BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. Elektrolitrepository.poltekkes-tjk.ac.id/136/4/BAB II.pdfCairan dan...

39
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar 1. Pengertian Kebutuhan Cairan dan Elektrolit Cairan dan elektrolit sangat penting untuk mempertahankan keseimbangan atau homeostasis tubuh. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat memengaruhi fungsi fisiologis tubuh, sebab hampir 90% dari berat badan total berbentuk cairan. Air memiliki presentase yang besar dari berat badan manusia. Didalam cairan tubuh terdapat elektrolit. Elektrolit adalah mineral bermuatan listrik yang ditemukan didalam dan diluar sel. Kadar elektrolit dalam tubuh diatur melalui penyerapan dan pengeluaran untuk menjaga level yang diharapkan agar fungsi tubuh optimal (Asmadi, 2009). 2. Jenis-Jenis Cairan a. Cairan nutrient Cairan nutrient terdiri atas : 1. Karbohidrat dan air, contoh : dextrose (glukosa), levulose (fruktosa), invert sugar (1/2 dextrose dan ½ levulose). 2. Asam amino, contoh : amigen, aminosol, dan travamin. 3. Lemak, contoh : lipomul dan liposyn b. Blood volume expanders Blood volume expanders merupakan bagian dari jenis cairan yang berfungsi meningkatkan volume pembuluh darah setelah kehilangan darah atau Plasma. Jenis blood volume expanders antara lain : human serum albumin dan dextran dengan konsentrasi yang berbeda. Kedua cairan ini mempunyai tekanan osmotik, sehingga secara langsung dapat meningkatkan jumlah volume darah.

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. Elektrolitrepository.poltekkes-tjk.ac.id/136/4/BAB II.pdfCairan dan...

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar

1. Pengertian Kebutuhan Cairan dan Elektrolit

Cairan dan elektrolit sangat penting untuk mempertahankan keseimbangan

atau homeostasis tubuh. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

dapat memengaruhi fungsi fisiologis tubuh, sebab hampir 90% dari berat

badan total berbentuk cairan. Air memiliki presentase yang besar dari berat

badan manusia. Didalam cairan tubuh terdapat elektrolit. Elektrolit adalah

mineral bermuatan listrik yang ditemukan didalam dan diluar sel. Kadar

elektrolit dalam tubuh diatur melalui penyerapan dan pengeluaran untuk

menjaga level yang diharapkan agar fungsi tubuh optimal (Asmadi, 2009).

2. Jenis-Jenis Cairan

a. Cairan nutrient

Cairan nutrient terdiri atas :

1. Karbohidrat dan air, contoh : dextrose (glukosa), levulose (fruktosa),

invert sugar (1/2 dextrose dan ½ levulose).

2. Asam amino, contoh : amigen, aminosol, dan travamin.

3. Lemak, contoh : lipomul dan liposyn

b. Blood volume expanders

Blood volume expanders merupakan bagian dari jenis cairan yang

berfungsi meningkatkan volume pembuluh darah setelah kehilangan darah

atau Plasma. Jenis blood volume expanders antara lain : human serum

albumin dan dextran dengan konsentrasi yang berbeda. Kedua cairan ini

mempunyai tekanan osmotik, sehingga secara langsung dapat

meningkatkan jumlah volume darah.

9

3. Distribusi Cairan Tubuh

Cairan tubuh terdiri atas dua kompartemen utama yang dipisahkan

oleh membran semipermeable. Kedua kompartemen tersebut adalah

kompartemen intraseluler dan ekstraseluler.

a. Cairan intraselular (CIS)

Cairan Intraseluler merupakan cairan yang terdapat dalam sel

tubuh dan berfungsi sebagai media tempat aktivitas kimia sel

berlangsung. Cairan ini merupakan sekitar 70% dari cairan tubuh total

(total body water atau TBW). Pada individu dewasa, CIS menyusun

sekitar 40% berat tubuh atau 2/3 TBW.

b. Cairan ekstraselular (CES)

Cairan ekstraseluler adalah cairan yang terdapat di luar sel dan

menyusun 30% dari Total Body Water (TBW). Selain itu, CES juga

merupakan sekitar 20% dari berat tubuh. (Saputra, 2013)

Cairan ekstraseluler selanjutnya dibagi menjadi tiga subdivisi yaitu :

1) Cairan Interstitial adalah cairan yang terdapat pada celah antar sel

atau disebut pula cairan jaringan, berjumlah sekitar 15% dari

berat badan. Pada umumnya, cairan Interstitial berfungsi sebagai

pelumas agar tidak terjadi gesekan pada saat dua jaringan tersebut

bergerak. Contoh dari jaringan Interstitial yaitu cairan pleura,

cairan perikardial, dan cairan peritoneal.

2) Cairan Intravascular merupakan cairan yang terdapat di dalam

pembuluh darah dan merupakan plasma, berjumlah sekitar 5%

dari berat badan.

3) Cairan Transeluler yaitu air mata dan juga cairan spinal, synovial,

peritoneal, perikardial, dan pleural (2%).

(Asmadi, 2009)

4. Kebutuhan Cairan Tubuh Bagi Manusia

Kebutuhan cairan merupakan bagian dari kebutuhan dasar manusia

secara fisiologis karena memiliki proporsi besar dalam tubuh. Hampir 90%

10

dari berat badan total berbentuk cairan. Sementara itu, sisanya merupakan

bagian padat dari tubuh. Air merupakan 75% dari total berat badan bayi,

70% dari total berat badan pria dewasa, dan 55% dari total berat badan

pria lanjut usia. Pada wanita, kandungan air di dalam tubuhnya 10% lebih

sedikit dibandingkan pria karena umumnya wanita memiliki simpanan

lemak yang lebih banyak. (Saputra, 2013).

Tabel 2.1

Kebutuhan Air Berdasarkan Umur dan Berat Badan :

Kebutuhan Air

Umur Jumlah air dalam 24 jam ml/kg berat badan

3 hari 250-300 80-100

1 tahun 1150-1300 120-135

2 tahun 1350-1500 115-125

4 tahun 1600-1800 100-110

10 tahun 2000-2500 70-85

14 tahun 2200-2700 50-60

18 tahun 2200-2700 40-50

Dewasa 2400-2600 20-30

Sumber : Berhrman, RE, dkk, 1996 dalam A.Aziz Alimul H, 2009.

5. Pergerakan Cairan dan Elektrolit

Cairan dan elektrolit dalam tubuh selalu bergerak di antara ketiga

tempat cairan yaitu intraseluler, Interstitial, dan intravaskuler. Pergerakan

cairan dan elektrolit harus dipertahankan dalam keadaan seimbang. Secara

garis besar, pergerakan cairan dan elektrolit terbagi atas beberapa aspek,

antara lain :

a. Plasma, yang di dalamnya antara lain mengandung oksigen dan

nutrient, bergerak ke seluruh tubuh dalam sirkulasi.

b. Cairan Interstitial beserta komponennya bergerak di antara kapiler

darah dan sel.

c. Cairan dari Interstitial bergerak ke dalam sel.

11

Mekanisme pergerakan cairan dan elektrolit tubuh berlangsung dalam tiga

proses, yaitu :

a) Difusi

Difusi adalah perpindahan larutan atau gas dari daerah yang berkonsentrasi

tinggi ke daerah yang berkonsentrasi rendah, di dalam tubuh, Difusi

berlangsung melalui membran kapiler yang permeable.

Kecepatan Difusi dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu :

1. Ukuran Molekul

Molekul yang berukuran besar cenderung bergerak lebih lambat

daripada molekul berukuran kecil.

2. Konsentrasi Larutan

Larutan dengan konsentrasi yang tinggi akan mempercepat pergerakan

molekul sehingga proses Difusi berjalan lebih cepat.

3. Suhu Larutan

Makin tinggi suhu larutan, makin tinggi kecepatan Difusi.

Molekul-molekul besar tidak dapat melintas dengan cara Difusi

(misalnya glukosa), tetapi sebagian molekul tersebut dapat melintas

dengan bantuan carrier atau bahan pembawa melalui proses Difusi

terbantu (dengan kemudahan). Contoh proses Difusi adalah pergerakan

oksigen dari kapiler darah ke sel. Difusi oksigen ini terjadi karena

perbedaan konsentrasi oksigen antara di kapiler dengan di sel. Arah

perpindahan yang terjadi pada proses Difusi bisa timbal balik.

b) Osmosis

Osmosis adalah perpindahan air melintasi membran semipermeable dari

daerah berkonsentrasi rendah ke daerah berkonsentrasi tinggi. Pada proses

ini, air yang berpindah akan mengencerkan larutan berkonsentrasi tinggi

hingga mencapai keseimbangan pada kedua sisi membran. Perpindahan air

ini menyebabkan volume larutan berkonsentrasi rendah akan berkurang,

sedangkan volume larutan berkonsentrasi tinggi akan bertambah. Tekanan

12

osmotik larutan disebut juga osmolalitas. Tekanan osmotik ini antara lain

dipengaruhi oleh jumlah albumin dan natrium. Proses osmosis ini sering

terjadi antara cairan intravaskuler dengan ekstravaskuler. Misalnya,

osmosis air dari Interstitial ke venule bersamaan dengan perpindahan

karbondioksida, urea, dan sampah metabolisme lainnya untuk

diekskresikan oleh tubuh.

c) Filtrasi

Tekanan filtrasi merupakan cara lain dimana air dan partikel-partikel

bergerak melewati membran. Gerakan ini terjadi akibat bobot atau tekanan

cairan lebih besar pada satu sisi membran dibandingkan dengan sisi lain.

Bobot atau tekanan cairan ini disebut dengan tekanan hidrostatik. Dengan

demikian dapat dikatakan bahwa filtrasi terjadi dari daerah yang tekanan

hidrostatiknya tinggi ke daerah yang tekanan hidrostatiknya rendah.

Bergeraknya air dan solute seperti dari intravaskuler ke Interstitial, terjadi

karena tekanan hidrostatik pada intravaskuler lebih tinggi dibandingkan

dengan tekanan pada Interstitial. Dengan demikian, air beserta oksigen,

nutrient, glukosa, dan solute lainnya dapat keluar dari intravaskuler masuk

ke Interstitial, lalu ke sel.

d) Transport Aktif

Transport aktif adalah perpindahan larutan atau molekul melintasi

membran dari daerah berkonsentrasi rendah ke daerah berkonsentrasi

tinggi. Pada transport aktif terjadi pemompaan melewati membran yang

melawan gradient konsentrasi. Proses ini membutuhkan energi dalam

bentuk Adenosin Trifosfat (ATP). Ini berguna untuk keseimbangan

elektrolit. Contoh proses yang menggunakan Transport aktif adalah

pompa natrium-kalium yang berfungsi mempertahankan konsentrasi ion

natrium dan kalium di dalam ruang ekstrasel dan intrasel.

(Asmadi, 2009)

13

6. Keseimbangan Cairan Tubuh

Keseimbangan cairan dalam tubuh dihitung dari keseimbangan

antara jumlah cairan yang masuk dan jumlah cairan yang keluar.

a. Asupan Cairan

Asupan (Intake) cairan untuk kondisi normal pada orang dewasa

adalah ±2500 cc perhari. Asupan cairan dapat langsung berupa cairan atau

ditambah dari makanan lain. Apabila terjadi ketidakseimbangan volume

cairan tubuh dimana asupan cairan kurang atau adanya perdarahan, maka

curah jantung menurun, menyebabkan terjadinya penurunan tekanan

darah.

b. Pengeluaran Cairan

Pengeluaran (Output) cairan sebagai bagian dalam mengimbangi

asupan cairan pada orang dewasa, dalam kondisi normal adalah ±2300 cc.

pengeluaran cairan dapat terjadi melalui beberapa organ, misalnya ginjal,

kulit, paru-paru, dan organ-organ saluran pencernaan (gastrointestinal).

1) Ginjal

Ginjal merupakan organ pengekskresi cairan utama didalam tubuh.

Peranannya cukup besar dalam mengatur keseimbangan cairan dan

elektrolit. Dalam sehari, ginjal menerima sekitar 170 liter darah untuk

kemudian disaring menjadi urine. Penyaringan darah terjadi didalam

glomerulus. Dari setiap satu liter darah yang masuk ke dalam

glomerulus, 10% nya disaring keluar. Secara umum, urine diproduksi

sekitar 1 mL/kg BB/jam. Pada individu dewasa, urine diproduksi

sekitar 1,5 L/hari. Produksi urine ini dapat berubah karena

dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain asupan cairan, suhu,

ADH, dan aldosteron.

2) Kulit

Kulit berperan dalam pengeluaran cairan karena pada kulit terdapat

kelenjar keringat. Hal ini juga terkait dengan proses pengaturan panas.

Pengeluaran keringat oleh kelenjar keringat berada dibawah

pengendalian saraf simpatik. Perangsangan kelenjar keringat untuk

14

mengeluarkan keringat dihasilkan melalui aktivitas otot, suhu

lingkungan yang tinggi, dan kondisi demam. Pada kondisi normal,

pengeluaran cairan melalui kulit berkisar 300-450 mL/hari. Jumlah

keringat yang keluar akan memengaruhi kadar natrium dalam plasma.

3) Paru

Peningkatan jumlah cairan yang keluar melalui paru merupakan

bentuk respons terhadap perubahan kecepatan dan kedalaman nafas

karena pergerakan atau kondisi demam. Jumlah cairan yang

dikeluarkan melalui paru adalah sekitar 400 mL/hari.

4) Organ Saluran Pencernaan (gastrointestinal)

Organ saluran pencernaan berperan dalam pengeluaran cairan melalui

proses penyerapan dan pengeluaran air. Air tersebut dikeluarkan

bersama dengan feses. Dalam kondisi normal, cairan yang hilang

dengan cara ini adalah sekitar 100-200 mL.

Pengeluaran cairan dalam tubuh manusia dapat dilakukan melalui tiga

cara, yaitu :

1. Insensible water loss (IWL), yaitu pengeluaran cairan melalui

penguapan diparu-paru.

2. Notikable water loss (NWL), yaitu pengekskresian cairan melalui

keringat dan urine.

3. Melalui feses, tetapi jumlahnya sangat sedikit.

c. Pengaturan Keseimbangan Cairan

Pengaturan keseimbangan cairan dapat dilakukan melalui sistem

endokrin (ADH, Aldosteron, dan glukokortikoid), prostaglandin, dan

mekanisme rasa haus.

1) Hormon antidiuretik (antidiuretik hormon atau ADH)

ADH berperan dalam meningkatkan reabsorpsi air dalam tahap

pembentukan urine. Dengan demikian, hormon ini mengendalikan

keseimbangan air dalam tubuh. ADH dibentuk dihipotalamus dan

15

disimpan dalam neurohipofisis pada hipofisis posterior. Salah satu

stimulus untuk sekresi ADH adalah peningkatan osmolaritas dan

penurunan cairan ekstrasel. Ketika jumlah cairan ekstrasel berkurang,

hipotalamus akan memerintahkan hipofisis posterior untuk melepaskan

ADH. ADH kemudian meningkatkan reabsorpsi air pada duktus

pengumpul sehingga dapat menahan air. Akibatnya, volume cairan

ekstrasel dapat dipertahankan.

Sekresi ADH dapat juga terjadi pada kondisi stress, trauma,

pembedahan, nyeri, dan pada penggunaan beberapa jenis anestetik dan

obat-obatan. ADH disebut juga vasopressin karena dapat memberikan efek

vasokontriksi (penyempitan) minor pada arteriol yang dapat

mengakibatkan tekanan darah meningkat.

2) Aldosteron.

Aldosteron merupakan hormon yang disekresi oleh kelenjar adrenal.

Hormon ini bekerja di tubulus ginjal dan meningkatkan absorpsi natrium.

Retensi natrium mengakibatkan retensi air. Berarti, secara tidak langsung,

aldosteron berperan dalam pengaturan keseimbangan cairan. pelepasan

aldosteron distimulasi oleh perubahan konsentrasi kalium, kadar natrium

serum, dan sistem renin-angiotensin.

3) Glukokortikoid

Glukokortikoid merupakan hormon yang disekresi oleh korteks adrenal.

Hormon ini meningkatkan reabsorbsi natrium dan air sehingga

menyebabkan volume darah meningkat dan mengakibatkan retensi

natrium.

4) Prostaglandin

Prostaglandin merupakan asam lemak alami yang terdapat di ginjal. Asam

lemak ini berperan dalam merespons radang, mengendalikan tekanan

darah dan kontraksi uterus, serta pergerakan (motilitas) gastrointestinal. Di

ginjal, prostaglandin berperan dalam mengatur sirkulasi ginjal dan

reabsorpsi natrium.

16

5) Mekanisme rasa haus

Rasa haus merupakan keinginan yang disadari terhadap kebutuhan akan

cairan. mekanisme rasa haus diawali dengan peningkatan osmolalitas

cairan ekstrasel. Hal ini merangsang ginjal untuk melepaskan renin yang

dapat mengakibatkan produksi angiotensin II. Angiotensin II merangsang

hipotalamus sehingga menghasilkan sensasi haus.

(Saputra, 2013)

7. Fungsi Cairan Tubuh

Komponen yang paling besar dalam tubuh manusia adalah air yang

mempunyai fungsi yang sangat besar. Fungsi cairan antara lain :

a. Transportasi : nutrient, partikel kimiawi, partikel darah, energi, dan

lain-lain.

b. Sebagai pengatur suhu tubuh.

c. Pembentuk struktur tubuh.

Kekurangan cairan tubuh dapat menyebabkan kematian sel. Sementara

unit dasar fungsional tubuh adalah sel. Sel-sel inilah yang membentuk

struktur tubuh. Dengan demikian, keberlangsungan proses

pembentukan atau perbaikan jaringan tubuh tidak terlepas dari peranan

cairan tubuh.

d. Memfasilitasi reaksi kimia dalam tubuh, misalnya metabolisme tubuh.

8. Faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan Cairan dan Elektrolit

Faktor yang memengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit antara lain

adalah :

a. Usia

Pertambahan usia memengaruhi kerja atau aktivitas organ, misalnya

ginjal dan paru. Hal ini memengaruhi jumlah kebutuhan cairan dan

elektrolit.

17

b. Suhu Lingkungan

Suhu yang tinggi merangsang pengeluaran keringat oleh kulit.

Akibatnya, banyak cairan tubuh yang hilang melalui keringat.

c. Sakit

Kondisi sakit menimbulkan ketidakseimbangan sistem dalam tubuh,

misalnya ketidakseimbangan hormonal yang dapat mengganggu

keseimbangan kebutuhan cairan. Contoh kondisi sakit yang dapat

memengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit adalah luka bakar,

demam, dan gagal ginjal.

d. Stress

Kondisi stress dapat memicu pelepasan antidiuretik hormone (ADH)

oleh kelenjar hipofisis. Akibatnya, metabolisme tubuh meningkat dan

terjadi glikolisis otot. Hal ini dapat menimbulkan retensi natrium dan

air sehingga produksi urine menurun.

e. Diet

Tubuh memerlukan asupan nutrisi yang adekuat. Jika asupan nutrisi

yang diterima tidak sesuai dengan kebutuhan, tubuh akan memecah

cadangan makanannya sehingga nutrisi yang dibutuhkan akan bergerak

dari cairan interstisial ke cairan interselular. Hal ini berpengaruh pada

jumlah pemenuhan kebutuhan cairan.

9. Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit

a. Ketidakseimbangan Cairan

Gangguan volume cairan dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu

kekurangan volume cairan (Hipovolemia atau dehidrasi) dan kelebihan

cairan (Hipervolemia).

1. Hipovolemia

Hipovolemia adalah kondisi ketidakseimbangan yang ditandai dengan

defisiensi cairan dan elektrolit di ruang ekstraselular, tetapi proporsi

antara kedua (cairan dan elektrolit) mendekati normal. Hipovolemia

dikenal juga dengan sebutan dehidrasi atau defisit volume cairan

18

(fluid volume defisit atau FVD). Pada saat tubuh kekurangan cairan

dan elektrolit, tekanan osmotik mengalami perubahan sehingga cairan

interstisial kosong dan cairan intrasel masuk ke dalamnya.

Hipovolemia dapat disebabkan oleh banyak faktor, misalnya

kekurangan asupan cairan dan kelebihan asupan zat terlarut (misalnya

protein dan klorida atau natrium). Kelebihan asupan zat terlarut dapat

menyebabkan ekskresi atau pengeluaran urine secara berlebih serta

pengeluaran keringat yang banyak dalam waktu lama.

Dehidrasi dapat terjadi pada pasien yang mengalami gangguan

pada hipotalamus, kelenjar gondok dan ginjal. Selain itu, dehidrasi

juga dapat terjadi pada pasien yang mengalami diare dan muntah

secara terus menerus.

Secara umum, dehidrasi dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu :

a. Dehidrasi isotonic, yaitu jumlah cairan yang hilang sebanding

dengan jumlah elektrolit yang hilang.

b. Dehidrasi hipertonik, yaitu jumlah cairan yang hilang lebih besar

dari pada jumlah elektrolit yang hilang.

c. Dehidrasi hipotonik, yaitu jumlah cairan yang hilang lebih sedikit

dari pada jumlah elektrolit yang hilang.

Kehilangan cairan ekstrasel secara berlebihan dapat menyebabkan

penurunan volume ekstrasel (Hipovolemia) dan perubahan hematokrit.

Berdasarkan derajat keparahan dehidrasi dapat dibagi menjadi :

a. Dehidrasi ringan

Pada dehidrasi ringan, tubuh kehilangan cairan sebesar 5% dari

berat badan atau sekitar 1,5-2 L. kehilangan cairan yang berlebihan

dapat berlangsung melalui kulit, saluran pencernaan, saluran

kemih, paru, atau pembuluh darah.

b. Dehidrasi sedang

Pada dehidrasi sedang tubuh kehilangan cairan sebesar 5-10% dari

berat badan atau sekitar 2-4 L. natrium serum dalam tubuh

19

mencapai 152-158 mEq/L. salah satu ciri-ciri fisik dari penderita

dehidrasi sedang adalah mata cekung.

c. Dehidrasi berat

Pada dehidrasi berat tubuh kehilangan cairan sebesar 4-6 liter atau

lebih dari 10% dari berat badan. Natrium serum mencapai 159-166

mEq/L. penderita dehidrasi berat dapat mengalami hipotensi,

oliguria, turgor kulit buruk, serta peningkatan laju pernafasan.

2. Hipervolemia

Hipervolemia adalah kondisi ketidakseimbangan yang ditandai dengan

kelebihan (retensi) cairan dan natrium diruang ekstraseluler.

Hipervolemia dikenal juga dengan sebutan overhidrasi atau defisit

volume cairan (fluid volume ecces atau FVE). Kelebihan cairan

didalam tubuh dapat menimbulkan dua manifestasi yaitu peningkatan

volume darah dan edema. Edema dapat dibagi menjadi beberapa jenis,

yaitu edema perifer atau edema pitting, edema non pitting, dan edema

anasarka.

Edema pitting adalah edema yang muncul didaerah perifer.

Penekanan pada daerah edema akan membentuk cekungan yang tidak

langsung hilang ketika tekanan dilepaskan. Hal ini disebabkan oleh

perpindahan cairan dari jaringan melalui titik tekan. Edema pitting

tidak menunjukkan kelebihan menyeluruh.

Pada edema non pitting, cairan didalam jaringan tidak dapat

dialihkan kedaerah lain melalui penekanan jari. edema non pitting

tidak menunjukkan kelebihan cairan ekstrasel karena umumnya

disebabkan oleh infeksi dan trauma yang menyebabkan pengumpulan

serta pembekuan cairan dipermukaan jaringan.

Edema anasarka adalah edema yang terdapat diseluruh tubuh.

Pada edema anasarka, tekanan hidrostatik meningkat sangat tajam

sehingga menekan sejumlah cairan hingga ke membran kapiler paru.

Akibatnya, terjadilah edema paru dengan manifestasi berupa

20

penumpukan sputum, dyspnea, batuk dan terdengar suara nafas ronchi

basah.

Kelebihan cairan ekstrasel memiliki manifestasi sebagai berikut :

1. Edema perifer atau edema pitting

2. Asites

3. Kelopak mata bengkak

4. Suara nafas ronchi basah

5. Penambahan berat badan tidak normal.

b. Ketidakseimbangan Elektrolit

1. Hiponatremia

Hiponatremia adalah keadaan kurang natrium dalam cairan ekstrasel

yang menyebabkan perubahan tekanan osmotik. Pada kondisi ini kadar

natrium serum < 136 mEq/L dan berat jenis urine <1,010. Penurunan

kadar natrium menyebabkan cairan berpindah dari ruang ekstrasel ke

cairan intrasel sehingga sel menjadi bengkak. Hiponatremia

disebabkan oleh kehilangan cairan tubuh secara berlebihan, misalnya

ketika terjadi diare atau muntah terus menerus dalam jangka waktu

lama. Tanda dan gejala Hiponatremia meliputi rasa haus berlebihan,

denyut nadi cepat, hipotensi postural, konfulsi, membran mukosa

kering, cemas, postural dizziness, mual, muntah dan diare.

2. Hipernatremia

Hipernatremia adalah kelebihan kadar natrium dalam cairan ekstrasel

yang menyebabkan peningkatan tekanan osmotik ekstrasel. Pada

kondisi ini, kadar natrium serum >144 mEq/L dan berat jenis urin

>11,30. Peningkatan kadar natrium menyebabkan cairan bergerak

keluar sel. Tanda dan gejala hipernatremia meliputi kulit dan mukosa

bibir kering, turgor kulit buruk, permukaan kulit membengkak,

oliguria atau anuria, konvulsi, suhu tubuh tinggi dan lidah kering serta

kemerahan. Hipernatremia dapat disebabkan oleh asupan natrium

yang berlebihan, kerusakan sensasi haus, diare, disfagia, polyuria

21

karena diabetes insipidus, dan kehilangan cairan berlebihan dari paru-

paru.

3. Hipokalemia

Hipokalemia adalah keadaan kekurangan kadar kalium dalam cairan

ekstrasel yang menyebabkan kalium berpindah keluar sel. Pada

kondisi ini, kadar kalium serum < 3,5 mEq/L. pada pemeriksaan EKG

terdapat gelombang T datar dan depresi segmen ST. hipokalemia

ditandai dengan kelemahan, keletihan, dan penurunan kemampuan

otot. Selain itu kondisi ini juga ditandai dengan distensi usus,

penurunan bising usus, denyut jantung (aritmia) tidak beraturan,

penurunan tekanan darah, tidak nafsu makan, dan muntah-muntah.

4. Hiperkalemia

Hiperkalemia adalah keadaan kelebihan kadar kalium dalam cairan

ekstrasel. Pada kondisi ini, nilai kalium serum > 5 mEq. Pada

pemeriksaan EKG terdapat gelombang T memuncak, QRS melebar,

dan PR memanjang. Tanda dan gejala Hiperkalemia meliputi rasa

cemas, iritabilitas, hipotensi, parastesia, mual, hiperaktivitas sistem

pencernaan, kelemahan, dan aritmia. Hiperkalemia ini berbahaya

karena dapat menghambat transmisi impuls jantung dan menyebabkan

serangan jantung.

5. Hipokalsemia

Hipokalsemia adalah kondisi kekurangan kadar kalsium dalam cairan

ekstrasel. Pada kondisi ini, kadar kalsium serum < 4,5 mEq/L serta

terjadi pemanjangan interval Q-T pada pemeriksaan EKG.

Hipokalsemia ditandai dengan terjadinya kram otot dan kram perut,

kejang (spasme) dan tetani, peningkatan motilitas gastrointestinal,

gangguan kardiovaskular, dan osteoporosis.

6. Hiperkalsemia

Hiperkalsemia adalah kondisi kelebihan kadar kalsium pada cairan

ekstrasel. Pada kondisi ini, kadar kalsium serum >5,8 mEq/L serta

terjadi peningkatan BUN akibat kekurangan cairan. Hiperkalsemia

22

ditandai dengan penurunan kemampuan otot, mual, muntah,

anoreksia, kelemahan dan letargi, nyeri pada tulang, dan serangan

jantung. Kondisi ini dapat terjadi pada pasien yang mengalami

pengangkatan kelenjar gondok dan mengonsumsi vitamin D secara

berlebihan.

7. Hipomagnesia

Hipomagnesia adalah kondisi kekurangan kadar magnesium dalam

darah. Pada kondisi ini, kadar magnesium serum ≥ 1,4 mEq/L.

Hipomagnesia ditandai dengan iritabilitas, tremor, hipertensi,

disorientasi, konvulsi, halusinasi, kejang, kram pada kaki dan tangan,

reflex tendon profunda yang hiperaktif, serta Takikardia. Kondisi ini

umumnya disebabkan oleh konsumsi alkohol yang berlebihan,

malnutrisi, gagal hati, absorpsi usus yang buruk, dan diabetes

mellitus.

8. Hipermagnesia

Hipermagnesia adalah kondisi kelebihan kadar magnesium dalam

darah. Pada kondisi ini, kadar magnesium serum > 3,4 mEq/L.

hipermagnesia ditandai dengan depresi pernapasan, aritmia jantung,

dan depresi reflex tendon profunda.

9. Hipokloremia

Hipokloremia adalah kondisi kekurangan ion klorida dalam serum.

Pada kondisi ini, nilai ion klorida ≥ 95 mEq/L. Hipokloremia ditandai

dengan gejala menyerupai alkalosis metabolik, yaitu kelemahan,

apatis, gangguan mental, pusing, dan kram. Kondisi ini dapat terjadi

karena tubuh kehilangan sekresi gastrointestinal secara berlebihan,

misalnya karena muntah, diare, diuresis, atau pengisapan nasogastric.

10. Hiperkloremia

Hiperkloremia adalah kondisi kelebihan ion klorida dalam serum.

Pada kondisi ini, nilai ion klorida > 105 mEq/L. hiperkloremia sering

dikaitkan dengan hipernatremia, terutama pada kasus dehidrasi dan

masalah ginjal. Hiperkloremia menyebabkan penurunan bikarbonat

23

sehingga menyebabkan ketidakseimbangan asam basa. Jika

berlangsung lama, kondisi ini akan menyebabkan kelemahan, letargi,

dan pernapasan kusmaul.

11. Hipofosfatemia

Hipofosfatemia adalah kondisi penurunan kadar ion fosfat didalam

serum. Pada kondisi ini, nilai ion fosfat < 2,8 mg/dl. Hipofosfatemia

antara lain ditandai dengan anoreksia, parastesia, kelemahan otot, dan

pusing. Kondisi ini dapat terjadi karena pengonsumsian alkohol secara

berlebihan, malnutrisi, hipertiroidisme, dan ketoasidosis diabetes.

12. Hiperfosfatemia

Hiperfosfatemia adalah kondisi peningkatan kadar ion fosfat di dalam

serum. Pada kondisi ini, nilai ion fosfat >4,4 mg/dl atau >3,0 mEq/L.

hiperfosfatemia antara lain ditandai dengan peningkatan eksitabilitas

sistem saraf pusat, spasme otot, konvulsi dan tetani, peningkatan

gerakan usus, gangguan kardiovaskular, dan osteoporosis. Kondisi ini

dapat terjadi pada kasus gagal ginjal atau pada kadar parathormon

menurun.

B. Tinjauan Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan

merupakan suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai

sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien.

Tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan

keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu (klien). Oleh karena itu

pengkajian yang benar, akurat, lengkap, dan sesuai dengan kenyataan

sangat penting dalam merumuskan suatu diagnosis keperawatan dan dalam

memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan respons individu,

sebagaimana yang telah ditentukan dalam standar praktik keperawatan dari

American Nursing Association (ANA). (Nursalam, 2009)

24

Tipe data pada pengkajian keperawatan dapat dibedakan menjadi

dua, yaitu data subjektif dan data objektif. Data subjektif adalah data yang

didapatkan dari klien sebagai suatu pendapat terhadap suatu situasi dan

kejadian. Data tersebut tidak dapat ditentukan oleh perawat secara

independent tetapi melalui suatu interaksi atau komunikasi. Data subjektif

diperoleh dari riwayat keperawatan termasuk persepsi klien, perasaan, dan

ide tentang status kesehatannya. Data yang diperoleh dari sumber lainnya,

seperti dari keluarga, konsultan, dan profesi kesehatan lainnya juga dapat

dikategorikan sebagai data subjektif jika didasarkan pada pendapat klien.

(lyer et al.,dalam (Nursalam, 2009)). Sedangkan data objektif adalah data

yang dapat diobservasi dan diukur oleh perawat. Data ini diperoleh melalui

kepekaan perawat (senses) selama melakukan pemeriksaan fisik melalui 2S

(sight, smell) dan HT (hearing, touch/taste). Contoh data objektif adalah

frekuensi pernapasan, tekanan darah, adanya edema, berat badan

(Nursalam, 2009).

Menurut (Muttaqin & Sari, 2012) hasil pengkajian yang dapat

ditemukan pada klien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan cairan dan

elektrolit meliputi :

a) Keluhan Utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine

output sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan

kesadaran, tidak selera makan (anoreksi), mual, muntah, mulut terasa

kering, rasa lelah, napas berbau (ureum), dan gatal pada kulit.

b) Riwayat kesehatan sekarang

Kaji onset penurunan urine output, penurunan kesadaran, perubahan

pola napas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, dan perubahan

pemenuhan nutrisi. Kaji sudah kemana saja klien meminta pertolongan

untuk mengatasi masalahnya dan mendapat pengobatan apa.

c) Riwayat kesehatan dahulu

Kaji adanya riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih,

payah jantung, penggunaan obat-obatan nefrotoksik, benign prostatik

hiperplasia, dan prostatektomi. Kaji adanya riwayat penyakit batu

25

saluran kemih, infeksi sistem perkemihan yang berulang, penyakit

diabetes melitus dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang

menjadi predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat

pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap

jenis obat.

d) Pemeriksaan Fisik

Pengkajian fisik yang menyeluruh harus dilakukan karena

ketidakseimbangan cairan dan elektrolit dapat memengaruhi seluruh

sistem tubuh. Data yang didapatkan selama pengkajian fisik

memberikan validasi dan memberikan tambahan informasi yang

dikumpulkan melalui riwayat kesehatan klien.

Tabel 2.2.

Pengkajian fisik pada gangguan keseimbangan cairan & elektrolit

Pengkajian Ketidakseimbangan

Perubahan berat badan

a. Kehilangan sebesar 2-5%

b. Kehilangan sebesar 5-8%

c. Kehilangan sebesar 8-15%

d. Kehilangan sebesar > 15% e. Penambahan sebesar 2%

f. Penambahan sebesar 5-8%

Kepala

Riwayat :

a. Sakit kepala

b. Pusing

Observasi :

a. Iritabilitas

b. Letargi

c. Bingung, disorientasi

Mata Riwayat :

a. Pandangan kabur

Inspeksi :

a. Mata cekung

b. Konjungtiva kering

c. Air mata berkurang tidak ada

d. Edema periorbital

e. Papilledema

Tenggorokan dan mulut

Inspeksi :

a. Lengket b. Mukosa kering

a. Defisit volume cairan ringan

b. Defisit volume cairan sedang

c. Defisit volume cairan berat

d. Kematian e. Kelebihan volume cairan ringan

f. Kelebihan volume cairan sedang

hingga berat

a. Defisit volume cairan ringan

b. Defisit volume cairan ringan

a. Ketidakseimbangan Hiperosmolar

b. Defisit volume cairan ringan

c. Defisit volume cairan ringan

a. Kelebihan volume cairan

a. Defisit volume cairan

b. Defisit volume cairan

c. Defisit volume cairan

d. Kelebihan volume cairan

e. Kelebihan volume cairan

a. Defisit volume cairan, hipernatremia

26

c. Bibir pecah-pecah dan kering

d. Air liur berkurang

e. Alur lidah longitudinal

Sistem kardiovaskular

Inspeksi :

a. Vena leher datar

b. Distensi vena jugularis

Palpasi :

a. Edema : bagian tubuh yang

bergantung (kaki, sacrum,

punggung)

b. Disritmia (juga disertai dengan perubahan EKG)

c. Denyut nadi meningkat

d. Denyut nadi menurun

e. Denyut nadi melemah

f. Pengisian kapiler berkurang

g. Denyut nadi kencang Auskultasi :

a. Tekanan darah rendah atau disertai

perubahan ortostatik

b. Bunyi jantung ketiga (kecuali pada

anak-anak)

c. Hipertensi

Sistem respirasi

Inspeksi :

a. Laju pernapasan berkurang

b. Dyspnea

Auskultasi : a. Krekles

Sistem gastrointestinal

Riwayat :

a. Anoreksia

b. Kram abdominal

Inspeksi :

a. Abdomen cekung

b. Distensi abdomen

c. Muntah

d. Diare

Auskultasi :

a. Bunyi “mengeram” kuat karena

hiperperistaltis disertai diare, atau

bunyi usus tidak ada karena

hipoperistaltis.

Sistem perkemihan

Inspeksi :

a. Oliguria atau anuria

a. Defisit volume cairan

b. Kelebihan volume cairan

a. Kelebihan volume cairan

b. Asidosis metabolik, alkalosis dan asidosis respiratorik,

ketidakseimbangan kalium,

hipomagnesemia

c. Alkalosis metabolik, asidosis

respiratorik, Hiponatremia, defisit

volume cairan, kelebihan volume

cairan, hipomagnesemia

d. Alkalosis metabolik, hipokalemia

e. Defisit volume cairan, hipokalemia

f. Defisit volume cairan

g. Kelebihan volume cairan

a. Defisit volume cairan, Hiponatremia,

Hiperkalemia, hipermagnesemia

b. Kelebihan volume cairan

c. Kelebihan volume cairan

a. Kelebihan volume cairan, alkalosis

respiratorik, asidosis metabolik

b. Kelebihan volume cairan

a. Kelebihan volume cairan

a. Asidosis metabolik

b. Asidosis metabolik

a. Defisit volume cairan

b. Sindrom ruang ketiga

c. Defisit volume cairan, Hiperkalsemia,

Hiponatremia, Hipokloremia, alkalosis

metabolik d. Hiponatremia, asidosis metabolik

a. Defisit volume cairan, hipokalemia

a. Defisit volume cairan, kelebihan

27

b. Diuresis (jika ginjal normal)

c. Meningkatnya berat jenis urine

Sistem neuromuscular

Inspeksi :

a. Kebas, kedut

b. Kram otot, tetani

c. Koma

d. Tremor Palpasi :

a. Hipotonisitas

b. Hipertonisitas

Kulit

Suhu tubuh :

a. Meningkat

b. Berkurang

Inspeksi :

a. Kering, memerah Palpasi :

a. Turgor kulit tidak elastis, kulit

dingin dan lembap basah

volume cairan

b. Kelebihan volume cairan

c. Defisit volume cairan

a. Asidosis metabolik, hipokalemia,

ketidakseimbangan kalium

b. Hipokalsemia, alkalosis metabolik atau

respirasi

c. Ketidakseimbangan hiperosmolar atau

hipoosmolar, Hiponatremia

d. Asidosis respiratorik, hipomagnesemia

a. Hipokalemia, Hiperkalsemia

b. Hipokalsemia, hipomagnesemia,

alkalosis metabolik

a. Hipernatremia, ketidakseimbangan

hiperosmolar, asidosis metabolik

b. Defisit volume cairan

a. Defisit volume cairan, hipernatremia, asidosis metabolik

a. Defisit volume cairan

e) Mengukur Intake dan Output Cairan

Pengertian :

Pengukuran Intake dan Output cairan merupakan suatu tindakan yang

dilakukan untuk mengukur jumlah cairan yang masuk kedalam tubuh

(Intake) dan jumlah cairan yang keluar dari tubuh (Output).

Tujuan :

a. Menentukan status keseimbangan cairan tubuh klien.

b. Menentukan tingkat dehidrasi ataupun tingkat kelebihan cairan klien.

Prosedur :

a. Tentukan jumlah cairan yang masuk kedalam tubuh. Cairan yang

masuk kedalam tubuh melalui air minum, air dalam makanan, air hasil

oksidasi (metabolisme), dan cairan intravena.

b. Tentukan jumlah cairan yang keluar dari tubuh klien. Cairan yang

keluar dari tubuh terdiri atas urine, insensible water loss (IWL), feses,

dan muntah.

28

c. Tentukan keseimbangan cairan tubuh klien dengan rumus :

Balance Cairan = Intake-Output + IWL (Insensible Water Loss)

Hal yang perlu diperhatikan :

a. Rata-rata Intake cairan per hari :

1. Air minum : 1500-2500 ml

2. Air dari makanan : 750 ml

3. Air hasil metabolisme oksidatif : 300 ml

b. Rata-rata Output cairan per hari :

1. Urine : 1-2 cc/kgBB/jam

2. Insensible water loss (IWL) :

- Dewasa : 10-15 cc/kgBB/hari

- Anak-anak : 30-umur (th) cc/kgBB/hari

- Bila ada kenaikan suhu : 200 (suhu sekarang-36,80C)

3. Feses : 100-200 ml

(Asmadi, 2009).

c. Insensible Water Loss (IWL) yaitu jumlah cairan tubuh yang keluarnya

tidak disadari dan sulit dihitung, seperti jumlah keringat dan uap

pernafasan.

1. Rumus perhitungan Insensible Water Loss (IWL) dengan suhu

tubuh normal.

IWL = (15 x BB) = ….. cc/jam

24 jam

*jika dalam 24 jam, maka hasilnya dikali dengan 24 jam.

2. Rumus perhitungan Insensible Water Loss (IWL) dengan kenaikan

suhu tubuh.

IWL = [10% x Intake) x jumlah kenaikan suhu] + IWL Normal = …cc/jam

24 jam

*jika dalam 24 jam, maka hasilnya dikali dengan 24 jam.

(Fatonah, 2016).

29

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai

respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang

dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis

keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu,

keluarga, dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan

(PPNI, 2017).

Menurut buku SDKI tahun 2017, diagnosa yang muncul pada kasus

pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit yang berkaitan dengan kondisi

klinis Gagal Ginjal Kronik adalah :

a. Hipervolemia

Definisi :

peningkatan volume cairan intravaskular, interstisial, dan/atau

intraselular.

Penyebab :

1) Gangguan mekanisme regulasi

2) Kelebihan asupan cairan

3) Kelebihan asupan natrium

4) Gangguan aliran balik vena

5) Efek agen farmakologis (mis. Kortikosteroid, chlorpropamide,

tolbutamide, vincristine, tryptilinescarbamazepine).

Gejala dan Tanda Mayor :

Data Subjektif :

1) Ortopnea

2) Dyspnea

3) Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND)

Data Objektif :

1) Edema anasarka dan/atau edema perifer

2) Berat badan meningkat dalam waktu singkat

3) Jugular Venous Pressure (JVP) dan/atau Central

4) Refleks hepatojugular positif.

30

Gejala dan Tanda Minor :

Data Subjektif :

(tidak tersedia)

Data Objektif :

1) Distensi vena jugularis

2) Terdengar suara nafas tambahan

3) Hepatomegaly

4) Kadar Hb/Ht turun

5) Oliguria

6) Intake lebih banyak dari Output (balance cairan positif)

7) Kongesti paru

Kondisi klinis terkait :

1) Penyakit ginjal : gagal ginjal akut/kronis, sindrom nefrotik

2) Hipoalbuminemia

3) Gagal jantung kongestif

4) Kelainan hormon

5) Penyakit hati (mis. Sirosis, asites, kanker hati)

6) Penyakit vena perifer (mis. Varises vena, thrombus vena, phlebitis)

7) Imobilitas

b. Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit

Definisi :

Berisiko mengalami perubahan kadar serum elektrolit

Faktor risiko :

1) Ketidakseimbangan cairan (mis. Dehidrasi dan intoksikasi air)

2) Kelebihan volume cairan

3) Gangguan mekanisme regulasi (mis. Diabetes)

4) Efek samping prosedur (mis. Pembedahan)

5) Diare

6) Muntah

31

7) Disfungsi ginjal

8) Disfungsi regulasi endokrin

Kondisi klinis terkait :

1) Gagal ginjal

2) Anoreksia nervosa

3) Diabetes melitus

4) Penyakit Chron

5) Gastroenteritis

6) Pankreatitis

7) Cedera kepala

8) Kanker

9) Trauma multiple

10) Luka bakar

11) Anemia sel sabit

32

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian

klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan. Berikut rencana tindakan asuhan keperawatan pada pasien gagal ginjal

kronik dengan diagnosa keperawatan hipervolemia (PPNI T. P., 2018)

No. Diagnosa

keperawatan

Tujuan dan

kriteria hasil

Intervensi Utama Rasional

1. Hipervolemia

b.d gangguan

mekanisme

regulasi.

Tujuan :

Setelah dilakukan

asuhan keperawatan

selama 3x24 jam

diharapkan

Hipervolemia dapat

teratasi.

Kriteria Hasil :

1. Terbebas dari

edema, efusi,

anasarka. 2. Bunyi nafas

bersih, tidak

ada dypsneu/

ortopneu

3. Terbebas dari

distensi vena

jugularis

4. Tanda-tanda

vital dalam

batas normal

Manajemen hypervolemia

Observasi :

1. Periksa tanda dan gejala Hipervolemia (mis.

Ortopnea, dyspnea, Edema, JVP/CVP

meningkat, refleks hepatojugular positif,

suara napas tambahan).

2. Identifikasi penyebab Hipervolemia

3. Monitor status hemodinamik (mis.

Frekuensi jantung, tekanan darah, MAP,

CVP, PAP, PCWP, CO, CI), jika tersedia.

4. Monitor Intake dan Output cairan

Manajemen Hipervolemia

Observasi :

1. Peningkatan menunjukkan adanya

Hipervolemia. Kaji bunyi jantung dan napas,

perhatikan S3 dan/atau gemericik, ronchi.

Kelebihan volume cairan berpotensi gagal

jantung kongestif/ edema paru

2. Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan

Hipervolemia yaitu gagal jantung kongestif,

infark miokard, penyakit katup jantung,

sirosis hati, dan gagal ginjal. 3. Takikardia dan hipertensi terjadi karena (1)

kegagalan ginjal untuk mengeluarkan urine,

(2) pembatasan cairan berlebihan selama

mengobati Hipervolemia/hipertensi atau

perubahan fase oliguria gagal ginjal,

dan/atau (3) perubahan pada system renin-

angiotensin. Catatan : pengawasan invasive

diperlukan untuk mengkaji volume

Intravascular, khususnya pada pasien

dengan fungsi jantung buruk.

4. Pada kebanyakn kasus, jumlah aliran harus

sama atau lebih dari jumlah yang dimasukkan. Keseimbangan positif

33

5. Monitor tanda hemokonsentrasi (mis. Kadar

natrium, BUN, hematocrit, berat jenis

urine).

6. Monitor tanda peningkatan tekanan onkotik

plasma (mis. Kadar protein dan albumin

meningkat)

7. Monitor kecepatan infus secara ketat.

8. Monitor efek samping Diuretik (mis.

Hipotensi ortortostatik, Hipovolemia,

hipokalemia, Hiponatremia).

Terapeutik : 1. Timbang berat badan setiap hari pada waktu

yang sama.

2. Batasi asupan cairan dan garam

3. Tinggikan kepala tempat tidur 30-400

menunjukkan kebutuhan evaluasi lebih

lanjut.

5. Kadar natrium tinggi dihubungkan dengan

kelebihan cairan, edema, hipertensi, dan

komplikasi jantung. Ketidakseimbangan

dapat mengganggu konduksi elektrikal dan

fungsi jantung.

6. Terjadinya peningkatan tekanan onkotik

plasma mengakibatkan terjadinya edema.

7. Mencegah terjadinya intake cairan

berlebihan sehingga memperparah keadaan kelebihan volume cairan.

8. Diuretik berfungsi membuang kelebihan

garam dan air dari dalam tubuh melalui

urine. Jumlah garam, terutama natrium yang

diserap kembali oleh ginjal akan dikurangi.

Natrium tersebut akan ikut membawa cairan

yang ada didalam darah, sehingga produksi

urin bertambah. Akibatnya, cairan tubuh

akan berkurang dan tekanan darah akan

turun.

Terapeutik : 1. Membantu mengevaluasi status cairan

khususnya bila dibandingkan dengan berat

badan. Peningkatan berat badan antara

pengobatan harus tidak lebih dari 0,5 kg/hari.

2. Menjaga agar kelebihan cairan tidak

bertambah parah. Garam dapat mengikat air

sehingga akan memperparah kelebihan

cairan.

3. Klien dengan kelebihan volume cairan juga

mengalami gangguan pernafasan seperti

takipnea, dispnea, peningkatan

34

Edukasi :

1. Anjurkan melapor jika haluaran urine <0,5

mL/kg/jam dalam 6 jam

2. Anjurkan melapor jika BB bertambah > 1

kg dalam sehari.

3. Ajarkan cara mengukur dan mencatat

asupan dan haluaran cairan.

4. Ajarkan cara membatasi cairan

Kolaborasi :

1. Kolaborasi pemberian diuretic

2. Kolaborasi penggantian kehilangan kalium

akibat diuretik

3. Kolaborasi pemberian continuous renal

replacement therapy (CRRT), jika perlu.

frekuensi/kedalaman (pernapasan Kussmaul).

Edukasi :

1. Ini menandakan terjadi retensi sisa

metabolik.

2. Peningkatan BB > 1 kg dalam sehari

mengindikasikan kelebihan volume cairan

dalam tubuh.

3. Pentingnya pengukuran intake dan output

cairan agar terdokumentasi sepenuhnya.

4. Pembatasan cairan membutuhkan kerjasama

dari berbagai pihak termasuk pasien dan

keluarga. Kolaborasi :

1. Diuretik dapat meningkatkan laju aliran

urine sehingga produksi urine meningkat

guna mengurangi kelebihan volume cairan

dalam tubuh.

2. Peningkatan aliran urin dan natrium

ditubulus distal dapat meningkatkan sekresi

kalium di tubulus distal sehingga

menyebabkan hipokalemia.

3. Merupakan terapi yang menggantikan fungsi

penyaringan darah normal dari ginjal.

2. Resiko ketidakseimba

ngan elektrolit

b.d disfungsi

ginjal

Tujuan : Setelah dilakukan

asuhan keperawatan

selama 3x24 jam

diharapkan resiko

ketidakseimbangan

elektrolit dapat

teratasi.

Kriteria Hasil :

1. Terbebas dari

Edema, efusi,

Observasi : 1. Identifikasi kemungkinan penyebab

ketidakseimbangan elektrolit.

2. Monitor kadar elektrolit serum.

3. Monitor mual, muntah dan diare.

Observasi : 1. Beberapa kondisi yang mungkin

menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit

yaitu diare/muntah, luka bakar, gagal ginjal,

efek obat. Setelah penyebab diketahui

perawat akan mudah dalam menentukan

tindakan selanjutnya yang dapat dilakukan.

2. Elektrolit sebagai indikator keadaan status

cairan dalam tubuh.

3. Mual, muntah dan diare merupakan keadaan

yang dapat menyebabkan gangguan

35

anasarka.

2. Bunyi nafas

bersih, tidak

ada dypsneu

/ortopneu

3. Kadar elektrolit

dalam tubuh

normal.

4. Tanda-tanda

vital dalam

batas normal

4. Monitor kehilangan cairan, jika perlu.

5. Monitor tanda dan gejala hipokalemia (mis.

Kelemahan otot, interval QT memanjang,

gelombang T datar atau terbalik, depresi

segmen ST, gelombang U, kelelahan,

parestesia, penurunan refleks, anoreksia,

konstipasi, motilitas usus menurun, pusing,

depresi pernapasan).

6. Monitor tanda dan gejala Hiperkalemia (mis. Peka rangsang, gelisah, mual, muntah,

Takikardia, mengarah ke bradikardia,

fibrilasi/Takikardia ventrikel, gelombang T

tinggi, gelombang P datar, kompleks QRS

tumpul, blok jantung mengarah asistol).

7. Monitor tanda dan gejala Hiponatremia

(mis. Disorientasi, otot berkedut, sakit

kepala, membran mukosa kering, hipotensi

postural, kejang, letargi, penurunan

kesadaran).

8. Monitor tanda dan gejala hipernatremia (mis. Haus, demam, mual, muntah, gelisah,

peka rangsang, membran mukosa kering,

takikardia, hipotensi, letargi, konfusi,

kejang)

9. Monitor tanda dan gejala Hipokalsemia

(mis.peka rangsang, tanda Chvostek [spasme

otot wajah], tanda Trousseau [spasme

karpal], kram otot, interval QT memanjang).

10. Monitor tanda dan gejala Hiperkalsemia

(mis. Nyeri tulang, haus, anoreksia, letargi,

kelemahan otot, segmen QT memendek).

keseimbangan elektrolit.

4. Kehilangan cairan berlebih juga berpengaruh

terhadap keseimbangan elektrolit dalam

tubuh.

5. Menyadari tanda dan gejala dengan cepat

dan tepat dapat mencegah terjadinya

kemungkinan yang tidak diinginkan akibat

hipokalemia.

6. Menyadari tanda dan gejala dengan cepat dan tepat dapat mencegah terjadinya

kemungkinan yang tidak diinginkan akibat

Hiperkalemia.

7. Menyadari tanda dan gejala dengan cepat

dan tepat dapat mencegah terjadinya

kemungkinan yang tidak diinginkan akibat

Hiponatremia.

8. Menyadari tanda dan gejala dengan cepat dan tepat dapat mencegah terjadinya

kemungkinan yang tidak diinginkan akibat

hipernatremia.

9. Menyadari tanda dan gejala dengan cepat

dan tepat dapat mencegah terjadinya hal

yang tidak diinginkan akibat Hipokalsemia.

10.Menyadari tanda dan gejala dengan cepat

dan tepat dapat mencegah terjadinya

kemungkinan yang tidak diinginkan akibat

36

11. Monitor tanda dan gejala hipomagnesemia

(mis. Depresi pernapasan, apatis, tanda

Chvostek, tanda Trousseau, konfusi,

disritmia).

12. Monitor tanda dan gejala Hipermagnesemia

(mis. Kelemahan otot, hiporefleks,

bradikardia, depresi SSP, letargi, koma,

depresi)

Terapeutik :

1. Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien

2. Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi :

1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan

2. Informasikan hasil pemantauan.

Hiperkalsemia.

11.Menyadari tanda dan gejala dengan cepat

dan tepat dapat mencegah terjadinya

kemungkinan yang tidak diinginkan akibat

hipomagnesemia.

12.Menyadari tanda dan gejala dengan cepat

dan tepat dapat mencegah terjadinya

kemungkinan yang tidak diinginkan akibat

Hipermagnesemia.

Terapeutik :

1. Pemantauan berkala penting guna mengetahui perkembangan kondisi klien.

2. Dokumentasi sebagai dasar hukum tindakan

keperawatan yang telah dilakukan dan

sebagai alat komunikasi antar tenaga

kesehatan.

Edukasi :

1. Pasien dan keluarga mengetahui dan

mengerti tujuan dan prosedur pemantauan

yang dilakukan

2. Pasien dan keluarga mengetahui

perkembangan keadaan klien.

37

4. Implementasi

Implementasi adalah pelaksanaan dari intervensi keperawatan untuk

mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan dari implementasi adalah

membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang

mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan

kesehatan dan memfasilitasi koping. Fokus tahap implementasi asuhan

keperawatan adalah kegiatan implementasi dari perencanaan intervensi

untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional. Pemenuhan kebutuhan

fisik dan emosional bervariasi, tergantung dari individu dan masalah yang

spesifik, tetapi ada beberapa komponen yang terlibat dalam implementasi

asuhan keperawatan yaitu pengkajian yang terus menerus, perencanaan, dan

pengajaran (Nursalam, 2009).

5. Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses

keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan,

rencana intervensi, dan implementasinya. Tahap evaluasi pada proses

keperawatan meliputi kegiatan mengukur pencapaian tujuan klien dan

menentukan keputusan dengan cara membandingkan data yang terkumpul

dengan tujuan dan pencapaian tujuan. Dengan mengukur perkembangan

klien dalam mencapai suatu tujuan maka perawat dapat menentukan

efektivitas asuhan keperawatan (Nursalam, 2009).

C. Tinjauan Konsep Penyakit

1. Pengertian Gagal Ginjal Kronik

Gagal ginjal yaitu ginjal kehilangan kemampuannya untuk

mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan

asupan makanan normal. Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan

gagal ginjal yang progresif dan lambat pada setiap nefron (biasanya

berlangsung beberapa tahun dan tidak reversible). (Nurarif & Kusuma,

2015).

38

Gagal ginjal kronis yang juga disebut penyakit ginjal kronis (CKD;

Chronic Kidney Disease) adalah kegagalan fungsi ginjal untuk

mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit

akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi

penumpukkan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam darah. (Muttaqin &

Sari, 2012)

2. Etiologi

Begitu banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan terjadinya

gagal ginjal kronis. Akan tetapi, apapun sebabnya respon yang terjadi

adalah penurunan fungsi ginjal secara progresif. Gagal ginjal kronik dapat

disebabkan oleh ginjal itu sendiri dan dari luar ginjal. (Muttaqin & Sari,

2012).

Tabel 2.3

Klasifikasi penyebab Gagal Ginjal Kronik

Klasifikasi Penyakit Penyakit

Penyakit infeksi tubulointerstitial Pielonefritis kronik atau refluks nefropati

Penyakit peradangan Glomerulonephritis

Penyakit vaskuler hipertensif Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis

maligna, stenosis arteria renalis

Gangguan jaringan ikat Lupus eritematosus sistemik, Poliarteritis

nodosa

Gangguan Kongenital dan Herediter Penyakit ginjal polikistik, Asidosis tubulus

ginjal

Penyakit metabolic Diabetes melitus, Goat,

Hiperparatiroidisme, Amyloidosis

Nefropati toksik Penyalahgunaan analgesic, Nefropati timah

Nefropati obstruktif Traktus urinarius bagian atas : batu,

neoplasma, fibrosis retroperitoneal.

Traktus urinarius bagian bawah : hipertrofi prostat struktur uretra, anomaly congenital,

leher vesika urinaria dan uretra

Sumber : (Nurarif & Kusuma, 2015).

3. Pathogenesis dan Patofisiologis

a. Pathogenesis

Patofisiologi gagal ginjal kronik dimulai pada fase awal gangguan,

keseimbangan cairan, penanganan garam, serta penimbunan zat-zat

39

sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal yang sakit.

Sampai fungsi ginjal turun kurang dari 25% normal, manifestasi klinis

gagal ginjal kronik mungkin minimal karena nefron-nefron sisa yang

sehat mengambil alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa

meningkatkan kecepatan filtrasi, reabsorpsi, dan sekresinya, serta

mengalami hipertrofi.

Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, maka nefron

yang tersisa menghadapi tugas yang semakin berat sehingga nefron-

nefron tersebut ikut rusak dan akhirnya mati. Sebagian dari siklus

kematian ini tampaknya berkaitan dengan tuntutan pada nefron-nefron

yang ada untuk meningkatkan reabsorpsi protein. Pada saat

penyusutan progresif nefron-nefron, terjadi pembentukan jaringan

parut dan aliran darah ginjal akan berkurang. Pelepasan renin akan

meningkat bersama dengan kelebihan beban cairan sehingga dapat

menyebabkan hipertensi. Hipertensi akan memperburuk kondisi gagal

ginjal, dengan tujuan agar terjadi peningkatan filtrasi protein-protein

plasma. Kondisi akan bertambah buruk dengan semakin banyak

terbentuk jaringan parut sebagai respons dari kerusakan nefron dan

secara progresif fungsi ginjal menurun drastik dengan manifestasi

penumpukan metabolit-metabolit yang seharusnya dikeluarkan dari

sirkulasi sehingga akan terjadi sindrom uremia berat yang memberikan

banyak manifestasi pada setiap organ tubuh.

40

b. Patofisiologis

Gambar 2.1. Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik

(Sumber : Nurarif & Kusuma, 2015)

41

4. Stadium Gagal Ginjal Kronik

Gagal ginjal kronik selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR.

Stadium-stadium gagal ginjal kronik didasarkan pada tingkat GFR yang

tersisa, diantaranya adalah sebagai berikut :

Tabel 2.4. klasifikasi National Kidney Foundation tentang penyakit ginjal kronis.

Stadium Deskripsi Istilah lain yang

digunakan

GFR

(ml/menit/1,73 m3)

1 Kerusakan ginjal

dengan tingkat filtrasi glomerulus (GFR)

normal

Berada pada resiko >90

2 Kerusakan ginjal

dengan penurunan

GFR ringan

Kelainan ginjal kronis

(chronic renal insufficiency

–CRI)

60-89

3 Penurunan GFR

sedang

CRI, gagal ginjal kronis

(chronic renal failure-

CRF)

30-59

4 Penurunan GFR parah CRF 15-29

5 Gagal ginjal Penyakit ginjal stadium

akhir (End-stage renal

disease-ESRD)

<15

(Sumber : Black & Hawks, 2014)

5. Manifestasi Klinis

Menurut perjalanan klinisnya :

1. Menurunnya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun GFR dapat

menurun hingga 25% dari normal.

2. Insufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami polyuria dan

nokturia, GFR 10% hingga 25% dari normal, kadar creatinin serum

dan BUN sedikit meningkat diatas normal.

3. Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau sindrom uremik pasien

merasa lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah, nokturia, kelebihan

volume cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritus, uremic

frost, pericarditis, kejang-kejang sampai koma. Ditandai dengan GFR

kurang dari 5-10 ml/menit, kadar serum creatinin dan BUN meningkat

tajam, dan terjadi perubahan biokimia dan gejala yang kompleks.

42

Gejala komplikasinya antara lain yaitu hipertensi, anemia,

osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis metabolik, gangguan

keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, khlorida) (Nurarif & Kusuma,

2015).

6. Pemeriksaan Diagnostik

1. Laboratorium

a. Laju Endap Darah meninggi yang diperberat oleh adanya anemia

dan hipoalbuminemia. Anemia normositer normokrom, dan jumlah

retikulosit yang rendah.

b. Ureum dan kreatinin meninggi, biasanya perbandingan antara

ureum dan kreatinin kurang lebih 20:1. Perbandingan dapat

meninggi oleh karena perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar

luas, pengobatan steroid, dan obstruksi saluran kemih.

Perbandingan ini berkurang dengan ureum lebih kecil dari

kreatinin pada diet rendah protein, dan tes klirens kreatinin yang

menurun.

c. Hiponatremi umumnya terjadi karena kelebihan cairan, sedangkan

Hiperkalemia biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersamaan

dengan menurunnya diuresis.

d. Hipokalsemia dan hiperfosfatemia dapat terjadi karena

berkurangnya sintesis vitamin D3 pada Gagal Ginjal Kronik.

e. Phosphate alkaline meninggi akibat gangguan metabolisme tulang,

terutama Isoenzim fosfatase lindi tulang.

f. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia umumnya disebabkan

oleh gangguan metabolisme dan diet rendah protein.

g. Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolisme karbohidrat

pada gagal ginjal (resistensi terhadap pengaruh insulin pada

jaringan perifer)

43

h. Hipertrigliserida akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan

oleh peninggian hormon insulin dan menurunnya lipoprotein

lipase.

i. Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukkan pH

yang menurun, BE yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2

yang menurun, semuanya disebabkan oleh retensi asam-asam

organik pada gagal ginjal.

2. Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (adanya

batu atau adanya suatu obstruksi). Dehidrasi akan memperburuk

keadaan ginjal, oleh sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.

3. Intra Vena Pielografi (IVP) untuk menilai sistem pelviokalises dan

ureter. Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada

keadaan tertentu, misalnya : usia lanjut, diabetes melitus, dan nefropati

asam urat.

4. USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal,

kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter

proksimal, kandung kemih dan prostat.

5. Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari

gangguan (vascular, parenkim, ekskresi), serta sisa fungsi ginjal.

6. EKG untuk melihat kemungkinan : hipertropi ventrikel kiri, tanda-

tanda pericarditis, aritmia, gangguan elektrolit (Hiperkalemia).

7. Komplikasi Gagal Ginjal Kronik

Gagal ginjal kronik juga dapat memicu munculnya penyakit lainnya.

Komplikasi dari gagal ginjal kronik yang dimaksud diantaranya adalah

sebagai berikut.

1. Hiperkalemia

Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolic,

katabolisme, dan masukan diet berlebihan.

44

2. Pericarditis.

Pericarditis, efusi perikardial, dan tamponade jantung akibat retensi

produk sampah uremik dan dialysis yang tidak kuat.

3. Hipertensi.

Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem

reninangiostensin-aldosteron.

4. Anemia.

Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel

darah merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin, dan

kehilangan darah selama hemodialysis.

5. Penyakit tulang.

Penyakit tulang serta klasifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar

kalsium serum yang rendah, metabolism vitamin D abnormal, dan

peningkatan kadar alumunium.

(Ariani, 2016).

8. Penatalaksanaan

Menurut (Tanto, 2014)

1. Terapi spesifik terhadap penyakitnya.

Waktu yang paling tepat adalah sebelum terjadi penurunan LFG

sehingga pemburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada ukuran ginjal

yang masih normal secara USG, biopsy dan pemeriksaan hispatologi

dapat menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik.

2. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid.

Perlu pencatatan kecepatan penurunan LFG untuk mengetahui kondisi

komorbid. Faktor komorbid antara lain yaitu gangguan keseimbangan

cairan, hipertensi tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obstruksi

traktus urinarius, obat-obatan nefrotoksik, bahan kontras atau

peningkatan penyakit dasarnya.

45

3. Menghambat perburukan fungsi ginjal.

Faktor utama yaitu hiperfiltrasi glomerulus, ada dua cara untuk

menguranginya.

a. Terapi farmakologis.

Pemakaian Obat Anti Hipertensi (OAH) terutama Angiotensin-

converting enzyme inhibitor (ACEI) sebagai obat antihipertensi

dan antiproteinuria.

b. Terapi non farmakologis.

Pembatasan protein yang mulai dilakukan saat LFG ≤ 60 ml/menit.

Protein diberikan hanya 0,6-0,8/kgBB/hari dengan jumlah

pengaturan asupan kalori 30-35 kkal/kgBB/hari. Pembatasan

Lemak, karbohidrat, garam NaCl, kalsium, besi, magnesium asam

folat Pasien dan pembatasan cairan sesuai dengan balance cairan

klien.

4. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskuler

Meliputi pengendalian DM, hipertensi, dyslipidemia, anemia,

hiperfosfatemia dan terapi kelebihan cairan dan gangguan

keseimbangan elektrolit.

5. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi.

a. Anemia.

Defisiensi eritropoetin, defisiensi besi, kehilangan darah

(perdarahan saluran cerna, hematuria), masa hidup eritrosit yang

pendek akibat hemolysis, defisiensi asam folat, penekanan sumsum

tulang oleh uremic, proses inflamasi akut atau kronik. Evaluasi

anemia dimulai saat Hb ≤ 10% atau Ht ≤ 30%. Meliputi evaluasi

status besi (kadar besi serum/serum iron), kapasitas ikat besi total,

ferritin serum dengan sasaran Hb 11/12 gr/dL.

b. Osteodistrofi renal.

Mengatasi hiperfosfatemia dan pemberian hormon kalsitriol.

46

c. Hiperfosfatemia.

Pembatasan fosfat (diet rendah fosfat, tinggi kalori, rendah protein

dan rendah garam). Asupan fosfat 600-800 mg/hari.

d. Pemberian kalsitriol.

Kadar fosfat normal, kadar hormon paratiroid (PTH) >2,5x normal.

e. Pembatasan cairan dan elektrolit.

Pembatasan cairan dan elektrolit disesuaikan dengan hasil dari

Balance Cairan klien yang dihitung dengan cara.

Balance Cairan = Intake-Output + IWL (Insensible Water Loss)

f. Terapi pengganti ginjal.

Hemodialysis, peritoneal dialysis / transplantasi ginjal pada gagal

ginjal stadium 3 dengan LFG < 15 ml/menit.

Gambar 2.2.

Contoh lembar observasi intake dan output cairan.

(Sumber : Hegner & Caldwell, 2003).