BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.2 Plastik 2.2.1 Pengertian...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.2 Plastik 2.2.1 Pengertian...
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Plastik
2.2.1 Pengertian Plastik
Plastik adalah bahan yang mempunyai derajat kekristalan lebih rendah dari pada serat.
Plastik dapat dicetak (dicetak ulang) sesuai dengan bentuk yang diinginkan dan
dibutuhkan dengan menggunakan proses injection molding dan ekstrusi.
Komponen utama plastik sebelum membentuk polimer adalah monomer, yakni
rantai yang paling pendek. Polimer merupakan gabungan dari beberapa monomer
yang akan membentuk rantai yang sangat panjang. Bila rantai tersebut dikelompokkan
bersama-sama dalam suatu pola acak, menyerupai tumpukan jerami maka disebut
amorf, jika teratur hampir sejajar disebut kristalin dengan sifat yang lebih keras dan
tegar.
Berdasarkan ketahanan plastik terhadap perubahan suhu, maka plastik dibagi menjadi
dua, yaitu:
1. Termoplastik, bila plastik meleleh pada suhu tertentu, melekat mengikuti
perubahan suhu, bersifat reversible (dapat kembali ke bentuk semula atau
mengeras bila didinginkan).
2. Termoset atau termodursisabel, jenis plastik ini tidak dapat mengikuti
perubahan suhu (non-reversible). Sehingga bila pengerasan telah terjadi maka
bahan tidak dapat dilunakkan kembali. Pemanasan dengan suhu tinggi tidak
akan melunakkan jenis plastik ini melainkan akan membentuk arang dan
terurai.
Universitas Sumatera Utara
Plastik merupakan suatu bahan yang tidak mudah terdekomposisi oleh
mikroorganisme pengurai karena sifat khusus yang dimilikinya yaitu suatu polimer
rantai panjang sehingga bobot molekulnya tinggi dimana atom-atom penyusunnya
saling mengikat satu sama lain. Hampir setiap produk seperti makanan dan minuman,
menggunakan plastik sebagai kemasan. Sedangkan produk rumah tangga banyak yang
menggunakan bahan dasar plastik karena plastik mempunyai keunggulan seperti
ringan, kuat, transparan, tahan air serta harganya relatif murah dan terjangkau oleh
semua kalangan masyarakat.
Plastik merupakan produk polimer sintetis yang terbuat dari bahan-bahan
petrokimia yang merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbahurui. Struktur
kimiawinya yang mempunyai bobot molekul tinggi dan pada umumnya memiliki
rantai ikatan yang kuat sehingga plastik membutuhkan waktu yang lama terurai di
alam.
Penggunaan plastik sintetik sebagai bahan pengemas memang memiliki
berbagai keunggulan seperti mempunyai sifat mekanik dan barrier yang baik,
harganya yang murah serta kemudahannya dalam proses pembuatan dan aplikasinya.
Plastik sintetik mempunyai kestabilan fisiko-kimia yang terlalu kuat sehingga plastik
sangat sukar terdegradasi secara alami dan telah menimbulkan masalah dalam
penanganan limbahnya. Permasalahan tersebut tidak dapat terselesaikan melalui
pelarangan atau pengurangan penggunaan plastik.
Diantara bahan kemasan tersebut, plastik merupakan bahan kemasan yang
paling populer dan sangat luas penggunaannya. Plastik tidak hanya dipakai untuk
kemasan pangan (food grade), tetapi juga banyak diaplikasikan sebagai bahan
pelindung, pewadahan produk elekronika, komponen/suku cadang dan zat kimia untuk
industri. Bahan kemasan ini memiliki berbagai keunggulan yakni, fleksibel (dapat
mengikuti bentuk produk), transparan (tembus pandang), tidak mudah pecah, bentuk
laminasi (dapat dikombinasikan dengan bahan kemasan lain), tidak korosif dan
harganya relatif murah.
Universitas Sumatera Utara
Disamping memiliki berbagai kelebihan yang tidak dimiliki oleh bahan
kemasan lainnya, plastik juga mempunyai kelemahan yakni: tidak tahan panas, dapat
mencemari produk (migrasi komponen monomer), sehingga mengandung resiko
keamanan dan kesehatan konsumen dan plastik termasuk bahan yang tidak dapat
dihancurkan dengan cepat dan secara alami (non-biodegradable).
2.2.2 Sampah Plastik
Abad ini, masyarakat dunia disibukkan dengan maraknya isu mengenai pemanasan
global (global warming) dan lingkungan. Pengaruh memburuknya kondisi lingkungan,
tentunya akan mempengaruhi pemanasan global dan juga ekosistem yang terdapat di
dalamnya. Salah satu permasalahan mengenai lingkungan di dunia ataupun di
Indonesia khususnya mengenai limbah plastik. Penggunaan plastik semakin populer di
kalangan masyarakat Indonesia, karena memiliki banyak kegunaan dan praktis.
Jakarta sebagai ibukota negara, mengalami masalah yang juga dialami oleh sebagian
besar kota-kota lainnya, yaitu masalah penanganan limbah kota. Limbah plastik tidak
hanya menjadi masalah di kalangan masyarakat umum tetapi juga menjadi masalah
bagi perindustrian di Indonesia.
Polimer plastik yang tidak mudah terurai secara alami mengakibatkan
terjadinya penumpukan limbah dan menjadi penyebab pencemaran dan kerusakan
lingkungan hidup. Selain itu, plastik dalam proses pembuatannya menggunakan
minyak bumi yang ketersediannya semakin berkurang dan sulit untuk diperbaharui
(non-renewable). Kondisi demikian menyebabkan bahan kemasan plastik tidak dapat
dipertahankan penggunaannya secara meluas, karena dapat menambah persoalan
lingkungan dan kesehatan di waktu mendatang.
Sampah plastik merupakan suatu permasalahan global karena plastik sulit
terdegradasi oleh mikroorganisme dalam lingkungan juga cuaca, sehingga
menyebabkan masalah lingkungan yang sangat serius. Plastik yang berbentuk film ini
akan menutup permukaan tanah, sehingga aerasi tidak bisa berjalan semestinya
(Sumari, 1995).
Universitas Sumatera Utara
Ratusan juta plastik yang digunakan di bumi ini, maka ratusan juta ton juga
sampah plastik dan menjadi polutan utama dunia. Karena bahan utama pembuatan
plastik adalah phthalat ester di(ethylhexyl) phthalat (DEHP) yang bersifat stabil dan
sukar diuraikan oleh mikroorganisme sehingga kita terus-menerus memerlukan area
untuk pembuangan sampah. (Koswara S, 2006).
Plastik mudah terbakar, ancaman terjadinya kebakaranpun semakin meningkat.
Asap hasil pembakaran bahan plastik sangat berbahaya karena mengandung gas-gas
beracun seperti hidrogen sianida (HCN) dan karbon monoksida (CO). Hidrogen
sianida berasal dari polimer berbahan dasar akrilonitril, sedangkan karbon monoksida
sebagai hasil pembakaran tidak sempurna yang menyebabkan sampah plastik sebagai
salah satu penyebab pencemaran udara dan menyebabkan efek jangka panjang berupa
pemanasan secara global pada atmosfer bumi.
Sampah plastik yang berada di dalam tanah dan tidak bisa diuraikan oleh
mikroorganisme menyebabkan mineral-mineral dalam tanah baik organik maupun
anorganik semakin berkurang. Hal ini menyebabkan jarangnya fauna tanah, seperti
cacing dan fauna tanah yang hidup pada area tanah tersebut dikarenakan sulitnya
memperoleh makanan dan tempat berlindung. Selain itu, kadar O2 dalam tanah
semakin sedikit, sehingga fauna tanah sulit untuk bernapas dan akhirnya mati. Ini
berdampak langsung pada tumbuhan yang hidup di area tersebut. Tumbuhan
memerlukan mikroorganisme tanah sebagai perantara dalam kelangsungan hidupnya
(Ahmad D, dan Dorgan J R, 2007).
2.2.3 Penanggulangannya
Penggunaan plastik ramah lingkungan yang dapat didegradasi dalam waktu yang
relatif singkat (plastik biodegradabel) sebagai substitusi plastik berbahan baku
petrokimia merupakan salah satu solusi pemecahan masalah lingkungan akibat limbah
plastik. Kebutuhan dunia akan plastik biodegradabel semakin meningkat dari tahun ke
tahun. Potensi pasar plastik biodegradable saat ini cukup besar, yaitu mencapai 1,2
juta ton pada tahun 2010. Industri plastik biodegradabel akan berkembang menjadi
industri besar di masa yang akan datang (Pranamuda, 2001).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Ir. Sah Johan Ali Nasiri,Ph.D, Senior Advisor Sentra Teknologi
Polimer, BPPT, kehidupan modern ini tidak bisa terlepas dari plastik. Pertumbuhan
penggunaan plastik di negara maju diperkirakan mencapai 4%, sedangkan di
Indonesia kemungkinan lebih tinggi lagi karena kebutuhan masih sekitar 10 kg/orang
per tahun sementara di negara maju mencapai 50 kg/hari per tahun. Hal tersebut,
memberikan gambaran mengenai potensi pengembangan kemasan plastik
biodegradabel. Penggunaan kemasan biodegradabel diharapkan dapat menjadi
alternatif solusi bagi permasalahan limbah plastik, lingkungan, dan pemanasan global.
Dari berbagai masalah yang ditimbulkan oleh plastik sintetik, terdapat sebuah
konsep yang merupakan solusi dari masalah tersebut, yaitu pembuatan plastik
biodegradabel. Namun, Hasil dari pembuatan plastik biodegradabel masih terdapat
kekurangan, plastik biodegradabel yang dihasilkan masih memiliki kekuatan dan
elastisitas yang rendah sehingga perlu adanya optimasi hasil pembuatan plastik
biodegradabel.
Kemasan ramah lingkungan merupakan sebuah konsep mengenai pengemas
produk, baik produk pangan atau non pangan yang tidak mengganggu kestabilan
lingkungan apabila mengalami kontak dengan unsur-unsur lingkungan, seperti air,
udara, dan tanah (Bastioli, 2005). Kemasan yang dimaksud adalah kemasan dari
plastik. Pada awalnya plastik kebanyakan dibuat dari minyak bumi dan bersifat non-
biogradable. Plastik sintetik mempunyai kestabilan fisiko-kimia yang sangat kuat
sehingga plastik sangat sukar terdegradasi secara alami (Suyatma, 2007). Oleh karena
itu plastik dianggap tidak ramah lingkungan karena sifatnya yang tidak bisa
didegradasi secara biologi ditanah dan tentunya akan mencemari tanah (Bastioli,
2005). Jika plastik ini dihancurkan dengan cara yang lain misalnya pembakaran, maka
akan menghasilkan gas CO2 yang akan semakin memperparah pamanasan global.
Berdasarkan fakta dan kajian ilmiah yang ada serta meningkatnya kesadaran
masyarakat akan pentingnya kesehatan dan lingkungan lestari, mendorong
dilakukannya penelitian dan pengembangan teknologi bahan kemasan yang
biodegradabel. Saat ini penelitian dan pengembangan teknologi bahan kemasan
biodegradabel terarah pada usaha membuat pengemas yang mempunyai sifat seperti
plastik yang berbasiskan bahan alami dan mudah terurai.
Universitas Sumatera Utara
Penggunaan pati sebagai bahan baku pembuatan plastik biodegradabel ini
ternyata menimbulkan masalah baru, yaitu krisis pangan. Hal ini disebabkan pati,
selain sebagai bahan baku plastik biodegradabel, juga berfungsi sebagai sumber
pangan bagi manusia. Dengan demikian, pemanfaatan pati sebagai bahan baku
pembuatan plastik biodegradabel akan berkompetisi dengan penggunaan pati sebagai
sumber pangan bagi manusia. Oleh karena itu, untuk mengatasi munculnya
permasalahan krisis bahan pangan akibat terbatasnya suplai sumber pati, diperlukan
sumber daya lain yang dapat dijadikan bahan baku pembuatan plastik biodegradabel
salah satunya dengan memanfaatkan selulosa enceng gondok. Dan dibutuhkan adanya
alternatif bahan plastik yang diperoleh dari bahan yang mudah didapat dan tersedia di
alam dalam jumlah besar dan murah tetapi mampu menghasilkan produk dengan
kekuatan yang sama atau bahkan lebih baik.
2.4 Biodegradabel
2.4.3 2.2.1 Pengertian Biodegradabel
Secara umum, kemasan biodegradabel diartikan sebagai film kemasan yang dapat
didaur ulang dan dapat dihancurkan secara alami. Stevens (2001), plastik
biodegradabel disebut juga bioplastik yaitu plastik yang seluruh atau hampir seluruh
komponennya berasal dari bahan baku yang dapat diperbaharui.
Griffin (1994), plastik biodegradable adalah suatu bahan dalam kondisi
tertentu, waktu tertentu mengalami perubahan dalam struktur kimianya, yang
mempengaruhi sifat-sifat yang dimilikinya karena pengaruh mikroorganisme (bakteri,
jamur, alga). Sedangkan Seal (1994), kemasan plastik biodegradabel adalah suatu
material polimer yang merubah pada senyawa yang berat molekul rendah dimana
paling sedikit satu tahap pada proses degradasinya melalui metabolisme organisme
secara alami.
Pranamuda (2001), plastik biodegradabel adalah plastik yang dapat digunakan
layaknya seperti plastik konvensional, namun akan hancur terurai oleh aktivitas
Universitas Sumatera Utara
mikroorganisme menjadi hasil akhir air dan gas karbondioksida setelah habis terpakai
dan dibuang ke lingkungan. Plastik biodegradabel merupakan bahan plastik yang
ramah terhadap lingkungan karena sifatnya yang dapat kembali ke alam. Secara
umum, kemasan biodegradabel diartikan sebagai film kemasan yang dapat didaur
ulang dan dapat dihancurkan secara alami.
Berdasarkan sumber atau cara memperolehnya, Tharanathan (2003)
mengklasifikasikan biopolimer sebagai bahan baku bio-kemasan menjadi empat
kelompok dan dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut ini. Kelompok 1 yaitu :
biopolimer yang berasal dari sumber hewan yaitu; collagen gelatin, kelompok 2
adalah biopolimer yang berasal dari limbah industri pengolahan ikan yaitu
chitin/chitosan, kelompok 3 berasal dari pertanian yaitu diklasifikasikan menjadi 2
bagian yaitu lemak dan hydrocelloid.
Yang berasal dari lemak terdiri dari : bees wax, camauba wax, asam lemak;
sedangkan dari hydrocolloid dibagi menjadi 2 bagaian yaitu: protein dan
polysacharida. hydrocolloid yang berasal dari protein adalah: zein (protein jagung),
kedelai, whey susu, glutera gandum sedangkan hydrocolloid yang berasal dari
polysacharida adalah : cellulosa, serat, pati, pektin, garns. Selain dari polimer alami,
ada beberapa zat sintetis yang merupakan campuran antara zat petrokimia dengan
biopolimer dan atau biopolimer yang telah mengalami perlakuan yang kompleks tetapi
tetap memiliki sifat biodegradable, contohnya adalah poly alkilene esters, poly lactic
acid, poly amid esters, poly vinil esters, poly vinil alcohol, dan poly anhidrides.
Polimer mikrobiologi (polyester) : biopolimer ini dihasilkan secara
bioteknologi atau fermentasi dengan mikroba genus Alcaligenes . Biopolimer jenis ini
diantaranya polihidroksi butirat (PHB), polihidroksi valerat (PHV), asam polilaktat
(polylactic acid) dan asam poliglikolat (polyglycolic acid). Bahan ini dapat
terdegradasi secara penuh oleh bakteri, jamur dan alga. Namun oleh karena proses
produksi bahan dasarnya yang rumit mengakibatkan harga kemasan biodegradable ini
relatif mahal. Berikut ini Gambar 2.3 Polimer biodegradabel sebagai bahan
biokemasan.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4 Polimer biodegradabel sebagai bahan biokemasan
(Tharanathan, 2003)
Berdasarkan bahan baku yang digunakan plastik biodegradabel dikelompokkan
menjadi 2, yaitu kelompok dengan bahan baku petrokimia (non-renewable resources)
dengan bahan aditif dari senyawa bio-aktif yang bersifat biodegradabel dan kelompok
kedua dari semua bahan bakunya berasal dari sumber daya alam terbarukan
(renewable resources), seperti dari bahan tanaman pati dan selulosa serta hewan
seperti cangkang atau mikroorganisme yang dimanfaatkan untuk mengakumulasi
plastik yang berasal dari sumber tertentu misalnya lumpur aktif dan limbah cair yang
kaya akan bahan-bahan organik sebagai sumber makanan bagi mikroorganisme
tersebut (Wilkipedia, 2009; Adam et al, 2009).
Averous (2008), mengelompokkan polimer biodegradabel ke dalam dua
kelompok dan empat keluarga berbeda berikut ini klasifikasi polimer biodegradabel
yang dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 Klasifikasi Polimer Biodegradabel (Averous, 2008)
Pada Gambar 2.2 Klasifikasi Polimer Biodegradabel, Averous (2008),
mengelompokkan polimer biodegradabel ke dalam dua kelompok dan empat keluarga
berbeda. Kelompok utama adalah: (1) agro-polymer yang terdiri dari polisakarida,
protein dan sebagainya; dan (2) biopoliester (biodegradable polyesters) seperti poli
asam laktat (PLA), poly hydroxy alkanoate (PHA), aromatik and alifatik kopoliester.
Biopolimer yang tergolong agro-polymer adalah produk-produk biomassa yang
diperoleh dari bahan-bahan pertanian. seperti polisakarida, protein dan lemak.
Biopoliester dibagi lagi berdasarkan sumbernya. Kelompok Polyhydroxy-alkanoate
(PHA) didapatkan dari aktivitas mikroorganisme yang didapatkan dengan cara
ekstraksi. Contoh PHA diantaranya Poly (hydroxybutyrate) (PHB) dan Poly (hydroxy
butyrate co-hydroxy valerate) (PHBV). Kelompok lain adalah biopoliester yang
diperoleh dari aplikasi bioteknologi, yaitu dengan sintesa secara konvensional
monomer-monomer yang diperoleh secara biologi, yang disebut kelompok polilaktida.
Contoh polilaktida adalah poli asam laktat. Kelompok terakhir diperoleh dari produk-
produk petrokimia yang disintesa secara konvensional dari monomer-monomer
sintetis. Kelompok ini terdiri dari poly capro lactones (PCL), polyester amides,
aliphatic co-polyesters dan aromatic co-polyesters.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Poly Lactic Acid (PLA)
2.3.3 2.3.1 Pengertian
Asam laktat (lactic acid) adalah salah satu asam organik yang penting di industri,
terutama di industri makanan. Di samping itu, penggunaannya sekarang lebih luas
karena bisa dipakai sebagai bahan baku pembuatan poly lactic acid, biodegradabel
plastik yang merupakan polimer dari asam laktat (Datta et al. 1995; Hofvendahl
and Hahn-Hagerdal 2000).
Pengolahan bahan baku pati cukup mudah dilakukan dengan melibatkan proses
fermentasi asam laktat menjadi Poly Lactic Acid (PLA). PLA memiliki sifat mirip
dengan plastik konvensional (Pranamuda, 2001).
Salah satu jenis biodegradabel poliester adalah Poli asam laktat (poly lactic
acid). Poli asam laktat (PLA) ditemukan pada tahun 1932 oleh Carothers (DuPont)
yang memproduksi PLA dengan berat molekul rendah dengan memanaskan asam
laktat pada kondisi vakum. Pada tahap selanjutnya, DuPont dan Ethicon memfokuskan
pembuatan aplikasi medical grade satures, implan dan kemasan obat. Baru-baru ini,
beberapa perusahaan seperti Shimadzu dan Mitsui Tuatsu di Jepang telah
memproduksi sejumlah PLA untuk aplikasi plastik. Poli asam laktat atau Poli laktida
(PLA) dengan rumus kimia (CH3CHOHCOOH)n adalah sejenis polimer atau plastik
yang bersifat biodegradabel, termoplastik dan merupakan poliester alifatik yang
terbuat dari bahan-bahan terbarukan seperti pati jagung, pati ubi dan sebagainya.
Walaupun PLA sudah dikenal sejak abad yang lalu, namun baru diproduksi secara
komersial dalam beberapa tahun terakhir dengan keunggulannya yaitu memiliki
kemampuan untuk terdegradasi secara biologi.
Gambar 2.3 Rumus Struktur Poly Asam Laktat
Universitas Sumatera Utara
(http://en.wikipedia.org/wiki/Lactic_acid).
Pada Gambar 2.3 terdapat rumus struktur Poly Asam Laktat, yang secara
struktur Poly asam laktat adalah asam karboksilat dengan satu gugus (hidroksil) yang
menempel pada gugus karboksil. Asam laktat larut dalam air dan etanol serta bersifat
higroskopik. Dalam air, ia terlarut lemah dan melepas proton (H+), membentuk ion
laktat. Asam ini juga larut dalam alkohol dan bersifat menyerap air (higroskopik).
Langkah pertama dalam sintesa PLA adalah produksi asam laktat. Asam laktat
(IUPAC: 2-hydroxy propanoic acid) yang biasa disebut sebagai asam susu adalah
salah satu bahan kimia yang berperan penting dalam industri biokimia. Asam laktat
pertama kali berhasil diisolasi oleh ahli kimia Swedia, Carl Wilhelm Scheele pada
tahun 1780. Asam laktat mempunyai rumus kimia C3H6O3, termasuk keluarga asam
hidroksi propionat dengan rumus molekul CH3CHOHCOOH. Pada Gambar 2.4 adalah
struktur molekul asam laktat. Asam laktat dalam larutan akan kehilangan satu proton
dari gugus asam dan menghasilkan ion laktat CH3CH(OH)COO-. Berikut ini adalah
gambar struktur molekul asam asetat.
Gambar 2.4 Struktur molekul asam laktat
(http://en.wikipedia.org/wiki/Lactic_acid).
Asam laktat adalah cairan pekat tak berwarna, tak berbau, larut di dalam air dalam
berbagai perbandingan, alkohol dan eter tetapi tidak larut dalam kloroform. Senyawa
ini termasuk asam lemah dengan daya penguapan yang rendah. Menurut Botelho et al
(2004), kelebihan PLA dibandingkan dengan plastik yang terbuat dari minyak bumi
adalah:
2 Biodegradable artinya PLA dapat diuraikan secara alami di lingkungan oleh
mikroorganisme.
3 Biocompatible dimana pada kondisi normal, jenis plastik ini dapat diterima oleh
sel atau jaringan biologi.
Universitas Sumatera Utara
4 Dihasilkan dari bahan yang dapat diperbaharui (termasuk sisa industri) dan bukan
dari minyak bumi.
5 100% recyclable melalui proses hidrolisis asam laktat dan digunakan kembali
untuk aplikasi yang berbeda atau bisa digabungkan untuk menghasilkan produk
lain.
6 Tidak menggunakan pelarut organik/bersifat racun dalam memproduksi PLA.
7 Dapat dibakar sempurna dan menghasilkan gas CO2 dan air.
Saat ini, PLA sudah digunakan untuk beragam aplikasi, diantaranya dibidang
medis, kemasan dan tekstil. Dibidang medis, PLA sudah lama digunakan sebagai
benang jahit pada saat operasi serta bahan pembungkus kapsul. Selain itu, pada
dasawarsa terakhir PLA juga dikembangkan dalam upaya perbaikan jaringan tubuh
manusia. PLA juga telah dikembangkan untuk pembuatan kantong plastik (retail
bags), kontainer, bahkan edible film untuk sayuran dan buah. Dalam bentuk film dan
bentuk foam digunakan untuk pengemas daging, produk susu, atau roti. Dapat juga
digunakan dalam bentuk botol dan cangkir sekali pakai untuk kemasan air, susu, jus
dan minuman lainnya. Piring, mangkok, nampan, tas, film pertanian merupakan
penggunaan lain dari jenis plastik ini. Selain itu dibidang tekstil PLA juga telah
diaplikasikan untuk pembuatan kaos dan tas. Di Jepang, PLA bahkan sudah
dikembangkan sebagai bahan dasar pembuatan Compact Disc (CD) oleh Sanyo.
2.3.4 2.3.2 Prospek Perkembangan PLA di Indonesia
Upaya pengembangan teknologi kemasan plastik biodegrdabel dewasa ini
berkembang sangat pesat. Berbagai riset telah dilakukan di negara maju (Jerman,
Prancis, Jepang, Korea, Amerika Serikat, Inggris dan Swiss) ditujukan untuk menggali
berbagai potensi bahan baku biopolimer. Di Jerman, pengembangan untuk
mendapatkan polimer biodegradabel pada poly hydroxy butiyrat (PHB), Jepang (chitin
dari kulit Crustaceae, zein dari jagung). Aktivitas penelitian lain yang dilakukan
adalah bagaimana mendapatkan kemasan termoplastik degradabel yang mempunyai
masa pakai (life times) yang relatif lebih lama dengan harga yang lebih murah.
Pengembangan lain yang sangat penting adalah perbaikan sifat-sifat fisik dan
penggunaan bahan pemlastis.
Universitas Sumatera Utara
Kendala utama yang dihadapi dalam pemasaran kemasan ini adalah harganya
yang relatif tinggi dibandingkan film kemasan PE. Biaya produksi yang tinggi berasal
dari komponen bahan baku (sumber karbon), proses fermentasi (isolasi dan purifikasi
polimer) dan investasi modal.
Sebenarnya prospek pengembangan biopolimer untuk kemasan plastik
biodegradabel di Indonesia sangat potensial. Alasan ini didukung oleh adanya sumber
daya alam, khususnya hasil pertanian yang melimpah dan dapat diperoleh sepanjang
tahun. Berbagai hasil pertanian yang potensial untuk dikembangkan menjadi
biopolimer adalah jagung, sagu, kacang kedelai, kentang, tepung tapioka, ubi kayu
(nabati) dan kitin dari kulit udang (hewani) dan lain sebagainya. Kekayaan akan
sumber bahan dasar seperti tersebut di atas, justru sebaliknya menjadi persoalan
potensial yang serius pada negara-negara yang telah maju dan menguasai ilmu dan
teknologi kemasan biodegrdabel, khususnya di Jerman. Negara tersebut dengan
penguasaan IPTEK yang tinggi di bidang teknologi kemasan, merasa khawatir
kekurangan sumber bahan dasar (raw materials) dan akan menjadi sangat tergantung
pada negara yang kaya akan sumber daya alam.
Pada tahun 2005 Liesbetini Hartono, dkk melakukan penelitian, yaitu
Rekayasa proses produksi poli asam laktat (PLA) dari pati sagu sebagai bahan baku
plastik biodegradabel dengan menggunakan variasi jenis bakteri dan kondisi operasi
proses fermentasi untuk menghasilkan asam laktat dan dengan proses polimerisasi
kondensasi langsung dapat dihasilkan PLA.
Pada tahun 2006, Hanny Widjaja, dkk melakukan penelitian mengenai sintesa
PLA dari Limbah Pembuatan Indigenous Starch untuk Pembuatan Plastik Ramah
Lingkungan, dimana pada penelitian ini variasi yang dipakai adalah jenis bakteri
untuk fermentasi, dimana nantinya diperoleh bakteri yang terbaik untuk menghasilkan
Asam Laktat, dengan proses polikondensasi azeotropik dapat dihasilkan PLA. Ery
Susiany Retnoningtyas, dkk melakukan penelitian mengenai pembuatan plastik
biodegradabel dari kulit pisang.
Universitas Sumatera Utara
Pada tahun 2009, Yusmarlela melakukan penelitian dengan judul Studi
Pemanfaatan Plastiser Gliserol Dalam Film Pati Ubi Dengan Pengisi Serbuk Batang
Ubi Kayu. Sifat Mekanik Campuran Pati Ubi Kayu dengan Pemlastis pada berbagai
komposisi dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Hasil Uji Sifat Mekanik Campuran Pati Ubi Kayu dengan Pemlastis
Gliserol pada Berbagai Komposisi
Komposisi
No Pati ubi (gram) Gliserol (gram) Kekuatan tarik (MPa) Kemuluran (%)
1 10 0 5,833 2,895
2 10 1 7,667 18,516
3 10 2 3,000 26,547
4 10 3 2,500 20,922
5 10 4 1,300 16,094
6 10 5 1,000 13,793
Hasil uji sifat mekanik pada Tabel 4.1 memperlihatkan bahwa penggunaan gliserol
pada kadar 10% memberikan kekuatan tarik lebih tinggi dibandingkan dengan kadar
0%. Hal ini terjadi karena pada kadar 10 % dari 10 gram campuran berada pada titik
jenuh yang menyebabkan molekul-molekul pemlastis hanya terdispersi dan
berinteraksi diantara stuktur rantai pati yang menyebabkan rantai-rantai pati lebih sulit
bergerak akibat halangan sterik. Sementara itu yang menyebabkan kekuatan tarik
meningkat dikarena adanya gaya intermolekuler antar rantai pati tersebut. Apabila
kadar gliserol ditingkatkan 20%-50% akan menyebabkan kekuatan tarik menurun. Hal
ini disebabkan karena titik jenuh telah terlampaui, sehingga molekul pemlastis yang
berlebih berada pada fase tersendiri di luar fase pati dan akan menurunkan gaya
intermolekuler antar rantai yang menyebabkan gerakan rantai lebih bebas dan
akibatnya gaya intermolekuler antar rantai menurun. Berdasarkan penjelasan di atas
dapat dikatakan bahwa campuran pati ubi kayu dengan gliserol mencapai
kompatibilitas tertinggi pada kadar 10%.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.2. Hasil Uji Sifat Mekanik Campuran Pati Ubi Kayu dengan Pemlastis
Gliserol dan Penambahan Serbuk Batang Ubi Kayu pada Berbagai Komposisi
Komposisi
No Pati ubi
(gram)
Gliserol
(gram) Serbuk(gram)
Kekuatan
tarik (Mpa)
Kemuluran
(%)
1 10 1 0,5 9,333 18,531
2 10 2 0,5 4,167 17, 656
3 10 2 1 7,583 13,000
4 10 3 0,5 3,250 15,406
5 10 3 1 2,750 10,313
6 10 4 0,5 2,250 16,670
7 10 4 1 2,167 9,453
Hasil uji sifat mekanik pada Tabel 4.2 menunjukan peningkatan sifat mekanik
uji tarik pada campuran antara 10 gram pati dengan 1 gram gliserol dan 0,5 gram
serbuk batang ubi kayu yang dapat meningkatkan sifat mekanik uji tarik bahan
dibandingkan tanpa gliserol. Hal ini disebabkan serbuk dapat memperkuat bahan
tersebut.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah :
1. Penambahan gliserol dalam film pati ubi kayu dapat meningkatkan kelarutan pati
dalam air dan juga dapat menambah kuat tarik film pati dibandingkan tanpa
gliserol, perbandingan yang baik antara gliserol dan pati yaitu 10 : 1.
2. Hasil analisa uji tarik pada film pati ubi kayu dengan campuran gliserol dan sebuk
batang ubi kayu rasio (1 : 0,5) memperlihatkan naiknya nilai kuat tarik dari 7,667
Mpa sebelum penambahan serbuk menjadi 9,333 Mpa sesudah penambahan
serbuk.
3. Hasil analisa uji tarik, uji DTA dan uji-FTIR menunjukkan bahwa film pati ubi
kayu yang mengandung gliserol dan serbuk batang ubi kayu menunjukkan adanya
interaksi fisik (ikatan hidrogen) antara pati, gliserol dan serbuk batang ubi kayu.
Universitas Sumatera Utara
Masih dengan menggunakan variasi kondisi operasi fermentasi untuk
menghasilkan PLA. Kebanyakan penelitian yang dilakukan di Indonesia adalah
dengan variasi bahan baku untuk memperoleh bahan alam apa yang paling sesuai
untuk membuat PLA dan juga proses fermentasi bukan dengan variasi katalis.
Penelitian yang pernah dilakukan yaitu sintesis PLA dengan bahan baku yang berasal
dari pati sagu, limbah indigenous pati, kulit pisang, pati singkong, pati jagung, kulit
udang, talas, dan lain sebagainya.
PLA memiliki sifat properties yang cukup baik jika digunakan sebagai aplikasi
pengganti plastik konvensional. Aplikasi PLA yang telah dikembangkan saat ini
diantaranya di bidang medis, pengemasan makanan, edible film, tekstil bahkan casing
barang elektronik ringan. Perkembangan plastik biodegradabel di Indonesia,
khususnya PLA masih terkendala masalah teknologi dan investasi, sementara tersedia
bahan baku yang melimpah.
2.4 Kemasan makanan
Pengertian umum dari kemasan adalah suatu benda yang digunakan sebagai wadah
atau tempat yang dikemas dan dapat memberikan perlindungan sesuai dengan
tujuannya. Adanya kemasan yang dapat membantu mencegah atau mengurangi
kerusakan, melindungi bahan yang ada di dalamnya dari pencemaran serta gangguan
fisik seperti gesekan, benturan dan getaran. Dari promosi kemasan berfungsi sebagai
perangsang atau daya tarik pembeli. Bahan kemasan yang umum untuk pengemasan
produk hasil pertanian untuk tujuan pengangkutan atau distribusi adalah kayu, serat
goni, plastik, kertas dan gelombang karton.
Melindungi bahan pangan dari kontaminasi berarti melindunginya terhadap
mikroorganisme dan kotoran serta terhadap gigitan serangga atau binatang pengerat
lainnya. Melindungi kandungan airnya berarti makanan di dalamnya tidak boleh
menyerap air dari atmosfer dan juga tidak boleh berkurang kadar airnya. Jadi,
wadahnya harus kedap air. Perlindungan terhadap bau dan gas dimaksudkan supaya
bau atau gas yang tidak diinginkan tidak dapat masuk melalui wadah tersebut dan
Universitas Sumatera Utara
jangan sampai merembes keluar melalui wadah. Wadah yang rusak karena tekanan
atau benturan dapat menyebabkan makanan di dalamnya juga rusak dalam arti
berubah bentuknya (Winarno, 1983).
Untuk itu perlu adanya inovasi dalam pembuatan plastik yang ramah
lingkungan. Menurut Syarief (1988) ada lima syarat yang dibutuhkan kemasan yaitu
penampilan, perlindungan, fungsi, bahan dan biaya, serta penanganan limbah
kemasan.
Pengemasan komoditi hortikultura adalah suatu usaha menempatkan komoditi
segar ke dalam suatu wadah yang memenuhi syarat sehingga mutunya tetap atau
hanya mengalami sedikit penurunan pada saat diterima oleh konsumen akhir dengan
nilai pasar yang tetap tinggi. Dengan pengemasan, komoditi dapat dilindungi dari
kerusakan, benturan mekanis, fisik, kimia dan mikrobiologis selama pengangkutan,
penyimpanan dan pemasaran (Sacharow dan Griffin, 1980).
Menurut Erliza dan Sutedja (1987) bahan kemasan harus mempunyai syarat-
syarat, yaitu : tidak toksik, harus cocok dengan bahan yang dikemas, harus menjamin
sanitasi dan syarat-syarat kesehatan, dapat mencegah kepalsuan, kemudahan
membuka dan menutup, kemudahan dan keamanan dalam mengeluarkan isi,
kemudahan pembuangan kemasan bekas, ukuran, bentuk dan berat harus sesuai, serta
harus memenuhi syarat-syarat yaitu kemasan yang ditujukan untuk daerah tropis
mempunyai syarat yang berbeda dari kemasan yang ditujukan untuk daerah subtropis
atau daerah dingin. Demikian juga untuk daerah yang kelembaban tinggi dan daerah
kering.
Berdasarkan fungsinya pengemasan dibagi menjadi dua, yaitu pengemasan
untuk pengangkutan dan distribusi (shiping/delivery package) dan pengemasan untuk
perdagangan eceran atau supermarket (retail package). Pemakaian material dan
pemilihan rancangan kemasan untuk pengangkutan dan distribusi akan berbeda
dengan kemasan untuk perdagangan eceran. Kemasan untuk pengangkutan atau
distribusi akan mengutamakan material dan rancangan yang dapat melindungi
kerusakan selama pengangkutan dan distribusi, sedangkan kemasan untuk eceran
Universitas Sumatera Utara
diutamakan material dan rancangan yang dapat memikat konsumen untuk membeli
(Peleg, 1985).
Menurut Winarno, et al. (1986) makanan yang dikemas mempunyai tujuan
untuk diawetkan, yaitu : mempertahankan mutu kesegaran, warnanya yang tetap untuk
menarik konsumen, memberikan kemudahan penyimpanan dan distribusi serta yang
lebih penting lagi dapat menekan peluang terjadinya kontaminasi dari udara, air dan
tanah, baik oleh mikroorganisme pembusuk, mikroorganisme yang dapat
membahayakan kesehatan manusia, maupun bahan kimia yang bersifat merusak atau
racun.
Beberapa faktor yang penting diperhatikan dalam pengemasan bahan pangan
adalah sifat bahan pangan tersebut, keadaan lingkungan dan sifat bahan pengemas.
Sifat bahan pangan antara lain adalah adanya kecendrungan untuk mengeras dalam
kadar air dan suhu yang berbeda-beda, daya tahan terhadap cahaya, oksigen dan
mikroorganis. Winarno dan Jennie (1982) mengemukakan bahan pengemas harus
tahan serangan hama atau binatang pengerat dan bagian dalam yang berhubungan
langsung dengan bahan pangan harus tidak berbau, tidak mempunyai rasa serta tidak
beracun serta tidak boleh bereaksi dengan komoditi.
Adanya pengemasan dapat membantu mencegah atau mengurangi terjadinya
kerusakan-kerusakan. Menurut Brody (1972) kerusakan terjadi karena pengaruh
lingkungan luar dan pengaruh kemasan yang digunakan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kerusakan bahan pangan sehubungan dengan kemasan yang
digunakan. Winarno dan Jenie (1983) kerusakan dapat digolongkan menjadi dua
golongan, yaitu : golongan pertama kerusakan ditentukan oleh sifat alamiah dari
produk dan tidak dapat dicegah dengan pengemasan, misalnya : perubahan kimia,
biokimia, fisik serta mirobiologi sedangkan golongan kedua, kerusakan yang
ditentukan oleh lingkungan dan hampir seluruhnya dapat dikontrol dengan kemasan
yang dapat digunakan, misalnya kerusakan mekanis, perubahan kadar air bahan,
absorpsi dan interaksi dengan oksigen. Berbagai jenis bahan digunakan untuk
keperluan kemasan, diantaranya adalah bahan-bahan dari logam, kayu, gelas, kertas,
papan, kertas.
Universitas Sumatera Utara
2.5 Enceng Gondok
2.5.3 2.5.1 Ketersediaan Enceng gondok
Enceng gondok merupakan tumbuhan air tawar yang dikenal sebagai gulma.
Tumbuhan ini banyak ditemukan di Indonesia khususnya di perairan. Enceng gondok
menghasilkan bahan organik yang mempercepat proses pendangkalan, juga
mengurangi produksi ikan karena kerapatan tumbuhan menghalangi masuknya sinar
matahari kedalam air dan menghambat proses aerasi. Pertumbuhannya sangat cepat
dan menimbulkan berbagai masalah. Enceng gondok dapat dimanfaatkan sebagai
bahan pembuat kertas, dan apabila diproses lebih lanjut bisa dibuat etanol.
Gambar 2.5 Enceng gondok (Eichornia Crassipes)
(Sumber : www.ahmadfauzibratasena.wordpress.com)
Gambar 2.5 adalah gambar enceng gondok. Enceng gondok termasuk dalam
genus Eichornia, famili Pontederiaceae, kelas monocotyledonae dan divisi
phanerogamae. Enceng gondok merupakan tanaman yang hidup mengapung di air dan
kadang-kadang berakar dalam tanah. Tingginya sekitar 0,4 – 0,8 meter. Tidak
mempunyai batang, daunnya tunggal dan berbentuk oval. Ujung dan pangkalnya
meruncing, pangkal tangkai daun menggelembung. Permukaan daunnya licin dan
berwarna hijau. Bunganya termasuk bunga majemuk berbentuk bulir, kelopaknya
berbentuk tabung. Bijinya berbentuk bulat dan berwarna hitam. Buahnya kotak
Universitas Sumatera Utara
beruang tiga dan berwarna hijau. Akarnya merupakan akar serabut. Pada umumnya
enceng gondok tumbuh dengan cara vegetatif yaitu dengan menggunakan stolon.
Kondisi optimum bagi perkembangannya memerlukan kisaran waktu antara 11-18
hari.
Enceng gondok merupakan gulma yang tumbuh di wilayah perairan yang
hidup terapung pada air yang dalam atau mengembangkan perakaran di dalam lumpur
pada air yang dangkal (Pasaribu 2007). Gulma air tersebut juga banyak terdapat di
waduk-waduk (Artati 2006).
Enceng gondok berkembang biak dengan sangat cepat, baik secara vegetatif
maupun generatif. Perkembangbiakan dengan cara vegetatif dapat melipat ganda
dalam waktu 7-10 hari. Enceng gondok merupakan tanaman asli Brazil yang
didatangkan ke indonesia tahun 1894 untuk melengkapi koleksi tanaman di Kebun
Raya Bogor. Tanaman ini telah menyebar ke seluruh perairan yang ada, baik waduk,
rawa, maupun sungai di perairan Jawa, sumatera, Kalimantan dan daerah lainnya
(Suprapti, 2008).
Tumbuhan enceng gondok tumbuh dengan sangat pesat karena tumbuh
mengapung di air, maka dengan mudah tumbuhan ini menutupi permukaan air.
Pemanfaatan enceng gondok belum bisa menanggulangi laju pertumbuhannya yang
sangat pesat. Pemanfaatan enceng gondok yang telah dilakukan adalah pemanfaatan
sebagai pejernih air, karena sifatnya yang mampu mengabsorpsi logam berbahaya
yang terkandung dalam air. Selain itu protein yang terdapat pada enceng gondok
mampu dijadikan sebagai pakan ternak.
Kandungan serat pada enceng gondok mencapai 20% dari berat keringnya.
Dengan kondisi seperti itu, maka serat enceng gondok berpotensi untuk dimanfaatkan
sebagai bahan komposit tekstil. Pertumbuhan tekstil di Indonesia sangat baik. Bahkan
industri tekstil merupakan komoditi ekspor terbesar non migas.
Enceng gondok yang tumbuh sangat cepat menjadi masalah bagi para petani.
Namun dengan telah ditemukannya manfaat dari enceng gondok, banyak yang
mencoba untuk memanfaatkannya sekaligus sebagai salah satu upaya pengendalian
tumbuhan gulma tersebut. Dengan teknologi sederhana, tumbuhan ini dapat digunakan
Universitas Sumatera Utara
untuk pembuatan karton kasar. Sejak tahun 1981 kota San Diego telah memanfaatkan
kemampuan enceng gondok yang mampu mengabsorpsi logam-logam berbahaya yang
terdapat pada air. Selain itu eceng gondok telah dimanfaatkan di Tegal sebagai bahan
kerajinan seperti tas (Republika, 1997). Namun dari berbagai macam pemanfaatan
tersebut belum dapat mengoptimalkan pengendalian enceng gondok dengan laju
pertumbuhannya yang cepat.
Hasil penelitian Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Sumatera Utara di
Danau Toba (2003) melaporkan bahwa satu batang enceng gondok dalam waktu 52
hari mampu berkembang seluas 1 ha, atau dalam waktu 1 tahun mampu menutup area
seluas 7 ha. Heyne (1987) menyatakan bahwa dalam waktu 6 bulan pertumbuhan
enceng gondok pada areal 1 ha dapat mencapai bobot basah sebesar 125 ton.
Secara fisiologis, enceng gondok dapat berkembang biak secara cepat, baik
secara vegetatif maupun secara generatif. Perkembangan dengan cara vegetatif dapat
melipat ganda dua kali dalam waktu 7-10 hari (Pasaribu 2007).
Menurut Sastroutomo (1977), enceng gondok tiap tahunnya berbunga dan
setelah 20 hari terjadi penyerbukan, buah masak, lepas dan pecah kemudian biji
masuk ke dalam air. Enceng gondok merupakan gulma lingkungan perairan dan
merupakan jenis tumbuhan agresif. Tanaman ini bukan tanaman asli daerah indonesia
yang mampu menguasai vegetasi alami dan menghambat jenis-jenis asli bahkan
memusnahkan.
Danau dan waduk yang telah ditumbuhi enceng gondok semakin banyak,
misalnya : Danau Rawa Pening, Danau Toba, Danau Kerinci, Danau Limboto, Danau
Tempe, Danau Tondano, Danau Sentani, Waduk Saguling, waduk dan bendung Curug
(ketiganya di DAS Citarum). Demikian juga enceng gondok di Sungai Rokan, Siak,
Musi serta sungai lainnya di Kalimantan dan sungai lainnya di Indonesia. Beberapa
faktor lingkungan ternyata sangat mempengaruhi kelimpahan dan penyebaran enceng
gondok di perairan tersebut, diantaranya kecepatan arus dan kedalaman air.
Menurut Zerrudo dkk, (1979), tangkai daun (petioules) enceng gondok
mengandung 34,6% fiber berdasarkan berat kering oven, dengan panjang fiber rata-
Universitas Sumatera Utara
rata 1,53 mm dan berdinding tipis, mengandung sedikit lignin, holoseluosa, pentosa
yang tinggi tetapi mengandung sedikit silika, ekstraktif cukup larut dalam alkohol –
benzena tetapi larut banyak dalam NaOH 1%.
Menurut Gopal dan Sharma (1981), enceng gondok mengandung 11,3% lignin,
13,3% pentosan, 26,9% - 50% selulosa dan hanya 0,018% pati. Kadar selulosa
dilaporkan ditemukan dalam jumlah yang besar yaitu 26,1%; 32%, 42% dan 40-50%.
Selulosa yang dihasilkan sebaik kapas dengan karakteristik serat sebagai berikut :
panjang 1,53 mm, lebar 0,023 mm, tebal dinding sel 3,5 µm dengan kadar abu yang
tinggi.
Banyak peneliti melaporkan bahwa enceng gondok dapat menyerap zat
pencemar dalam air dan dapat dimanfaatkan untuk mengurangi beban pencemaran
lingkungan. Tercatat bahwa dalam waktu 24 jam enceng gondok mampu menyerap
logam Cd, Hg dan Ni sebesar 1,35 mg/g; 1,77 mg/g dan 1,16 mg/g bila logam itu
berada dalam keadaan tidak tercampur dan menyerap Cd 1,23 mg/g, 1,88 mg/g dan Ni
0,35 mg/g berat kering apabila logam-logam itu berada dalam keadaan tercampur
dengan logam lain dalam air (Aningsih, 1991).
Kandungan selulosa Cross and Bevan enceng gondok sebesar 64,51% dari
berat total (Joedodibroto, 1983) memungkinkan enceng gondok dapat dipakai sebagai
bahan baku pembuatan papan partikel. Pemanfaatan enceng gondok sebagai bahan
baku pembuatan papan partikel merupakan salah satu alternatif manfaat yang
memberikan nilai tambah eceng gondok bagi masyarakat. Dengan bertambahnya cara
pemanfaatan eceng gondok maka populasinya diharapkan dapat dikontrol, sehingga
permasalahan yang timbul sebagaimana yang dipaparkan sebelumnya dapat diatasi
(Saputra dan Prasetyo, 2005).
Salah satu upaya yang cukup prospektif untuk menanggulangi gulma enceng
gondok di kawasan perairan danau adalah dengan memanfaatkan tanaman enceng
gondok untuk kerajinan kertas seni. Enceng gondok dapat dimanfaatkan sebagai bahan
baku kertas karena mengandung serat/selulosa (Joedodibroto, 1983). Pulp enceng
gondok yang dihasilkan berwarna coklat namun dapat diputihkan dengan proses
pemutihan (bleaching). Pulp juga dapat menyerap zat pewarna yang diberikan dengan
Universitas Sumatera Utara
cukup baik, sehingga berbagai variasi warna kertas dapat dihasilkan melalui proses
ini.
Pengaruh enceng gondok yang menyebabkan lingkungan kekurangan oksigen
merangsang anaerob untuk produksi etilen, sehingga aktifitas selulosa meningkat. Hal
ini menyebabkan peleburan parenkim membentuk aerenkim. Dengan populasi yang
begitu melimpah dan pengendaliannya yang kurang maksimal maka, enceng gondok
harus dimanfaatkan khususnya serat pada enceng gondok. Hal tersebut diharapkan
dapat mengendalikan pertumbuhannya yang begitu pesat serta mengkomersialisasikan
enceng gondok.
Upaya mengendalikan pertumbuhan enceng gondok pada perairan danau yang
sering dilakukan dengan cara mengangkat dan membuangnya ke media lingkungan
menjadi sampah. Namun, beberapa tahun ini enceng gondok dimanfaatkan dan
dikembangkan potensinya sebagai bahan pupuk organik yang sangat berguna bagi
tanaman yang sekaligus dapat meningkatkan pendapatan masyarakat di daerah
tangkapan air danau maupun masyarakat sekitar danau.
Pupuk organik dari bahan baku enceng gondok ini dapat pula digunakan
sebagai media tumbuh persemaian, pembibitan maupun pertumbuhan tanaman wadah
(pot). Dengan tersedianya pupuk organik tersebut, diharapkan dapat membantu upaya
pemulihan kualitas air danau dan mempercepat upaya pemulihan lahan kritis di daerah
tangkapan air danau.
Dengan banyaknya dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh enceng
gondok, maka penanganan atau pengelolaan tanaman ini harus dilaksanakan dengan
lebih serius. Biaya pengawasan dan penanggulangan masalah enceng gondok ini
memang tidak sedikit, karena itu maka partisipasi masyarakat untuk menjaga kondisi
lingkungan perairan agar tetap bersih dengan misalnya, tidak membuang sampah ke
dalam sungai, secara bergotong-royong mengangkat enceng gondok dari permukaan
air, sangat diperlukan untuk mengurangi penyebaran tanaman tersebut, sekaligus dapat
membantu pemerintah mengurangi beban dana yang harus dikeluarkan bagi
pengelolanya.
Universitas Sumatera Utara
Akibat-akibat negatif yang ditimbulkan enceng gondok antara lain:
Meningkatnya evapotranspirasi (penguapan dan hilangnya air melalui daun-daun
tanaman), karena daun-daunnya yang lebar dan serta pertumbuhannya yang cepat.
Menurunnya jumlah cahaya yang masuk kedalam perairan sehingga menyebabkan
menurunnya tingkat kelarutan oksigen dalam air (DO: Dissolved Oxygens).
Tumbuhan enceng gondok yang sudah mati akan turun ke dasar perairan sehingga
mempercepat terjadinya proses pendangkalan.
Mengganggu lalu lintas (transportasi) air, khususnya bagi masyarakat yang
kehidupannya masih tergantung dari sungai seperti di pedalaman Kalimantan dan
beberapa daerah lainnya.
Meningkatnya habitat bagi vektor penyakit pada manusia.
Menurunkan nilai estetika lingkungan perairan.
Penyebaran tanaman ini dengan cepat telah menimbulkan kerugian ekonomi,
sosial dan lingkungan yaitu menutupi jalannya air, mempengaruhi transportasi air
untuk pertanian dan pariwisata, menutupi danau dan sungai, menurunkan oksigen
yang terlarut (dissolved oxygen) pada badan air dan menurunkan produksi perairan
(Ding et al., 2000). Keberadaan enceng gondok sebagai gulma yang sulit diberantas
menimbulkan berbagai masalah bukan hanya di Indonesia, tetapi juga di beberapa
negara lain di belahan dunia yang sejak lama mendapatkan permasalahan baik sosial,
ekonomi maupun lingkungan oleh keberadaan enceng gondok (Kurniawan, 2002).
Berbagai upaya pengendalian telah banyak dilakukan, namun hasilnya kurang
memuaskan. Sebagai contoh, upaya pengendalian yang telah dilakukan oleh Perum
Otorita Jatiluhur di Bendungan Curug, PT Indonesia Power di Saguling serta
dilakukan juga di Cirata, Departemen Pekerjaan Umum di Danau Kerinci dan Rawa
Pening, dan KLH di Danau Limboto, Danau Tempe dan Danau Tondano. Banyak
biaya yang telah dikeluarkan oleh instansi tersebut di atas, namun hasilnya kurang
optimal.
Karena enceng gondok dianggap sebagai gulma yang mengganggu, maka
berbagai cara dilakukan untuk menanggulanginya. Tindakan-tindakan yang dilakukan
untuk mengatasinya antara lain:
Universitas Sumatera Utara
Menggunakan herbisida
Mengangkat enceng gondok tersebut secara langsung dari lingkungan perairan
Menggunakan predator (hewan sebagai pemakan enceng gondok), salah
satunya adalah dengan menggunakan ikan grass carp (Ctenopharyngodon
idella) atau ikan koan. Ikan grass carp memakan akar enceng gondok, sehingga
keseimbangan gulma di permukaan air hilang, daunnya menyentuh permukaan
air sehingga terjadi dekomposisi dan kemudian dimakan ikan. Cara ini pernah
dilakukan di danau Kerinci dan berhasil mengatasi enceng gondok di danau
tersebut.
Memanfaatkan enceng gondok tersebut, misalnya sebagai bahan pembuatan
kertas, kompos, biogas, perabotan, kerajinan tangan sebagai media
pertumbuhan bagi jamur merang, dsb.
Ketersediaan bahan baku mutlak diperlukan dalam mengembangkan suatu
bidang usaha. Dari segi bahan baku, dirasakan masih akan terus melimpah sampai
waktu yang masih lama. Jadi, belum dirasakan masalah akan pengadaan bahan baku
enceng gondok ini.
Selulosa termasuk dalam serat yang panjang, yang memiliki kekuatan yang
lebih dari serat lainnya karena serat panjang mempunyai struktur yang lebih sempurna
disebabkan struktur kristal tersusun sepanjang sumbu serat dan cacat internal pada
serat lebih sedikit dari pada material.
2.5.2 Selulosa dan Lignin
Selulosa dan lignin merupakan salah satu kriteria yang menunjukkan kekuatan serat.
Sifat mekanik yang luar biasa dari selulosa adalah regangan, kekuatan, ketahanan
terhadap tekanan, mengembang dan sifat permeabilitasnya bertambah terus selama
proses pembentukan dinding.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.6 skema ringkasan faktor yang membatasi hidrolisis selulosa
(Sumber : Jorgensen 2007)
Pada gambar 2.6 adalah Berikut ini skema tentang mekanisme pemisahan
selulosa dari lignin dan unsur-unsur yang terdapat di dalam serat. (1) merupakan
proses terpisahnya cellobiose dan β-glucosidase dari cellobiohydrolase, (2) proses
lepasnya cellobiohydrolase dari serat tumbuhan, (3) proses penguraian hemiselulosa
dari zat yang lain pada serat tumbuhan, (4) proses penguraian lignin dari zat yang lain
yang terpadat pada serat, (5) proses terlepasnya lignin, cellobiohydrolase dan
endoglucanase dari ikatan ke udara sehingga yang dihasilkan dari hidrolisis ini ada
selulosa dan (6) proses terpisahnya cellobiohydrolase dan endoglucanase dari lignin .
Di bawah tekanan komprehensif, fibril-fibril selulosa itu membengkok.
Perbedaan struktur dapat disebabkan karena perbedaan arah dan kerapatan mikrofibril
selulosa, perbedaan kandungan lignin dan lain-lain. Lignin menambah ketahanan
dinding terhadap tekanan dan mencegah melipatnya mikrofibril selulosa. Arah
mikrofibril yang berbeda-beda pada dinding sel merupakan faktor penting penentu
kekuatan dinding (Fahn, 1991). Wickens (2001) menyatakan bahwa besarnya kadar
selulosa, lignin dan pektin pada serat mempengaruhi kualitas serat.
Universitas Sumatera Utara
2.5.2.1 Selulosa
Selulosa memiliki struktur yang kuat dan berat molekul yang tinggi. Hal ini
menyebabkan selulosa memiliki kelarutan yang rendah di dalam air, sehingga sulit
untuk diserap oleh mikroorganisme selulotik melalui dinding selnya. Mikroorganisme
baru dapat memanfaatkan energi sumber dan sumber karbon dari selulosa, jika
selulosa telah dihidrolisis menjadi bentuk yang sederhana dengan berat molekul yang
lebih rendah. Berikut ini adalah struktur polimer selulosa yang dapat dilihat pada
Gambar 2.7 .
Gambar 2.7 Struktur polimer selulosa
(Sumber : http://id.wikipedia.org)
Gambar 2.7 menunjukkan struktur selulosa yang merupakan polimer tak bercabang
dari unit anhidroglukosa yang dihubungkan oleh ikatan glukosidik β-1,4. Serat
selulosa adalah sangat halus dan fleksibel. Hidrolisis lengkap dalam HCl 40% dalam
air hanya menghasilkan D-glukosa. Disakarida yang terisolasi dari selulosa yang
terhidrolisis sebagian adalah selobiosa, yang dapat dihidrolisis lebih lanjut menjadi D-
glukosa dengan suatu katalis asam dengan emulsin enzim. Selulosa sendiri tidak
mempunyai karbon hemiasetal, selulosa tidak dapat mengalami mitarotasi atau
dioksidasi oleh reagensia seperti reagensia Tollens. (Mungkin terdapat suatu
hemiasetal pada satu ujung dari tiap molekul selulosa, tetapi ujung ini hanya sebagian
kecil dari keseluruhan dan tidak menyerah ke reaksi yang dapat diamati).
Dilihat dari strukturnya, selulosa mempunyai potensi yang cukup besar untuk
dijadikan sebagai penyerap karena gugus OH yang terikat dapat berinteraksi dengan
komponen adsorbat. Adanya gugus OH, pada selulosa menyebabkan terjadinya sifat
polar pada adsorben tersebut. Dengan demikian selulosa dan hemiselulosa lebih kuat
Universitas Sumatera Utara
menyerap zat yang bersifat polar dari pada zat yang kurang polar. Mekanisme
penyerapan yang terjadi antara gugus -OH yang terikat pada permukaan dengan ion
logam yang bermuatan positif (kation) merupakan mekanisme pertukaran ion.
Dalam sistem pencernaan hewan herbivora terdapat beberapa bakteri yang
memiliki enzim β-glikosida sehingga hewan jenis ini dapat menghidrolisis selulosa.
Contoh hewan yang memiliki bakteri tersebut adalah rayap, sehingga dapat
menjadikan kayu sebagai makanan utamanya. Selulosa sering digunakan dalam
pembuatan plastik. Selulosa nitrat digunakan sebagai bahan peledak, campurannya
dengan kamper menghasilkan lapisan film (seluloid).
Selulosa adalah bahan kristalin untuk membangun dinding-dinding sel atau
merupakan komponen kayu terbesar yang dalam kayu lunak dan kayu keras
jumlahnya mencapai hampir setengahnya. Bahan dasar selulosa adalah glukosa
dengan rumus C6H12O6.
Molekul-molekul glukosa disambung menjadi molekul-molekul besar, panjang
dan berbentuk rantai dalam susunan menjadi selulosa. Selulosa merupakan bahan
dasar yang penting bagi industri-industri yang memakai selulosa sebagai bahan baku,
misalnya pabrik kertas, pabrik sutera tiruan dan lain sebagainya (J.F. Dumanauw,
1990).
Mekanisme pemecahan selulosa oleh mikroorganisme selulotik dihambat oleh
adanya lignin yang membungkus molekul selulosa dan sangat dipengaruhi oleh derajat
polimerisasi dan derajat kristalisasi. Selama derajat polimerisasi, derajat kristalisasi
dan kandungan lignin tinggi, selulosa akan sulit untuk dihidrolisis. Pada kondisi
demikian, produktivitas mikroorganisme sulit dalam menghasilkan enzim selulosa
akan rendah.
Pengecilan ukuran enceng gondok menjadi 100 mesh dan perlakuan
delignifikasi dalam suasana basa merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan
efektivitas hidrolisis selulosa oleh mikroorganisme. Pengecilan ukuran dan
delignifikasi menyebabkan terputusnya rantai polimer yang panjang menjadi rantai
Universitas Sumatera Utara
polimer yang lebih pendek dan memisahkan lignin dan hemiselulosa dari selulosa
serta meningkatkan daerah amorf (menurunkan derajat kristalisasi).
Selulosa mempunyai sifat seperti kristalin dan tidak mudah larut dalam air
walaupun polimer ini sangat hidrofilik. Hal ini disebabkan oleh sifat kristalinitas dan
ikatan hidrogen intermolekuler antara gugus hidroksil (Mulder, 1996). Selulosa asetat
adalah suatu senyawa kimia buatan yang digunakan dalam film fotografi. Secara
kimia, selulosa asetat adalah ester dari asam asetat dan selulosa. Senyawa ini pertama
kali dibuat pada tahun 1865. Selain pada film fotografi, senyawa ini juga digunakan
sebagai komponen dalam bahan perekat, serta sebagai serat sintetik.
2.5.2.2 Lignin
Lignin merupakan zat yang tidak berbentuk yang bersama-sama dengan selulosa
membentuk dinding sel dari pohon kayu. Lignin berfungsi sebagai bahan perekat
antara sel-sel selulosa dari pohon kayu. Struktur molekul lignin sangat berbeda bila
dibandingkan dengan polisakarida karena terdiri atas sistem aromatik yang tersusun
atas unit-unit fenilpropana (Anonim. 2001).
Meskipun tersusun atas karbon, hidrogen dan oksigen, lignin bukanlah suatu
karbohidrat, sebaliknya lignin pada dasarnya adalah suatu fenol. Lignin sangat stabil
dan sukar dipisahkan dan mempunyai bentuk yang bermacam-macam karenanya
susunan lignin yang di dalam kayu tetap tidak menentu. Lignin terletak terutama
dalam lamella tengah dan dinding primer. Di dalam kayu lignin merupakan bahan
yang tidak berwarna. Apabila lignin bersentuhan dengan udara, terutama dengan
adanya sinar matahari, maka (bersama-sama dengan karbohidart-karbohidrat tertentu)
lama kelamaan lignin cenderung menjadi kuning.
Lignin merupakan bagian terbesar dari selulosa. Penyerapan sinar (warna) oleh
pulp terutama berkaitan dengan komponen ligninnya. Untuk mencapai derajat
keputihan yang tinggi, lignin tersisa harus dihilangkan dari pulp, dibebaskan dari
gugus yang menyerap sinar kuat sesempurna mungkin. Lignin akan mengikat serat
selulosa yang kecil menjadi serat-serat panjang. Lignin tidak akan larut dalam larutan
Universitas Sumatera Utara
asam tetapi mudah larut dalam alkali encer dan mudah diserang oleh zat-zat oksida
lainnya.
Penelitian Mission et al (2009) yang menyatakan bahwa 99% lebih lignin
TKKS terdegradasi setelah perlakuan NaOH dan H2O2. NaOH secara teoritis dapat
mendegradasi lignin dengan cara memecah ikatan silang ester pada lignin dan hasilnya
porositas biomasa limbah agroindustri meningkat (Rebeca et al., 2007).
Proses delignifikasi ialah proses penghilangan lignin, pada proses delignifikasi
ini ada berbagai cara antara lain proses mekanik, proses kraft, dan proses organosolv.
Proses mekanik kurang diminati karena dianggap terlalu sulit dan memerlukan tenaga
yang banyak. Proses delignifikasi yang banyak digunakan adalah proses kraft padahal
proses ini berdampak buruk bagi lingkungan karena bahan-bahan yang digunakan
tidak ramah lingkungan.
2.6 Proses Pemisahan Lignin
Pemisahan serat selulosa dari bahan-bahan yang bukan serat didalam kayu dapat
dilakukan dengan berbagai macam cara / proses, yaitu :
1. Proses pemisahan lignin secara mekanik
2. Proses pemisahan lignin secara semikimia
3. Proses pemisahan lignin secara kimia
2.6.4 Proses Pemisahan Lignin Secara Mekanik
Dalam proses pembuatan pulp secara mekanik, pemisahan serat dilakukan dengan cara
menggunakan tenaga mekanik. Proses ini dilakukan dengan menggerinda kayu
menjadi serat pulp dan menghasilkan rendemen sebesar 90-95 %, tetapi menyebabkan
kerusakan pada serat. Penggunaan pulp yang dihasilkan pada proses mekanik ini
nilainya kecil sekali, juga pulp itu masih mengandung banyak lignin dan serat-
seratnya tidak murni sebagai serat. (Anonim. 2001).
Universitas Sumatera Utara
2.6.2 Proses Pemisahan Lignin Secara Semikimia
Proses semikimia meliputi pengolahan cara kimia yang diikuti dengan perbaikan
secara mekanik dan beroperasi pada rendemen yang tingginya dibawah proses
mekanik. Biasanya bahan kimia yang digunakan pada proses ini adalah natrium sulfit
(Anonim.2001).
2.6.3 Proses Pemisahan Lignin Secara Kimia
Pada proses kimia, bahan-bahan yang terdapat ditengah lapisan kayu akan dilarutkan
agar serat dapat terlepas dari zat-zat yang mengikatnya. Hal yang merugikan pada
proses ini adalah rendemen yang rendah yaitu 45-55%. Proses kimia dibagi menjadi
tiga kategori :
1. Proses soda
2. Proses sulfit
3. Proses sulfat
4. Proses organosolv
Dalam proses soda, kayu dimasak dengan larutan natrium hidroksida. Larutan
sisa pemasakan dipekatkan dan kemudian dibakar, yang akan menghasilkan natrium
karbonat, dan apabila diolah dengan menambahkan batu kapur akan menghasilkan
natrium hidroksida. Nama proses “soda” karena bahan kimia yang ditambahkan
kedalam prosesnya berupa natrium karbonat. Proses ini sekarang tidak dipakai lagi.
Pada proses sulfit, larutan pemasak yang dipakai adalah asam-asam yang
mengandung sulfur dari logam alkali, atau alkali tanah berupa bisulfit. Proses
pembuatan pulp yang paling banyak digunakan saat ini adalah proses sulfat atau
disebut juga proses kraft. Kekuatan proses kraft ini dikarenakan adanya bahan kimia
yang terkandung dalam larutan pemasak yang disebut “sulfidity”. Keuntungan-
keuntungan dari proses sulfat ini adalah sebagai berikut :
1. Pulp yang dihasilkan mempunyai kekuatan yang tinggi.
2. Dapat dipakai untuk proses pembuatan pulp dari bahan baku kayu
Universitas Sumatera Utara
dari spesies yang berbeda.
3. Tersedianya bahan kimia pengganti dengan berbagai alternatif dan
harganya terjangkau.
4. Tersedianya peralatan-peralatan operasi yang standar.
5. Banyak pilihan yang dipakai untuk proses pemucatan.
6. Dampak pencemarannya dapat dikatakan sangat rendah.
7. Proses daur ulang panas yang efisien.
8. Proses daur ulang bahan kimia sangat efisien
9. Masalah getah (pitch) dari kayu yang mengandung resin sangat berkurang.
10. Dapat dihasilkan berbagai jenis pulp.
Tujuan pembuatan pulp dengan proses kraft adalah untuk memisahkan serat-
serat yang terdapat dalam kayu secara kimia dan melarutkan sebanyak mungkin lignin
yang terdapat pada dinding-dinding serat. Pemisahan serat terjadi karena larutnya
lignin yang ada diantara / ditengah-tengah “lamella” yang berfungsi sebagai pengikat
serat. Bahan kimia yang terdapat dalam larutan pemasak juga merembes / terserap ke
dinding serat dan melarutkan lignin yang ada (Anonim. 2001).
2.7 Proses Pemutihan Pulp
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses pemutihan pulp sangat berbeda, tetapi
semua proses mempunyai kondisi penting yang sama, yaitu jumlah bahan kimia,
konsistensi pemutihan, waktu dan suhu pemutihan (D. Fengel dan G. Wegener. 1995).
Proses pemutihan pulp dapat dianggap sebagai suatu lanjutan proses
pemasakan yang dimaksudkan untuk memperbaiki brightness dan kemurnian dari
pulp. Tujuan utama proses pemutihan pulp secara umum dapat diringkaskan sebagai
berikut :
1) Memperbaiki brightness
2) Memperbaiki kemurnian
3) Degradasi serat selulosa seminimum mungkin (Anonim. 2001).
Universitas Sumatera Utara
2.7.1 Teori Pemutihan Pulp
Tujuan dari pemutihan pulp kimia adalah untuk menghilangkan sisa lignin setelah
proses pemasakan serta memperoleh pulp yang diputihkan penuh dengan derajat putih
di atas 90% atau untuk memperoleh kualitas semi pengelantangan dengan derajat
putih berkisar 60-70% (D. Fengel dan G. Wegener. 1995).
Warna pada pulp yang belum diputihkan umumnya disebabkan lignin yang
tersisa. Lignin bisa dihilangkan dalam jumlah banyak pada proses pemasakan, tetapi
hal ini akan mengurangi hasil yang banyak dan merusak serat, sehingga menghasilkan
kualitas pulp rendah. Oleh karena itu, maka proses pemasakan dihentikan dan
melanjutkan proses penghilangan lignin dengan bahan kimia. Pada normalnya dalam
proses pemutihan lignin adalah melarutkan pulp kebentuk yang larut dengan air.
Lignin pada pulp kelihatan dalam berbagai macam bentuk tergantung kepada kondisi-
kondisi proses pulp yang berlangsung.
Lignin ini sangat reaktif yang berarti bahwa ini mudah dipengaruhi oleh bahan
kimia seperti Klorin, Hipo Klorit, Hidrogen Peroksida, dan lain-lain. Kemudian
molekul lignin terurai menjadi partikel-partikel yang lebih kecil, yang larut dalam air,
dan dapat dihilangkan dari pulp. Pencucian pulp pada pabrik pemutihan dikerjakan
pada alat pencuci dengan cara pengenceran yang bergantian dan penebalan pulp dan
dengan cara pembilasan. Variabel-variabel dasar pada proses pemutihan adalah bahan
kimia, kekuatan, waktu, tempertur, dan pH (Anonim. 2001).
2.7.2 Bahan Kimia Proses Pemutihan
2.7.2.1 Klor Dioksida
Pemutihan dengan klor dioksida (ClO2) secara komersial dimulai tahun 1946 di
Kanada dan Swedia. Perkembangan penggunaan klor dioksida ini mula-mula sangat
lambat karena adanya efek-efek negatif. Tetapi dalam dua puluh tahun terakhir ini
hamper tidak ada pabrik pulp sulfat putih yang tidak menggunakan klor dioksida. Klor
dioksida adalah cairan mudah menguap menjadi gas yang sangat beracun dan
Universitas Sumatera Utara
menimbulkan korosi. Uapnya dalam udara dengan konsentrasi 12-15 % sangat mudah
meledak bila terkena panas atau cahaya sehingga sangat berbahaya bila menggunakan
gas klor dioksida pada suhu tinggi.
2.7.2.2 Oksigen (O2)
Gas oksigen digunakan sebagai suatu zat pemutih bersama-sama dengan alkali pada
tahap ekstraksi. Gas oksigen memperkuat sifat-sifat pulp yang diputihkan. Hal ini
mungkin membuat berkurangnya emisi yang dapat menggangu terhadap lingkungan.
(Suhunan. Sirait. 2003).
2.7.2.3 Natrium Hipoklorit (NaOCl)
Larutan natrium hipoklorit dibuat dengan memasukkan gas klor ke dalam larutan
berair natrium hidroksida :
2NaOH + Cl2 → NaOCl + NaCl + H2O
Hipoklorit adalah persenyawaan klorin yang pertama digunakan untuk proses
pemutihan (biasanya disebut hypo). Natrium hipoklorit dibuat dari klorin dan natrium
hidroksida. Senyawa ini merupakan larutan yang sangat tidak stabil dan cenderung
terurai yang meningkat dengan kenaikan konsentrasi dan temperatur serta
berkurangnya sifat alkali. Hipoklorit biasanya dibuat dengan konsentrasi alkali yang
berlebih (kira-kira 4g/l) untuk menjaga kestabilan larutan. Kandungan klorin pada
larutan hipoklorit diperkirakan sebesar 40-44 gr/l. Tujuan utama perlakuan dengan
menggunakan hipoklorit adalah untuk meningkatkan brightness pada pulp.
2.8 Kitin dan Kitosan
Kitin adalah salah satu sumber alam polysaccharide yang terbesar disamping selulosa.
Di alam, kitin selalu berhubungan dengan jenis polysaccharide lain terutama yang
Universitas Sumatera Utara
berasal dari dinding sel fungi. Sedangkan yang berasal dari binatang, kitin selalu
berhubungan dengan protein.
Sedangkan kitosan dengan struktur poly (β-(1,4)-2-amino-2-deoksi-D-
glukopiranosa) merupakan turunan dari kitin. Pembuatan kitosan dari kitin diperoleh
dengan jalan melakukan proses pemasakan dengan alkali kuat (NaOH). Keuntungan
kitosan, derivatif dari kitin ini adalah mudah larut dalam suasana asam terutama
dengan asam asetat, sedangkan kitin tidak larut dalam suasana asam. Dengan
demikian pada penggunaannya lebih mudah menggunakan kitosan dari pada kitin.
Perbedaan kitin dan kitosan hanya terdapat pada perbandingan gugus amina
primer dan amida pada atom C-1 unit polimer. Jika gugus amina primer lebih banyak
(>50 %) daripada gugus mida maka polimer disebut kitosan. Besarnya jumlah gugus
amina primer dapat dilihat derajat deaetilasi (DD) kitosan. Semakin besar derajat
deasetilasi (DD) maka gugus amina primer dalam rantai polimer semakin banyak.
Walaupun kitin dan kitosan memiliki struktur yang hampir sama tapi sifat
kimia dan fisika keduanya sangat berbeda. Kitosan memiliki gugus amina primer yang
lebih tinggi daripada kitin sehingga membuat kitosan lebih basa dan nukleofilik. Pada
saat pemanasan, kitosan cenderung terdekomposisi dari pada meleleh sehinga polimer
ini tidak memiliki titik leleh. Kitosan tidak larut dalam larutan netral atau basa tetapi
larut dalam larutan asam seperti asam asetat, asam format dan asam glutamat. Ketika
kitosan dilarutkan dalam larutan asam, gugus amina primer dalam kitosan akan
terprotonasi dan bermuatan positif. Oleh karena itu, molekul kitosan yang tersolvasi
merupakan polikationik dan dapat terkoagulasi jika ditambahkan partikel atau molekul
yang membawa muatan negatif seperti sodium alginat, anion sulfat dan phospat.
2.8.1 Kitin
Kitin merupakan salah satu material organik yang melimpah di alam kedua setelah
selulosa yang dihasilkan melalui biosintesis. Kitin termasuk golongan polisakarida
yang mempunyai berat molekul yang tinggi dan merupakan molekul polimer berantai
Universitas Sumatera Utara
lurus. Kitin mempunyai rumus molekul (C8H13NO5)n. Adapun struktur kitin dapat di
lihat pada Gambar 2.8 :
Gambar 2.8 Struktur Polimer Kitin
(Sumber : http://id.wikipedia.org)
Pada Gambar 2.8 Struktur polimer kitin berupa poly (β-(1,4)-2-asetamida-2-deoksi-
D-glukosa)(N-Asetil-D-glukosamin) unit, maka kitin dapat disebut sebagai derivatif
selulosa dengan hidroksil grup (-OH) pada selulosa (C-2) di ganti dengan gugus
acetamido (NHCOCH3).
2.8.1.1 Sumber Kitin
Kitin banyak terdapat dalam kulit luar hewan seperti crustacea, molusca, dan jamur
dari genus mucor, saccharomyces. Sebagian besar kelompok crustacea seperti
kepiting, udang dan lobster, merupakan sumber utama kitin komersial. Di dunia, kitin
diproduksi secara komersial 120 ribu ton per tahun. Kitin yang berasal dari kepiting
dan udang 32,5% dan dari jamur 26,7%.
2.8.1.2 Karakteristik kitin
Kitin mempunyai komposisi 47% C, 6% H, 7% N dan 40% O. Kitin merupakan
padatan yang amorf, tidak larut dalam air, asam encer, alkohol dan pelarut-pelarut
organik lainnya. Tetapi kitin dapat larut dalam HCl dan H2SO4 pekat, H3PO4 78-97%
dan anhidrida asam format ( Sugita, dkk.2009).
Universitas Sumatera Utara
2.8.2 Kitosan
Kitosan dengan rumus molekul (C6H11NO4)n yang dapat diperoleh dari deasetilasi
kitin. Dengan struktur dapat dilihat pada Gambar 2.9 :
Gambar 2.9 Struktur Polimer Kitosan
(Sumber : http://id.wikipedia.org)
Pada Gambar 2.9 terlihat struktur poly (β-(1,4)-2-amino-2-deoksi-D-glukopiranosa)
merupakan turunan dari kitin. Pembuatan kitosan dari kitin diperoleh dengan jalan
melakukan proses pemasakan dengan alkali kuat (NaOH).
Proses diasetilasi kitin dapat dilakukan dengan cara kimiawi atau enzimatik.
Ternyata penghilangan gugus asetil kitin meningkatkan kelarutannya, sehingga
kitosan lebih banyak digunakan dari pada kitin, antara lain di industri kertas, pangan,
farmasi, fotografi, kosmetika. Selain itu kitosan juga bersifat non-toksik,
biokompatibel,dan biodegradabel sehingga aman digunakan.
Kitosan sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan antimikroba, karena
mengandung enzim lysosim dan gugus aminopolysacharida yang dapat menghambat
pertumbuhan mikroba dan efisiensi daya hambat kitosan terhadap bakteri tergantung
dari konsentrasi pelarutan kitosan. Kemampuan dalam menekan pertumbuhan bakteri
Universitas Sumatera Utara
disebabkan kitosan memiliki polikation bermuatan positif yang mampu menghambat
pertumbuhan bakteri dan kapang.
Salah satu mekanisme yang mungkin terjadi dalam pengawetan makanan yaitu
molekul kitosan memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan senyawa pada
permukaan sel bakteri kemudian terabsorbi membentuk semacam layer (lapisan) yang
menghambat saluran transportasi sel sehingga sel mengalami kekurangan substansi
untuk berkembang dan mengakibatkan matinya sel. Selain telah memenuhi standard
secara mikrobiologi ditinjau dari segi kimiawi juga aman karena dalam prosesnya
chitosan cukup dilarutkan dengan asam asetat encer (1%) hingga membentuk larutan
chitosan homogen yang relatif lebih aman.
2.8.2.1. Karakteristik kitosan
Kitosan merupakan padatan putih yang tidak larut dalam air, pelarut organik, alkali
dan asam mineral dalam berbagai kondisi. Kitosan larut dalam asam formiat, asam
asetat dan asam organik lainnya dalam keadaan dipanaskan sambil diaduk. Pelarut
yang sering digunakan adalah CH3COOH 1%. Kelarutan kitosan dalam pelarut asam
anorganik adalah terbatas. Kitosan dapat larut dalam HCl 1% tetapi tidak larut dalam
asam sulfat dan asam folmiat (Nadarajah, 2005)
2.8.2.3 Sifat-Sifat Kitosan
Secara umum, kitosan mengandung dua tipe unit molekul yaitu gugus glukosamine
(struktur I) dan N-acetyleglukosamine satu sama lain melalui rantai (β-(1,4)
glukosidic). Semakin tinggi kandungan amina (struktur I) maka semakin tinggi derajat
diasetilasinya. Perbedaan kandungan amina adalah sebagai patokan untuk menentukan
apakah polimer ini dalam bentuk kitin atau kitosan. Kitosan mengandung gugus amina
lebih besar 60 % dari pada kitin.
Universitas Sumatera Utara
2.8.2.3 Reaksi Kimia
Kitosan dalam pH asam bersifat linier polyelectrolyte, mempunyai muatan listrik yang
relaif tinggi dimana satu muatan per glukosamine unit. Muatan positif kitosan bereaksi
sangat kuat dengan permukaan negatif dari serat. Kitosan tidak hanya berupa selulosa,
tetapi juga dengan kandungan amino grup pada unit molekul kitosan secara kimia
menyerupai wol dan nilon.
Untuk melarutkan kitosan dibutuhkan asam untuk mengubah –NH2 grup tidak
larut menjadi –NH3+ yang larut dalam air. Asam yang banyak digunakan adalah asam
asetat dengan jumlah 1,4% (w/v) tergantung dari banyak polimer yang digunakan.
Dalam bentuk amina yang bebas, kitosan tidak larut dalam air pada pH netral.
Pada pH asam (3-4), amino yang bebas (-NH2) terprotonasi membentuk amino grup
dengan muatan kationik (–NH3+). Kelarutannya juga tergantung pada distribusi acetyl
grup dalam molekul. Biasanya kelarutannya dicapai pada pH lebih rendah dari 5,5.
2.8.3.4 Hidrolisa Kitosan
Kitosan dapat dihidrolisa menggunakan asam, alkali, enzim,dan lain-lain. Kitosan
lebih tahan terhadap hidrolisa dengan menggunakan asam dari pada kitin, hal ini
disebabkan efek stabilisasi dari amino grup pada rantai glikosidik.
2.8.3.5 Pemanfaatan Kitosan
Sejak penemuan kitin dan derivatifnya (kitosan), pemanfaatannya yanng luas di
bidang industri dan pertanian meningkat pesat bahkan digunakan dalam bidang medis
sebagai aditif untuk obat-obatan dan juga untuk pembuatan benang operasi. Kitin dan
kitosan termasuk biokompatible, biodegradabel, tidak beracun (non-toxic), digunakan
sebagai aktivator untuk sel-sel binatang dan tumbuhan. Dengan demikian, kitin dan
kitosan dapat digunakan sebagai serat. Kitosan juga memiliki kegunaan yang sangat
luas dalam kehidupan sehari-hari misalnya sebagai absorben limbah logam berat dan
Universitas Sumatera Utara
zat warna, pengawet, anti jamur, kosmetik, farmasi, flokulan, anti kanker, dan anti
bakteri.
Di bidang industri, digunakan sebagai chelting agents untuk menyerap metal
ion, sebagai aditif dan finishing agent di industri tekstil dan kertas, sebagai koagulant
untuk larutan koloid. Pada pembuatan serat, poly vynil alkohol dan kitosan dapat
dipintal menghasilkan serat dengan peningkatan amino grup dan menghasilkan
beberapa sifat yang unggul.
2.8.3 Beberapa Manfaat Kitin dan Kitosan
a. Dalam Bidang Pengobatan
Kitin dan kitosan telah digunakan sebagai bahan baku benang jahitan pada
proses pembedahan. Kitin dan kitosan sangat tahan terhadap oksigen
sehingga dapat digunakan untuk membuat lensa kontak.
b. Kosmetik
Untuk aplikasi kosmetik pada umumnya sebagai pelarut yang baik adalah
asam. Apabila dinetralkan dengan asam maka kitosan menjadi kental bahan
ini digunakan sebagai pembalut dan bahan tambahan pada industi kosmetik.
c. Pakan ternak
Kitin dan kitosan yang dimasukkan dalam makanan ternak dapat berfungsi
sebagai pemacu pertambahan berat ternak dan pemacu laktose susu. Jepang
telah memproduksi makanan biji-bijian yang diperkaya dengan kitin sebagai
sumber gizi dan kalsium.
d. Bidang Pertanian
Kitin dan kitosan dipergunakan sebagai bahan pelapis biji-bijian untuk
menghindari dari gangguan serangga dan mengurangi kerusakan tanah yang
disebabkan oleh hama dan serangga.
Universitas Sumatera Utara
e. Polimer
Pencangkokan antara kitosan dan polimetilmetakrilat dipergunakan sebagai
adsorpsivitas yang lebih baik, baik untuk zat warna sintetik maupun limbah
industi tekstil.
f. Kertas
Pembuatan kertas dan tekstil oleh kitosan menyebabkan beberapa sifat seperti
sulit robek, ketahanan terhadap air, tahan pengkerutan dan sebagainya.
2.9 Tepung Beras
Beras adalah bagian bulir padi (gabah) yang telah dipisah dari sekam. Sekam (Jawa
merang) secara anatomi disebut palea (bagian yang ditutupi) dan lemma (bagian yang
menutupi). Pada salah satu tahap pemrosesan hasil panen padi, gabah ditumbuk
dengan lesung atau digiling sehingga bagian luarnya (kulit gabah) terlepas dari isinya.
Bagian isi inilah, yang berwarna putih, kemerahan, ungu, atau bahkan hitam, yang
disebut beras.
2.9.1 Anatomi beras
Beras sendiri secara biologi adalah bagian biji padi yang terdiri dari
aleuron adalah lapis terluar yang sering kali ikut terbuang dalam proses
pemisahan kulit.
endosperma merupakan tempat sebagian besar pati dan protein beras berada.
embrio merupakan calon tanaman baru (dalam beras tidak dapat tumbuh lagi,
kecuali dengan bantuan teknik kultur jaringan). Dalam bahasa sehari-hari,
embrio disebut sebagai mata beras.
Universitas Sumatera Utara
2.9.2 Kandungan beras
Sebagaimana bulir serealia lain, bagian terbesar beras didominasi oleh pati (sekitar 80-
85%). Beras juga mengandung protein, vitamin (terutama pada bagian aleuron),
mineral, dan air.
Pati beras tersusun dari dua polimer karbohidrat:
amilosa adalah pati dengan struktur tidak bercabang
amilopektin adalah pati dengan struktur bercabang dan cenderung bersifat
lengket
Perbandingan komposisi kedua golongan pati ini sangat menentukan warna
(transparan atau tidak) dan tekstur nasi (lengket, lunak, keras, atau pera). Ketan
hampir sepenuhnya didominasi oleh amilopektin sehingga sangat lekat, sementara
beras pera memiliki kandungan amilosa melebihi 20% yang membuat butiran nasinya
terpencar-pencar (tidak berlekatan) dan keras.
2.9.3 Macam dan warna beras
Warna beras yang berbeda-beda diatur secara genetik, akibat perbedaan gen yang
mengatur warna aleuron, warna endospermia, dan komposisi pati pada endospermia.
Berikut ini adalah gambar 2.10 berbagai macam beras di Indonesia.
Gambar 2.10 Berbagai macam beras di Indonesia.
(Sumber : http://id.wikipedia.org)
Universitas Sumatera Utara
Pada Gambar 2.10 terlihat Di Indonesia beras terbagi atas beberapa jenis beras yang
ada di Indonesia yaitu :
1 Beras biasa yang berwarna putih agak transparan karena hanya memiliki sedikit
aleuron dan kandungan amilosa umumnya sekitar 20%. Beras ini mendominasi
pasar beras.
2 Beras merah akibat aleuronnya mengandung gen yang memproduksi antosianin
yang merupakan sumber warna merah atau ungu.
3 Beras hitam sangat langka, disebabkan aleuron dan endospermia memproduksi
antosianin dengan intensitas tinggi sehingga berwarna ungu pekat mendekati
hitam.
4 Ketan (atau beras ketan), berwarna putih, tidak transparan, seluruh atau hampir
seluruh patinya merupakan amilopektin.
Beberapa jenis beras mengeluarkan aroma wangi bila ditanak (misalnya
'Cianjur Pandanwangi' atau 'Rajalele'). Bau ini disebabkan beras melepaskan senyawa
aromatik yang memberikan efek wangi. Sifat ini diatur secara genetik dan menjadi
objek rekayasa genetika beras.
2.9.4 Aspek pangan
Beras dimanfaatkan terutama untuk diolah menjadi nasi, makanan pokok terpenting
warga dunia. Beras juga digunakan sebagai bahan pembuat berbagai macam panganan
dan kue-kue, terutama yang berasal dari ketan, termasuk pula untuk dijadikan tapai.
Selain itu, beras merupakan komponen penting bagi jamu beras kencur dan param.
Minuman yang populer dari olahan beras adalah arak dan air tajin.
Dalam bidang industri pangan, beras diolah menjadi tepung beras. Sosohan
beras (lapisan aleuron) yang memiliki kandungan gizi tinggi, diolah menjadi tepung
bekatul (rice bran). Bagian embrio juga diolah menjadi suplemen makanan dengan
sebutan tepung mata beras.
Untuk kepentingan diet, beras dijadikan sebagai salah satu sumber pangan
bebas gluten dalam bentuk berondong. Di antara berbagai jenis beras yang ada di
Universitas Sumatera Utara
Indonesia, beras yang berwarna merah atau beras merah diyakini memiliki khasiat
sebagai obat. Beras merah yang telah dikenal sejak tahun 2.800 SM ini, oleh para
tabib saat itu dipercaya memiliki nilai nilai medis yang dapat memulihkan kembali
rasa tenang dan damai. Meski, dibandingkan dengan beras putih, kandungan
karbohidrat beras merah lebih rendah (78,9 gr : 75,7 gr), tetapi hasil analisis Nio
(1992) menunjukkan nilai energi yang dihasilkan beras merah justru di atas beras
putih (349 kal : 353 kal). Selain lebih kaya protein (6,8 gr : 8,2 gr), hal tersebut
mungkin disebabkan kandungan tiaminnya yang lebih tinggi (0,12 mg : 0,31 mg).
2.9.5 Aspek budaya dan bahasa
Beras merupakan bagian integral, dapat dikatakan menjadi penciri dari budaya
Austronesia, khususnya Austronesia bagian barat. Istilah Austronesia lebih merupakan
istilah yang mengacu pada aspek kebahasaan (linguistik).
Pembedaan padi, gabah, merang, jerami, beras, nasi, atau ketan, merupakan
salah satu ciri melekatnya "budaya padi" pada masyarakat pengguna keluarga bahasa
Austronesia, dan dengan demikian juga bagian dari budaya Austronesia. Sejumlah
relief pada candi-candi di Jawa juga memperlihatkan aspek "budaya padi" pada
masyarakat setempat pada masa itu.
Karbohidrat atau Hidrat Arang adalah suatu zat gizi yang fungsi utamanya
sebagai penghasil energi, dimana setiap gramnya menghasilkan 4 kalori. Walaupun
lemak menghasilkan energi lebih besar, namun karbohidrat lebih banyak di konsumsi
sehari-hari sebagai bahan makanan pokok, terutama pada negara sedang berkembang.
Di negara sedang berkembang karbohidrat dikonsumsi sekitar 70-80% dari total
kalori, bahkan pada daerah-daerah miskin bisa mencapai 90%. Sedangkan pada negara
maju karbohidrat dikonsumsi hanya sekitar 40-60%. Hal ini disebabkan sumber bahan
makanan yang mengandung karbohidrat lebih murah harganya dibandingkan sumber
bahan makanan kaya lemak maupun protein. Karbohidrat banyak ditemukan pada
serealia (beras, gandum, jagung, kentang dan sebagainya), serta pada biji-bijian yang
tersebar luas di alam.
Universitas Sumatera Utara
2.9.6 Karbohidrat
2.9.6.1 Definisi
Secara umum definisi karbohidrat adalah senyawa organik yang mengandung atom
Karbon, Hidrogen dan Oksigen, dan pada umumnya unsur Hidrogen dan oksigen
dalam komposisi menghasilkan H2O. Di dalam tubuh karbohidrat dapat dibentuk dari
beberapa asam amino dan sebagian dari gliserol lemak. Akan tetapi sebagian besar
karbohidrat diperoleh dari bahan makanan yang dikonsumsi sehari-hari, terutama
sumber bahan makan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan.
Sumber karbohidrat nabati dalam glikogen bentuk glikogen, hanya dijumpai
pada otot dan hati dan karbohidrat dalam bentuk laktosa hanya dijumpai di dalam
susu. Pada tumbuh-tumbuhan, karbohidrat di bentuk dari basil reaksi CO2
dan H2O
melalui proses foto sintese di dalam sel-sel tumbuh-tumbuhan yang mengandung hijau
daun (klorofil). Matahari merupakan sumber dari seluruh kehidupan, tanpa matahari
tanda-tanda dari kehidupan tidak akan dijumpai.
2.9.6.2 Klasifikasi
Karbohidrat yang terdapat pada makanan dapat dikelompokkan:
1. Available Carbohydrate
Karbohidrat yang tersedia), yaitu karbohidrat yang dapat dicerna, diserap serta
dimetabolisme sebagai karbohidrat.
2. Unvailable Carbohydrate (Karbohidrat yang tidak tersedia)
Yaitu karbohidrat yang tidak dapat dihidrolisa oleh enzim-enzim pencernaan
manusia, sehingga tidak dapat diabsorpsi.
Penggolongan karbohidrat yang paling sering dipakai dalam ilmu gizi berdasarkan
jumlah molekulnya.
1. Monosakarida
- Heksosa (mengandung 6 buah karbon)
- Glukosa
Universitas Sumatera Utara
- Fruktosa
- Galaktosa
- Pentosa (mengandung 5 buah karbon)
- Ribosa
- Arabinosa
- Xylosa
2. Disakarida
- Sukrosa
- Maltosa
- Laktosa
3. Polisakarida
- Amilum
- Dekstrin
- Glikogen
- Selulosa
2.9.6.2.1 Monosakarida
Karbohidrat yang paling sederhana (simple sugar), oleh karena tidak bisa lagi
dihidrolisa. Monosakarida larut di dalam air dan rasanya manis, sehingga secara
umum disebut juga gula. Penamaan kimianya selalu berakhiran -osa. Dalam Ilmu Gizi
hanya ada tiga jenis monosakarida yang penting yaitu, glukosa, fruktosa dan
galaktosa.
2.9.6.2.1.1 Glukosa
Terkadang orang menyebutnya gula anggur ataupun dekstrosa. Banyak dijumpai di
alam, terutama pada buah-buahan, sayur-sayuran, madu, sirup jagung dan tetes tebu.
Di dalam tubuh glukosa didapat dari hasil akhir pencemaan amilum, sukrosa, maltosa
dan laktosa.
Universitas Sumatera Utara
Glukosa dijumpai di dalam aliran darah (disebut Kadar Gula Darah) dan
berfungsi sebagai penyedia enersi bagi seluruh sel-sel dan jaringan tubuh. Pada
keadaan fisiologis Kadar Gula Darah sekitar 80-120 mg %. Kadar gula darah dapat
meningkat melebihi normal disebut hiperglikemia, keadaan ini dijumpai pada
penderita Diabetes Mellitus.
2.9.6.2.1.2 Fruktosa
Disebut juga gula buah ataupun levulosa. Merupakan jenis sakarida yang paling
manis, banyak dijjumpai pada mahkota bunga, madu dan hasil hidrolisa dari gula tebu.
Di dalam tubuh fruktosa didapat dari hasil pemecahan sukrosa.
2.9.6.2.1.3 Galaktosa
Tidak dijumpai dalam bentuk bebas di alam, galaktosa yang ada di dalam tubuh
merupakan hasil hidrolisa dari laktosa.
2.9.6.2.2 Disakarida
Merupakan gabungan antara 2 (dua) monosakarida, pada bahan makanan disakarida
terdapat 3 jenis yaitu sukrosa, maltosa dan laktosa.
2.9.6.2.2.1 Sukrosa
Adalah gula yang kita pergunakan sehari-hari, sehingga lebih sering disebut gula meja
(table sugar) atau gula pasir dan disebut juga gula invert. Mempunyai 2 (dua) molekul
monosakarida yang terdiri dari satu molekul glukosa dan satu molekul fruktosa.
Sumber: tebu (100% mengandung sukrosa), bit, gula nira (50%), jam, jelly.
2.9.6.2.2.2 Maltosa
Mempunyai 2 (dua) molekul monosakarida yang terdiri dari dua molekul glukosa. Di
dalam tubuh maltosa didapat dari hasil pemecahan amilum, lebih mudah dicema dan
Universitas Sumatera Utara
rasanya lebih enak dan nikmat. Dengan Jodium amilum akan berubah menjadi warna
biru.
Amilum terdiri dari 2 fraksi (dapat dipisah kan dengan air panas):
1. Amilosa
- Larut dengan air panas
- Mempunyai struktur rantai lurus
2. Amilopektin
- Tidak larut dengan air panas
- Mempunyai sruktur rantai bercabang
Peranan perbandingan amilosa dan amilopektin terlihat pada serelia; Contohnya beras,
semakin kecil kandungan amilosa atau semakin tinggi kandungan amilopektinnya,
semakin lekat nasi tersebut. Pulut sedikit sekali amilosanya (1-2%), beras
mengandung amilosa >2%. Berdasarkan kandungan amilosanya, beras dapat dibagi
menjadi 4 golongan:
- Amilosa tinggi 25-33%
- Amilosa menengah 20-25%
- Amilosa rendah 0,9-20%
- Amilosa sangat rendah < 9%
Secara umum penduduk di negara-negara Asean, khususnya Flipina, Malaysia,
Thailand dan Indonesia menyenangi nasi dengan kandungan amilosa medium,
sedangkan Jepang dan Korea menyenangi nasi dengan amilosa rendah.
2.9.6.2.2.3 Loktosa
Mempunyai 2 (dua) molekul monosakarida yang terdiri dari satu molekul glukosa dan
satu molekul galaktosa. Laktosa kurang larut di dalam air. Sumber : hanya terdapat
pada susu sehingga disebut juga gula susu.
- Susu sapi 4 - 5%
- Asi 4 - 7%
Universitas Sumatera Utara
2.9.7 PATI
Dalam bahasa sehari-hari (bahkan kadang-kadang di khazanah ilmiah), istilah pati
kerap dicampuradukkan dengan tepung serta kanji. Pati (bahasa Inggris starch) adalah
penyusun (utama) tepung. Tepung bisa jadi tidak murni hanya mengandung pati,
karena ter-/dicampur dengan protein, pengawet, dan sebagainya. Tepung beras
mengandung pati beras, protein, vitamin, dan lain-lain bahan yang terkandung pada
butir beras. Orang bisa juga mendapatkan tepung yang merupakan campuran dua atau
lebih pati. Pati terdiri atas dua komponen yang dapat dipisahkan yaitu amilosa dan
amilopektin (Harborne 1987).
Starch atau pati merupakan polisakarida hasil sintesis dari tanaman hijau
melalui proses fotosintesis. Pati memiliki bentuk kristal bergranula yang tidak larut
dalam air pada temperatur ruangan yang memiliki ukuran dan bentuk tergantung pada
jenis tanamannya. Pati digunakan sebagai pengental dan penstabil dalam makanan.
Pati alami (native) menyebabkan beberapa permasalahan yang berhubungan dengan
retrogradasi, kestabilan rendah, dan ketahanan pasta yang rendah. Hal tersebut
menjadi alasan dilakukan modifikasi pati (Fortuna, Juszczak, and Palansinski, 2001).
Pati adalah polisakarida alami dengan bobot molekul tinggi yang terdiri dari
unit-unit glukosa. Umumnya pati mengandung dua tipe polimer glukosa, yaitu amilosa
dan amilopektin. Perbandingan amilosa dan amilopektin secara umum adalah 20% dan
80% dari jumlah pati total. Kedua jenis pati ini mudah dibedakan berdasarkan
reaksinya terhadap iodium, yaitu amilosa berwarna biru dan amilopektin berwarna
kemerahan.
Polisakarida seperti pati dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan
edible film. Pati sering digunakan dalam industri pangan sebagai biodegradable film
untuk menggantikan polimer plastik karena ekonomis, dapat diperbaharui, dan
memberikan karakteristik fisik yang baik (Bourtoom, 2007). Ubi-ubian, serealia, dan
biji polong-polongan merupakan sumber pati yang paling penting. Ubi-ubian yang
sering dijadikan sumber pati antara lain ubi jalar, kentang, dan singkong (Liu, 2005
dalam Cui, 2005). Pati singkong sering digunakan sebagai bahan tambahan dalam
Universitas Sumatera Utara
industri makanan dan industri yang berbasis pati karena kandungan patinya yang
cukup tinggi (Niba, 2006 dalam Hui, 2006).
Amilosa merupakan bagian polimer linier dengan ikatan α-(1−> 4) unit
glukosa. Derajat polimerisasi amilosa berkisar antara 500−6.000 unit glukosa,
bergantung pada sumbernya. Amilopektin merupakan polimer α-(1−> 4) unit glukosa
dengan rantai samping α-(1−> 6) unit glukosa. Dalam suatu molekul pati, ikatan α-
(1−> 6) unit glukosa ini jumlahnya sangat sedikit, berkisar antara 4−5%. Namun,
jumlah molekul dengan rantai yang bercabang, yaitu amilopektin, sangat banyak
dengan derajat polimerisasi 105 − 3x106 unit glukosa (Jacobs dan Delcour 1998).
Amilosa adalah polimer rantai lurus mengandung lebih dari 6000 unit glukosa
yang dihubungkan dengan ikatan α-1,4. Amilosa bersifat tidak larut dalam air dingin
tetapi menyerap sejumlah besar air dan mengembang. Amilopektin memiliki struktur
bercabang dimana molekul-molekul glukosa dihubungkan dengan ikatan α-1,6
glikosidik. Amilopektin memiliki daya ikat yang baik, yang bisa memperlambat
disolusi zat aktif .
Gambar 2.11 Stuktur kimia amilosa (www.polisakarida.html)
Gambar 2.12 Struktur kimia amilopektin (www.polisakarida.html)
Universitas Sumatera Utara
Pada Gambar 2.11 merupakan struktur kimia amilosa. Amilosa adalah polimer linier
dari α-D-glukosa yang dihubungkan dengan ikatan 1,4-α. Dalam satu molekul amilosa
terdapat 250 satuan glukosa atau lebih. Amilosa membentuk senyawa kompleks
berwarna biru dengan iodium. Warna ini merupakan uji untuk mengidentifikasi
adanya pati.
Amilosa merupakan bagian dari rantai lurus yang dapat memutar dan
membentuk daerah sulur ganda. Pada permukaan luar amilosa yang bersulur tunggal
terdapat hidrogen yang berikatan dengan atom O-2 dan O-6. Rantai lurus amilosa
yang membentuk sulur ganda kristal tersebut tahan terhadap amilase. Ikatan hidrogen
inter dan intra sulur mengakibatkan terbentuknya struktur hidrofobik dengan kelarutan
yang rendah. Oleh karena itu, sulur tunggal amilosa mirip dengan siklodekstrin yang
bersifat hidrofobik pada permukaan dalamnya (Chaplin 2002). Pada struktur granula
pati, amilosa dan amilopektin tersusun dalam suatu cincincincin. Jumlah cincin dalam
suatu granula pati kurang lebih 16 buah, yang terdiri atas cincin lapisan amorf dan
cincin lapisan semikristal (Hustiany 2006).
Pada Gambar 2.12 struktur kimia amilopektin. Molekul amilopektin lebih
besar dari amilosa. Strukturnya bercabang. Rantai utama mengandung α-D-glukosa
yang dihubungkan oleh ikatan 1,4-α. Tiap molekul glukosa pada titik percabangan
dihubungkan oleh ikatan 1,6-α.
Amilosa merupakan fraksi gerak, yang artinya dalam granula pati letaknya
tidak pada satu tempat, tetapi bergantung pada jenis pati. Umumnya amilosa terletak
di antara molekul-molekul amilopektin dan secara acak berada selang-seling di antara
daerah amorf dan kristal (Oates 1997). Pada Ketika dipanaskan dalam air, amilopektin
akan membentuk lapisan yang transparan, yaitu larutan dengan viskositas tinggi dan
berbentuk lapisan-lapisan seperti untaian tali. Pada amilopektin cenderung tidak
terjadi retrogradasi dan tidak membentuk gel, kecuali pada konsentrasi tinggi (Belitz
dan Grosch 1999).
Universitas Sumatera Utara
Di dalam Ilmu Gizi ada 3 (tiga) jenis yang ada hubungannya yaitu amilum,
dekstrin, glikogen dan selulosa. Amilum merupakan sumber energi utama bagi orang
dewasa di seluruh penduduk dunia, terutama di negara sedang berkembang, karena di
konsumsi sebagai bahan makanan pokok. Disamping bahan pangan kaya akan amilum
juga mengandung protein, vitamin, serat dan beberapa zat gizi penting lainnya.
Amilum merupakan karbohidrat dalam bentuk simpanan bagi tumbuh-tumbuhan
dalam bentuk granul yang dijumpai pada umbi dan akarnya. Umbi-umbian, serealia
dan biji-bijian merupakan sumber amilum yang berlimpah ruah karena mudah didapat
untuk di konsumsi. Jagung, beras dan gandum kandungan amilumnya lebih dari 70%,
sedangkan pada kacang-kacangan sekitar 40%. Amilum tidak larut di dalam air
dingin, tetapi larut di dalam air panas membentuk cairan yang sangat pekat seperti
pasta, peristiwa ini disebut gelatinisasi.
2.10 Bahan Aditif
Bahan aditif adalah bahan yang digunakan untuk ditambahkan pada bahan polimer
untuk meningkatkan sifat-sifat dan kemampuan pemrosesan atau untuk mengurangi
biaya. Banyak bahan aditif anorganik atau organik yang sengaja dicampurkan dalam
suatu bahan polimer untuk membentuk plastik yang berperan dalam meningkatkan
dispersi permukaan matriks polimer serta dapat memperbaiki sifat mekanis dari bahan
polimer, sehingga memiliki sifat-sifat mekanis yang lebih unggul. Pemilihan bahan
pengisi yang sesuai dengan matriks bahan polimer menjadi suatu ketentuan yang
diharuskan untuk mendapatkan suatu bahan polimer baru yang mempunyai sifat
mekanis yang unggul (Wirjosentono,1996).
Bahan pengisi secara luas dapat menghasilkan perubahan berikut dari sifat-sifat
termoplastik suatu matriks polimer antara lain :
1. Bertambahnya densitas
2. Bertambahnya modulus elastisitas, pemadatan dan pengerasan bahan
3. Berkurangnya penyusutan bahan
Pembuatan film layak makan dari pati (starch) memerlukan campuran bahan
aditif untuk mendapatkan sifat mekanis yang lunak, ulet dan kuat. Untuk itu perlu
Universitas Sumatera Utara
ditambahkan suatu zat cair/padat agar meningkatkan sifat plastisitasnya. Proses ini
dikenal dengan plastisasi, sedang zat yang ditambah disebut pemlastis. Di samping itu
pemlastis dapat pula meningkatkan elastisitas bahan, membuat lebih tahan beku dan
menurunkan suhu alir, sehingga pemlastis kadang-kadang disebut juga dengan
ekastikator antibeku atau pelembut. Plastisasi akan mempengaruhi semua sifat fisik
dan mekanisme film seperti kekuatan tarik, elastisitas kekerasan, sifat listrik, suhu
alir, suhu transisi kaca dan sebagainya.
Adapun pemlastis yang digunakan adalah gliserol, karena gliserol merupakan
bahan yang murah, sumbernya mudah diperoleh, dapat diperbaharui dan juga akrab
dengan lingkungan karena mudah terdegradasi dalam alam.
Proses plastisasi pada prinsipnya adalah dispersi molekul pemlastis kedalam
fase polimer. Jika pemlastis mempunyai gaya interaksi dengan polimer, proses
dispersi akan berlangsung dalam skala molekul dan terbentuk larutan polimer
pemlastis yang disebut dengan kompatibel.
Sifat fisik dan mekanis polimer terplastisasi yang kompatibel ini akan
merupakan fungsi distribusi dari sifat komposisi pemlastis yang masing-masing
komponen dalam sistem. Bila antara pemlastis dengan polimer dan pemlastis tidak
kompatibel dan menghasilkan sifat fisik polimer yang berkulitas rendah. Karena itu,
karakteristik polimer yang terplastisasi dapat dilakukan dengan variasi komposisi
pemlastis.
2.10.1. Mekanisme Plastisasi
Interaksi antara polimer dengan pemlastis dipengaruhi oleh sifat affinitas kedua
komponen, jika affinitas polimer pemlastis tidak terlalu kuat maka akan terjadi
plastisasi antara struktur (molekul pemlastis hanya terdistribusi diantara struktur).
Plastisasi ini hanya mempengaruhi gerakan dan mobilitas struktur.
Universitas Sumatera Utara
Jika terjadi interaksi polimer-polimer cukup kuat, maka molekul pemlastis
akan terdifusi kedalam rantai polimer (rantai polimer amorf membentuk satuan
struktur globular yang disebut bundle) menghasilkan plastisasi infrastruktur intra
bundle. Dalam hal ini molekul pemlastis akan berada diantara rantai polimer dan
mempengaruhi mobilitas rantai yang dapat meningkatkan plastisasi sampai batas
kompatibilitas rantai yang dapat terdispersi (terlarut) dalam polimer. Jika jumlah
pemlastis melebihi batas ini, maka akan terjadi sistem yang heterogen dan plastisasi
berlebihan, sehingga plastisasi tidak efisien lagi (Wirjosentono, 1995).
2.10.2 Gliserol
Plastisizer menurunkan kekuatan inter dan intra molekular dan meningkatkan
mobilitas dan fleksibilatas film (Sanchez et al., 1998). Semakin banyak penggunaan
plastisizer maka akan meningkatkan kelarutan. Begitu pula dengan penggunaan
plastisizer yang bersifat hidrofilik juga akan meningkatkan kelarutannya dalam air.
Gliserol memberikan kelarutan yang lebih tinggi dibandingkan sorbitol pada edible
film berbasis pati (Bourtoom, 2007).
Gliserol adalah salah satu senyawa alkil trihidroksi (Propra -1, 2, 3- triol)
CH2OHCHOHCH2OH. Banyak ditemui hampir di semua lemak hewani dan minyak
nabati sebagai ester gliserin dari asam palmitat, oleat, stearat dan asam lemak lainnya
(Austin, 1985). Gliserol banyak dihasilkan dari indusrti kelapa sawit di Sumatera
Utara, selama ini gliserol diperoleh dari residu kelapa sawit dan merupakan salah satu
bahan baku yang memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi produk yang
memiliki nilai ekonomi tinggi.
Residu gliserol dari biodisel berbahan baku minyak kelapa sawit mentah
(CPO) selama ini belum dapat dimanfaatkan secara optimal karena masih
mengandung air dan bahan pengotor lainnya sampai 30%. Proses pemurnian gliserol
residu tersebut telah diteliti Pusat Peneliti Kelapa Sawit (PPKS) di Medan dan
menghasilkan gliserol komersial dengan kandungan gliserol mencapai 88% (Herawan,
dkk, 2006). Akan tetapi nilai ekonomis gliserol komersial tersebut juga masih rendah
Universitas Sumatera Utara
karena pemanfaatannya sebagai bahan baku industri masih terbatas, yang berakibat
pada rendahnya kelayakan ekonomis pabrik biodisel.
2.10.2.1 Pengertian Gliserol
Gliserol adalah senyawa yang netral, dengan rasa manis tidak berwarna, cairan
kental dengan titik lebur 20°C dan memiliki titik didih yang tinggi yaitu 290°C
gliserol dapat larut sempurna dalam air dan alkohol, tetapi tidak dalam minyak.
Sebaliknya banyak zat dapat lebih mudah larut dalam gliserol dibanding dalam air
maupun alkohol. Oleh karena itu gliserol merupakan pelarut yang baik (Anonymous,
11, 2006).
Senyawa ini bermanfaat sebagai anti beku (anti freeze) dan juga merupakan
senyawa yang higroskopis sehingga banyak digunakan untuk mencegah kekeringan
pada tembakau, pembuatan parfum, tinta, kosmetik, makanan dan minuman lainnya
(Austin, 1985).
Gliserol banyak dihasilkan dari industri di Sumatera Utara, merupakan bahan
baku yang sangat potensial untuk dikembangkan menjadi produk yang bernilai
ekonomis tinggi. Gliserol dapat diperoleh dari pemecahan ester asam lemak dari
minyak dan lemak industri oleokimia (Bhat, 1990).
2.10.2.2 Pemanfaatan gliserol dan Turunannya
Dewasa ini, sumber utama gliserol komersil diperoleh dari pengolahan minyak nabati,
sebagai produk samping industri oleokimia dan juga dari industri pertokimia. Gliserol
yang diperoleh ini hanya sebagai bahan baku industri dan masih merupakan sumber
komoditas yang melimpah. Gliserol umumnya digunakan pada pembuatan bahan
peledak, bahan pembasah atau pengemulsi produk kosmetik dan sebagai bahan anti
beku. Sehubungan dengan terbatasnya diversifikasi produk olahan berbasis gliserol,
maka harga jual komoditas gliserol masih tetap rendah, kecuali bila kebutuhan bahan
peledak meningkat.
Universitas Sumatera Utara
Dalam hal lain, sehubungan dengan stuktur gliserol yang mempunyai gugus
alkohol primer dan gugus alkohol sekunder, maka akan memberikan banyak
kemungkinan terjadinya reaksi untuk mengembangkan senyawa turunan alkohol ini
(Finar, 1980). Misalnya, dengan menambahkan gugus asetal pada stuktur gliserol akan
dihasilkan senyawa surfaktan yang dapat terdegradasi oleh pengaruh bahan kimia atau
dalam air dan oleh kegiatan mikroba (Piasecki, 2000).
Secara umum senyawa poliol (polihidroksi termasuk gliserol) dari berbagai
sumber banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan industi seperti dalam industri
polimer, senyawa poliol banyak digunakan sebagai plastisizer. Senyawa poliol ini
dapat diperoleh dari hasil industri petrokimia, maupun langsung dari transformasi
minyak nabati dan olahan industri oleokimia. Dibandingkan dengan hasil industri
petrokimia, senyawa poliol dari minyak nabati dan industri oleokimia dapat
diperbaharui, sumber mudah diperoleh, dan juga akrab dengan lingkungan karena
mudah terdegradasi dalam alam (Goudung, dkk, 2004).
Jenis dan konsentrasi dari plasticizer akan berpengaruh terhadap kelarutan dari
film berbasis pati. Semakin banyak penggunaan plasticizer, maka akan meningkatkan
kelarutan. Begitu pula dengan penggunaan plasticizer yang bersifat hidrofilik juga
akan meningkatkan kelarutannya dalam air.
Suhu pemanasan yang digunakan ditentukan berdasarkan bahan dasar yang
digunakan dan akan berpengaruh terhadap elastisitas, persentase pemanjangan,
permeabilitas terhadap uap air, dan kelarutan edible film atau coating. Edible film dari
pati singkong menggunakan suhu pemanasan 95oC selama 5 menit akan menghasilkan
kuat tarik (tensile strength) yang maksimum. Peningkatan suhu pemanasan juga akan
menurunkan perentase pemanjangan dari edible film. Permeabilitas terhadap uap air
dan kelarutan akan cenderung menurun seiring dengan naiknya suhu pemanasan
(Bourtoom, 2007).
Universitas Sumatera Utara
2.10.2.3 Kompatibilitas Polimer
Kompatibilitas didefenisikan sebagai besaran untuk menjelaskan pencampuran
polimer dengan bahan adiktif. Bila suatu bahan pengisi dengan kompatibilitas tinggi
terhadap bahan polimer maka menunjukkan terjadinya pencampuran yang sempurna
antara kedua bahan yang bercampur. Kompatibilitas suatu campuran polimer akan
meningkat oleh zat yang ditambahkan pada proses pengolahan (Wirjosentono, 1997).
Bila sepasang polimer dikatakan secara teknologi kompatibel, itu berarti
bahwa campuran bahan polimer tersebut secara teknologi dapat digunakan.
Kompatibilitas secara teknologi merupakan beberapa proses yang mempertinggi sifat-
sifat campuran agar lebih berguna.
Jadi, kompatibilitas suatu bahan polimer dengan polimer lain juga dipengaruhi
oleh komposisi masing-masing komponen dalam campuran. Untuk mendapatkan
bahan dengan kekerasan tertentu rancangan struktur kimia rantai akan sulit dilakukan
dan memerlukan biaya yang cukup besar. Untuk itu dalam pengolahan membentuk
bahan setengah jadi atau barang jadi, kedalam bahan polimer murni biasanya
ditambahkan suatu zat misalnya asam stearat untuk meningkatkan sifat
kompatibilitasnya.
2.10.2.4 Proses Pembuatan Campuran Polimer
Proses pencampuran dalam polimer dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu :
1. Blending fisika yaitu terjadi pencampuran secara fisik antara dua jenis polimer
atau lebih yang memiliki struktur yang berbeda, tidak membentuk ikatan
kovalen antara komponen-komponennya.
2. Blending kimia yaitu menghasilkan kopolimer yang ditandai dengan terjadinya
ikatan-ikatan kovalen antara polimer-polimer penyusunnya. Interaksi yang
terjadi di dalam poliblen antara ikatan Van Der Walls, ikatan hydrogen atau
interaksi dipol-dipol (Wirjosentono,1997).
Universitas Sumatera Utara
Pencampuran dilakukan untuk mendapatkan sifat-sifat material yang
diinginkan dengan berbagai variasi seperti komposisi bahan, temperatur pencampuran
lainnya. Ada tiga jenis poliblen polimer komersial yaitu polimer sintetik dengan
polimer sintetik, polimer sintetik dengan polimer alam, polimer alam dengan polimer
alam.
Material-material ini dapat meningkatkan kekuatan stabilitas bentuk atau
struktur polimer, tahan terhadap abrasi dan material yang stabil terhadap panas. Secara
prinsipil aditif yang dipakai dalam polimer dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu
partikulat dan fibrus. Bahan aditif partikulat biasanya merupakan produk silika.
Sedangkan bahan aditif fibrus biasanya selulosa, poliester, akrilat, polivinil alkohol
dan karbon.
Universitas Sumatera Utara