BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stuntingrepository.poltekkes-tjk.ac.id/621/4/BAB II.pdf3. Patofisiologis...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stuntingrepository.poltekkes-tjk.ac.id/621/4/BAB II.pdf3. Patofisiologis...
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Stunting Pada Bayi
1. Pengertian Stunting
Stunting adalah suatu keadaan sebagai akibat interaksi makanan dan
kesehatan yang diukur secara antropometri dengan menggunakan indikator
panjang badan menurut pada ambang batas <-2 SD. Seorang anak dikatakan
berstatus gizi pendek (stunting) apabila pada indeks antropometri berdasarkan
indikator TB/U berada pada ambang batas <-2 SD. Anak yang gizi kurang
(stunting) berat mempunyai rata-rata IQ 11 poin lebih rendah bila dibandingkan
dengan rata-rata anak yang tidak mengalamai gangguan gizi (stunting)
(Onetusfifsi, 2016:9).
2. Etiologi Stunting
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi Stunting, yaitu (Fikawati et al
,2017 :285):
a. Faktor keluarga dan rumah tangga
1) Faktor Maternal
a) Nutrisi yang buruk pada masa pra-konsepsi, kehamilan, dan laktasi
b) Tinggi badan ibu pendek
c) Infeksi
d) Kehamilan usia remaja
e) Kesehatan Maternal
f) IUGR & prematuritas
g) Jarak lahir singkat
h) Hipotensi
2) Lingkungan Ramah
a) Stimulasi dan aktivitas anak yang tidak adekuat
b) Buruknya praktik pengasuhan
c) Persediaan air bersih & sanitasi yang buruk
d) Ketidak tahanan pangan
e) Alokasi makanan dalam rumah tangga yang tidak tepat
f) Rendahnya pendidikan pengasuh
b. Pemberian Makanan Tambahan yang Tidak Adekuat
1) Buruknya Kualitas Makanan
a) Buruknya kualitas zat gizi mikro
b) Rendahnya keberagaman makanan dana supan hewani
c) Kandungan anti-zat gizi
d) Rendahnya kandungan energi dalam makanan pendamping
2) Praktik yang tidak adekuat
a) Pemberian makanan yang tidak adekuat
b) Pemberian makanan yang tidak adekuat selama dan setelah sakit
c) Konsistensi makanan encer
d) Pemeberian makanan yang tidak responsif
3) Keamanan pangan dan air
a) Air dan pangan yang terkontaminasi
b) Buruknya hygiene
c) Penyimpanan dan pengolahan pangan yang tidak aman
c. Pemberian Asi
Praktik yang kurang tepat
1) Inisiasi menyusui dini yang terlambat
2) Asi tidak eksklusif
3) penghentian pemeberian ASI lebih awal
d. Infeksi
Infeksi klinis & subklinis
1) Infeksi enteric, diare, enetropati lingkungan, cacingan
2) Infeksi saluran pernapasan
3) Malaria
4) Berkurangnya nafsu makan karena infeksi
5) Inflamasi
3. Patofisiologis stunting
Masalah gizi merupakan masalah multidimensi, dipengaruhi oleh berbagai
faktor penyebab. Masalah gizi berkaitan erat dengan masalah pangan. Masalah
gizi pada anak balita tidak mudah dikenali oleh pemerintah, atau masyarakat
bahkan 10 keluarga karena anak tidak tampak sakit. Terjadinya kurang gizi tidak
selalu didahului oleh terjadinya bencana kurang pangan dan kelaparan seperti
kurang gizi pada dewasa. Hal ini berarti dalam kondisi pangan melimpah masih
mungkin terjadi kasus kurang gizi pada anak balita. Kurang gizi pada anak balita
bulan sering disebut sebagai kelaparan tersembunyi atau hidden hunger
(Onetusfifsi, 2016:10).
Dampak dari kekurangan gizi pada awal kehidupan anak akan berlanjut
dalam setiap siklus hidup manusia. Wanita usia subur (WUS) dan ibu hamil yang
mengalami kekurangan energy kronis (KEK) akan melahirkan bayi dengan berat
badan lahir rendah (BBLR). BBLR ini akan berlanjut menjadi balita gizi kurang
(stunting) dan berlanjut ke usia anak sekolah dengan berbagai konsekuensinya.
Kelompok ini akan menjadi generasi yang kehilangan masa emas tumbuh
kembangnya dari tanpa penanggulangan yang memadai kelompok ini dikuatirkan
lost generation. Kekurangan gizi pada hidup manusia perlu diwaspadai dengan
seksama, selain dampak terhadap tumbuh kembang anak kejadian ini biasanya
tidak berdiri sendiri tetapi diikuti masalah defisiensi zat gizi mikro (Onetusfifsi,
2016:10).
4. Patogenesitas Penyakit Gizi
Konsep timbulnya malnutrisi terjadi akibat dari faktor llingkungan dan
faktor manusia (host) yang didukung oleh kekurangan asupan zat-zat gizi. Akibat
kekurangan zat gizi, maka simpanan zat gizi pada tubuh digunakan untuk
memenuhi kebutuhan. Apabila keadaan ini berlangsung lama, maka simpanan zat
gizi akan habis dan akhirnya terjadi kemerosotan jaringan. Pada saat ini orang
sudah dapat dikatakan malnutrisi, walaupun baru hanya ditandai dengan
penurunan berat badan dan pertumbuhan yang terhambat.
Sehubungan dengan meningkatnya defisiensi zat gizi dalam darah, berupa
rendahnya tingkat hemoglobin, serum vitamin A dan karoten. Selain itu, dapat
juga terjadi meningkatnya beberapa hasil metabolisme seperti asam laktat dan
piruvat pada kekurangan tiamin. Apabila keadaan itu berlangsung lama, maka
akan terjadi perubahan fungsi tubuh seperti tanda-tanda syaraf yaitu kelemahan,
pusing, kelelahan, nafas pendek, dan lain-lain (Suparaisa, 2002:08).
5. Dampak Stunting
Stunting pada masa anak-anak berdampak pada tinggi badan yang pendek
dan penurunan pendapatan saat dewasa, rendahnya angka masuk sekolah, dan
penurunan berat lahir keturunannya kelak. Stunting yang disebabkan malnutrisi
kronis yang terjadi di dalam rahim dan selama dua tahun pertama kehidupan anak
dapat mengakibatkan rendahnya intelijensi dan turunnya kapasitas fisik yang pada
akhirnya menyebabkan penurunan produktivitas, perlambatan pertumbuhan
ekonomi, dan perpanjangan kemiskinan, Selain itu, stunting juga dapat berdampak
pada sistem kekebalan tubuh yang lemah dan kerentanan terhadap penyakit kronis
seperti diabetes, penyakit jantung, dan kanker serta gangguan reproduksi maternal
di masa dewasa (Fikawati et al ,2017 :286)
6. Intervensi Penanganan Stunting
a. Intervensi Gizi Spesifik
Intervensi yang ditujukan kepada anak dalam 1.000 Hari Pertama
Kehidupan (HPK). Kegiatan ini umumnya dilakukan oleh sektor kesehatan.
Intervensi spesifik bersifat jangka pendek, hasilnya dapat dicatat dalam waktu
relatif pendek, pelaksanaan Intervensi Gizi Spesifik sebagai berikut:
1) Pada Ibu Hamil
a) Pemberian makanan tambahan untuk mengatasi kekurangan energi dan
protein kronis.
b) Pemberian suplementasi zat besi dan asam folat .
c) Mengatasi kekurangan iodium .
d) Penanggulangan infeksi kecacingan.
e) Pencegahan dan penatalaksanaan klinis malaria .
f) Pembatasan konsumsi kafein selama hamil .
g) Pemberian konseling/edukasi gizi .
h) Pencegahan, deteksi, tatalaksana klinis dan dukungan gizi bagi ibu dengan
HIV
i) Suplementasi kalsium bagi ibu hamil.
2) Sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia 0-6 bulan
a) Promosi dan edukasi inisiasi menyusu dini disertai dengan pemberian ASI
jolong/colostrum .
b) Promosi dan edukasi pemberian ASI eksklusif .
c) Pemberian konseling/edukasi gizi selama menyusui .
d) Pencegahan, deteksi, tatalaksana klinis dan dukungan gizi bagi ibu dan anak
dengan HIV.
3) Ibu Menyusui dan Anak Usia 7-23 bulan
a) Promosi dan edukasi pemberian ASI lanjut disertai MP-ASI yang sesuai 2.
b) Penanggulangan infeksi kecacingan pada ibu dan anak.
c) Pemberian suplementasi zink pada anak.
d) Fortifikasi zat besi ke dalam makanan / suplementasi zat gizi mikro e.g. zat
besi.
e) Pencegahan dan penatalaksanaan klinis malaria pada ibu dan anak .
f) Pemberian imunisasi lengkap pada anak.
g) Pencegahan dan pengobatan diare pada anak.
h) Implementasi prinsip rumah sakit ramah anak .
i) Implementasi prinsip manajemen terpadu balita sakit/MTBS .
j) Suplementasi vitamin A pada anak usia 6-59 bulan .
k) Penatalaksanaan malnutrisi akut parah pada anak.
l) Pemantauan tumbuh kembang anak .
b. Pelaksanaan Intervensi Gizi Sensitif.
Intervensi Gizi Sensitif, Intervensi yang ditujukan melalui berbagai
kegiatan pembangunan diluar sektor kesehatan. Sasarannya adalah masyarakat
umum, tidak khusus untuk 1.000 HPK seperti:
1) Penyediaan akses pada air bersih.
2) Penyediaan akses pada sarana sanitasi dan kebersihan pribadi.
3) Fortifikasi bahan pangan misalnya dengan Vitamin A,D, yodium.
4) Penyediaan akses kepada layanan kesehatan dan keluarga berencana (KB).
5) Pemberian Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
6) Pendidikan pengasuhan anak pada orang tua.
7) Program Pendidikan Anak Usia Dini Universal.
8) Program pendidikan gizi masyarakat.
9) Edukasi kesehatan seksual, reproduksi, dan gizi pada remaja
(Kemenkeu, 2018:15-19)
7. Penilaian Status Gizi Secara Antropometri
Kata antropometri berasal dari bahasa latin antropos dam metros. Antropos
artinya tubuh dan metros artinya ukuran, jadi antropometri adalah ukuran dari
tubuh. Pengertian dari sudut pandang gizi, antropometri adalah hubungan dengan
berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai
tingkat umur dan tingkat gizi, berbagai jenis ukuran tubuh antara lain: berat
badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, dan tebal lemak dibawah kulit (Supraisa,
2002:36).
a. Parameter Antropometri
Supariasa (2002:38) menyatakan bahwa antropometri sebagai indikator
status gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter. Parameter
adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia, antara lain:
1) Umur
Faktor umur sangat penting dalam penetuan status gizi. Kesalahan penentuan
umur akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah. Hasil
pengukuran tinggi badan dan berat badan yang akurat, menjadi tidak berarti
bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat.
2) Berat Badan
Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling sering
digunakan pada bayi baru lahir (neonates). Pada masa bayi-balita, berat badan
dapat digunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi.
Berat badan merupakan pilihan utama karena parameter yang paling baik,
mudah dipakai, mudah dimengerti, memberikan gambaran konsumsi energi
terutama dari karbohidrat dan lemak. Alat yang dapat memenuhi persyaratan
dan kemudian dipilih dan dianjurkan untuk digunakan dalam penimbangan
anak balita adalah dacin (Supariasa, 2002:39).
3) Tinggi badan
Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah lalu
dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat. Disamping itu
tinggi badan merupakan ukuran kedua terpenting, karena dengan
menghubungkan berat badan terhadap tinggi badan, faktor umur dapat
dikesampingkan. Pengukuran tinggi badan untuk anak balita yang sudah dapat
berdiri dilakukan dengan alat pengukuran tinggi mikrotoa (microtoise) yang
mempunyai ketelitian 0,1 (Supariasa, 2002:42).
b. Indeks Antropometri
Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi.
Kombinasi antara beberapa parameter disebut Indeks Antropometri. Beberapa
indeks antropometri yang sering digunakan yaitu Berat Badan menurut Umur
(BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), dan Berat Badan menurut Tinggi
Badan (BB/TB) (Supariasa, 2002:56).
1) Berat Badan menurut Umur (BB/U)
Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa
tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang
mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu
makan atau 26 menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan
merupakan parameter antopometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal,
dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan
kebutuhan zat gizi terjamin, maka berat badan berkembang mengikuti
pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan abnormal, terdapat 2
kemungkinan perkembanagan berat badan, yaitu dapat berkembang cepat atau
lebih lambat dari keadaan normal. Berdasarkan karakteristik berat badan ini,
maka indeks berat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu cara
pengukuran status gizi. Mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka
indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini.
(Supariasa,2002:56-58).
Kelebihan Indeks BB/U antara lain lebih mudah dan lebih cepat dimengerti
oleh masyarakat umum, baik untuk mengukur status gizi akut atau kronis,
sangat sensitif terhadap perubahanperubahan kecil, dan dapat mendeteksi
kegemukan. Kelemahan Indeks BB/U adalah dapat mengakibatkan interpretasi
status gizi yang keliru bila terdapat edema maupun acites, memerlukan data
umur yang akurat, terutama untuk anak dibawah usia 5 tahun, sering terjadi
kesalahan pengukuran, seperti pengaruh pakaian atau gerakan anak pada saat
penimbangan (Supariasa,2002:57).
2) Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan
pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring
dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat
badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu
yang pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak
dalam waktu yang relatif lama. Bedasarkan karakteristik tersebut di atas, maka
indeks ini menggambarkan konsumsi protein masa lalu (Supariasa, 2002:57).
Kelebihan indeks TB/U:
a) Baik untuk menilai status gizi masa lampau
b) Ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah, dan mudah dibawa.
Kekurangan indeks TB/U:
a) Tinggi badan tidak cepat naik, bahkan tidak mungkin turun.
b) Pengukuran relatif lebih sulit dilakukan karena anak harus berdiri tegak,
sehingga diperlukan dua orang untuk melakukannya (Supariasa, 2002:58).
3) Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB)
Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi badan. Dalam
keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan
tinggi badan dan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB adalah merupakan indeks
yang independent terhadap umur. Keuntungan Indeks BB/TB adalah tidak
memerlukan data umur, dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal,
dan kurus). Kelemahan Indeks BB/TB adalah tidak dapat memberikan
gambaran, apakah anak tersebut pendek, cukup tinggi badan, atau kelebihan
tinggi badan menurut umurnya. Dalam praktek sering mengalami kesulitan
dalam melakukan pengukuran panjang/tinggi badan pada kelompok balita.
Dengan metode ini membutuhkan dua macam alat ukur, pengukuran relatif
lebih lama. Membutuhkan dua orang untuk melakukannya (Supariasa,
2002:58).
4) Indeks Massa Tubuh (IMT)
IMT merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa
khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan, maka
mempertahankan berat badan normal memungkinkan sesorang dapat mencapai
usia harapan hidup lebih panjang (Supariasa, 2002:60).
Pengukuran status gizi balita dapat dilakukan dengan indeks antropometri dan
menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT).
Rumus IMT:
IMT = BB (kg) : TB2 (m)
Keterangan : IMT : Indeks Massa Tubuh
BB : Berat Badan (kg)
TB : Tinggi Badan
Tabel 1
Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak berdasarkan Indeks
Indeks Kategori Status
Gizi
Ambang Batas (z-Score)
Berat badan
menurut Umur
(BB/U) Anak
Umur 0-60
bulan
Gizi buruk
Gizi kurang
Gizi baik
Gizi lebih
< -3 SD
-3 SD sampai dengan < -2
SD
-2 SD sampai dengan 2 SD
>2 SD
Tinggi badan
menurut umur
(TB/U) Anak
Umur 0-60
bulan
Sangat pendek
Pendek
Normal
Tinggi
< -3 SD
-3 SD sampai dengan < -2
SD
-2 SD sampai dengan 2 SD
>2 SD
Berat badan
menurut Tinggi
badan (BB/TB)
Anak Umur 0-
60 bulan
Sangat kurus
Kurus
Normal
Gemuk
< -3 SD
-3 SD sampai dengan < -2
SD
-2 SD sampai dengan 2 SD
>2 SD
Indeks Massa
Tubuh menurut
Umur (IMT/U)
Anak Umur 0-
60 bulan
Sangat kurus
Kurus
Normal
Gemuk
< -3 SD
-3 SD sampai dengan < -2
SD
-2 SD sampai dengan 2 SD
>2 SD
Indeks Massa
Tubuh menurut
Umur (IMT/U)
Anak Umur 5-
18 tahun
Sangat kurus
Kurus
Normal
Gemuk
Obesitas
< -3 SD
-3 SD sampai dengan < -2
SD
-2 SD sampai dengan 1 SD
>1 SD sampai dengan 2 SD
>2 SD
Sumber : Kemenkes 2011
B. Kekurangan Energi Kronis (KEK) Pada Kehamilan
1. Pengertian
Kekurangan energi kronis (KEK) merupakan salah satu masalah yang
terjadi pada masa kehamilan dimana tidak seimbangnya antara asupan dengan
kebutuhan gizi. Kekurangan energi kronis (KEK) diketahui melalui pengukuran
lingkar lengan atas (LiLA) ibu hamil yang kurang dari 23,5 cm atau di bagian pita
merah LiLA. Akibat yang paling khas dari kejadian KEK adalah berat bayi laihr
rendah (BBLR) dibawah 2500 gram (Supariasa, 2002:49).
2. Etiologi KEK pada Ibu Hamil
Penyebab utama terjadinya KEK pada ibu hamil yaitu sejak sebelum hamil
ibu sudah mengalami kekurangan energi, karena kebutuhan orang hamil lebih
tinggi dari ibu yang tidak dalam keadaan hamil. Kehamilan menyebabkan
meningkatnya metabolism energi, karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya
meningkat selama hamil.
Menurut Primadani (2016:35), penyebab dari KEK dapat dibagi menjadi
dua, yaitu :
a. Penyebab Langsung
Peyebab langsung terdiri dari asupan makanan atau pola konsumsi dan infeksi.
b. Penyebab Tidak Langsung
1) Hambatan utilitas zat-zat gizi
Hambatan utilitas zat-zat gizi ialah hambatan penggunaan zat-zat gizi
karena susunan asam amino didalam tubuh tidak seimbang yang dapat
menyababkan penurunan nafsu makan dan penurunan konsumsi makan.
2) Hambatan absorbsi karena penyakit infeksi atau infeksi cacing.
3) Ekonomi yang kurang.
4) Pendidikan umum dan pendidikan gizi kurang.
5) Produksi pangan yang kurang mencukupi kubutuhan.
6) Kondisi hygiene yang kurang baik.
7) Jumlah anak yang terlalu banyak.
8) Penghasilan rendah.
9) Perdagangan dan distribusi yang tidak lancar dan tidak merata.
Penyebab tidak langsung dari KEK banyak, maka penyakit ini disebut
penyakit dengan causa multi factorial dan antara hubungan menggambarkan
interaksi antara faktor dan menuju titik pusat kekurangan energi kronis.
3. Dampak KEK
Status gizi ibu, baik sebelum maupun ketika sedang hamil, merupakan
faktor disamping faktor lain seperti multiparitas, jarak kehamilan dan keadaan
keschatan yang sangat berpengaruh terhadap hasil konsepsi. Jika status gizi ibu
baik dan status keschatannya selama hamil tidak buruk, serta tidak berkebiasaan
buruk, status gizi bayi yang kelak dilahirkannya juga baik begitu pula scbaliknya.
Wanita yang menderita malnutrisi sebelum hamil atau selama minggu
pertama kehamilan cenderung melahirkau bayi yang menderita kerusakan otak
dan sumsum tulang karena sistem saraf pusat sangat peka pada 2-5 minggu
pertama. Ibu penderita malnutrisi sepanjang minggu terakhir kehamilan akan
melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (2500 gr) karena jaringan lemak
banyak ditimbun selama trimester IIl (Arisman, 2010: 12-13).
Menurut Faius & Prasetyowati (2011:43-44) bila ibu mengalami
kekurangan gizi selama hamil akan menimbulkan masalah, baik pada ibu maupun
janin, yaitu:
a. Terhadap ibu
Gizi kurang pada ibu bamil dapat menyebabkan risiko dan komplikasi pada ibu
antara lain ancmia, perdarahan, berat badan ibu tidak bertambah secara normal,
dan terkena penyakit infeksi.
b. Terhadap persalinan
Pengaruh gizi kurang tejadap proses persalinan dapat mengakibatkan
persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum waktunya (prematur), perdarahan
setelah persalinan, serta persalinan dengan operasi conderung meningkat.
c. Terhadap janin
Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat mempengaruhi proses pertumbuhan
janin dan dapat menimbulkan keguguran abortus, bayi lahir mati, kematian
neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi, asfiksia intra- purtum (mati dalam
kandungan), dan lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR).
4. Nutrisi selama kehamilan
Kehamilan menyebabkan meningkatnya metabolisme energi, karena itu
kebutuhan energi dan zat gizi lainnya meningkat selama kehamilan. Peningkatan
energi dan zat gizi ini diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin,
pertambahan besarnya organ kandungan, perubahan akibat gangguam gizi pada
pertumbuhan janin, pertambahan besarmya organ kandungan, perubahan
komposisi dan metabolisme ibu. Untuk memudahkan pemahaman kebutuhan gizi
ibu hamil dibagi dalam trimester kehamilan,yaitu :
a. Kebutuhan gizi ibu hamil trimester I
Kebutuhan gizi ibu hamil pada trinester I meningkat secara minimal,
karena pertumbuhan janin pada 3 bulan pertama ini masilh lambat. Akan tetapi
seluruh zat gizi yang dikonsumsi ibu hamil harus memenuhi kebutuhan janin,
karena gizi menentukan jabang bayi. Pada trimester I kebutuhan zat gizi perlu
diperkuat adalah sebagai berikut :
1) Kalori
Berdasarkan angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan Widyakarya
Pangan dan Gizi VI, ibu hamil perlu tambahan 285 kkal setiap hari atau sama
dengan 2485 kalori perhari, sedangkan wanita dewasa dalam keadaan tidak hamil
hanya membutuhkan energi 2200 kkal.
2) Protein
Kebutuhan wanita hamil akan protein meningkat sampai 68% dari
sebelum hamil di Indonesia melalui Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI.
menganjurkan penambahan protein 12 gr perhari selama kehamilan dengan
demikian dalam 1 hari asupan protein dapat mencapai 75-100 gr ( 12 % ) dari
jumiah total kalori atau sekitar I,3 gram/kgBB/hari. Bahan pangan yang dijadikan
sumber protein seperti daging tak berlemak, ikan, telur, susu dan hasil
olahannya.
3) Vitamin dan mineral
Vitamin dan mineral yang diperlukan ibu hamil antara lain vitamin A. B1,
B2, B6, B12, vitamin C,vitamin D dan asam folat. Jenis makunan yang
mengandung asam folat adalah ragi, hati, brokoli, sayur bendan hijau dan kacang-
kacangan Asupan kalsium yang dianjurkan kira kirs 1200 mg/hari bagi ibu hamil
dan zat besi perlu tambahan rata-rata 20 mg hari dari sebelum hami rata - rata 26
mg/hari. Sumber utama kalsium yaitu susu dan olahannya , udang , sayuran warna
hijau tua dan lain-lain.
b. Kebutuhan gizi ibu hamil trimester II
Kebutuhan zat gizi pada trimester II dan III perlu di perhatikan karena
terkait dengan perkembangan intelegensia janin. Tambahan kalori pada trimester I
285 kkal perhari dibandingkan sebelum hamil. Protein yang penting untuk
pertumbuhan janin dan plasenta, juga untuk memenuhi suplai darah merah,
vitamin dan mineral tetap dibutuhkan pada trimester II
c. Kebutuhan gizi ibu hamil trimester III
Pada trimester IIl ibu hamil membutuhkan vitamin B6 dalam jumlah
banyak dibandigkan sebelum hamil. Vitamin ini dibutubkan untuk membentuk
protein dari asam amino.darah merah, syaraf otak dan otot tubuh. Zink
dibutuhkam bagi sistem imunologi tubuh. Kalsium dibutuhkan pada trimester 1
hingga trimester IIl karena merupakan zat gizi yang penting selama kchamilan.
Zat besi diupayakan untuk diberikan selama kehamiln guna memenuhi kebutuhan
zat besi (Fairus dan Prasetyowati, 2011: 34-39) .
5. Pelayanan gizi pada Ibu hamil KEK
Pelayanan gizi ibu hamil KEK dapat dilakukan oleh tenaga gizi dan bidan.
Salah satu strategi intervensi gizi kepada ibu hamil KEK yaitu penyediaan
makanan. Penyediaan makanan diawali dengan perhitungan kebutuhan dan
pemberian diet.
a. Perhitungan kebutuhan energi. Perhitungan kebutuhan energi per individi
dihitung berdasarkan aktivitas dan status gizi ibu dan ditambah 500 kkal untuk
usia kehamilan Trimester I,I,.dan III.
b. Pemberian diet sesuai kebutuhan per individu normal yang meliputi keburuhan
energi dan zat gizi ditambah dengan 500 kkal sebagai penambah selama
kehamilan.
Kebutuhan energi dan gizi per hari dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2
Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Ibu Hamil KEK
Energi dan Zat
Gizi
Kebutuhan
Energi 30-35 kkal/kbBB/hari, disesuaikan aktifitas
Protein 12-15 % diutamakan sumber protein dari ikan
terutama ikan laut
Lemak 30 % diutamakan berasal dari lemak tidak jenuh
tunggal maupun ganda
Karbohidrat 55-58%
Serat 28g/hari
Asam Folat 600 meg/hari
Vitamin A 300-350 meg/hari
Vitamin B2 0,3 mg/hari
Vitamin B3 4 mg/hari
Vitamin B6 0,4 mg/hari
Vitamin C 85 mg/hari
Kalsium 1000mg/hari
Zink 1-4 mg/hari
Iodium 700 meg/hari
Zat besi 27 mg/hari
Air minimal 2 liter/hari
(Kemenkes RI, 2015:19-22)
1) Bentuk penanbahan energi 500 kkal dapat berupa Pemberian Makana
Tambahan (PMT) pada ibu hamil sebesar 500 kkal. PMT yang dimaksudkan
berupa tambahan bukan sebagai pengganti makanan utama schari-hari. PMIT
dapat berupa pangan lokal atau pabrikan dan minuman padat gizi.
a) PMT yang dibuat berbasis pangan lokal dapat berupa makanan selingan
padat
b) PMT bumil pabrikan 500 kkal, 15 gr protein, diberikan 90 hari.
c) Minuman padat gizi, dapat berupa formula susu dan formula non susu.
(Kemenkes RI, 2015:19-22)
6. Pengukuran Status Gizi Ibu Hamil
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengukur status gizi ibu
hamil diantaranya, yaitu:
a. Pemantauan pertambahan berat badan selama hamil
Penilaian status gizi dapat pula dilakukan dengan pemantauan berat badan
selama hamil. Pemantauan ini bertujuan untuk memantau pertumbuhan janin.
Penilaian status gizi ini didasarkan pertambahan berat badan ini saat hamil. Pada
trimester I pertambahan berat badan sebanyak 3,5-4 kg. Trimester II sebanyak 0,5
kg perminggu, selama kehamilan penambahan badan sekitar 10-12 kg.
b. Pengukuran kadar hemoglobin
Pengukuran kadar hemoglobin (Hb) bertujuan untuk mengetahui kondisi
apakah menderita anemia atau tidak. Kecendrungan ibu hamil mengalami anemia
cukup tinggi karena adanya kenaikan volume darah selama kehamilan.Oleh
karena itu , pengukiran Hb pada ibu hamil sangat penting dilakukan (Fairus dan
Prasetyowati , 2011:41-43)
c. Pengukuran LILA (WUS
Pengukuran LILA adalah suatu cara untuk mengetahui risiko kekurangan
energi kronis (KEK) wanita usia subur (WUS) usia 15-45 tahun yang terdiri dari
kelompok remaja, ibu hamil, ibu menyusui dan pasang usia subur (PUS). Batas
ambang LILA WUS dengan resiko KEK di Indonesia adalah 23,5 cm. Apabila
ukuran LILA kurang dari 23,5 cm atau dibagian merah pita LILA, artinya ibu
hamil tersebut mempunyai risiko KEK. Ibu hamil yang mengalami KEK
diperkirakan dapat melahirkan bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) (Fairus dan
Prasetyowati , 2011:41).
Pengukuran LiLA dilakukan dengan langkah langkah sebagai berikut :
1) Alat ukur yang digunakan adalah pita antropometri/ pita LiLA dengan
ketelitian 0,1 cm.
2) Pengukuran dilakukan pada lengan atas kiri. Pada wanita kidal pengukuran
dilakukan pada lengan atas kanan,
3) Posisi siku dibengkokan dengan sudut 90 derajat. Pastikan letak akromnion
(bagiang tulang yang menonjol dari bahu), dan olekranon (bagian terbawah
tulang lengan atas)
4) Ambil titik tengah antara akromnion lalu beri tanda
5) Luruskan lengan
6) Lakukan pengukuran lingkar lengan atas pada titik pertengahan yang sudah
ditandai
7) Saat pengukuran lengan dalam keadaan bebas
8) Pita pengukur harus menempel erat pada permukaan kulit, tetapi tidak ada
tekanan
9) Baca hasil pengukuran dengan ketelitian 0,1 cm
(Ditjen Gizi dan KIA, 2015:43)
C. Tinggi Badan
1. Pengertian
Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah
lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat. Disamping itu
tinggi badan merupakan ukuran kedua terpenting, karena dengan menghubungkan
berat badan terhadap tinggi badan, faktor umur dapat dikesampingkan (Supariasa,
2002:42).
2. Dampak Tinggi Badan
Seorang wanita dengan tinggi badan kurang dari 145 cm berisiko terkena
ganguan kelangsunga hidup, kesehatan, dan perkembangan keturunannya kelak.
Stunting pada ibu hamil (maternal stunting) dapat menyebabkan terhambatnya
aliran darah ke janin dan pertumbuhan uterus, plasenta, dan janin. Intrauterine
growth restriction (IUGR) atau retardasi pertumbuhan janin dapat berdampak
pada buruknya pada janin yang dilahirkan.
Stunting pada ibu konsisten berhubungan dengan peningkatan risiko
kematian perinatal (kematian pada janin/bayi dalam 7 hari sebelum atau setelah
dilahirkan), yang sebagian besar berhubungan dengan kesulitan persalinan
disebabkan oleh panggul yang sempit pada wanita stunting. Kematian perinatal
akibat kesulitan persalinan sebagian besar disebabkan oleh asfiksia pada bayi baru
lahir. Analisis terbaru menggunakan data 109 survey kesehatan dan penduduk
(Demographic and Health Surveys/DHS) yang dilakukan pada 1991-2008 di 54
negara menunjukkan bahwa anak usia di bawah 5 tahun terlahir dari ibu yang
pendek (tinggi badan <145 cm) memiliki risiko kematian sebesar 40% setelah
dikontril dnegan beberapa faktor lainnya
Tinggi badan ibu yang pendek juga dapat meningkatkan risiko disparitas
ukuran, antara ukuran kepala bayi dan panggul ibu. Oleh karena proporsi yang
tidak sesuai ini, ibu yang pendek lebih mungkin tidak dapat melakukan kelahiran
normal atau persalinan pervaginam spontan, yang mana hal ini dapat
meningkatkan risiko kematian maternal dan disabilitas jangka pendek hingga
jangka panjang. Jika dirjuk tepat waktu ke rumah sakit dengan peralatan yang
lengkap, operasi sesar dapat dilakukan. Namun operasi sesar juga memiliki risiko
komplikasi yang cukup besar yang dapat membahayakan kesehatan ibu dna anak.
Pada wanita, stunting dapat berdampak pada perkembangan dan
pertumbuhan janin saat kehamilan, terhambatnya proses melahirkan, serta
meningkatkan resiko stunting dan kurang berat badan pada anak yang
dilahirkannya, yang nantinya juga dapat membawa risiko kepada ganguan
metabolisme dan penyakit kronis saat anak tumbuh dewasa (Fikawati et al ,2017
:286).
D. Pengaruh KEK dan Tinggi Badan Ibu dengan Kejadian Stunting Pada
Anak Balita Usia 12-59 Bulan.
1. Pengaruh KEK dengan Kejadian Stunting Pada Anak Balita Usia 12-
59 Bulan
Kurang energi kronis (KEK) merupakan salah satu penyebab terjadinya
stunting pada Balita, karena Ibu yang mengalami kekurangan energi kronis atau
anemia selama kehamilan akan melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah
(BBLR). BBLR lahir rendah banyak dihubungkan dengan tinggi badan yang
kurang atau stunting. Oleh karena itu diperlukannya upaya pencegahan dengan
menetapkan dan/atau memperkuat kebijakan untuk meningkatkan intervensi gizi
ibu dan kesehatan mulai dari masa remaja (Fajrina, 2016).
Hasil Penelitian yang dilakukan oleh Sartono (2013) dikota Yogyakarta
ada hubungan bermakna antara KEK pada ibu hamil dengan kejadian stunting
usia 6-24 bulan dengan p=0,042 dan OR=1,74 (95%CI ;1,01-2,977). Hasil analisis
kualitatif juga menunjukan hal yang serupa bahwa KEK meningkatkan risiko
kejadian stunting. Pada penelitian Fajrina (2016) di puskesmas Piyungan
kabupaten Bantul mengatakan terdapat hubungan antara status gizi ibu saat hamil
dengan p-value = 0,01 (< 0,05. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Warsini
(2016) di Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul. Bahwa riwayat KEK saat hamil
bukan faktor risiko terhadap kejadian stunting dengan (p=0,23, OR=0,7, 95%
CI=0,37-1,31.
2. Pengaruh Tinggi Badan Ibu dengan Kejadian Stunting Pada Anak Balita
Usia 12-59 Bulan.
Tinggi badan orang tua berhubungan dengan pertumbuhan fisik anak. Ibu
yang pendek merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan kejadian
stunting. Salah satu atau kedua orang tua yang pendek akibat kondisi patologi
(seperti defisiensi hormon pertumbuhan) memiliki gen dalam kromosom yang
membawa sifat pendek sehingga memperbesar peluang anak mewarisi gen
tersebut dan tumbuh menjadi stunting. Akan tetapi, bila orang tua pendek akibat
kekurangan zat gizi atau penyakit, kemungkinan anak dapat tumbuh dengan tinggi
badan normal selama anak tersebut tidak terpapar faktor risiko yang lain. Jadi
kesimpulannya Ibu yang pendek, ayah yang pendek, tingkat pendidikan ayah yang
rendah dan pendapatan perkapita yang rendah merupakan faktor risiko yang
paling berpengaruh terhadap kejadian stunting pada balita usia 24 – 36 bulan
(Fitriahadi, 2018:21-22).
Hasil penelitian yang dilakuan oleh Fajrina (2016) di puskesmas Piyungan
kabupaten Bantul mengatakan tinggi badan ibu menunjukan adanya hubungan
antara tinggi badan ibu dengan kejadian stunting dengan (p-value 0,022’) dan nilai
(OR=2,952;95% CI:1,154-7,556) yang artinya ibu dengan tinggi badan kurang
dari 150 cm 2 kali beresiko mempunyai anak dengan stunting. Penelitian Fitriadi
(2018) di Puskesmas wonosari I dilihat dari statistik bahwa tinggi badan ibu
berhubungan dengan stunting, Hal ini dibuktikan dengan nilai p 0,000 (p<0,05)
sehingga dapat disimpulkan bahwa Ha diterima dan Ho ditolak atau terdapat
hubungan antara tinggi badan ibu dengan stunting pada balita usia 24-59 bulan di
wilayah kerja Puskesmas Wonosari I. Penelitian yang dilaukan oleh Rahayu
(2012) di Yogyakarta Kejadian stunting pada usia 6-12 bulan memiliki hubungan
yang signifikan dengan tinggi badan ayah, tinggi badan ibu dengan (p<0,05) dan
(OR=2,2) .
E. Kerangka Teori
Kerangka teori pada dasarnya adalah hubungan antar konsep-konsep yang
ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan
(Notoatmodjo, 2018). Berdasarkan tinjaun pustaka maka kerangka teori
disimpulkan, dengan gambaran sebagai berikut :
Kerangka Teori dari penelitian ini adalah sebagai tabel gambar berikut ini :
Sumber: (Fikawati, 2017)
Gambar 1
Kerangka Teori
F. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan
antara konsep satu terhadap konsep lainnya, atau anatar variabel yang satu dengan
variabel lainnya (Notoatmodjo, 2018:100). Kerangka konsep pada penelitian ini
adalah :
1. Faktor keluarga da Rumah tangga
a Faktor Maternal
1) Nutrisi yang buruk pada masa
pra-konsepsi, kehamilan, dan
laktasi
2) Tinggi badan ibu pendek
3) Infeksi
4) Kehamilan usia remaja
5) Kesehtan mental
6) IUGR & prematuritas
7) Jarak lahir singkat
8) Hipotensi
b Lingkungan Rumah
1) Stimulasi dan aktivitas anak
yang tidak adekuat
2) Buruknya praktik pengasuhan
3) Persedian air bersih & sanitasi
yang buruk
4) Ketidak tahanan pangan
5) Alokasi makann dalam rumah
tangga yang tidak tepat
6) Rendahnya pendidikan
pengasuh
2. Pemberian Makanan Tambahan yang
Tidak adekuat
3. Pemberian Asi
4. Infeksi
Stunting
Gambar 2
Kerangka Konsep
G. Variabel Penelitian
Variabel penelitian secara sederhana dapat diartikan suatu yang digunakan
sebagai ciri, sifat atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian
tentang suatu konsep penegrtian tertentu. Variabel dalam sebuah penelitian ada
dua macam yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas atau variabel
independen adalah variabel yang mempengaruhi, sedangkan variabel terikat atas
variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi (Notoatmodjo, 2012).
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah KEK dan Tinggi Badan ibu dan
variabel terikatnya adalah Stunting.
H. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian adalah jawaban smentara penelitian, patokan
duga, atau dalil sementara, yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian
tersebut (Notoatmodjo, 2018:105). Hipotesis dalam penelitian ini adalah
1. Ada Hubungan KEK dengan Kejadian Stunting Pada Anak Balita Usia 12-59
Bulan.
2. Ada Hubungan Tinggi Badan ibu dengan Kejadian Stunting Pada Anak Balita
Usia 12-59 Bulan.
Tinggi Badan Ibu
Kurang Energi kronik (KEK)
Stunting
I. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada variabel
dengan cara memberikan suatu operasional yang diberikan untuk mengukur
variabel tersebut dengan diamati atau diukur. Penyusun definisi operasional
dangat diperlukan, karena definisi operasional akan menunjukan alat pengambilan
data mana yang cocok untuk digunakan (Notoatmodjo, 2018:111).
Maka definisi operasional dalam penelitian ini adalah.
Tabel 3
Definisi Operasional
No Variabel Devinisi
Operasional
Cara Ukur Alat
Ukur
Hasil Ukur Skala
1 Stunting Panjang badan
Balita yang
berada dibawah
<-2SD yang
tercatat dalam
buku posyandu
Study
Dokumentasi
Stature
Meter
0.Tidak
stunting
1.Stunting
<-2SD
Ordinal
2 KEK Ibu
hamil
Kekurangan
asupan makanan
dalam waktu
yang cukup
lama, hitungan
tahun yang
dapat diukur
pada lingkar
lengan kiri ibu
hamil yang
kurang dari 23,5
cm
Study
Dokumentasi
Pita LILA 0.Tidak
KEK
(LILA
23,5
1.KEK
(LILA
<23,5)
Ordinal
3 Tinggi
Badan ibu
Panjang tubuh
seseorang yang
diukur dari
puncak kepala
sampai telapak
kaki
Dokumentasi Stature
Meter
0.Tinggi
Badan
145
1.Tinggi
Badan
<145 cm
Ordinal