BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anak...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anak...
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anak Prasekolah
Prasekolah dapat diartikan sebagai pendidikan sebelum sekolah, jadi berarti
bukan atau belum merupakan pendidikan sekolah itu sendiri. Anak Prasekolah
adalah mereka yang berusia antara tiga sampai enam tahun (Patmonodewo, 1995).
Anak prasekolah adalah pribadi yang mempunyai berbagai macam potensi.
Potensi-potensi itu dirangsang dan dikembangkan agar pribadi anak tersebut
berkembang secara optimal. Tertunda atau terhambatnya pengembangan potensi-
potensi itu akan mengakibatkan timbulnya masalah. Taman Kanak-Kanak (TK)
adalah salah satu bentuk pendidikan prasekolah yang menyediakan program
pendidikan dini bagi anak usia 4 tahun sampai memasuki pendidikan dasar, hal ini
sesuai dengan peraturan pemerintah nomor 27 tahun 1990 tentang pendidikan
prasekolah. Menurut Patmonodewo (1995) Program prasekolah di Indonesia
dibedakan menjadi beberapa kelompok, diantaranya program Tempat Penitipan
Anak (3 bulan-5 bulan), Kelompok Bermain (usia 3 tahun) dan pada usia 4
sampai 6 tahun biasanya mengikuti program Taman Kanak-Kanak (TK).
Usia Prasekolah diantara usia 4 (empat) sampai 6 (enam) tahun bertujuan
membantu meletakkan dasar ke arah perkembangan sikap, pengetahuan,
ketrampilan dan daya cipta yang diperlukan untuk anak dalam menyesuaikan diri
dengan lingkungannya dan untuk pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya.
19
Bimbingan di Taman Kanak-Kanak bukanlah masalah-masalahnya dan
bukanlah memecahkan melainkan mendorong murid-murid agar dapat melindungi
anak dari masalah untuk anak, menghadapi dan memecahkan masalahnya sendiri
atas bantuan guru. (Kartono,1985)
Snowman dalam Patmonodewo (1995) menemukakan ciri-ciri anak
prasekolah atau TK, diantaranya :
1.) Ciri-ciri fisik
Anak prasekolah mempergunakan keterampilan gerak dasar (berlari,
berjalan, memanjat, melompat, dan sebagainva) sebagai bagian dari
permainan mereka. Mereka masih sangat aktif, tetapi lebih bertujuan dan tidak
terlalu mementingkan untuk bisa beraktivitas sendiri.
2.) Ciri sosial
Pada umumnya anak dalam tahapan ini memiliki satu atau dua
sahabat, tetapi sahabat ini cepat berganti. Kelompok bermainnya cenderung
kecil dan tidak terlalu terorganisir secara baik, tetapi mereka mampu
berkomunikasi lebih baik dengan anak lain. Anak lebih menikmati permainan
situasi kehidupan nyata, dan dapat bermain bersama dengan saling memberi
serta menerima arahan. Perasaan empati dan simpati terhadap teman juga
berkembang, mampu berbagi dan bergiliran dengan inisiatif mereka sendiri.
Anak menjadi lebih sosialis.
20
3.) Ciri emosional
Anak cenderung mengekspresikan emosinya dengan bebas dan
terbuka. Sikap marah sering diperlihatkan dan iri hati pada anak prasekolah
sering terjadi. Mereka seringkali memperebutkan perhatian guru dan
berebutan makanan atau mainannya.
4.) Ciri kognitif
Anak prasekolah umumnya terampil dalam berbahasa. Sebagian besar
dari mereka senang berbicara dan sebagian lagi menjadi pendengar yang baik.
Kompetensi anak perlu dikembangkan melalui interaksi, minat, kesempatan,
mengagumi dan kasih sayang. Anak mampu menangani secara lebih efektif
dengan ide-idenya melalui bahasa, dan mulai mampu mendeskripsikan
konsep-konsep yang lebih abstrak. Mereka menyesuaikan dan mengubah
konsep secara konstan. Contoh, konsep mereka mengenai waktu menjadi
semakin luas. Mereka bisa memahami hari. minggu, bahkan bulan. (Seri
Ayahbunda, 2001).
B. Kemampuan Sosialisasi Anak Prasekolah (TK)
1. Pengertian Kemampuan Sosialisasi Anak Prasekolah
Sosialisasi menurut Dennis Child (Sylva dan Lunt, 1988) adalah
“keseluruhan proses yang menuntun seseorang, yang dilahirkan dengan
perilaku aktual yang jauh lebih sempit jangkauan-jangkauan mengenai apa
yang biasa dan yang diterima menurut norma kelompoknya”. Sosialisasi
21
adalah ”proses yang digunakan anak untuk mempelajari standar, nilai,
perilaku yang diharapkan untuk kultur atau masyarakat mereka”. (Mussem,
dkk, 1994)
Menurut Chaplin (2002) ”kemampuan merupakan kesanggupan
bawaan sejak lahir, atau merupakan hasil atau praktek”. Sedangkan dalam
kamus besar bahasa Indonesia ”kemampuan berarti kesanggupan, kecakapan
atau kekuatan”. Usia anak prasekolah berlangsung antara usia 4 (empat)
sampai 6 (enam) tahun.
Perkembangan sosial anak dipengaruhi oleh keluarga, teman bermain
dan sekolah. Lingkungan pertama dan utama dikenal sejak lahir yaitu
keluarga. Ayah , ibu dan anggota keluarga lainnya merupakan lingkungan
sosial yang secara langsung berhubungan dengan individu. Pengaruh
sosialisasi yang berasal dari keluarga besar perannya bagi perkembangan dan
pembentukan kepribadian individu. Kebiasaan yang ditanamkan keluarga baik
itu positif maupun negatif secara tidak langsung akan terbentuk didalam
kepribadian anak.
Kemampuan sosialisasi menjadi suatu aspek penting dalam
perkembangan anak, karena masa anak Taman Kanak-Kanak (Prasekolah)
merupakan masa peralihan dari lingkungan keluarga kedalam lingkungan.
Dalam lingkungan sekolah, anak tidak hanya memasuki dunia sosialisasi yang
lebih luas melainkan anak juga akan menemukan suasana kehidupan yang
berbeda, teman, guru atau aturan-aturan yang berbeda dengan lingkungan
22
keluarga. (Chaplin, 2002)
Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa sosialisasi adalah
proses dimana anak-anak belajar mengenai standar, nilai dan sikap yang
diharapkan kebudayaan atau lingkungan masyarakat mereka. Sosialisasi
merupakan perkembangan individu dalam pembentukan kepribadian atau
proses penyesuaian diri didalam lingkungan keluarga, seperti pengenalan
nilai-nilai atau norma, kebiasaan dan mempelajari keperluan-keperluan sosial
kultural sehingga dapat berperan dalam masyarakat dan teman sebayanya.
Jadi kemampuan sosialisasi anak prasekolah dapat diartikan sebagai
proses kesanggupan anak yang berusia 4 (empat) sampai 6 (enam) yang
terkait dengan kegiatan-kegiatan untuk mempelajari standar, nilai, perilaku
serta tertib sosial yang diharapkan masyarakat dan lingkungan mereka dan
menyelaraskan pola interaksi di dalam bermasyarakat untuk memperoleh
kepribadian dan membangun potensi-potensi yang ada pada individu.
2. Proses Sosialisasi
Hurlock (1997) mengemukakan bahwa proses sosialisasi diperoleh
dari kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Sosialisasi
ini memerlukan beberapa proses, yaitu:
a. Belajar berperilaku yang dapat diterima secara sosial
Setiap kelompok sosial mempunyai standar bagi anggotanya untuk
dapat diterima, dan harus mampu menyesuaikan perilaku dengan patokan
yang dapat diterima pula.
23
b. Memainkan peran sosial yang dapat diterima
Setiap kelompok mempunyai pola kebiasaan yang telah ditentukan
oleh para anggotanya dan dituntut untuk dipatuhi. Sebagai contoh, ada peran
yang telah disetujui bersama bagi orang tua dan anak serta bagi guru dan
murid.
c. Perkembangan sikap sosial
Untuk bermasyarakat atau bergaul dengan baik anak-anak harus
menyukai orang dan aktivitas sosial. Jika mereka berhasil dalam penyesuaian
sosial yang baik dan diterima sebagai anggota kelompok, maka mereka dapat
menggabungkan diri.
Menurut Monks (1999) terjadinya sosialisasi karena adanya proses,
diantaranya :
Dalam tiga bulan pertama timbul daya tarik terhadap manusia pada
umumnya, kemudian karena perubahan struktur kognitif akibat pengalaman,
anak lebih tertarik pada orang-orang tertentu dengan ciri-ciri khusus. Alat-alat
pengamatan anak pada bulan ini sudah dapat berfungsi dengan baik.
Contohnya: anak tertarik pada roman muka manusia karena mempunyai ciri-
ciri tertentu. Dibuktikan dengan dua gambar roman manusia, yang satu
terletak sembarang, sedangkan yang lain terletak pada tempat yang
semestinya. Baru dalam bulan ketiga anak lebih tertarik pada gambar muka
manusia dengan konfigurasi yang betul.
Anak sudah dapat membuat berbagai macam tanda untuk memenuhi
24
kebutuhannya, misalnya seorang ibu akan segera dapat membedakan antara
tangis lapar dan tangis sakit anaknya. Ketawa anak pada bulan bulan pertama
ditentukan oleh stimulus yang diberikan, apabila anak melihat wajah ibunya.
Arah sosial anak pada bulan-bulan pertama belum dipengaruhi oler.
proses belajar, baru pada bulan ketiga anak menunjukkan pengenalan terhadap
orang-orang tertentu dan belajar membedakan tanda-tanda yang diberikan oleh
orang tersebut. Sekitar usia tiga atau empat bulan anak dapat mengenal
ibunya.
Setelah mencapai usia akhir tahun pertama dan tahun ke empat terjadi
kemajuan-kemajuan yang pesat, diantaranya perkembangan fisik dan
psikomotoriknya. Pada tahun ke empat anak sudah mampu berbagi dan
bekerjasama dalam permainan kelompok, meskipun itu kelompok kecil. Anak
sudah mulai mengenal orang lain, selain ibu.
Proses sosial pada hakekatnya adalah proses belajar sosial dimana
proses untuk mempelajari bermacam-macam peranan sosial. Proses sosial
merupakan fungsi atau tingkah laku yang diharapkan seseorang oleh
kelompoknya. Berkembangnya peranan sosial itu sejalan dengan
bertambahnya usia. Berfungsinya peranan sosial merupakan ungkapkan
kepribadian seseorang. Orang yang berkepribadian sosial berarti orang yang
dapat memainkan peranan-peranan sosialnya dengan baik dan berhasil.
3. Tahap-tahap Anak Bersosialisasi
Keluarga merupakan tempat pertama bagi anak untuk belajar
25
bersosialisasi. “Melalui keluargalah anak belajar merespon terhadap
masyarakat dan beradaptasi di tengah kehidupan masyarakatnya yang lebih
luas nantinya. Melalui proses bersosialisasi didalam keluarga, seorang anak
secara bertahap belajar mengembangkan kemampuan nalar serta
imajinasinya” (Satiadarma,2001). Melalui pemahaman nilai-nilai kehidupan
yang ditanamkan oleh anggota keluarga, kemampuan persepsi seorang anak
akan diarahkan secara khusus ke dalam bidang-bidang tertentu. Perhatian
terhadap hal-hal disekelilingnya banyak dipengaruhi oleh nilai-nilai yang
mereka anut, keluargalah yang menanamkan nilai-nilai tersebut.
Setelah anak belajar bersosialisasi didalam keluarga, kemudian anak
belajar sosialisasi diluar rumah yang diperoleh dari teman sebaya, sekolah,
guru dan lingkungan diluar yang lebih luas. (Mussen, dkk: 1994)
Tahap-tahap anak bersosialisasi berawal dari lingkungan didalam
keluarga dan selanjutnya anak akan belajar bersosialisasi diluar lingkungan
keluarga.
4. Aspek-aspek yang mempengaruhi kemampuan sosialisasi anak
Hurlock (1997) mengemukakan bahwa aspek-aspek yang
mempengaruhi kemampuan sosialisasi anak adalah :
a. Kerjasama
Anak mampu untuk bermain atau bekerja secara bersama-sama dengan
anak lain. Semakin sering melakukan sesuatu secara bersama-sama, maka
akan semakin cepat untuk belajar bekerjasama dengan orang lain.
26
b. Persaingan
Adanya persaingan merupakan dorongan anak untuk berusaha sebaik-
baiknya memperoleh sosialisasi yang diinginkan mereka. Kadang dari
sosialisasi ini mengakibatkan hal buruk, seperti pertengkaran dan
kesombongan.
c. Kemurahan hati
Anak bersedia untuk berbagi sesuatu dengan anak lain, tidak
mementingkan diri sendiri. Apabila mementingkan dirinya sendiri mulai
berkurang maka ia merasa diterima secara sosial oleh lingkungannya
dengan kemurahan hati.
d. Hasrat akan penerimaan sosial
Penyesuaian diri anak terhadap tuntutan sosial akan semakin kuat,
sehingga hasrat untuk diterima oleh orang dewasa akan muncul lebih awal
dibandingkan dengan hasrat untuk diterima oleh teman sebaya.
e. Simpati
Anak berusaha menghibur dan menolong seseorang yang sedang bersedih
meskipun kadang susah dilakukan, karena anak dapat berperilaku simpati
apabila pernah mengalami situasi yang sama.
f. Empati
Ikut merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, seperti anak dapat
memahami ekspresi wajah dan maksud pembicaraan orang lain.
27
g. Ketergantungan
Anak selalu bergantung pada orang lain dalam hal apapun, misalnya
bantuan, perhatian, dan kasih sayang.
h. Sikap ramah.
Anak mampu memberikan kasih sayang kepada siapapun melalui
kesediaannya melakukan sesuatu untuk orang lain dengan
memperlihatkan sikap ramahnya.
i. Sikap tidak mementingkan diri sendiri
Anak belajar untuk memikirkan dan berbuat untuk orang lain dengan
meninggalkan kepentingan dan milik mereka sendiri. Mereka mau
membagi apa yang menjadi miliknya.
j. Meniru
Meniru seseorang yang dianggap mereka dapat memberikan contoh
terhadap kelompok sosialnya, sehingga mereka mengembangkan sifat
yang sama terhadap yang mereka contoh.
k. Perilaku kelekatan
Perilaku kelekatan ini biasanya diperoleh sejak bayi terutama kepada Ibu
dan pengganti Ibu. Bertambahnya usia mereka dan dan mengenal
lingkungan yang lebih luas, maka anak mengalihkannya dengan belajar
melakukan persahabatan dengan teman atau orang lain.
Diungkapkan pula oleh Setiawan (2000) bahwa kehidupan sosial anak
antara lain:
28
a. Berteman
Anak-anak senang bermain dengan teman-teman lain, terutama dengan
teman sebayanya, karena segala perkembangan dan kesenangannya sama.
Hidup berkelompok dapat meningkatkan daya sosialnya.
b. Kerja sama
Sifat anak-anak sangat egois, suka bertengkar, jarang mereka bisa bermain
bersama. Tetapi setelah berusia tiga samapai empat tahun, permainan
bersama dan aktivitas kelompok makin ditingkatkan. Melalui latihan, anak-
anak dapat belajar bekerja sama dengan teman yang lain dan suasana
permainan makin hari makin harmonis.
c. Bertengkar
Ketika bertengkar, anak biasanya mengambil barang yang sedang dipegang
temannya, atau merusak barang pekerjaan temannya. Berteriak dengan
keras, menangis, menendang, marah, tetapi hanya dalam waktu yang
singkat, pertengkaran itu segera terlupakan dan tidak menaruh dendam,
bahkan sudah berdamai lagi. Pertengkaran anak memiliki nilai sosial karena
anak dapat belajar mengenai hal-hal apa yang tidak dapat diterima oleh
orang lain.
d. Bersaing
Anak usia empat tahun selalu ingin menang. la akan berusaha
memperlihatkan barang yang dimilikinya untuk menjadi bahan
persaingannya. Hal yang mendapat perhatian dari orang lain, segera
29
ditonjolkan. Apabila orang tua pilih kasih, maka sikap iri hati dan keinginan
bersaing tidak dapat dihindarkan.
e. Melawan
Sikap melawan terhadap disiplin yang ditetapkan orang tua atau terhadap
suatu tekanan, umumnya dinyatakan dalam perilaku: membantah,
memberontak, atau membungkam, pura-pura tidak rnendengar permintaan
orang lain, atau pura-pura tidak mengerti. Sampai usia enam tahun, gerakan
untuk melawan berkurang, tetapi lebih banyak membantah.
f. Jenis kelamin
Sebelum usia empat tahun, baik anak laki-laki maupun anak perempuan,
dapat bermain sangat harmonis dan berteman baik dengan jenis kelamin
yang sama atau yang lain. Tetapi mulai usia empat sampai lima tahun, anak-
anak dapat membedakan jenis kelamin mereka sehingga lambat laun mereka
hanya senang bermain dengan teman sejenis, bahkan menghina lawan
jenisnya; anak laki-laki kalau bermain dengan anak perempuan merasa
masih kekanak-kanakan atau masih menyusu sehingga tekanan ini begitu
kuat, banyak anak laki-laki berusaha ingin menjadi laki-laki jantan dengan
menyerang anak perempuan.
Jadi aspek-aspek yang dapat mempengaruhi kemampuan sosialisasi anak
dapat berupa perilaku sosial, diantaranya kerja sama antara kelompok,
persaingan dengan teman, kemurahan hati, hasrat penerimaan sosial,
simpati, empati, ketergantungan, sikap ramah, sikap tidak mementingkan
30
diri sendiri, meniru dan perilaku kelekatan.
5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Sosialisasi
Menurut Hurlock (1997) faktor-faktor yang mempengaruhi sosialisasi,
terutama anak yaitu adanya sikap anak-anak terhadap orang lain dan
pengalaman sosial dan seberapa baik mereka dapat bergaul dengan orang lain.
Anak-anak akan tergantung pada pengalaman belajar selama tahun-tahun awal
kehidupan yang merupakan masa pembentukan kepribadian. Tetapi kelompok
sosial juga berpengaruh terhadap perkembangan sosial anak, karena
setidaknya kelompok merupakan tujuan identifikasi diri. Namun pada
akhirnya, kemampuan anak untuk belajar bersosialisasi ini, bergantung pada
empat faktor :
a. kesempatan yang penuh untuk belajar bermasyarakat
b. Dalam keadaan bersama-sama anak tidak hanya mampu berkomunikasi
dengan kata-kata yang dapat dimengerti oleh orang lain, tetapi juga
harus mampu berbicara tentang topik yang dapat dipahami dan menarik
bagi orang lain.
c. Anak hanya akan belajar bersosialisasi hanya apabila mereka
mempunyai motifasi untuk melakukannya.
d. Metode belajar yang efektif dengan bimbingan adalah penting.
Empat faktor tersebut akan menjadi daya dorong tersendiri bagi anak untuk
mengembangkan kemampuan sosialnya.
31
C. Pengasuhan Orang Tua ( Ibu )
1. Pengertian Pengasuhan Orang Tua (Ibu)
Orang tua mempunyai peran dan fungsi yang bermacam-macam, salah
satunya adalah mengasuh anak. Dalam mengasuh anak menurut Tarsis T
menyatakan bahwa “Pola Asuh Merupakan Interaksi Anak dan Orang Tua
Mendidik, Membimbing dan mendisiplinkan Serta Melindungi Anak Untuk
Mencapai Kedewasaan Sesuai Dengan norma-norma Yang Ada Dalam
Masyarakat”. Sedangkan Borner (2001) menyatakan “Anak mengidentifikasi
diri pada orang tuanya sebelum mengadakan identifikasi diri pada orang
tuanya sebelum mengadakan identifikasi dengan orang lain”. Maksud dari
pernyataan Borner tersebut adalah perilaku yang terbentuk dari anak
merupakan hasil dari pola pengasuhan orang tua, baik berupa kebiasaan
maupun perilaku orang tua yang dijadikan contoh oleh anak dalam
mengembangkan perilakunya.
Anak membutuhkan orang lain dalam perkembangannya, dan orang
lain yang paling utama dan pertama bertanggung jawab adalah orang tua
sendiri. Sobur (1985) mengatakan bahwa “Peranan dan tanggung jawab yang
harus dimainkan orang tua dalam membina anak sangat besar, karena
merupakan tempat bagi anak mengharapkan dan mendapatkan pemenuhan
kebutuhan”. Termasuk tujuan orang tua untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan anak, baik dari sudut organisme psikologi, antara lain makanan,
maupun kebutuhan-kebutuhan psikis, seperti : Kebutuhan akan perkembangan
32
intelektual melalui pendidikan; kebutuhan akan dikasihi, dimengerti dan rasa
aman melalui; perawatan, asuhan, ucapan-ucapan dan perlakuan-perlakuan.
Bowlby dalam Dagun (2002) mengatakan bahwa “diantara kedua
orang tua peran ibulah yang menonjol dalam proses pengasuhan dan
pendidikan anak, hal ini disebabkan karena adanya keterikatan yang
mendalam antara ibu dan anak yang bersifat alamiah”. Sedangkan Monks
(1997) menyebutkan “Ada dua macam tingkah laku yang menyebabkan
seseorang dipilih sebagai obyek kelekatan, yaitu : sering mengadakan reaksi
terhadap tingkah laku anak yang dimaksudkan untuk menarik perhatian, serta
sering membuat interaksi secara spontan dengan anak”. Kelekatan adalah
mencari dan mempertahankan kontak dengan orang-orang tertentu, orang
pertama yang dipilih dalam kelekatan adalah ibu, ayah atau saudara-
saudaranya.
Pengasuhan orang tua dalam hal ini lebih diutamakan pada ibu akan
mempengaruhi dalam perkembangan dan kepribadian anak sehari-hari dan
selanjutnya. Adanya pengaruh hubungan ibu dan anak adalah sebagai proses
identifikasi anak terhadap ibunya. “Identifikasi ialah perbuatan
mempersamakan diri. Anak melakukan identifikasi terhadap ibunya
disebabkan oleh ketidakmampuanya serta ketergantungannya pada
mengidentifikasi ibunya dengan air susu atau makanan, kemudian
mengidentikan ibunya dengan sumber cinta kasih yang memberikan
kehangatan psikis dan dijadikan sebagai perlindungan dan keamanan.
33
Maka dapat disimpulkan bahwa pengasuhan orang tua (ibu) adalah
bagaimana orang tua (ibu) mendidik, membimbing, merawat serta melindungi
dan memenuhi kebutuhan anak. Dari pengasuhan tersebut maka anak lebih
mengidentifikasi kepada ibu. Ibu lebih dekat dengan anak karena merupakan
sumber cinta kasih yang memberikan kehangatan psikis yang utama dan
pertama, yang terjalin sejak anak masih kecil dan dalam kandungan.
2. Ibu dan Keluarga
Keluarga merupakan organisasi sosial yang paling penting dalam
kelompok sosial. Keluarga sebagai tempat yang paling pertama dan utama
dalam mengembangkan, mengasuh atau membimbing anak demi
kelangsungan hidupnya. Hal itu karena di dalam keluargalah anak pertama-
tama mengenal dunia dan lingkungan serta keluarga sebagai dasar bagi
perkembangan anak, selanjutnya anak untuk dapat hidup di lingkunga atau
masyarakat yang lebih luas.
Ibu adalah individu yang pertama yang mempunyai hubungan dengan
bayi atau anak yang dikandungnya (Latipun, 2002). Ibu di dalam keluarga
tidak hanya sebagai istri, teman hidup dan partner seksual bagi suami, tetapi
bersama-sama dengan suami sebagai pengatur rumah tangga, pendidik anak-
anaknya dan sebagai makhluk sosial yang berpartisipasi aktif dalam
lingkungan sosial. Pada zaman sekarang wanita tidak hanya diharapkan
sebagai istri dan ibu, tetapi bersama-sama dengan suami memenuhi keluarga,
baik secara fisik, mental maupun material.
34
Selain keharmonisan dan kebahagiaan dalam keluarga, bagaimana
hubungan antara anak dengan orang tua sangat penting artinya bagi
perkembangan kepribadian anak. Seorang ibu merupakan guru pertama dan
paling utama bagi seorang anak. karena ibulah yang paling banyak
mempunyai kesempatan untuk membentuk kepribadian dan kemampuan anak,
untuk memberikan perhatian, sesuai dengan kondisi anak dan saat-saat
dimana anak merasa senang atau merasa tertarik untuk belajar.
Dengan demikian betapa pentingnya peranan ibu dalam melatih anak
untuk hidup bermasyarakat. Ibu memindahkan kebudayaan kepada anaknya
dan karena itu keluarga merupakan tempat yang sangat penting dalam
mendidik proses sosialisasi anak.
3 Pengasuhan dari ibu yang bekerja dan ibu tidak bekerja
a. Pengasuhan dari ibu yang bekerja
Anak-anak yang ibunya bekerja diluar rumah belum tentu benar-benar
menerima sedikit perhatian daripada aak-anak yang ibunya tidak bekerja.
(Santrock, 2002). Anak dari ibu yang bekerja sering memiliki penyesuaian
kepribadian dan social yang lebih baik di sekolah, memiliki konsep yang
lebih menekankan persamaan hak dalam peran jenis kelamin, dan kurang
menekankan stereotip tradisional dari kegiatan pria dan wanita dibanding
anak dari ibu yang sepenuhnya mengurus rumah tangga. (Hoffman dalam
Mussen, 1995).
Anak wanita dari ibu yang bekerja cenderung dapat bersikap positif
35
dan memiliki aspirasi yang lebih tinggi untuk prestasi dan pendidikan,
menginginkan karier sendiri, serta emilih karier yang tidak tradisional
untuk wanita.
b. Pengasuhan dari ibu tidak bekerja
Ibu-ibu tidak bekerja, anak akan memperoleh keuntungan dari waktu
yang diluangkan untuk mengurus rumah tangga dan keluarga yang lebih
kecil. Keberadaan ibu tidak selalu memberi pengaruh yang positif bagi
anak. ibu yang terdidik dan yang tidak bekerja mungkin berlebihan
mencurahkan seluruh energinya kepada anak-anaknya, mendorong
munculnya kekhawatiran yang berlebihan dan menghambat kemandirian
serta perilaku sosial anak. (Santrock, 2002). Pada umumnya ibu rumah
tangga memiliki banyak waktu dan kesempatan yang lebih banyak untuk
membimbing, memperhatikan dan mendidik anaknya, sehingga
kemampuan sosialisasi anak akan menjadi lebih baik daripada ibu yang
bekerja. Perhatian dan kasih sayang yang diberikan ibu rumah tangga
dalam membesarkan anak-anaknya cenderung menghasilkan anak yang
berhasil atau baik.
D. Ibu Bekerja dan Ibu Tidak Bekerja
1. Ibu bekerja
Menurut Endang (www.kompas.com) “Ibu bekerja memiliki dua
arti, yaitu : pertama, seorang ibu yang melakukan kegiatan yang
36
berhubungan dengan menghasilkan uang; kedua, kegiatan tersebut lebih
cenderung kepada pemanfaatan kemampuan jiwa atau kemajuan dalam
pekerjaan, jabatan dan sebagainya dan dilakukan diluar rumah.
Ihromi (1990) “Ibu yang bekerja adalah ibu yang melakukan
kegiatan, mengeluarkan energi, mempunyai nilai waktu, baik secara
langsung maupun tidak langsung untuk mendapatkan penghasilan”.
Menurut Munandar (1985) ibu yang bekerja mempunyai
kemungkinan dampak negatif terhadap keluarga, antara lain :
a. Ibu tidak selalu ada pada saat-saat yang penting, pada saat ia
dibutuhkan keluarganya, misalnya jika anaknya mendadak sakit,
jatuh,, kecelakaan dan sebagainya.
b. Tidak semua kebutuhan anggota keluarga dapat dipenuhi, misalnya
suami yang menginginkan masakan istrinya sendiri, mengantar dan
menjemput anaknya pulang sekolah dan kemudian anak ingin
menceritakan pengalaman di sekolah pada ibu.
c. Apabila ibu sudah lelah dalam bekerja, maka pada waktu pulang kerja
ibu enggan bermain dengan anaknya, atau menemani suaminya dalam
kegiatan-kegiatan tertentu.
Dampak positif dari ibu yang bekerja, antara lain :
a. Adanya rasa harga diri dan nampak dalam sikap yang baik terhadap
diri sendiri.
b. Dalam mendidik anak, ibu-ibu yang bekerja kurang menggunakan
37
teknik disiplin yang keras atau otoriter. Mereka lebih banyak
menunjukkan lebih banyak pengertian dalam keluarganya dengan
anak.
c. Pada umumnya ibu yang bekerja lebih memperhatikan atau merawat
penampilannya.
d. Lebih merasakan kepuasan hidup, yang juga membuatnya lebih
mempunyai pandangan positif terhadap masyarakat.
e. Pada umumnya ibu yang bekerja akan menunjukkan penyesuaian
pribadi dan sosial yang lebih baik.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa ibu bekerja
diluar rumah adalah seorang wanita yang mempunyai suami dan anak,
dan bekerja diluar rumah, dalam waktu tertentu, mendapatkan gaji secara
periodik. Pekerjaan tersebut juga lebih cenderung kepada peningkatan
kemampuan jiwa atau kemajuan dalam pekerjaan, jabatan dan
sebagainya. Alasan yang mendorong wanita berkeluarga untuk bekerja
adalah untuk memperoleh kepuasan diri dan untuk menambah
penghasilan ekonomi dalam keluarga. Hal ini akan menimbulkan peran
ganda sebagai seorang wanita, sebagai seorang ibu rumah tangga dan
sebagai seorang wanita karier, sehingga ia tidak dapat hadir setiap saat
untuk memenuhi kebutuhan keluarganya terutama dalam hal pengasuhan
anak.
38
2. Ibu Tidak Bekerja
Pada umumnya masyarakat masih mengharapkan seorang wanita
hanya berperan sebagai istri dan ibu saja. Ihromi (1990) mengatakan
bahwa : “Seorang wanita dianggap tidak bekerja dan sebagai ibu rumah
tangga bila kegiatan yang dilakukan adalah melakukan tugas-tugas rumah
tangga dan atau mengurus keluarga saja”. Diungkapkan pula oleh
Citroboto (1986) yang mengatakan bahwa “Ibu rumah tangga (tidak
bekerja) adalah wanita yang berperan sebagai ibu rumah tangga yang
mempunyai tugas pokok untuk mengatur rumah, mengatur makanan
beserta rangkaiannya dan mendidik anak”.
Sebenarnya istilah ibu rumah tangga pada seorang wanita adalah
wanita yang hanya mengurus keluarga dan melakukan tugas rumah
tangga. Ibu yang tidak bekerja atau ibu rumah tangga disebut sebagai ibu
yang berperan tunggal dengan kegiatannya berupa pengelolaan rumah
tangga, sedangkan kegiatannya yang dilakukan diluar rumah hanya
bersifat sementara.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ibu yang tidak
bekerja (Ibu rumah tangga) adalah seorang wanita yang telah berkeluarga
dan memutuskan untuk menghabiskan waktunya mengurus rumah tangga
dan keluarganya saja. Hal ini akan mempengaruhi pada perkembangan
anak, karena ibu mempunyai banyak waktu luang untuk mengasuh dan
mendidik anak selama berada dirumah.
39
E. Kerangka Teori
40
Pendidikan • Formal • Informal
Faktor-faktor. Hurlock (1997) • Kesempatan yang penuh antuk belajar
bermasyarakat • Dalam keadaan bersama-sama anak tidak
hanya mampu berkomunikasi dengan kata-kata yang dapat dimengerti oleh orang lain, tetapi juga harus mampu berbicara tentang topic yang dapat dipahamidan menarik bagi orang lain
• Anak hanya akan belajar bersosialisasi hanya apabila mereka mempunyai motofasi untuk melakukannya.
• Metode belajar yang efektif dengan bimbingan belajar adalah penting.
Pola asuh Orangtua ( Ibu ) • Otoriter • Permisif • Otoritatif
Kemampuan sosialisasi Anak
Prasekolah ( TK )
Waktu yang disediakan Oleh Orang Tua ( Ibu )
• Ibu bekerja • Ibu tidak bekerja
F. Kerangka Konsep
G. Variabel Penelitian
a. Variabel Independen
Dalam penelitian ini sebagai variabel independent adalah kemampuan
sosialisasi anak prasekolah.
b. Variabel Dependent
Dalam penelitian ini sebagai variabel dependent adalah pengasuhan ibu (ibu
yang bekerja dan ibu yang tidak bekerja).
H. Hipotesis
Berdasarkan berbagai teori yang telah dipaparkan diatas maka hipotesis
yang penelitian ini adalah :
Ada perbedaan kemampuan sosialisasi anak prasekolah antara yang
diasuh oleh ibu bekerja dan ibu yang tidak bekerja di TK Tarbiyatul Atfal
Singorojo Kendal.
41
Pengasuhan oleh Ibu bekerja
Kemampuan sosialisasi Anak
Prasekolah ( TK )
Pengasuhan Ibu tidak bekerja
Kemampuan sosialisasi Anak
Prasekolah ( TK )