BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelolaan Air Limbah PMKS · lebih mudah proses ekstraksi minyak...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelolaan Air Limbah PMKS · lebih mudah proses ekstraksi minyak...
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengelolaan Air Limbah PMKS
Indonesia merupakan negara dengan pertumbuhan industri minyak
kelapa sawit terbesar di dunia dalam satu dekade tuimbuh hingga 2,7 kali dari
4,2 juta ton pada 1995 menjadi 11,4 juta ton pada 2004, dan kontribusi Indonesia
pada produksi crude palm oil (CPO) dunia naik menjadi 38,06 % dari total
produksi dunia yang mencapai 29,95 juta ton (Djikah 2007). Produksi CPO pada
akhir 2006 diperkirakan melampaui 13,5 juta ton, sementara sasaran jangka
menengah pada 2010 Indonesia menjadi eksportir dan produsen CPO terbesar
dunia yaitu 18 juta ton dari luas lahan perkebunan 5,6 juta ha (Deprind 2006).
Hal ini diyakini dalam jangka panjang permintaan CPO juga akan terus
meningkat, seiring dengan adanya penelitian dan pengembangan mengubah
minyak sawit menjadi bioenergi, termasuk proyek biodiesel dan biogas sebagai
energi terbarukan untuk mengurangi pemakaian energi dari bahan bakar minyak
bumi (Perpres no.5 RI 2006).
Pabrik minyak kelapa sawit (PMKS) rerata mengolah setiap ton tandan
buah segar (TBS) kelapa sawit dihasilkan 120-200 kg minyak mentah, 230-250
kg tandan kosong kelapa sawit (TKKS), 130-150 kg serat/ fiber, 60-65 kg
cangkang dan 55-60 kg kernel dan air limbah 0,7 m3. Proses ekstraksi produksi
minyak sawit mentah dapat dilakukan tiga cara berbeda yakni, proses kering,
proses penggorengan dan proses basah. Proses kering (decanter) dihasilkan
campuran minyak perikarp dan kernel, proses ini tidak menghasilkan limbah
cair. Proses basah lebih banyak digunakan oleh industri minyak sawit, selain
lebih mudah proses ekstraksi minyak juga diperoleh produk samping limbah
cair. Air limbah yang dihasilkan dari sterilisasi dan ruang separasi minyak secara
keseluruhan berupa campuran buangan cair, bahan organik tinggi sebagai
pencemar berat. Buangan cair pencemar ringan berasl dari air kondensat, air
pendingin, buangan boiler dan buangan sanitasi. Pengelolaan LCPMKS umum
diterapkan secara biologis, dialirkan ke dalam kolam-kolam penampungan
16
sebelum akhirnya memasuki badan perairan umum (H-Kittikun et al. 2000,
Yuliasari et al. 2001).
Sistem pengolahan anaerob limbah cair mempunyai keuntungan nyata
dibanding sistem pengolahan aerob, antara lain: dioperasikan hampir tanpa energi
tambahan, mampu menurunkan beban pencemar berat hingga sedang dan terbentuk
lumpur sebagai pengganti pupuk organik (kompos). Rancangan teknik perombakan
anaerob dalam sistem kolam biasanya merupakan serangkaian kolam terbuka yang
tersusun atas beberapa kolam (Loebis dan Tobing 1992). Rancangan dan operasi
dalam sistem kolam seharusnya mempertimbangkan kebutuhan volume tampung
pengendapan lumpur primer, seimbang dengan kelebihan lumpur anaerob.
Akumulasi lumpur akan menyebabkan pengurangan volume dan efisiensi
pengolahan limbah secara keseluruhan. Banyak faktor menentukan desain maupun
operasi sistem pengolahan antara lain, luas dan harga areal lahan, kondisi sekitar
areal kolam juga hilangnya sumber energi biogas. Namun demikian biogas belum
penting sebagai sumber energi yang diperoleh cukup dari pembakaran cangkang,
TKKS, dan janjang kelapa sawit (H-Kittikun et al. 2000).
Surplus energi dari sistem kolam terbuka, biaya investasi dan operasi
rendah, sederhana, menyebabkan penerapan sistem anaerob tertutup belum
mendesak dilakukan oleh PMKS. Walaupun berbagai sistem perombakan
anaerob tertutup telah banyak tersedia dan digunakan untuk pengolahan limbah
organik, misalnya reaktor pencampuran lengkap (Complete Mixed), (Fixed
Film), (Fixed Bed) (Faisal dan Unno 2001), (Anaerobic Filter), (Hybrid System)
(Borja dan Banks 1995) dan aliran ke atas lapis lumpur anaerob (Upflow
Anaerobic Sludge Blanket) (Lettinga dan Zeeman 1999, Metchalf dan Eddy
2003, Reith et al. 2003). Reaktor atau perombak UASB yang dikembangkan
oleh Lettinga et al. (1979), selama dua dekade terakhir telah banyak digunakan
untuk pengolahan limbah organik. Reaktor terdiri dari suatu tangki/ tabung
(Tinggi/Diameter= 2), di mana aliran limbah ke atas menembus lapisan/selimut
limbah organik anaerob yang menempati separuh volume reaktor dengan suatu
kerucut penetap terbalik, pada puncak perombak yang memungkinkan separasi
padat-cair efisien (Lettinga dan Zeeman 1999). Namun diperlukan keseimbangan
operasional sistem perombakan anaerob, terutama stabilitas pengaliran dan laju
17
pengupanan dengan memperhatikan fluktuasi beban, perataan (homogenitas) dan
suhu substrat (H-Kittikun et al. 2000).
Tiga lingkup minat paling potensial dalam memanfaatkan teknologi
perombakan anaerob (Technology Digestion Anaerobic/TDA), dalam
pengelolaan limbah organik maupun residu agroindustri. Pertama pengelolaan
limbah untuk mengendalikan polusi udara yaitu emisi metana dan bau busuk,
minat kedua peningkatan kualitas lumpur (digestat) sebagai pupuk organik yang
berdayaguna dan minat ketiga untuk memperoleh produk energi terbarukan
(Wellinger 1999). Minat produksi energi dan efisiensi menjadi sasaran utama,
maka desain dan perlengkapan teknis digesti anaerob lebih diperlukan untuk
dapat memproduksi biogas maksimum, sedangkan minat untuk pengendalian
polusi cukup diperlukan desain perombak yang memadai (Wellinger 1999).
Perombakan anaerob tertutup merupakan sistem penolahan yang lebih efisien,
dan biogas yang dihasilkan dari pengolahan tertutup dapat dimanfaatkan sebagai
bahan bakar. Oleh karena energi dan lingkungan merupakan isu yang menarik
akhir-akhir ini, pengelolaan limbah industri sawit dengan memanfaatkan
teknologi perombak anaerob skala lapang dan minat produksi maksimum biogas,
diperlukan desain dan peralatan teknis digesti dengan serta prioritas menerapkan
sistem UASB atau kontak anaerob dimodifikasi untuk pengelolaan LCPMKS
(Suzuki 2003, Reith et al. 2003).
Penerapan TDA umum dilakukan dalam pengelolaan buangan maupun
limbah cair dengan konsentrasi bahan organik tinggi, karena dihasilkan biogas
sebagai sumber energi terbarukan dan lumpur sebagai pupuk organik. Di
samping itu degradasi anaerob bahan organik kompleks menjadi bahan dengan
berat molekul rendah lebih efisien, sebagai alternatif pemecahan masalah
penumpukan, mengurangi bau menyengat sebagai sumber penyakit (Reith et al.
2003). Potensi terbesar TDA terletak pada industri pertanian sesuai dengan
ketersediaan melimpah biomas pertanian. Pembangunan perombak setidaknnya
separuh dari kuantitas industri pertanian dalam jangka pendek maupun
menengah memberi jumlah signifikan lapangan kerja baru (Werner et al. 1989).
Pengembangan TDA yang memfokuskan pada produksi biogas sebagai alternatif
pengganti bahan bakar minyak, dan sumber listrik peralatan internal pabrik serta
18
pemenuhan kebutuhan energi rumah tangga pekerja/karyawan telah banyak
dilakukan (H-Kittikun et al. 2001). Pemanfaatan TDA pada pengelolaan limbah
cair industri pertanian secara umum dapat mengurangi masalah pencemaran
lingkungan, memperbaiki kondisi sosial ekonomi masyarakat pedesaan,
menyediakan energi terbarukan guna memenuhi kebutuhan energi rumah tangga
sekaligus penerapan teknologi tepat guna yang terdapat di seluruh pelosok tanah
air serta wahana mewujudkan mekanisme pembangunan bersih dan
pembangunan berkelanjutan (MenLH 2006).
2.2. Teknologi Perombakan Anaerob
Pada hakekatnya, energi yang terkandung dalam bahan organik
merupakan energi matahari yang diikat oleh tanaman melalui proses fotosintesis.
Pemanfaatan kembali menjadi energi, baik secara langsung maupun tidak
langsung adalah pengambilan kembali energi matahari yang terikat biomasa.
Proses daur hidup di alam oleh semua makhluk hidup berlangsung melalui
berbagai tahapan panjang yang dibedakan menjadi dua arah yaitu, pembentukan
(biosintesa) dan pemecahan (biolisa). Kedua proses ini disebut biokonversi,
terjadi perubahan bentuk bahan polimer atau produk biomasa berbagai jenis
produk nabati maupun hewani berlangsung secara simultan, meskipun terdapat
fluktuasi keseimbangan proses akibat berbagai pengaruh (Judoamidjojo et al.
1989).
Proses produksi agroindustri menghasilkan air buangan dengan beban
organik tinggi, salah satunya adalah pabrik minyak kelapa sawit yang berbahan
baku lignoselulosa. Air limbah pabrik minyak kelapa sawit (PMKS) tersusun
atas bahan organik dengan nilai BOD, COD dan kandungan padatan tinggi. Air
buangan merupakan sumber pencemar sangat potensial. Pengelolaan air limbah
industri dengan cara fisika-kimia biasa dilakukan dengan koagulasi dan
flokulasi, namun biaya ini sangat mahal walaupun hasilnya cukup memuaskan,
sehigga banyak industri kecil tidak sanggup melakukan kegiatan produksi lebih
lanjut, karena dianggap mencemari lingkungan perairan sekitarnya (Syafila et al.
2001, Metcalf dan Eddy 2003).
19
Biokonversi anaerob bahan organik suatu teknologi yang dikembangkan
untuk melindungi lingkungan melalui pengelolaan limbah dan air limbah. Produk
akhir biokonversi anaerob adalah biogas, campuran metana dan karbon dioksida
yang bermanfaat sebagai sumber energi terbarukan. Perombakan anaerob
merupakan proses sederhana secara teknologi membutuhkan energi rendah untuk
mengubah bahan organik dari berbagai jenis air limbah, buangan padat dan
biomas menjadi metana. Aplikasi TDA yang lebih luas, menjadi kebutuhkan
dalam usaha menuju pembangunan berkelanjutan dan produksi energi
terbarukan. Kecenderungan ini didukung oleh pertumbuhan kebutuhan pasar
akan energi ”hijau” oleh optimisasi substansial TDA, terutama perkembangan
modern sistem ko-perombakan dan ”laju tinggi” (de Mez et al. 2003).
Teknologi perombakan (perombakan) anaerob merupakan salah satu
bagian strategi pengelolaan air limbah atau buangan industri yang cukup
berdayaguna dan efektif. Penerapan teknologi ini selain murah dan praktis untuk
buangan dengan beban organik, mampu mereduksi energi terkandung dalam
limbah untuk pengelolaan lingkungan dan mampu mendegradasi senyawa-
senyawa senobiotik maupun rekalsitran (Bitton 1999). Perombakan anaerob
secara alami terjadi di sedimen sungai/ aliran dan kolam yang tidak teraerasi
cukup, yang mengubah senyawa karbon menjadi gas metan, nitrogen dan asam
sulfida (penyusun gas rawa dan sawah), sebagai pengganti karbon dioksida
maupun air yang dihasilkan dalam perombakan aerob. Dalam lingkungan
anaerob mikroorganisme berperan membebaskan metana dari asam cuka antara
lain, Methanosarcina, Methanococcus, Methanobacterium, dan Methanobacillus.
Perombakan anaerob secara luas digunakan untuk memantapkan padatan organik
terkonsentrasi (memadat/lumpur), dengan BOD lebih besar dari 10,000 mg/l,
dipindahkan dari tangki-endap, filter biologik, dan pembangkit lumpur aktif.
Beberapa pembangkit menggunakan perombak anaerob sebagai langkah pertama
membuang kelebihan zat nitrogen dari aliran sisa sebelum perlakuan aerob
(Werner et al. 1989).
Sistem pengolahan dengan perombak anaerob laju tinggi seperti reaktor
UASB (Upflow Anaerobic Sludge Blanket), Filter Anaerob (Anaerobic Filter)
dan Proses Kontak (Anaerob Contact Process) kurang layak untuk perombakan
20
jenis lumpur tetapi baik dikonsentrasikan pada air limbah (limbah cair) dan atau
bagian dari suatu sistem beberapa fase. Waktu tinggal lumpur lebih lama
dibanding waktu tinggal hidraulik, karena kotoran tertahan dalam reaktor. Sistem
laju tinggi lebih baik untuk aliran limbah dengan padatan mengendap rendah.
Berbagai jenis perombak pengolahan air limbah digunakan di seluruh dunia,
antara lain:
• Proses Kontak; System-Biobulk; • Upflow Anaerobic Sludge Blanket (
UASB); • Anaerobic Film Fixed Reactor (AFFR); • Fixed Film Repair Bed /
Fluidized System; • Expanded Granule Sludge Blanket (EGSB); • Hybrid
System; • Anaerobic Filter (AF) (Reith et al. 2003).
2.2.1. Prinsip-prinsip proses perombakan anaerob
Dekomposisi anaerob mikrobiologis merupakan proses mikroorganisme
tumbuh dan menggunakan energi dengan memetabolisis bahan organik dalam
lingkungan anaerob dan menghasilkan metana. Proses perombakan anaerob
dapat dibagi menjadi empat tahap berikut, masing-masing menurut karakteristik
kelompok mikroorganisme sendiri.
1). Hidrolisis senyawa polimer organik menjadi senyawa sederhana dapat
diserap membran sel mikroba. Hidrolisis karbohidrat menjadi monomernya,
protein menjadi asam-asam amino, dan lemak atau minyak menjadi asam-asam
lemak rantai panjang ataupun alkohol.
2). Fermentasi senyawa sederhana dalam reaksi bertahap. Proses ini
merupakan sumber energi populasi non-metanogenik. Fermentasi hasil hidrolisis
tersusun berbagai senyawa organik sederhana terutama asam lemak volatil
(VFA) gas-gas CO2 dan H2, beberapa asam laktat dan etanol. Tahap ini dikenal
sebagai fermentasi asam atau asidogenesis.
3). Banyak hasil reduksi fermentasi asam harus dioksidasi di bawah
kondisi anaerob menjadi asam asetat, CO2, dan hidrogen yang akan menjadi
substrat bakteri metana. Konversi ini terjadi jika tekanan hidrogen parsial tetap
sangat rendah karena asupan hidrogen oleh metanogen. Bakteri pembentuk
oksidasi ini adalah bakteri syntrofik atau disebut juga bakteri asetogen atau
mikroba obligat pereduksi proton.
21
4). Tahap akhir pengolahan limbah cair anaerob adalah fermentasi
metana: yakni dua tipe reaksi terjadi, pertama CO2 dan H2 diubah menjadi
metana dan air, dan tahapan kedua, asetat diubah menjadi metana dan CO2.
(Werner et al. 1989).
2.2.2. Faktor-faktor yang berpengaruh pada perombakan anaerob
Perombakan anaerob merupakan proses biologis, yang dipengaruhi oleh
faktor lingkungan. Faktor pengendali utama antara lain, suhu, pH, dan senyawa
beracun (de Mez et al. 2003). Proses perombakan anaerob untuk pembentukan
biogas dipengaruhi oleh dua faktor yaitu, biotik dan abiotik. Faktor biotik berupa
mikroorganisme dan jasad aktif di dalam proses perombakan sistem anaerob.
Faktor abiotik meliputi, pengadukan, suhu, pH, substrat, kadar air substrat, rasio
C/N dan P dalam substrat dan kehadiran bahan toksik (Wellinger 1999).
Bioreaktor (perombak) fermentasi dibedakan menurut sistem
pengumpanan (feeding), penggunaan suhu, tingkat fermentasi, dan proses
fermentasi dua fase. Berdasarkan sistem pengumpanan, fermentasi dibedakan
lebih lanjut dalam: tiga macam cara: fermentasi kontinyu, semi kontinyu dan
curah. Fermentasi satu tingkat, fermentasi dilakukan dalam satu tangki atau
dapat dilakukan pada dua tingkat atau lebih sehingga terjadi waktu retensi lebih
lama tapi dekomposisi bahan organik lebih baik. Fermentasi dua fase dirancang
menjadi 2 periode, periode pembentukan asam dan periode pembentukan
metana. Keuntungan proses dua fase selain pengendaliannya lebih mudah
rendeman gas tinggi. Fermentasi kering, sistem filter sering dilakukan dalam
penelitian lebih lanjut (Loebis dan Tobing 1992, Metcalf dan Eddy 2003).
Perombak pembangkit biogas secara mendasar terdiri dari dua bagian
yaitu, bagian perombakan dan penyimpanan gas. Banyak perombak biogas
bersifat curah, limbah organik tinggal dalam tanki selama beberapa waktu dan
kemudian dipindahkan setelah produksi gas. Umum perombak kontinyu, lebih
efisien, tempat lumpur baru dihasilkan setiap hari, laju produksi gas lebih tinggi
per volume perombak, dan mempunyai bagian tambahan tempat komponen
bermacam gas bercampur dan bagian akhir tempat lumpur ”masak”. Dalam
perombak kontinyu, lebih layak karena mendapat umpan setiap hari. Dimensi
22
reaktor dan potensi biogas bergantung pada: jenis substrat yang dirombak,
kuantitas setiap bahan per ton, persentase kandungan bahan organik, dan total
padatan (Werner et al. 1989).
Suhu merupakan faktor penting mempengaruhi aktifitas mikroorganisme.
Suhu optimal proses perombakan anaerob (fermentasi) dibedakan menjadi tiga
macam yaitu suhu termofil (45-60) oC untuk penghancuran cepat dan produksi
tinggi (m3 gas/m3 bahan per hari) serta waktu retensi pendek bebas dari
desinfektan, suhu mesofil 27-40 oC (suhu kamar ruang/lingkungan), dan suhu
kryofil < 22 oC (banyak dipengaruhi udara musim sedang, biaya relatif lebih
murah) (Metcalf dan Eddy 2003). Pada kondisi kryofilik, 5-25 oC, proses
perombakan berjalan lambat, kondisi mesofilik, 30-40 oC, perombakan
berlangsung cukup baik dan terjadi percepatan proses perombakan dengan
kenaikan suhu, serta kondisi termofilik, 45-65 oC untuk bakteri termofil dengan
perombakan optimal pada 55 oC (NAS 1981, Bitton 1999). Proses perombakan
anaerob sangat peka terhadap perubahan suhu, suhu optimal termofil umum pada
kisaran 52-58 oC, namun dampak negatif dapat terjadi pada suhu lebih tinggi dari
60oC. Hal ini disebabkan oleh toksisitas ammonia meningkat dengan
meningkatnya suhu, sementara pengenceran substrat pada suhu tinggi
memudahkan difusi bahan terlarut. Di lain pihak pada suhu di bawah 50 oC laju
pertumbuhan bakteri termofil rendah dan lebih rendah dari pada laju tinggal
hidraulik. sehingga populasi mikroba dapat tercuci (washout) (Wellinger 1999).
Waktu tinggal merupakan faktor penting, periode waktu tetap
dipertahankan antara laju beban ke dalam perombak dan potensi penghilangan
bahan yang dicerna (digestat). Dua faktor ini saling berhubungan dan karena itu
mempertahankan kondisi optimal kedua parameter penting untuk meningkatkan
efisiensi proses perombakan. Perombak anaerob efisien adalah reaktor yang
menghasilkan banyak biogas atau jumlah biomas lebih banyak tercernak.
Kondisi ini dapat dilakukan dengan mengoperasikan reaktor pada beban input
biomas tinggi atau dengan menurunkan waktu tinggal. Pada kondisi operasi
sama perombak termofil lebih efisien dari pada perombak mesofil (Lusk 1997).
23
Keuntungan proses termofil dibandingkan dengan proses mesofil adalah:
• Waktu tinggal organik dalam pembangkit biogas lebih singkat karena
laju pertumbuhan bakteri termofil lebih tinggi dibandingkan dengan laju
pertumbuhan bakteri mesofil.
• Pembasmian organisme patogen lebih baik, ini merupakan keuntungan
sangat penting
• Meningkatkan pemisahan bahan padatan dari fase cair
• Degradasi asam lemak rantai panjang lebih baik
• Residu pembentukan biomas rendah
• Meningkatkan kelarutan dan ketersediaan substrat.
Kerugian proses termofil antara lain:
o Derajat ketidakstabilan tinggi
o Jumlah konsumsi energi lebih tinggi/besar
o Risiko hambatan ammonia tinggi (Wellinger 1999).
Interval pH selama pembentukan biogas adalah 6.8-8.5, nilai pH di luar
interval ini dapat menyebabkan proses tidak seimbang. Parameter pH
berpengaruh pada pertumbuhan bakteri dan mempengaruhi disosiasi ammonia,
sulfida dan asam-asam organik, yang merupakan senyawa penting untuk proses
perombakan anaerob. Tingkat keasaman perombak anaerob terutama
dikendalikan sistem penyangga bikarbonat yang juga dikendalikan oleh tekanan
parsial CO2 dan konsentrasi alkali maupun komponen asam fase cair. Beberapa
senyawa seperti asam organik dan karbon dioksida menyebabkan penurunan
nilai pH, sebaliknya senyawa seperti ammonia akan meningkatkan nilai pH.
Nilai pH pada reaktor termofil lebih tinggi dari pada reaktor mesofil (Bitton
1999)
Pembentukan asetat berlangsung selama degradasi substrat dalam perombak
anaerob, tetapi akumulasi asetat tidak dapat diketahui langsung dari nilai pH yang
menurun. Konsentrasi asetat akan melebihi konsentrasi yang dapat dideteksi sebagai
perubahan pH signifikan. Karena itu jika pH dalam reaktor turun menunjukkan
konsentrasi asetat tinggi sehingga proses perombakan terhambat. Nilai pH bukan
indikator yang baik untuk ketidak seimbangan fermentasi biomas kotoran hewan.
Nilai pH yang umum untuk proses fermentasi LCPMKS berkisar pH 6,7 – 8,5,
24
perubahan pH tiba-tiba merupakan isyarat pemberian pakan melimpah (Reith et al.
2003).
Bakteri campuran terlibat dalam proses perubahan bentuk (tranformasi)
senyawa organik kompleks dengan berat molekul tinggi menjadi metana. Interaksi
sinergi di antara berbagai kelompok mikroba terjadi pada perombakan anaerob
LCPMKS. Dalam kondisi anaerob asam asetat (cuka) direduksi menghasilkan gas
metana oleh Methanosarcina, Methanococcus, Methanobacterium, dan
Methanobacillus. Terdapat dua kelompok bakteri metanogen penting pada proses
anaerob, yaitu metanogen hidrogenotrofik (menggunakan H/ kemolitotrofik)
mengubah hidrogen dan CO2 menjadi metana, dan metanogen asetotrofik
(asetoklastik) metanogen pemisah asetat, mengubah asetat menjadi metana dan CO2
(Bitton 1999).
Aktifitas mikroorganisme membutuhkan beberapa jenis unsur hara,
bergantung pada komposisi kimia bahan sel. Konsentrasi minimum unsur hara yang
dibutuhkan sebaiknya ada dalam substrat/media agar dapat menjadi pakan
organisme perombakan anaerob (Wellinger 1999). Nutrisi itu adalah: a) Hydrogen
H, nitrogen N, oxygen O, dan carbon C sebagai bahan utama penyusun bahan
organik b.) Sulphur untuk sintesis asam amino c.) Phosphor: komponen penting
dalam asam nukleat d.) Kalium K, kalsium Ca, magnesium Mg, dan besi Fe:
dibutuhkan untuk aktifitas ensim dan komponen-komponen logam kompleks.
Sepuluh unsur di atas sebaiknya terdapat dalam konsentrasi sekitar 10-4
M. unsur lain yang sebaiknya terdapat dalam konsentrasi lebih kecil, misalnya
Nikel (Ni) penting untuk pertumbuhan bakteri anaerob. Konsentrasi tinggi Ca,
Mg, K dan Na dapat menjadi faktor penghambat. Sementara konsentrasi rendah
(0,01-0,005 M) kation-kation sel tersebut dapat aktif dan meningkatkan proses
perombakan. Akibatnya terjadi hubungan antar kation-kation berbeda (Werner et
al. 1989).
Bahan baku (substrat) dengan rasio C/N tinggi dicampur dengan rasio
C/N rendah akan memberikan rerata rasio komposisi input sesuai kadar optimal
produksi biogas yang diinginkan. Seperti di Cina, rasio C/N seimbang diperoleh
dari campuran sekam padi pada dasar perombak dengan kotoran/limbah
domestik. Di Nepal dan India pengumpanan perombak dengan kotoran gajah
25
dicampur limbah kotoran manusia memungkinkan keseimbangan rasio C/N
mendorong produksi biogas stabil. Jenis limbah (substrat) peternakan umum
kandungan nitrogen (N) tinggi dibandingkan kadar karbon (C). Rasio karbon
terhadap nitrogen limbah yang ditambahkan ke perombak sebaiknya berbanding
20 bagian C dan satu bagian N (16-19:1) untuk memperoleh produksi optimum
metana. Residu panen pertanian dan sayuran, biasanya berkadar N rendah tapi
tinggi kadar C, dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kinerja perombak
dengan mencampur kadar N tinggi limbah peternakan, dan dapat memberi lebih
baik rasio C:N untuk produksi biogas (Wellinger 1999). Konsentrasi substrat
(rasio C:N:P) terkait kebutuhan nutrisi mikroba, homogenitas dan kandungan air
padatan tersuspensi (SS); padatan total (TS) dan asam lemak volatil (VFA)
(Bitton 1999).
Senyawa kompleks organik tidak dapat dimanfaatkan secara langsung
oleh bakteri di dalam proses metabolisme karena membran sel bakteri hanya
dapat dilewati oleh senyawa organik sederhana seperti glukosa, asam amino dan
asam lemak volatil. Proses penguraian senyawa kompleks organik menjadi
senyawa organik sederhana berlangsung pada proses hidrolisis yang dilakukan
oleh kelompok bakteri hidrolitik. Limbah cair mengandung senyawa kompleks
organik pengendali proses terletak pada tahap hidrolisis, karena proses
hidrolisisnya lebih lambat dibanding tahap proses lain. Senyawa kompleks
organik dihidrolisis mengikuti kinetika reaksi orde satu. Hidrolisis akan
mempengaruhi kinetika proses keseluruhan karena tahap yang berlangsung
paling lambat dapat mempengaruhi laju keseluruhan (Adrianto et al. 2001)
Biomasa yang digunakan pada proses hidrolisis terlebih dulu
diadaptasikan pada substrat yang digunakan. Proses hidrolisis karbohidrat
menjadi senyawa terlarut berlangsung atas bantuan ensim ekstraseluler yang
dikeluarkan oleh kelompok bakteri hidrolitik. Proses hidrolisis protein dilakukan
oleh ensim protesase menjadi polipeptida dan asam amino (Adrianto et al. 2001).
Ensim protease terdiri dari peptidase dan proteinase. Ensim yang dihasilkan oleh
satu genus yaitu Clostridium. Laju reaksi hidrolisis susbstrat tunggal lebih cepat
dibanding substrat campuran, karena dalam susbstrat tunggal hanya terdapat satu
komponen yang dihidrolisis tanpa gangguan oleh komponen lain, sedang
26
substrat campuran terjadi hidrolisis multi-komponen secara simultan dan
menghambat laju hidrolisis.
Senyawa paling lambat dihidrolisis adalah minyak, lemak, karena
konstanta hidrolisis terkecil, berarti minyak atau lemak merupakan faktor
pengendali dalam proses hidrolisis campuran maupun tunggal. Hidrolisis protein
pada kondisi anaerob adalah lebih rendah dibanding laju hidrolisis karbohidrat.
Adrianto et al. (2001) menyatakan bahwa lipid terhidrolisis dengan sangat
lambat dan lipid menjadi pembatas laju keseluruhan hidrolisis. Pada kondisi
termofil degradasi lipid non polar sangat lambat dibanding dengan komponen
polar demikian pula dalam biodegradasi senyawa kompleks organik secara
anaerob. Penguraian senyawa komplek mengikuti kinetika reaksi hidrolisis orde
satu. Laju reaksi hidrolisis karbohidrat pada substrat lebih cepat dibandingkan
laju reaksi protein..
Senyawa mudah didegradasi misalnya, protein dan lemak dapat
menghambat proses perombakan anaerob. Senyawa-senyawa ini mengandung
asam lemak rantai panjang dalam jumlah berlebihan dapat menghambat mikroba
dalam pembangkit biogas Penambahan senyawa secara mendadak ke dalam
digester dapat menghambat proses perombakan anaerob. Akan tetapi bergantung
pada kecepatan proses hidrolisis, dengan proses fermentasi berikutnya. Umum
lipid memiliki kandungan energi tinggi dan kandungan itu dapat didegradasi
sempurna menjadi biogas. Jika pembangkit biogas diadopsi untuk mendegradasi
konsentrasi tinggi lemak, banyak produksi biogas dapat diperoleh (Indrayati
2003). Efek sama terhadap protein juga dapat terjadi, biomas dengan kandungan
protein tinggi dapat menghambat proses perombakan. Oleh karena itu diperlukan
periode waktu tinggal lebih lama jika input biomas memiliki kandungan protein
tinggi. Periode waktu cukup diperlukan agar supaya pemecahan sempurna
protein menjadi satuan yang lebih kecil. (Adrianto et al. 2003).
Beberapa unsur dapat menyebabkan kematian bakteri anaerob, misalnya
logam berat dan pelarut organik. Tetapi banyak pula senyawa-senyawa racun
dapat diserap oleh bahan netral dalam perombak, dengan demikian proses
perombakan dapat terhindar dari efek negatif (Adrianto et al. 2003). Senyawa
dan ion tertentu dalam substrat dapat bersifat racun, misalnya senyawa dengan
27
konsentrasi berlebihan ion Na+ dan Ca+ > 8 g/l; K+>12 g/l; Mg++ dan NH4+ > 3
g/l, sedangkan Cu, Cr, Ni dan Zn dalam konsentrasi rendah dapat menjadi racun
bagi kehidupan bakteri anaerob (Bitton 1999).
Substrat dalam perombak biogas pertanian biasanya dicampur sedikit
demi sedikit dalam interval waktu per jam hingga beberapa kali sehari. Tenaga
digunakan untuk pencampuran bervariasi menurut fungsi ukuran dan bentuk
perombak serta komposisi substrat. Diperlukan tenaga berkisar 10-100 Wj/m3
hari. Umumnya > 30 Wj/m3.hari tenaga diberikan untuk pencampuran dengan
pertimbangan untuk pengumpanan substrat segar juga penyebaran suhu merata
keseluruhan substrat, menghindari pengendapan maupun terjadi buih serta
pelepasan gelembung biogas terjerat substrat. Susbtrat sebaiknya diaduk secara
mekanik karena cenderung memisah membentuk endapan dan skum. Terutama
skum yang terus menerus dilalui emisi biogas mengering sehingga sulit
dihilangkan. Selama partikel-pertikel masih basah dan lunak bersatu pada fase
cair mengapung ke permukaan skum mudah dihilangkan. Dalam digester lebih
besar biasanya digunakan dua-tiga penyampur/pemutar (stirer) dipasang pada
berbeda kedalaman perombak. Pada perombak kecil ukuran keluarga (1 x 1 m3)
hanya satu stirer dipasang agar hemat. Oleh karena penting, penyampuran skum
dan pembentukan sedimen sedapat mungkin dihindari.(Veziroglu 1987)
Biasanya penyampur diputar perlahan sekitar 15-50 rpm, begitu pula
tidak semua jenis dapat disesuaikan untuk semua substrat. Stirer pneumatik dan
hidraulik terbatas untuk mengencerkan substrat, misalnya kotoran babi dengan
potensi pembentukan skum rendah. Stirer bentuk kapak digunakan untuk kotoran
sapi yang mengandung banyak jerami. Akan tetapi juga dapat digunakan pada
substrat yang lebih encer. Stirer yang paling banyak digunakan adalah
penyampur pendorong. Mungkin lebih lentur terhadap komposisi substrat dan
bentuk maupun ukuran perombak. Di atas suhu fermentasi 40 oC stirer tidak
cukup untuk pendinginan (Wellinger 1999).
2.2.3. Beberapa faktor ketidak seimbangan proses perombakan anaerob
Perombakan anaerob merupakan proses kompleks bergantung pada
keseimbangan antara senyawa dan unsur yang ada. Demikian juga proses ini
28
bergantung pada interaksi antara kelompok-kelompok bakteria dan
keseimbangan senyawa sebagai pakan di antara jenis mikroorganisme vital agar
diperoleh hasil biogas terbesar. Dampak negatif dapat terjadi oleh
ketidakseimbangan, sehingga fermentasi anaerob secara total dapat berhenti atau
menurun. Alasan-alasan utama ketidak seimbangan proses itu antara lain:
(Werner et al. 1989).
Beban Hidraulik berlebihan terjadi jika waktu tinggal dalam perombak
anaerob lebih singkat dibandingkan laju pertumbuhan bakteri. Bakteri dalam
reaktor tidak cukup waktu tumbuh dan akan tercuci (wash-out). Kenyataan
beban hidraulik berlebih bila volume efektif reaktor menurun karena akumulasi
bahan inert (misal: lumpur dan pasir). Beban organik berlebihan daat terjadi
ketika kandungan bahan organik tinggi dibebankan ke dalam reaktor. Pada
kondisi demikian bakteri tak mampu memecah senyawa organik, sehingga
proses perombakan anaerob akan berjalan lamban.
Bahan racun dapat berupa senyawa yang sudah ada dalam biomasa atau
senyawa yang dihasilkan selama proses fermentasi anaerob. Hal ini dapat terjadi
jika biomasa kaya protein dicernak, menghasilkan sejumlah besar ammonia yang
menyebabkan hambatan ammonia. Fermentasi dapat juga menjadi lambat jika
biomas terolah mengandung konsentrasi lemak yang tinggi, didegradasi menjadi
senyawa beracun (asam lemak rantai panjang).
Indikator ketidakseimbangan proses perombakan karena susbstrat
asetogenik berlebih meski tidak toksis. Kenaikan konsentrasi asam organik
merupakan peringatan bahwa produksi asam berlebih daripada yang dikonsumsi.
Pemberian umpan (beban organik) yang tidak seimbang dapat menyebabkan
kenaikan konsentrasi asam organik. Oleh karena itu, konsentrasi dan komposisi
asam sebaiknya diukur dalam interval waktu lebih sempit dari pada respons.
Ketidakseimbangan proses dapat diketahui dari konsentrasi H2 dan CO.
(Wellinger 1999).
2.2.4. Keuntungan perombakan anaerob
Pengelolaan limbah secara anaerob memberi banyak keuntungan antara
lain: manfaat pengolahan limbah lebih mudah dan simpel, energi yang
29
bermanfaat, keuntungan lingkungan dan keuntungan ekonomi, yang secara
keseluruhan dapat dijelaskan sebagai berikut:
a) memberikan sumber energi melalui perolehan kembali (rekoveri)
metana (proses menghasilkan energi bersih); proses pengolahan limbah secara
alami, anaerob, memerlukan sedikit energi (suhu ambient kebutuhan energi
berkisar 0.05-0.1 kWj/m3 atau (0.18-0.36 MJ/m3), bergantung kebutuhan
pemompaan dan resikel effluent;
b) mengurangi padatan, volume limbah buangan yang dikelola dan beban
yang dibuang untuk landfill; produksi lumpur bergantung pada COD yang
dirombak, signifikan lebih rendah dibanding proses aerob;
c) mengurangi bau dan resikel maksimum dihasilkan kompos tersanitasi
baik dan pupuk kaya hara nitrogen (N), phosphate (P) and potassium (K);
demineralisasi yang hampir sempurna.
d) proses pengolahan anaerob modern mampu mengurangi beban
organik, kadar COD > 30 g COD/l/hari pada suhu 30 °C hingga 50 g COD/l/hari
pada suhu. 40 °C, sekalipun medium pekat limbah cair sangat mudah larut;
lumpur anaerob dapat disimpan dalam periode cukup lama tanpa pemberian
umpan dan signifikan mengurangi emisi gas rumah kaca.
e) biaya pembangunan relatif rendah; keseluruhan siklus hidup
pengolahan lebih murah daripada yang lain, kebutuhan ruang lebih rendah
dibanding sistem konvensional; maupun pengomposan aerob (Reith et al. 2003,
Werner et al. 1989)
Selama perombakan anaerob senyawa biodegradabel efektif dihilangkan,
meninggalkan senyawa tereduksi dalam efluent, ammonium, senyawa N organik,
sulfida, senyawa P organik dan patogen. Pengolahan komplemen laju tinggi
lebih lanjut diperlukan sebagai pembangkit energi netral CO2 (listrik dan panas)
juga menghindari bau dan emisi metana serta nitrous oksida. Penghematan
pupuk dan semprotan bahan kimiawi, mereduksi areal kolam dan perlindungan
air tanah. Pengolahan sistem ini akan mengatasi gas rumah kaca secara efektif
dan mendukung tujuan Protokol Kyoto. Pengolahan residu organik limbah
rumah tangga dan proses pembuatan pakan menawarkan kisaran luas aplikasi
30
lebih lanjut pembangkit biogas pertanian. Hal ini sesuai dengan kebutuhan
sistem daur-ulang limbah berkelanjutan. (Werner et al. 1989).
2.3. Produksi Biogas
Biogas diproduksi di bawah kondisi dekomposisi anaerob melalui tiga
tahap yakni hidrolisis, pembentukan asam dan pembentukan metana (Veziroglu
1991). Semua jenis limbah organik dapat digunakan dalam pembangkit biogas
seperti limbah dapur dan kebun, kotoran sapi dan buangan domestik. Efisiensi
produksi biogas dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti: ratio Karbon-Nitrogen,
kandungan padatan volatil, laju pembebanan, pH, temperatur, toksisitas, larutan
dan waktu retensi serta percampuran. Waktu tinggal untuk perombakan mesofil
berkisar 30-60 hari, sedang dekomposisi anaerob dapat terjadi pada tiga kisaran
suhu psikhrofil (<30 oC), mesofil (30-40 oC) dan termofil (50-60 oC) (Werner et
al. 1989).
Sumber biomasa atau limbah berbeda menghasilkan biogas perbedaan
per jumlah input organik. Biogas dengan kandungan metana 65-70% memiliki
nilai kalor sama dengan 5200-5900 kkal energi panas setara 1,25 kwj listrik.
(Veziroglu 1991) dan de Baier (2005) menunjukkan bahwa residu pakan asli
dengan 30% TR dan 90% TR dapat dihasilkan kira-kira 500-600 m3 biogas per
TR atau 150-200 m3 biogas per ton limbah dan biogas yang memiliki kandungan
metana 65-70% (de Baier 2005), Warner et al. (1989) menyatakan per kilogram
padatan volatil dapat diperoleh 0,3-0,6 m3 biogas. Hobsen (1993) menyarankan
biogas yang dihasilkan sebaiknya digunakan untuk pemanasan/ pembakar atau
satuan tenaga pembangkit gabungan listrik dan panas (cogeneration heat dan
power / CHP) untuk memperoleh efisiensi tertinggi.
Hasil samping perombakan anaerob selain produksi biogas adalah
lumpur kaya nutrisi, yang berkualitas dan dapat dimanfaatkan untuk pakan
tambahan baik untuk sapi maupun unggas (Veziroglue 1991). Kandungan hara
meliputi nitrogen (N) murni, Phosphor (P), K Potassium (K) rasio C:N
berkurang dan banyak terjadi demineralisasi nutrisi, yang meningkatkan efek
dekomposisi (Werner et al. 1989). Dekomposisi lambat dapat mengurai struktur
serat, dapat sebagai pembenah tanah yang baik dan meninggalkan sedikit
31
ammonia. Lumpur bebas algae dan patogen: Salmonella, Shigella, Polivirus
Hookworm dan telur Schistosoma mempunyai laju fatalistik sesudah 10 hari
pada perombak mesofilik (Werner et al. 1989). Lumpur sebagai pengganti pupuk
buatan dengan keuntungan konsumsi energi berkurang dan mengurangi polusi
udara, air tanah maupun permukaan (Hobsen 1993). Cairan yang terbuang dapat
digunakan kembali misal: untuk perikanan, irigasi, pembangkit listrik air dst.
(Veziroglu 1991).
2.3.1. Kualitas biogas dan penjerapan (scrubbing)
Biogas hasil perombakan anaerob limbah organik terutama tersusun atas
metana 55-70%, karbon dioksida 30-45% dan sedikit hidrogen sulfida dan
amonia maupun gas lain yang konsentrasinya sangat ≤1%, diantaranya hidrogen,
nitrogen, karbon monoksida dan hidrokarbon terhalogenasi serta siloxan. Gas
pengotor (impuritis) ini harus dihilangkan, karena dapat menyebabkan korosi,
endapan dan beban peralatan. Substansi yang perlu diperhatikan antara lain: H2S;
Siloxan; Senyawa Aromatik; CO2; Oksigen dan Nitrogen serta senyawa
halogen (Cl2-F2). Biasanya gas campuran jenuh dengan uap air, juga terdapat
partikel debu (Kottner 2002). .
Menurut Pokja G25 Masyarakat Eropa (2004) kualitas biogas sebagai
bahan bakar setidaknya mengandung 85% metana dan 14% nitrogen. Untuk
menghilangkan sejumlah senyawa-senyawa tersebut banyak proses
dikembangkan, agar biogas efektif sebagai bahan bakar kendaraan dengan
konsentrasi metana meningkat. Hal ini dapat dilakukan terutama dengan
menghilangkan karbondioksida, dan meningkatkan nilai energi gas melalui
perbaikan sistem penyimpanan volume gas sehingga pemanfaatannya lebih lama.
Penghilangan karbondioksida memberi kualitas biogas konstan termasuk
nilai energi (kalor). Pada saat ini empat metode berbeda secara komersial
digunakan untuk menghilangkan karbondioksida, untuk mencapai baku mutu
bahan bakar kendaraan atau kualitas gas alam yang diinjeksikan dalam jaringan
gas alam, yakni: 1) proses perombakan dan 2) proses upgrading biogas hasil
perombakan (Kapdi et al. 2004).
32
Dua metode umum digunakan dalam proses perombakan untuk
menghilangkan H2S yakni: aerasi dan pemberian FeCl3 ke dalam lumpur
perombak. Asam sulfida (H2S): selalu ada dalam biogas walau konsentrasinya
bervariasi. Senyawa yang harus dihilangkan untuk menghindari korosi pada
kompresor, tangki penyimpan gas maupun mesin. H2S sangat reaktif, pada
kebanyakan jenis logam dan reaktifitasnya meningkat sejalan bertambahnya
konsentrasi dan tekanan, juga adanya air dan penurunan suhu. Oleh karena H2S
berpotensi menyebabkan masalah, segera dihilangkan pada proses peningkatan
kualitas biogas. Metode komersial yang sangat umum digunakan untuk
menghilangkan H2S adalah: spons besi; pelet oksida besi; karbon aktif; penyerap
air; penyerap NaOH; cara filter bed; dan striping maupun rekoveri udara,
absorpsi air; absorpsi poliethilen glykol; saringan molekul karbon dan
pemisahan membran (Kapdi et al. 2004) .
Hidrokarbon tinggi ataupun hidrokarbon berhalogen, terutama senyawa
Chlorida dan Fluorida ditemukan banyak pada gas landfill (TPA) Oleh
karenanya dapat menyebabkan korosi mesin CHP, pada ruang pembakaran, pada
katub busi, kran dan tabung. Dengan alasan ini perusahaan mesin CHP
menyarankan batas maksimum hidrokarbon berhalogen dalam biogas. Gas
sekelumit ini dapat dihilangkan dengan mengubah tekanan tabung yang diisi
dengan karbon aktif. Molekul-molekul kecil seperti metana, karbondioksida,
oksigen dapat melewati, sementara molekul-molekul lebih besar terjerap.
Ukuran pengubah dirancang untuk memurnikan gas selama periode lebih dari 10
jam. Biasanya ada 2 saluran paralel. saluran pertama mengendalikan gas metana
sementara lainnya H2S, CO2 dan gas lain-lain.
2.3.2. Pemanfaatan biogas
Biogas diproduksi pada digesti anaerob atau tempat-tempat landfill
terutama tersusun atas metana (CH4) dan karbon dioxida (CO2) dengan jumlah
H2S dan NH3 jauh lebih kecil. Jumlah hydrogen (H2), nitrogen (N2), carbon
monoxide (CO), carbodihydrates jenuh atau berhalogen, oxygen, dan siloxanes
kadang-kadang ada. Biasanya gas campuran jenuh dengan uap air.
33
Biogas dapat digunakan untuk berbagai keperluan sesuai dengan sifat gas
alam. Tidak semua gas dapat dimanfaatkan atau mempersyaratkan sifat baku gas
yang sama. Terdapat perbedaan yang dikenal antara kebutuhan pemanfaatan
biogas menetap (stationary) dan bahan bakar gas atau kualitas jejaring pipa.
Boiler tidak mempersyaratkan kualitas gas tinggi. Gas seharusnya biasa
bertekanan sekitar 8 -25 mbar. Disarankan bahwa konsentrasi H2S berkurang
hingga lebih kecil 500 ppm (Kapdi et al. 2004).
Pemanfaatan biogas dalam teknologi pembakaran mesin internal (mesin
berbahan bakar gas/bbg), sangat andal dan telah berkembang. Ribuan mesin bbg
telah dioperasikan di areal/ satuan-satuan pengelolaan limbah, tempat-tempat
landfill, dan pembangkit biogas. Ukuran mesin gas berkisar kira-kira 12 kW
pada peternakan kecil hingga ukuran beberapa MW pada skala besar dan di
tempat-tempat sampah dengan skala lebih luas. Sebuah mesin diesel dapat
diperbaiki kembali menjadi mesin berbahan bakar gas atau mesin berbahan
bakar ganda (hybrid) kira-kira 8-10 % disel diinjeksikan untuk pemanasan mesin
(ICRA 2005). Pemanfaatan biogas sebagai bahan bakar kendaraan, digunakan
mesin yang sama konstruksinya dengan kendaraan mesin bbg alam. Terdapat
lebih dari 3 juta kendaraan berbahan bakar gas alam di dunia dan sekitar 10,000
kendaraan mobil dan bus berbahan bakar biogas. Ini menunjukkan bahwa
konstruksi kendaraan menggunakan biogas sebagai bahan bakar kendaraan tidak
bermasalah. Hanya saja kebutuhan kualitas biogas yang dihasilkan dari
perombak atau landfill terlebih dulu harus dijernihkan (IEA 2002).
2.3.3. Penyimpanan biogas
Penyimpanan metana dengan pemampatan (kompresi) sangat tepat untuk
pemakaian bahan bakar angkutan lapangan pertanian. Perangkat penyimpanan
membutuhkan kompresor, tabung dan penyimpanan yang aman serta bangunan
ataupun areal aman untuk penyerapan (absorption) menghilangkan gas
impurities yang merusak. Pengendalian teratur menggunakan filter-filter
berkualitas membutuhkan pengaturan dan tabung-tabung gas serta peralatan lain
yang memiliki masa pakai terbatas. Tabung gas ukuran biasa kualifikasinya
setara dengan tabung/botol yang diisi LPG, karena itu kompresi membatasi
34
jumlah metana (WestStar CALSTART Inc. 2004). Tanpa mengabaikan kerugian
yang mungkin timbul, untuk jarak jauh metana merupakan bahan bakar terbaik
mesin dengan pembakar internal yang ada, emisi gas rumah kaca sangat
berkurang meskipun laju pengapian lebih rendah. Akhir-akhir ini pemakaian
metana untuk berbagai mesin semakin luas dan handal, sehingga beban operasi
menjadi rendah juga gas-gas buang korosif sangat berkurang (Kahpre 1989).
Penyimpanan biogas dibutuhkan banyak tabung gas, kompresor serta
gasometer tutup apung pengatur tekanan gas untuk keperluan rumahtangga.
Untuk mesin yang tidak bergerak dan multiguna misalnya mesin pompa air,
pengendali mesin tetap; atau pembangkit listrik. Bentuk gas tidak sekompak
bentuk cair, tapi setidaknya dapat digunakan untuk sarana angkutan lokal.
Meskipun bahan bakar ideal untuk kendaraan berbentuk cair , namun pencairan
metana memerlukan biaya/ energi besar, sekitar 20-30% produksi, tergantung
skala produksi maupun harga mahal peralatan kryogeniknya. (Kapdi et al. 2004).
2.3.4. Biogas sumber energi terbarukan
Semakin bertambahnya konsumsi energi global dan keterbatasan
sumberdaya bahan bakar fosil, dan pengaruh pembakaran yang berdampak
negatif di sisi lain telah meningkatkan perhatian seluruh dunia pada pemanfaatan
sumber-sumber energi terbarukan termasuk biogas. Kenaikan jumlah bahan
limbah organik baik di komunitas perkotaan maupun pedesaan dan produksi
ribuan ton lumpur dari limbah dan limbah cair industri pertanian maupun
makanan yang berbeda-beda, memicu beberapa permasalahan lingkungan dan
ekonomi (Bhattacharya et al. 2003, ICRA 2005). Ketergantungan penggunaan
sumberdaya bahan bakar fosil yang semakin bertambah dan permasalahan yang
meningkat dari pengelolaan limbah yang tidak efisien memicu penelitian yang
meluas pada pencapaian sumber daya energi terbarukan dan baru. Sinar
matahari, angin, panas bumi dan mikrohidro power dan akhinya biogas sebagai
salah satu di antara sumber-sumber daya energi terbarukan (Demirbas dan Balat
2006).
Sebagaimana bentuk bioenergi umumnya, di masa mendatang teknologi
biogas tampak berkembang pesat. Sumber energi netral CO2 ini semakin
35
meningkat seiring upaya memenuhi komitmen Protokol Kyoto dan
memanfaatkan perdagangan emisi CO2. Biogas merupakan energi terbarukan
yang fleksibel, dapat menghasilkan panas, listrik sebagai pengganti bahan bakar
kendaraan. Selain berupa energi terbarukan, proses perombakan anaerob
menghasilkan pupuk berharga dan mengurangi emisi serta bau tak sedap. Oleh
karena itu dapat memberikan sumbangan positif untuk berbagai program
pemerintah. (Brown et al. 1998)
Komisi Europa membuat keputusan sangat penting berkaitan dengan
peningkatan kualitas maupun kuantitas energi terbarukan secara umum, energi berbasis
biomasa. Pada tahun 2010 produksi rata-rata listrik dari sumber terbarui akan meningkat
dari 12% hingga 21%. Selanjutnya konsumsi bahan bakar fosil untuk transport secara
bertahap juga akan digantikan oleh biomasa hingga mencapai 8 % pada 2020. Swedia
menjadi salah satu negara terdepan memproduksi bahan bakar gas (IEA 2002).
Amerika Serikat terutama negara bagian California, kendaraan beremisi rendah menjadi
isu penting. Projek CalStart yang mempromosikan perubahan ini, menempatkan biogas
sebagai bahan bakar alternatif terbaik sebelum ethanol dan hydrogen sebagai bahan
bakar sel (West Star-CALSTART 2004).
Biogas berbeda dari sumber-sumber energi terbarukan lainnya, keuntungannya
terkait pengendalian dan pengumpulan bahan limbah organik, pada saat yang sama
dihasilkan pupuk dan air untuk pemakaian kembali irigasi pertanian (Ahring et al.
1999). Dengan mempertimbangkan semakin meningkatnya limbah cair yang
menghasilkan bahan organik, misalkan industri minyak sawit (sekitar ≥40 juta ton
LCPMKS per tahun). di Indonesia, pengendalian limbah cair dan produksi biogas
menjadi tak terhindarkan. Pada penelitian ini teknologi biogas dan manfaat produksi
biogas kolam perombakan anaerob laju tinggi PT Pinago Utama sebagai studi kasus
analisis tekno-ekonomis dilakukan. Salah satu proses sangat efektif perombakan bahan
limbah organik dan pada saat sama memberikan banyak energi yang dibutuhkan adalah
perombakan anaerob.
Pengembangan teknologi perombakan anaerob pembangkit biogas akan dapat
memenuhi sebagian kebutuhan energi masyarakat dengan beranekaragam aplikasi.
Penilaian kelayakan secara teknis pembangunan pembangkit biogas dilakukan dengan
perhitungan ekonomis keuntungan biogas yang diperoleh (Yeoh 2004). Analisis
36
finansial untuk memperkirakan seberapa besar biaya yang dibutuhkan untuk
memproduksi suatu produk, sekaligus menilai kelayakan proses produksi dari nilai
tambah atau keuntungan yang diperoleh. Penilaian kelayakan tanpa mempertimbangkan
nilai sumberdaya alam dan lingkungan yang digunakan. Jadi dalam hal ini dilakukan
perhitungan biaya produksi dan harga jual produk. Selisih kedua nilai ini, diperoleh nilai
keuntungan bersih (net benefit) yang dijanjikan. Analisis finansial mencakup
penghitungan net present value; cost-benefit ratio; dan internal rate return, sedangkan
analisis sensitivitas akan dilakukan bila terjadi perubahan harga bahan bakar
konvensional skala nasional (Kadariah 1988, Kadarsan 1995).
Keuntungan produksi biogas dari pengolahan anaerob dibandingkan dengan
hasil pengomposan antara lain: (Wellinger 1999)
1. mengubah limbah organik menjadi produk bernilai tambah (listrik, panas dan
pupuk)
2. memanfaatkan energi dalam bahan organik menjadi listrik dan panas
3. dihasilkan lumpur stabil, mineralisasi nutrien, menghilangkan benih gulma dan
patogen, serta mengurangi bau secara nyata
4 membantu mengurangi CO2 dan karenanya mencapai tujuan Protokol Kyoto.