BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Asma Definisi Asmaerepo.unud.ac.id/17403/3/1102106060-3-BAB II...

17
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Asma 2.1.1 Definisi Asma Asma merupakan sebuah penyakit kronik saluran napas yang terdapat di seluruh dunia dengan kekerapan bervariasi yang berhubungan dengan dengan peningkatan kepekaan saluran napas sehingga memicu episode mengi berulang (wheezing), sesak napas (breathlessness), dada rasa tertekan (chest tightness), dispnea, dan batuk (cough) terutama pada malam atau dini hari (PDPI, 2006; GINA, 2009). Asma adalah gangguan pada bronkhial dengan ciri bronkospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran nafas). Asma merupakan penyakit kompleks yang dapat diakibatkan oleh faktor biokimia, endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi (Somantri, 2007). Asma adalah penyakit pernafasan obstruktif yang ditandai oleh inflamasi saluran nafas dan spasme akut otot polos bronkiolus (Corwin, 2009). Asma adalah penyakit paru yang di dalamnya terdapat obstruksi jalan nafas, inflamasi jalan nafas, dan jalan nafas yang hiperresponsif atau spasme otot polos bronkial (Betz & Swoden, 2009). 2.1.2 Patofisiologi Asma Asma ditandai dengan konstriksi spastik dari otot polos bronkiolus yang menyebabkan sulit bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkiolus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Asma Definisi Asmaerepo.unud.ac.id/17403/3/1102106060-3-BAB II...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Asma Definisi Asmaerepo.unud.ac.id/17403/3/1102106060-3-BAB II .pdf · Menurut Somantri (2007), berdasarkan etiologinya, asma bronkial dapat diklasifikasikan

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Asma

2.1.1 Definisi Asma

Asma merupakan sebuah penyakit kronik saluran napas yang terdapat di seluruh

dunia dengan kekerapan bervariasi yang berhubungan dengan dengan peningkatan

kepekaan saluran napas sehingga memicu episode mengi berulang (wheezing),

sesak napas (breathlessness), dada rasa tertekan (chest tightness), dispnea, dan

batuk (cough) terutama pada malam atau dini hari (PDPI, 2006; GINA, 2009).

Asma adalah gangguan pada bronkhial dengan ciri bronkospasme periodik

(kontraksi spasme pada saluran nafas). Asma merupakan penyakit kompleks yang

dapat diakibatkan oleh faktor biokimia, endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi

(Somantri, 2007). Asma adalah penyakit pernafasan obstruktif yang ditandai oleh

inflamasi saluran nafas dan spasme akut otot polos bronkiolus (Corwin, 2009).

Asma adalah penyakit paru yang di dalamnya terdapat obstruksi jalan nafas,

inflamasi jalan nafas, dan jalan nafas yang hiperresponsif atau spasme otot polos

bronkial (Betz & Swoden, 2009).

2.1.2 Patofisiologi Asma

Asma ditandai dengan konstriksi spastik dari otot polos bronkiolus yang

menyebabkan sulit bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas

bronkiolus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Asma Definisi Asmaerepo.unud.ac.id/17403/3/1102106060-3-BAB II .pdf · Menurut Somantri (2007), berdasarkan etiologinya, asma bronkial dapat diklasifikasikan

8

tipe alergi diduga terjadi dengan cara: seseorang alergi membentuk sejumlah

antibodi IgE abnormal. Antibodi ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat

pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan bronkiolus dan bronkus pada

penderita asma. Bila seseorang terpapar alergen maka antibodi IgE orang tersebut

meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan

menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya

histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrien),

faktor kemotaktik eosinofilik, dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor ini

akan menghasilkan edema lokal pada dinding bronkiolus maupun sekresi mukus

yang kental dalam lumen bronkhiolus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga

menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat (Smeltzer & Bare,

2010).

Peningkatan permeabilitas dan sensitivitas terhadap alergen yang terhirup, iritan

dan mediator inflamasi merupakan konsekuensi dari adanya cedera pada epitel.

Inflamasi kronis pada saluran pernafasan dapat menyebabkan penebalan membran

dasar dan deposisi kolagen pada dinding bronkial. Perubahan ini dapat

menyebabkan sumbatan saluran nafas secara kronis seperti yang dijumpai pada

penderita asma. Pelepasan berbagai mediator inflamasi menyebabkan

bronkokonstriksi, sumbatan vaskuler, permeabilitas vaskuler, edema, produksi

dahak yang kental dan gangguan mukosiliar (Zullies, 2011). Adanya obstruksi

pada klien asma dapat berupa sumbatan yang menyeluruh dan penyempitan jalan

nafas berat. Kondisi ini menyebabkan ketidaksesuaian rasio perfusi dan ventilasi

(National Institute of Health, 2004).

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Asma Definisi Asmaerepo.unud.ac.id/17403/3/1102106060-3-BAB II .pdf · Menurut Somantri (2007), berdasarkan etiologinya, asma bronkial dapat diklasifikasikan

9

2.1.3 Klasifikasi Asma

Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan pola

keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit penting

bagi pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang. Semakin berat

asma semakin tinggi tingkat pengobatan (Depkes RI, 2007). Pengklasifikasian

asma dapat dilakukan dengan pengkajian terhadap gejala dan kemampuan fungsi

paru. Semakin sering gejala yang dialami, maka semakin parah asma tersebut,

Begitu juga dengan kemampuan fungsi paru yang diukur dengan spirometer untuk

mengukur dengan kapasitas vital paru (KPV). Semakin rendah kemampuan fungsi

paru, maka semakin parah asma tersebut (GINA, 2009).

Menurut Somantri (2007), berdasarkan etiologinya, asma bronkial dapat

diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu:

1. Ekstrinsik (alergik)

Tipe asma ini merupakan jenis asma yang ditandai dengan reaksi alergi oleh

karena faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu

binatang, obat-obatan (antibiotik dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik

sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi.

Paparan terhadap alergi akan mencetuskan serangan asma. Gejala asma umumnya

dimulai saat kanak-kanak.

2. Intrinsik (idiopatik atau non alergik)

Tipe asma ini merupakan jenis asma yang ditandai dengan adanya reaksi non

alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui,

seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Asma Definisi Asmaerepo.unud.ac.id/17403/3/1102106060-3-BAB II .pdf · Menurut Somantri (2007), berdasarkan etiologinya, asma bronkial dapat diklasifikasikan

10

pernapasan, emosi dan aktivitas. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering

sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkitis kronik

dan emfisema. Pada beberapa pasien, asma jenis ini dapat berkembang menjadi

asma gabungan. Bentuk asma ini biasanya dimulai pada saat dewasa (usia> 35

tahun).

3. Asma gabungan

Jenis asma ini merupakan bentuk asma yang paling umum dan sering ditemukan.

Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergi maupun bentuk idiopatik

atau nonalergik.

Sedangkan klasifikasi asma berdasarkan tingkat keparahannya dapat dilihat pada

tabel berikut:

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Asma Definisi Asmaerepo.unud.ac.id/17403/3/1102106060-3-BAB II .pdf · Menurut Somantri (2007), berdasarkan etiologinya, asma bronkial dapat diklasifikasikan

11

Tabel 1. Klasifikasi asma berdasarkan tingkat keparahan

Derajat Asma Gejala Gejala malam Faal paru

I. Intermitten Bulanan APE ≥ 80 %

1. Gejala <1x /

minggu

2. Tanpa gejala di

luar serangan

3. Serangan singkat

≤ 2 kali sebulan

1. VEP1 ≥ 80 %

nilai prediksi

2. APE ≥ 80 %

nilai terbaik

3. Variabiliti APE

< 20 %

II. Persisten ringan Mingguan APE ≥ 80 %

1. Gejala >1x/

minggu, tetapi < 1x

/ hari

2. Serangan dapat

mengganggu

aktivitas dan tidur

> 2 kali sebulan

1. VEP1 ≥80 %

nilai prediksi

2. APE ≥80 % nilai

terbaik

3. Variabiliti APE

20-30 %

III. Persisten

Sedang

Harian APE 60-80 %

1. Gejala setiap hari

2. Serangan

mengganggu

aktivitas dan tidur

3. Membutuhkan

bronkodilator

setiap hari

> 1x / seminggu 1. VEP1 60-80 %

nilai prediksi

2. APE 60-80 %

nilai terbaik

3. Variabiliti APE

>30 %

IV. Persisten Berat Kontinyu APE ≤ 60 %

1. Gejala terus

menerus

2. Sering kambuh

3. Aktivitas fisik

terbatas

Sering 1. VEP1 ≤60 %

nilai prediksi

2. APE ≤60 % nilai

terbaik

3. Variabiliti APE

>30 %

(Sumber: PDPI,2006)

2.1.4 Faktor Risiko Terjadi Asma

Menurut PDPI (2006), risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara

faktor penjamu (host factor) dan faktor lingkungan. Faktor penjamu disini

termasuk predisposisi genetik yang mempengaruhi untuk berkembangnya asma,

yaitu genetik asma, alergi (atopi), hipereaktivitas bronkus, jenis kelamin dan ras.

Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan kecenderungan/predisposisi

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Asma Definisi Asmaerepo.unud.ac.id/17403/3/1102106060-3-BAB II .pdf · Menurut Somantri (2007), berdasarkan etiologinya, asma bronkial dapat diklasifikasikan

12

asma untuk berkembang menjadi asma, menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan

atau menyebabkan gejala-gejala asma menetap. Termasuk dalam faktor

lingkungan, yaitu alergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara,

infeksi pernafasan, diet, status sosioekonomi dan besarnya keluarga. Interaksi

faktor genetik/penjamu dengan lingkungan dipikirkan melalui kemungkinan:

1. Pajanan lingkungan hanya meningkatkan risiko asma pada individu dengan

genetik asma

2. Baik lingkungan maupun genetik masing-masing meningkatkan risiko

penyakit asma

Faktor lingkungan lebih berperan dalam memicu kekambuhan asma. Beberapa

diantaranya adalah alergen, infeksi, obat/bahan sensitizer, asap rokok dan polusi

udara, baik di dalam maupun di luar ruangan. Selain itu, ada faktor lain yang

dapat meningkatkan keparahan asma. Beberapa diantaranya adalah rinitis yang

tidak diobati atau sinusitis, gangguan refluks gastroesofagal, sensitivitas terhadap

aspirin, pemaparan teradap senyawa sulfit atau obat golongan beta bloker dan

influenza, faktor mekanik dan faktor psikis (Zulies, 2011).

2.1.5 Manifetasi Klinis Penyakit Asma

Gejala asma sering timbul pada waktu malam dan pagi hari. Gejala yang di

timbulkan berupa batuk-batuk pada pagi, siang, dan malam hari, sesak napas,

mengi, rasa tertekan di dada, dan gangguan tidur karena batuk atau sesak napas.

Gejala ini terjadi secara reversibel dan episodik berulang (Yayasan Asma

Indonesia, 2008; PDPI, 2006). Pada keadaan asma yang parah gejala yang

ditimbulkan dapat berupa peningkatan distress pernapasan (tachycardia, dyspnea,

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Asma Definisi Asmaerepo.unud.ac.id/17403/3/1102106060-3-BAB II .pdf · Menurut Somantri (2007), berdasarkan etiologinya, asma bronkial dapat diklasifikasikan

13

tachypnea, retraksi iga, pucat), pasien susah berbicara dan terlihat lelah. Gejala

yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa, yang termasuk

gejala yang berat adalah serangan batuk yang hebat, sesak napas yang berat dan

tersengal-sengal, sianosis (kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut), sulit

tidur dengan posisi tidur yang dianggap nyaman adalah dalam keadaan duduk, dan

kesadaran menurun ( Depkes RI, 2007).

2.1.6 Penatalaksanaan Asma

Menurut GINA (2009), pengobatan berdasarkan derajat asma dibagi menjadi:

a. Asma Intermiten

1) Umumnya tidak diperlukan pengontrol

2) Bila diperlukan pelega, agonis β-2 kerja singkat inhalasi dapat diberikan.

Alternatif dengan agonis β-2 kerja singkat oral, kombinasi teofilin kerja

singkat dan agonis β-2 kerja singkat oral atau antikolinergik inhalasi

3) Bila dibutuhkan bronkodilator lebih dari sekali seminggu selama tiga bulan,

maka sebaiknya penderita diperlakukan sebagai asma persisten ringan

b. Asma Persisten Ringan

1) Pengontrol diberikan setiap hari agar dapat mengontrol dan mencegah

progresivitas asma, dengan pilihan:

a) Glukokortikosteroid dan agonis β-2

b) Teofilin lepas lambat

c) Kromolin

d) Leukotriene modifiers

2) Pelega bronkodilator (Agonis β-2) dapat diberikan bila perlu

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Asma Definisi Asmaerepo.unud.ac.id/17403/3/1102106060-3-BAB II .pdf · Menurut Somantri (2007), berdasarkan etiologinya, asma bronkial dapat diklasifikasikan

14

c. Asma Persisten Sedang

1) Pengontrol diberikan setiap hari agar dapat mengontrol dan mencegah

progresivitas asma, dengan pilihan:

a) Glukokortikosteroid dan agonis β-2

b) Budenoside: 400–800 μg/hari

c) Fluticasone propionate : 250–500 μg/hari

d) Glukokortikosteroid inhalasi (400–800 μg/hari) ditambah teofilin lepas

e) Glukokortikosteroid inhalasi dosis tinggi (>800 μg/hari)

f) Glukokortikosteroid inhalasi (400–800 μg/hari) ditambah leukotriene

modifiers

2) Pelega bronkodilator dapat diberikan bila perlu Agonis β-2 kerja singkat

inhalasi: tidak lebih dari 3–4 kali sehari, atau

a) Agonis β-2 kerja singkat oral, atau

b) Kombinasi teofilin oral kerja singkat dan agonis β-2 kerja singkat

c) Teofilin kerja singkat sebaiknya tidak digunakan bila penderita telah

menggunakan teofilin lepas lambat sebagai pengontrol

3) Bila penderita hanya mendapatkan glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah

dan belum terkontrol; maka harus ditambahkan agonis β-2 kerja lama inhalasi

4) Dianjurkan menggunakan alat bantu/spacer pada inhalasi bentuk IDT atau

kombinasi dalam satu kemasan agar lebih mudah

d. Asma Persisten Berat

1) Tujuan terapi ini adalah untuk mencapai kondisi sebaik mungkin, gejala

seringan mungkin, kebutuhan obat pelega seminimal mungkin, faal paru

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Asma Definisi Asmaerepo.unud.ac.id/17403/3/1102106060-3-BAB II .pdf · Menurut Somantri (2007), berdasarkan etiologinya, asma bronkial dapat diklasifikasikan

15

(APE) mencapai nilai terbaik, variabiliti APE seminimal mungkin dan efek

samping obat seminimal mungkin

2) Pengontrol kombinasi wajib diberikan setiap hari agar dapat mengontrol

asma, dengan pilihan:

a) Glukokortikosteroid inhalasi dosis tinggi (terbagi dalam dua dosis) dan

agonis β-2 kerja lama inhalasi

b) Beclomethasone dipropionate: >800 μg/hari

c) Selain itu teofilin lepas lambat, agonis β-2 kerja lama oral, dan leukotriene

modifiers dapat digunakan sebagai alternative agonis β-2 kerja lama

inhalai ataupun sebagai tambahan terapi

d) Pemberian budenoside sebaiknya menggunakan spacer, karena dapat

mencegar efek samping lokal seperti kandidiasis orofaring, disfonia, dan

batuk karena iritasi saluran napas atas

2.1.7 Kapasitas Vital Paru pada Pasien Asma

Kapasitas vital paru (KVP) adalah penambahan volume tidal, volume cadangan

inspirasi dan cadangan ekspirasi (KV = VI +VCI + VCE) yang merupakan jumlah

udara maksimum yang dapat dikeluarkan seseorang dari paru, setelah terlebih

dahulu mengisi paru secara maksimum dan kemudian mengeluarkan sebanyak-

banyaknya. Kapasitas vital paru dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti postur

tubuh, ukuran rongga toraks, jaringan elastis paru dan compliance paru. Nilai rata-

rata dari kapasitas vital ini adalah 4.600 mL (4,6 L) (Sloane, 2004; Guyton &

Hall, 2006).

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Asma Definisi Asmaerepo.unud.ac.id/17403/3/1102106060-3-BAB II .pdf · Menurut Somantri (2007), berdasarkan etiologinya, asma bronkial dapat diklasifikasikan

16

Penurunan kapasitas vital paru pada pasien asma terjadi karena adanya

hiperinflasi pulmoner yaitu terjebaknya udara akibat saluran nafas yang

menyempit, keadaan ini mengakibatkan peningkatan diameter anteropoterior dada

sehingga dada akan menyerupai barel (Barrel Chest). Peningkatan ukuran

anteposterior dada dapat menurunkan compliance dinding dada, sehingga

mengakibatkan pernafasan menjadi kurang efektif dan dapat memperburuk

keadaan pasien asma saat mengalami sesak nafas (Price & Wilson, 2006).

2.1.8 Faktor yang Mempengaruhi Kapasitas Vital Paru

Faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas vital paru, antara lain:

1. Usia

Maryam (2008) menyatakan bahwa pertambahan usia seseorang mempengaruhi

jaringan pada tubuh. Fungsi elastisitas jaringan paru berkurang, sehingga

kekuatan otot pernafasan menjadi lemah, akibatnya volume udara pada saat

pernafasan akan menurun. Sifat elastisitas paru cenderung menurun saat

memasuki usia dewasa akhir. Penurunan tersebut terjadi karena paru, jantung, dan

pembuluh darah juga mengalami penurunan fungsi.

2. Kebiasaan merokok

Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran pernafasan

dan jaringan paru. Kebiasaan merokok akan mempercepat penurunan faal paru.

Penurunan volume ekspirasi paksa pertahun adalah 28,7 mL untuk non perokok,

38,4 mL untuk perokok yang sudah berhenti dan 41,7 mL untuk perokok aktif.

Pengaruh asap rokok dapat lebih besar daripada debu hanya sekitar sepertiga dari

pengaruh buruk rokok (Depkes RI, 2007). Inhalasi asap tembakau baik primer

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Asma Definisi Asmaerepo.unud.ac.id/17403/3/1102106060-3-BAB II .pdf · Menurut Somantri (2007), berdasarkan etiologinya, asma bronkial dapat diklasifikasikan

17

maupun sekunder dapat menyebabkan penyakit saluran nafas pada orang dewasa.

Asap rokok mengiritasi paru-paru dan masuk ke dalam aliran darah. Merokok

menunjukkan penurunan kapasitas paru yang lebih tinggi dibandingkan beberapa

bahaya kesehatan akibat pekerjaan (Suyono, 2001).

3. Indeks massa tubuh (IMT)

Seseorang dengan kelebihan berat badan (IMT ≥ 25,0) mempunyai persentasi

kapasitas vital yang lebih rendah daripada individu dengan berat badan normal

(IMT 18,5 - 24,9). Penurunan persentase kapasitas vital pada individu dengan

berat badan berlebih disebabkan karena menurunnya elastisitas dan kemampuan

mengembang dinding dada serta karena berkurangnya kemampuan diafragma

untuk turun pada levelnya pada individu dengan berat badan berlebih dan individu

dengan kegemukan sentral (Ristianingrum et al, 2010). Indeks massa tubuh

dihitung dengan rumus dan kategori sebagai berikut:

IMT = Berat badan (kg)

Tinggi badan (m)2

Tabel 2. Klasifikasi IMT

IMT KATEGORI

< 18,5 Berat badan kurang

18,5-24,9 Berat badan normal

25,0-29,9 Kelebihan berat badan

≥ 30,0 Obesitas Sumber: WHO, 2004

4. Kelainan patologi pada paru

Paralisis otot pernafasan yang sering terjadi setelah cedera medula spinal atau

poliomielitis, dapat menyebabkan penurunan besar dalam kapasitas vital, menjadi

serendah 500 sampai 1000 mL hampir tidak cukup untuk mempertahankan

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Asma Definisi Asmaerepo.unud.ac.id/17403/3/1102106060-3-BAB II .pdf · Menurut Somantri (2007), berdasarkan etiologinya, asma bronkial dapat diklasifikasikan

18

kehidupan ataupun sampai nol pada kasus mana terjadi kematian. Keadaan seperti

tuberkulosis, emfisema, asma, kanker paru, bronkitis, pleuritis fibrosa bahkan

proses penuaan sekalipun dapat menurunkan compliance paru-paru dan dengan

demikian menurunkan kapasitas vital (Guyton & Hall, 2006).

2.1.9 Pengukuran Kapasitas Vital Paru

Menurut Smeltzer & Bare (2010), kapasitas vital dapat diukur dengan meminta

pasien bernafas maksimal dan menghembuskan dengan penuh melalui spirometer.

Sebagian besar pasien dapat menimbulkan kapasitas vital dua kali volume yang

biasa mereka hembuskan (volume tidal). Jika kapasitas kurang dari 10 ml per

kilogram berat badan, pasien tidak akan mampu mempertahankan ventilasi

spontan dan akan dibutukan pernafasan bantuan.

Menurut Potter & Perry (2006), volume dan kapasitas paru dapat diukur melalui

pemeriksaan fisik pulmonari. Spirometer digunakan untuk mengukur kapasitas

paru dan volume udara yang memasuki atau yang meninggalkan paru-paru.

Variasi volume dan kapasitas paru dapat dihubungkan dengan status kesehatan,

seperti kehamilan, latihan fisik, obesitas, atau kondisi paru yang obstruktif dan

restriktif. Jumlah surfaktan, tingkat komplians dan kekuatan otot pernafasan

mempengaruhi tekanan dan volume di dalam paru-paru.

Tahap- tahap pengukuran kapasitas vital paru, antara lain:

1. Mengatur posisi pasien senyaman mungkin

2. Siapkan alat spirometer dan lakukan kalibrasi sebelum pemeriksaan

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Asma Definisi Asmaerepo.unud.ac.id/17403/3/1102106060-3-BAB II .pdf · Menurut Somantri (2007), berdasarkan etiologinya, asma bronkial dapat diklasifikasikan

19

3. Pasien harus menghindari memakai pakaian yang ketat dan makan makanan

berat dalam waktu 2 jam.

4. Masukkan data yang diperlukan , yaitu umur, tinggi badan dan jenis kelamin.

5. Beri pentunjuk dan demonstrasikan maneuver pada pasien, yaitu pernafasan

melalui mulut, tanpa ada udara lewat hidung dan celah bibir yang mengatup

mouth piece.

6. Pasien dalam posisi duduk atau berdiri, lakukan pernapasan biasa tiga kali

berturut-turut, dan langsung menghisap sekuat dan sebanyak mungkin udara

ke dalam paru-paru, dan kemudian dengan cepat dan sekuat-kuatnya

dihembuskan udara melalui mouth piece.

7. Catat hasil kapasitas vital paru pasien.

2.2 Diaphragmatic Breathing Exercise

2.2.1 Pengertian

Pernafasan adalah upaya yang dibutuhkan untuk mengembangkan dan membuat

paru berkontraksi. Kerja pernafasan ditentukan oleh tingkat compliance paru,

tahanan jalan nafas, dan penggunaan otot-otot bantu pernafasan (Potter & Perry,

2006)

Latihan pernafasan terdiri atas latihan dan praktik pernafasan yang dirancang dan

dijalankan untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien serta untuk

mengurangi kerja pernafasan. Latihan ini dapat meningkatkan inflasi alveolar

maksimal; meningkatkan relaksasi otot; menghilangkan ansietas; melambatkan

frekuensi pernafasan dan mengurangi kerja bernafas (Smeltzer & Bare, 2010).

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Asma Definisi Asmaerepo.unud.ac.id/17403/3/1102106060-3-BAB II .pdf · Menurut Somantri (2007), berdasarkan etiologinya, asma bronkial dapat diklasifikasikan

20

Dalam hal ini, latihan nafas yang akan diberikan yaitu latihan nafas diafragma.

Menurut Nurachman (2000), latihan nafas diafragma adalah suatu pola pernafasan

yang dilakukan dengan cara menggunakan otot perut dan diafragma. Tujuan

pernafasan diafragma adalah untuk menggunakan, menguatkan dan meningkatkan

elastisitas diafragma selama pernafasan, merelaksasikan otot, memulihkan

kecemasan, mengurangi kegiatan otot yang tidak terkoordinasi, dan menurunkan

beban kerja pernafasan.

Pernafasan normal dan tenang dapat dicapai dengan hampir sempurna melalui

gerakan diafragma. Selama inspirasi, kontraksi diafragma menarik permukaan

bawah paru ke arah bawah. Kemudian selama ekspirasi diafragma mengadakan

relaksasi, dan sifat daya lenting paru (recoil elastic) dinding dada, dan struktur

abdominal akan menekan paru-paru.

Menurut Smith (2004), pernafasan diafragma yang dilakukan berulang kali

dengan rutin dapat membantu seseorang menggunakan diafragmanya secara benar

ketika dia bernafas. Teknik ini berguna untuk menguatkan diafragma,

menurunkan kerja pernafasan, melalui penurunan laju pernafasan, menggunakan

sedikit usaha dan energi untuk bernafas, dengan pernafasan diafragma maka akan

terjadi peningkatan volume tidal, penurunan kapasitas residu fungsional, dan

peningkatan pengambilan oksigen yang optimal.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Asma Definisi Asmaerepo.unud.ac.id/17403/3/1102106060-3-BAB II .pdf · Menurut Somantri (2007), berdasarkan etiologinya, asma bronkial dapat diklasifikasikan

21

2.2.2 Tahap Pelaksanaan

Pernafasan diafragma dapat dilakukan dengan otomatis dengan latihan dan

konsentrasi yang cukup. Untuk melakukan pernafasan diafragma, pasien

diinstruksikan seperti yang di uraikan sebagai berikut:

Menurut Potter & Perry (2006); Smeltzer & Bare (2010):

1. Bantu klien ke posisi duduk senyaman mungkin

2. Instruksikan klien untuk meletakkan telapak tangannya berseberangan satu

sama lain, dibawah dan sepanjang batas bawah tulang rusuk anterior.

Letakkan ujung jari ketiga kedua tangan dengan saling bersentuhan.

3. Minta klien mengambil nafas dalam secara lambat, menghirup nafas melalui

hidung. Minta klien untuk merasakan bahwa kedua jari tengah tangan terpisah

selama inhalasi.

4. Jelaskan pada klien agar jangan menggunakan dada dan bahu saat menghirup

nafas

5. Minta klien menahan nafas sampai hitungan ketiga dan perlahan-lahan

hembuskan nafas melalui mulut. Jelaskan pada klien bahwa kedua ujung jari

tengahnya akan bersentuhan kembali.

2.3 Pengaruh Diaphragmatic Breathing Exercise terhadap Kapasitas Vital

Paru pada Pasien Asma

Terdapat beberapa perubahan fungsi anatomi dan fisiologi yang terjadi pada

sistem pernafasan pada pasien asma termasuk peningkatan kekakuan dinding dada

dan peningkatan diameter anteriorposterior dada karena pendataran diafragma dan

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Asma Definisi Asmaerepo.unud.ac.id/17403/3/1102106060-3-BAB II .pdf · Menurut Somantri (2007), berdasarkan etiologinya, asma bronkial dapat diklasifikasikan

22

elevasi iga, hal tersebut dapat menurunkan compliance dinding dada, sehingga

kemampuan pengembangan dinding dada menurun.

Dalam sistem respirasi, diafragma merupakan otot pernafasan yang paling

penting. Otot ini berbentuk menyerupai kubah yang berlokasi di dasar paru. Otot

abdomen membantu menggerakkan diafragma dan membuat seseorang lebih kuat

untuk mengosongkan udara dari paru. Kerja otot diafragma akan menjadi tidak

efektif pada pasien yang mengalami gangguan fungsi pulmonal (Sloane, 2004).

Menurut Smith (2004), pernafasan diafragma yang dilakukan berulang kali

dengan rutin dapat membantu seseorang menggunakan diafragmanya secara benar

ketika dia bernafas. Teknik ini berguna untuk menguatkan diafragma,

menurunkan kerja pernafasan melalui penurunan laju pernafasan, menggunakan

sedikit usaha dan energi untuk bernafas. Pernafasan diafragma akan

meningkatkan volume tidal, penurunan kapasitas residu fungsional, dan

peningkatan pengambilan oksigen yang optimal.

Pasien dengan Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) yang diberikan

diaphragmatic breathing selama 2 minggu menunjukkan peningkatan yang

signifikan pada volume tidal dan menurunkan frekuensi pernafasan pada semua

kelompok penelitian. Hasil dari penelitian ini menunjukkan hasil peningkatan

minute ventilation (VE), dan pertukaran gas yang ditunjukkan dengan peningkatan

saturasi oksigen (SpO2) (Fernandes et al., 2011).

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Asma Definisi Asmaerepo.unud.ac.id/17403/3/1102106060-3-BAB II .pdf · Menurut Somantri (2007), berdasarkan etiologinya, asma bronkial dapat diklasifikasikan

23

Penelitian yang dilakukan oleh Nurdiansyah (2013) mengenai pengaruh teknik

pernafasan butekyo terhadap penurunan gejala pasien asma di Kota Tanggerang

Selatan, menunjukkan adannya beda rata-rata skor gejala asma sebelum dan

setelah diberikan intervensi selama 2 minggu intervensi dan 2 kali kunjungan

pada minggu I dan minggu II mengalami penurunan skor gejala asma. Latihan

nafas buteyko ini dilakukan dua kali sehari selama dua minggu yaitu pada pagi

hari dan sebelum makan siang/malam (Brindley, 2010).