BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stuntingrepository.poltekkes-tjk.ac.id/621/4/BAB II.pdf3. Patofisiologis...

28
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stunting Pada Bayi 1. Pengertian Stunting Stunting adalah suatu keadaan sebagai akibat interaksi makanan dan kesehatan yang diukur secara antropometri dengan menggunakan indikator panjang badan menurut pada ambang batas <-2 SD. Seorang anak dikatakan berstatus gizi pendek (stunting) apabila pada indeks antropometri berdasarkan indikator TB/U berada pada ambang batas <-2 SD. Anak yang gizi kurang (stunting) berat mempunyai rata-rata IQ 11 poin lebih rendah bila dibandingkan dengan rata-rata anak yang tidak mengalamai gangguan gizi (stunting) (Onetusfifsi, 2016:9). 2. Etiologi Stunting Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi Stunting, yaitu (Fikawati et al ,2017 :285): a. Faktor keluarga dan rumah tangga 1) Faktor Maternal a) Nutrisi yang buruk pada masa pra-konsepsi, kehamilan, dan laktasi b) Tinggi badan ibu pendek c) Infeksi d) Kehamilan usia remaja e) Kesehatan Maternal f) IUGR & prematuritas g) Jarak lahir singkat

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stuntingrepository.poltekkes-tjk.ac.id/621/4/BAB II.pdf3. Patofisiologis...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stuntingrepository.poltekkes-tjk.ac.id/621/4/BAB II.pdf3. Patofisiologis stunting Masalah gizi merupakan masalah multidimensi, dipengaruhi oleh berbagai

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Stunting Pada Bayi

1. Pengertian Stunting

Stunting adalah suatu keadaan sebagai akibat interaksi makanan dan

kesehatan yang diukur secara antropometri dengan menggunakan indikator

panjang badan menurut pada ambang batas <-2 SD. Seorang anak dikatakan

berstatus gizi pendek (stunting) apabila pada indeks antropometri berdasarkan

indikator TB/U berada pada ambang batas <-2 SD. Anak yang gizi kurang

(stunting) berat mempunyai rata-rata IQ 11 poin lebih rendah bila dibandingkan

dengan rata-rata anak yang tidak mengalamai gangguan gizi (stunting)

(Onetusfifsi, 2016:9).

2. Etiologi Stunting

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi Stunting, yaitu (Fikawati et al

,2017 :285):

a. Faktor keluarga dan rumah tangga

1) Faktor Maternal

a) Nutrisi yang buruk pada masa pra-konsepsi, kehamilan, dan laktasi

b) Tinggi badan ibu pendek

c) Infeksi

d) Kehamilan usia remaja

e) Kesehatan Maternal

f) IUGR & prematuritas

g) Jarak lahir singkat

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stuntingrepository.poltekkes-tjk.ac.id/621/4/BAB II.pdf3. Patofisiologis stunting Masalah gizi merupakan masalah multidimensi, dipengaruhi oleh berbagai

h) Hipotensi

2) Lingkungan Ramah

a) Stimulasi dan aktivitas anak yang tidak adekuat

b) Buruknya praktik pengasuhan

c) Persediaan air bersih & sanitasi yang buruk

d) Ketidak tahanan pangan

e) Alokasi makanan dalam rumah tangga yang tidak tepat

f) Rendahnya pendidikan pengasuh

b. Pemberian Makanan Tambahan yang Tidak Adekuat

1) Buruknya Kualitas Makanan

a) Buruknya kualitas zat gizi mikro

b) Rendahnya keberagaman makanan dana supan hewani

c) Kandungan anti-zat gizi

d) Rendahnya kandungan energi dalam makanan pendamping

2) Praktik yang tidak adekuat

a) Pemberian makanan yang tidak adekuat

b) Pemberian makanan yang tidak adekuat selama dan setelah sakit

c) Konsistensi makanan encer

d) Pemeberian makanan yang tidak responsif

3) Keamanan pangan dan air

a) Air dan pangan yang terkontaminasi

b) Buruknya hygiene

c) Penyimpanan dan pengolahan pangan yang tidak aman

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stuntingrepository.poltekkes-tjk.ac.id/621/4/BAB II.pdf3. Patofisiologis stunting Masalah gizi merupakan masalah multidimensi, dipengaruhi oleh berbagai

c. Pemberian Asi

Praktik yang kurang tepat

1) Inisiasi menyusui dini yang terlambat

2) Asi tidak eksklusif

3) penghentian pemeberian ASI lebih awal

d. Infeksi

Infeksi klinis & subklinis

1) Infeksi enteric, diare, enetropati lingkungan, cacingan

2) Infeksi saluran pernapasan

3) Malaria

4) Berkurangnya nafsu makan karena infeksi

5) Inflamasi

3. Patofisiologis stunting

Masalah gizi merupakan masalah multidimensi, dipengaruhi oleh berbagai

faktor penyebab. Masalah gizi berkaitan erat dengan masalah pangan. Masalah

gizi pada anak balita tidak mudah dikenali oleh pemerintah, atau masyarakat

bahkan 10 keluarga karena anak tidak tampak sakit. Terjadinya kurang gizi tidak

selalu didahului oleh terjadinya bencana kurang pangan dan kelaparan seperti

kurang gizi pada dewasa. Hal ini berarti dalam kondisi pangan melimpah masih

mungkin terjadi kasus kurang gizi pada anak balita. Kurang gizi pada anak balita

bulan sering disebut sebagai kelaparan tersembunyi atau hidden hunger

(Onetusfifsi, 2016:10).

Dampak dari kekurangan gizi pada awal kehidupan anak akan berlanjut

dalam setiap siklus hidup manusia. Wanita usia subur (WUS) dan ibu hamil yang

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stuntingrepository.poltekkes-tjk.ac.id/621/4/BAB II.pdf3. Patofisiologis stunting Masalah gizi merupakan masalah multidimensi, dipengaruhi oleh berbagai

mengalami kekurangan energy kronis (KEK) akan melahirkan bayi dengan berat

badan lahir rendah (BBLR). BBLR ini akan berlanjut menjadi balita gizi kurang

(stunting) dan berlanjut ke usia anak sekolah dengan berbagai konsekuensinya.

Kelompok ini akan menjadi generasi yang kehilangan masa emas tumbuh

kembangnya dari tanpa penanggulangan yang memadai kelompok ini dikuatirkan

lost generation. Kekurangan gizi pada hidup manusia perlu diwaspadai dengan

seksama, selain dampak terhadap tumbuh kembang anak kejadian ini biasanya

tidak berdiri sendiri tetapi diikuti masalah defisiensi zat gizi mikro (Onetusfifsi,

2016:10).

4. Patogenesitas Penyakit Gizi

Konsep timbulnya malnutrisi terjadi akibat dari faktor llingkungan dan

faktor manusia (host) yang didukung oleh kekurangan asupan zat-zat gizi. Akibat

kekurangan zat gizi, maka simpanan zat gizi pada tubuh digunakan untuk

memenuhi kebutuhan. Apabila keadaan ini berlangsung lama, maka simpanan zat

gizi akan habis dan akhirnya terjadi kemerosotan jaringan. Pada saat ini orang

sudah dapat dikatakan malnutrisi, walaupun baru hanya ditandai dengan

penurunan berat badan dan pertumbuhan yang terhambat.

Sehubungan dengan meningkatnya defisiensi zat gizi dalam darah, berupa

rendahnya tingkat hemoglobin, serum vitamin A dan karoten. Selain itu, dapat

juga terjadi meningkatnya beberapa hasil metabolisme seperti asam laktat dan

piruvat pada kekurangan tiamin. Apabila keadaan itu berlangsung lama, maka

akan terjadi perubahan fungsi tubuh seperti tanda-tanda syaraf yaitu kelemahan,

pusing, kelelahan, nafas pendek, dan lain-lain (Suparaisa, 2002:08).

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stuntingrepository.poltekkes-tjk.ac.id/621/4/BAB II.pdf3. Patofisiologis stunting Masalah gizi merupakan masalah multidimensi, dipengaruhi oleh berbagai

5. Dampak Stunting

Stunting pada masa anak-anak berdampak pada tinggi badan yang pendek

dan penurunan pendapatan saat dewasa, rendahnya angka masuk sekolah, dan

penurunan berat lahir keturunannya kelak. Stunting yang disebabkan malnutrisi

kronis yang terjadi di dalam rahim dan selama dua tahun pertama kehidupan anak

dapat mengakibatkan rendahnya intelijensi dan turunnya kapasitas fisik yang pada

akhirnya menyebabkan penurunan produktivitas, perlambatan pertumbuhan

ekonomi, dan perpanjangan kemiskinan, Selain itu, stunting juga dapat berdampak

pada sistem kekebalan tubuh yang lemah dan kerentanan terhadap penyakit kronis

seperti diabetes, penyakit jantung, dan kanker serta gangguan reproduksi maternal

di masa dewasa (Fikawati et al ,2017 :286)

6. Intervensi Penanganan Stunting

a. Intervensi Gizi Spesifik

Intervensi yang ditujukan kepada anak dalam 1.000 Hari Pertama

Kehidupan (HPK). Kegiatan ini umumnya dilakukan oleh sektor kesehatan.

Intervensi spesifik bersifat jangka pendek, hasilnya dapat dicatat dalam waktu

relatif pendek, pelaksanaan Intervensi Gizi Spesifik sebagai berikut:

1) Pada Ibu Hamil

a) Pemberian makanan tambahan untuk mengatasi kekurangan energi dan

protein kronis.

b) Pemberian suplementasi zat besi dan asam folat .

c) Mengatasi kekurangan iodium .

d) Penanggulangan infeksi kecacingan.

e) Pencegahan dan penatalaksanaan klinis malaria .

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stuntingrepository.poltekkes-tjk.ac.id/621/4/BAB II.pdf3. Patofisiologis stunting Masalah gizi merupakan masalah multidimensi, dipengaruhi oleh berbagai

f) Pembatasan konsumsi kafein selama hamil .

g) Pemberian konseling/edukasi gizi .

h) Pencegahan, deteksi, tatalaksana klinis dan dukungan gizi bagi ibu dengan

HIV

i) Suplementasi kalsium bagi ibu hamil.

2) Sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia 0-6 bulan

a) Promosi dan edukasi inisiasi menyusu dini disertai dengan pemberian ASI

jolong/colostrum .

b) Promosi dan edukasi pemberian ASI eksklusif .

c) Pemberian konseling/edukasi gizi selama menyusui .

d) Pencegahan, deteksi, tatalaksana klinis dan dukungan gizi bagi ibu dan anak

dengan HIV.

3) Ibu Menyusui dan Anak Usia 7-23 bulan

a) Promosi dan edukasi pemberian ASI lanjut disertai MP-ASI yang sesuai 2.

b) Penanggulangan infeksi kecacingan pada ibu dan anak.

c) Pemberian suplementasi zink pada anak.

d) Fortifikasi zat besi ke dalam makanan / suplementasi zat gizi mikro e.g. zat

besi.

e) Pencegahan dan penatalaksanaan klinis malaria pada ibu dan anak .

f) Pemberian imunisasi lengkap pada anak.

g) Pencegahan dan pengobatan diare pada anak.

h) Implementasi prinsip rumah sakit ramah anak .

i) Implementasi prinsip manajemen terpadu balita sakit/MTBS .

j) Suplementasi vitamin A pada anak usia 6-59 bulan .

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stuntingrepository.poltekkes-tjk.ac.id/621/4/BAB II.pdf3. Patofisiologis stunting Masalah gizi merupakan masalah multidimensi, dipengaruhi oleh berbagai

k) Penatalaksanaan malnutrisi akut parah pada anak.

l) Pemantauan tumbuh kembang anak .

b. Pelaksanaan Intervensi Gizi Sensitif.

Intervensi Gizi Sensitif, Intervensi yang ditujukan melalui berbagai

kegiatan pembangunan diluar sektor kesehatan. Sasarannya adalah masyarakat

umum, tidak khusus untuk 1.000 HPK seperti:

1) Penyediaan akses pada air bersih.

2) Penyediaan akses pada sarana sanitasi dan kebersihan pribadi.

3) Fortifikasi bahan pangan misalnya dengan Vitamin A,D, yodium.

4) Penyediaan akses kepada layanan kesehatan dan keluarga berencana (KB).

5) Pemberian Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

6) Pendidikan pengasuhan anak pada orang tua.

7) Program Pendidikan Anak Usia Dini Universal.

8) Program pendidikan gizi masyarakat.

9) Edukasi kesehatan seksual, reproduksi, dan gizi pada remaja

(Kemenkeu, 2018:15-19)

7. Penilaian Status Gizi Secara Antropometri

Kata antropometri berasal dari bahasa latin antropos dam metros. Antropos

artinya tubuh dan metros artinya ukuran, jadi antropometri adalah ukuran dari

tubuh. Pengertian dari sudut pandang gizi, antropometri adalah hubungan dengan

berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai

tingkat umur dan tingkat gizi, berbagai jenis ukuran tubuh antara lain: berat

badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, dan tebal lemak dibawah kulit (Supraisa,

2002:36).

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stuntingrepository.poltekkes-tjk.ac.id/621/4/BAB II.pdf3. Patofisiologis stunting Masalah gizi merupakan masalah multidimensi, dipengaruhi oleh berbagai

a. Parameter Antropometri

Supariasa (2002:38) menyatakan bahwa antropometri sebagai indikator

status gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter. Parameter

adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia, antara lain:

1) Umur

Faktor umur sangat penting dalam penetuan status gizi. Kesalahan penentuan

umur akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah. Hasil

pengukuran tinggi badan dan berat badan yang akurat, menjadi tidak berarti

bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat.

2) Berat Badan

Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling sering

digunakan pada bayi baru lahir (neonates). Pada masa bayi-balita, berat badan

dapat digunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi.

Berat badan merupakan pilihan utama karena parameter yang paling baik,

mudah dipakai, mudah dimengerti, memberikan gambaran konsumsi energi

terutama dari karbohidrat dan lemak. Alat yang dapat memenuhi persyaratan

dan kemudian dipilih dan dianjurkan untuk digunakan dalam penimbangan

anak balita adalah dacin (Supariasa, 2002:39).

3) Tinggi badan

Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah lalu

dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat. Disamping itu

tinggi badan merupakan ukuran kedua terpenting, karena dengan

menghubungkan berat badan terhadap tinggi badan, faktor umur dapat

dikesampingkan. Pengukuran tinggi badan untuk anak balita yang sudah dapat

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stuntingrepository.poltekkes-tjk.ac.id/621/4/BAB II.pdf3. Patofisiologis stunting Masalah gizi merupakan masalah multidimensi, dipengaruhi oleh berbagai

berdiri dilakukan dengan alat pengukuran tinggi mikrotoa (microtoise) yang

mempunyai ketelitian 0,1 (Supariasa, 2002:42).

b. Indeks Antropometri

Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi.

Kombinasi antara beberapa parameter disebut Indeks Antropometri. Beberapa

indeks antropometri yang sering digunakan yaitu Berat Badan menurut Umur

(BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), dan Berat Badan menurut Tinggi

Badan (BB/TB) (Supariasa, 2002:56).

1) Berat Badan menurut Umur (BB/U)

Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa

tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang

mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu

makan atau 26 menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan

merupakan parameter antopometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal,

dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan

kebutuhan zat gizi terjamin, maka berat badan berkembang mengikuti

pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan abnormal, terdapat 2

kemungkinan perkembanagan berat badan, yaitu dapat berkembang cepat atau

lebih lambat dari keadaan normal. Berdasarkan karakteristik berat badan ini,

maka indeks berat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu cara

pengukuran status gizi. Mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka

indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini.

(Supariasa,2002:56-58).

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stuntingrepository.poltekkes-tjk.ac.id/621/4/BAB II.pdf3. Patofisiologis stunting Masalah gizi merupakan masalah multidimensi, dipengaruhi oleh berbagai

Kelebihan Indeks BB/U antara lain lebih mudah dan lebih cepat dimengerti

oleh masyarakat umum, baik untuk mengukur status gizi akut atau kronis,

sangat sensitif terhadap perubahanperubahan kecil, dan dapat mendeteksi

kegemukan. Kelemahan Indeks BB/U adalah dapat mengakibatkan interpretasi

status gizi yang keliru bila terdapat edema maupun acites, memerlukan data

umur yang akurat, terutama untuk anak dibawah usia 5 tahun, sering terjadi

kesalahan pengukuran, seperti pengaruh pakaian atau gerakan anak pada saat

penimbangan (Supariasa,2002:57).

2) Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)

Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan

pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring

dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat

badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu

yang pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak

dalam waktu yang relatif lama. Bedasarkan karakteristik tersebut di atas, maka

indeks ini menggambarkan konsumsi protein masa lalu (Supariasa, 2002:57).

Kelebihan indeks TB/U:

a) Baik untuk menilai status gizi masa lampau

b) Ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah, dan mudah dibawa.

Kekurangan indeks TB/U:

a) Tinggi badan tidak cepat naik, bahkan tidak mungkin turun.

b) Pengukuran relatif lebih sulit dilakukan karena anak harus berdiri tegak,

sehingga diperlukan dua orang untuk melakukannya (Supariasa, 2002:58).

3) Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB)

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stuntingrepository.poltekkes-tjk.ac.id/621/4/BAB II.pdf3. Patofisiologis stunting Masalah gizi merupakan masalah multidimensi, dipengaruhi oleh berbagai

Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi badan. Dalam

keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan

tinggi badan dan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB adalah merupakan indeks

yang independent terhadap umur. Keuntungan Indeks BB/TB adalah tidak

memerlukan data umur, dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal,

dan kurus). Kelemahan Indeks BB/TB adalah tidak dapat memberikan

gambaran, apakah anak tersebut pendek, cukup tinggi badan, atau kelebihan

tinggi badan menurut umurnya. Dalam praktek sering mengalami kesulitan

dalam melakukan pengukuran panjang/tinggi badan pada kelompok balita.

Dengan metode ini membutuhkan dua macam alat ukur, pengukuran relatif

lebih lama. Membutuhkan dua orang untuk melakukannya (Supariasa,

2002:58).

4) Indeks Massa Tubuh (IMT)

IMT merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa

khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan, maka

mempertahankan berat badan normal memungkinkan sesorang dapat mencapai

usia harapan hidup lebih panjang (Supariasa, 2002:60).

Pengukuran status gizi balita dapat dilakukan dengan indeks antropometri dan

menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT).

Rumus IMT:

IMT = BB (kg) : TB2 (m)

Keterangan : IMT : Indeks Massa Tubuh

BB : Berat Badan (kg)

TB : Tinggi Badan

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stuntingrepository.poltekkes-tjk.ac.id/621/4/BAB II.pdf3. Patofisiologis stunting Masalah gizi merupakan masalah multidimensi, dipengaruhi oleh berbagai

Tabel 1

Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak berdasarkan Indeks

Indeks Kategori Status

Gizi

Ambang Batas (z-Score)

Berat badan

menurut Umur

(BB/U) Anak

Umur 0-60

bulan

Gizi buruk

Gizi kurang

Gizi baik

Gizi lebih

< -3 SD

-3 SD sampai dengan < -2

SD

-2 SD sampai dengan 2 SD

>2 SD

Tinggi badan

menurut umur

(TB/U) Anak

Umur 0-60

bulan

Sangat pendek

Pendek

Normal

Tinggi

< -3 SD

-3 SD sampai dengan < -2

SD

-2 SD sampai dengan 2 SD

>2 SD

Berat badan

menurut Tinggi

badan (BB/TB)

Anak Umur 0-

60 bulan

Sangat kurus

Kurus

Normal

Gemuk

< -3 SD

-3 SD sampai dengan < -2

SD

-2 SD sampai dengan 2 SD

>2 SD

Indeks Massa

Tubuh menurut

Umur (IMT/U)

Anak Umur 0-

60 bulan

Sangat kurus

Kurus

Normal

Gemuk

< -3 SD

-3 SD sampai dengan < -2

SD

-2 SD sampai dengan 2 SD

>2 SD

Indeks Massa

Tubuh menurut

Umur (IMT/U)

Anak Umur 5-

18 tahun

Sangat kurus

Kurus

Normal

Gemuk

Obesitas

< -3 SD

-3 SD sampai dengan < -2

SD

-2 SD sampai dengan 1 SD

>1 SD sampai dengan 2 SD

>2 SD

Sumber : Kemenkes 2011

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stuntingrepository.poltekkes-tjk.ac.id/621/4/BAB II.pdf3. Patofisiologis stunting Masalah gizi merupakan masalah multidimensi, dipengaruhi oleh berbagai

B. Kekurangan Energi Kronis (KEK) Pada Kehamilan

1. Pengertian

Kekurangan energi kronis (KEK) merupakan salah satu masalah yang

terjadi pada masa kehamilan dimana tidak seimbangnya antara asupan dengan

kebutuhan gizi. Kekurangan energi kronis (KEK) diketahui melalui pengukuran

lingkar lengan atas (LiLA) ibu hamil yang kurang dari 23,5 cm atau di bagian pita

merah LiLA. Akibat yang paling khas dari kejadian KEK adalah berat bayi laihr

rendah (BBLR) dibawah 2500 gram (Supariasa, 2002:49).

2. Etiologi KEK pada Ibu Hamil

Penyebab utama terjadinya KEK pada ibu hamil yaitu sejak sebelum hamil

ibu sudah mengalami kekurangan energi, karena kebutuhan orang hamil lebih

tinggi dari ibu yang tidak dalam keadaan hamil. Kehamilan menyebabkan

meningkatnya metabolism energi, karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya

meningkat selama hamil.

Menurut Primadani (2016:35), penyebab dari KEK dapat dibagi menjadi

dua, yaitu :

a. Penyebab Langsung

Peyebab langsung terdiri dari asupan makanan atau pola konsumsi dan infeksi.

b. Penyebab Tidak Langsung

1) Hambatan utilitas zat-zat gizi

Hambatan utilitas zat-zat gizi ialah hambatan penggunaan zat-zat gizi

karena susunan asam amino didalam tubuh tidak seimbang yang dapat

menyababkan penurunan nafsu makan dan penurunan konsumsi makan.

2) Hambatan absorbsi karena penyakit infeksi atau infeksi cacing.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stuntingrepository.poltekkes-tjk.ac.id/621/4/BAB II.pdf3. Patofisiologis stunting Masalah gizi merupakan masalah multidimensi, dipengaruhi oleh berbagai

3) Ekonomi yang kurang.

4) Pendidikan umum dan pendidikan gizi kurang.

5) Produksi pangan yang kurang mencukupi kubutuhan.

6) Kondisi hygiene yang kurang baik.

7) Jumlah anak yang terlalu banyak.

8) Penghasilan rendah.

9) Perdagangan dan distribusi yang tidak lancar dan tidak merata.

Penyebab tidak langsung dari KEK banyak, maka penyakit ini disebut

penyakit dengan causa multi factorial dan antara hubungan menggambarkan

interaksi antara faktor dan menuju titik pusat kekurangan energi kronis.

3. Dampak KEK

Status gizi ibu, baik sebelum maupun ketika sedang hamil, merupakan

faktor disamping faktor lain seperti multiparitas, jarak kehamilan dan keadaan

keschatan yang sangat berpengaruh terhadap hasil konsepsi. Jika status gizi ibu

baik dan status keschatannya selama hamil tidak buruk, serta tidak berkebiasaan

buruk, status gizi bayi yang kelak dilahirkannya juga baik begitu pula scbaliknya.

Wanita yang menderita malnutrisi sebelum hamil atau selama minggu

pertama kehamilan cenderung melahirkau bayi yang menderita kerusakan otak

dan sumsum tulang karena sistem saraf pusat sangat peka pada 2-5 minggu

pertama. Ibu penderita malnutrisi sepanjang minggu terakhir kehamilan akan

melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (2500 gr) karena jaringan lemak

banyak ditimbun selama trimester IIl (Arisman, 2010: 12-13).

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stuntingrepository.poltekkes-tjk.ac.id/621/4/BAB II.pdf3. Patofisiologis stunting Masalah gizi merupakan masalah multidimensi, dipengaruhi oleh berbagai

Menurut Faius & Prasetyowati (2011:43-44) bila ibu mengalami

kekurangan gizi selama hamil akan menimbulkan masalah, baik pada ibu maupun

janin, yaitu:

a. Terhadap ibu

Gizi kurang pada ibu bamil dapat menyebabkan risiko dan komplikasi pada ibu

antara lain ancmia, perdarahan, berat badan ibu tidak bertambah secara normal,

dan terkena penyakit infeksi.

b. Terhadap persalinan

Pengaruh gizi kurang tejadap proses persalinan dapat mengakibatkan

persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum waktunya (prematur), perdarahan

setelah persalinan, serta persalinan dengan operasi conderung meningkat.

c. Terhadap janin

Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat mempengaruhi proses pertumbuhan

janin dan dapat menimbulkan keguguran abortus, bayi lahir mati, kematian

neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi, asfiksia intra- purtum (mati dalam

kandungan), dan lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR).

4. Nutrisi selama kehamilan

Kehamilan menyebabkan meningkatnya metabolisme energi, karena itu

kebutuhan energi dan zat gizi lainnya meningkat selama kehamilan. Peningkatan

energi dan zat gizi ini diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin,

pertambahan besarnya organ kandungan, perubahan akibat gangguam gizi pada

pertumbuhan janin, pertambahan besarmya organ kandungan, perubahan

komposisi dan metabolisme ibu. Untuk memudahkan pemahaman kebutuhan gizi

ibu hamil dibagi dalam trimester kehamilan,yaitu :

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stuntingrepository.poltekkes-tjk.ac.id/621/4/BAB II.pdf3. Patofisiologis stunting Masalah gizi merupakan masalah multidimensi, dipengaruhi oleh berbagai

a. Kebutuhan gizi ibu hamil trimester I

Kebutuhan gizi ibu hamil pada trinester I meningkat secara minimal,

karena pertumbuhan janin pada 3 bulan pertama ini masilh lambat. Akan tetapi

seluruh zat gizi yang dikonsumsi ibu hamil harus memenuhi kebutuhan janin,

karena gizi menentukan jabang bayi. Pada trimester I kebutuhan zat gizi perlu

diperkuat adalah sebagai berikut :

1) Kalori

Berdasarkan angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan Widyakarya

Pangan dan Gizi VI, ibu hamil perlu tambahan 285 kkal setiap hari atau sama

dengan 2485 kalori perhari, sedangkan wanita dewasa dalam keadaan tidak hamil

hanya membutuhkan energi 2200 kkal.

2) Protein

Kebutuhan wanita hamil akan protein meningkat sampai 68% dari

sebelum hamil di Indonesia melalui Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI.

menganjurkan penambahan protein 12 gr perhari selama kehamilan dengan

demikian dalam 1 hari asupan protein dapat mencapai 75-100 gr ( 12 % ) dari

jumiah total kalori atau sekitar I,3 gram/kgBB/hari. Bahan pangan yang dijadikan

sumber protein seperti daging tak berlemak, ikan, telur, susu dan hasil

olahannya.

3) Vitamin dan mineral

Vitamin dan mineral yang diperlukan ibu hamil antara lain vitamin A. B1,

B2, B6, B12, vitamin C,vitamin D dan asam folat. Jenis makunan yang

mengandung asam folat adalah ragi, hati, brokoli, sayur bendan hijau dan kacang-

kacangan Asupan kalsium yang dianjurkan kira kirs 1200 mg/hari bagi ibu hamil

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stuntingrepository.poltekkes-tjk.ac.id/621/4/BAB II.pdf3. Patofisiologis stunting Masalah gizi merupakan masalah multidimensi, dipengaruhi oleh berbagai

dan zat besi perlu tambahan rata-rata 20 mg hari dari sebelum hami rata - rata 26

mg/hari. Sumber utama kalsium yaitu susu dan olahannya , udang , sayuran warna

hijau tua dan lain-lain.

b. Kebutuhan gizi ibu hamil trimester II

Kebutuhan zat gizi pada trimester II dan III perlu di perhatikan karena

terkait dengan perkembangan intelegensia janin. Tambahan kalori pada trimester I

285 kkal perhari dibandingkan sebelum hamil. Protein yang penting untuk

pertumbuhan janin dan plasenta, juga untuk memenuhi suplai darah merah,

vitamin dan mineral tetap dibutuhkan pada trimester II

c. Kebutuhan gizi ibu hamil trimester III

Pada trimester IIl ibu hamil membutuhkan vitamin B6 dalam jumlah

banyak dibandigkan sebelum hamil. Vitamin ini dibutubkan untuk membentuk

protein dari asam amino.darah merah, syaraf otak dan otot tubuh. Zink

dibutuhkam bagi sistem imunologi tubuh. Kalsium dibutuhkan pada trimester 1

hingga trimester IIl karena merupakan zat gizi yang penting selama kchamilan.

Zat besi diupayakan untuk diberikan selama kehamiln guna memenuhi kebutuhan

zat besi (Fairus dan Prasetyowati, 2011: 34-39) .

5. Pelayanan gizi pada Ibu hamil KEK

Pelayanan gizi ibu hamil KEK dapat dilakukan oleh tenaga gizi dan bidan.

Salah satu strategi intervensi gizi kepada ibu hamil KEK yaitu penyediaan

makanan. Penyediaan makanan diawali dengan perhitungan kebutuhan dan

pemberian diet.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stuntingrepository.poltekkes-tjk.ac.id/621/4/BAB II.pdf3. Patofisiologis stunting Masalah gizi merupakan masalah multidimensi, dipengaruhi oleh berbagai

a. Perhitungan kebutuhan energi. Perhitungan kebutuhan energi per individi

dihitung berdasarkan aktivitas dan status gizi ibu dan ditambah 500 kkal untuk

usia kehamilan Trimester I,I,.dan III.

b. Pemberian diet sesuai kebutuhan per individu normal yang meliputi keburuhan

energi dan zat gizi ditambah dengan 500 kkal sebagai penambah selama

kehamilan.

Kebutuhan energi dan gizi per hari dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2

Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Ibu Hamil KEK

Energi dan Zat

Gizi

Kebutuhan

Energi 30-35 kkal/kbBB/hari, disesuaikan aktifitas

Protein 12-15 % diutamakan sumber protein dari ikan

terutama ikan laut

Lemak 30 % diutamakan berasal dari lemak tidak jenuh

tunggal maupun ganda

Karbohidrat 55-58%

Serat 28g/hari

Asam Folat 600 meg/hari

Vitamin A 300-350 meg/hari

Vitamin B2 0,3 mg/hari

Vitamin B3 4 mg/hari

Vitamin B6 0,4 mg/hari

Vitamin C 85 mg/hari

Kalsium 1000mg/hari

Zink 1-4 mg/hari

Iodium 700 meg/hari

Zat besi 27 mg/hari

Air minimal 2 liter/hari

(Kemenkes RI, 2015:19-22)

1) Bentuk penanbahan energi 500 kkal dapat berupa Pemberian Makana

Tambahan (PMT) pada ibu hamil sebesar 500 kkal. PMT yang dimaksudkan

berupa tambahan bukan sebagai pengganti makanan utama schari-hari. PMIT

dapat berupa pangan lokal atau pabrikan dan minuman padat gizi.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stuntingrepository.poltekkes-tjk.ac.id/621/4/BAB II.pdf3. Patofisiologis stunting Masalah gizi merupakan masalah multidimensi, dipengaruhi oleh berbagai

a) PMT yang dibuat berbasis pangan lokal dapat berupa makanan selingan

padat

b) PMT bumil pabrikan 500 kkal, 15 gr protein, diberikan 90 hari.

c) Minuman padat gizi, dapat berupa formula susu dan formula non susu.

(Kemenkes RI, 2015:19-22)

6. Pengukuran Status Gizi Ibu Hamil

Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengukur status gizi ibu

hamil diantaranya, yaitu:

a. Pemantauan pertambahan berat badan selama hamil

Penilaian status gizi dapat pula dilakukan dengan pemantauan berat badan

selama hamil. Pemantauan ini bertujuan untuk memantau pertumbuhan janin.

Penilaian status gizi ini didasarkan pertambahan berat badan ini saat hamil. Pada

trimester I pertambahan berat badan sebanyak 3,5-4 kg. Trimester II sebanyak 0,5

kg perminggu, selama kehamilan penambahan badan sekitar 10-12 kg.

b. Pengukuran kadar hemoglobin

Pengukuran kadar hemoglobin (Hb) bertujuan untuk mengetahui kondisi

apakah menderita anemia atau tidak. Kecendrungan ibu hamil mengalami anemia

cukup tinggi karena adanya kenaikan volume darah selama kehamilan.Oleh

karena itu , pengukiran Hb pada ibu hamil sangat penting dilakukan (Fairus dan

Prasetyowati , 2011:41-43)

c. Pengukuran LILA (WUS

Pengukuran LILA adalah suatu cara untuk mengetahui risiko kekurangan

energi kronis (KEK) wanita usia subur (WUS) usia 15-45 tahun yang terdiri dari

kelompok remaja, ibu hamil, ibu menyusui dan pasang usia subur (PUS). Batas

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stuntingrepository.poltekkes-tjk.ac.id/621/4/BAB II.pdf3. Patofisiologis stunting Masalah gizi merupakan masalah multidimensi, dipengaruhi oleh berbagai

ambang LILA WUS dengan resiko KEK di Indonesia adalah 23,5 cm. Apabila

ukuran LILA kurang dari 23,5 cm atau dibagian merah pita LILA, artinya ibu

hamil tersebut mempunyai risiko KEK. Ibu hamil yang mengalami KEK

diperkirakan dapat melahirkan bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) (Fairus dan

Prasetyowati , 2011:41).

Pengukuran LiLA dilakukan dengan langkah langkah sebagai berikut :

1) Alat ukur yang digunakan adalah pita antropometri/ pita LiLA dengan

ketelitian 0,1 cm.

2) Pengukuran dilakukan pada lengan atas kiri. Pada wanita kidal pengukuran

dilakukan pada lengan atas kanan,

3) Posisi siku dibengkokan dengan sudut 90 derajat. Pastikan letak akromnion

(bagiang tulang yang menonjol dari bahu), dan olekranon (bagian terbawah

tulang lengan atas)

4) Ambil titik tengah antara akromnion lalu beri tanda

5) Luruskan lengan

6) Lakukan pengukuran lingkar lengan atas pada titik pertengahan yang sudah

ditandai

7) Saat pengukuran lengan dalam keadaan bebas

8) Pita pengukur harus menempel erat pada permukaan kulit, tetapi tidak ada

tekanan

9) Baca hasil pengukuran dengan ketelitian 0,1 cm

(Ditjen Gizi dan KIA, 2015:43)

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stuntingrepository.poltekkes-tjk.ac.id/621/4/BAB II.pdf3. Patofisiologis stunting Masalah gizi merupakan masalah multidimensi, dipengaruhi oleh berbagai

C. Tinggi Badan

1. Pengertian

Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah

lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat. Disamping itu

tinggi badan merupakan ukuran kedua terpenting, karena dengan menghubungkan

berat badan terhadap tinggi badan, faktor umur dapat dikesampingkan (Supariasa,

2002:42).

2. Dampak Tinggi Badan

Seorang wanita dengan tinggi badan kurang dari 145 cm berisiko terkena

ganguan kelangsunga hidup, kesehatan, dan perkembangan keturunannya kelak.

Stunting pada ibu hamil (maternal stunting) dapat menyebabkan terhambatnya

aliran darah ke janin dan pertumbuhan uterus, plasenta, dan janin. Intrauterine

growth restriction (IUGR) atau retardasi pertumbuhan janin dapat berdampak

pada buruknya pada janin yang dilahirkan.

Stunting pada ibu konsisten berhubungan dengan peningkatan risiko

kematian perinatal (kematian pada janin/bayi dalam 7 hari sebelum atau setelah

dilahirkan), yang sebagian besar berhubungan dengan kesulitan persalinan

disebabkan oleh panggul yang sempit pada wanita stunting. Kematian perinatal

akibat kesulitan persalinan sebagian besar disebabkan oleh asfiksia pada bayi baru

lahir. Analisis terbaru menggunakan data 109 survey kesehatan dan penduduk

(Demographic and Health Surveys/DHS) yang dilakukan pada 1991-2008 di 54

negara menunjukkan bahwa anak usia di bawah 5 tahun terlahir dari ibu yang

pendek (tinggi badan <145 cm) memiliki risiko kematian sebesar 40% setelah

dikontril dnegan beberapa faktor lainnya

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stuntingrepository.poltekkes-tjk.ac.id/621/4/BAB II.pdf3. Patofisiologis stunting Masalah gizi merupakan masalah multidimensi, dipengaruhi oleh berbagai

Tinggi badan ibu yang pendek juga dapat meningkatkan risiko disparitas

ukuran, antara ukuran kepala bayi dan panggul ibu. Oleh karena proporsi yang

tidak sesuai ini, ibu yang pendek lebih mungkin tidak dapat melakukan kelahiran

normal atau persalinan pervaginam spontan, yang mana hal ini dapat

meningkatkan risiko kematian maternal dan disabilitas jangka pendek hingga

jangka panjang. Jika dirjuk tepat waktu ke rumah sakit dengan peralatan yang

lengkap, operasi sesar dapat dilakukan. Namun operasi sesar juga memiliki risiko

komplikasi yang cukup besar yang dapat membahayakan kesehatan ibu dna anak.

Pada wanita, stunting dapat berdampak pada perkembangan dan

pertumbuhan janin saat kehamilan, terhambatnya proses melahirkan, serta

meningkatkan resiko stunting dan kurang berat badan pada anak yang

dilahirkannya, yang nantinya juga dapat membawa risiko kepada ganguan

metabolisme dan penyakit kronis saat anak tumbuh dewasa (Fikawati et al ,2017

:286).

D. Pengaruh KEK dan Tinggi Badan Ibu dengan Kejadian Stunting Pada

Anak Balita Usia 12-59 Bulan.

1. Pengaruh KEK dengan Kejadian Stunting Pada Anak Balita Usia 12-

59 Bulan

Kurang energi kronis (KEK) merupakan salah satu penyebab terjadinya

stunting pada Balita, karena Ibu yang mengalami kekurangan energi kronis atau

anemia selama kehamilan akan melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah

(BBLR). BBLR lahir rendah banyak dihubungkan dengan tinggi badan yang

kurang atau stunting. Oleh karena itu diperlukannya upaya pencegahan dengan

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stuntingrepository.poltekkes-tjk.ac.id/621/4/BAB II.pdf3. Patofisiologis stunting Masalah gizi merupakan masalah multidimensi, dipengaruhi oleh berbagai

menetapkan dan/atau memperkuat kebijakan untuk meningkatkan intervensi gizi

ibu dan kesehatan mulai dari masa remaja (Fajrina, 2016).

Hasil Penelitian yang dilakukan oleh Sartono (2013) dikota Yogyakarta

ada hubungan bermakna antara KEK pada ibu hamil dengan kejadian stunting

usia 6-24 bulan dengan p=0,042 dan OR=1,74 (95%CI ;1,01-2,977). Hasil analisis

kualitatif juga menunjukan hal yang serupa bahwa KEK meningkatkan risiko

kejadian stunting. Pada penelitian Fajrina (2016) di puskesmas Piyungan

kabupaten Bantul mengatakan terdapat hubungan antara status gizi ibu saat hamil

dengan p-value = 0,01 (< 0,05. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Warsini

(2016) di Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul. Bahwa riwayat KEK saat hamil

bukan faktor risiko terhadap kejadian stunting dengan (p=0,23, OR=0,7, 95%

CI=0,37-1,31.

2. Pengaruh Tinggi Badan Ibu dengan Kejadian Stunting Pada Anak Balita

Usia 12-59 Bulan.

Tinggi badan orang tua berhubungan dengan pertumbuhan fisik anak. Ibu

yang pendek merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan kejadian

stunting. Salah satu atau kedua orang tua yang pendek akibat kondisi patologi

(seperti defisiensi hormon pertumbuhan) memiliki gen dalam kromosom yang

membawa sifat pendek sehingga memperbesar peluang anak mewarisi gen

tersebut dan tumbuh menjadi stunting. Akan tetapi, bila orang tua pendek akibat

kekurangan zat gizi atau penyakit, kemungkinan anak dapat tumbuh dengan tinggi

badan normal selama anak tersebut tidak terpapar faktor risiko yang lain. Jadi

kesimpulannya Ibu yang pendek, ayah yang pendek, tingkat pendidikan ayah yang

rendah dan pendapatan perkapita yang rendah merupakan faktor risiko yang

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stuntingrepository.poltekkes-tjk.ac.id/621/4/BAB II.pdf3. Patofisiologis stunting Masalah gizi merupakan masalah multidimensi, dipengaruhi oleh berbagai

paling berpengaruh terhadap kejadian stunting pada balita usia 24 – 36 bulan

(Fitriahadi, 2018:21-22).

Hasil penelitian yang dilakuan oleh Fajrina (2016) di puskesmas Piyungan

kabupaten Bantul mengatakan tinggi badan ibu menunjukan adanya hubungan

antara tinggi badan ibu dengan kejadian stunting dengan (p-value 0,022’) dan nilai

(OR=2,952;95% CI:1,154-7,556) yang artinya ibu dengan tinggi badan kurang

dari 150 cm 2 kali beresiko mempunyai anak dengan stunting. Penelitian Fitriadi

(2018) di Puskesmas wonosari I dilihat dari statistik bahwa tinggi badan ibu

berhubungan dengan stunting, Hal ini dibuktikan dengan nilai p 0,000 (p<0,05)

sehingga dapat disimpulkan bahwa Ha diterima dan Ho ditolak atau terdapat

hubungan antara tinggi badan ibu dengan stunting pada balita usia 24-59 bulan di

wilayah kerja Puskesmas Wonosari I. Penelitian yang dilaukan oleh Rahayu

(2012) di Yogyakarta Kejadian stunting pada usia 6-12 bulan memiliki hubungan

yang signifikan dengan tinggi badan ayah, tinggi badan ibu dengan (p<0,05) dan

(OR=2,2) .

E. Kerangka Teori

Kerangka teori pada dasarnya adalah hubungan antar konsep-konsep yang

ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan

(Notoatmodjo, 2018). Berdasarkan tinjaun pustaka maka kerangka teori

disimpulkan, dengan gambaran sebagai berikut :

Kerangka Teori dari penelitian ini adalah sebagai tabel gambar berikut ini :

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stuntingrepository.poltekkes-tjk.ac.id/621/4/BAB II.pdf3. Patofisiologis stunting Masalah gizi merupakan masalah multidimensi, dipengaruhi oleh berbagai

Sumber: (Fikawati, 2017)

Gambar 1

Kerangka Teori

F. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan

antara konsep satu terhadap konsep lainnya, atau anatar variabel yang satu dengan

variabel lainnya (Notoatmodjo, 2018:100). Kerangka konsep pada penelitian ini

adalah :

1. Faktor keluarga da Rumah tangga

a Faktor Maternal

1) Nutrisi yang buruk pada masa

pra-konsepsi, kehamilan, dan

laktasi

2) Tinggi badan ibu pendek

3) Infeksi

4) Kehamilan usia remaja

5) Kesehtan mental

6) IUGR & prematuritas

7) Jarak lahir singkat

8) Hipotensi

b Lingkungan Rumah

1) Stimulasi dan aktivitas anak

yang tidak adekuat

2) Buruknya praktik pengasuhan

3) Persedian air bersih & sanitasi

yang buruk

4) Ketidak tahanan pangan

5) Alokasi makann dalam rumah

tangga yang tidak tepat

6) Rendahnya pendidikan

pengasuh

2. Pemberian Makanan Tambahan yang

Tidak adekuat

3. Pemberian Asi

4. Infeksi

Stunting

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stuntingrepository.poltekkes-tjk.ac.id/621/4/BAB II.pdf3. Patofisiologis stunting Masalah gizi merupakan masalah multidimensi, dipengaruhi oleh berbagai

Gambar 2

Kerangka Konsep

G. Variabel Penelitian

Variabel penelitian secara sederhana dapat diartikan suatu yang digunakan

sebagai ciri, sifat atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian

tentang suatu konsep penegrtian tertentu. Variabel dalam sebuah penelitian ada

dua macam yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas atau variabel

independen adalah variabel yang mempengaruhi, sedangkan variabel terikat atas

variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi (Notoatmodjo, 2012).

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah KEK dan Tinggi Badan ibu dan

variabel terikatnya adalah Stunting.

H. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian adalah jawaban smentara penelitian, patokan

duga, atau dalil sementara, yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian

tersebut (Notoatmodjo, 2018:105). Hipotesis dalam penelitian ini adalah

1. Ada Hubungan KEK dengan Kejadian Stunting Pada Anak Balita Usia 12-59

Bulan.

2. Ada Hubungan Tinggi Badan ibu dengan Kejadian Stunting Pada Anak Balita

Usia 12-59 Bulan.

Tinggi Badan Ibu

Kurang Energi kronik (KEK)

Stunting

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stuntingrepository.poltekkes-tjk.ac.id/621/4/BAB II.pdf3. Patofisiologis stunting Masalah gizi merupakan masalah multidimensi, dipengaruhi oleh berbagai

I. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada variabel

dengan cara memberikan suatu operasional yang diberikan untuk mengukur

variabel tersebut dengan diamati atau diukur. Penyusun definisi operasional

dangat diperlukan, karena definisi operasional akan menunjukan alat pengambilan

data mana yang cocok untuk digunakan (Notoatmodjo, 2018:111).

Maka definisi operasional dalam penelitian ini adalah.

Tabel 3

Definisi Operasional

No Variabel Devinisi

Operasional

Cara Ukur Alat

Ukur

Hasil Ukur Skala

1 Stunting Panjang badan

Balita yang

berada dibawah

<-2SD yang

tercatat dalam

buku posyandu

Study

Dokumentasi

Stature

Meter

0.Tidak

stunting

1.Stunting

<-2SD

Ordinal

2 KEK Ibu

hamil

Kekurangan

asupan makanan

dalam waktu

yang cukup

lama, hitungan

tahun yang

dapat diukur

pada lingkar

lengan kiri ibu

hamil yang

kurang dari 23,5

cm

Study

Dokumentasi

Pita LILA 0.Tidak

KEK

(LILA

23,5

1.KEK

(LILA

<23,5)

Ordinal

3 Tinggi

Badan ibu

Panjang tubuh

seseorang yang

diukur dari

puncak kepala

sampai telapak

kaki

Dokumentasi Stature

Meter

0.Tinggi

Badan

145

1.Tinggi

Badan

<145 cm

Ordinal

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stuntingrepository.poltekkes-tjk.ac.id/621/4/BAB II.pdf3. Patofisiologis stunting Masalah gizi merupakan masalah multidimensi, dipengaruhi oleh berbagai