BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gigi Tiruan Sebagian …repository.poltekkes-tjk.ac.id/201/3/6. BAB...

24
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gigi Tiruan Sebagian Lepasan 1. Pengertian Gigi Tiruan Sebagian Lepasan Gigi Tiruan Sebagian Lepasan adalah gigi tiruan yang menggantikan satu atau lebih gigi yang hilang di dalam lengkung rahang yang bisa dilepas pasang dengan mudah baik oleh pasien maupun dokter gigi (Ikhsan, 2009:85). Gigi tiruan sebagian lepasan adalah suatu gigi tiruan sebagian lepasan yang mengganti satu atau lebih dari satu gigi yang disangga sebagian besar oleh gusi (Martanto, 1981:4) Gigi tiruan sebagian lepasan adalah geligi tiruan yang menggantikan satu atau lebih, tetapi tidak semua gigi serta jaringan sekitarnya dan didukung oleh gigi dan atau jaringan di bawahnya, serta dapat dikeluar-masukkan ke dalam mulut oleh pemakainya (Gunadi, 1991:14). 2. Fungsi Gigi Tiruan Sebagian Lepasan Gigi tiruan sebagian lepasan memiliki beberapa fungsi, antara lain : a. Mengembalikan Fungsi Estetik Alasan utama seorang pasien mencari perawatan prostodontik biasanya karena masalah estetik, baik yang disebabkan hilangnya, berubah bentuk, susunan, warna maupun berjejalnya gigi-geligi. Nampaknya banyak sekali pasien yang dapat menerima kenyataan hilangnya gigi, dalam jumlah besar sekalipun, sepanjang penampilan wajahnya tidak terganggu. b. Mengembalikan Fungsi Bicara Bagi penderita yang telah kehilangan gigi, terutama pada gigi anterior atas dan bawah hal ini dapat mempengaruhi suara penderita. Kesulitan bicara dapat timbul, meskipun hanya bersifat sementara. Dalam hal ini gigi tiruan dapat meningkatkan dan memulihkan kemampuan bicara, artinya ia mampu kembali

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gigi Tiruan Sebagian …repository.poltekkes-tjk.ac.id/201/3/6. BAB...

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gigi Tiruan Sebagian Lepasan

1. Pengertian Gigi Tiruan Sebagian Lepasan

Gigi Tiruan Sebagian Lepasan adalah gigi tiruan yang menggantikan satu

atau lebih gigi yang hilang di dalam lengkung rahang yang bisa dilepas pasang

dengan mudah baik oleh pasien maupun dokter gigi (Ikhsan, 2009:85).

Gigi tiruan sebagian lepasan adalah suatu gigi tiruan sebagian lepasan

yang mengganti satu atau lebih dari satu gigi yang disangga sebagian besar oleh

gusi (Martanto, 1981:4)

Gigi tiruan sebagian lepasan adalah geligi tiruan yang menggantikan satu

atau lebih, tetapi tidak semua gigi serta jaringan sekitarnya dan didukung oleh gigi

dan atau jaringan di bawahnya, serta dapat dikeluar-masukkan ke dalam mulut

oleh pemakainya (Gunadi, 1991:14).

2. Fungsi Gigi Tiruan Sebagian Lepasan

Gigi tiruan sebagian lepasan memiliki beberapa fungsi, antara lain :

a. Mengembalikan Fungsi Estetik

Alasan utama seorang pasien mencari perawatan prostodontik biasanya

karena masalah estetik, baik yang disebabkan hilangnya, berubah bentuk,

susunan, warna maupun berjejalnya gigi-geligi. Nampaknya banyak sekali pasien

yang dapat menerima kenyataan hilangnya gigi, dalam jumlah besar sekalipun,

sepanjang penampilan wajahnya tidak terganggu.

b. Mengembalikan Fungsi Bicara

Bagi penderita yang telah kehilangan gigi, terutama pada gigi anterior

atas dan bawah hal ini dapat mempengaruhi suara penderita. Kesulitan bicara

dapat timbul, meskipun hanya bersifat sementara. Dalam hal ini gigi tiruan dapat

meningkatkan dan memulihkan kemampuan bicara, artinya ia mampu kembali

6

mengucapkan, kata-kata dan berbicara dengan jelas, terutama bagi lawan

bicaranya.

c. Mengembalikan Fungsi Pengunyahan

Pola kunyah penderita yang sudah kehilangan sebagian gigi biasanya

mengalami perubahan. Jika kehilangan beberapa gigi terjadi pada ke dua rahang,

tetapi pada sisi sama, maka pengunyahan akan dilakukan semaksimal mungkin

oleh geligi asli pada satu sisinya. Dalam hal seperti ini, tekanan kunyah akan

dipikul satu sisi atau sebagian saja. Setelah pasien memakai protesa. Ternyata ia

merasakan perbaikan. Perbaikan ini terjadi karena sekarang tekanan kunyah dapat

disalurkan secara lebih merata keseluruh bagian jaringan pendukung. Dengan

demikian protesa ini berhasil mempertahankan atau meningkatkan efisiensi

kunyah (Gunadi dkk, 1991:33-38).

B. Komponen-Komponen Gigi Tiruan Sebagian Lepasan

Gigi tiruan sebagian lepasan mempunyai beberapa komponen yaitu:

1. Cengkeram

a. Cengkeram Kawat merupakan jenis cengkram yang lengan-lengannya

terbuat dari kawat jadi (wrought wire). Ukuran dan jenis kawat yang sering

digunakan untuk pembuatan gigi tiruan sebagian lepasan akrilik adalah yang bulat

dengan diameter 0,7 mm untuk gigi anterior dan premolar. Kawat berdiameter 0,8

mm untuk gigi molar (Gunadi dkk, 1991:161).

b. Syarat- syarat yang harus dipenuhi dalam pembuatan cengkeram yaitu,

sandaran dan badan tidak boleh mengganggu oklusi maupun artikulasi, lengan

cengkeram melewati garis survei, ujung lengan cengkeram harus bulat dan tidak

ada bekas tang dan lekukan yang rusak.

c. Macam-macam cengkeram kawat

Cengkeram kawat di kelompokkan menjadi dua, yaitu cengkeram oklusal

dan cengkeram gingival dimana masing-masing dibagi menjadi beberapa bentuk

(Gunadi dkk,1991:163)

7

1) Cengkeram kawat oklusal

Kelompok ini disebut jugaa circumferential type clasp dan merupakan

bentuk yang umum adapun bentuk cengkramnya antara lain:

a) Cengkeram Jackson

Indikasi pemakaian cengkeram ini merupakan penahan langsung

orthodontik.

Gambar 2.1 Cengkeram Jackson

(Gunadi dkk,1991:164 )

b) Cengkeram setengah jackson

Cengkeram ini digunakan pada gigi posterior yang mempunyai kontak

yang baik dibagian mesial dan distalnya.

Gambar 2.2 Cengkeram Setengah Jackson

(Gunadi dkk,1991:164)

c) Cengkeram S

Cengkeram ini berbentuk seperti huruf S, bersandar pada singulum gigi

kaninus. Bisa digunakan untuk gigi kaninus bawah dan gigi kaninus atas bila

ruang interoklusalnya cukup.

8

Gambar 2.3 Cengkeram S

(Gunadi dkk,1991:165)

2) Cengkeram kawat gingival

Cengkeram ini disebut bar type clasp yang berawal dari basis gigi tiruan

atau dari arah gingiva. Bentuk-bentuk cengkeram ini, antara lain:

a) Cengkeram Meacock

Cengkeram ini khusus untuk bagian interdental, terutama pada molar

pertama. Dipakai pada anak-anak dalam masa pertumbuhan.

Gambar 2.4 Cengkeram Meacock

(Gunadi dkk,1991:166)

b) Cengkeram C

Lengan retentif cengkram ini seperti cengkeram setengah jackson dengan

pangkal ditanam pada basis.

9

Gambar 2.5 Cengkram C

(Gunadi dkk, 1991:167)

c) Cengkeram panah anker

Merupakan cengkeram interdental atau proksimal dan dikenal sebagai

Arrow Anchorn Clasp.

Gambar 2.6 Cengkeram panah anker

(Gunadi dkk, 1991:166)

2. Elemen gigi

Elemen atau gigi tiruan merupakan bagian dari gigi tiruan sebagian

lepasan yang berfungsi menggantikan gigi asli yang hilang (Gunadi, 1991:206)

Faktor yang diperhatikan dalam pemilihan gigi:

a. Ukuran gigi

Ukuran elemen harus sesuai dengan gigi sejenis pada sisi sebelahnya. Pada

pemilihan ukuran gigi hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu panjang dan lebar

gigi.

b. Bentuk gigi

Bentuk gigi tiruan hendaknya dibuat harmonis dengan bentuk wajah.

Terdapat tiga bentuk wajah yaitu persegi, oval dan segitiga, bentuk permukaan

10

labial gigi depan biasanya dipilih sesuai dengan bentuk profil wajah pasien yang

bersangkutan.

c. Warna gigi

Pengaruh warna dalam pemilihan elemen gigi tiruan sangat besar. Pada

umumnya warna gigi depan berkisar antara kuning sampai kecoklatan atau abu-

abu, dan putih.

3. Basis gigi tiruan

Basis geligi tiruan disebut juga dasar atau sadel, merupakan bagian yang

menggantikan tulang alveolar yang sudah hilang dan berfungsi mendukung gigi

elemen tiruan (Gunadi, 1991: 215).

Fungsi basis gigi tiruan sebagian lepasan, yaitu untuk mendukung elemen

gigi tiruan, untuk menyalurkan tekanan oklusal ke jaringan pendukung, gigi

penyangga, atau linggir sisa dan untuk memberikan retensi dan stabilisasi kepada

gigi tiruan (Gunadi dkk, 1991:215-216)

Syarat- syarat bahan basis gigi tiruan sebagian lepasan, yaitu kecermatan

adaptasi dengan jaringan tinggi, permukaannya harus keras sehingga tidak mudah

tergores atau aus, warna dapat disesuaikan dengan jaringan sekitarnya, dapat

dicekatkan kembali dan harganya ekonomis (Gunadi dkk, 1991:218).

Secara garis besar basis gigi tiruan dibagi menjadi tiga macam bahan basis

yaitu, metal, akrilik, dan kombinasi metal-akrilik:

a. Basis metal/kerangka logam

Kelebihan dari bahan metal yaitu penghantar panas yang baik, ketepatan

dimensional lebih baik, permukaan licin, serta tidak menyerap cairan mulut

sehingga tidak mudah berbau. Kekurangan basis bahan metal yaitu, kekurangan

dari basis bahan metal adalah basis metal tidak mungkin dilapis atau dicekatkan

kembali, warna basis metal tidak harmonis dengan warna jaringan sekitarnya,

relatif lebih berat, teknik pembuatannya lebih rumit dan mahal (Gunadi dkk,

1991:218-219)

b. Bahan basis akrilik

Kelebihan basis bahan akrilik yaitu warnanya harmonis dengan jaringan

sekitarnya sehingga memenuhi faktor estetik, dapat dilapisi dan dicekatkan

11

kembali, relatif lebih ringan, teknik pembuatannya lebih mudah, harganya murah.

Kekurangannya adalah penghantar panas yang buruk, dimensinya tidak stabil

pada waktu pembuatan pemakaian maupun reparasi (Gunadi dkk, 1991:220)

c. Basis metal-resin

Tujuan pemakaian basis kombinasi adalah memanfaatkan kelebihan

masing-masing bahan. Basis kombinasi ini berupa rangka dari metal yang dilapisi

resin untuk tempat perlekatan elemen gigi tiruan dan yang berkontak dengan

mukosa mulut (Gunadi dkk, 1991:220)

C. Klasifikasi Kennedy Berdasarkan Kehilangan Gigi

Klasifikasi Kennedy pertama kali dikenalkan oleh Dr. Edward Kennedy

pada tahun 1925. Kennedy berupaya mengklasifikasikan lengkung tak bergigi

supaya dapat membantu pembuatan desain gigi tiruan sebagian lepasan. Kennedy

membagi klasifikasi menjadi empat kelas yaitu: (Gunadi dkk, 1991:23)

1. Kelas I

Daerah tak bergigi terletak di bagian posterior dari gigi yang masih ada

dan berada pada kedua sisi rahang (bilateral)

Gambar 2.7 Kelas I Kennedy

(Gunadi dkk, 1991:22)

2. Kelas II

Daerah tak bergigi terletak di bagian posterior dari gigi yang masih ada,

tetapi berada hanya pada salah satu sisi rahang saja (unilateral).

12

Gambar 2.8 Kelas II Kennedy

(Gunadi dkk,1991:22)

3. Kelas III

Daerah tak bergigi terletak di antara gigi-gigi yang masih ada di bagian

posterior maupun anteriornya dan unilateral.

Gambar 2.9 Kelas III Kennedy

(Gunadi dkk,1991:22)

4. Kelas IV

Daerah tak bergigi terletak pada bagian anterior dari gigi-gigi yang masih

ada dan melewati garis midline.

Gambar 2.10 Kelas IV Kennedy

(Gunadi dkk,1991:22)

13

D. Desain Gigi Tiruan Sebagian Lepasan Akrilik

Rencana pembuatan desain merupakan salah satu tahap penting dan

merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan atau kegagalan sebuah geligi

tiruan. Sebuah desain yang benar dapat mencegah terjadinya kerusakan jaringan

dalam mulut, akibat kesalahan yang tidak seharusnya terjadi dan yang tidak bisa

dipertanggung jawabkan (Gunadi, 1991:206). Dalam pembuatan desain gigi tiruan

ada empat tahap, yaitu:

1. Tahap I (menentukan kelas dari masing-masing daerah tak bergigi)

Daerah tak bergigi pada suatu lengkungan gigi dapat bervariasi, dalam hal

ini panjang, macam, jumlah dan letaknya. Hal ini akan mempengaruhi rencana

pembuatan desain gigi tiruan, baik dalam bentuk sadel, konektor, maupun

dukungannya.

2. Tahap II (menentukan macam dukungan dari setiap sadel)

Bentuk daerah tak bergigi ada dua macam, yaitu sadel tertutup (paradental)

dan daerah berujung bebas (free end). Ada tiga pilihan untuk dukungan sadel

paradental, yaitu dukungan gigi dan mukosa. Untuk sadel berujung bebas

dukungan berasal dari mukosa atau dari dukungan gigi dan mukosa. Dukungan

terbaik untuk gigi tiruan sebagian lepasan dapat diperoleh dengan memperhatikan

dan mempertimbangkan beberapa faktor, seperti keadaan jaringan pendukung,

panjang sadel, jumlah sadel dan keadaan rahang yang akan dipasangi gigi tiruan,

3. Tahap III (menentukan jenis penahan atau retainer)

Ada dua macam retainer untuk gigi tiruan, yaitu direct retainer dan

indirect retainer. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan jenis

retainer yang akan dipilih, yaitu:

a) Dukungan sadel

Hal ini berkaitan dengan indikasi dari macam cengkram yang akan dipakai

dan gigi penyangga yang ada atau diperlukan.

b) Stabilisasi dari gigi tiruan

Hal ini berhubungan dengan jumlah dan macam gigi pendukung yang ada

dan yang akan dipakai.

14

c) Estetika

Hal ini berhubungan dengan bentuk atau tipe cengkram serta lokasi dari

gigi penyangga.

4. Tahap IV (menentukan jenis konektor)

Untuk gigi tiruan resin akrilik, konektor yang dipakai biasanya berbentuk

plat. Jenis-jenis pada pembuatan gigi tiruan sebagian lepasan resin akrilik, yaitu:

a) Plat berbentuk horse shoe atau tapal kuda

Indikasi pemakaiannya, karena kehilangan gigi satu atau lebih gigi anterior

dan posterior atas dan bawah, adanya torus palatinus yang luas.

b) Plat berbentuk full plate

Indikasi pemakaiannya, untuk kasus kelas I dan kelas II Kennedy, untuk

kasus perluasan distal, sandaran oklusal menjauhi daerah tak bergigi (Gunadi dkk,

1991:196-198)

E. Retensi dan stabilisasi

1. Retensi

Retensi merupakan kemampuan gigi tiruan untuk melawan atau menahan

gaya pemindah yang cenderung mempengaruhi gigi tiruan lepas atau keluar dari

kedudukannya. Contoh gaya pemindah adalah aktivitas otot-otot pada saat bicara,

mastikasi, tertawa, menelan, batuk, bersin, makanan lengket atau gravitasi untuk

gigi tiruan rahang atas (Gunadi dkk, 1991:156)

Retensi utama dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu:

a) Ketetapan kontak antara basis gigi dengan mukosa mulut

Ketetapan kontak antara basis gigi tiruan dengan mukosa mulut tergantung

pada efektifitas gaya-gaya fisik dari adhesi dan kohesi. Adhesi adalah daya tarik-

menarik fisik antara molekul yang berlainan satu sama lain. Gaya ini bekerja bila

saliva yang membasahi dan melekat pada permukaan basis gigi tiruan dan juga

pada membran mukosa dari daerah pendukung. Keefektifan adhesi tergantung

pada rapatnya kontak antara basis gigi tiruan dan jaringan pendukungnya. Kohesi

adalah daya tarik-menarik fisik antara molekul-molekul yang sama satu sama lain.

15

Kohesi merupakan gaya retentif, yang terjadi dalam lapisan saliva pengaruhnya

adalah dengan kental atau cairnya saliva (Zarb dkk,2002:146)

b) Perluasan basis gigi tiruan

Desain basis gigi tiruan dibuat cenderung menutupi seluas mungkin

permukaan jaringan lunak, sampai batas toleransi pasien. Hal ini sesuan dengan

prinsip dasar biomekanik, yaitu gaya oklusal harus disalurkan ke permukaan

seluas mungkin, sehingga tekanan per satuan luas menjadi kecil agar dapat

meningkatkan faktor retensi dan stabilisasi (Gunadi dkk, 1991:220)

c) Peripheal seal

Faktor terpenting yang mempengaruhi retensi gigi tiruan adalah peripheal

seal. Efektivitas peripheal seal sangat mempengaruhi efek retensi dari atmosfer.

Tekanan fisik ini berpengaruh terhadap tekanan-tekanan yang dapat melepaskan

suatu gigi tiruan (Watt. Dm,1992:59)

2. Stabilisasi

Stabilisasi merupakan gaya untuk melawan pergerakan geligi tiruan dalam

arah horizontal. Dalam hal ini semua bagian cengkeram berperan, kecuali bagian

terminal (ujung) lengan retentif. Dibanding yang berbentuk batang, cengkeram

sirkumferensial memberikan stabilisasi yang lebih baik, karena mempunyai

sepasang bahu yang tegar dan lengan retentif yang fleksibel (Gunadi dkk,

1991:157).

F. Oklusi

Oklusi adalah hubungan daerah kunyah gigi geligi dalam keadaan tidak

berfungsi. Hubungan oklusi dari seorang dewasa ialah:

1. Oklusi sentris ialah hubungan kontak maksimal dari gigi-gigi di rahang

atas dan rahang bawah waktu rahang bawah dalam keadaan relasi sentris.

2. Oklusi aktif ialah hubungan kontak antara gigi-gigi rahang atas dan

rahang bawah di mana gigi-gigi rahang bawah mengadakan gesekan ke depan, ke

belakang, ke kiri dan ke kanan/gerakan lateral (Itjingningsih, 1991:12)

16

G. Maloklusi

1. Pengertian Maloklusi

Maloklusi merupakan masalah penting dalam bidang kesehatan gigi,

khususnya dalam bidang ortodonsia di Indonesia. Maloklusi itu sendiri merupakan

keadaan yang menyimpang dari oklusi normal, hal ini terjadi karena tidak

sesuainya antara lengkung gigi dan lengkung rahang. Keadaan ini terjadi pada

rahang atas maupun rahang bawah (Dika dkk, 2011:45).

2. Klasifikasi Maloklusi

Menurut klasifikasi Edward Angel maloklusi dapat dikelompokkan

menurut hubungan antero-posterior antara lengkung gigi rahang atas dan rahang

bawah. Namun klasifikasi ini tidak melibatkan hubungan lateral serta vertikal,

gigi berjejal dan malposisi lokal dari gigi-gigi (Foster,1997:32-34) klasifikasi

yang ditemukan oleh Angel, yaitu:

a) Klas I

Pada kelas ini lengkung rahang atas dan rahang bawah mempunyai

hubungan normal dimana alveolar ridge rahang atas sejajar dengan alveolar ridge

rahang bawah.

Gambar 2.11 Klas I

(Foster,1997:198)

b) Klas II

Pada hubungan klas II, lengkung gigi bawah terletak lebih ke posterior dari

gigi rahang atas. Pada relasi rahang klas II ini umumnyandikelompokkan menjadi

2 divisi, yaitu:

17

1) Klas II divisi I

Lengkung gigi mempunyai hubungan Klas II, dengan gigi-gigi incisivus

sentral atas proklinasi, dan overjet incisal yang besar.

Gambar 2.12 Klas II divisi I

(Foster,1997:33)

2) Klas II divisi II

Lengkung gigi mempunyai hubungan Klas II, dengan gigi-gigi incisivus

sentral atas yang proklinasi dan overbite incisal yang besar.

Gambar 2.13 Klas II divisi II

(Foster,1997:33)

c) Klas III

Pada hubungan Klas III, lengkung gigi bawah terletak lebih anterior dari

lengkung gigi rahang atas (Foster T.D, 1997:32-34

18

Gambar 2.14 Klas III

(Foster,1997:34)

H. Kelainan Malposisi

1. Protrusif

Protrusif merupakan salah satu maloklusi yang mempengaruhi penampilan

seseorang. Maloklusi protrusif mempunyai hubungan molar normal, kelainan

yang paling banyak menyertai adalah gigi berdesakan akibat ketidaksesuaian

antara ukuran gigi dengan lengkung rahang (Rahmawati,2013:224-225).

Protrusif gigi anterior merupakan suatu kelainan yang menimbulkan

gangguan estetik karena posisi gigi anterior lebih kedepan sehingga penderita sulit

menutup mulut. Bibir atas terangkat disertai celah interlabial yang membuat

estetik wajah kurang menyenangkan (Zaenab,2010:3).

2. Retrusif

Retrusif adalah suatu kelainan gigi yang kedudukan rahangnya mendekati

bidang transversal atau bidang orbital. Kelainan malposisi ini gigi rahang atas

menutupi gigi anterior rahang bawah sehingga tidak ada celah interlabial antara

gigi rahang atas maupun rahang bawah (sulandjari,2008:21)

3. Ekstrusi

Ekstrusi adalah pergerakan gigi ke luar dari alveolus dimana akar

mengikuti mahkota. Ekstrusi gigi ke luar dari soketnya dapat terjadi tanpa

resorpsi dan deposisi tulang yang dibutuhkan untuk pembentukan kembali dari

mekanisme pendukung gigi. Pada umumnya pergerakan ekstrusi mengakibatkan

tarikan pada seluruh struktur pendukung (Amin dkk, 2016:22).

19

4. Intrusi

Intrusi adalah pergerakan gigi secara vertikal ke dalam alveolus. Intrusi

gigi menyebabkan resorpsi tulang, terutama di sekitar apeks gigi. Dalam

pergerakan ini, terjadi daerah tekanan pada seluruh struktur jaringan pendukung

tanpa adanya daerah tarikan (Amin dkk, 2016:22-23)

5. Crowded

Crowded dapat terjadi karena ruang yang dibutuhkan untuk erupsi gigi

pada posisi yang benar lebih besar dibandingkan dengan ruang yang tersedia pada

lengkung gigi. Crowded sering disebabkan kurangnya pertumbuhan lengkung

rahang untuk menampung gigi sehingga gigi tidak tumbuh pada posisi yang

normal (Rasyid dkk, 2014:191).

6. Crossbite

Crossbite adalah keadaan dimana satu atau beberapa gigi depan atas

terletak di sebelah lingual dari gigi depan bawah jika rahang dalam oklusi sentrik.

Crossbite anterior yang tidak dirawat akan menyebabkan fungsi abnormal gigi

insisivus bawah, kompensasi insisivus mandibula mengarah pada pengurangan

tulang alveolar bagian labial dan atau resesi gingiva (Utari,2012:97)

7. Migrasi dan Rotasi Gigi

Migrasi dan rotasi gigi dapat menyebabkan hilangnya kesinambungan

pada lengkung gigi, sehingga dapat menimbulkan pergeseran/perpindahan posisi,

miring atau berputarnya gigi. Gigi yang miring lebih sulit dibersihkan, sehingga

aktivitas karies dapat meningkat (Gunadi dkk, 1991:31).

I. Gigi Impaksi

1. Pengertian gigi impaksi

Gigi impaksi adalah keadaan suatu gigi yang terhalang erupsinya untuk

mencapai kedudukan yang normal. Gigi impaksi dapat berupa gigi yang

tumbuhnya terhalang sebagian atau seluruhnya oleh gigi tetangga atau tulang

disekitarnya (Balaji,2007:230).

20

2. Macam- macam Klasifikasi gigi impaksi

a) Berdasarkan aksis panjang gigi atau posisi gigi impaksi molar tiga

terhadap gigi molar dua. Klasifikasi gigi impaksi menurut George Winter:

(Balaji,2007:233)

1) Mesioangular (miring ke mesial)

Gigi molar ketiga bawah mengalami tilting terhadap gigi molar kedua ke

arah mesial.

2) Distoangular (miring ke distal)

Sumbu panjang molar ketiga bawah mengarah ke arah distal atau posterior

menjauhi molar kedua.

3) Vertikal

Sumbu panjang gigi molar ketiga bawah berada pada arah yang sama

dengan sumbu panjang gigi molar kedua bawah.

4) Horizontal

Sumbu panjang gigi molar ketiga bawah mendatar secara horizontal

terhadap sumbu panjang gigi molar kedua bawah.

Gambar 2.15 Klasifikasi Gigi Impaksi Menurut George Winter:

(A) Mesioangular, (B) Distoangular, (C) Horizontal, (D) Vertikal

(Balaji,2007:233)

b) Klasifikasi gigi impaksi menurut Pell and Gregory’s: (Balaji,2007:233)

1) Berdasarkan relasi molar ketiga bawah dengan ramus mandibula:

A B

C D

21

a. Klas I

Diameter anteroposterior gigi sama atau sebanding dengan ruang antara

batas anterior ramus mandibula dan permukaan distal gigi molar kedua. Pada klas

I ada celah di sebelah distal molar kedua yang potensial untuk tempat erupsi

molar ketiga.

b. Klas II

Sejumlah kecil tulang menutupi permukaan distal gigi dan ruang tidak

adekuat untuk erupsi gigi, sebagai contoh diameter mesiodistal 11 gigi lebih besar

daripada ruang yang tersedia. Pada klas II, celah di sebelah distal molar.

c. Klas III

Gigi secara utuh terletak di dalam mandibula – akses yang sulit. Pada klas

III mahkota gigi impaksi seluruhnya terletak di dalam ramus.

Gambar 2.16 Klasifikasi Gigi Impaksi Berdasarkan relasi molar ketiga

bawah dengan ramus mandibula Menurut Pell Gregory’s, . (A) Klas I, (B)

Klas II, (C) Klas III

(Balaji,2007:234)

c) Berdasarkan pada jumlah tulang yang menutupi gigi impaksi. Baik gigi

impaksi atas maupun bawah bisa dikelompokkan berdasarkan kedalamannya,

dalam hubungannya terhadap garis servikal molar kedua disebelahnya.

Faktor umum dalam klasifikasi impaksi gigi rahang atas dan rahang

bawah: (Balaji,2007:234)

B

C

A

22

1. Posisi A

Bidang oklusal gigi impaksi berada pada tingkat yang sama dengan

oklusal gigi molar kedua tetangga. Mahkota molar ketiga yang impaksi berada

pada atau di atas garis oklusal.

2. Posisi B

Bidang oklusal gigi impaksi berada pada pertengahan garis servikal dan

bidang oklusal gigi molar kedua tetangga. Mahkota molar ketiga di bawah garis

oklusal tetapi di atas garis servikal molar kedua.

3. Posisis C

Bidang oklusal gigi impaksi berada di bawah tingkat garis servikal gigi

molar kedua. Hal ini juga dapat diaplikasikan untuk gigi maksila. Mahkota gigi

yang impaksi terletak di bawah garis servikal.

Gambar 2.17 Klasifikasi Gigi Impaksi Berdasarkan pada jumlah tulang yang

menutupi gigi impaksi Menurut Pell Gregory’s.

(A) Posisi A, (B) Posisi B, (C) Posisi C

(Balaji,2007:234)

J. Cara Penyusunan Gigi Normal

1. Penyusunan Gigi Anterior

Penyusunan gigi dilakukan secara bertahap yaitu gigi anterior atas, gigi

anterior bawah, gigi posterior atas dan gigi posterior bawah:

C

A B

23

a. Penyusunan Gigi Anterior Rahang atas

1) Incisivus satu rahang atas

Titik kontak sebelah mesial berkontak dengan midline. Sumbu gigi miring

5º terhadap garis midline, titik kontak sebelah mesial tepat pada garis tengah,

incisal edge terletak di atas bidang datar.

2) Incisivus dua rahang atas

Titik kontak sebelah mesial berkontak dengan distal incisivus satu kanan

rahang atas, sumbu gigi miring 5º terhadap midline, tepi incisal naik 2 mm diatas

bidang oklusal. Inklinasi antero-posterior bagian servikal condong lebih ke palatal

dan incisal terletak diatas linggir rahang.

3) Kaninus rahang atas

Sumbu gigi tegak lurus bidang oklusal dan hampir sejajar dengan garis

midline. Titik kontak mesial berkontak dengan titik kontak distal incisivus dua.

Puncak cusp menyentuh atau tepat pada bidang oklusal. Permukaan labial sesuai

dengan lengkung bite rime.

b. Penyusunan Gigi Anterior Rahang Bawah

1) Incisivus satu rahang bawah

Sumbu gigi tegak lurus terhadap meja artikulator, permukaan incisal lebih

ke lingual. Permukaan labial sedikit depresi pada bagian servikal dan ditempatkan

diatas atau sedikit kelingual dari puncak ridge. Titik kontak mesial tepat pada

midline. Titik kontak distal berkontak dengan titik kontak mesial incisivus dua.

2) Incisivus dua rahang bawah

Inklinasi gigi lebih ke mesial. Titik kontak mesial berkontak dengan titik

kontak distal incisivus satu.

3) Kaninus rahang bawah

Sumbu gigi lebih miring ke mesial, ujung cusp menyentuh bidang oklusal

dan berada diantara gigi incisivus dua dan kaninus rahang atas. Sumbu gigi lebih

miring ke mesial dibandingkan gigi incisivus dua rahang bawah.

24

2. Penyusunan Gigi Posterior

a. Penyusunan Gigi Posterior Rahang Atas

1) Premolar satu rahang atas

Sumbu gigi terletak lurus bidang oklusal. Titik kontak mesial berkontak

dengan titik kontak distal kaninus. Puncak cusp bukal tetap berada atau

menyentuh bidang oklusal dan puncak cusp palatal terangkat kurang lebih 1 mm

diatas bidang oklusal. Permukaan bukal sesuai lengkung bite rim.

2) Premolar dua rahang atas

Sumbu gigi terletak lurus bidang oklusal. Titik kontak mesial berkontak

dengan titik kontak distal premolar satu. Cusp palatal terangkat kurang lebih 1

mm diatas bidang oklusal. Permukaan bukal sesuai lengkung bite rim.

3) Molar satu rahang atas

Sumbu gigi pada bagian servikal sedikit miring ke arah mesial. Titik kotak

mesial berkontak dengan titik kontak distal premolar dua. Mesio bukal cusp dan

disto palatal cusp terangkat 1 mm di atas bidang oklusal. Disto bukal cusp

terangkat kurang lebih 1 mm diatas bidang oklusal (terangkat lebih tinggi sedikit

dari disto palatal cusp).

4) Molar dua rahang atas

Sumbu gigi pada bagian servikal miring ke arah mesial. Titik kontak

mesial berkontak dengan titik kontak distal molar satu. Mesio palatal cusp

menyentuh bidang oklusal. Mesio bukal cusp dan disto cusp terangkat 1 mm di

atas bidang oklusal.

b. Penyusunan Gigi Posterior Rahang Bawah

1) Permolar satu rahang bawah

Sumbu gigi tegak lurus pada meja artikulator. Cusp bukal terletak pada

central fossa antara premolar satu dan caninus atas.

2) Premolar dua rahang bawah

Sumbu gigi tegak lurus. Cusp bukal terletak pada central fossa antara

premolar satu dan premolar dua atas.

25

3) Molar satu rahang bawah

Cusp mesio bukal gigi molar satu rahang atas berada di groove mesio

bukal molar satu rahang bawah, cusp bukal gigi molar satu rahang bawah berada

di central fossa molar satu rahang atas.

4) Molar dua rahang bawah

Inklinasi antero-posterior dilihat dari bidang oklusal, cusp bukal berada di

atas linggir rahang (Itjingningsih,1991:85)

K. Penyusunan Gigi Pada Relasi Rahang klas II

Untuk menghasilkan penampilan yang terbaik tanpa menghilangkan ciri-

ciri wajah, maka gigi anterior atas dapat disusun lebih masuk ke arah palatal dan

gigi anterior bawah disusun sedikit lebih ke depan, selain itu, dapat dianjurkan

untuk mengambil sebagian elemen gigi yang menghadap tulang alveolar dan gigi

disusun sedikit kebelakang didalam mulut (Watt, D.M, 1992:145).

L. Prosedur Pembuatan Gigi Tiruan Sebagian Lepasan Akrilik

Tahap-tahap dalam prosedur pembuatan gigi tiruan sebagian lepasan akrilik

di laboratorium adalah sebagai berikut:

1. Merapihkan Model

Merapihkan dan membersihkan model kerja agar memperlancar dalam

proses pembuatan gigi tiruan sebagian lepasan. Merapihkan model dilakukan

menggunakan trimmer dan dibersihkan menggunakan lecron.

2. Survey

Prosedur ini yaitu penentuan lokasi dan garis luar dari kontur terbesar serta

undercut dan posisi gigi serta jaringan disekitarnya pada model rahang. Survey

dilakukan menggunakan surveyor untuk mengetahui batas survey dan undercut

pada model kerja.

3. Blockout

Block out merupakan proses menutup daerah undercut dengan

menggunakan gips agar undercut yang tidak menguntungkan tidak menghalangi

keluar masuknya protesa gigi tiruan.

26

4. Desain

Desain merupakan rencana awal yang berfungsi sebagai panduan dalam

proses pembuatan gigi tiruan. Desain dibuat dengan menggambar pada model

kerja dengan menggunakan pensil (Itjingningsih,1991:45).

5. Pembuatan bite rim

Bite rim berfungsi menggantikan gigi untuk mendapatkkan hubungan

maksila dan mandibula dengan membuat bite rim dan bentuk landasan dari malam

(Itjiningsih, 1991:57).

6. Penanaman model kerja pada okludator

Okludator adalah alat yang digunakan untuk meniru gerakan tinggi bidang

oklusal. Penanaman okludator dengan menyesuaikan bentuk oklusi, garis median

okludator harus berhimpitan dengan garis median pada model, bidang oklusal

sejajar dengan bidang datar, serta gips pada model kerja rapih atau tidak menutupi

batas anatomi model kerja. Pemasangan okludator bertujuan untuk membantu

proses penyusunan elemen gigi.

7. Pembuatan cengkram

Cengkram dibuat mengelilingi gigi dan menyentuh sebagian besar kontur

gigi untuk memberikan retensi, stabilisasi serta sebagai support untuk gigi tiruan

sebagian lepasan. Pada pembuatan cengkeram harus memenuhi syarat yaitu

lengan cengkeram harus melewati garis survei, sandaran dan badan tidak boleh

mengganggu oklusi, ujung lengan cengkeram harus dibulatkan dan tidak

menyentuh gigi tetangga. (Gunadi dkk,1991:161-162)

8. Penyusunan elemen gigi tiruan

Penyusunan elemen gigi tiruan adalah salah satu yang paling penting,

karena hubungan antara gigi-gigi tersebut dengan gigi yang masih ada.

Penyusunan gigi dilakukan secara bertahap yaitu gigi anterior atas, gigi anterior

bawah, gigi posterior atas, gigi molar satu bawah dan gigi posterior bawah lainnya

(Itjingningsih,1991:85).

9. Wax contouring

Wax contouring merupakan membentuk dasar dari geligi tiruan malam

sedemikian rupa sehingga harmonis dengan otot-otot orofasial penderita dan

semirip mungkin dengan anatomis gusi dan jaringan lunak mulut. Adapun

27

anatomis gusi dan jaringan lunak yang harus dibentuk antara lain membentuk

kontur servikal dengan membentuk sudut 45º menggunakan lecron, membentuk

alur tonjolan akar dari setiap gigi alurnya makin ke arah apikal semakin sempit

kadang-kadang tidak jelas, daerah interproksimal harus sedikit cekung meniru

daerah-daerah interdental papilla sehingga higienis serta mencegah pengendapan

sisi makanan dan plak (Itjingningsih,1991:135).

10. Flasking

Flasking adalah suatu proses penanaman model malam dalam suatu

kuvet untuk mendapatkan suatu mould space dan bahan yang biasanya sering

digunakan adalah gips (plaster of paris) (Itjingningsih,1991:147).

Ada 2 metode flasking dalam gigi tiruan, yaitu:

a. Pulling the casting

Dimana setelah boiling out, elemen gigi tiruan akan ikut pada kuvet bagian

atas, sedangkan model kerja tetap berada pada kuvet bagian bawah.

b. Holding the casting

Model beserta seluruh elemen gigi tiruan berada di kuvet bawah dan

ditutup dengan gips, sehingga setelah boiling out akan terlihat seperti ruangan

kecil. Pada waktu packing adonan akrilik harus melewati bagian bawah gigi untuk

mencapai daerah sayap (Itjingningsih, 1991:153).

11. Boiling out

Boiling out bertujuan untuk menghilangkan wax dari model yang telah

ditanam di kuvet untuk mendapatkan mould space. Boilling out dilakukan dengan

cara memasukan ke dalam air mendidih selama 5-10 menit, kemudian kuvet

diangkat lalu dibuka, sisa malam dibersihkan dengan disiram air panas, rapihkan

mould space dari gips yang tajam dan olesi CMS sampai merata

(Itjingningsih,1991:151).

12. Packing

Packing ialah suatu proses pencampuran antara polimer dan monomer

resin akrilik, dengan perbandingan antara polimer dan monomer yaitu 3:1. Ada 2

metode packing, yaitu dry method adalah cara mencampur monomer dan polimer

langsung di dalam mold. Wet method adalah cara mencampur monomer dan

28

polimer di luar mould dan bila sudah mencapai stadium dough stage baru di

masukkan ke dalam mould (Itjingningsih,1991:155).

13. Curing

Curing adalah proses polimerisasi antara monomer yang bereaksi dengan

polimernya bila dipanaskan atau ditambah zat kimia lain. Pada pembuatan gigi

tiruan sebagian lepasan, polimerisasi dilakukan secara thermis yaitu disebut heat

curing acrylic (memerlukan pemanasan dalam proses polimerisasinya) yaitu

dengan cara merebus protesa di kuvet tersebut pada air dalam keadaan dingin

sampai naik pada suhu 100º celcius perebusan kuvet dilakukan ± selama 1 jam

kemudian tunggu hingga kuvet berada pada suhu

ruangan(Itjingningsih,1991:163).

14. Deflasking

Deflasking ialah proses melepaskan protesa gigi tiruan resin akrilik dari

kuvet dan bahan tanamnya, dengan cara memotong-motong gips sehingga dapat

dikeluarkan secara utuh (Itjingningsih,1991:170).

15. Finishing

Finishing dalah proses menyempurnakan bentuk akhir gigi tiruan dengan

membuang sisa-sisa resin akrilik pada batas gigi tiruan dn membersihkan sisa-

sisa bahan tanam yang masih menempel pada gigi tiruan. Finishing dapat

dilakukan menggunakan mata bur round untuk membersihkan sisa gips pada

daerah interdental gigi dan mata bur frezer untuk merapihkan dan menghaluskan

permukaan basis gigi tiruan (Itjingningsih,1991:183).

16. Poleshing

Poleshing adalah proses pemolesan gigi tiruan. Pemolesan gigi tiruan

terdiri dari proses menghaluskan dan mengkilapkan gigi tiruan tanpa mengubah

konturnya. Poleshing dilakukan menggunakan sikat hitam dengan bahan pumice

untuk menghaluskan dan sikat putih dengan bahan CaCO3 untuk mengkilapkan

basis gigi tiruan (Itjingningsih,1991:187).