BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badutarepository.poltekkes-tjk.ac.id/964/5/BAB II.pdfmengakibatkan...

52
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Baduta 1. Pengertian Baduta Baduta adalah sebutan yang ditujukan untuk anak usia bawah dua tahun atau sekitar 0-24 bulan (Depkes RI, 2006). Masa ini menjadi begitu penting karena di masa inilah upaya menciptakan sumber daya manusia yang baik dan berkualitas. Apalagi 6 bulan terakhir kehamilan dan dua tahun pertama setelah melahirkan, biasanya disebut dengan masa masa keemasan dimana sel otak dalam perkembangan dan pertumbuhan yang optimal. Kekurangan gizi pada masa ini dapat menyebabkan gagal tumbuh dan berakibat buruk dimasa yang akan datang (Hadi, 2010). B. Pertumbuhan Menurut Adriana Merryana & Wirjatmadi Bambang, 2012 Pertumbuhan bayi atau balita yaitu: 1. Pertumbuhan Bayi/Balita Hampir tidak ada dua bayi yang sama dalam pertumbuhan, ada yang tetap tumbuh keccil, tetapi ada juga yang menjadi besar, tumbuh secara berlebihan. Diantara kedua pertumbuhan tersebut dinamakan pertumbuhan rata-rata”.

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badutarepository.poltekkes-tjk.ac.id/964/5/BAB II.pdfmengakibatkan...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badutarepository.poltekkes-tjk.ac.id/964/5/BAB II.pdfmengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Baduta

1. Pengertian Baduta

Baduta adalah sebutan yang ditujukan untuk anak usia bawah dua

tahun atau sekitar 0-24 bulan (Depkes RI, 2006). Masa ini menjadi begitu

penting karena di masa inilah upaya menciptakan sumber daya manusia

yang baik dan berkualitas. Apalagi 6 bulan terakhir kehamilan dan dua

tahun pertama setelah melahirkan, biasanya disebut dengan masa masa

keemasan dimana sel otak dalam perkembangan dan pertumbuhan yang

optimal. Kekurangan gizi pada masa ini dapat menyebabkan gagal tumbuh

dan berakibat buruk dimasa yang akan datang (Hadi, 2010).

B. Pertumbuhan

Menurut Adriana Merryana & Wirjatmadi Bambang, 2012 Pertumbuhan bayi

atau balita yaitu:

1. Pertumbuhan Bayi/Balita

Hampir tidak ada dua bayi yang sama dalam pertumbuhan, ada yang tetap

tumbuh keccil, tetapi ada juga yang menjadi besar, tumbuh secara

berlebihan. Diantara kedua pertumbuhan tersebut dinamakan “

pertumbuhan rata-rata”.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badutarepository.poltekkes-tjk.ac.id/964/5/BAB II.pdfmengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas

8

Pertumbuhan rata-rata seorang bayi dipengaruhi oleh :

a. Faktor keturunan

b. Faktor gizi (makanan)

c. Faktor kemampuan orang tuanya (sosial-ekonomi)

d. Faktor kelamin

e. Faktor ras/suku bangsa

Untuk menilai pertumbuhan anak,baik bayi maupunbalita dapat diambil

ukuran-ukuran “antropometrik”, antara lain :

a. Berat badan

b. Tinggi badan/ panjang badan

c. Lingkar kepala

d. Gigi

e. Organ-organ tubuh

2. Berat Badan

Pengukuran berat badan merupakan pengukuran yang terpenting dalam

memeriksa bayi/balita. Pengukuran berat badan dapat berfungs untuk :

a. Menilai keadaan gizi,tumbuh kebang, dan kesehatan anak

b. Memantau kesehatan, misalnya penyakit dan pengobatan.

c. Dasar perhitungan dosis obat dan makaan yang perlu diberikan

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badutarepository.poltekkes-tjk.ac.id/964/5/BAB II.pdfmengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas

9

C. Perkembangan Anak

Menurut Kemenkes RI (2012) Perkembangan anak terbagi atas:

1. Ciri-ciri dan Prinsip-prinsip Tumbuh Kembang Anak

Proses tumbuh kembang anak mempunyai beberapa ciri-ciri yang

saling berkaitan. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut :

a. Perkembangan menimbulkan perubahan

Perkembangan terjadi bersamaan dengan pertumbuhan. Setiap

pertumbuhan disertai dengan perubahan fungsi. Misalnya

perkembangan intelegensia pada seorang anak akan menyertai

pertumbuhan otak dan serabut saraf.

b. Pertumbuhan dan perkembangan pada tahap awal menentukan

perkembangan selanjutnya.

Setiap anak tidak akan bisa melewati satu tahap perkembangan

sebelum ia melewati tahapan sebelumnya. Sebagai contoh,

seorang anak tidak akan bisa berjalan sebelum ia bisa berdiri.

Seorang anak tidak akan bisa berdiri jika pertumbuhan kaki dan

bagian tubuh lain yang terkait dengan fungsi berdiri anak

terhambat. Karena itu perkembangan awal ini merupakan masa

kritis karena akan menentukan perkembangan selanjutnya.

c. Pertumbuhan dan perkembangan mempunyai kecepatan yang

berbeda.

Sebagaimana pertumbuhan, perkembangan mempunyai

kecepatan yang berbeda-beda, baik dalam pertumbuhan fisik

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badutarepository.poltekkes-tjk.ac.id/964/5/BAB II.pdfmengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas

10

maupun perkembangan fungsi organ dan perkembangan pada

masing-masing anak.

d. Perkembangan berkorelasi dengan pertumbuhan.

Pada saat pertumbuhan berlangsung cepat, perkembangan pun

demikian, terjadi peningkatan mental, memori, daya nalar,

asosiasi dan lain-lain. Anak sehat, bertambah umur, bertambah

berat, dan tinggi badannya serta bertambah kepandaiannya.

e. Perkembangan mempunyai pola yang tetap.

Perkembangan fungsi organ tubuh terjadi menurut dua hukum

yang tetap, yaitu :

1) Perkembangan terjadi lebih dahulu di daerah kepala,

kemudian menuju ke arah kaudal/anggota tubuh (pola

sefalokaudal).

2) Perkembangan terjadi lebih dahulu di daerah proksimal

(gerak kasar) lalu berkembang ke bagian distal seperti jari-

jari yang mempunyai kemampuan gerak halus (pola

proksimodistal)

f. Perkembangan memiliki tahap yag berurutan.

Tahap perkembangan seorang anak mengikuti pola yang teratur

dan berurutan. Tahap-tahap tersebut tidak bisa terjadi terbalik,

misalnya anak terlebih dahulu mampu membuat lingkaran

sebelum mampu membuat gambar kotak, anak mampu berdiri

sebelum berjalan dan sebagainya.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badutarepository.poltekkes-tjk.ac.id/964/5/BAB II.pdfmengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas

11

Proses tumbuh kembang anak juga mempunyai prinsip-prinsip yang saling

berkaitan. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut :

1) Perkembangan merupakan hasil proses kematangan dan belajar.

Kematangan merupakan proses intrinsik yang terjadi dengan sendirinya,

sesuai dengan potensi yang ada pada individu. Belajar merupakan

perkembangan yang berasal dari latihan dan usaha. Melalui belajar, anak

memperoleh kemampuan menggunakan sumber yang diwariskan dan potensi

yang dimiliki anak.

2) Pola perkembangan dapat diramalkan.

Terdapat persamaan pola perkembangan bagi semua anak. Dengan demikian

perkembangan seorang anak dapat diramalkan. Perkembangan berlangsung

dari tahapan umum ke tahapan spesifik, dan terjadi berkesinambungan.

2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Tumbuh Kembang

Anak

Pada umumnya anak memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan

normal yang merupakan hasil interaksi banyak faktor yang mempengaruhi

pertumbuhan dan perkembangan anak. Adapun faktor-faktor tersebut

antara lain :

a. Faktor dalam (internal) yang berpengaruh pada tumbuh kembang

anak.

1) Ras/etnik atau bangsa.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badutarepository.poltekkes-tjk.ac.id/964/5/BAB II.pdfmengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas

12

Anak yang dilahirkan dari ras/bangsa Amerika, maka ia tidak

memiliki faktor herediter ras/bangsa indonesia atau sebaliknya.

2) Keluarga

Ada kecenderungan keluarga yang memiliki postur tubuh

tinggi, pendek, gemuk atau kurus.

3) Umur

Kecepatan pertumbuhan yang pesat adalah pada masa prenatal,

tahun pertama kehidupan dan masa remaja.

4) Jenis kelamin

Fungsi reproduksi pada anak perempuan berkembang lebih

cepat daripada laki-laki. Tetapi setelah melewati masa pubertas,

pertumbuhan anak laki-laki lebih cepat.

5) Genetik

Genetik (heredokonstitusional) adalah bawaan anak yaitu

potensi anak yang akan menjadi ciri khasnya. Ada beberapa

kelainan genetik yang berpengaruh pada tumbuh kembang anak

seperti kerdil.

6) Kelainan kromosom

Kelainan kromosom umumnya disertai dengan kegagalan

pertumbuhan seperti pada sindroma Down’s dan sindroma

Turner’s.

b. Faktor luar (eksternal)

1) Faktor Prenatal

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badutarepository.poltekkes-tjk.ac.id/964/5/BAB II.pdfmengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas

13

a) Gizi

Nutrisi ibu hamil terutama dalam trimester akhir

kehamilan akan mempengaruhi pertumbuhan janin.

b) Mekanis

Posisi fetus yang abnormal bisa menyebabkan kelainan

kongenital seperti club foot.

c) Toksin/zat kimia

Beberapa obat-obatan seperti Aminopterin, Thalidomid,

dapat menyebabkan kelainan kongenital seperti

palatoskisis.

d) Endokrin

Diabetes meilitus dapat menyebabkan mekrosomia,

kardiomegali, hiperplasia adrenal.

e) Radiasi

Paparan radium dan sinar Rontgen dapat

mengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali,

spina bifida, retardasi mental dan deformitas anggota

gerak, kelainan kongenital mata, kelainan jantung.

f) Infeksi

Infeksi pada trimester pertama dan kedua oleh TORCH

(Toksoplasma, Rubella, Sitomegalo Virus Herpers

simpleks) dapat menyebabkan kelainan pada janin ;

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badutarepository.poltekkes-tjk.ac.id/964/5/BAB II.pdfmengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas

14

katarak, bisu tuli, mikrosefali, retardasi mental, dan

kelainan jantung kongenital.

g) Kelainan imunologi

Eritobaltosis fetalis timbul atas dasar perbedaan

golongan darah antara janin dan ibu sehingga ibu

membentuk antibodi terhadap sel darah merah janin,

kemudian melalui plasenta masuk dalam peredaran

darah janin dan akan menyebabkan hemolisis yang

selanjutnya mengakibatkan hiperbilirubinemia dan Kern

icterus yang akan menyebabkan kerusakan jaringan

otak.

h) Anoksia embrio

Anoksia embrio yang disebabkan oleh gangguan fungsi

plasenta menyebabkan pertumbuhan terganggu.

i) Psikologi ibu

Kehamilan yang tidak diinginkan, perlakuan

salah/kekerasan mental pada ibu hamil dan lain-lain.

2) Faktor Persalinan

Komplikasi persalinan pada bayi seperti trauma kepala,

asfiksia, dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak.

3) Faktor Pascasalin

a) Gizi

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badutarepository.poltekkes-tjk.ac.id/964/5/BAB II.pdfmengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas

15

Untuk tumbuh kembang bayi, dperlukan zat makanan

yang adekuat.

b) Penyakit kronis/kelainan kongenital

Tuberkulosis, anemia, kelainan jantung bawaan

mengakibatkan retardasi pertumbuhan janin.

c) Lingkungan fisis dan kimia

Lingkungan sering disebut melieu adalah tempat anak

tersebut hidup yang berfungsi sebagai penyedia

kebutuhan dasar anak (provider). Sanitasi lingkungan

yang kurang baik, kurangnya sinar matahari , paparan

sinar radioaktif, zat kimia tertentu (Pb, Mercuri, rokok,

dll) mempunyai dampak yang negatif terhadap

pertumbuhan anak.

d) Psikologis

Hubungan anak dengan prang sekitarnya. Seorang anak

yang tidak diketahui oleh orang tuanya atau anak yang

selalu merasa tertekan, akan mengalami hambatan di

dalam pertumbuhan dan perkembangannya.

e) Endokrin

Gangguan hormon, misalnya pada penyakit hipotiroid

akan menyebabkan anak mengalami hambatan

pertumbuhan.

f) Sosio-ekonomi

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badutarepository.poltekkes-tjk.ac.id/964/5/BAB II.pdfmengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas

16

Kemiskinan selalu berkaitan dengan kekurangan

makanan, kesehatan lingkungan yang jelek dan

ketidaktahuan, akan menghambat pertumbuhan anak.

g) Lingkungan pengasuh

Pada lingkungan pengasuh, interaksi ibu-anak sangat

mempengaruhi tumbuh kembang anak.

h) Stimulasi

Perkembangan memerlukan rangsangan/stimulasi

khususnya dalam keluarga, misalnya penyediaan alat

mainan, sosialisasi anak, keterlibatan ibu dan anggota

keluarga lain terhadap kegiatan anak.

i) Obat-obatan

Pemakaian kortikosteroid jangka lama akan

menghambat pertumbuhan, demikian halnya dengan

pemakaian obat perangsang terhadap susunan saraf

yang menyebabkan terhambatnya produksi hormon

pertumbuhan.

3. Aspek-aspek Perkembangan yang Dipantau

a. Gerak kasar atau motorik kasar adalah aspek yang berhubungan

dengan kemampuan anak melakukan pergerakan dan sikap tubuh

yang melibatkan otot-otot besar seperti duduk, berdiri, dan

sebagainya.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badutarepository.poltekkes-tjk.ac.id/964/5/BAB II.pdfmengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas

17

b. Gerak halus atau motorik halus adalah aspek yang berhubungan

dengan kemampuan anak melakukan gerakan yang melibatkan

bagian-bagian tubuh tertentu dan dilakukan oleh otot-otot kecil, tetapi

memerlukan koordinasi yang cermat seperti mengamati sesuatu,

menjimpit, menulis, dan sebagainya.

c. Kemampuan bicara dan bahasa adalah aspek yang berhubungan

dengan kemampuan untuk memberikan respons terhadap suara,

berbicara, berkomunikasi, mengikuti perintah dan sebagainya.

d. Sosialisasi dan kemandirian adalah aspek yang berhubungan dengan

kemampuan mandiri anak (makan sendiri, membereskan mainan

selesai bermain), berpisah dengan ibupengasuh anak, bersosialisasi

dan berinteraksi dengan lingkungannya, dan sebagainya.

4. Stimulasi tumbuh kembang balita dan anak prasekolah.

Stimulasi adalah kegiatan merangsang kemampuan dasar anak umur 0-

6 tahun agar anak tumbuh dan berkembang secara optimal. Setiap anak

perlu mendapat stimulasi rutun sedini mungkin dan terus menerus pada

setiap kesempatan .stimulasi tumbuh kembang anak di lakukan oleh ibu

dan ayah yang merupakan orang terdekat dengan anak.kurangnya

stimulasi dapat menyebabkan penyimpangan tumbuh kembang anak

bahkan gangguan yang menetap.

Dalam melakukan stimulasi tumbuh kembang anak ,ada beberapa

prinsip dasar yang perluu di perhatikan ,yaitu sebagai berikut .

a. Stimulasi di lakukan dengan di landasi rasa cinta dan kasih sayang .

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badutarepository.poltekkes-tjk.ac.id/964/5/BAB II.pdfmengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas

18

b. Selalu tunjukan sikap dan perilaku yang baik karena anak akan

meniru tingkah laku orang –orang yang terdekat dengan nya.

c. Berikan stimulasi sesuai dengan kelompok umur anak .

d. Lakukan stimulasi dengan cara mengajak anak bermain, bernyanyi,

bervariasi, menyenangkan ,tanpa paksaan dan tidak ada hukuman .

e. Lakukan stimulasi secara bertahap dan berkelanjutan sesuai umur

anak, terhadap ke 4 aspek kemampuan dasar anak .

f. Gunakan alat bantu /permainan yang sederhana ,aman dan ada

disekitar anak.

g. Berikan kesempatan yang sama pada anak laki-laki dan perempuan .

h. Anak selalu di beri pujian, bila perlu diberikan hadiah untuk

keberhasilannya.

5. Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak

Melakukan deteksi dini penyimpangan tumbuh kembang artinya

melakukan skrining mendeteksi secara dini adanya penyimpangan tumbuh

kembang balita dan pra sekolah ,termasuk menindaklanjuti setiap keluhan

orang tua terhadap masalah tumbuh kembang anaknya.

Ada 3 jenis deteksi dini tumbuh kembang yang dapat dikerjakan

tenaga kesehatan di tingkat puskesmas dan jaringannya berupa :

a. Deteksi Dini Penyimpangan Pertumbuhan

Deteksi dini penyimpanggan pertumbuhan yaitu untuk mengetahui/

menentukan satus gizi kurang /buruk Dan mikro/macrosefal.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badutarepository.poltekkes-tjk.ac.id/964/5/BAB II.pdfmengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas

19

Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan di lakukan di semua

tingkat pelayanan. Adapun pelaksanaan dan alat yang di gunakan

adalah sebagai berikut.

1) Pengukuran berat badan terhadap tinggi badan (bb/tb)

Tujuan pengukuran BB/TB adalah menentukan status gizii

anak normal, kurus, kurus sekali atau gemuk

Jadwal pengukuran bb/ tb di sesuaikan dengan jadwal deteksi

dini tumbuh kembang balita.

Pengukuran dan penilaian BB/TB di lakukan oleh tenaga

kesehatan terlatih. Cara pengukuran berat badan/tinggi badan

sesuai tabel sebagai berikut:

a) Cara pengukuran berat badan /tinggi badan

No Cara pengukuran

1 Menggunakan timbangan bayi

a. Timbangan bayi di gunakan untuk menimbang anak sampai

umur 2 tahun atau selama anak masih bisa berbaring /duduk

tenang `

b. Letakkan timbangan pada meja yang datar dan tidak mudah

bergoyang

c. Lihat posisi jarum atau angka harus menunjuk ke angka o

d. Bayi sebaiknya telanjang tanpa topi,kaos kaki sarung tangan

e. Baringkan bayi dengan hati=hati di atas timbangan .

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badutarepository.poltekkes-tjk.ac.id/964/5/BAB II.pdfmengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas

20

f. Lihat jarum timbangan sampai berhenti.

g. Baca angka yang di tunjukan oleh jarum timbangan atau

angka timbangan .

h. Bila bayi terus menerus bergerak,perhatikan gerakan

jarum,baca tengah-tengah gerakan jarum ke kanan dan ke

kiri

2. Menggunakan timbangan injak

a. Letakkan timbangan di lantai yang datar sehingga tidak

mudah bergerak.

b. Lihat posisi jarum atau angka harus menunjuk ke angka O.

c. Anak sebaiknya memakai baju sehari-hari yang tipis, tidak

memakai alas kaki, jaket, topi, jam tangan, kalung, dan tidak

memegang sesuatu.

d. Anak berdiri di atas timbangan tanpa dipegangi.

e. Lihat jarum timbangan sampai berhenti.

f. Baca angka yang ditunjukkan oleh jarum timbangan atau

angka timbangan.

Sumber: Kemenkes RI, 2012

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badutarepository.poltekkes-tjk.ac.id/964/5/BAB II.pdfmengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas

21

1) Cara pengukuran panjang badan (PB) atau tinggi badan (TB) sesuaitabel

berikut.

N

o

Cara pengukuran

1. Cara mengukur dengan posisi berbaring:

a. Sebaiknya dilakukan oleh 2 orang.

b. Bayi dibaringkan telentang pada alas yang datar.

c. Kepala bayi menempel pada pembatas angka O.

d. Petugas 1: kedua tangan memegang kepala bayi agar tetap

menempel

e. pada pembatas angka 0 (pembatas kepala).

f. Petugas 2: tangan kiri menekan lutu bayi agar lurus, tangan kanan

menekan batas kaki ke telapak kaki

Petugas 2: membaca angka di tepi di luar pengukur

2 Gara mengukur dengan posisi berdiri

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badutarepository.poltekkes-tjk.ac.id/964/5/BAB II.pdfmengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas

22

1. Anak tidak memakai sandal atau sepatu.

2. Berdiri tegak menghadap kedepan.

3. Punggung, pantat dan tumit menempel pada tiang pengukur.

4. Turunkan batas atas pengukur sampai menempel di ubun-ubun.

5. Baca angka pada batas tersebut.

Sumber: Kemenkes RI, 2012

Penggunaan Tabel BB/TB

1) Ukur tinggi/panjang dan timbang berat badan anak, sesuai cara diatas.

2) Lihat kolom Tinggi/Panjang Badan anak yang sesuai dengan hasil

pengukuran.

3) Pilih kolom Berat Badan untuk laki-laki (kiri) atau perempuan (kanan)

sesuai jenis kelamin anak, cari angka berat badan yang terdekat dengan

berat badan anak.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badutarepository.poltekkes-tjk.ac.id/964/5/BAB II.pdfmengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas

23

4) Dari angka berat badan tersebut, lihat bagian atas kolom untuk mengetahui

angka Standar Deviasi (SD).

5) Untuk menentukan bagaimana dengan status gizi anak tersebut,

menggunakan grafik WHO 2006 dan terdapat pada buku KIA revisi

2015.

Pengukuran Lingkaran Kepala Anak (LKA)

1) Tujuan pengukuran lingkaran kepala anak adalah untuk

mengetahui lingkaran kepala anak dalam batas normal atau di luar

batas normal.

2) Jadwal, disesuaikan dengan umur anak. Umur 0–11 bulan,

pengukuran dilakukan setiap tiga bulan. Pada anak yang lebih

besar, umur 12–72 bulan, pengukuran dilakukan setiap enam

bulan. Pengukuran dan penilaian lingkaran kepala anak dilakukan

oleh tenaga kesehatan terlatih.

3) Cara mengukur lingkaran kepala

4) Alat pengukur dilingkarkan pada kepala anak melewati dahi,

menutupi alis mata, diatas kedua telinga, dan bagian belakang

kepala yang menonjol, tarik agak kencang.

5) Baca angka pada pertemuan dengan angka O.

6) Tanyakan tanggal lahir bayi/anak, hitung umur bayi/anak.

7) Hasil pengukuran dicatat pada grafik lingkaran kepala menurut

umur dan jenis kelamin anak.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badutarepository.poltekkes-tjk.ac.id/964/5/BAB II.pdfmengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas

24

8) Buat garis yang menghubungkan ukuran yang lalu dengan ukuran

sekarang.

a) Interpretasi

(1) Apabila ukuran lingkaran kepala anak berada di dalam ”jalur

hijau”, lingkaran kepala anak normal.

(2) Apabila ukuran lingkaran kepala anak berada di luar ”jalur hijau”,

lingkaran kepala anak tidak normal.

(3) Lingkaran kepala anak tidak normal ada 2 (dua), yaitu makrosefal

(4) apabila berada di atas ”jalur hijau” dan mikrosefal apabila berada

di bawah ”jalur hijau”.

b) Intervensi

Apabila ditemukan makrosefal maupun mikrosefal segera dirujuk ke

rumah sakit.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badutarepository.poltekkes-tjk.ac.id/964/5/BAB II.pdfmengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas

25

2. Deteksi Dini Penyimpangan Perkembangan Anak

Deteksi dini penyimpangan perkembangan, yaitu untuk mengetahui

gangguan perkembangan anak (keterlambatan), gangguan daya lihat,

gangguan daya dengar.

Deteksi dini penyimpangan perkembangan anak dilakukan di semua

tingkat pelayanan. Adapun pelaksana dan alat yang digunakan adalah

sebagaimana yang ditunjukkan pada tabel berikut.

a. KPSP (Kueisioner Pra Skrining Perkembangan)

1) Tujuan skrining/pemeriksaan perkembangan alat menggunakan

KPSP adalah untuk mengetahui perkembangan anak normal atau

ada penyimpangan.

2) Jadwal skrining/pemeriksaan KPSP rutin adalah pada umur 3, 6,

9, 12, 15, 18, 21, 24, 30, 36, 42, 48, 54, 60, 66, dan 72 bulan. Jika

anak belum mencapai umur skrining tersebut, minta ibu datang

kembali pada umur skrining terdekat untuk pemeriksaan rutin.

Misalnya, bayi umur 7 bulan maka yang digunakan adalah KPSP 6

bulan. Apabila anak ini kemudian sudah berumur 9 bulan, yang

diberikan adalah KPSP 9 bulan.

3) Skrining/pemeriksaan dilakukan oleh tenaga kesehatan, guru TK,

dan petugas PADU terlatih.

4) Alat/instrumen yang digunakan sebagai berikut.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badutarepository.poltekkes-tjk.ac.id/964/5/BAB II.pdfmengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas

26

Formulir KPSP menurut umur. Formulir ini berisi 9–10

pertanyaan tentang kemampuan perkembangan yang telah dicapai

anak.

Sasaran KPSP anak umur 0–72 bulan.

Alat bantu pemeriksaan berupa pensil, kertas, bola sebesar bola

tenis, kerincingan, kubus berukuran sisi 2,5 cm sebanyak 6 buah,

kismis, kacang tanah, potongan biskuit kecil berukuran 0,5–1 cm.

5) Cara menggunakan KPSP

a) Pada waktu pemeriksaan/skrining, anak harus dibawa.\

b) Tentukan umur anak dengan menanyakan tanggal bulan dan

tahun anak lahir. Apabila umur anak lebih 16 hari dibulatkan

menjadi 1 bulan.

Contoh: bayi umur 3 bulan 16 hari, dibulatkan menjadi 4

bulan. Apabila umur bayi 3 bulan 15 hari, dibulatkan menjadi

3 bulan.

c) Setelah menentukan umur anak, pilih KPSP yang sesuai

dengan umur anak.

d) KPSP terdiri ada 2 macam pertanyaan, yaitu pertama,

pertanyaan yang dijawab oleh ibu/pengasuh anak. Contoh:

”Dapatkah bayi makan kue sendiri?” Kedua, perintah kepada

ibu/pengasuh anak atau petugas untuk melaksanakan tugas

yang tertulis pada KPSP. Contoh: ”Pada posisi bayi Anda

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badutarepository.poltekkes-tjk.ac.id/964/5/BAB II.pdfmengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas

27

telentang, tariklah bayi pada pergelangan tangannya secara

perlahan-lahan ke posisi duduk.”

e) Jelaskan kepada orangtua agar tidak ragu-ragu atau takut

menjawab. Karena itu, pastikan ibu/pengasuh anak mengerti

apa yang ditanyakan kepadanya.

f) Tanyakan pertanyaan tersebut secara berturutan, satu per satu.

Setiap pertanyaan hanya ada 1 jawaban, ”Ya” atau ”Tidak”.

Catat jawaban tersebut pada formulir.

g) Ajukan pertanyaan yang berikutnya setelah ibu/pengasuh anak

menjawab pertanyaan terdahulu.

h) Teliti kembali apakah semua pertanyaan telah dijawab.

6) Interpretasi hasil KPSP

a) Hitunglah berapa jumlah jawaban Ya.

(1) Jawaban ”Ya”, apabila ibu/pengasuh anak menjawab: anak

bisa atau pernah atau sering atau kadang-kadang

melakukannya

(2) Jawaban ”Tidak”, bila ibu/pengasuh anak menjawab: anak

belum pernah melakukan atau tidak pernah atau

ibu/pengasuh anak tidak tahu.

b) Jumlah jawaban ”Ya” = 9 atau 10, perkembangan anak sesuai

dengan tahap perkembangannya (S).

(1) Jumlah jawaban ”Ya” = 7 atau 8, perkembangan anak

meragukan (M).

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badutarepository.poltekkes-tjk.ac.id/964/5/BAB II.pdfmengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas

28

(2) Jumlah jawaban ”Ya” = 6 atau kurang, kemungkinan ada

penyimpangan (P).

(3) Untuk jawaban ”Tidak”, perlu diperinci jumlah jawaban

”Tidak” menurut jenis keterlambatan (gerak kasar, gerak

halus, bicara dan bahasa, sosialisasi dan kemandirian).

b. Intervensi

a) Apabila perkembangan anak sesuai umur (S), lakukan tindakan

berikut:

(1) Beri pujian karena telah mengasuh anaknya dengan baik.

(2) Teruskan pola asuh anak sesuai dengan tahap

perkembangan anak.

(3) Beri stimulasi perkembangan anak setiap saat, sesering

mungkin, sesuai dengan kepada ibu umur dan kesiapan

anak.

(4) Ikutkan anak pada kegiatan penimbangan dan pelayanan

kesehatan di posyandu secara teratur sebulan 1 kali dan

setiap ada kegiatan Bina Keluarga Balita (BKB). Jika anak

sudah memasuki usia prasekolah (36–72 bulan), anak dapat

diikutkan pada kegiatan di Pusat Pendidikan Anak Usia

Dini (PAUD), Kelompok Bermain dan Taman Kanak-

kanak.

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badutarepository.poltekkes-tjk.ac.id/964/5/BAB II.pdfmengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas

29

(5) Lakukan pemeriksaan/skrining rutin menggunakan KPSP

setiap 3 bulan pada anak berumur kurang dari 24 bulan dan

setiap 6 bulan pada anak umur 24 sampai 72 bulan.

b) Apabila perkembangan anak meragukan (M), lakukan tindakan

berikut.

(1) Beri petunjuk pada ibu agar melakukan stimulasi

perkembangan pada anak lebih sering lagi, setiap saat dan

sesering mungkin.

(2) Ajarkan ibu cara melakukan intervensi stimulasi

perkembangan anak untuk mengatasi

penyimpangan/mengejar ketertinggalannya.

(3) Lakukan pemeriksaan kesehatan untuk mencari

kemungkinan adanya penyakit yang menyebabkan

penyimpangan perkembangannya.

(4) Lakukan penilaian ulang KPSP 2 minggu kemudian

dengan menggunakan daftar KPSP yang sesuai dengan

umur anak.

(5) Jika hasil KPSP ulang jawaban ”Ya” tetap 7 atau 8,

kemungkinan ada penyimpangan (P).

c) Apabila tahapan perkembangan terjadi penyimpangan (P), lakukan

tindakan rujukan ke rumah sakit dengan menuliskan jenis dan

jumlah penyimpangan perkembangan (gerak kasar, gerak halus,

bicara dan bahasa, sosialisasi dan kemandirian).

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badutarepository.poltekkes-tjk.ac.id/964/5/BAB II.pdfmengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas

30

e. Tes Daya Dengar (TDD)

1) Tujuan tes daya dengar adalah untuk menemukan gangguan

pendengaran sejak dini, agar dapat segera ditindaklanjuti untuk

meningkatkan kemampuan daya dengar dan bicara anak.

2) Jadwal TDD adalah setiap 3 bulan pada bayi umur kurang dari 12

bulan dan setiap 6 bulan pada anak umur 12 bulan ke atas. Tes ini

dilaksanakan oleh tenaga kesehatan, guru TK, tenaga PADU dan

petugas terlatih lainnya

3) Alat/sarana yang diperlukan adalah

4) Instrumen TDD menurut umur anak;

5) Gambar binatang (ayam, anjing, kucing), manusia;

6) Mainan (boneka, kubus, sendok, cangkir, bola).

7) Cara melakukan TDD

a) Tanyakan tanggal, bulan, dan tahun anak lahir, kemudian hitung

umur anak dalam bulan.

b) Pilih daftar pertanyaan TDD yang sesuai dengan umur anak.

Pada anak umur kurang dari 24 bulan

1) Semua pertanyaan harus dijawab oleh orang tua/pengasuh anak.

Tidak usah ragu-ragu atau takut menjawab, karena tidak untuk mencari

siapa yang salah.

2) Bacakan pertanyaan dengan lambat, jelas dan nyaring, satu per satu,

berurutan.

3) Tunggu jawaban dari orangtua/pengasuh anak.

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badutarepository.poltekkes-tjk.ac.id/964/5/BAB II.pdfmengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas

31

4) Jawaban ”Ya” jika menurut orang tua/pengasuh, anak dapat melakukannya

dalam satu bulan terakhir.

5) Jawaban ”Tidak” jika menurut orang tua/pengasuh anak tidak pernah,

tidak tahu atau tak dapat melakukannya dalam satu bulan terakhir.

Pada anak umur 24 bulan atau lebih

1) Pertanyaan-pertanyaan berupa perintah melalui orangtua/ pengasuh untuk

dikerjakan oleh anak.

2) Amati kemampuan anak dalam melakukan perintah orangtua/ pengasuh.

3) Jawaban ”Ya” jika anak dapat melakukan perintah orangtua/ pengasuh.

4) Jawaban ”Tidak” jika anak tidak dapat atau tidak mau melakukan perintah

orangtua/pengasuh.

c) Interpretasi

(1) Apabila ada satu atau lebih jawaban ”Tidak”, kemungkinan anak

mengalami gangguan pendengaran.

(2) Catat dalam Buku KIA atau kartu kohort bayi/balita atau status/

catatan medik anak, jenis kelainan.

d) Intervensi

(1) Tindak lanjut sesuai dengan buku pedoman yang ada.

(2) Rujuk ke rumah sakit apabila tidak dapat ditanggulangi

f. Tes Daya Lihat (TDL)

a) Tujuan tes daya lihat adalah untuk mendeteksi secara dini kelainan

daya lihat agar segera dapat dilakukan tindakan lanjutan sehingga

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badutarepository.poltekkes-tjk.ac.id/964/5/BAB II.pdfmengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas

32

kesempatan untuk memperoleh ketajaman daya lihat menjadi lebih

besar.

b) Jadwal tes daya lihat dilakukan setiap 6 bulan pada anak usia

prasekolah umur 36 sampai 72 bulan. Tes ini dilaksanakan oleh

tenaga kesehatan, guru TK, tenaga PADU, dan petugas terlatih

lainnya.

c) Alat/sarana yang diperlukan adalah

(1) Ruangan yang bersih, tenang dengan penyinaran yang baik;

(2) Dua buah kursi, 1 untuk anak, 1 untuk pemeriksa;

(3) Poster ”E” untuk digantung dan kartu ”E” untuk dipegang

anak;

(4) Alat penunjuk.

d) Cara melakukan tes daya lihat

(1) Pilih suatu ruangan yang bersih dan tenang, dengan

penyinaran yang baik.

(2) Gantungkan poster ”E” setinggi mata anak pada posisi

duduk.

(3) Letakkan sebuah kursi sejauh 3 meter dari poster ”E”,

menghadap ke poster ”E”.

(4) Letakkan sebuah kursi lainnya di samping poster ”E” untuk

pemeriksa.

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badutarepository.poltekkes-tjk.ac.id/964/5/BAB II.pdfmengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas

33

e) Pemeriksa memberikan kartu ”E” kepada anak.. Latih anak dalam

mengarahkan kartu ”E” menghadap atas, bawah, kiri, dan kanan

sesuai yang ditunjuk pada poster ”E” oleh pemeriksa. Beri pujian

setiap kali anak mau melakukannya. Lakukan hal ini sampai anak

dapat mengarahkan kartu ”E” dengan benar.

f) Selanjutnya, anak diminta menutup sebelah matanya dengan buku/

kertas.

g) Dengan alat penunjuk, tunjuk huruf ”E ” pada poster, satu per satu,

mulai baris pertama sampai baris keempat atau baris ”E” terkecil

yang masih dapat dilihat.

h) Puji anak setiap kali dapat mencocokkan posisi kartu ”E” yang

dipegangnya dengan huruf ”E” pada poster.

i) Ulangi pemeriksaan tersebut pada mata satunya dengan cara yang

sama.

j) Tulis baris ”E” terkecil yang masih dapat dilihat, pada kertas yang

telah disediakan.

k) Interpretasi

Anak prasekolah umumnya tidak mengalami kesulitan melihat

sampai baris ketiga pada poster ”E”. Apabila kedua mata anak tidak

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badutarepository.poltekkes-tjk.ac.id/964/5/BAB II.pdfmengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas

34

dapat melihat baris ketiga poster ”E”, artinya tidak dapat

mencocokkan arah kartu ”E” yang dipegangnya dengan arah ”E”

pada baris ketiga yang ditunjuk oleh pemeriksa, kemungkinan anak

mengalami gangguan daya lihat.

l) Intervensi

Apabila kemungkinan anak mengalami gangguan daya lihat, minta

anak datang lagi untuk pemeriksaan ulang. Bila pada pemeriksaan

berikutnya, anak tidak dapat melihat sampai baris yang sarna, atau

tidak dapat melihat baris yang sama dengan kedua matanya, rujuk

ke rumah sakit dengan menuliskan mata yang mengalami gangguan

(kanan, kiri atau keduanya).

g. Deteksi Dini Penyimpangan Mental Emosional

Deteksi dini penyimpangan mental emosional adalah

kegiatan/pemeriksaan untuk menemukan secara dini adanya masalah

mental emosional, autisme dan gangguan pemusatan perhatian dan

hiperaktivitas pada anak, agar dapat segera dilakukan tindakan

intervensi. Apabila penyimpangan mental emosional terlambat

diketahui, intervensinya akan lebih sulit dan hal ini akan berpengaruh

pada tumbuh kembang anak. Deteksi ini dilakukan oleh tenaga

kesehatan.

Ada beberapa jenis alat yang digunakan untuk mendeteksi secara

dini adanya penyimpangan mental emosional pada anak, yaitu sebagai

berikut.

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badutarepository.poltekkes-tjk.ac.id/964/5/BAB II.pdfmengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas

35

1) Kuesioner Masalah Mental Emosional (KMME) bagi anak umur

36 bulan sampai 72 bulan.

2) Ceklis Autis Anak Prasekolah (Checklist for Autism in

Toddlers/CHAT) bagi anak umur 18 bulan sampai 36 bulan.

3) Formulir deteksi dini Gangguan Pemusatan Perhatian dan

Hiperaktivitas

4) (GPPH) menggunakan Abbreviated Conners Rating Scale bagi

anak umur 36 bulan ke atas.

h. Deteksi Dini Masalah Mental Emosional pada Anak Prasekolah

1) Tujuannya adalah untuk mendeteksi secara dini adanya

penyimpangan/ masalah mental emosional pada anak pra sekolah

2) Jadwal deteksi dini masalah mental emosional adalah rutin setiap

6 bulan pada anak umur 36 bulan sampai 72 bulan. Jadwal ini

sesuai dengan jadwal skrining/pemeriksaan perkembangan anak.

3) Alat yang digunakan adalah Kuesioner Masalah Mental

Emosional (KMME) yang terdiri dari 12 pertanyaan untuk

mengenali problem mental emosional anak umur 36 bulan

sampai 72 bulan.

4) Cara melakukan

a) Tanyakan setiap pertanyaan dengan lambat, jelas dan

nyaring, satu persatu perilaku yang tertulis pada KMME

kepada orang tua/ pengasuh anak.

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badutarepository.poltekkes-tjk.ac.id/964/5/BAB II.pdfmengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas

36

b) Catat jawaban ”Ya”, kemudian hitung jumlah jawaban

”Ya”.

5) Interpretasi

Apabila jawaban ”Ya” hanya 1 (satu)

Lakukan konseling kepada orang tua menggunakan Buku

Pedoman Pola Asuh yang Mendukung Perkembangan Anak.

6) Apabila ada jawaban ”Ya”, kemungkinan anak mengalami

masalah mental emosional.

7) Intervensi

a) Lakukan evaluasi setelah 3 bulan, apabila tidak ada

perubahan rujuk ke rumah sakit yang memiliki fasilitas

kesehatan jiwa/ tumbuh kembang anak.

b) Apabila jawaban ”Ya” ditemukan 2 (dua) atau lebih Rujuk

ke rumah sakit yang memiliki fasilitas kesehatan

jiwa/tumbuh kembang anak. Rujukan harus disertai

informasi mengenai jumlah dan masalah mental emosional

yang ditemukan.

i. Deteksi Dini Autis pada Anak Prasekolah

1) Tujuannya adalah untuk mendeteksi secara dini adanya autis

pada anak umur 18 bulan sampai 36 bulan.

2) Jadwal deteksi dini autis pada anak prasekolah dilakukan atas

indikasi atau bila ada keluhan dari ibu/pengasuh atau ada

kecurigaan tenaga kesehatan, kader kesehatan, BKB, petugas

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badutarepository.poltekkes-tjk.ac.id/964/5/BAB II.pdfmengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas

37

PADU, pengelola TPA dan guru TK. Keluhan tersebut dapat

berupa salah satu atau lebih keadaan di berikut:

a) Keterlambatan berbicara;

b) Gangguan komunikasil interaksi sosial;

c) Perilaku yang berulang-ulang.

3) Alat yang digunakan adalah CHAT (Checklist for Autism in

Toddlers). CHAT ini ada 2 jenis pertanyaan, yaitu:

a) Ada 9 pertanyaan yang dijawab oleh orang tua/pengasuh

anak. Pertanyaan diajukan secara berurutan, satu per satu.

Jelaskan kepada orang tua untuk tidak ragu-ragu atau

takut menjawab.

b) Ada 5 perintah bagi anak, untuk melaksanakan tugas

seperti yang tertulis CHAT. Cara menggunakan CHAT.

c) Ajukan pertanyaan dengan lambat, jelas dan nyaring, satu

persatu perilaku yang tetulis pada CHAT kepada orang

tua atau pengasuh anak.

d) Lakukan pengamatan kemampuan anak sesuai dengan

tugas pada CHAT.

e) Catat jawaban orang tua/pengasuh anak dan kesimpulan

hasil pengamatan kemampuan anak, ”Ya” atau ” Tidak”.

Teliti kembali apakah semua pertanyaan telah dijawab.

4) Interpretasi

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badutarepository.poltekkes-tjk.ac.id/964/5/BAB II.pdfmengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas

38

a) Risiko tinggi menderita autis: apabila jawaban ”Tidak”

pada pertanyaan AS, A7, B2, 83, dan 84.

b) Risiko rendah menderlta autis: apabila jawaban ”Tidak”

pada pertanyaan A7 dan 84

c) Kemungkinan gangguan perkembangan lain: apabila

jawaban ”Tidak” jumlahnya 3 atau lebih untuk

pertanyaan A1-A4; A6; A8-A9; B1;B5.

d) Anak dalam batas normal apabila tidak termasuk dalam

kategori 1, 2, dan 3.

5) Intervensi

Apabila anak berisiko menderita autis atau kemungkinan ada

gangguan perkembangan, rujuk ke rumah sakit yang memiliki

fasilitas kesehatan jiwa/ tumbuh kembang anak.

j. Deteksi Dini Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas

(GPPH) pada Anak Prasekolah

1) Tujuannya adalah untuk mengetahui secara dini anak adanya

Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) pada

anak umur 36 bulan ke atas.

2) Jadwal deteksi dini GPPH pada anak prasekolah dilakukan atas

indikasi atau bila ada keluhan dari orang tua/pengasuh anak atau

ada kecurigaan tenaga kesehatan, kader kesehatan, BKB, petugas

PADU, pengelola TPA dan guru TK. Keluhan tersebut dapat

berupa salah satu atau lebih keadaan berikut.

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badutarepository.poltekkes-tjk.ac.id/964/5/BAB II.pdfmengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas

39

a) Anak tidak bisa duduk tenang.

b) Anak selalu bergerak tanpa tujuan dan tidak mengenal

lelah.

c) Perubahan suasana hati yang mendadak/impulsif.

3) Alat yang digunakan adalah formulir deteksi dini Gangguan

Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas/GPPH (Abbreviated

Conners Rating Scale). Formulir ini terdiri 10 pertanyaan yang

ditanyakan kepada orang tua/pengasuh anak/guru TK dan

pertanyaan yang perlu pengamatan pemeriksa.

4) Cara menggunakan formulir deteksi dini GPPH

a) Ajukan pertanyaan dengan lambat, jelas, dan nyaring,

satu persatu perilaku yang tertulis pada formulir deteksi

dini GPPH. Jelaskan kepada orangtua/pengasuh anak

untuk tidak ragu-ragu atau takut menjawab.

b) Lakukan pengamatan kemampuan anak sesuai dengan

pertanyaan pada formulir deteksi dini GPPH

c) Keadaan yang ditanyakan/diamati ada pada anak di

manapun anak berada, misal ketika di rumah, sekolah,

pasar, toko, dan lain-lain); setiap saat dan ketika anak

dengan siapa saja.

d) Catat jawaban dan hasil pengamatan perilaku anak

selama dilakukan pemeriksaan.

e) Teliti kembali apakah semua pertanyaan telah dijawab.

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badutarepository.poltekkes-tjk.ac.id/964/5/BAB II.pdfmengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas

40

5) Interpretasi:

Beri nilai pada setiap jawaban sesuai dengan ”bobot nilai”

berikut ini dan jumlahkan nilai setiap jawaban menjadi nilai total

Nilai 0 : jika keadaan tersebut tidak ditemukan pada anak.

Nilai 1 : jika keadaan tersebut kadang-kadang ditemukan

pada anak.

Nilai 2 : jika keadaan tersebut sering ditemukan pada anak.

Nilai 3 : jika keadaan tersebut selalu ada pada anak.

Apabila nilai total 13 atau lebih anak kemungkinan dengan

GPPH.

6) Intervensi

a) Anak dengan kemungkinan GPPH perlu dirujuk ke rumah

sakit yang memiliki fasilitas kesehatan jiwa/tumbuh

kembang anak untuk konsultasi dan lebih lanjut.

b) Apabila nilai total kurang dari 13 tetapi Anda ragu-ragu,

jadwalkan pemeriksaan ulang 1 bulan kemudian. Ajukan

pertanyaan kepada orangorang terdekat dengan anak

orang tua, pengasuh, nenek, guru, dan sebagainya.

c) Jadwal kegiatan dan jenis skrining/deteksi dini adanya

penyimpangan

d) Tumbuh kembang pada balita dan anak prasekolah oleh

tenaga

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badutarepository.poltekkes-tjk.ac.id/964/5/BAB II.pdfmengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas

41

D. Definisi Gizi Kurang

Zat gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan

fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan,

serta mengatur proses-proses kehidupan. Makanan setelah dikonsumsi

mengalami proses pencernaan. Bahan makanan diuraikan menjadi zat gizi atau

nutrien. Zat tersebut selanjutnya diserap melalui dinding usus dan masuk

kedalam cairan tubuh (Cakrawati Dewi dan Mustika, 2014).

Pada hakikatnya keadaan gizi kurang dapat dilihat sebagai suatu proses

kurang makan ketika kebutuhan normal terhadap satu atau beberapa nutrien

tidak terpenuhi, atau nutrien-nutrien tersebut hilang dengan jumlah yang lebih

besar daripada yang didapat. Keadaan gizi kurang dalam konteks kesehatan

masyarakat biasanya dinilai dengan menggunakan kriteria antropometrik

statik atau data yang berhubungan dengan jumlah makronutrien yang ada di

dalam makanan, yaitu protein dan energy.

Kekurangan gizi secara umum baik kurang secara kualitas dan

kuantitas menyebabkan gangguan pada proses-proses tubuh seperti, gangguan

pertumbuhan, gangguan produksi kerja, gangguan pertahanan tubuh dan

gangguan struktur dan fungsi otak. (Dewi cakrawati dan Mustika, 2014).

Menurut Arum Atmawkarta (2007) sasaran pembangunan nasional dan

proyeksi gizi kurang pada balita, Indonesia pada tahun 2000 memiliki angka

gizi kurang 17,1% pada tahun 2001 gizi kurang di Indonesia sebesar 19,8%,

pada tahun 2002 gizi kurang di Indonesia sebesar 19,3%, pada tahun 2003 gizi

kurang di Indonesia sebesar 19,2% dan pada tahun 2005 gizi kurang di

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badutarepository.poltekkes-tjk.ac.id/964/5/BAB II.pdfmengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas

42

Indonesia sebesar 19,2%. Berdasarkan data dari tahun 2000 sampai dengan

2005 angka status gizi kurang di Indonesia cukup mendatang tetapi kalau

dilihat angka tersebut cukup tinggi dibandingkan dengan Negara-negara

Asean (Alamsyah Dedi, 2013).

Adapun kalau dibandingkan dengan Negara ASEAN angka gizi kurang

di Indonesia dari tahun 1996-2005 dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 1

Perbandingan Angka Gizi Kurang di Negara Asean

No Negara Gizi Kurang Pada Balita (%) BBLR (%)

1 Malaysia 11 9

2 Thailand 18 9

3 Filipina 20 28

4 Srilangka 22 29

5 Vietnam 27 9

6 Indonesia 28 9

7 Myanmar 32 15

8 Kamboja 45 11

9 Timor Leste 46 12

Sumber : Alamsyah Dedi, 2013

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badutarepository.poltekkes-tjk.ac.id/964/5/BAB II.pdfmengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas

43

Jika dilihat dari posisi diatas maka indonesia menduduki peringkat keenam

dari sembilan negara yang ada di ASEAN, padahal Indonesia lebih dulu merdeka

dan memiliki daerah yang subur untuk tanaman-tanaman tetapi kenapa Negara

kita yang namanya Indonesia masih mengalami angka gizi kurang yang cukup

tinggi?

E. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Gizi Kurang

Menurut Adriana Merryana, dan Wirjatmadi Bambang. 2012 faktor-faktor

yang menyebabkan terjadinya gizi kurang, antara lain :

1. Pola makan atau asupan gizi yang kurang dan pola hidup masyarakat.

2. Faktor sosial budaya

Yang dimaksud disini adalah rendahnya kesadaran masyarakat akan

pentingnya makanan bergizi bagi pertumbuhan anak. Sehingga, banyak

balita yang diberi makan "sekadarnya" atau asal kenyang padahal miskin

gizi. Masalah lainnya juga berupa pantangan untuk menggunakan

makanan tertentu yang mungkin memiliki nilai gizi tinggi namun, tidak

dikonsumsi karena sudah merupakan tradisi yang turun-temurun sehingga,

dapat mempengaruhi terjadinya gizi kurang.

3. Faktor pendidikan

Kurang adanya pengetahuan tentang pentingnya gizi dikalangan

masyarakat yang pendidikannya relatif rendah seperti, pengetahuan orang

tua tentang pentingnya asupan makanan yang cukup nutrisi.

4. Faktor ekonomi dan kepadatan penduduk

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badutarepository.poltekkes-tjk.ac.id/964/5/BAB II.pdfmengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas

44

Kemiskinan keluarga dan penghasilan yang rendah yang tidak dapat

memenuhi kebutuhan berakibat pada keseimbangan nutrisi anak tidak

terpenuhi. Rendahnya pendapatan masyarakat dan laju pertambahan

penduduk yang tidak diimbangi dengan bertambahnya ketersediaan bahan

pangan akan menyebabkan krisis pangan. Ini pun bisa menjadi penyebab

terjadinya gizi kurang.

5. Faktor infeksi dan penyakit lain

Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi yang berpengaruh

pada tubuh. Faktor penyakit lain juga berpengaruh seperti, TBC,

HIV/AIDS, saluran pernapasan dan diare.

6. Sanitasi Lingkungan

Keadaan sanitasi lingkungan yang kurang baik dan sehat dapat

memungkinkan terjadinya berbagai jenis penyakit antara lain diare,

kecacingan,dan infeksi saluran pencernaan. Apabila anak menderita

infeksi saluran pencernaan, penyerapan zat-zat gizi akan terganggu yang

menyebabkan terjadinya kekurangan zat gizi.

7. Pola pengasuhan anak, berupa perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal

memberikan makan, merawat, kebersihan memberi kasih sayang dan

sebagainya. Kesemuanya berhubungan dengan kesehatan ibu (fisik dan

mental), status gizi, pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, adat kebiasaan

dan sebagainya dari si ibu dan pengasuh lainnya.

8. Bencana alam, perang, kebijaksanaan politik maupun ekonomi yang

memberatkan rakyat. Banjir, tanah longsor, tsunami, letusan gunung

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badutarepository.poltekkes-tjk.ac.id/964/5/BAB II.pdfmengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas

45

berapi dan bencana alam lain akan menghambat pemenuhan gizi di

Indonesia. Bencana alam berpotensi menghalang proses distribusi bahan

makanan sehingga bahan pangan yang ada tidak terdistribusi dengan baik.

9. Pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai.

Berbagai kesulitan air bersih dan akses sarana pelayanan kesehatan

menyebabkan kurangnya jaminan bagi keluarga. Pokok masalah gizi di

masyarakat yaitu kurangnya pemberdayaan keluarga dan kurangnya

pemanfaatan sumber daya masyarakat berkaitan dengan berbagai faktor

langsung maupun tidak langsung. Hal ini dapat ditanggulangi dengan

adanya berbagai kegiatan yang ada di masyarakat seperti posyandu, pos

kesehatan,dll.

Adapun yang menjadi penyebab gizi kurang di masyarakat adalah sebagai

berikut:

a. Akses terhadap pangan rendah

b. Makanan ibu hamil kurang kalori dan protein, atau terserang penyakit.

c. Bayi baru lahir tidak diberi kolostrum.

d. Bayi sudah diberi MP ASI sebelum usia 4/6 bulan

e. Pemberian makanan padat pada bayi terlalu lambat

f. Anak dibawah umur < 2 tahun, kurang diberi makanan atau densitas

energy kurang

g. Makanan tidak mempunyai zat gizi mikro yang cukup

h. Makanan kotor/ terkontaminasi

i. Kemiskinan

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badutarepository.poltekkes-tjk.ac.id/964/5/BAB II.pdfmengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas

46

j. Kurangnya pendidikan dan keterampilan

k. Krisis ekonomi

Faktor-faktor tersebut merupakan hal-hal yang sangat komplek dan

berkaitan antara faktor yang satu dengan faktor yang lainnya.

Jika dilihat pada skema adalah sebagai berikut:

Sumber: Alamsyah Dedi, 2013

Gizi Kurang

Penyakit Infeksi Asupan Makanan

Persediaan

makanan di

rumah

Pelayanan

Kesehatan Perawatan anak

dan ibu hamil

Kemiskinan, kurang

pendidikan, kurang

keterampilan

Kirisi ekonomi

langsung

Page 41: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badutarepository.poltekkes-tjk.ac.id/964/5/BAB II.pdfmengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas

47

F. Pencegahan Gizi Kurang Pada Balita

1. Pencegahan Primer

Pencegahan ini untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat

atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Pencegahan ini ditujukan

untuk masyarakat umum, yaitu:

a. Memberikan KIE mengenai gizi kurang dan gizi buruk, termasuk

gejala-gejala serta komplikasi yang akan timbul.

b. Menyarankan anggota keluarga untuk mengonsumsi makanan yang

bergizi seperti pada Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) yang

berisi 13 pesan, antara lain : makanlah makanan yang beraneka ragam

setiap hari, makanlah makanan yang mengandung cukup energi, untuk

sumber energi upayakan agar separuhnya berasal dari makanan yang

mengandung zat karbohidrat komplek, upayakan agar sumber energi

dari minyak dan lemak tidak lebih dari seperempat dari energi total

yang anda butuhkan, gunakan hanya garam beryodium untuk memasak

sehari-hari, makanlah banyak makanan yang kaya akan zat besi,

berikan hanya air susu ibu untuk bayi sampai usia 4 bulan, biasakan

makan pagi setiap hari, minum air bersih dan sehat dalam jumlah yang

cukup, berolah raga dengan teratur untuk menjaga kebugaran badan,

hindarilah minuman beralkohol, makanlah makanan yang dimasak

dan/atau dihidangkan dengan bersih dan tidak tecemar, dan bacalah

selalu label pada kemasan makanan.

Page 42: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badutarepository.poltekkes-tjk.ac.id/964/5/BAB II.pdfmengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas

48

c. Memberikan penjelasan mengenai cara penanganan gizi kurang atau

gizi buruk dengan perubahan sikap dan perilaku anggota keluarga.

Bukan saja makanan yang harus diperhatikan, tetapi lingkungan sekitar

juga harus diperhatikan untuk mencegah penyakit infeksi yang dapat

menyebabkan nafsu makan berkurang.

d. Usahakan mengikuti program kesehatan yang ada setiap bulan di

puskesmas atau di puskesmas pembantu desa.

2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan ini untuk orang yang telah sakit agar sembuh,

menghambat progesifitas penyakit, menghindarkan komplikasi, dam

mengurangi ketidakmampuan, yaitu (Budiarto, 2002) :

a. Deteksi dini sekiranya penderita atau anggota keluarga yang lain

terjangkit penyakit yang disebabkan oleh kurangnya gizi dalam

jangka waktu yang panjang. Misalnya, melakukan penimbangan berat

badan.

b. Mendapatkan pengobatan sedini mungkin. Pengobatan yang awal dan

tepat dapat mengurangi morbiditas dan meningkatkan produktivitas

semua anggota keluarga.

3. Pencegahan tersier

Upaya pencegahan ini terus diupayakan selama orang yang

menderita belum meninggal dunia, yaitu (Budiarto, 2002):

Page 43: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badutarepository.poltekkes-tjk.ac.id/964/5/BAB II.pdfmengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas

49

a. Apabila penderita mengalami sakit lain, sebaiknya secepatnya

dilakukan pemeriksaan dan pengobatan.

b. Rehabilitasi sosial diberikan kepada penderita dan anggota

keluarga. Bagi penderita ditumbuh kembalikan kepercayaan

dirinya agar bisa bergaul dengan yang lain.

4. Adapun Cara lain untuk Mencegah dan Menanggulangi Masalah Gizi

Kurang

a. Membiasakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan

memperhatikan pola makan yang teratur dengan gizi seimbang.

b. Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin

tidak mengalami hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi

dengan berat normal. Dengan kondisi kesehatan yang baik, sistem

reproduksi normal, tidak menderita sakit, dan tidak ada gangguan gizi

pada masa pra hamil maupun saat hamil, ibu akan melahirkan bayi

lebih besar dan lebih sehat daripada ibu dengan kondisi kehamilan

yang sebaliknya.

c. Memberikan ASI eksklusif (hanya ASI) sampai anak berumur 6 bulan.

Setelah itu, anak mulai dikenalkan dengan makanan tambahan sebagai

pendamping ASI yang sesuai dengan tingkatan umur.

d. Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti

program posyandu untuk mengetahui apakah pertumbuhan anak sesuai

Page 44: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badutarepository.poltekkes-tjk.ac.id/964/5/BAB II.pdfmengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas

50

dengan standar pada KMS. Sehingga, jika tidak sesuai atau ditemukan

adanya gejala gizi kurang maka hal tersebut dapat segera diatasi.

e. Meningkatkan pengetahuan masyarakat terutama orang tua tentang

gizi melalui penyuluhan kepada masyarakat luas terutama di daerah

pedesaan dan di daerah terpencil. Sebab, menurut Samuel, dibutuhkan

peningkatan pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya pemberian

makanan bergizi yang seimbang sejak bayi dan komposisi makanan

seperti apa yang dibutuhkan oleh anak mereka. Memberikan makanan

yang tepat dan seimbang kepada anak yang terdiri dari karbohidrat,

protein, lemak, mineral dan vitamin. Lemak minimal diberikan 10 %

dari total kalori yang dibutuhkan, sementara protein diberikan 12 %

dari total kalori. Sisanya adalah karbohidrat. “Kuantitas makanan yang

dikonsumsi harus disesuaikan dengan kebutuhan anak, karena masing-

masing anak memiliki kebutuhan gizi yang berbeda tergantung usia,

gender dan aktivitas.”

f. Diperlukan peranan baik dari keluarga, praktisi kesehatan, maupun

pemerintah. Pemerintah harus meningkatkan kualitas posyandu dan

pelayanan kesehatan lainnya, jangan hanya sekedar untuk

penimbangan dan vaksinasi, tapi harus diperbaiki dalam hal

penyuluhan gizi dan kualitas pemberian makanan tambahan, serta

meningkatkan kesejahteraan rakyat agar akses pangan tidak

g. Menggerakan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat

dengan meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan

Page 45: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badutarepository.poltekkes-tjk.ac.id/964/5/BAB II.pdfmengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas

51

yang berkualitas dan meningkatkan sistem surveilans, monitoring dan

informasi kesehatan (Alamsyah Dedi, 2013).

G. Dampak yang Ditimbulkan Akibat Gizi Kurang

Gizi kurang menurunkan daya tahan tubuh terhadap infeksi,

menyebabkann banyak penyakit kronis, dan menyebabkan orang tidak

mungkin melakukan kerja keras. Seseorang kekurangan zat gizi akan mudah

terserang penyakit,dan pertumbuhan akan terganggu.

Bila ibu mengalami kekurangan gizi selama hamil akan menimbulkan

masalah, baik pada ibu maupun janin. Gizi kurang pada ibu hamil dapat

menyebabkan resiko dan komplikasi pada ibu antara lain: anemia, pendarahan,

berat badan ibu tidak bertambah secara normal, dan terkena penyakit infeksi.

Pengaruh gizi kurang terhadap proses persalinan dapat mengakibatkan

persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum waktunya (premature),

pendarahan setelah persalinan, serta persalinan dengan operasi cenderung

meningkat. Kekurangan gizi pada ibu hamil juga dapat mempengaruhi proses

pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan keguguran, abortus, bayi lahir

mati, kematian neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi, asfiksia intra

partum (mati dalam kandungan), lahir dengan berat badan lahir rendah

(BBLR). Ibu hamil yang juga menderita Kurang Energi Protein akan

berpengaruh pada gangguan fisik, mental dan kecerdasan anak, dan juga

meningkatkan resiko bayi yang dilahirkan kurang zat besi. Bayi yang kurang

zat besi dapat berdampak pada gangguan pertumbuhan sel-sel otak, yang

Page 46: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badutarepository.poltekkes-tjk.ac.id/964/5/BAB II.pdfmengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas

52

dikemudian hari dapat mengurangi IQ anak. Secara umum gizi kurang pada

bayi, balita dan ibu hamil dapat menciptakan generasi yang secara fisik dan

mental lemah.

Secara umum dampak gizi kurang antara lain, pertumbuhan anak

menjadi terganggu, produksi tenaga (energi) kurang sehingga mempengaruhi

aktivitas, pertahanan tubuh menurun dan terganggunya fungsi otak sehingga,

dapat menciptakan generasi dan SDM yang kurang berkualitas (Alamsyah

Dedi, 2013).

H. Intervensi Pada Anak Gizi Kurang

Intervensi gizi menurut Jurnal Rosha Bc, 2016 adalah:

1. Intervensi untuk Anak Balita

Balita sebagai aset masa depan bangsa harus mendapatkan

perhatian yang optimal. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah

dengan pemantauan tumbuh dan kembang balita secara rutin di posyandu.

Selain pemantauan yang dilakukan secara rutin sebulan sekali di

posyandu, terdapat intervensi pemantauan stunting setiap satu tahun

sekali. Untuk meningkatkan status gizi balita diberikan intervensi

makanan tambahan berupa susu dan biskuit.

2. Intervensi untuk Ibu Balita

Ibu balita sebagai orang paling dekat dengan balita juga harus

diberikan intervensi agar terjadi perubahan pengetahuan dan perilaku ibu

Page 47: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badutarepository.poltekkes-tjk.ac.id/964/5/BAB II.pdfmengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas

53

dalam pola asuh balita ke arah yang lebih baik. Salah satu cara melalui

kelas pembelajaran untuk ibu, baik itu ibu balita maupun ibu hamil.

3. Intervensi Kesehatan Lingkungan

Penyebab langsung permasalahan gizi balita adalah masalah

penyakit infeksi yang diderita. Penyakit infeksi bisa berawal dari sanitasi

lingkungan yang buruk. Oleh karena itu kegiatan-kegiatan yang dapat

meningkatkan kebersihan lingkungan perlu digalakkan. Rumah yang

sehat juga merupakan kebutuhan pokok yang harus terpenuhi untuk

mencapai kualitas hidup yang lebih baik. Beberapa syarat yang harus

dipenuhi pada rumah sehat adalah memiliki sirkulasi udara yang baik,

penerangan yang cukup, terpenuhi kebutuhan air bersih, adanya

pembuangan air limbah yang diatur dengan baik agar tidak menimbulkan

pencemaran, ruang seperti lantai dan dinding tidak lembab serta tidak

terpengaruh pencemaran seperti bau, rembesan air kotor maupun udara

kotor.

4. Intervensi Mengatasi Kemiskinan

Penyebab permasalahan gizi yang paling mendasar adalah

kemiskinan. Kemiskinan membuat orang tidak dapat memenuhi

kecukupan gizinya melalui konsumsi yang adekuat dan dengan adanya

kemiskinan juga tidak dapat mengakses pelayanan kesehatan yang

memadai. Oleh karena itu diperlukan bantuan kepada masyarakat yang

berada di garis kemiskinan agar bisa memenuhi kebutuhna gizinya dan

dengan mudah mengakses pelayanan kesehatan jika membutuhkan.

Page 48: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badutarepository.poltekkes-tjk.ac.id/964/5/BAB II.pdfmengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas

54

I. Indeks Antropometri

1. Kategori dan ambang batas status gizi anak

Melalui pengukuran antropometri, status gizi anak dapat ditentukan

apakah anak tersebut tergolong status gizi baik, kurang atau buruk.

Untuk hall tersebut maka berat badan dan tinggi badan hasil pengkuran

dibandingkan dengan suatu standar internasional yang dikeluarkan

WHO. Status gizi tidak hanya diketahui dengan mengukur BB atau TB

sesuai dengan umur secara sendiri-sendiri, tetapi juga merupakan

kombinasi antara ketiganya. Masing-masing indikator mempunyai

makna sendiri-sendiri.

Indikator BB/U ( Berat Badan/Umur) dapat menggambarkan status

gizi saat ini (saat di ukur) karena mudah berubah, namun tidak spesifik

karena berat badan selain dipengaruhi oleh umur juga dipengaruhi oleh

tinggi badan. Indikator ini dapat dengan mudah dan cepat dimengerti

oleh masyarakat umum, sensitif untuk melihat perubahan satus gizi

dalam jangka waktu pendek; dan dapat mendekteksi kegemukan.

Indikator TB/U (Tinggi Badan/Umur) dapat menggambarkan status

gizi masa lampau atau masalah gizi kronis. Seseorang yang pendek

kemungkinan keadaan gizi masalalu tidak baik. Berbeda dengan berat

badan yang dapat diperbaiki dalam waktu singkat, baik pada anak

maupun dewasa, maka tinggi badan pada usia dewasa tidak dapat lagi

dinormalkan.pada anak balita kemungkinan untuk mengejar

pertumbuhan tinggi badan optimal masih bisa sedangkan anak usia

Page 49: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badutarepository.poltekkes-tjk.ac.id/964/5/BAB II.pdfmengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas

55

sekolah sampai remaja kemungkinan untuk mengejar pertumbuhan

tinggi badan masih bisa teteapi kecil kemungkinan untuk mengejar

pertumbuhan optimal. Dalam kegiatan normal tinggi badan tumbuh

bersamaan dengan bertambahnya umur. Pertambahan TB relatif kurang

sensitif terhadap kurang gizi dalam waktu singkat. Pengaruh kurang gizi

terhadap pertumbuhan TB baru terlihat dalam waktu sosial ekonomi

penduduk (soekirman,2000) dan (marmi dan rahardjo,2015:375)

Indikator BB/TB merupakan pengukuran antropometri yang

terbaik karena dapat menggambarkan secara sensitif dan spesifik status

gizi saat ini atau masalah gizi akut. Berat badan berkolerasi linier

dengan tinggi badan, artinya dalam keadaan normal perkembangan berat

badan akan mengikuti pertambahan tinggi badan pada percepatan

tertentu. Dengan demikian berat badan yang normal akan proposional

dengan tinggi badannya. Ini merupakan indikator yang baik untuk

menilai status giz saat ini terutama bila data umr yang akurat sering sulit

diperoleh. Untuk kegatan identifikasi dan manajemen penangan bayi dan

anak balita gizi buruk akut, maka WHO & Unicef merekomendasikan

menggunakan indikaor BB/TB dengan cut of point <-3 SD WHO 2006

Page 50: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badutarepository.poltekkes-tjk.ac.id/964/5/BAB II.pdfmengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas

56

2. Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan

Energi dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk melakukan

pekerjaan tubuh memperoleh energi dari makanan yang dimakan dan

energi yang dimakan ini terdapat sebagai energi kimia yang dapat

diubah menjadi energi bentuk lain. Bentuk energi yang berkaitan dengan

proses-proses biologi adalah energi kimia, energi mekanik, energi panas

dan energi listrik.

Angka Kecukupan Gizi (Recommended Dietary Allowance)

merupakan rekomendasi asupan berbagai nutrien esensial yang perlu

dipertimbangkan berdasarkan pengetahuan ilmiah agar asupan nutrien

tersebut cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan gizi pada semua

orang yang sehat. AKG mencerminkan asupan rata-rata sehari yang

Page 51: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badutarepository.poltekkes-tjk.ac.id/964/5/BAB II.pdfmengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas

57

harus dikonsumsi oleh populasi dan bukan merupakan kebutuhan

perorangan.

3. Epidemiologi Gizi Kurang

a. Distribusi Frekuensi Gizi Kurang

1) Distribusi Frekuensi Gizi Kurang Berdasarkan Orang

Berdasarkan laporan Riskesdas tahun 2010, prevalensi gizi

kurang pada balita berdasarkan kelompok umur menunjukkan

bahwa prevalensi terbesar pada kelompok umur 36-47 bulan yaitu

sebesar 14,6% dan terendah pada kelompok umur ≤ 5 bulan yaitu

sebesar 7,2%. Prevalensi gizi kurang berdasarkan jenis kelamin

yaitu prevalensi gizi kurang pada laki-laki (13,9%) lebih besar

daripada perempuan (12,1%).Menurut Suryono dan Supardi (2004)

menyatakan bahwa jumlah anak balita yang mengalami KEP

maupun Non-KEP mayoritas adalah perempuan (58,5%).

Prevalensi gizi kurang berdasarkan tingkat pendidikan

terakhir yaitu prevalensi terbesar pada kelompok tidak tamat SD

yaitu sebesar 15,7% dan terendah pada kelompok tamat PT

(Perguruan Tinggi) yaitu sebesar 7,4%. Prevalensi gizi kurang

berdasarkan pekerjaan yang terbesar adalah pada kelompok

petani/nelayan/buruh yaitu sebesar 15,2% dan yang terendah pada

kelompok yang masih sekolah yaitu sebesar 4,7%.Menurut

Suryono dan Supardi (2004) bahwa faktor pendidikan ibu yang

Page 52: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Badutarepository.poltekkes-tjk.ac.id/964/5/BAB II.pdfmengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas

58

kurang dari SMA memiliki kemungkinan 1,3 kali lebih banyak

terjadinya status gizi kurang pada anak balita dibandingkan ibu

yang berpendidikan lebih dari SMA.

2) Distribusi Frekuensi Gizi Kurang Berdasarkan Tempat

Berdasarkan laporan Riskesdas tahun 2007, prevalensi gizi

kurang menurut provinsi yang tertinggi adalah Nusa Tenggara

Timur (24,2%), Sulawesi Tengah (18,7%), dan Maluku (18,5%)

(Riskesdas, 2007). Berdasarkan laporan Riskesdas tahun 2010,

prevalensi gizi kurang berdasarkan tempat tinggal yaitu di

pedesaan (14,8%) lebih tinggi daripada di perkotaan (11,3%).

Prevalensi gizi kurang pada balita menurut provinsiterdapat 3

provinsi dengan jumlah kasus yang paling besar berturut-turut,

yaitu Kalimantan tengah (22,3%), Nusa Tenggara Timur (20,4%),

dan Nusa Tenggara Barat (19,9%) (Riskesdas, 2010).

3) Distribusi Frekuensi Gizi Kurang Berdasarkan Waktu

Berdasarkan SKRT, pada tahun 2000 persentase balita

dengan gizi kurang sebesar 17%, pada tahun 2001 sebesar 20%,

pada tahun 2002 sebesar 18%, pada tahun 2003 sebesar 20%, pada

tahun 2005 sebesar 19% dan pada tahun 2007 sebesar 13%

(Riskesdas, 2007). Berdasarkan laporan Riskesdas, prevalensi gizi

kurang pada tahun 2010 adalah sebesar 13% (Riskesda, 2010).