chief Officer di Program

Kompensasi Cedera Vaksin.

Di titik ini, dr. Johnson menyampaikan perhatiannya terhadap cucu laki-lakinya. Katanya

(halaman 200), “Maafkan komentar pribadi ini, tapi saat itu saya ditelepon pada jam

delapan untuk keperluan darurat dan menantu saya melahirkan lewat pembedahan.

Putra sulung saya dan saya sendiri tidak ingin bayi itu mendapat vaksin berthimerosal

sampai kami tahu lebih jauh tentang apa yang sebenarnya berlangsung. Mungkin akan

perlu waktu yang lama. Dalam pada itu, dan saya tahu kemungkinan adanya implikasi

hal ini secara internasional, tapi sementara ini saya pikir saya ingin cucu saya hanya

diberi vaksin yang bebas thimerosal.”

Jadi, kita punya seorang ilmuwan yang duduk dalam panel ini yang akhirnya merumuskan

kebijakan pada seluruh anak di negara ini, juga di negara-negara lain, yang takut bila sang

cucu mendapat vaksin berthimerosal, namun dia tidak cukup peduli tentang anak Anda dan

bersuara untuk menghentikan kegilaan ini. Dia mengizinkan penutup-nutupan terjadi seusai

pertemuan ini dan tetap bungkam.

Juga menarik dicatat jika dia merasa bahwa jawaban itu akan datang dalam waktu yang lama,

tapi dalam rentang waktu itu, cucunya akan dilindungi. AAP, AAFP, AMA, CDC dan setiap

organisasi lain akan mendukung vaksin berthimerosal ini dan mengumumkan vaksin-vaksin itu

seaman mata air pegunungan, tapi dr. Johnson dan sejumlah pakar lainnya akan tetap diam.

Hanya di hari terakhir konferensi kita mengetahui bahwa sebagian besar keberatan terkait

hubungan positif antara vaksin berthimerosal dan ADD juga ADHD adalah palsu. Sebagai

contoh, dr. Rapin di halaman 200 mengatakan bahwa semua anak dalam penelitian itu berusia

di bawah 6 tahun, sehingga ADD dan ADHD sangat sulit untuk didiagnosis pada anak usia

pra-sekolah. Dia juga mengatakan bahwa sejumlah anak diikuti (dimonitor) hanya dalam

waktu yang singkat.

Dokter Stein menambahkan, adalah fakta bila usia rata-rata yang didiagnosis ADHD itu 4

tahun 1 bulan. Suatu diagnosis yang sangat sulit dilakukan dan karena itu garis pedoman yang

diterbitkan oleh AAP membatasi diagnosis pada usia 6 hingga 12 tahun. Tentu, dia

menyiratkan bahwa ada terlalu banyak yang terdiagnosis ADHD. Tapi, satu studi terkini

menemukan bahwa penelitian dari Denmark yang terkenal itu, yang membuat Institute of

Medicine mengumumkan ketiadaan hubungan antara autisme dan vaksin MMR, menggunakan

taktik yang sama. Mereka memotong masa follow-up pada usia 6 tahun.

Diketahui bahwa banyak kasus yang muncul setelah masa usia ini, terutama ADD dan ADHD.

Faktanya, nyaris sebagian besar masalah (gangguan) belajar mencul ketika anak dipanggil

untuk mengerjakan tugas yang memerlukan lebih banyak pelibatan intelijensi. Karena itu,

kemungkinannya mereka gagal mendiagnosis sejumlah kasus dengan menghentikan penelitian

terlalu dini.

Beberapa peserta berusaha mengatakan bahwa autisme adalah kelainan genetik dan

karenanya tidak punya hubungan apapun dengan vaksin. Dokter Weil menghabisinya dengan

Page 18: KEBENARAN DI  BALIK PENUTUP-NUTUPAN VAKSIN (THE TRUTH BEHIND VACCINE COVER UP)

berkomentar, “Kita tidak melihat terjadinya perubahan genetik dalam 30 tahun.” Dengan

kata lain, bagaimana kita tiba-tiba melihat peningkatan kelainan yang berhubungan dengan

genetik sebanyak 300% terjadi dalam waktu sesingkat itu? Juga, ada dua bentuk autisme

yang dikenal, pertama yang tampak ketika lahir dan satunya berkembang di kemudian hari

pada masa kanak-kanak. Autisme bentuk pertama belum berubah kejadiannya karena

statistiknya telah terjaga, sedangkan bentuk yang kedua mewabah.

Dalam sebuah diskusi yang menarik yang berakhir dengan pembenaran pandangan bahwa

merkuri di dalam tubuh anak yang diimunisasi dengan vaksin berthimerosal tidak berbahaya,

diketengahkan dua penelitian pada anak-anak yang lahir dari para ibu yang mengonsumsi

sejumlah banyak ikan yang terkontaminasi merkuri. Penelitian kesatu yang dilaporkan di

jurnal Neurotoxicology memeriksa anak-anak yang hidup di Republik Seychelles. Dalam studi

ini, mereka memeriksa efek merkuri pra-kelahiran melalui makanan sang ibu yang

mengonsumsi ikan dengan kandungan metilmerkuri yang tinggi.

Sebuah baterai untuk menguji kejadian penting dalam tonggak perkembangan dipasang dan

tidak ada efek samping yang dilaporkan dalam penelitian yang dilaporkan oleh dr. Clarkson

dan rekan-rekannya, orang yang sama yang hadir di konferensi ini. Dia tidak pernah

menyebutkan bahwa sebuah penelitian lanjutan terhadap anak-anak yang sama, benar-benar

menemukan hubungan positif antara paparan metilmerkuri dan performa buruk dalam tes

memori. Pada penelitian kedua yang dilakukan pada anak-anak yang yang hidup di Kepulauan

Faroe yang terpapar metilmerkuri, para peneliti menemukan kerusakan dalam perkembangan

saraf. Eksperimen ini dilakukan oleh ilmuwan-ilmuwan dari Jepang.

Selama diskusi itu, dr. Clarkson dan yang lain merujuk pada dua penelitian ini. Ketika mereka

diingatkan bahwa penelitian Faroe memang menemukan cedera neurologis pada anak-anak,

mereka membantah dengan berkata ini paparan merkuri sebelum kelahiran, bukan setelah

kelahiran seperti yang akan terlihat dengan vaksinasi. Pemikiran bahwa pada masa pra

kelahiran otak mengalami pembentukan dan perkembangan saraf membuatnya semakin

rentan. Seperti yang sudah saya sebutkan, pertumbuhan dan perkembangan otak yang cepat

berlanjut hingga dua tahun setelah lahir dan bahkan pada usia 6 tahun, otak hanya

terbentuk 80% saja.

Dokter Clarkson terus saja merujuk pada penelitian Seychelles yang memperlihatkan bahwa

anak-anak mencapai tonggak perkembangan saraf yang normal seperti yang ditunjukkan oleh

sejumlah tes. Dokter Weil (halaman 216) mengatakan tes itu tidak memuat informasi apapun

tentang fungsi otak anak-anak itu di masa depan. Katanya, “Saya telah memeriksa banyak

riwayat anak-anak yang bermasalah di sekolah. Riwayat itu berupa tonggak

perkembangan yang normal atau lebih maju namun mereka tidak dapat membaca di

kelas dua, mereka tidak bisa menulis di kelas tiga, mereka tidak mampu mengerjakan

matematika di kelas empat dan sejauh yang bisa saya katakan tidak ada hubungannya

dengan riwayat yang kami dapatkan dari tongggak perkembangan. Jadi saya kira ini

adalah pengukuran yang sangat mentah tentang perkembangan saraf.”

Dengan kata lain, kedua penelitian ini tidak memberi informasi apa-apa mengenai

perkembangan fungsi otak anak-anak itu yang sesungguhnya, kecuali bahwa mereka mencapai

tonggak yang paling dasar. Dengan kata lain, anak Anda mungkin bisa menyusun balok,

mengenali bentuk dan memiliki kemampuan berbahasa yang mendasar, tetapi di kemudian

hari kemampuan itu nyata-nyata melemah ketika mereka menghadapi soal matematika yang

lebih tinggi, ketrampilan bahasa yeng lebih lanjut (pemahaman) dan kemampuan untuk

Page 19: KEBENARAN DI  BALIK PENUTUP-NUTUPAN VAKSIN (THE TRUTH BEHIND VACCINE COVER UP)

bersaing di lingkungan intelektual yang sangat kompetitif, seperti di perkuliahan atau

sekolah menengah. Masa depan mereka akan terbatas pada pekerjaan biasa dan terbatas

secara intelektual.

Perkembangan otak paska kelahiran, yaitu dari saat lahir hingga usia 6 atau 7, melibatkan

penyesuaian yang bagus dari koneksi sinap, perkembangan dendrit dan pemurnian jalur, yang

kesemuanya mempersiapkan otak untuk berpikir lebih kompleks. Elemen-elemen otak ini

sangat peka terhadap toksin dan stimulasi imun yang berlebihan selama masa ini. Hal ini

tidak pernah diungkap selama konferensi.

Lebih jauh, harus pula diingat bahwa anak-anak dalam kedua penelitian tersebut hanya

terpapar metilmerkuri dan bukan efek neurotoksik terkombinasi dari merkuri, aluminium dan

aktivasi sistem imun otak (mikroglia) yang berlebih dan kronis. Inilah yang membuatnya

sangat tidak masuk akal, bahwa beberapa dari ‘vaksinolog’ dan mereka yang disebut ahli akan

meragukan ‘kemasukakalan biologis’ dari thimerosal atau tiap komponen vaksin menyebabkan

masalah-masalah perkembangan saraf. Literatur medis disesaki oleh penelitian semacam itu.

Kemasukakalan biologis itu sangatlah kuat.

Efek Merusak dari Merkuri

Merkuri, misalnya, bahkan dalam konsentrasi rendah, diketahui merusak produksi energi

oleh enzim-enzim mitokondria. Otak memiliki salah satu angka metabolisme tertinggi

diantara organ-organ lain dan kerusakan pada suplai energi, khususnya selama masa

perkembangan, bisa membawa akibat yang menghancurkan. Terlebih lagi, bahkan dalam

konsentrasi yang lebih rendah, merkuri diketahui merusak DNA dan mengacaukan enzim-

enzim perbaikan DNA, yang sekali lagi, berperan vital dalam perkembangan otak.

Merkuri dikenal mengganggu stabilitas neurotubulus dalam konsentrasi yang sangat rendah.

Neurotubulus berperan sangat penting dalam fungsi sel otak yang normal. Merkuri

mengaktifkan sel-sel mikroglia yang meningkatkan eksitotoksisitas dan produksi radikal

bebas otak juga peroksidasi lipid, (yang merupakan) mekanisme sentral dalam cedera otak.

Sebagai tambahan, dengan dosis di bawah angka yang jelas-jelas menyebabkan cedera sel,

merkuri mengganggu sistem transportasi glutamat, yang pada saatnya memicu

eksitotoksisitas, suatu mekanisme sentral dalam autisme dan gangguan neurologis yang lain.

Ironisnya, aluminium juga melumpuhkan sistem ini.

Pada halaman 228, kita temukan pengakuan lain bahwa pemerintah tidak berkepentingan

dalam mendemonstrasikan keamanan vaksin berthimerosal di samping adanya 2000 lebih

artikel yang menunjukkan efek berbahaya dari merkuri. Kita mengetahui referensi dari

fakta bahwa FDA “memiliki sebuah fasilitas yang bagus di Arkansas berisi ratusan ribu

binatang” yang tersedia untuk setiap penelitian demi menjawab isu keamanan ini. Pertanyaan

besarnya adalah, mengapa pemerintah mengabaikan perlunya riset untuk menjawab

pertanyaan tentang keamanan thimerosal? Anda akan mengingat bahwa di awal, para peserta

konferensi mengeluhkan sedikit atau nihilnya penelitian mengenai ‘masalah’ ini.

Ilmuwan Sampah

Lagi, di halaman 229, dr. Brent menyinggung soal tuntutan hukum. Dia berkata di depan

forum bahwa dirinya telah terlibat dalam tiga tuntutan hukum terkait cedera vaksin yang

memicu bayi lahir cacat dan menyimpulkan, “Jika Anda ingin melihat ilmu sampah, lihatlah

kasus-kasus itu…” Dia kemudian mengeluhkan jenis ilmuwan yang bersaksi dalam kasus

tersebut. Dia menambahkan, “Tapi merupakan fakta bila para ilmuwan itu ada di Amerika

Page 20: KEBENARAN DI  BALIK PENUTUP-NUTUPAN VAKSIN (THE TRUTH BEHIND VACCINE COVER UP)

Serikat.” Intinya, dia melabeli siapapun yang melawan ‘kebijakan resmi’ pada vaksin sebagai

ilmuwan sampah. Kita telah mengetahui dalam diskusi ini siapa ‘ilmuwan-ilmuwan sampah’ itu

yang sebenarnya.

Mengetahui temuan mereka dapat menimbulkan masalah besar, dr. Brent menambahkan,

“Penemuan medis/legal dalam penelitian ini, baik sebab akibat atau bukan, adalah

sangat tidak mengenakkan… Bila dibuat tuduhan adanya temuan dalam perilaku saraf

yang disebabkan oleh vaksin berthimerosal, Anda dapat segera temukan seorang

ilmuwan sampah yang mendukung klaim itu dengan kepastian yang cukup masuk akal.”

Pada halaman 229, dia lalu mengakui bahwa mereka berada di posisi sulit karena tidak

memiliki data untuk mendukung argumen mereka. Sekarang, siapakah para ilmuwan sampah

itu?

Apakah ‘ilmuwan tulen’ adalah seorang yang tidak memiliki data, hanya angan-angan dan

‘perasaan’ kalau semua akan baik-baik saja? Apakah ilmuwan sejati itu mereka yang

mengesampingkan para ahli yang dikenal dalam masalah yang masih dipertanyakan selama

konferensi, karena mungkin berbahaya bagi ‘program?’ Atau, apakah ilmuwan asli itu mereka

yang menyatakan bahwa mereka tidak menginginkan sang cucu mendapat vaksin

berthimerosal sampai masalah itu terpecahkan, tapi kemudian mengatakan kepada jutaan

orang tua bila vaksin-vaksin itu sepenuhnya aman bagi anak-anak dan cucu mereka?

Di halaman 231, dr. Meyers berkata, “Yang menjadi perhatian saya, dan sebagian dari

Anda telah ungkapkan, ada hubungan antara vaksin dan hasil yang membuat para orang

tua dan dokter anak khawatir.” Ia mengutip kemungkinan hubungan antara perilaku saraf

akibat vaksin dan masalah-masalah perkembangan otak termasuk jumlah vaksin yang

diberikan, jenis antigen yang dipakai dan bahan tambahan vaksin lainnya.

Dokter Caserta mengemukakan dirinya menghadiri konferensi aluminium tahun lalu dan

mengetahi bahwa logam seringkali bertindak secara berbeda dari bentuk ionnya dalam

lingkungan biologis. Ini menarik, di samping penemuan bahwa fluoride, saat berkombinasi

dengan aluminium membentuk sebuah senyawa yang bisa menghancurkan saraf-saraf

hipokampus pada konsentrasi 0,5 ppm dalam air minum. Tampaknya, aluminium telah

berkombinasi dengan fluoride untuk membentuk senyawa toksik ini. Dengan angka flouridasi

penduduk di atas 60%, air minum menjadi perhatian besar.

Telah diketahui pula bahwa senyawa fluoroaluminium meniru senyawa fosfat dan dapat

mengaktifkan protein G. protein G berperan utama dalam berbagai sistem biologis, termasuk

endokrin (hormon), neurotransmitter dan sebagai pembawa pesan seluler kedua. Beberapa

reseptor glutamat dijalankan oleh mekanisme protein G.

Sanggupkah Anda Menyimpan Rahasia?

Pada 10-15 halaman berikutnya, mereka membahas cara mengontrol informasi ini sehingga

tidak akan bocor, dan jika sampai terjadi kebocoran, bagaimana menanggulangi dampaknya.

Di halaman 284, dr. Clements berkata, “Namun ada titik kala hasil-hasil penelitian ini

harus dijaga, dan bahkan bila komite ini memutuskan tidak adanya hubungan dan

informasi itu bocor, pekerjaan telah terlaksana dan melalui kebebasan informasi yang

akan diambil oleh pihak-pihak lain dan akan dipergunakan untuk hal lain di luar kendali

kelompok ini. Dan saya sangat peduli akan hal itu karena saya kira sudah sangat

terlambat untuk melakukan apapun terlepas dari badan profesional dan apa yang

mereka katakan.”

Page 21: KEBENARAN DI  BALIK PENUTUP-NUTUPAN VAKSIN (THE TRUTH BEHIND VACCINE COVER UP)

Dengan kata lain, dia ingin informasi ini terahasiakan, tidak hanya dari masyarakat, tapi juga

dari para ilmuwan lain dan dokter anak sampai mereka mendapat bimbingan yang memadai.

Pernyataan berikutnya, dr. Clements mengungkap rahasia mengapa dia memutuskan agar tak

ada orang luar yang mendapatkan informasi menyudutkan ini. Katanya, “Kewajiban saya

hadir di sini, di konferensi ini, adalah untuk memastikan pada akhirnya 100 juta anak

diimunisasi DTP, Hepatitis B dan jika memungkinkan Hib, tahun ini, tahun depan dan

tahun-tahun yang akan datang, dan imunisasi itu harus dengan vaksin yang mengandung

thimerosal kecuali terjadi sebuah keajaiban dan suatu alternatif ditemukan dengan

cepat, diujicoba dan terbukti aman.”

Ini adalah salah satu pernyataan yang paling mengejutkan yang pernah saya dengar. Intinya,

dia berkata, saya tidak peduli jika vaksin terbukti berbahaya dan merusak perkembangan

otak anak-anak, vaksin-vaksin ini akan diberikan sekarang dan selamanya. Yang dia pedulikan

dengan pengakuannya sendiri hanyalah untuk melindungi program vaksin, meskipun tidak

aman. Dokter Brent mengatakan kalimat dr. Clements itu sebagai ‘pernyataan yang elok.’

Di halaman 253, kita kembali melihat para ilmuwan ini memberlakukan standar ganda ketika

itu menyangkut anak-anak dan cucu mereka. Dokter Rapin mengemukakan masalah hilangnya

skor IQ satu poin akibat paparan thimerosal. Dia katakan, “Bisakah kita mengukur IQ

dengan seakurat itu, bahwa satu poin kecil itu relevan?” Kemudian pertanyaan itu dia

jawab sendiri, “Bahkan untuk cucu saya, satu poin IQ pun akan saya perjuangkan.”

Tetapi, secara serempak mereka berkata, yang intinya, PERSETAN DENGAN ANAK ANDA,

kepada seluruh Amerika.

Yang juga menarik, mereka mengangkat sejarah timbal sebagai toksin neurobehavioral

(mempengaruhi perilaku saraf). Dokter Weil mengatakan bahwa para ahli toksikologi dan

lembaga-lembaga regulasi telah menurunkan level timbal yang berterima dari 10 ke 5 µg.

Adalah nyata bila sejumlah orang merasakan bahwa dengan level yang lebih rendah pun,

timbal masih bersifat neurotoksik terhadap otak yang sedang berkembang. Sebelum para

ahli toksikologi mulai memeriksa timbal sebagai toksin otak pada anak-anak, sebagian besar

‘pakar’ itu menyangka zat itu tidak beracun bahkan pada level yang tinggi sekalipun. Lagi-lagi,

hal itu menunjukkan para ‘pakar’ bisa salah dan masyarakatlah yang menjadi korban.

Dokter Chen (halaman 256) mengungkapkan kekhawatirannya bila informasi ini jatuh ke

publik. Katanya, “Sejauh ini kita telah diberi hak istimewa karena sensitifnya informasi,

kita telah mampu mengatur dan menjaganya dari, katakan saja, tangan-tangan yang

kurang bertanggung jawab…” Dokter Bernier sependapat dan berujar, “Informasi ini telah

dipegang cukup erat.” Lalu dia mengistilahkannya ‘informasi yang diembargo’ dan informasi

yang sangat-sangat dilindungi.’

Bahwa mereka mengetahui implikasi dari temuan mereka terilustrasi dari pernyataan dr.

Chen di halaman 258. Katanya, “Saya kira seluruhnya adalah aura ini yang membuat kita

terlibat dalam sesuatu yang sama pentingnya dengan hal lain yang pernah kita lakukan.

Jadi saya pikir ini adalah elemen lain yang membuat pertemuan ini spesial.”

Anda mungkin ingat, dr. Weil menekankan bahwa analisis data itu tidak menyisakan keraguan

adanya korelasi kuat antara masalah-masalah perkembangan saraf dan paparan vaksin

berthimerosal. Maka, kalau mereka memahami pentingnya penemuan ini dan ini hal paling

penting yang pernah mereka hadapi, mengapa pula disembunyikan dari publik? Adalah fakta

bila hal itu menjadi lebih buruk.

Page 22: KEBENARAN DI  BALIK PENUTUP-NUTUPAN VAKSIN (THE TRUTH BEHIND VACCINE COVER UP)

Dengan demikian Anda tidak akan meragukan pernyataan saya bila konferensi para ahli ini

tidak obyektif. Saya hadirkan kata-kata dr. Walter Orenstein, direktur Program Imunisasi

Nasional di CDC, pada halaman 259. Dia mengatakan, “Saya telah melihatnya (Verstraeten)

di pertemuan demi pertemuan yang berurusan dengan pribadi-pribadi yang terlalu

skeptis…” ‘Pribadi-pribadi yang terlalu skeptis’, apakah ini terdengar seperti ilmuwan-

ilmuwan obyektif yang ingin melihat data dengan pikiran yang jernih ataukah mereka para

ilmuwan yang yakin sebelum pertemuan diadakan sehingga tidak ada bahaya pada anak dari

thimerosal atau komponen vaksin yang lain?

Dalam salah satu pernyataan penutup, dr. Bernier (halaman 257) berkata, “hal lain yang

menampar saya adalah sains,” artinya, sains yang diungkapkan oleh para hadirin dalam

pertemuan itu. Lalu dr. Orenstein menambahkan, “Saya ingin berterimakasih kepada Roger

Bernier yang telah menuntaskan pertemuan ini lebih awal…” Inilah pertemuan yang telah

disebut sebagai salah satu pertemuan terpenting yang pernah mereka adakan dan kita

mengetahui pertemuan itu diselesaikan dalam waktu lebih awal. Lebih jauh, kita diberitahu

bahwa hasil pertemuan ini pada akhirnya akan menuntun kebijakan vaksin.

Kemudian dia bernyali untuk menambahkan, “Pertemuan ini membahas persoalan-persoalan

yang kita temukan pada musim panas lalu saat kita berusaha merumuskan kebijakan

tanpa adanya tinjauan ilmiah yang hati-hati. Saya kira sekarang kita telah

memahaminya dengan jelas.”

Saya benci menjadi satu-satunya orang yang mengungkapnya, tapi dia tidak memahaminya.

Hanya sedikit atau tidak ada sains di pertemuan ini; pertemuan ini lebih didominasi tawar-

menawar dan pembahasan detil yang tidak penting tentang metodologi epidemiologi dan detil

statistik untuk mendiskreditkan data tanpa hasil. Pada kenyataan, mereka yang disebut

pakar-pakar merkuri mengakui bahwa mereka harus melakukan pekerjaan rumah kilat untuk

menyegarkan ingatan dan belajar sesuatu tentang subyek itu.

Kesimpulan

Pertemuan super rahasia ini diadakan untuk membahas sebuah penelitian yang dilakukan oleh

dr. Thomas Verstraeten dan rekan-rekannya dengan menggunakan data dari Vaccine Safety

Datalink sebagai suatu proyek kolaborasi antara Program Imunisasi Nasional (NIP) milik CDC

dan empat organisasi pemeliharaan kesehatan (HMO). Penelitian itu memeriksa 110.000

anak. Dalam batasan data itu, mereka melakukan kajian yang sangat cermat dan menemukan

hal-hal berikut ini:

1. Paparan terhadap vaksin berthimerosal pada usia satu bulan dikaitkan dengan

penderitaan dan kelainan kebahagiaan yang berhubungan dengan dosis. Semakin tinggi

paparan thimerosal pada anak, semakin tinggi pula kelainan yang dialami. Kelainan ini

ditandai dengan menangisnya bayi tanpa terkendali dan lebih banyak bertingkah

daripada bayi yang normal.

2. Ditemukan suatu peningkatan risiko ADD yang hampir signifikan dengan paparan 12,5

µg pada satu usia bulan.

3. Pada pparan di usia 3 bulan, mereka menemukan peningkatan risiko kelainan

perkembangan saraf seiring paparan thimerosal yang menigkat. Hal ini secara

statistik signifikan. Kelainan ini termasuk gangguan bicara.

Penting untuk diingat bahwa kelompok kontrol yang digunakan bukanlah anak-anak yang tidak

terpapar thimerosal, namun anak-anak dengan paparan thimerosal 12,5 µg. Artinya, ada

Page 23: KEBENARAN DI  BALIK PENUTUP-NUTUPAN VAKSIN (THE TRUTH BEHIND VACCINE COVER UP)

kemiripan yang nyata sehingga terdapat lebih banyak masalah perkembangan saraf yang

akan terlihat seandainya mereka memakai kontrol yang bebas thimerosal.

Tidak seorangpun yang menolak jika penemuan ini signifikan dan mengusik. Tetapi, pada

kajian final yang dipublikasikan di jurnal Pediatrics, dr. Verstraeten dan kawan-kawan

melaporkan tidak adanya hubungan yang konsisten antara vaksin berthimerosal dan masalah-

masalah perkembangan saraf. Tambahan, dia menyebutkan dirinya bekerja di di CDC, tidak

membuka fakta bahwa saat artikel itu diterima, dia bekerja untuk Glaxo Smith Kline,

sebuah pabrik vaksin.

Jadi, bagaimana mereka melakukan trik sulap itu? Mereka hanya menambahkan HMO lain ke

data, yaitu Harvard Pilgrimage. Senator Dave Weldon menulis dalam suratnya ke direktur

CDC bahwa HMO ini telah diambil alih oleh negara bagian Massachusetts akibat rekam

jejaknya yang kacau. Tapi, penelitian ini mampu melenyapkan data yang memalukan dari

penelitiannya terdahulu. Usaha Senator Weldon untuk memaksa CDC agar merilis data itu ke

peneliti independen, dr. Mark Geier, seorang peneliti yang memiliki kredensial tanpa cacat

dan terpublikasi secara luas di jurnal-jurnal peer-reviewed (karya pengarang dievaluasi oleh

satu atau lebih pakar lain di bidang yang sama) telah berulang kali gagal.

Jalaslah bahwa penutup-nutupan yang masif sedang berlangsung, seperti yang telah kita

lihat dalam banyak skandal lainnya, fluoride, eksitotoksin dalam makanan, pestisida,

aluminium dan kini vaksin. Saya memperingatkan mereka yang kritis terhadap vaksin agar

tidak hanya menyoroti satu zat saja, yaitu thimerosal sebagai biang masalah utama. Tidak

perlu dipertanyakan lagi bila thimerosal punya peran besar, tapi ada faktor-faktor lain yang

juga penting, termasuk aluminium, kompleks fluoroaluminium dan aktivasi kronis mikroglia

otak.

Adalah fakta jika aktivasi mikroglia yang berlebih dan kronis dapat menjelaskan banyak

efek dari paparan vaksin berlebihan seperti yang saya tunjukkan dalam dua artikel yang

terbit baru-baru ini. Satu sifat dari aluminium dan merkuri adalah aktivasi mikroglia. Dengan

aktivasi mikroglia, eksitotoksin berkonsentrasi besar dan sitokin neurotoksik pun

dikeluarkan. Keduanya telah terbukti merusak koneksi sinap, dendrit dan menyebabkan

perkembangan jalur saraf yang tidak normal pada otak yang sedang berkembang, juga pada

otak orang dewasa.

Intinya, ada terlalu banyak vaksin yang diberikan kepada anak-anak selama masa

pertumbuhan otak yang paling cepat. Logam-logam yang diketahui beracun dipakai dalam

vaksin sehingga mengganggu metabolisme otak, enzim-enzim antioksidan, merusak DNA dan

enzim-enzim perbaikan DNA dan memicu eksitotoksisitas. Mengeluarkan merkuri akan

membantu namun tidak akan menyelesaikan masalah karena aktivasi berlebihan sistem imun

otak akan menyebabkan kerusakan neurologis dengan tingkat keparahan yang bervariasi

pada otak yang sedang berkembang yang (sifatnya) sangat rentan.

Page 24: KEBENARAN DI  BALIK PENUTUP-NUTUPAN VAKSIN (THE TRUTH BEHIND VACCINE COVER UP)

Catatan kami:

Artikel ini adalah terjemahan dari analisis dr. Russell Blaylock tentang dokumen dari

pertemuan 'rahasia' tahun 2000 yang membahas hasil kajian dr. Verstraeten dkk. Terlepas

dari kerahasiaan itu, Wikipedia -yang bisa diedit oleh semua- pun jelas menyebutkannya.

CDC telah melepas informasi ini ke publik. Tetapi, tautan untuk mendownload

dokumen/transkrip hasil konferensi Simpsonwood yang disediakan oleh Wiki adalah link

mati.

Transkrip asli dari dokumen Simpsonwood yang dr. Blaylock kaji bisa didownload dari

sini atau sana.

Sumber: http://wnho.net/vaccine_coverup.htm

References For This Article

1. Lorscheider, FL; Vimy, MJ; Pendergrass, JC; Haley, BE. Mercury vapor exposure

inhibits tubulin binding to GTP in rat brain: A molecular lesion also present in human

Alzheimer brain From: FASEB J. 9(4): A-3845. FASEB Annual Meeting, Atlanta,

Georgia, 10 March 1995.

2. Grandjean P, Budtz-Jorgensen E, White RF, Jorgensen PJ, Weihe P, Debes F,

Keiding N Methylmercury exposure biomarkers as indicators of neurotoxicity in

children aged 7 years. From: Am J Epidemiol 1999 Aug 1;150(3):301-5.

3. Albers JW, Kallenbach LR, Fine LJ, Langolf GD, Wolfe RA, Donofrio PD, Alessi AG,

Stolp-Smith KA, Bromberg MB Neurological abnormalities associated with remote

occupational elemental mercury exposure. Ann Neurol 1988 Nov;24(5):651-9.

4. Aschner M, Lorscheider FL, Cowan KS, Conklin DR, Vimy MJ, Lash LH

Metallothionein induction in fetal rat brain and neonatal primary astrocyte cultures

by in utero exposure to elemental mercury vapor (Hg0). From: Brain Res 1997 Dec

5;778(1):222-32.

5. Soederstroem S, Fredriksson A, Dencker L & Ebendal T The effect of mercury

vapour on cholinergic neurons in the fetal brain: studies on the expression of nerve

growth factor and its low- and high-affinity receptors. Developmental Brain

Research 85(1):96-108 (1995).

6. Drasch G, Schupp I, Hofl H, Reinke R & Roider G. Mercury burden of human fetal

and infant tissues. Eur J Pediatr 153:607-610 (1994).

7. Szucs A, Angiello C, Salanki J, Carpenter DO Effects of inorganic mercury and

methylmercury on the ionic currents of cultured rat hippocampal neurons. Cell Mol

Neurobiol 1997 Jun;17(3):273-88.

8. Low-Level Exposure to Methylmercury Modifies Muscarinic Cholinergic Receptor

Binding Characteristics in Rat Brain and Lymphocytes: Physiologic Implications and

New Opportunities in Biologic Monitoring Teresa Coccini,1 Giovanna Randine,2

Stefano M. Candura,1,3 Rossella E. Nappi,2,3 Leon D. Prockop,4 and Luigi Manzo.

9. Sorg O, Schilter B, Honegger P, Monnet-Tschudi F Increased vulnerability of

neurones and glial cells to low concentrations of methylmercury in a prooxidant

situation. Acta Neuropathol (Berl) 1998 Dec;96(6):621-7.

10. Liang YX, Sun RK, Sun Y, Chen ZQ, Li LH Psychological effects of low exposure to

mercury vapor: application of a computer-administered neurobehavioral evaluation

system. Environ Res 1993 Feb;60(2):320-7.

Page 25: KEBENARAN DI  BALIK PENUTUP-NUTUPAN VAKSIN (THE TRUTH BEHIND VACCINE COVER UP)

11. Sundberg J, Jonsson S, Karlsson MO, Oskarsson A Lactational exposure and

neonatal kinetics of methylmercury and inorganic mercury in mice. Toxicol Appl

Pharmacol 1999 Jan 15;154(2):160-9.

12. Inouye M., Murao K., Kajiwara Y., Behavorial and neuropathological effects of

prenatal methyl Mercury exposure in mice.. Neurobehav.Toxicol Teratol.

,1985:7;227-232.

13. Koos et al., Mercury toxicity in pregnant women, fetus and newborn infant. Am J

Obstet And Gynecol., 1976:126;390-409.

14. Khera et al., Teratogenic and genetic effects of Mercury toxicity. The biochemistry

of Mercury in the environment. Nriagu, J.O.Ed Amsterdam Elsevier, 503-18,1979.

15. Drasch G, Schupp I, Hofl H, Reinke R, Roider G Mercury burden of human fetal and

infant tissues. Eur J Pediatr 1994 Aug;153(8):607-10.

16. Yoshida M, Yamamura Y, Satoh H Distribution of mercury in guinea pig offspring

after in utero exposure to mercury vapor during late gestation Arch Toxicol 1986

Apr;58(4):225-8.

17. Yuan,Y; Atchison,WD. Comparative effects of inorganic divalent mercury,

methylmercury and phenylmercury on membrance excitability and synaptic

transmission of CA1 neurons in hippocampal slices of the rat Neurotoxicology.

14(2):403-411, 1994.

18. Desi I, Nagymajtenyi L, Schulz H Effect of subchronic mercury exposure on

electrocorticogram of rats. Neurotoxicology 1996 Fall-Winter;17(3-4):719-23.

19. Bucio L, Garcia C, Souza V, Hernandez E, Gonzalez C, Betancourt M, Gutierrez-Ruiz

MC Uptake, cellular distribution and DNA damage produced by mercuric chloride.

Mutat Res 1999 Jan 25;423(1-2):65-72.

20. Hua MS, Huang CC, Yang YJ Chronic elemental mercury intoxication:

neuropsychological follow-up case study. Brain Inj 1996 May;10(5):377-84.

21. Grandjean P, Weihe P, White RF, Debes F Cognitive performance of children

prenatally exposed to "safe" levels of methylmercury. Environ Res 1998

May;77(2):165-72.

22. Hock C, Drasch G, Golombowski S, Muller-Spahn F, Willershausen-Zonnchen B,

Schwarz P, Hock U, Growdon JH, Nitsch RM Increased blood mercury levels in

patients with Alzheimer's disease. J Neural Transm 1998;105(1):59-68.

23. Oskarsson A, Palminger Hallen I & Sundberg J. Exposure to toxic elements via

breast milk. Analyst 120(3):765-770 (1995).

24. Hock C, Drasch G, Golombowski S, Muller-Spahn F, Willershausen-Zonnchen B,

Schwarz P, Hock U, Growdon JH, Nitsch RM Increased blood mercury levels in

patients with Alzheimer's disease. J Neural Transm 1998;105(1):59-68.

25. Wenstrup D, Ehmann WD, Markesbery WR Trace element imbalances in isolated

subcellular fractions of Alzheimer's disease brains. Brain Res 1990 Nov

12;533(1):125-31

26. Basun H, Forssell LG, Wetterberg L, Winblad B Metals and trace elements in plasma

and cerebrospinal fluid in normal aging and Alzheimer's disease. J Neural Transm

Park Dis Dement Sect 1991;3(4):231-58.

27. Hock C, Drasch G, Golombowski S, Muller-Spahn F, Willershausen-Zonnchen B,

Schwarz P, Hock U, Growdon JH, Nitsch RM Increased blood mercury levels in

patients with Alzheimer's disease. J Neural Transm 1998;105(1):59-68.

28. Pendergrass JC, Haley BE, Vimy MJ, Winfield SA, Lorscheider FL Mercury vapor

inhalation inhibits binding of GTP to tubulin in rat brain: similarity to a molecular

lesion in Alzheimer diseased brain. Neurotoxicology 1997;18(2):315-24.

Page 26: KEBENARAN DI  BALIK PENUTUP-NUTUPAN VAKSIN (THE TRUTH BEHIND VACCINE COVER UP)

29. Opitz H, Schweinsberg F, Grossmann T, Wendt-Gallitelli MF, Meyermann R

Demonstration of mercury in the human brain and other organs 17 years after

metallic mercury exposure. Clin Neuropathol 1996 May-Jun;15(3):139-44.

30. Sanfeliu C, Sebastia J, Cristofol R, Rodriguez-Farre E. Neurotoxicity of

organomercurial compounds. Neurotox Res. 2003;5(4):283-305.

31. el-Fawal HA, Gong Z, Little AR, Evans HL Exposure to methylmercury results in

serum autoantibodies to neurotypic and gliotypic proteins.Neurotoxicology 1996

Summer;17(2):531-9.

32. Faustman EM, Ponce RA, Ou YC, Mendoza MA, Lewandowski T, Kavanagh T.

Investigations of methylmercury-induced alterations in neurogenesis. Environ Health

Perspect. 2002 Oct;110 Suppl 5:859-64.

33. Reading R. Thimerosal and the occurrence of autism: negative ecological evidence

from Danish population-based data. Child Care Health Dev. 2004 Jan;30(1):90-1.

34. Qvarnstrom J, Lambertsson L, Havarinasab S, Hultman P, Frech W. Determination

of methylmercury, ethylmercury, and inorganic mercury in mouse tissues, following

administration of thimerosal, by species-specific isotope dilution GC-inductively

coupled plasma-MS. Anal Chem. 2003 Aug 15;75(16):4120-4.

35. Shanker G, Syversen T, Aschner M. Astrocyte-mediated methylmercury

neurotoxicity. Biol Trace Elem Res. 2003 Oct;95(1):1-10.

36. Zheng W, Aschner M, Ghersi-Egea JF. Brain barrier systems: a new frontier in

metal neurotoxicological research. Toxicol Appl Pharmacol. 2003 Oct 1;192(1):1-11.

37. Kawase T, Ishikawa I, Orikasa M, Suzuki A. An assessment of the impact of

thimerosal on childhood neurodevelopmental disorders. Geier DA, Geier MR. J

Biochem (Tokyo). 1989 Jul; 106(1): 8-10. Aluminum enhances the stimulatory effect

of NaF on prostaglandin E2 synthesis in a clonal osteoblast-like cell line, MOB 3-4, in

vitro. Pediatr Rehabil. 2003 Apr-Jun;6(2):97-102.

38. Geier MR, Geier DA. Thimerosal in childhood vaccines, neurodevelopmental

disorders, and heart disease in the United States. J Amer Physc Surg 8: 6-11, 2003.

39. Allen JW, Shanker G, Tan KH, Aschner M. The consequences of methylmercury

exposure on interactive functions between astrocytes and neurons. Neurotoxicology

23: 755-759, 2002.

40. Hansen JC, Reske-Nielsen E, et al. Distribution of dietary mercury in a dog.

Quantitation and localization of total mercury in organs and central nervous system.

Sci Total Environ 78: 23-43, 1989.

41. Zanoli P, Cannazza G, Baraldi M. Prenatal exposure to methyl mercury in rats: focus

on changes in kyrenine pathway. Brain Res Bull 55: 235-238, 2001.

42. Olivieri G, Brack C, et al. Mercury induces cell cytotoxicity and oxidative stress and

increases beta-amyloid secretion and tau phosphorylation in SHY5Y neuroblastoma

cells. J Neurochem 74: 231-236, 2000.

43. Juarez BI, Mattinez M, et al. Methylmercury increases glutamate extracellular

levels in frontal cortex of awake rats. Neurotoxicology and Teratology 24: 767-771,

2002.

44. Geier DA, Geier MR. An assessment of the impact of thimerosal on childhood

neurodevelopmental disorders. Pediatric Rehabil 6: 97-102, 2003.

45. Geier DA, Geier MR. A comparative evaluation of the effects of MMR immunization

and mercury doses from thimerosal-containing childhood vaccines on the population

prevalence of autism. Med Sci Monit 10: P133-139, 2004.

46. Baskin DS, Ngo H, Didenko VV. Thimerosal indices DNA breaks, caspase-3

activation, membrane damage, and cell death in cultured human neurons and

fibroblast. Toxicol Sci 74: 361-368, 2003.

Page 27: KEBENARAN DI  BALIK PENUTUP-NUTUPAN VAKSIN (THE TRUTH BEHIND VACCINE COVER UP)

47. Pichichero ME, et al. Mercury concentrations and metabolism in infants receiving

vaccines containing thimerosal: a descriptive study. Lancet 360: 1737-1741, 2002.

48. Murata K, Dakeishi M. Impact of prenatal methylmercury exposure on child

neurodevelopment in the Faroe Islands. Nippon Eiseigaku Zasshi 57: 564-570, 2002.

49. Davidson PW, Myers GJ, et al (Clarkson TW-member of panel) Effects of prenatal

and postnatal exposure from fish consumption on neurodevelopment: outcomes at 66

months of age in the Seychelles Child Development Study. JAMA 280: 701-707,

1998.

50. Palumbo DR, Cox C, et al. (ClarksonTW) Association between prenatal exposure to

methylmercury and cognitive functioning in Seychellois children: a reanalysis of the

McCarthy Scales of Children's Ability from the main cohort study. Environ Res 84:

81-88, 2000.

51. Hornig M, Chian D, Lipkin WI. Neurotoxic effects of postnatal thimerosal are mouse

strain dependent. Mol Psychiatry (In press).

52. Ueha-Ishibashi T, et al. Property of thimerosal-induced decrease in cellular content

of gluatathione in rat thymocytes: a flow cytometric study with 5-

chloromethylfluorescein. Toxicol in Vitro 18: 563-569, 2004.

53. Ueha-Ishibaschi T, et al. Effect of thimerosal, a preservative in vaccines, on

intracellular Ca+2 concentration of ra cerebellar neurons. Toxicology 195: 77-84,

2004.

54. Havarinasab S, Lambertsson L, et al. Dose-response study of thimerosal-induced

murine systemic autoimmunity. Toxicol Appl Pharmacol 194: 169-179, 2004.

55. Verstraeten T, Davis RL, DeStefano F, et al. Safety of thimerosal-containing

vaccines: a two-phase study of computerized health maintenance organization

databases. Pediatrics 112: 1039-1048, 2003. (This is the published study that was

discussed in the conference. Here the damaging data is erased and the public is told

the thimerosal-containing vaccines are perfectly safe. In this paper Dr. Verstraeten

identified himself as working for the CDC, but in fact he is working for

GlaxoSmithKline. The editors of the journal Pediatrics should have been willing to

disclose this information once it was brought to their attention but they would not.).

Aluminum References

1. Murayama H, Shin RW, Higuchi J, Shibuya S, Muramoto T, Kitamoto T. Interaction

of aluminum with PHFtau in Alzheimer's disease neurofibrillary degeneration

evidenced by desferrioxamine-assisted chelating autoclave method.Am J Pathol.

1999 Sep;155(3):877-85.

2. Shin RW, Kruck TP, Murayama H, Kitamoto T. A novel trivalent cation chelator

Feralex dissociates binding of aluminum and iron associated with

hyperphosphorylated tau of Alzheimer's disease. Brain Res. 2003 Jan

24;961(1):139-46.

3. Li W, Ma KK, Sun W, Paudel HK. Phosphorylation sensitizes microtubule-associated

protein tau to Al(3+)-induced aggregation. Neurochem Res. 1998 Dec;23(12):1467-

76.

4. Singer SM, Chambers CB, Newfry GA, Norlund MA, Muma NA. Tau in aluminum-

induced neurofibrillary tangles. Neurotoxicology. 1997;18(1):63-76.

5. Toda S, Yase Y. Effect of aluminum on iron-induced lipid peroxidation and protein

oxidative modification of mouse brain homogenate. Biol Trace Elem Res. 1998

Feb;61(2):207-17.

Page 28: KEBENARAN DI  BALIK PENUTUP-NUTUPAN VAKSIN (THE TRUTH BEHIND VACCINE COVER UP)

6. Sayre LM, Perry G, Harris PL, Liu Y, Schubert KA, Smith MA. In situ oxidative

catalysis by neurofibrillary tangles and senile plaques in Alzheimer's disease: a

central role for bound transition metals. J Neurochem. 2000 Jan;74(1):270-9.

7. Xie CX, Yokel RA. Aluminum facilitation of iron-mediated lipid peroxidation is

dependent on substrate, pH and aluminum and iron concentrations. Arch Biochem

Biophys. 1996 Mar 15;327(2):222-6.

8. Kawase T, Ishikawa I, Orikasa M, Suzuki A. Aluminum enhances the stimulatory

effect of NaF on prostaglandin E2 synthesis in a clonal osteoblast-like cell line, MOB

3-4, in vitro. J Biochem (Tokyo). 1989 Jul; 106(1): 8-10.

9. Jope RS. Modulation of phosphoinositide hydrolysis by NaF and aluminum in rat

cortical slices. J Neurochem. 1988 Dec; 51(6): 1731-6.

10. Blair HC, Finch JL, Avioli R, Crouch EC, Slatopolsky E, Teitelbaum SL. Micromolar

aluminum levels reduce 3H-thymidine incorporation by cell line UMR 106-01. Kidney

Int. 1989 May; 35(5): 1119-25.

11. Shainkin-Kestenbaum R, Adler AJ, Berlyne GM, Caruso C. Effect of aluminium on

superoxide dismutase. Clin Sci (Lond). 1989 Nov; 77(5): 463-6.

12. Kawase T, Orikasa M, Suzuki A. Aluminofluoride- and epidermal growth factor-

stimulated DNA synthesis in MOB 3-4-F2 cells. Pharmacol Toxicol. 1991 Nov; 69(5):

330-7.

13. Gomes MG, Moreira CA, Mill JG, Massaroni L, Oliveira EM, Stefanon I, Vassallo DV.

Effects of aluminum on the mechanical and electrical activity of the Langendorff-

perfused rat heart. Braz J Med Biol Res. 1994 Jan; 27(1): 95-100.

14. Jope RS. Modulation of phosphoinositide hydrolysis by NaF and aluminum in rat

cortical slices. J Neurochem. 1988 Dec; 51(6): 1731-6.

15. Husaini Y, Rai LC, Mallick N. Impact of aluminium, fluoride and fluoroaluminate

complex on ATPase activity of Nostoc linckia and Chlorella vulgaris. Biometals. 1996

Jul; 9(3): 277-83.

16. Blair HC, Finch JL, Avioli R, Crouch EC, Slatopolsky E, Teitelbaum SL. Micromolar

aluminum levels reduce 3H-thymidine incorporation by cell line UMR 106-01. Kidney

Int. 1989 May; 35(5): 1119-25.

17. Lai JC, Lim L, Davison AN. Effects of Cd2+, Mn2+, and Al3+ on rat brain

synaptosomal uptake of noradrenaline and serotonin. J Inorg Biochem. 1982 Nov;

17(3): 215-25.

18. Shainkin-Kestenbaum R, Adler AJ, Berlyne GM, Caruso C. Effect of aluminium on

superoxide dismutase. Clin Sci (Lond). 1989 Nov; 77(5): 463-6.

19. Department of Health and Human Services National Vaccine Program Office

Presents: Workshop on Aluminum in Vaccines. Caribe Hilton International Hotel, San

Juan, Puerto Rico: Jointly sponsored by: task Force for Child Survival and

Development. May 12, 200.

20. Varner JA, Jenson KF, Harvath W, Isaacson RL. Chronic administration of aliminum-

fluoride or sodium-fluoride to rats in drinking water: alterations in neuronal and

cerebrovascular integrity. Brain Res 784: 284-298, 1998.

21. Strunecka A, Pataocka J. Aluminofluoride complexes: new phosphate analogues for

laboratory investigations and potential danger for living organisms.

http://www.fluoridation.com/brain3.htm

22. Candura SM, Castildi AF, et al. Interaction of aluminum ions with phosphoinositide

metabolism in rat cerebral cortical membranes. Life Sci 49: 1245-1252, 1991.

23. Publicover SJ. Brief exposure to the G-protein activator NaF/ AlCl3 induces

prolonged enhancement of synaptic transmission in area of rat hippocampal slices.

Expl Brain Res 84: 680-684, 1991.

Page 29: KEBENARAN DI  BALIK PENUTUP-NUTUPAN VAKSIN (THE TRUTH BEHIND VACCINE COVER UP)

24. Brenner A. Macrophagic myofascitiitis: a summery of Dr. Supp 3): S5-6,

2002.Gherardi's presentations. Vaccine 20

25. Lacson AG, D'Cruz CA, et al. Aluminum phagocytosis in quadriceps muscle following

vaccination in children: relationship to macrophagic myofasciitis. Pediatr Dev Pathol

5: 151-158, 2002.

26. Flarend RE, Hem SL, et al. In vivo absorption of aluminum-containing vaccine

adjuvants using 26 Al. Vaccine 15: 131401318, 1997.

27. Authier FJ Cherin P, et al. Central nervous system disease in patients with

macrophagic myofasciitis. Brain 124: 974-983, 2001.

28. Gherardi RK. Lessons from macrophagic myofasciitis: towards definition of a vaccine

adjuvant-related syndrome. Rev Neurol (Paris) 159: 162-164, 2003.

29. Bergfors E, Trollfors B, Inerot A. Unexpectantly high incidence of persistent

itching and delayed hypersensitivity to aluminum in children after the used of

absorbed vaccines from a single manufacturer. Vaccine 22: 64-69, 2003.

30. Deloncle R, Fauconneau B, et al. Aluminum L-glutamate complexes in rat brain cortex:

in vivo prevention of aluminum deposit by magnesium D-aspartate. Brain Res 946:

247-252, 2002.

31. Mundy WR, Freudenrich TM, Kodavanti PR. Aluminum potentates glutamate-induced

calcium accumulation and iron-induced oxygen free radical formation in primary

neuronal cultures. Mol Chem Neuropathol 32: 41-57, 1997.

References Concerning Lead

1. Naatala JT, Loikkanen JJ, et al. Lead amplifies glutamate-induced oxidative stress.

Free Radical Biology Medicine 19: 689-693, 1995.

2. Morgan RE, Garavan H, et al. Early lead exposure produces lasting changes in

sustained attention, response initiation, and reactivity to errors. Neurotoxicology

and Teratology 23: 519-531, 2001.

3. Needleman HL, McFarland C, et al. Bone lead levels in adjudicated delinquents: A

case control study. Neurotoxicology and Teratology 24: 711-717, 2002.

4. Dietrich KN, Ris MD, et al. Early exposure to lead and juvenile delinquency.

Neurotoxicology and Teratology 23: 511-518, 2001.

My References

1. Blaylock R. Interaction of cytokines, excitotoxins, and reactive nitrogen and oxygen

species in autism spectrum disorders. J. Amer Nutr Assoc 6: 21-35, 2003.

2. Blaylock RL. The central role of excitotoxicity in autism spectrum disorders. J Amer

Nutra Assoc 6: 7-19, 2003.

3. Blaylock RL. Chronic microglial activation and excitotoxicity secondary to excessive

immune stimulation: possible factors in Gulf War Syndrome and autism. J Amer Phys

Surg 9: 46-51, 2004.

Translation copyright / more about vaccine: http://curhatanmanis.blogspot.com