BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Komunikasieprints.umm.ac.id/42568/3/BAB II.pdf · 13 BAB II...

31
13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Komunikasi Komunikasi tidak hanya proses pertukaran pesan dari sumber ke penerima, melainkan sebuah proses yang memiliki tujuan untuk mengubah pendapat, sikap, hingga perilaku orang lain. Hal tersebut sejalan dengan pemikiran Hovland yang dikutip oleh Wiryanto (2004:6) ia mengungkapkan the process by wich an individual (the communicator) transmits stimuli (usually verbal symbol) to modify, the behavior of other individu. ” ( Komunikasi adalah proses dimana individu menstransmisikan stimulus untuk mengubah perilaku individu yang lain). Sedangkan Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss (2012:5) mengungkapkan bahwa komunikasi adalah proses pembentukan makna di antara dua orang atau lebih. Dan Liliweri (2013:5) mengatakan bahwa komunikasi merupakan proses universal. Artinya, komunikasi merupakan pusat dari seluruh sikap, perilaku, dan tindakan trampil dari manusia. Manusia tidak bisa dikatan berinteraksi sosial kalau tidak berkomunikasi dengan cara atau melalui pertukaran informasi, ide-ide, gagasan, maksud serta emosi yang dinyatakan dalam simbol-simbol orang lain. Dapat disimpulkan dari beberapa pengertian komunikasi menurut para ahli di atas, bahwa komunikasi tidak dapat dipisahkan dari proses-proses interaksi sosial yang terjadi antara manusia, yang mana tujuannya melakukan komunikasi untuk mengubah pandangan individu lainnya terhadap suatu hal dan kejadian yang terjadi. Dalam komunikasi dilakukan oleh dua orang atau lebuh yang masing-masing

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Komunikasieprints.umm.ac.id/42568/3/BAB II.pdf · 13 BAB II...

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Komunikasi

Komunikasi tidak hanya proses pertukaran pesan dari sumber ke penerima,

melainkan sebuah proses yang memiliki tujuan untuk mengubah pendapat, sikap,

hingga perilaku orang lain. Hal tersebut sejalan dengan pemikiran Hovland yang

dikutip oleh Wiryanto (2004:6) ia mengungkapkan

“ the process by wich an individual (the communicator) transmits stimuli

(usually verbal symbol) to modify, the behavior of other individu.” ( Komunikasi

adalah proses dimana individu menstransmisikan stimulus untuk mengubah

perilaku individu yang lain).

Sedangkan Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss (2012:5) mengungkapkan

bahwa komunikasi adalah proses pembentukan makna di antara dua orang atau

lebih. Dan Liliweri (2013:5) mengatakan bahwa komunikasi merupakan proses

universal. Artinya, komunikasi merupakan pusat dari seluruh sikap, perilaku, dan

tindakan trampil dari manusia. Manusia tidak bisa dikatan berinteraksi sosial kalau

tidak berkomunikasi dengan cara atau melalui pertukaran informasi, ide-ide,

gagasan, maksud serta emosi yang dinyatakan dalam simbol-simbol orang lain.

Dapat disimpulkan dari beberapa pengertian komunikasi menurut para ahli

di atas, bahwa komunikasi tidak dapat dipisahkan dari proses-proses interaksi sosial

yang terjadi antara manusia, yang mana tujuannya melakukan komunikasi untuk

mengubah pandangan individu lainnya terhadap suatu hal dan kejadian yang terjadi.

Dalam komunikasi dilakukan oleh dua orang atau lebuh yang masing-masing

14

individu memiliki perannya masing- masing, ada yang menjadi komunikator dan

komunikan. Komunikator merupakan orang yang membawa pesan, sedangkan

komunikan adalah orang yang menerima pesan. Pesan dari komunikator yang dapat

diterima dengan baik oleh komunikan tergantung pada komunikasi yang terjadi di

antara keduanya, terutama dalam penelitian ini pada saat komunikasi pada penjual

dan pembeli di KEK, yang mana keduanya memiliki latar kebudayaan berbeda.

Dengan adanya komunikasi yang benar akan memudahkan seseorang berpikir

secara sistematik untuk menerima pesan yang diberikan oleh komunikator.

2.2. Konteks-Konteks Komunikasi

Menurut Mulyana (2010:80) dalam buku Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar

ada beberapa konteks komunikasi yaitu komunikasi intrapribadi, komunikasi

antarpribadi, komunikasi kelompok, komunikasi publik, komunikasi organisasi dan

komunikasi massa.

a. Komunikasi Intrapribadi

Komunikasi Intrapribadi (interpersonal communication) adalah

komunikasi dengan diri sendiri, misalnya berpikir. Komunikasi ini

merupakan landasan komunikasi antarpribadi dan komunikasi dalam

konteks-konteks lainnya. Dengan kata lain komunikasi intrapribadi

melekat pada komunikasi dua orang atau lebih, karena sebelum

berkomunikasi dengan orang lain terlebih dahulu seseorang

berkomunikasi dengan dirinya sendiri (mempersepsi dan memastikan

makna pesan orang lain) hanya saja caranya sering tidak disadari.

Keberhasilan komunikasi bergantung pada keefektifan komunikasi

dengan diri sendiri.

15

b. Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah

komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan

setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik

verbal maupun nonverbal. Keberhasilan komunikasi menjadi tanggung

jawab para peserta komunikasi. Komunikasi ini juga sangat potensial

dalam untuk mempengaruhi atau membujuk orang lain dan berperan

penting dalam hingga kapanpun, selama manusia masih mempunyai

emosi.

c. Komunikasi Kelompok

Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan

bersama, yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan

bersama (adanya saling kebergantungan), mengenal satu sama lain, dan

memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut, meskipun

setiap anggota memiliki perannya masing-masing. Kelompok ini

misalnya keluarga, tetangga, kelompok diskusi, dan kawan-kawan

terdekat. Dengan demikian, komunikasi kelompok biasanya terjadi pada

kelompok kecil, sehingga bersifat tatap muka. Komunikasi kelompok

melibatkan komunikasi antarpribadi, karena itu kebanyakan teori

komunikasi antarpribadi berlaku juga bagi komunikasi kelompok.

d. Komunikasi Publik

Komunikasi publik (public communication) merupakan komunikasi

yang terjadi antara seorang pembicara dengan sejumlah besar khalayak

yang tidak bisa dikenali satu persatu. Komunikasi ini sering juga disebut

16

pidato, cerah, atau kuliah umum. Komunikasi publik biasanya terjadi

secara formal dan lebih sulit daripada komunikasi antarpribadi ataupun

kelompok, karena komunikasi publik menuntut persiapan pesan yang

cermat, keberanian dan kemampuan menghadi sejumlah besar orang.

e. Komunikasi Organisasi

Komunikasi organisasi (organization communication) terjadi dalam

suatu organisasi yang bersifat formal dan juga informal. Komunikasi ini

berlangsung dalam jaringan yang lebih besar daripada komunikasi

kelompok. Komunikasi formal yang terjadi dalam komunikasi

organisasi adalah komunikasi ke bawah, ke atas, dan komunikasi

horisontal. Sedangkan komunikasi informal tidak bergantung pada

struktur organisasi, seperti komunikasi antarsejawat, juga termasuk

selentingan dan gosip.

f. Komunikasi Massa

Komunikasi massa (mass communication) adalah komunikasi yang

menggunakan media massa baik cetak maupun elektronik, berbiaya

relatif mahal, dikelola oleh suatu lembaga atau orang-orang yang

dilembagakan, yang ditujukan kepada sejumlah besar orang yang

tersebar di banyak tempat, anonim, dan heterogen. Pesan-pesan dalam

komunikasi massa bersifat umum, disampaikan secara cepat, serentak

dan selintas (khususnya media elektronik).

2.3. Pengertian Kebudayaan

Pengertian kebudayaan sendiri telah dijelaskan secara rinci oleh beberapa

ahli, pengertian yang paling tua mengenai kebudayaan diajukan oleh Edward

17

Burnerr Tylor dalam karyanya berjudul Primitive Culture, bahwa kebudayaan

adalah kompleks dari keseluruhan pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hukum,

adat istiadat dan setiap kemampuan lain dan kebiasaan yang dimiliki oleh manusia

sebagai anggota suatu masayarkat (Liliweri,2013:107). Taylor ( dalam

Liliweri,2013:109) juga memberikan pendapatnya tentang kebudayaan yang

diartikan sebagai pandangan hidup dari sebuah komunitas atau kelompok. Peranan

kebudayaan menjadi sangat penting dalam ekosistem komunikasi, karena

karakteristik kebudayaan antarkomunitas dapat membedakan kebudayaan lisan dan

tulisan yang merupakan kebiasaan suatu komunitas dalam mengkomunikasikan

adat istiadatnya. Sehingga pesan-pesan, kepercayaan, perilaku sejak awal taktkala

manusia tidak mengenal tulisan dapat dikomunikasikan hanya dengan kontak

antarpribadi langsung oleh pengamatan yang mendalam terhadapat peninggalan

Artifak sehingga informasi yang paling minimpun dapat disebarluaskan. Hal

tersebutlah yang membenarkan bahwa komunikasi adalah kebudayaan dan

kebudayaan adalah komunikasi.

Membahas tentang kebudayaan tidak hanya mengenai tari-tarian, makanan

khas, dan sesuatu yang dapat dilihat dan dipegang. Hebding dan Glick (dalam

Liliweri,2013:107) melihat kebudayaan menjadi dua yaitu kebudayaan material dan

non-material. Kebudayaan material tampil dalam objek material yang dihasilkan,

kemudian digunakan manusia misalnya alat-alat yang paling sederhana seperti

aksesoris yang disematkan di telinga, leher, dan tangan, alat rumah tangga, sistem

komputer, pakaian dan mesin-mesin otomotif yang mempermudah pekerjaan

manusia. Sedangkan budaya non-material merupakan unsur-unsur yang

dimaksudkan dalam konsep norma-norma, nilai-nilai, kepercayaan serta bahasa.

18

Kebudayaan berkembang dan dimiliki oleh setiap anggota masyarakatnya dan

diwariskan dari generasi ke generasi, sehingga kebudayaan terus selalu ada di

dalam kehidupan masyarakat.

2.4. Komunikasi Antarbudaya

Terdapat banyak pengertian mengenai komunikasi antarbudaya menurut

para ahli, di antaranya menurut Samavor, Porter dan McDaniel (2010:96), mereka

mengemukakan bahwa komunikasi antarbudaya merupakan komunikasi di antara

orang-orang yang persepsi dan sistem simbolnya cukup berbeda untuk mengubah

peristiwa komunikasi. Menurut Deddy Mulyana, komunikasi antarbudaya

(Intercultural Communication) adalah proses pertukar pikiran dan makna antara

orang-orang yang berbeda budayanya. Sedangkan menurut William B. Hart II 1996,

komunikasi antarbudaya yang paling sederhana adalah komunikasi antarpribadi

yang dilakukan oleh mereka yang berbeda latar belakang kebudayaannya (Liliweri

2013:8).

Beberapa definisi yang dikutip di atas, dapat disimpulkan bahwa

komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang melibatkan komunikator dan

komunikan yang memiliki latar belakang kebudayaan berbeda. Ada beberapa istilah

yang sering disepadankan dengan istilah komunikasi antarbudaya, di antaranya

komunikasi antaretnik, komunikasi antarras, komunikasi Lintas Budaya dan

Komunikasi Internasional.

- Komunikasi antaretnik

Komunikasi antaretnik adalah komunikasi antaranggota etnik yang

berbeda atau dapat saja komunikasi antaretnik terjadi antara anggota etnik

19

yang sama tetapi memiliki latar belakanng berbeda atau subkultur yang

berbeda. Kelompok etnik adalah sekelompok orang yang ditandai dengan

bahasa dan asal usul yang sama. Komunikasi antar etnik juga merupakan

bagian dari komunikasi antarbudaya, namun komunikasi antarbudaya

belum tentu komunikasi antar etnik (Mulyana, 2010:xxi).

- Komunikasi antarras

Komunikasi antarras adalah sekelompok orang yang ditandai

dengan arti-arti biologis yang sama. Dapat saja orang yang berasal dari ras

yang berbeda memiliki kebudayaan yang sama , terutama dalam hal bahasa

dan agama. Komunikasi antar ras dapat juga dimasukkan kedalam

komunikasi antarbudaya, karena secara umum ras yang berbeda memiliki

bahasa dan asal usul yang berbeda juga. Komunikasi antarbudaya dalam

konteks komunikasi antarras sangat berorientasi terhadap konflik, karena

orang yang berbeda ras biasanya memiliki prasangka-prasangka atau

stereotip terhadap ras yang berbeda ras denggannya (Armawati, 2003:186).

- Komunkasi Lintas Budaya

Komunikasi Lintas Budaya lebih menekankan perbandingan pola-

pola komunikasi antarpribadi di antara oeserta komunikasi yang berbeda

kebudayaan. Dari awal studi lintas budaya berasal dari perspektif

antropologi sosial dan budaya sehingga dia lebih bersifat depth description,

yakni penggambaran yang mendalam tentang perilaku komunikasi

berdasarkan kebudayaan tertentu. (Liliweri, 2001:22).

20

- Komunikasi Internasional

Komunikasi internasional dapat diartikan sebagai komunikasi yang

dilakukan antara komunikator yang mewakili suatu negara untuk

menyampaikan pesan-pesan yang berkaitan dengan berbagai kepentingan

negaranya kepada komunikan yang mewakili negara lain dengan tujuan

memperoleh dukungan yang lebih luas (Abbas, 2003:2).

Ada bebarapa hal yang perlu diketahui dalam komunikasi antarbudaya, antara lain:

1. Hakikat Komunikasi Antarbudaya

Menurut Devito (2011:534) ada dua hakikat dalam komunikasi

antarbudaya, yaitu:

a. Enkulturasi

Enkulturasi mengacu pada proses yang mana kultur

ditransmisikan dari suatu generasi ke generasi berikutnya.

Bagaimana kultur itu dipelajari bukan mewarisinya. Kultur

ditransmisikan melalui proses belajar, bukan melalui gen. Orang tua,

kelompok teman, sekolah, lembaga keagamaan, dan lembaga

pemerintahan merupakan guru-guru utama dalam bidang kultur.

Dapat disimpulkan bahwa enskulturasi terjadi melalui mereka.

b. Akulturasi

Akulturasi mengacu pada proses yang mana kultur seseorang

dimodifikasikan melalui kontak atau pemaparan langsung dengan

kultur lainnya seperti media massa. Contohnya, bila sekelompok

imigran tinggal di Amerika Serikat (kultur tuan rumah), kultur

mereka sendiri akan dipengaruhi oleh kultur tuan rumah. Hal

21

tersebut dapat terjadi secara berangsur-angsur, nilai-nilai, cara

berpakaian, serta kepercayaan dari kultur tuan rumah dapat menjadi

bagian kelompok imigran ini. Pada waktu yang sama kultur tuan

rumah juga mengalami perubahan, namun pada umumnya kultur

imigranlah yang paling banyak berubah. Young Yun Kim (1988)

mengatakan bahwa “ sebab terjadinya perubahan yang praktis satu

arah ini adalah perbedaan jumlah pendatang dengan jumlah

masyarakat tuan rumah.”

Menurut Kim, penerimaan kultur baru terjadi karena

sejumlah faktor. Imigran yang datang dengan kultur yang mirip

dengan kultur tuan rumah akan terakulturasi dengan lebih mudah.

Demikian pula, mereka yang lebih muda dan lebih terdidik lebih

mudah terakulturasi dibandingkan dengan mereka yang lebih tua

dan kurang terdidik.

2. Prinsip-Prinsip Komunikasi Antarbudaya

Komunikasi antarbudaya dapat dipahami dengan mengetahui prinsip-

prinsip umumnya. Prinsip-prinsip ini sebagian besar diturunkan dari teori-

teori komunikasi yang sekarang diterapkan untuk komunikasi antarbudaya.

Joseph Devito (2011:487) mengemukakan beberapa prinsip di dalam

komunikasi antarbudaya, yaitu:

a. Relativitas bahasa

Gagasan umum bahwa bahasa mempengaruhi pemikiran dan

perilaku paling banyak disuarakan oleh para antropologis lingustik.

Pada akhir tahun 1920-an dan di sepanjang tahun 1930-an,

22

dirumuskan bahwa karakteristik bahasa mempengaruhi proses

kognitif. Karena bahasa-bahasa di dunia sangat berbeda-beda dalam

hal karakteristik semantik dan strukturnya, tampaknya masuk akal

untuk mengatakan bahwa orang yang menggunakan bahasa yang

berbeda juga akan berbeda dalam cara mereka memandang dan

berpikir tentang dunia.

Bahasa yang manusia gunakan membantu menstrukturkan

apa yang dilihat dan bagaimana melihatnya. Sebagai akibatnya,

orang yang menggunkan bahasa yang berbeda akan melihat dunia

secara berbeda pula.

b. Bahasa sebagai cermin budaya

Semakin besar perbedaan budaya, semakin besar perbedaan

komunikasi baik dalam bahasa maupun dalam isyarat nonverbal.

Semakin besar perbedaan antarbudaya, semakin sulit komunikasi

dilakukan.

c. Mengurangi ketidakpastian

Semakin besar perbedaan antarbudaya, semakin besarlah

ketidakpastian. Banyak dari komunikasi berusaha mengurangi

ketidakpastian ini sehingga lebih baik menguraikan, memprediksi,

dan menjelaskan perilaku orang lain. Karena ketidakpastian dan

ambiguitas yang lebih besar ini diperlukan lebih banyak waktu dan

upaya mengurangi ketidakpastian dan untuk berkomunikasi secara

lebih bermakna.

23

d. Kesadaran diri dan perbedaan antarbudaya

Semakin besar perbedaan antarbudaya, semakin besar kesadaran

diri para partisipan selama komunikasi, ini mempunyai konsekuensi

positif dan negatif. Positifnya, kesadaran diri ini barangkali

membuat komunikasi yang dilakukan lebih waspada. Ini mencegah

untuk tidak mengatakan hal-hal yang mungkin terasa tidak peka atu

tidak patut. Negatifnya, ini membuat komunikasi yang dilakukan

terlalu berhati-hati, tidak spontan, dan kurang percaya diri.

Dengan semakin baik komunikator dan komunikan saling

mengenal, perasaan terlalu berhat-hati akan hilang dan menjadi

lebih percaya diri dan spontan. Hal ini akan menambah kepuasan

dalam berkomunikasi.

e. Interaksi awal dan perbedaan antarbudaya

Perbedaan antarbudaya terutama penting dalam interaksi

awal dan secara berangsung berkurang tingkat kepentingannya

ketika hubungan menjadi lebih baik.Walaupun menghadapi

kemungkinan yang salah, persepsi dan salah menilai orang lain

kemungkinan ini khususnya besar dalam situasi komunikasi

antarbudaya. Menghindari kecenderungan alamiah untuk menilai

orang lain secara tergesa-gesa dan permanen. Penilaian yang

dilakukan secara dini biasanya didasarkan pada informasi yang

sangat terbatas. Prasangka dan bias bila dipadukan dengan

ketidakpastian yang tinggi pasti akan menghasilkan penilain yang

nantinya perlu diperbaiki.

24

f. Memaksimalkan hasil interaksi

Dalam komunikasi antarbudaya seperti dalam semua

komunikasi, komunikator berusaha memaksimalkan hasil interaksi

dan berusaha memperoleh keuntungan sebesar-besarnya dengan

biaya minimum.

3. Hambatan-Hambatan dalam Komunikasi Antarbudaya

Samavor, Porter dan McDaniel (2010) mengidentifikasi beberapa

hambatan dalam komunikasi antarbudaya. Hambatan-hambatan tersebut

adalah:

a. Pencarian kesamaan

Dalam komunikasi seseorang cenderung memilih orang-

orang yang ia anggap memiliki kesamaan dengan dirinya. Hal ini

akan sangat menghambat komunikasi antarbudaya karena pada

dasarnya orang-orang dari budaya yang berbeda cenderung

memiliki perbedaan yang sangat besar.

b. Uncertainty Reduction

Dalam hal ini kesulitan untuk mendapatkan informasi yang

akurat tentang orang dari budaya lain yang dihadapi dalam

berkomunikasi menjadi penghambat komunikasi antarbudaya. Jika

tidak mempunyai cukup informasi yang dimaksud, uncertainty

reduction akan sulit dilakukan.

c. Keragaman cara dan tujuan komunikasi

Setiap orang memiliki cara dan tujuan komunikasi yang

berbeda. Terutama apabila orang-orang yang terlibat dalam

25

komunikasi berbeda budaya. Dalam komunikasi antarbudaya, hal ini

sangat erat kaitannya dengan pembahasan High Context Culture

(HCC) dan Low Context Culture (LCC). Kedua budaya ini memiliki

perbedaan cara dan tujuan komunikasi yang sangat besar.

d. Withdrawal

Withdrawal dapat diartikan sebagai penarikan diri dari

masyarakat. Dalam konteks komunikasi antarbudaya, seseorang

yang gagal berkomunikasi antarbudaya, ia akan sangat mungkin

untuk menarik diri dari kelompok budaya lain yang sedang ia

masuki.

e. Etnosentrisme

Etnosentrisme adalah kecenderungan untuk mengevaluasi

nilai kepercayaan, dan perilaku budaya sendiri sebagai yang lebih

baik, lebih logis, dan lebih wajar daripada yang diyakini oleh budaya

lain. Seseorang yang etnosentris tidak dapat menerima perbedaan

budaya dan tidak dapat mengakui bahwa setiap budaya memiliki

keunikan sendiri-sendiri. Hal ini sangat menghambat proses

komunikasi antarbudaya.

f. Stereotip dan prasangka

Stereotip adalah penilain subjektif terhadap suatu kelompok

yang didasarkan pada pengalaman seseorang terhadap kelompok

atau anggota kelompok tersebut, serta berdasarkan informasi-

informasi yang dimiliki tentang kelompok tersebut. Penilaian ini

cenderung bersifat negatif. Prasangka atau prejuidice adalah dugaan

26

subjektif terhadap suatu kelompok berdasarkan informasi yang tidak

lengkap dan sangat mungkin tidak tepat, bahkan tidak berdasarkan

pengalaman nyata. Kedua hal tersebut sangat menghambat

komunikasi antarbudaya.

4. Fungsi Komunikasi Antarbudaya

Secara umum ada 4 fungsi komunikasi yaitu, fungsi informasi,

fungsi instruksi, persuasif, dan fungsi menghibur. Dari ke 4 fungsi

komunikasi tersebut Liliweri (2013:36) memperluasnya dan menemukan

dua fungsi lain yaitu fungsi pribadi dan fungsi sosial.

a. Fungsi pribadi

Fungsi pribadi adalah fungsi komunikasi yang ditunjukkan

melalui perilaku komunikasi yang bersumber dari seorang

individu. Fungsi pribadi terdiri dari beberapa fungsi lainnya, di

antaranya:

1. Menyatakan Identitas Sosial

Dalam komunikasi antarbudaya, ada perilaku individu

yang digunakan untuk menggambarkan identitas diri

maupun identitas sosial. Perilaku tersebut dapat

diungkapkan melalui komunikasi verbal dan non verbal.

Dari kedua hal tersebut seseorang dapat menunjukkan

identitasnya seperti suku bangsa, agama, dan tingkat

pendidikannya.

2. Menyatakan Intergrasi Sosial

27

Inti konsep integrasi sosial adalah menerima kesatuan

dan persatuan antar pribadi, antar kelompok namun tetap

mengakui perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh

setiap unsur. Tujuan komunikasi adalah memberikan

makna yang sama atas pesan yang dibagi antara

komunikator dan komunikan. Dalam komunikasi

antarbudaya yang melibatkan perbedaan budaya antara

komunikator dengan komunikan maka integrasi sosial

merupakan tujuan utama komunikasi.

3. Menambah pengetahuan

Seringkali komunikasi antarbudaya memberikan

pengetahuan baru bagi komunikan dan komunikator

yang berasal dari kebuayaan berbeda. Misalnya,

seseorang mengunjungi sebuah daerah yang berbeda

dengan kebudayaannya, secara langsung orang tersebut

mendapatkan pengalaman baru tentang budaya daerah

tersebut dan dijadikan pengetahuan yang belum pernah

diketahui sebelumnya.

4. Melepaskan diri/jalan keluar

Terkadang saat melakukan komunikasi dengan orang

lain untk melepaskan diri atau mencari jalan keluar atas

masalah yang dihadapi. Seseorang ada yang lebih suka

memilih teman karena banyak kecocokannya, sebaliknya

ada yang memilih teman yang dapat menutupi

28

kekurangannya. Pemilihan teman (komunikan) seperti

itu dapat berfungsi menciptakan hubungan yang

komplementer dan hubungan uang simetris.

Hubungan komplementer selalu dilakukan oleh dua

pihak yang mempunyai perilaku yang berbeda. Perilaku

seseorang berfungsi sebagai stimulus perilaku

komplementer dari yang lain. Dalam hubungan

komplementer perbedaan di antara dua pihak

dimaksimumkan. Sebaliknya hubungan yang simetris

dilakukan oleh dua orang yang saling bercermin pada

perilaku lainnya.

b. Fungsi Sosial

Fungsi sosial terdiri dari beberapa fungsi lain di antaranya :

1. Pengawasan

Fungsi sosial yang pertama adalah pengawasan.

Praktek komunikasi antarbudaya di antara komunikator

dan komunikan yang berbeda kebudayaan berfungsi

saling mengawasi. Dalam setiap proses komunikasi

antarbudaya fungsi ini bermamfaat untuk

menginformasikan “perkembangan” tentang lingkungan.

Fungsi ini lebih banyak dilakukan oleh media massa

yang menyebarluaskan secara rutin perkembangan

peristiwa yang di sekitar kita meskipun peristiwa itu

terjadi dalam sebuah konteks kebudayaan yang berbeda.

29

Akibatnya adalah kita turut mengawasi diri seandainya

peristiwa itu terjadi pula dalam lingkungan kita.

2. Menjembatani

Dalam proses komunikasi antarpribadi, termasuk

komunikasi antarbudaya, maka fungsi komunikasi yang

dilakukan antara dua orang yang berbeda budaya itu

merupakan jembatan atas perbedaan di antara mereka.

Fungsi menjembatani itu dapat terkontrol melalui pesan-

pesan yang mereka pertukarkan, keduanya saling

menjelaskan perbedaan tafsir atas sebuah pesan sehingga

menghasilkan makna yang sama. Fungsi ini dijalankan

pula oleh berbagai konteks komunikasi termasuk

komunikasi massa.

3. Sosialisasi Nilai

Fungsi sosialisasi merupakan fungsi untuk

mengajarkan dan memperkenalkan niali-nilai

kebudayaan suatu masyarakat kepada masyarakat lain.

Dalam komunikasi antarbudaya seringkali tampil

perilaku non verbal yang kurang dipahami namun yang

lebih penting daripadanya adalah bagaimana kita

menangkap nilai yang terkandung di dalamnya.

4. Menghibur

Fungsi menghibur juga sering tampil dalam proses

komunikasi antarbudaya. Misalnya pada acara qosidah

30

yang ditampilkan oleh anak-anak sebuah pesantren

mungkin kurang disukai oleh mereka yang suka musik

klasik, namun kalau menonton dengan mental menikmati

seni maka tampilan qasidah tidak mengganggu ada.

2.5. High Context Cultural (HCC) dan Low Context Cultural (LCC)

Setiap orang secara pribadi memiliki kekhasan dalam berkomunikasi, bukan

hanya sekedar topik yang dibicarakan saja. Seperti yang telah dipaparkan

sebelumnya Edwar T. Hall dalam (Liliweri, 156:2013)) mengkonseptualkan dua

orientasi yaitu budaya konteks tinggi atau High Context Cultural (HCC) dan budaya

konteks rendah atau Low Context Cultural (LCC). HCC ditandai dengan

komunikasi tinggi, yang artinya kebanyaka pesannya bersifat implisit, tidak

langsung dan tidak terus terang. Pesan yang sebenarnya mungkin tersembunyi

dalam perilaku nonverbal pembicara seprti intonasi suara, gerakan tangan, postur

tubuh, ekspresi wajah, tatapan mata, atau bahkan kontak fisik. Pernyataan

verbalnya bisa berbeda dengan pernyataan nonverbalnya.

Sebaliknya, LCC ditandai dengan komunikasi konteks rendah, yang artinya

pesannya bersifat ekplisit, gaya bicara langsung, lugas dan berterus terang. Para

penganut budaya konteks rendah ini mengatakan apa yang mereka maksudkan dan

memaksudkan apa yang mereka katakan. Misalnya, jika anggota budaya konteks

rendah mengatakan “yes” maka itu berarti mereka benar-benar menerima atau

setuju. Secara garis besar, urutan sejumlah negara berdasarkan tingkat budayanya

(dari budaya konteks rendah hingga budaya konteks tinggi) menurut Hall dan Kohls

(dalam Mulyana, 328:2010)) adalah sebagai berikut Swiss, Jerman, Skandinavia,

31

Amerika Setrikat, Prancis, Inggris, Italia, Spanyol, Yunani, Arab, Cina, dan Jepang.

Indonesia termasuk budaya konteks tinggi, dan mungkin berada di antara budaya

Arab dan Budaya Cina.

Stella Ting Toomey (dalam Liliweri, 156:2013)) mengkonseptualkan

beberapa aplikasi yang berkaitan dengan HCC dan LCC, sebagai berikut:

High Context Cultural (HCC)

Low Context Cultural (LCC)

Prosedur pengalihan informasi

masih lebih sukar

Prosedur pengalihan informasi

menjadi lebih gampang

Persepsi terhadap isu dan orang yang menyebarkan isu

Tidak memiahkan isu dan

orang yang

mengkomunikasikan isu

Memisahkan isu dan orang

yang mengkomunikasikan isu

Persepsi terhadap tugas dan relasi

Mengutamakan relasi sosial

dalam melaksanakan tugas

Social oriented

Personal relations

Relasi antarmanusia dalam

tugas berdasarkan relasi tugas

Task oriented

Impersonal relations

Persepsi terhadap kelogisan informasi

Tidak menyukai informasi yang

rasional

Mengutamakan emosi

Mengutamakan basa-basi

Menyukasi informasi yang

rasional

Menjauhi sikap emosi

Tidak mengutamakan bas-basi

Persepsi terhadap gaya komunikasi

Memakai gaya komunikasi

tidak langsung

Mengutamakan pertukaran

informasi secara nonverbal

Mengutamakan suasana

komunikasi yang informal

Memakai gaya komunikasi

langsung

Mengutamakan pertukaran

infomasi secara verbal

Mengutamakan suasana

komunikasi formal

Persepsi terhadap pola negosiasi

Mengutamakan perundingan

melalui human relations

Pilihan komunikasi meliputi

perasaan dan intuisi

Mengutamakan hati daripada

otak

Mengutamakan perundingan

melalui bergaining

Pilihan komunikasi meliputi

pertimbangan rasional

Mengutamakan otak daripada

hati

Persepsi terhadap informasi tentang individu

Mengutamakan individu

dengan mempertimbangkan

dukungan faktor sosial

Mengutamakan kapasitas

indivisu tanpa memperhatikan

faktor sosial

32

Mempertimbangkan loyalitas

individu kepada kelompok

Tidak mengutamakan

pertimbangan loyalitas individu

kepada kelompok

Bentuk pesan/informasi

Sebagian besar pesan

tersembunyi dan implisit

Sebagian pesan jelas, tampak

dan eksplisit

Reaksi terhadap sesuatu

Reaksi terhadap sesuatu tidak

selalu nampak

Reaksi terhadap sesuatu selalu

nampak

Memandang in group dan out group

Selalu luwes dalam melihat

perbedaan in group dengan out

group

Selalu memisahkan

kepentingan in group dengan

out group

Sifat pertalian antarpribadi

Pertalian antarpribadi sangat

kuat

Pertalian antarpribadi sangat

lemah

Konsep waktu

Konsep terhadap waktu sangat

terbuka dan luwes

Konsep terhadap waktu yang

sangat terorganisasi

Tabel 1. Perbandingan Persepsi Budaya pada HCC dan LCC

2.6. Komunikasi Verbal dan Nonverbal dalam Komunikasi Antarbudaya

a. Komunikasi Verbal

Komunikasi verbal merupakan komunikasi yang dilakukan dengan

menggunakan kata-kata baik secara lisan maupun tulisan. Dalam

komunikasi verbal bahasa memiliki peranan penting. Bahasa menjadi alat

utama untuk manusia dalam berkomunikasi di kehidupan sehari-hari.

Bahasa dapat di definisikan sebagai seperangkat simbol, dengan aturan

untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut yang digunakan dan

dipahami dalam suatu komunitas (Mulyana, 2010:260). Bahasa juga

didefiniskan oleh Samavor, Porter dan McDaniel (2010:269) bahwa bahasa

merupakan hubungan sejumlah simbol atau tanda yang disetujui untuk

digunakan oleh sekelompok orang untuk menghasilkan arti.

33

Menurut Larry L Bakker (dalam Mulyana, 2010:266) bahasa

memiliki tiga fungsi yaitu penamaan (naming atau labeling), intraksi dan

transmisi informasi. Penamaan atau penjulukan merujuk pada usaha

mengidentifikasikan objek, tindakan, atau orang dengan menyebutkan

namanya sehingga dapat dirujuk dalam komunikasi. Fungsi interaksi

menurut Barker menekankan berbagi gagasan dan emosi yang dapat

mengundang simpati dab pengertian atau kemarahan dan kebingungan.

Melalui bahasa, informasi dapat disampaikan kepada orang lain dan juga

menerima informasi setiap hari sejak bangun tidur hingga tidur kembali.

Baik itu dari orang lain, baik secara langsung atau melalui media. Fungsi

bahasa inilah yang disebut fungsi transmisi.

b. Komunikasi nonverbal

Manusia tidak hanya melakukan komunikasi melalui bahasa

verbalnya, namun juga melalui perilaku nonverbalnya. Samavor, Porter dan

McDaniel (2010:294) menjelaskan bahwa komunikasi nonverbal meliputi

semua stimulus nonverbal dalam sebuah situasi komunikasi yang

dihasilkan, baik oleh sumbernya maupun penggunanya dalam lingkungan

dan yang memiliki nilai pesan yang potensial untuk menjadi sumber atau

penerima. Secara serderhana pesan nonverbal adalah semua isyarat yang

bukan kata-kata. Pesan-pesan nonverbal sangat berpengaruh dalam

komunikasi. Selain itu, komunikasi nonverbal terjadi secara spontan,

ambigu, sering berlangsung secara cepat, dan diluar kesadaran dan kendali.

Berbeda dengan komunikasi verbal yang bersipat eksplisit dan diproses

secara kognitif (Mulyana, 2010:344).

34

Edwart T. Hall (dalam Mulyana, 2010:344) menamai bahasa

nonverbal sebagai bahasa diam (silent languange) dan dimensi tersembunyi

(hidden dimension) suatu budaya. Disebuk demikian karena pesan-pesan

nonverbal tertanam dalam konteks komunikasi. Selain isyarat situsional dan

relasional dalam transaksi komunikasi, pesan nonverbal juga memberikan

isyarat konstektual. Bersama isyarat verbal dan isyarat kontekstual, pesan

nonverbal membantu untuk menafsirkan seluruh makna pengalaman

komunikasi.

Mulyana (2010:349) menerangkan beberapa fungsi dari komunikasi

nonverbal di antaranya:

1. Komunikasi nonverbal dapat mengulangi komunikasi verbal.

2. Memperteguh, menekankan, atau melengkapi komunikasi verbal.

3. Komunikasi nonverbal dapat menggantikan komunikasi verba, jadi

berdiri sendiri.

4. Komunikasi nonverbal dapat meregulasi komunikasi verbal

5. Komunikasi nonverbal dapat membantah atau bertentangan dengan

komunikasi verbal.

Komunikasi nonverbal merupakan aktivitas multidimensi. Aspek

multidimensi ini terungkap dalam fakta bahwa komunikasi nonverbal tidak terjadi

sendiri, namun biasanya dengan pesan verbal. Knapp dan Hall menekankan ide ini

ketika mereka menuliskan “ kita perlu memahami bahwa memisahkan perilaku

verbal dan nonverbal ke dalam dua kategori yang berbeda dan terpisah adalah tidak

mungkin.” Hubungan keduanya tercermin dalam berbagai hal dalam pertukaran

35

pesan antara komunikan dan komunikator (Samavor, Porter dan McDaniel,

2010:295).

Salzmann (dalam Samavor, Porter dan McDaniel, 2010:273) menyatakan

bahwa budaya manusia dengan segala kerumitannya tidak akan berkembang dan

tidak dapat dipikirkan tanpa bantuan bahasa. Alasan keterikatan bahasa dan budaya

sederhana, keduanya bekerja sama dalam hubungan yang saling

menguntungkanyang menjamin keberadaan dan kelangsungan keduanya. Untuk

memiliki suatu budaya, bahasa dibutuhkan , sehingga anggota suatu kelompok

dapat berbagi kepercayaan, nilai, dan perilaku yang terlibat dalam usaha komunal.

Sebaliknya, budaya dibutuhkan untuk mengatur pribadi yang berlainan ke dalam

kelompok yang kompak, sehingga kepercayaan, nilai, perilaku dan aktivitas

komunitas dapat terbangun.

Komunikasi nonverbal memainkan peran penting dalam interaksi

komunikasi antara orang-orang yang memilki latar belakang budaya yang berbeda.

Dengan memahami perbedaan budaya dalam komunikasi non verbal, seseorang

tidak hanya akan dapat memahami pesan yang dihasilkan selama interaksi, namun

juga akan mengumpulkan petunjuk mengenai tindakan dan nilai yang

mendasarinya. Komunikasi nonverbal terkadang menunjukkan sifat dasar dari

suatu budaya. Kesamaan antara komunikasi nonverbal dan budaya adalah keduanya

dikerjakan menurut naluri dan dipelajari. Walaupun banyak perilaku yang

merupakan bawaan seperti tersenyum, gerakan, sentuhan, dan kontak mata,

seseorang tidak terlahir dengan pengetahuan mengenai dimensi komunikasi yang

diasosiasikan dengan pesan nonverbal (Samavor, Porter dan McDaniel, 2010:297).

36

2.7. Teori Manajeman Kecemasan dan Ketidakpastian

Dalam komunikasi antarbudaya dikenal istilah stangers (orang asing).

Gudykunst mengansumsikan bahwa setidaknya satu orang dalam pertemuan

(komunikasi ) antarbudaya adalah orang asing (dalam Griffin, 2006:427). Orang

asing merupakan salah satu tipe sosial yang penting menurut Goerg Simmel, ia

mendefinisikan orang asing adalah unsur kelompok sementara yang tidak

sepenuhnya menjadi bagian kelompok tersebut. Pada saat melakukan komunikasi

antarbudaya, orang asing sebagai seseorang yang tidak kita kenal dan berada dalam

lingkungan budaya yang asing.

Pada saat melakukan komunikasi antarbudaya akan timbul anxiety

(kecemasan) dan uncertaity (ketidakpastian) yang menghambat berjalannya

komunikasi yang efektif. Gudykunst (dalam Griffin, 2006:427) mengatakan bahwa

komunikasi itu efektif sejauh orang yang menafsirkan pesan tersebut melampirkan

sebuah makna pada pesan yang relatif mirip dengan apa yang dimaksud oleh orang

yang menstransmisikannya. Artinya, komunikasi dikatakan efektif apabila

penerima pesan mampu mengkonstruksikan pesan sesuai yang disampaikan oleh

sumber pesan. Kecemasan dan ketidakpastian adalah ancaman kembar yang harus

dikelola untuk mencapai komunikasi efektif, keduanya merupakan penyebab utama

kesalahpahaman antarbudaya dan keduanya biasanya berjalan bersamaan. Orang

asing yang berada di wilayah yang berbeda dengan kebudayaannya akan berusaha

keras untuk mengurangi kesalahpahaman dalam komunikasi antarbudaya. Meski

kecemasan dan ketidakpastian berjalan bersamaan, keduanya merupakan hal yang

berbeda. Kecemasan adalah hal yang berhubungan dengan pemikiran dan

ketidakpastian adalah hal yang berhubungan dengan perasaan.

37

a. Kecemasan dan Ketidakpastian

Gudykunst (dalam Griffin, 2006:429) mendefinisikan kecemasan

sebagai perasaan tidak nyaman, tegang, khawatir, atau khawatir tentang apa

yang mungkin terjadi. Kecemasan didasarkan pada antisipasi konsekuensi

negatif dari intraksi yang terjadi saat komunikasi antarbudaya. Kecemasan

dapat menciptakan motivasi untuk berkomunikasi dan apabila dikelola

dengan baik dapat menciptakan komunikasi yang efektif. Dalam

komunikasi antar kelompok, kecemasan cenderung lebih tinggi

dibandingkan dengan komunikasi interpersonal. Namun, kecemasan

bersifat dinamik dan cenderung menurun apabila kita telah merasa nyaman

dengan orang tersebut.

Sedangkan ketidakpastian adalah hal yang berhubungan dengan

pemikiran seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Artinya,

ketidakpastian mencakup keraguan tentang bagaimana kemampuan

seseorang dalam memprediksikan hasil pertemuan (komunikasi

antarbudaya) dengan orang asing. Ketidakpastian yang dijelaskan

melibatkan ketidakmampuan seseorang untuk menjelaskan sikap, perasaan,

kepercayaan, nilai, dan perilaku orang asing.

Kecemasan dan ketidakpastian bukan sesuatu yang selalu buruk,

Gudykunst melalui Griffin (2006:431) mengatakan dengan tegas jika

tingkat minimal dari kedua hal itu diperlukan untuk mendorong seseorang

untuk berkomunikasi dengan baik, jika seseorang merasa sama sekali tidak

memiliki ketegangan pada pertemuan antar kelompok, ia akan merasa bosan

sehingga tidak lagi memperdulikan apa yang sedang dibicarakan orang lain.

38

Batas kecemasan yang paling rendah adalah sejumlah kecil kemampuan

seseorang merasakan adrenalin yang mengalir melalui pembuluh darah

untuk mendorongnya berkomunikasi secara efektif. Dengan demikian,

ambang minimum ketidakpastian adalah “jumlah ketidakpastian terendah

yang dapat dimiliki seseorang dan tidak merasa bosan atau terlalu percaya

diri tentang prediksinya tentang perilaku oranga asing.“ Apabila seseorang

tidak lagi ingin tahu tentang orang asing itu, maka sering kali ia tidak terlalu

memperhatikan pembicaraan dan seringkali salah menafsirkan kata-kata

yang didengarnya.

Jika satu hal yang berbalik terjadi, seperti satu titik dimana

kecemasan dapat menjadi sangat besar sehingga mengakibatkan seseorang

menjadi tidak berdaya karena merasa takut. Pada titik ekstrim ini, perubahan

drastis akan terjadi pada cara orang berkomunikasi. Sejak mereka tidak lagi

berkosentrasi kepada pesan atau pembawa pesan, mereka akan terjebak

pada stereotip negatif atau akan menarik diri dari percakapan yang

berlangsung. Saat ketidakpastian mencapai batas atas, seseorang akan

kehilangan semua kepercayaan diri mereka tentang kemampuan mereka

untuk memprediksi tingkah laku orang lain, dan komunikasi tidak lagi teras

berguna.

b. Anxiety Uncertainty Management Theory

Teori anxiety uncertainty managemant disingkat AUM ini

merupakan karya dari Gudykunts yang dikembangkan dari teori

pengurangan ketidakpastian karya Charles Berger yang melihat bagaimana

ketidakpastian dan kecemasan itu terjadi dalam situasi budaya yang

39

berbeda. Gudykunts menemukan bahwa setiap orang yang menjadi anggota

suatu kebudayaan tertentu akan berupaya mengurangi ketidakpastian pada

tahap awal hubungan mereka, namun mereka melakukannya dengan cara

yang berbeda-beda berdasarkan latar belakang budayanya.Perbedaan ini

dapat dijelaskan dengan cara melihat apakah seseorang berasal atau

merupakan anggota dari “budaya konteks tinggi” atau “budaya konteks

rendah” (Littlejohn dan Foss, 2011:182).

Teori AUM mendalilkan bahwa komunikasi yang efektif terjadi

apabila tingkat kecemasan dan ketidakpatian partisipan berada di antara

ambang batas atas dan bawah. Dalam rentang menengah itu, jika seseorang

secara sadar dan berhati-hati mengurangan kecemasan dan ketidakpastian,

Gudykunst menjamin bahwa seseorang akan menjadi komunikator antar

kelompok yang lebih efektif (Griffin, 2006:431).

40

SUPERFICIAL CAUSES BASIC CAUSES MODERATING PROSES OUTCOME

Skematik Teori AUM, Sumber :Griffin (2006:428)

Skema teori AUM di atas menjelaskan bagaimana cara mencapai

komunikasi yang efektif melalui pengelolaan kecemasan dan ketidakpastian. Pada

gambar dari kiri “superficial causes” merupakan faktor-faktor yang biasanya

menyebabkan kecemasan dan ketidakpastian dalam komunikasi antarbudaya.

Superficial causes adalah faktor permukaan yang mempunyai kontribusi terhadap

masalah mendasar dari kecemasan dan ketidakpastian. Efektifitas komunikasi

sebagai tujuan ditempatkan di sisi kanan dari bagan.

Self Concept Social indentities

Personal identities

Collective self-esteem

Motivation to Interact Need for predictability

Need for group inclusion

Need to sustain self concept

to Reactions to Strangers Empathy

Tolerance for ambiguity

Rigid intergroup attitudes

Social Categorization of Strangers Positive expectations

Peceived personal similarities

Understanding group differences

Situation Processes Ingroup power

Cooperate task

Presence of ingroup members

Connection with Strangers Attraction to strangers

Interdependence with strangers

Quality and quantity of contact

Ethical Interactions Maintaning dignity

Moral inclusiveness

Respect for strangers

Uncertainty

Managemant

Anxiety

Managemantt

Mindfullness Communication

Effectiveness

41

Dalam skema di atas juga terlihat bahwa mindfullness (kesadaran)

merupakan bagian dari pengelolaan kecemasan dan ketidakpastian untuk mencapai

komunikasi yang efektif. Menurut teori AUM, kesadaran adalah cara seorang

anggota suatu kelompok dan orang asing (bukan anggota kelompok tersebut) untuk

dapat mengurangi kecemasan dan ketidakpastian hingga ketingkat terbaik.

Melakukan segala interaksi dengan kesadaran atau tingkah laku yang sudah diatur

sebelumnya, bukan tingkah laku yang spontan, akan membantu seseorang dengan

baik jika ‘peran’ terlihat familier dan seluruh ‘pemain’ mengetahui bagiannya

masing-masing. Namun Gudykunst mengingatkan jika pembicaraan yang tidak

dipikirkan lebih dulu dalam situasi antarbudaya dapat meningkatkan ketegangan

dan kebingungan yang sudah ada sebelumnya (Griffin, 2006:431).

Adapun hal-hal yang dapat terjadi dan menyebabkan munculnya kecemasan

dan ketidakpastian dalam diri seseorang juga telah disebutkan oleh Gudykunst

(dalam Griffin, 2006:433) dan ditampilkan dengan sebutan superficial cause dalam

represetasi skematik teori pengelolan kecemasan dan ketidakpastian yang termasuk

dalam superficial cause adalah :

- Konsep diri

- Motivasi untuk berinteraksi

- Reaksi terhadap orang asing

- Kategorisasi sosial terhadap orang asing

- Proses situasional

- Koneksi dengan orang asing

- Interaksi etis

42

2.8. Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan

Adapun hasil penelitian yang relevan dan memiliki kesamaan dengan apa

yang ingin diteliti oleh peneliti yaitu penelitian dengan judul “Pengurangan

Ketidakpastian dalam Komunikasi Antarbudaya (Studi Deskriptif Kualitatif Pada

Mahasiswa Thailand di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta).”

Penelitian ini dilakukan oleh Ahmad Hidayat (2015). Penelitian ini menggunakan

pendekatan penelitian kualitatif dan jenis penelitian deskriptif mengenai kegiatan

atau perilaku subyek yang diteliti, baik mengenai bagaimana subyek berusaha

bersikap pasif, aktif dan interaktif dalam proses pengurangan ketidakpastian dalam

diri mereka sendiri. Dalam menyeleksi subyeknya, penelitian ini menggunakan

purposive sampling .

Hasil penelitian menunjukkan, siswa Thailand di UIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta tidak dapat memahami komunikasi yang melibatkan budaya. Kasus

tersebut terjadi karena mereka merupakan orang asing, jadi ada beberapa

ketidakpastian yang melingkupi mereka berinteraksi baik dengan mahasiswa

Indonesia. Hubungan budaya, kepribadian, dan situasi lingkungan membuat

mahasiswa Thailand merasa bahwa ketidakpastian yang dapat mempengaruhi

aktivitas belajar mereka.

Adapun perbedaan dan persamaan penelitian ini dengan yang akan diteliti

peniliti yaitu, persamaannya terletak pada kajian yang diangkat sama-sama

mengangkat tentang komunikasi antarbudaya. Selain itu untuk metode penelitian

yang digunakan sama. Letak perbedaannya terdapat pada teori-teori yang

digunakan, subyek yang diangkat dalam penelitian ini subyeknya berasal dari HCC

saja sedangkan yang akan diteliti peneliti adalah orang-orang yang berasal dari

43

negara HCC dan LCC. Selain itu fenomena yang diangkat juga berbeda, penelitian

ini mengangkat tentang komunikasi yang terjadi antara mahasiswa luar negeri

dengan mahasiswa Thailand, sedangkan yang diteliti peneliti adalah komunikasi

antarbudaya antara penjual dan pembeli dengan latar belakang budaya berbeda.

Kontribusi penelitian ini terhadap penelitian peneliti adalah peneliti dapat

melihat apa saja faktor-faktor penyebab ketidakpastian pada komunikasi

antarbudaya dan upaya apa saja yang berkaitan dengan pengurangan

ketidakpastiannya. Selain itu, penelitian ini juga memberikan gambaran tentang

komunikasi antarbudaya yang melibatkan orang-orang dengan latar belakang

budaya yang berbeda.