BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teorieprints.mercubuana-yogya.ac.id/4845/3/BAB II.pdf · Dalam...

25
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Anggaran Daerah Undang-Undang no 12 tahun 2008 (revisi atas UU no 32 tahun 2004) tentang pemerintah daerah menerangkan yang dimaksud APBD adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan. Penyusunan APBD berpedoman kepada rencana kerja pemerintah daerah dalam rangka mewujudkan pelayanan kepada masyarakat (Puspitasari & Idhar, 2009). Untuk menghasilkan struktur anggaran yang sesuai dengan harapan dan kondisi normatif maka APBD yang pada hakikatnya merupakan pen-jabaran kuantitaif dari tujuan dan sasaran pemerintah daerah serta tugas pokok dan fungsi unit kerja harus disusun dalam struktur yang berorientasi pada pencapaian tingkat kinerja tertentu. Artinya, APBD harus mampu memberikan gambaran yang jelas tentang tuntutan besarnya pembiayaan atas berbagai sasaran yang hendak dicapai, tugas-tugas dan fungsi pokok sesuai dengan kondisi, potensi, aspirasi, dan kebutuhan riil di masyarakat untuk suatu tahun tertentu. Dengan demikian alokasi dana yang digunakan untuk membiayai berbagai program dan kegiatan dapat memberikan manfaat yang benar-benar

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teorieprints.mercubuana-yogya.ac.id/4845/3/BAB II.pdf · Dalam...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teorieprints.mercubuana-yogya.ac.id/4845/3/BAB II.pdf · Dalam konteks pengelolaan keuangan daerah, anggaran belanja modal sangat berkaitan dengan

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Anggaran Daerah

Undang-Undang no 12 tahun 2008 (revisi atas UU no 32 tahun 2004)

tentang pemerintah daerah menerangkan yang dimaksud APBD adalah rencana

keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari pendapatan daerah,

belanja daerah, dan pembiayaan. Penyusunan APBD berpedoman kepada rencana

kerja pemerintah daerah dalam rangka mewujudkan pelayanan kepada masyarakat

(Puspitasari & Idhar, 2009). Untuk menghasilkan struktur anggaran yang sesuai

dengan harapan dan kondisi normatif maka APBD yang pada hakikatnya

merupakan pen-jabaran kuantitaif dari tujuan dan sasaran pemerintah daerah serta

tugas pokok dan fungsi unit kerja harus disusun dalam struktur yang berorientasi

pada pencapaian tingkat kinerja tertentu. Artinya, APBD harus mampu

memberikan gambaran yang jelas tentang tuntutan besarnya pembiayaan atas

berbagai sasaran yang hendak dicapai, tugas-tugas dan fungsi pokok sesuai

dengan kondisi, potensi, aspirasi, dan kebutuhan riil di masyarakat untuk suatu

tahun tertentu. Dengan demikian alokasi dana yang digunakan untuk membiayai

berbagai program dan kegiatan dapat memberikan manfaat yang benar-benar

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teorieprints.mercubuana-yogya.ac.id/4845/3/BAB II.pdf · Dalam konteks pengelolaan keuangan daerah, anggaran belanja modal sangat berkaitan dengan

12

dirasakan masyarakat dan pelayanan yang berorientasi pada kepentingan publik

(Munawar, 2006: 3).

2.1.2 Pengertian Alokasi Belanja Modal

Belanja Modal merupakan belanja pemerintah daerah yang manfaatnya

melebihi satu anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan

selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya

pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi umum. Kelompok belanja ini

mencakup jenis belanja baik untuk bagian belanja aparatur daerah maupun

pelayanan publik (Mardiasmo, 2009). Pengalokasian anggaran belanja modal

yang sudah dianggarkan setiap tahunnya dalam APBD yang terhitung dari

tanggal 1 Januari hingga 31 Desember pada satu periode tahun anggaran. APBD

harus memuat sasaran yang telah ditetapkan melalui fungsi belanjanya, standar

pelayanan yang

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teorieprints.mercubuana-yogya.ac.id/4845/3/BAB II.pdf · Dalam konteks pengelolaan keuangan daerah, anggaran belanja modal sangat berkaitan dengan

13

telah diharapkan dan biaya yang telah dianggarkan untuk suatu kegiatan yang

bersangkutan serta sumber pendapatan yang diterima APBD untuk digunakan

dalam belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan dan belanja

modal atau investasi, maka APBD harus menggambarkan secara ekonomis dalam

kebutuhan peningkatan kualitas daerah tersebut demi memfasilitasi sarana dan

prasarana untuk menunjang kesejahteraan masyarakatnya. Belanja modal sangat

penting peranya dalam pelayanan untuk masyarakat, karena belanja modal ini

identik dengan belanja yang berhubungan dengan sarana dan prasaran untuk

kebutuhan masyarakat.

2.1.3 Pengalokasian Anggaran Belanja Modal

Konsep Multi-Term Expenditure Framework (MTEF) menyatakan bahwa

kebijakan belanja modal harus memperhatikan kemanfaatan (usefulness) dan

kemampuan keuangan pemerintah daerah (budget capability) dalam pengelolaan

aset tersebut dalam jangka panjang (Abdullah dan Halim, 2006: 2). Dalam

perspektif keagenan, hal ini merupakan bentuk kontrak (incomplete contract),

yang menjadi alat bagi legislatif untuk mengawasi pelaksanaan anggaran oleh

eksekutif. Pengalokasian sumberdaya ke dalam belanja modal (capital

expenditure) merupakan sebuah proses yang sarat dengan kepentingan-

kepentingan politis. Anggaran ini sebenarnya dimaksudkan untuk memenuhi

kebutuhan publik akan sarana dan prasarana umum yang diberikan secara cuma-

cuma oleh pemerintah daerah. Namun, adanya kepentingan politik dari lembaga

legislatif yang terlibat dalam proses penyusunan anggaran menyebabkan alokasi

belanja modal terdistorsi dan sering tidak efektif dalam memecahkan

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teorieprints.mercubuana-yogya.ac.id/4845/3/BAB II.pdf · Dalam konteks pengelolaan keuangan daerah, anggaran belanja modal sangat berkaitan dengan

14

permasalahan di masyarakat (Keefer dan Khemani, 2003 dalam Darwanto dan

Yustikasari, 2007: 10). Dalam konteks pengelolaan keuangan daerah, anggaran

belanja modal sangat berkaitan dengan perencanaan keuangan jangka panjang,

terutama pembiayaan untuk pemeliharaan aset tetap yang dihasilkan dari belanja

modal tersebut.

2.1.4 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Belanja Modal Daerah

Alokasi belanja modal daerah dipengaruhi oleh beberapa faktor. Banyak

penelitian yang telah menguji faktor faktor tersebut dan hasilnya belum konsisten.

Penelitian ini menguji beberapa faktor yang diidentifikasikan dapat

mempengaruhi terhadap alokasi belanja modal, diantaranya :

2.1.4.1 Rasio Keuangan Daerah

Analisis rasio keuangan pada APBD dilakukan dengan

membandingkan hasil yang dicapai dari satu periode dibandingkan dengan

periode sebelumnya sehinggga dapat diketahui bagaimana kecenderungan

yang terjadi. Selain itu dapat pula dilaksanakan dengan cara

membandingkan dengan rasio keuangan pemerintah daerah tertentu dengan

rasio keuangan daerah lain yang terdekat ataupun potensi daerahnya relatif

sama untuk dilihat bagaimana posisi keuangan pemerintah daerah tersebut

terhadap pemerintah daerah lainnya (Ardhini, 2011). Beberapa rasio

keuangan yang dapat digunakan untuk mengukur akuntabilitas pemerintah

daerah yaitu rasio kemandirian, rasio efektifitas, dan rasio efisiensi

keuangan daerah (Halim, 2009).

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teorieprints.mercubuana-yogya.ac.id/4845/3/BAB II.pdf · Dalam konteks pengelolaan keuangan daerah, anggaran belanja modal sangat berkaitan dengan

15

A. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah

Rasio Kemandirian keuangan suatu daerah dapat dilihat dari

besar kecilnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang diperoleh

daerah yang bersangkutan. Dalam kaitannya dengan pemberian

otonomi daerah yang lebih besar kepada daerah. PAD selalu

dipandang sebagai salah satu indikator atau kriteria untuk

mengukur ketergantungan suatu daerah kepada pusat. Realitas

hubungan fiskal antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah

ditandai dengan tingginya kontrol pusat terhadap pembangunan

daerah. Hal ini terlihat jelas dari rendahnya PAD terhadap total

pendapatan daerah dibandingkan dengan total subsidi yang didrop

dari pusat. Penelitian yang dilakukan oleh Ardhini (2011)

menunjukkan hasil bahwa tingkat kemandirian keuangan daerah

tidak berpengaruh signifikan negatif terhadap belanja modal

sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Sularso (2011) bahwa

rasio kemandirian keuangan daerah berpengaruh terhadap belanja

modal.

B. Rasio Efektivitas Keuangan Daerah

Rasio efektivitas bertujuan untuk mengukur sejauh mana

kemampuan pemerintah dalam memobilisasi penerimaan

pendapatan sesuai dengan yang di targetkan. Rasio efektivitas

pendapatan dihitung dengan cara membandingkan realisasi

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teorieprints.mercubuana-yogya.ac.id/4845/3/BAB II.pdf · Dalam konteks pengelolaan keuangan daerah, anggaran belanja modal sangat berkaitan dengan

16

pendapatan dengan target penerimaan pendapatan yang

dianggarkan (Halim, 2012). Kemampuan keuangan daerah dalam

menjalankan tugas dikategorikan efektif apabila rasio yang dicapai

minimal 100%. Namun, semakin tinggi rasio efektivitas

menggambarkan kemampuan keuangan daerah semakin naik.

Metode penentuan prioritas untuk tiap kegiatan pemerintahan di

daerah masih belum baik.

C. Rasio Efisiensi Keuangan Daerah

Rasio efisiensi adalah rasio yang menggambarkan

perbandingan antara besarnya biaya yang dikeluarkan untuk

memperoleh pendapatan dengan realisasi pendapatan yang

diterima. Semakin kecil rasio efisiensi, maka semakin baik kinerja

pemerintah daerah (Ardhini, 2011). Efisiensi yang rendah

meyebabkan banyaknya layanan publik dijalankan apa adanya

secara tidak efisien dan kurang sesuai dengan tuntutan dan

kebutuhan publik, sementara dana pada anggaran daerah yang pada

dasarnya merupakan dana publik sebagian dibelanjakan untuk

belanja pegawai. Penelitian yang dilakukan oleh Ardhini (2011)

menunjukkan hasil bahwa efisiensi tidak perpengaruh signifikan

terhadap belanja modal.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teorieprints.mercubuana-yogya.ac.id/4845/3/BAB II.pdf · Dalam konteks pengelolaan keuangan daerah, anggaran belanja modal sangat berkaitan dengan

17

D. Rasio Pertumbuhan Daerah

Rasio pertumbuhan (growth ratio) mengukur seberapa besar

kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan

meningkatkan keberhasilannya yang telah dicapai dari periode ke

periode berikutnya. Dengan diketahuinya pertumbuhan untuk

masing-masing komponen sumber pendapatan dan pengeluaran,

dapat digunakan untuk mengevaluasi potensi-potensi mana yang

perlu mendapat perhatian. Rasio pertumbuhan daerah dirumuskan

sebagai berikut

PADt1 PADt0/ PADt0

Dimana : t0 = Tahun Awal t1 = Tahun A

E. Rasio Tingkat Pembiayaan Keuangan Daerah

Rasio Tingkat Pembiayaan adalah Sisa Lebih Perhitungan

Anggaran Tahun Anggaran Sebelumnya (SiLPA) yang

diindikasikan menjadi salah satu sumber pendanaan belanja modal

untuk pelayanan publik. SiLPA tahun lalu yang besar pada struktur

penerimaan pendapatan menjadi pertimbangan pemerintah daerah

untuk meningkatkan pengalokasian belanja modal. Hal tersebut

berarti kenaikan tingkat pembiayaan SILPA tahun lalu, maka

alokasi Belanja Modal tahun berikutnya juga meningkat.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teorieprints.mercubuana-yogya.ac.id/4845/3/BAB II.pdf · Dalam konteks pengelolaan keuangan daerah, anggaran belanja modal sangat berkaitan dengan

18

F. Rasio Derajat Kontribusi BUMD

Tingkat kontribusi perusahaan daerah/BUMD dalam

mendukung pendapatan daerah digunakan derajat kontribusi

BUMD. Semakin tinggi rasio ini berdampak pada naiknya

pendapatan daerah (Sularso dan Restianto, 2011). Derajat

kontribusi yang tinggi menunjukkan kemampuan keuangan daerah

menjadi lebih tinggi sehingga memungkinkan pengalokasian yang

lebih besar terhadap belanja modal. Sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Sularso dan Restianto (2011) menunjukkan bahwa

derajat kontribusi BUMD mempunyai pengaruh positif signifikan

terhadap alokasi belanja modal.

G. Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal

Desentralisasi membuat pemerintah daerah lebih kompeten

dalam pengelolaan urusanya sendiri (Rosemary et al. 2016).

Bastian (2001:261) menyatakan, secara umum perubahan

kewenangan pembelanjaan maupun penerimaan anggaran,

merupakan akibat pelaksanaan desentralisasi fiskal, dapat

mempengaruhi kemampuan pemerintah pusat melakukan kebijakan

ekonomi makro melalui anggaran negara. Pemerintah mempunyai

wewenang lebih luas untuk mengelola keuangan daerahnya dengan

adanya desentralisasi fiskal, sehingga alokasi belanja modal untuk

pemenuhan kebutuhan masyarakat, dapat ditingkatkan (Huda,

2015). Semakin tinggi rasio derajat desentralisasi fiskal suatu

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teorieprints.mercubuana-yogya.ac.id/4845/3/BAB II.pdf · Dalam konteks pengelolaan keuangan daerah, anggaran belanja modal sangat berkaitan dengan

19

daerah, maka kemampuan daerah tersebut untuk mengalokasikan

belanja daerahnya ke belanja modal akan lebih tinggi. Hasil

penelitian yang menemukan bahwa derajat desentralisasi fiskal

berpengaruh positif signifikan terhadap alokasi belanja daerah

ditemukan juga oleh Arsa dan Setiawina (2015), Praza (2016), dan

Huda (2015).

2.1.4.2 Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Sesuai dengan Undang-Undang No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan daerah pasal 6 bahwa Sumber Pendapatan

Asli Daerah adalah sebagai berikut:

1. Hasil Pajak Daerah

Berdasarkan Undang-Undang No.34 Tahun 2000 tentang

Perubahan atas UndangUndang No.18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah

dan retribusi Daerah, yang dimaksud dengan “Pajak Daerah yang

selanjutnya disebut pajak, adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang

pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang,

yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah

daerah pembangunan daerah”. Seperti halnya pajak pada umumnya, pajak

daerah mempunyai peranan ganda yaitu :

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teorieprints.mercubuana-yogya.ac.id/4845/3/BAB II.pdf · Dalam konteks pengelolaan keuangan daerah, anggaran belanja modal sangat berkaitan dengan

20

Jenis Pajak Daerah menurut Undang-Undang No.34 Tahun 2000

tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan PP No.65 Tahun 2001

tentang Pajak Daerah :

a. Pajak provinsi, antara lain :

1. Pajak kendaraan bermotor

2. Pajak kendaraan di atas air

3. Bea balik nama kendaraan bermotor

4. Bea balik nama kendaraan di atas air

5. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor

b. Pajak Kabupaten/Kota

1. Pajak hotel

2. Pajak restoran

3. Pajak hiburan

4. Pajak reklame

5. Pajak penerangan jalan

6. Pajak pengambilan bahan galian golongan C

7. Pajak parkir

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teorieprints.mercubuana-yogya.ac.id/4845/3/BAB II.pdf · Dalam konteks pengelolaan keuangan daerah, anggaran belanja modal sangat berkaitan dengan

21

2. Hasil Retribusi Daerah

Di samping pajak daerah, sumber pendapatan asli daerah yang

cukup besar peranannya dalam menyumbang pada terbentuknya

pendapatan asli daerah adalah retribusi daerah. Retribusi daerah

merupakan salah satu jenis penerimaan daerah yang dipungut sebagai

pembayaran atau imbalan langsung atas pelayanan yang diberikan oleh

pemerintah daerah kepada masyarakat. Menurut Undang-Undang No.18

Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang dimaksud

dengan retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran jasa atau

pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh

PEMDA oleh kepentingan orang pribadi atau badan. Jadi dalam hal

retribusi daerah balas jasa dengan adanya retribusi daerah tersebut dapat

langsung ditunjuk. Misalnya retribusi jalan, karena kendaraan tertentu

memang melewati jalan di mana retribusi jalan itu dipungut, retribusi

pasar dibayar karena ada pemakaian ruangan pasar tertentu oleh si

pembayar retribusi. Tarif retribusi bersifat fleksibel sesuai dengan tujuan

retribusi dan besarnya biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah

masing-masing untuk melaksanakan atau mengelola jenis pelayanan

publik di daerahnya. Semakin efisien pengelolaan pelayanan publik di

suatu daerah, maka semakin kecil tarif retribusi yang dikenakan. Jadi

sesungguhnya dalam hal pemungutan iuran retribusi itu dianut asas

manfaat (benefit principles). Dalam asas ini besarnya pungutan ditentukan

berdasarkan manfaat yang diterima oleh si penerima manfaat yang dari

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teorieprints.mercubuana-yogya.ac.id/4845/3/BAB II.pdf · Dalam konteks pengelolaan keuangan daerah, anggaran belanja modal sangat berkaitan dengan

22

pelayanan yang diberikan oleh pemerintah. Namun yang menjadi

persoalannya adalah dalam menentukan berapa besar manfaat yang

diterima oleh orang yang membayar retribusi tersebut dan menentukan

berapa besar pungutan yang harus dibayarnya. Dalam penjelasan Undang

–Undang No.18 Tahun 1997 disebutkan bahwa UndangUndang No.12

tahun 1957 tentang Peraturan Umum Pajak Daerah yang selama ini

berlaku telah menyebabkan daerah berpeluang untuk memungut pajak

yang diantaranya mempunyai biaya administrasi yang lebih tinggi

dibandingakn dengan hasilnya dan atau hasilnya tidak memadai

3. Hasil Perusahaan Milik Daerah

Jenis pendapatan yang termasuk hasil-hasil pengelolaan kekayaan

daerah lainnya yang dipisahkan, antara lain laba, dividen, dan penjualan

saham milik daerah.

4. Lain-lain pendapatan daerah yang sah

Lain lain pendapatan daerah yang sah adalah Pendapatan Asli

daerah (PAD) yang tidak termasuk kategori pajak, retribusi dan

perusahaan daerah (BUMD). Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah,

antara lain hasil penjualan aset tetap daerah dan jasa giro.

2.1.4.3 Dana Alokasi Umum (DAU)

Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan salah satu transfer dana

Pemerintah kepada pemerintah daerah yang bersumber dari pendapatan APBN,

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teorieprints.mercubuana-yogya.ac.id/4845/3/BAB II.pdf · Dalam konteks pengelolaan keuangan daerah, anggaran belanja modal sangat berkaitan dengan

23

yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah

untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

Menurut syafitri (2009) yang dikutip dalam Saragih (2003) menyatakan bahwa

kebijakan DAU merupakan instrumen penyeimbang fiskal daerah. Sebab tidak

semua daerah mempunyai struktur dan kemampuan yang sama. DAU sebagai

bagian dari kebijakan transfer fiskal dari pusat ke daerah yang berfungsi sebagi

faktor pemerataan fiskal antara daerah-daerah serta memperkecil kesenjangan

kemampuan fiskal atau keuangan antar daerah.

DAU bersifat “Block Grant” yang berarti penggunaannya diserahkan

kepada daerah sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah untuk peningkatan

pelayanan kepada masyarakat dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah.

DAU dialokasikan untuk daerah propinsi dan kabupaten/kota. Besaran

DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari Pendapatan Dalam Negeri (PDN)

Netto yang ditetapkan dalam APBN. Proporsi DAU untuk daerah provinsi dan

untuk daerah kabupaten/kota ditetapkan sesuai dengan imbangan kewenangan

antara propinsi dan kabupaten/kota.

Tahapan Perhitungan DAU adalah sebagai berikut :

1. Tahapan Akademis

Konsep awal penyusunan kebijakan atas implementasi formula

DAU dilakukan oleh Tim Independen dari berbagai universitas

dengan tujuan untuk memperoleh kebijakan penghitungan DAU

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teorieprints.mercubuana-yogya.ac.id/4845/3/BAB II.pdf · Dalam konteks pengelolaan keuangan daerah, anggaran belanja modal sangat berkaitan dengan

24

yang sesuai dengan ketentuan UU dan karakteristik Otonomi

Daerah di Indonesia.

2. Tahapan Administratif

Dalam tahapan ini Depkeu c.q. DJPK melakukan koordinasi

dengan instansi terkait untuk penyiapan data dasar penghitungan

DAU termasuk didalamnya kegiatan konsolidasi dan verifikasi data

untuk mendapatkan validitas dan kemutakhiran data yang akan

digunakan.

3. Tahapan Teknis

Merupakan tahap pembuatan simulasi penghitungan DAU yang

akan dikonsultasikan pemerintah kepada DPR RI dan dilakukan

berdasarkan formula DAU sebagaimana diamanatkan UU dengan

menggunakan data yang tersedia serta memperhatikan hasil

rekomendasi pihak akademis.

4. Tahapan Politis

Merupakan tahap akhir, pembahasan penghitungan dan alokasi

DAU antara Pemerintah dengan Panja Belanja Daerah Panitia

Anggaran DPR RI untuk konsultasi dan mendapatkan persetujuan

hasil penghitungan DAU.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teorieprints.mercubuana-yogya.ac.id/4845/3/BAB II.pdf · Dalam konteks pengelolaan keuangan daerah, anggaran belanja modal sangat berkaitan dengan

25

2.1.4.4 Dana Alokasi Khusus (DAK)

Menurut Pasal 11 ayat 1 UU No. 33 Tahun 2004 DAK atau specific

purpose grant adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada

daerah terpilih untuk membantu mendanai kegiatan yang bersifat khusus yang

merupakan wilayah kewenangan daerah tersebut akan tetapi sesuai dengan

prioritas nasional, khususnya dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan akan

sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat. Kegiatan khusus tersebut

ditetapkan oleh pemerintah pusat dengan memprioritaskan kegiatan pembangunan

dan/atau pengadaan dan/atau peningkatan dan/atau perbaikan sarana dan

prasarana fisik untuk melakukan pelayanan dasar masyarakat dengan umur

ekonomis yang panjang, termasuk pengadaan sarana fisik penunjang.

2.1.4.5 Dana Bagi Hasil

Dana Bagi Hasil dijelaskan sebagai dana yang bersumber dari APBN yang

dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai

kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (UU Nomor 33 Tahun

2004). Pasal 11 ayat 1 UU No. 33 Tahun 2004 menjelaskan Dana Bagi Hasil yang

berasal dari pajak terdiri dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan

Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan

Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21. Sedangkan

pada pasal 11 ayat 2 Undang-Undang No. 33 Tahun 2004, Dana Bagi Hasil yang

berasal dari sumber daya alam terdiri dari kehutanan, pertambangan umum,

perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi dan

pertambangan panas bumi.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teorieprints.mercubuana-yogya.ac.id/4845/3/BAB II.pdf · Dalam konteks pengelolaan keuangan daerah, anggaran belanja modal sangat berkaitan dengan

26

2.2 Penelitian Terdahulu

Vegasari Endah Kusumawati (2011) PAD tahun berjalan berpengaruh

positif terhadap belanja modal tahun berjalan. Rasio kemandirian tahun berjalan

berpengaruh terhadap PAD tahun berjalan sedangkan rasio efektifitas tidak

berpengaruh terhadap belanja modal tahun berjalan.

Priyo Hari Adi (2006) meneliti bahwa belanja modal dipengaruhi secara

signifikan oleh Pendapatan Per Kapita dalam hubungan langsung, tetapi juga

mempunyai hubungan yang positif dalam hubungan tidak langsung melalui

Pendapatan Asli Daerah. Pendapatan Asli Daerah sangat berpengaruh terhadap

Pendapatan Per Kapita, tetapi pertumbuhan yang terjadi masih kurang merata

sehingga terjadi banyak ketimpangan ekonomi antar daerah.

Ardi Hamzah (2006) menyatakan bahwa pengujian secara langsung antara

kinerja keuangan terhadap belanja modal menunjukkan rasio kemandirian, dan

rasio efisiensi berpengaruh positif secara signifikan terhadap belanja modal,

sedangkan rasio efektifitas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap belanja

modal

Hasil penelitian Darwanto (2007) menyatakan bahwa terdapat hubungan

positif dan signifikan antara DAU dengan belanja modal.

. Hasil penelitan Harianto dan Adi (2007) semakin memperkuat bukti

empiris tersebut. Mereka menemukan bahwa kemandirian daerah tidak menjadi

lebih baik, bahkan yang terjadi adalah sebaliknya yaitu ketergantungan

pemerintah daerah terhadap transfer pemerintah pusat (DAU) menjadi semakin

tinggi. Hal ini memberikan adanya indikasi kuat bahwa perilaku belanja daerah

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teorieprints.mercubuana-yogya.ac.id/4845/3/BAB II.pdf · Dalam konteks pengelolaan keuangan daerah, anggaran belanja modal sangat berkaitan dengan

27

khususnya belanja modal akan sangat dipengaruhi sumber penerimaan DAU.

Berbagai pemaparan di atas dapat disimpulkan semakin tinggi DAU maka alokasi

belanja modal juga meningkat.

Tabel Penelitian Terdahulu

Penelitian Variabel Hasil

Vegasari Endah

Kusumawati

(2011)

Rasio Kemandirian Daerah (X1)

Rasio Efektivitas Daerah (X2)

PAD (X3)

Belanja Modal (Y)

PAD tahun berjalan

berpengaruh positif

terhadap belanja

modal tahun

berjalan.

Rasio kemandirian

berpengaruh

terhadap belanja

modal tahun

berjalan

Rasio efektifitas

tidak berpengaruh

terhadap belanja

modal tahun

berjalan.

Priyo Hari Adi

(2006)

Belanja Modal (Y)

Pendapatan Perkapita (X2)

PAD (X1)

Pendapatan per

kapita dan PAD

berpengaruh positif

terhadap alokasi

belanja modal

Ardi Hamzah

(2006)

Belanja Modal (Y)

Rasio Kemandirian Daerah (X1)

Rasio Efisiensi Daerah (X2)

Rasio Efektivitas Daerah (X3)

Rasio kemandirian,

dan rasio efisiensi

berpengaruh positif

secara signifikan

terhadap belanja

modal,

Rasio efektifitas

tidak berpengaruh

secara signifikan

terhadap belanja

modal

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teorieprints.mercubuana-yogya.ac.id/4845/3/BAB II.pdf · Dalam konteks pengelolaan keuangan daerah, anggaran belanja modal sangat berkaitan dengan

28

Darwanto

(2007)

Dana Alokasi Umum (X1)

Belanja Modal (Y)

Dana alokasi

umum berpengaruh

secara signifikan

terhadap belanja

modal daerah tahun

berjalan.

Haryanto dan Adi

(2007)

Dana Alokasi Umum (X1)

Belanja Modal (Y)

Dana alokasi

umum berpengaruh

secara positif

terhadap alokasi

belanja modal

Sumber : Data diolah peneliti 2018

2.3 Pengembangan Hipotesis

2.3.1 Hubungan Antara Rasio Kemandirian Daerah dan Alokasi Belanja

Modal Daerah Tahun Berjalan.

Rasio kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap

sumber dana ekternal. Rasio kemandirian daerah juga menggambarkan tingkat

partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Partisipasi masyarakat ini

diwujudkan dalam membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan

komponen utama pendapatan asli daerah. Sedangkan pendapatan asli daerah

sendiri merupakan sumber dana untuk alokasi belanja modal. Mengacu pada teori

keagenan, Hubungan organisasi terjalin dalam bentuk vertikal yakni antara atasan

(prinsipal) dan bawahan Halim (2003). Kemandirian daerah merupakan indikator

untuk menilai perolehan PAD atas adverse selection yang terjadi pemerintah

daerah. Dalam hal ini eksekutif sebagai agen bertanggungjawab dalam perolehan

PAD yang nantinya akan digunakan sebagai sumber dana untuk belanja modal

yang tujuannya untuk kesejahteraan masyarakat. Penelitian yang dilakukan Havid

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teorieprints.mercubuana-yogya.ac.id/4845/3/BAB II.pdf · Dalam konteks pengelolaan keuangan daerah, anggaran belanja modal sangat berkaitan dengan

29

dan Restianto (2011) menunjukkan bahwa pengalokasian belanja modal

dipengaruhi oleh rasio kemandirian keuangan. Semakin tinggi rasio kemandirian

daerah maka semakin tinggi alokasi belanja modalnya. Penelitian tersebut

didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Gerungan dkk (2015) bahwa rasio

kemandiran berpengaruh signifikan terhadap alokasi belanja modal. Namun pada

penelitian yang dilakukan oleh Fitri dkk (2014) tentang Pengaruh Rasio Keuangan

Daerah, Pendapatan Asli Daerah, Dan Dana Alokasi Umum Terhadap Alokasi

Belanja Modal Pada Kabupaten/Kota Di Propinsi Riau menghasilkan bahwa rasio

kemandirian tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap alokasi belanja

modal. Dari uraian diatas maka didapatkan hipotesis :

H1 : Rasio kemandirian daerah berpengaruh positif terhadap alokasi belanja

modal daerah tahun berjalan.

2.3.2 Hubungan Antara Rasio Efektivitas Daerah dan Alokasi Belanja Modal

Daerah Tahun Berjalan.

Rasio efektivitas menggambarkan kemampuan Pemerintah Daerah dalam

merealisasikan pendapatan asli daerah yang telah direncanakan. Ukuran

efektivitas merupakan refleksi dari realisasinya. Maka efektivitas dapat

menunjukkan keberhasilan operasional pemerintah karena dapat menghasilkan

sumber daya yang ada di masyarakat yang sesuai target. Menurut Sularso (2011)

dalam Fitri dkk (2014) kemampuan dan efektivitas keuangan daerah dalam

merealisasikan PADnya akan memperlihatkan tingkat kemandirian daerah dalam

mengelola potensi dan manajemen keuangan daerah. Oleh sebab itu, daerah

dengan rasio efektivitas rendah menandakan rendahnya kemampuan daerah dalam

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teorieprints.mercubuana-yogya.ac.id/4845/3/BAB II.pdf · Dalam konteks pengelolaan keuangan daerah, anggaran belanja modal sangat berkaitan dengan

30

mengelola dan memanajemen potensi keuangan daerah. Hal ini akan

mengakibatkan turunnya PAD yang berarti turunnya sumber dana untuk alokasi

belanja modal. Mengacu pada teori keagenan, efektivitas keuangan daerah

merupakan indikator atas realisasi PAD untuk mengontrol permasalahan

keagenan. Menurut Stiglitz dan Pratt Zeckhauser (1987) dalam Gilardi (2001)

hubungan keagenan terjadi jika tindakan yang dilakukan seseorang memiliki

dampak kepada orang lain atau ketika seseorang sangat bergantung pada tindakan

orang lain. Pengaruh atau ketergantungan tersebut diwujudkan dalam kontrak.

Hubungan antara legislatif dan eksekutif terjalin dalam kontrak berupa anggaran

APBD yang telah disepakati sehingga realisasi PAD menjadi tanggung jawab

eksekutif. Jika nilai efektivitas tinggi maka jumlah belanja modal diindikasikan

tinggi pula. Menurut Affandi (2014) dalam penelitiannya menyatakan bahwa

tingkat efektivitas berpengaruh positif signifikan terhadap belanja modal. Suatu

daerah dikatakan efektif apabila rasio efektivitas minimal mencapai 100% dan

apabila nilainya lebih maka kemampuan pemerintah daerah semakin naik.

Penelitian yang dilakukan Martini dan Dwiranda (2015) menyatakan bahwa rasio

efektivitas berpengaruh positif pada alokasi belanja modal. Dari hasil uraian

diatas diperoleh hipotesis :

H2 : Rasio efektivitas daerah berpengaruh positif terhadap alokasi belanja

modal daerah Tahun Berjalan.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teorieprints.mercubuana-yogya.ac.id/4845/3/BAB II.pdf · Dalam konteks pengelolaan keuangan daerah, anggaran belanja modal sangat berkaitan dengan

31

2.3.3 Hubungan Rasio Efisiensi Keuangan Daerah dengan Alokasi Belanja

Modal Daerah Tahun Berjalan.

Rasio efisiensi adalah rasio yang dihitung dengan cara melihat perbandingan

antara penerimaan daerah dengan belanja daerah. Semakin besar penerimaan

dibandingkan dengan belanja, maka akan semakin efisien, begitupun sebaliknya.

Artinya bagaimana menghasilkan output sebesar-besarnya dengan input sekecil-

kecilnya. Hal ini memiliki arti bahwa semakin efisien suau daerah, maka akan

semakin besar juga alokasi terhadap belanja modal daerah tersebut. Hal ini sejalan

dengan penelitian sebelumnya yaitu Hidayat (2013) dan Ardhini (2011) yang

menemukan bahwa efisiensi keuangan daerah berpengaruh signifikan pada

belanja modal daerah. Berdasarkan uraian tersebut maka diperoleh hipotesis

penelitian sebagai berikut:

H3: Rasio efisiensi keuangan daerah berpengaruh positif pada alokasi

belanja modal daerah Tahun Berjalan.

2.3.4 Hubungan Kenaikan Pendapatan Asli Daerah dengan Alokasi Belanja

Modal Daerah Tahun Berjalan.

Infrastruktur dan sarana prasarana yang ada di daerah akan berdampak

pada pertumbuhan ekonomi daerah. Jika sarana dan prasarana memadai maka

masyarakat dapat melakukan aktivitas sehari – harinya secara aman dan nyaman

yang akan berpengaruh pada tingkat produktivitasnya yang semakin meningkat,

dan dengan adanya infrastruktur yang memadai akan menarik investor untuk

membuka usaha di daerah tersebut. Dengan bertambahnya belanja modal maka

akan berdampak pada periode yang akan datang yaitu produktivitas masyarakat

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teorieprints.mercubuana-yogya.ac.id/4845/3/BAB II.pdf · Dalam konteks pengelolaan keuangan daerah, anggaran belanja modal sangat berkaitan dengan

32

meningkat dan bertambahnya investor akan meningkatkan pendapatan asli daerah.

(Abimanyu, 2005) ASPP-15 7 Peningkatan Pemerintah Daerah dalam investasi

modal (belanja modal) diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan publik

dan pada gilirannya mampu meningkatkan tingkat partisipasi (kontribusi) publik

terhadap pembangunan yang tercermin dari adanya peningkatan PAD

(Mardiasmo, 2002). Wong (2004) menunjukkan bahwa pembangunan

infrastruktur industri mempunyai dampak yang nyata terhadap kenaikan pajak

daerah. Dalam penelitian Adi (2006) menyatakan bahwa Belanja pembangunan

memberikan dampak yang positif dan signifikan terhadap Pendapatan Asli

Daerah. Dengan kata lain, pembangunan berbagai fasilitas sektor publik akan

berujung pada peningkatan pendapatan daerah. Dalam penerapan desentralisasi,

pembangunan menjadi prioritas utama pemerintah daerah untuk menunjang

peningkatan PAD. Penelitan yang dilakukan oleh Abdullah dan Halim (2003)

menunjukkan adanya pengaruh yang kuat belanja daerah terhadap peningkatan

pendapatan asli daerah. Berdasarkan uraian diatas, maka diperoleh hipotesis

sebagai berikut :

H4: Kenaikan Pendapatan asli daerah berpengaruh positif terhadap alokasi

belanja modal daerah.

2.3.5 Hubungan Dana Alokasi Umum dengan Alokasi Belanja Modal Daerah

Tahun Berjalan.

Sejak diterapkannya desentralisasi fiskal, pemerintah pusat mengharapkan

daerah dapat mengelola sumber daya yang dimiliki sehingga tidak hanya

mengandalkan ASPP-156 DAU. Dibeberapa daerah peran DAU sangat signifikan

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teorieprints.mercubuana-yogya.ac.id/4845/3/BAB II.pdf · Dalam konteks pengelolaan keuangan daerah, anggaran belanja modal sangat berkaitan dengan

33

karena kebijakan belanja daerah lebih didominasi oleh jumlah DAU dari pada

PAD (Sidik et al, 2002). Setiap transfer DAU yang diterima daerah akan

ditunjukkan untuk belanja pemerintah daerah, maka tidak jarang apabila

pemerintah daerah menetapkan rencana daerah secara pesimis dan rencana belanja

cenderung optimis supaya transfer DAU yang diterima daerah lebih besar

(http://www.Balipost.co.id).

Dalam penelitiannya Holtz-Eakin et al (1994) menyatakan terhadap

keterkaitan sangat erat antara transfer dari pemerintah pusat dengan belanja

modal. Pada studi yang dilakukan oleh legrenzi & Milas (2001) dalam Abdullah

dan Halim (2003) menemukan bukti empiris bahwasanya dalam jangka panjang

transfer berpengaruh terhadap belanja modal dan pengurangan jumlah transfer

dapat menyebabkan penurunan dalam pengeluaran belanja modal. Prakoso (2004)

memperoleh teman empiris yang sama yang menunjukkan bahwa jumlah belanja

modal dipengaruhi oleh dana alokasi umum yang diterima dari pemerintah pusat.

Hasil penelitian Susilo dan Adi (2007) semakin memperkuat kecenderungan ini.

Mereka menemukan bahwa kemandirian daerah tidak menjadi lebih baik, bahkan

yang terjadi adalah sebaliknya yaitu ketergantungan pemerintah daerah terhadap

transfer pemerintah pusat (dhi DAU) menjadi semakin tinggi. Hal ini memberikan

adanya indikasi kuat bahwa perilaku belanja daerah khususnya belanja modal

akan sangat dipengaruhi sumber penerimaan ini. Penelitian yang dilakukan oleh

Abdullah (2003), Prakoso (2004), Maimunah (2004), semakin membuktikan

bahwa Dana Alokasi Umum berpengaruh secara signifikan terhadap alokasi

Belanja Modal. Dari uraian diatas maka diperoleh hipotesis sebagai berikut :

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teorieprints.mercubuana-yogya.ac.id/4845/3/BAB II.pdf · Dalam konteks pengelolaan keuangan daerah, anggaran belanja modal sangat berkaitan dengan

34

H5: Dana alokasi umum berpengaruh positif terhadap alokasi belanja modal

daerah Tahun Berjalan.

H6: Rasio kemandirian daerah, rasio efektivitas daerah, rasio efisiensi

daerah, kenaikan pendapatan asli daerah, dan dana alokasi umum secara

simultan berpengaruh positif terhadap alokasi belanja modal.

2.4 Kerangka Konseptual Penelitian

Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi alokasi

belanja modal daerah tahun berjalan. Variabel pada penelitian ini menggunakan

variabel independen dan variabel denpenden. Variabel independen pada penelitian

ini adalah rasio kemandirian daerah, rasio efektivitas daerah, rasio efisiensi

daerah, dana alokasi umum dan kenaikan pendapatan asli daerah. Sedangkan

untuk variabel dependennya yaitu alokasi belanja modal daerah tahun berjalan

kabupaten atau kota di propinsi Yogyakarta tahun 2014-2017. Berdasarkan uraian

diatas, kerangka mengenai hubungan antar masing-masing variabel dapat dilihat

pada gambar berikut:

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teorieprints.mercubuana-yogya.ac.id/4845/3/BAB II.pdf · Dalam konteks pengelolaan keuangan daerah, anggaran belanja modal sangat berkaitan dengan

35

Gambar kerangka konseptual penelitian

Sumber: Data diolah peneliti 2018

RASIO KEMANDIRIAN

DAERAH

RASIO EFEKTIVITAS

DAERAH

RASIO EFESIENSI

DAERAH

KENAIKAN PENDAPATAN

ASLI DAERAH

DANA ALOKASI UMUM

ALOKASI BELANJA

MODAL DAERAH TAHUN

BERJALAN

VARIABEL INDEPENDEN VARIABEL DEPENDEN