BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polusi Sektor...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polusi Sektor...
-
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Polusi Sektor Tranportasi
Meningkatnya jumlah penduduk dan taraf hidup masyarakat
menyebabkan semakin meningkatnya kebutuhan dan daya beli masyarakat
khususnya pada kendaraan bermotor. Disisi lain, meningkatnya jumlah
kendaraan bermotor berdampak langsung pada polusi udara oleh gas buang
kendaraan bermotor. Kebersihan kondisi udara adalah faktor yang sangat
penting bagi kehidupan, namun seiring perkembangan teknologi dan semakin
banyaknya kendaraan bermotor yang menyebabkan polusi udara, pembangunan
fisik kota dan pusat-pusat industri sehingga berpengaruh pada kualitas udara.
Seiring dengan itu pula beberapa alternatif sudah diterapkan salah satunya
dengan memodifikasi komponen mesin berbahan bakar bensin yang diharapkan
mampu menurunkan emisi gas karbon monoksida dan gas-gas beracun lainnya
seperti NO dan HC yang merupakan bahan logam timah yang ditambahkan
kedalam bensin berkualitas rendah untuk menambah nilai oktan.
Seiring jumlah kendaraan yang meningkat setiap tahunnya, terutama
sepeda motor semakin meningkat, dengan kata lain tingkat emisi kendaraan
akan semakin meningkat setiap tahunnya. Beberapa jenis emisi tersebut di
antaranya Karbon Monoksida (CO), Hidrocarbon (HC), Nitrogen Dioksida
(Nox) dan Sulfur Dioksida (SO2), guna untuk mengurangi tingkat emisi
tersebut bisa dilakukan dengan cara pemasangan Catalytic Converter yang
bertujuan mengurangi gas emisi bahan bakar menjadi gas yang ramah
lingkungan dan diharapkan mampu meningkatkan performa dari mesin itu
sendiri.
-
7
Sektor transportasi merupakan sektor yang memegang peranan penting
dalam kontribusi bahan-bahan pencemar ke udara. Dari tabel 2.1 dapat dilihat
bahwa transportasi memegang proporsi paling besar dalam masalah polutan
yaitu sebesar 88,3 juta ton/tahun dibandingkan dengan sumber polutan lainnya,
sedangkan proporsi gas pencemar terbesar adalah gas CO yaitu sebesar 69,1
juta ton/tahun.
Tabel 2.1 Sumber-Sumber polusi Udara
Sumber 106 ton / tahun
CO Partikulat SOx HC NOx
Transportasi 69.1 1.4 0.9 7.8 9.1
Pembakaran bahan
bakar 2.1 1.4 19.0 0.3 10.6
Proses industry 5.8 3.7 3.8 10.8 0.7
Pembuangan
limbah padat 2.2 0.4 0.0 0.6 0.1
Pembakaran Alami 6.2 0.9 0.0 2.4 0.2
(Sumber: Howard S. Peavy,1985)
Sedangkan dilihat dari jenis bahan bakar yang digunakan oleh kendaraan,
besarnya kontribusi emisi gas buang ditunjukkan pada table 2.2 dibawah ini :
-
8
Jenis Gas Buang Kontribusi Berdasarkan Jenis BBM
Bensin (%) Diesel (%)
Karbon monoksida (CO) 89,0 11,0
Hidrokarbon 73,0 27,0
NOx 61,0 39,0
SO2 15,0 85,0
Timah Hitam (Pb) 100,0 0,0
CO2 53,0 47,0
Asap 1,0 99,0
Tabel 2.2 Kontribusi Gas Buang Berdasarkan Jenis Bahan Bakar
(sumber : Pertamina Jakarta, 2001)
Dari table diatas BBM jenis bensin menyumbangkan polusi dengan tingkat
yang paling tinggi dibandingkan dengan bahan bakar Diesel. Yang mana Bahan
bakar Bensin menghasilkan Karbonmonoksida (CO) sebesar 89%, sedangkan Bahan
Bakar Diesel sebesar 11%. Hidrokarbon (HC) pada bahan bakar bensin sebesar 73,0
% dan 27,0 % pada Diesel.
2.2 Proses Terbentuknya Gas Buang
2.2.1 CO (Carbon Monoksida)
Bila karbon didalam bahan bakar terbakar dengan sempurna, akan
terjadi reaksi yang menghasilkan CO2 sebagai berikut : C + O2 → CO2
Apabila unsur oksigen udara tidak cukup, pembakaran tidak sempurna
sehingga karbon didalam bahan bakar terbakar dengan proses sebagai
berikut : C + ½ O2 → CO Emisi CO dari kendaraan banyak dipengaruhi
-
9
oleh perbandingan campuran udara dengan bahan bakar yang masuk ke
ruang bakar (AFR). Jadi untuk mengurangi CO, perbandingan campuran
harus dikurangi atau dibuat kurus (excess air). Namun akibatnya HC dan
Nox lebih mudah timbul serta output mesin menjadi berkurang.
Karakteristik Karbon Monoksida (CO) merupakan polutan yang tak
berwarna dan tak berbau. Karbon Monoksida merupakan racun. Apabila
CO bercampur dengan oksigen dan terhirup oleh manusia, maka CO akan
bereaksi dengan hemoglobin (Hb) yang menyebabkan kemampuan darah
untuk mentransfer oksigen menjadi berkurang.
2.2.2 HC (Hidro Carbon)
Sumber emisi HC dapat dibagi menjadi dua bagian, sebagai berikut :
1. Bahan bakar yang tidak terbakar dan keluar menjadi gas mentah.
2. Bahan bakar terpecah karena reaksi panas berubah menjadi gugusan HC
lain yang keluar bersama gas buang:
C8H18 →H + C + H
Sebab utama timbulnya HC, sebagai berikut :
1. Sekitar dinding-dinding ruang bakar bertemperatur rendah, dimana
temperatur itu tidak mampu melakukan pembakaran.
2. Missing (missfire)
3. Adanya overlaping katup (kedua katup bersama- sama terbuka) sehingga
merupakan gas pembilas/pembersih.
Karakteristik HC
a) Hidrokarbon jenuh (paraffin). Hidrokarbon jenuh umumnya tidak
berbau, mengandung efek narkotik dan menyebabkan iritasi ringan
selapur lender
-
10
b) Hidrokarbon tak jenuh (Olefins, Acetylenes). Hidrokarbon tak jenuh
umumnya agak berbau dan terkadang menyebabkan iritasi ringan pada
selaput lendir.
c) Hidrokarbon beraroma. Hidrokarbon jenis ini berbau, dapat meracuni
urat syaraf, pada konsumsi rendah menyebabkan iritasipada mata dan
hidung (Bosch 1988:307 dalam Hafid, L, 2016).
2.2.3 Nitrogen Oksida (NOx)
Nitrogen Oksida (NOx) dihasilkan senyawa nitrogen dan oksida
yang terkandung di udara dari campuran udara - bahan bakar. Kedua unsur
tersebut bersenyawa jika temperature didalam ruang bakar 1.800℃. 95%
dari NOx yang terdapat pada gas buangan berupa nitric oxide (NO) yang
terbentuk didalam ruang bakar, dengan reaksi kimia berikut :
N2 + O2 2NO
Nitric oxide ini selanjutnya bereaksi dengan oksigen diudara
membentuk nitrogen dioksida (NO2). Dalam kondisi normal, nitrogen (N2)
akan stabil berada diudara atmosfer sebesar hampir 80%, namun dalam
keadaan temperature tinggi (diatas sekitar 1.800℃) dan pada konsentrasi
oksigen yang tinggi, maka nitrogen bereaksi dengan oksigen membentuk
NO. pada kondisi ini maka konsentrasi NOx justru akan semakin besar
pada proses pembakaran yang sempurna.
2.3 Catalytic Converter
2.3.1 Pengertian Catalytic Converter
Catalytic Converter merupakan salah satu alternatif teknologi yang
dapat digunakan untuk menurunkan polutan dari emisi kendaraan bermotor,
khususnya untuk motor berbahan bakar bensin (Heisler, 1995). Catalytic
-
11
Converter berfungsi untuk mempercepat oksidasi emisi hidrokarbon (HC)
dan karbon monoksida (CO), serta mereduksi nitrogen oksida (NOx).
Tujuan pemasangan catalytic converter adalah merubah polutan-polutan
yang berbahaya seperti CO, HC, dan NOx menjadi gas yang tidak
berbahaya, seperti karbondioksida (CO2), uap air (H2O) dan nitrogen (N2)
melalui reaksi kimia. Pengkonversian polutan-polutan berbahaya tersebut
tergambar pada reaksi sebagai berikut :
1. CO → CO2
2. HC → H2O + CO2
3. NOx → N2 + O2
Pada reaksi nomor 1 dan 2 terjadi reaksi oksidasi (penambahan oksigen),
sedangkan pada reaksi nomor 3 memerlukan pengeluaran oksigen
(reduksi).
Catalytic converter terdiri atas bahan-bahan yang bersifat katalis
yaitu bahan yang bisa mempercepat terjadinya reaksi kimia yang tidak
mempengaruhi keadaan akhir kesetimbangan reaksi dan komposisi kimia
katalis tersebut tidak berubah. Bahan dasar dari catalytic converter adalah
logam katalis. Logam katalis yang biasa digunakan adalah Platinum (Pt)
dan Rhodium (Rh). Alasan pemilihan bahan ini karena Platinum
mempunyai keaktifan yang tinggi selama proses oksidasi karbon
monoksida (CO) dan hidrokarbon (HC), sedangkan Rhodium sangat aktif
selama proses reduksi nitrogen oksida (NOx).
Temperatur gas buang pada mesin penyalaan cetus (Spark Ignition
Engine) bervariasi antara 300-4000C pada putaran idle, sedangkan pada
pengoperasian penuh dapat mencapai 9000C, dan temperatur yang umum
-
12
adalah 400-6000C. Umumnya, pengoperasian mesin penyalaan cetus pada
perbandingan campuran bahan bakar dan udara (F/A) antara 0,9-1,2.
Namun, terkadang pada kondisi pengoperasian tertentu terjadi pembakaran
pada kondisi campuran miskin atau campuran kaya yang menyebabkan
terbentuknya CO, HC, dan NOx.
Untuk diketahui bahwa oksidasi HC pada fase tanpa katalis
dibutuhkan waktu oksidasi lebih 50 m/s dan temperatur lebih dari 6000C.
Untuk oksidasi CO dibutuhkan temperatur lebih besar dari 7000C
(Heywood, 1988:616 dalam Hafid L,2016). Sedangkan pada proses
oksidasi CO dan HC serta reduksi NOx dengan katalis pada saluran gas
buang dapat terjadi pada temperatur yang lebih rendah, yaitu mulai 3000C
(Heisler, 1995:698).
Pemasangan Catalytic Converter biasanya ditempatkan diantara
saluran buang (Exhaust Manifold) dan sebelum exhaust chamber atau
silencer. Pada gambar 2.1 di bawah adalah tempat dimana Alat Catalytic
Converter dipasang di saluran pembuangan pada kendaraan bermotor.
-
13
Gambar : 2.1 Tempat pemasangan catalytic converter pada kendaraan bermotor.
Sumber :( http : //www.howcatalyticconverter.hmtl, diakses pada tanggal 5
agustus 2016)
2.3.2 Jenis – Jenis Catalytic Converter
Adapun jenis catalytic converter yang telah ada adalah sebagai
berikut :
1. Catalytic Converter Oksidasi
Catalytic converter oksidasi atau single bed oxidation catalytic
converter beroperasi pada keadaan udara berlebih dan mengubah HC dan
CO menjadi H2O dan CO2. Namun catalytic converter ini tidak
memberikan pengaruh terhadap NOx. Jenis ini digunakan pada mesin
diesel, karena pada daur mesin diesel tidak dihasilkan Nitrogen Oksida
(NOx). Maka daur atau prinsip kerja pada tipe ini yang terjadi hanyalah
mengoksidasi CO dan HC yang diperlihatkan pada gambar 2.2 berikut.
Gambar : 2.2 Single Bed Oksidasi Sumber :( Schafer F, 1995 )
2. Catalytic Converter Dua Jalan/ Dual Bed Oxidation
Sistem ini terdiri dari dua sistem katalis yang dipasang segaris.
Dimana gas buang pertama mengalir melalui catalytic reduksi dan
-
14
kemudian catalytic oksidasi. Sistem yang pertama (Bagian depan)
merupakan katalis reduksi yang berfungsi untuk menurunkan emisi NOx.
Sedangkan sistem yang kedua (bagian belakang) merupakan katalis
oksidasi yang dapat menurunkan emisi HC dan CO. Namun, sistem ini
tidak optimal dalam mengonversikan gas NOx. Terdapat dua sistem katalis
yang terpasang segaris, terdapat reaksi sebagai berikut :
a) Oksidasi karbon monoksida menjadi karbon dioksida :
2CO + O2 —–> 2CO2
b) Oksidasi senyawa hidrokarbon (yang tidak terbakar / terbakar parsial)
menjadi karbon dioksida dan air :
CxH2x+2 + [(3X+1)/2] O2 —–> xCO2 + (x+1) H2O Konverter jenis
ini secara luas dipakai pada mesin diesel untuk mengurangi senyawa
hidrokarbon dan karbon monoksida. Berikut gambar Catalytic Converter
jenis dual bed oksidation.
Gambar : 2.3 Dual Bed Oxidation Sumber : ( Schafer F, 1995 )
-
15
3. Catalytic Converter Tiga Jalan/ Single Bed Three Way
Sistem ini dirancang untuk mengurangi gas-gas polutan, seperti CO,
HC, NOx yang keluar dari sistem gas buang dengan cara mengubahnya
melalui reaksi kimia menjadi CO2, uap air (H2O), dan nitrogen (N2).
Terdapat tiga reaksi simultan, terdapat reaksi sebagai berikut:
a) Reaksi reduksi nitrogen oksida (NOx) menjadi nitrogen dan oksigen :
2NOx —–> xO2 + N2
b) Reaksi oksidasi karbon monoksida (CO) menjadi karbon dioksida :
2CO + O2 —–> 2CO2
c) Reaksi oksidasi senyawa hidrokarbon (HC) yang tidak terbakar menjadi
karbon dioksida dan air : CxH2x+2 + [(3x+1)/2]O2 → xCO2 +
(x+1)H2O
Ketiga reaksi ini berlangsung paling efisien ketika campuran
udara – bahan bakar (air to fuel ratio) mendekati ideal (stoikiometri)
yaitu antara 14,6 – 14,8 berbanding 1. Oleh karena itu, Catalytic
Converter sulit diaplikasikan pada mesin yang masih menggunakan
karburator untuk pemasukan bahan bakar. Catalytic Converter paling
ideal digunakan dengan mesin yang telah menggunakan closed loop
feedback fuel injection.
Berikut merupakan gambar penampang dari Catalytic Converter
jenis Tiga jalan atau Single Bed Three Way yang terlihat pada gambar
2.4 berikut.
-
16
Gambar : 2.4 Single Bed Three way Sumber : ( Schafer F, 1995 )
2.3.3 Cara kerja catalytic Converter
Catalytic converter membantu mengurangi emisi gas buang,
biasanya dengan menggunakan dua macam katalis dari logam yang berbeda
yang berfungsi sebagai reduction catalyst dan oksidation catalyst.
Reduction catalyst adalah langkah yang pertama converter yang
kebanyakan menggunakan platina dan rhodium untuk membantu
mengurangi emisi atau pancaran NOx, ketika sebuah molekul NO atau NO2
melewati katalisator out, katalisator menyobek atom zat lemas tersebut
keluar dari molekul dan setelah itu membebaskan oksigen ( O2 ). Atom zat
lemas mengikat atom zat lemas yang lain membentuk N2.
Contoh :
2NO N2 + O2 atau 2NO2 N2 + 2O2
Oksidasi adalah langkah yang kedua converter yang mengurangi
atau mengoksidasi hidrocarbon yang tidak terbakar pada proses
pembakaran zat tersebut diatas dengan platina atau rhodium sebagai
-
17
katalisator. Katalisator ini membantu menuntaskan gas sisa reaksi CO dan
hidrokarbon menjadi oksigen.
Contoh :
2CO2 + O2 2CO2
Langkah ketiga adalah suatu sistem kendali dengan ECU (Electrical
Control Unit) yang memonitori dan memberi informasi untuk
mengendalikan sistem injeksi bahan bakar kedalam ruang bakar.
2.4 Katalis
2.4.1 Pengertian Katalis
(Wilhelm & Oswald, 1895, dalam Hafid L, 2016) memberikan
definisi katalis sebagai suatu zat yang mempengaruhi kecepatan reaksi
tetapi tidak dikonsumsi dalam reaksi dan tidak mempengaruhi
kesetimbangan pada akhir reaksi. Sifat-sifat katalis adalah :
1. Komposisi kimia katalis tidak berubah pada akhir reaksi.
2. Katalis yang diperlukan dalam suatu reaksi sangat sedikit.
3.Katalis tidak mempengaruhi keadaan akhir suatu kesetimbangan reaksi.
Katalis tidak memulai suatu reaksi tetapi mempengaruhi laju reaksi.
Secara umum, kenaikan konsentrasi katalisator juga menaikkan kecepatan
reaksi. Katalisator juga menurunkan tenaga aktivasi hingga menyebabkan
kecepatan reaksi meningkat.
Katalis dapat dibedakan ke dalam dua golongan,yaitu :
1. Katalis Homogeneous (katalis pada phase yang sama)
-
18
Katalis ini tertuju pada proses dengan sedikitnya satu reaktan dalam
larutan yang bersifat sebagai katalis. Sebagai contoh kehomogenan katalis
adalah proses industri Oxo untuk membuat isobntil-aldehyde normal.
Reaktan terdiri dari propylene, karbon monoksida, dan hidrogen sedangkan
kobalt kompleks fase cair sebagai katalisnya.
2. Katalis Heterogeneous (katalis pada pahse berbeda, biasanya gas
pada solid)
Katalis ini terdiri lebih dari satu phase, umumnya phase katalisnya
adalah padat sedangkan reaktan dan produk adalah phase cair atau gas.
Sebagai contoh adalah pada pembuatan benzene umumnya diproduksi dari
dehidrogenerasi (dehydrogeneration) ikloheksana (diperoleh dari petroleum
kotor) dengan mengunakan katalis platinum-on-alumina.
Dengan kedua tipe katalis ini, yang paling sering digunakan adalah
katalisis heterogen. Pemisahan dengan cara sederhana maupun lengkap
campuran produk fluida dari katalis padat sangat menarik secara ekonomi,
khususnya karena banyak katalis harganya mahal dan penggunaan yang
berulang-ulang. Reaksi katalitik heterogen terjadi pada atau sangat dekat
dengan interface cair-padat.
Beberapa katalis ternama yang pernah dikembangkan diantaranya :
1. Katalis Ziegler-natta yang digunakan untuk produksi masal polietilen
dan polipropilen.
2. Proses Haber untuk sintesis anomiak, yang menggunakan besi biasa
sebagai katalis.
-
19
3. Converter katalitik yang dapat menghancurkan produk samping knalpot
yang paling bandel
Penggunaan katalis (catalytic converter) merupakan teknologi yang
mampu merubah zat – zat pembakaran seperti, hidrokarbon (HC), karbon
monoksida (CO), dan NOx, menjadi zat yang ramah linkungan, seperti
carbon dioksida (CO2) dan uap air (H2O) yang relatif aman terhadap
lingkungan. Umumnya Catalityc Converter yang dipakai saat ini adalah
tipe pelet dan monolitik dengan katalis berbahan logam mahal dan jarang
yaitu palladium, platinum, rhodium.
2.4.2 Energi Aktifasi dan katalis
Pada teori tabrakan, reaksi terjadi dengan cara tabrakan antara
molekul ion dari reaktan. Pada temperatur biasa molekul tidak memiliki
cukup energi dan oleh karena itu tabrakan yang terjadi tidak efektif. Akan
tetapi apabila temperatur dari sistem naik, energi kinetik dari molekul
meningkat.“ sejumlah energi minimum yang dibutuhkan untuk terjadinya
reaksi diketahui sebgai energi aktivasi ”. katalis tersebut menurunkan
energi akktifasi dari reaksi dengan menyediakan jalan baru.
2.4.3 Kecepatan reaksi untuk reaksi katalis heterogen
Proses katalis heterogen terdiri dari satu fase, yang mana pada
umumnya fase katalisnya padat sedangkan reaktan dan produk adalah fase
cair dan gas. Ketika reaksi katalis heterogen terjadi, beberapa proses kimia
harus mendapatkan tempat pada urutan yang tepat. Holigen, waston dan
-
20
yang lainnya telah menemukan tahapan yang terjadi pada skala mulkuler
dalam cara – cara berikut ini :
1. Transfer massa reaktan dari bagian utama fluida ke permukaan luar yang
kasar dari partikel katalis.
2. Difusi molekul atau aliran kondusen reaktan dari permukaan luar partikel
ke struktur pori bagian dalam.
3. Penyerapan kimia sekurang – kurangnya satu reaktan pada permukaan
katalis
4. Reaksi pada permukaan yang mana dapat meliputi dari permukaan
katalis.
5. Desorpsi ( secara kimia ) species teradsorpsi dari permukaan katalis.
6. Transfer produk dari pori – pori katalis di bagian dalam permukaan luar
yang kasar dari katalis oleh difusi molekul normal dan difusi kondusen.
7. Transfer massa produk dari permukaan bagian terbesar dari lapisan batas
fluida.
2.5 Substract
Di dalam Catalytic Converter terdapat substrac yang merupakan bahan
dasar dari kontruksinya yang nantinya dengan washcoat. Ada 3 jenis subtrat
yaitu : ceramic pellet, ceramic honeycomb ( monolith ) dan metallic
honeycomb.
2.5.1 Ceramic pellet
Ceramic pellet terbuat dari lapisan keramik seperti magnesium –
aluminium silikat yang tahan terhadap abrasi pada suhu tinggi sekitar 1000 ̊̊̊̊
-
21
C. berikut gambar 2.5 yang merupakan penampang terbelah dari Catalytic
Converter keramik pellet .
Gambar : 2.5 Catalytic Converter Ceramic pellet
Sumber : ( Heisler, 1995 )
2.5.2 Ceramic honeycomb
Ceramic honeycomb memiliki bahan yang sama dengan ceramic
pellet dan bentuknya seperti sarang lebah. Struktur dari model ini lebih
mudah pecah karena dipasang flexsibel wire mesh subtrat diantara casing
dan honeycomb. Pemasangan ini berguna untuk melindungi honeycomb
dari expansi panas thermal dan gangguan dari luar yang dapat merusak
bentuk dari honeycomb itu sendiri. Penampang dari model Catalytic
Converter Ceramic Honeycomb dapat dilihat pada gambar 2.6 sebagai
berikut.
-
22
Gambar : 2.6 Catalytic Converter Ceramic honeycomb
Sumber : ( Heisler, 1995 )
2.5.3 Metallic Honeycomb
Pada model metallic honeycomb mempunyai bentuk spiral yang
berguna dalam menyediakan persebaran ekspansi thermal yang
membuatnya lebih tahan lama. Catalytic ini terbuat dari bahan alumina
berpori ( Al2O3). Penampang dari catalytic converter metallic honeycomb
dapat dilihat pada gambar 2.7 dibawah ini.
Gambar : 2.7 Catalytic Converter metallic honeycomb
Sumber : ( Heisler, 1995 )
-
23
2.6 Material katalis
Bahan katalis bentuk padatan digunakan secara luas karena lebih
murah, mudah dipisahkan dari reaktan serta sangat mudah beradaptasi dengan
berbagai sektor. Umumnya katalis padat digunakan dalam bentuk berpori
dalam suatu cetakan. Beberapa jenis katalis padatan antara lain adalah katalis
oksida logam, katalis logam dan alloy, katalis organologam serta katalis asam
atau basa.( Green, 1997, dalam Hafid L, 2016 ).
Oksida logam transisi dan campurannya serta logam mulia diketahui
berfungsi sebagai bahan katalis untuk mempercepat reaksi oksidasi karbon
monoksida ( Bielannski, 1991, dalam Hafid L, 2016 ).
Bahan katalis dari logam mulia memiliki beberapa kekurangan maupun
kelebihan. Kelebihannya terletak pada tingkat aktivasinya yang sangat tinggi .
Kekurangannya yaitu mahal , ketersediaannya sedikit di alam , volatilitasnya
tinggi, membentuk padatan tersinter pada suhu 500̊ C serta waktu hidupnya
singkat. Oksida logam lebih banyak digunakan sebagai bahan katalis karena
ketersediaanya besar di alam, murah serta waktu hidupnya lama walaupun
aktivitasnya lebih rendah dibandingkan bahan logam mulia ( Rosyidah, 1998,
dalam Hafid L, 2016 ).
Oksida logam yang digunakan untuk Catalytic Converter diantaranya
adalah oksida tembaga (Cu). Tembaga sebagai katalis karena memiliki
aktivitas dan selektivitas yang tinggi untuk reaksi oksidasi reduksi. Tingkat
oksidasi tembaga berubah secara termodinamik antara CuO, CU2O dan CU.
Perbedaan dalam adsorpsi oksigen oleh spesies pada tingkat oksidasi tersebut
merupakan penyebab tingginya aktivitas dan selektivitas katalis tembaga
-
24
(Nagase, et ai, 1999 dalam Hafid L, 2016).
Tembaga adalah suatu unsur kimia dari table periodic yang memiliki
lambing Cu dan nomor atom 29, lambangnya berasal dari bahasa latin cuprum.
Tembaga merupan konduktor panas dan listrik yang baik. Selain itu unsur ini
memiliki korosi yang lambat sekali.
Tembaga adalah logam kemerahan, dengan kekonduksian elektrik dan
kekonduksian haba yang tinggi (antara semua logam-logam tulen dalam suhu
bilik, henya perak mempunyai kekonduksian lebih tinggi dari padanya).
Apabila dioksidakan, tembaga adalah besi lemah, tembaga memiliki ciri
warnanya itu oleh sebab struktur jalurnya, yaitu ia memantulkan cahaya merah
dan jingga dan menyerap frekuensi-frekuensi lain dalam spectrum tampak.
Bandingkan ciri optic ini dengan ciri optic perak, emas, dan aluminium.
Dengan semakin banyaknya jumlah lilitan Cu terdapat kecenderungan
penurunan kadar CO. (Aryanto dan Arief, 2000).
2.7 Kuningan
Kuningan (CuZn) adalah logam yang merupakan campuran dari
tembaga dan seng. Tembaga merupakan komponen utama dari kuningan, dan
kuningan biasanya diklasifikasikan sebagai paduan tembaga. Warna kuningan
bervariasi dari coklat kemerahan gelap hingga ke cahaya kuning keperakan
tergantung pada jumlah kadar seng.
Seng lebih banyak mempengaruhi warna kuningan tersebut. Kuningan
lebih kuat dan lebih keras dari tembaga, tetapi tidak sekuat atau sekeras seperti
baja. Kuningan sangat mudah untuk di bentuk ke dalam berbagai bentuk,
-
25
sebuah konduktor panas yang baik, dan umumnya tahan terhadap korosi dari
air garam.
Karena sifat-sifat tersebut, kuningan kebanyakan digunakan untuk
membuat pipa, tabung, sekrup, radiator, alat musik, aplikasi kapal laut, dan
casing cartridge untuk senjata api.Titik cair pada kuningan adalah tergantung
dari campuran antara tembaga dan seng yang terkandung. Untuk paduan 85%
Cu – 15%Zn mempunyai titik cair pada suhu 1150 – 1200 derajat celcius
seperti terlihat pada tabel dibawah :
Tabel 2.3 Titik cair bahan kuningan
Sumber : (http://bukankopipaste.blogspot.co.id/2013/01/cara-pembuatan-kuningan.html)
2.8 Desain Katalis Model Jaring Laba - Laba
Jaring laba-laba merupakan suatu kontruksi yang mengagumkan,
benang sutra yang dihasilkan dari laba-laba tersebut mengandung sifat lentur,
ringan dan alot, namun sangat kuat dan mempunyai sifat perekat yang
digunakan untuk menangkap mangsanya.
Bentuk jaring laba-laba yang bundar sepeti roda yang disisi dalamnya
terdapat ruji-ruji pada pola roda jaringan itu, disusul oleh susunan jaringan
http://bukankopipaste.blogspot.co.id/2013/01/cara-pembuatan-kuningan.htmlhttp://bukankopipaste.blogspot.co.id/2013/01/cara-pembuatan-kuningan.htmlhttp://4.bp.blogspot.com/-JyY9wMPLutU/UUifzYzomrI/AAAAAAAAAVU/zcO1txJDL2o/s1600/screenshot.2.jpg
-
26
spiral sebanyak tiga atau empat tingkat. Pada jaringan yang bermata rapat
itulah yang mengandung perekat untuk menangkap mangsa.
Penggunaan bentuk dalam desain pada katalis merupakan hal yang pasti
terjadi, karena tidak mungkin menciptakan sebuah desain tanpa menggunakan
sekurang-kurangnya satu bentuk. Bentuk sebagai salah satu elemen dalam
desain akan membantu desainer untuk mengkomunikasikan atas fungsi dan
kegunaannya dalam teknologi.
Bentuk jaring laba-laba yang rapat dan bersifat perekat ini saya
aplikasikan pada desain catalytic converter dengan tujuan agar partikel gas
buang dapat tersaring pada jaring katalis. Sehingga pada proses reduksi
pergerakan aliran panas dapat dilepaskan dengan baik dan katalitik konverter
mampu bekerja dengan maksimal.
2.9 Perbandingan udara bahan bakar (AFR)
Dalam teori Stoichiometric menyatakan, untuk membakar 1 gram
bensin dengan sempurna dibutuhkan 14,7 gram udara. Dengan kata lain
perbandingan campuran ideal adalah 14,7 : 1. Perbandingan ini disebut AFR (
Air – Fuel Ratio ). Pada alat uji emisi yang menggunakan istilah AFR, ketika
dilakukan pengujian emisi dapat menampilkan angka yang berbeda, dimana :
• AFR = 14,7 berarti campuran ideal
Campuran dikatakan ideal yaitu campuran antara bahan bakar dan udara
sudah dalam keadaan seimbang untuk mencapai suatu pembakaran yang
sempurna.
• AFR > 14,7 berarti campuran kurus / miskin
-
27
Campuran kurus/ miskin yaitu Campuran bahan bakar dan udara yang mana
perbandingan jumlah bahan bakar lebih sedikit dari perbandingan normal.
• AFR < 14,7 berarti campuran gemuk / kaya
Campuran gemuk/ kaya adalah campuran bahan bakar dan udara yang mana
jumlah bahan bakar lebih banyak dari perbandingan yang normal.
• Lamda ( λ )
Untuk menyatakan perbandingan antar teori dan kondisi nyata suatu
campuran bahan bakar dan udara dinyatakan dengan Lamda ( Swisscontact,
2000 ). Secara sederhana dapat dituliskan sebagai berikut :
𝜆𝜆 =jumlah udara sesungguhnya
teori Stoichiometric
Jika jumlah udara sesungguhnya 14,7 maka :
𝜆𝜆 = 14,714,7∶1
= 1 ( Sumber : Swisscontact, 2000 )
Artinya : λ = 1 berarti campuran ideal
λ> 1 berarti campuran kurus
λ< 1 berarti campuran kaya
-
28
Grafik 2.1 Efisiensi perbandingan udara dengan bahan bakar (Sumber : http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/142/jtptunimus-gdl-padangsury-7095-3-babii.pdf di akses pada 2 Desember 2016)
Gambar diatas menjelaskan konversi tinggi (>80 - 90 %) dari CO, HC dan
NOx yang dicapai secara bersamaan. Jika AFR dibawah 14,7 gas buang
mengandung reaktan lebih mengurangi (CO dan HC) dari reaktan pengoksidasi (O2
dan NOx) dan mesin beroperasi dibawah kondisi yang kaya. Jika AFR melebihi
14,7, mesin beroperasi dibawah kondisi ramping. Reaksi reduksi dari NOx disukai
dalam kondisi kaya, sedangkan kondisi lain mendukung reaksi oksidasi katalitik dari
CO dan HC.
Hubungan antara AFR dengan gas buang diasumsikan mesin dalam kondisi
normal dengan kecepatan konstan, pada kondisi AFR kurus dimana konsentrasi CO
dan HC menurun pada saat NOx meningkat, sebaliknya AFR kaya NOx menurun
tetapi CO dan HC meningkat. Hal ini berarti pada mesin bensin sangat sulit untuk
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/142/jtptunimus-gdl-padangsury-7095-3-babii.pdfhttp://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/142/jtptunimus-gdl-padangsury-7095-3-babii.pdf
-
29
mencari upaya penurunan emisi CO, HC dan NOx pada waktu bersamaan, apalagi
dengan mengubah campurannya saja.
2.10 Reaksi pembakaran
Proses pembakaran akan terjadi jika unsur – unsur bahan bakar
teroksidasi. Proses ini akan menghasilkan panas sehingga akan disebut sebagai
proses oksidasi eksotermis. Jika oksigen yang dibutuhkan untuk proses
pembakaran diperoleh dari udara, di mana terdiri dari 21% oksigen dan 78%
nitrogen, maka reaksi stoikiometrik pembakaran hidrokarbon murni CmHn
dapat ditulis dengan persamaan :
CmHn + n ( O2 + 3,76 N2 ) a CO2 + b H2O + 3,76n N2
Persamaan ini disederhanakan karena cukup sulit untuk memuaskan
proses pembakaran yang sempurna dengan rasio ekivalen yang tepat dari udara.
Jika terjadi pembakaran tidak sempurna, maka hasil persamaan di atas CO2
dan H2O tidak akan terjadi, akan tetapi berbentuk hasil oksidasi parsial berupa
CO, CO2 dan H2O. Juga sering berbentuk hidrokarbon tak jenuh, formaldehida
dan kadang – kadang didapat juga karbon.
Pada temperatur yang sangat tinggi, gas – gas yang tak sederhana dan
molekul – molekul dari gas dasar akan terpecah menjadi atom – atom yang
membutuhkan panas dan menyebabkan kenaikan temperatur. Reaksi akan
bersifat endotermik dan disosiasi tergantung pada temperatur dan waktu
kontak( Taufiq, FT UI, 2008 dalam Hafid L, 2016).
2.11 Bahan Bakar Pertalite
Pertalite dapat dikategorikan sebagai bahan bakar kendaraan yang
memenuhi syarat dasar ketahanan, dimana BBM ini tidak akan menimbulkan
-
30
gangguan serta keerusakan mesin, karena kandungan oktan 90 lebih sesuai dengan
perbandingan kompresi kebanyakan kendaraan bermotor yang ada di indonesia.
(Sumber : http://www.pertamina.com/our-business/hilir/pemasaran-dan-niaga/produk-
dan-layanan/produk-konsumen/spbu/pertalite/).
Berikut adalah standart emisi gas buang pada kendaraan bermotor berbahan
bakar diesel dan bensin berdasarkan EU emissions standart.
Tabel 2.4 standart emisi gas buang
(Sumber : Badan Pengendalian Dampak Lingkungan, 2002)
Dari table diatas berdasarkan standart euro I pada juli 1993 untuk mesin bensin
ditetapkan batas yang diperbolehkan yaitu CO sebesar 2.72 g/km, HC dan NOx 0.97
g/km. namun pada standart euro VI pada September 2015 ditetapkan batas yang
diperbolehkan yaitu CO sebesar 0.100 g/km THC sebesar 0.100 g/km dan NOx
sebesar 0.060 g/km.