BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepuasan Kerja 2.1.1 ...repository.ump.ac.id/3164/3/BAB II_BENI...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepuasan Kerja 2.1.1 ...repository.ump.ac.id/3164/3/BAB II_BENI...
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kepuasan Kerja
2.1.1. Pengertian Kepuasan Kerja
Kepuasan dalam bekerja adalah satu masalah yang menarik dan sangat
penting bagi individu, industri dan masyarakat. Kepuasan kerja merupakan
hal yang bersifat individual. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan
yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku. Semakin banyak
aspek-aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu tersebut,
maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan, dan begitu pula
sebaliknya apabila kenyataan yang diterima karyawan di bawah harapan yang
diinginkannya maka karyawan merasa tidak puas.
Beberapa pendapat para ahli mengenai kepuasan kerja yang dikutip
kembali oleh As’ad (2010) yaitu :
1. Wexley dan Yukl yang menyatakan bahwa kepuasan kerja ialah “is the
way an employee feels about his her job”.
2. Vroom menyatakan kepuasan kerja sebagai refleksi dari job attitude yang
bernilai positif.
3. Hoppeck menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan penilaian dari
pekerja yaitu seberapa jauh pekerjaannya secara keseluruhan memuaskan
kebutuhannya.
Pengaruh Komitmen Afektif..., Beni Andria, Fakultas Ekonomi UMP, 2016
9
9
4. Tiffin berpendapat bahwa kepuasan kerja berhubungan erat dengan sikap
dari karyawan terhadap pekerjaannya sendiri, situasi kerja dan kerjasama
antara pimpinan dengan sesama karyawan.
5. Bloom mengemukakan bahwa kepuasan kerja merupakan sikap umum
yang merupakan hasil dari beberapa sikap khusus terhadap faktor-faktor
pekerjaan, penyesuaian diri dan hubungan sosial individual di luar kerja.
Dari berbagai pengertian mengenai kepuasan kerja di atas, As’ad
menyimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan seseorang terhadap
pekerjaan. Kepuasan kerja merupakan hasil interaksi manusia dengan
lingkungan kerjanya.
2.1.2. Teori Kepuasan Kerja
Pentingnya kepuasan kerja bagi setiap organisasi, menjadikan perhatian
para ahli manajemen untuk mempelajari mengenai kepuasan kerja tersebut.
Wexley dan Yukl yang dikutip oleh As’ad (2010) menyebutkan tiga teori
tentang kepuasan kerja yaitu :
a. Discrepancy Theory
Teori ini pertama kali dipelopori oleh Porter. Porter dalam As’ad
(2010) mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih
antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan. Kemudian
Locke menerangkan bahwa kepuasan kerja seseorang bergantung kepada
apa yang ada dalam perasaannya atau persepsinya telah diperoleh atau
dicapai melalui pekerjaan. Dengan demikian, orang akan merasa puas bila
Pengaruh Komitmen Afektif..., Beni Andria, Fakultas Ekonomi UMP, 2016
10
10
tidak ada perbedaan antara apa yang diinginkan dengan persepsinya atas
kenyataan, karena batas minimum yang diinginkan telah terpenuhi.
Apabila yang didapat ternyata lebih besar daripada yang diinginkan,
maka orang akan menjadi lebih puas lagi walaupun terdapat discrepancy,
tetapi merupakan discrepancy yang positif. Sebaliknya makin jauh
kenyataan yang dirasakan itu di bawah standar minimum sehingga menjadi
negative discrepancy, maka makin besar pula ketidakpuasan seseorang
terhadap pekerjaannya.
b. Equity Theory
Teori equity theory dikembangkan oleh Adams As’ad (2010).
Prinsip dari teori ini adalah bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas,
tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan atau tidak atas suatu
situasi. Perasaan equity dan inequity atas situasi, diperoleh orang dengan
cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor
maupun di tempat lain. Menurut teori ini, elemen-elemen dari equity yaitu
input, out comes, comparison person, dan equiy – inequity. Input ialah
segala sesuatu yang berharga yang dirasakan karyawan sebagai
sumbangan terhadap pekerjaan. Faktor input disebutkan misalnya
education, experience, skills, amount of effort expected, number of hours
worked, and personal tools.
Out comes ialah segala sesuatu yang berharga, yang dirasakan
karyawan sebagai hasil dari pekerjaannya, termasuk dalam faktor ini
adalah pay, fringe benefits, status symbols, recognition, opportunity for
Pengaruh Komitmen Afektif..., Beni Andria, Fakultas Ekonomi UMP, 2016
11
11
achievement or self-expression. Sedangkan yang dimaksud dengan
comparison persons ialah kepada orang lain atau dengan siapa karyawan
membandingkan rasio input – out comes yang dimilikinya. Comparison
persons ini bisa berupa seseorang di organisasi yang sama, atau di tempat
lain dan bisa pula dengan dirinya sendiri di waktu lampau.
Menurut teori ini, setiap karyawan akan membandingkan rasio input-
out comes dirinya dengan rasio input-out comes orang lain. Apabila
perbandingan itu diangapnya cukup adil, maka ia akan merasa puas,
apabila perbandingan itu tidak seimbang tetapi menguntungkan bisa
menimbulkan kepuasan tetapi bisa pula tidak. Apabila perbandingan
tersebut tidak seimbang dan merugikan akan timbul ketidakpuasan.
2.1.3. Faktor-faktor Kepuasan Kerja
2.1.3.1. Faktor yang menimbulkan kepuasan kerja menurut Burt
Burt dalam As’ad (2010) menjelaskan faktor-faktor yang dapat
menimbulkan kepuasan kerja yaitu :
1. Faktor hubungan antar pegawai, antara lain :
a. Hubungan antara manager dengan pegawai
Para karyawan menginginkan agar hasil karyanya dihargai, hal ini
bertujuan agar karyawan merasa senang dalam bekerja dan akan selalu
bekerja dengan segiat-giatnya.
b. Faktor fisis dan kondisi kerja
Karyawan perduli akan lingkungan kerja yang baik untuk kenyamanan
pribadi maupun untuk memudahkan menjalankan tugas dengan baik.
Pengaruh Komitmen Afektif..., Beni Andria, Fakultas Ekonomi UMP, 2016
12
12
c. Hubungan sosial di antara pegawai
Orang-orang mendapatkan lebih daripada sekedar uang atau prestasi
yang berwujud dari dalam kerja. Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga
mengisi kebutuhan akan interaksi sosial.
d. Sugesti dari teman sekerja
Rekan kerja yang ramah dan mendukung serta menghantar ke kepuasan
kerja yang meningkat.
e. Emosi dan situasi kerja
Karyawan lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberikan
mereka kesempatan untuk menggunakan ketrampilan dan kemampuan
mereka dan menawarkan beragam batas, kebebasan maupun umpan
balik mengenai betapa baik mereka mengerjakan.
2. Faktor individual, yaitu yang berhubungan dengan :
a. Sikap orang terhadap pekerjaannya
Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan
interaksi sosial.
b. Umur orang sewaktu bekerja
Kecocokan yang tinggi antara kepribadian seseorang akan menghasilkan
seorang individu yang lebih terpuaskan.
c. Jenis kelamin
Perbedaan faktor biologis laki-laki dan perempuan dapat mempengaruhi
perkembangan emosional dan kapasitas intelektual. Laki-laki lebih
rasional dibandingkan perempuan.
Pengaruh Komitmen Afektif..., Beni Andria, Fakultas Ekonomi UMP, 2016
13
13
3. Faktor-faktor luar, yang berhubungan dengan :
a. Keadaan keluarga pegawai
Setiap karyawan menginginkan ketenangan, bukan saja hubungannya
dengan pekerjaan, tetapi juga menyangkut kesejahteraan keluarganya.
b. Rekreasi
Orang-orang mendapatkan lebih daripada sekedar uang atau prestasi
yang berwujud dari dalam kerja. Perasaan tertentu yang menghampiri
para karyawan bisa menghambat gairah kerja.
c. Pendidikan
Pendidikan berkaitan dengan pengetahuan dan ketrampilan yang
dimiliki karyawan. Kesesuaian antara pendidikan yang dimiliki
karyawan dengan tugas yang diberikan oleh perusahaan dapat
menumbuhkan kepuasan dalam bekerja.
2.1.3.2 Faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja menurut Gilmer
Gilmer dalam As’ad (2010) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja adalah:
1. Kesempatan untuk maju
Dalam hal ini ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh pengalaman
dan peningkatan kemampuan selama kerja. Karyawan menginginkan
kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai andil.
Pengaruh Komitmen Afektif..., Beni Andria, Fakultas Ekonomi UMP, 2016
14
14
2. Keamanan Kerja
Faktor ini sering disebut sebagai penunjang kepuasan kerja. Keadaan yang
aman sangat mempengaruhi perasaan karyawan selama bekerja.
Perusahaan harus menyediakan jaminan keuangan dan sosial yang layak
dan adil. Jaminan tersebut sangat penting artinya bagi karyawan
mengingat mereka bekerja bukan untuk diri mereka sendiri, tetapi juga
untuk memberikan kehidupan yang layak pada keluarga mereka.
3. Gaji
Gaji lebih banyak menyebabkan ketidakpuasan, dan jarang orang
mengekpresikan kepuasan kerjanya dengan sejumlah uang yang
diperolehnya. Karyawan menginginkan sistem upah yang mereka
persepsikan sebagai adil dan segaris dengan pengharapan mereka. Bila
upah dilihat sebagai adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat
ketrampilan individu, dan standar komunikasi, kemungkinan besar itu
akan menghasilkan kepuasan.
4. Perusahaan dan manajemen
Perusahaan dan manajemen yang baik adalah yang mampu memberikan
situasi dan kondisi kerja yang stabil. Setiap karyawan ingin diperlakukan
secara adil, tidak saja dalam hubungannya dengan upah, tetapi juga dalam
hal-hal lain, untuk dapat menciptakan persepsi yang sama antara atasan
dengan bawahan mengenai makna adil yang sesungguhnya, maka perlu
diadakan komunikasi yang terbuka antara mereka.
Pengaruh Komitmen Afektif..., Beni Andria, Fakultas Ekonomi UMP, 2016
15
15
5. Pengawasan
Bagi karyawan, supervisor dianggap sebagai atasannya. Supervisi yang
buruk dapat berakibat absensi dan turn over. Seseorang karyawan akan
merasa puas dalam bekerja apabila ia ditempatkan pada posisi dan
golongan yang sesuai dengan keinginannya, tetapi dalam hal ini
manajemen juga harus melihat kemampuan karyawan tersebut agar dapat
bernilai positif.
6. Faktor intrinsik dari pekerjaan
Atribut yang ada pada pekerjaan keterampilan tertentu, sukar dan
mudahnya serta kebanggaan akan tugas dapat meningkatkan atau
mengurangi kepuasan.
7. Kondisi kerja
Termasuk di sini adalah kondisi tempat, ventilasi, penyinaran, kantin dan
tempat parkir. Perhatian perusahaan pada masalah keamanan kerja
berkaitan dengan tingkat risiko pekerjaan, kesehatan, keselamatan kerja,
sarana yang menunjang keamanan serta keselamatan dan kesehatan kerja.
8. Komunikasi
Komunikasi yang lancar antara karyawan dengan pihak manajemen
banyak dipakai sebagai alasan untuk mau mendengar, memahami dan
mengakui pendapat ataupun prestasi karyawan yang sangat berperan
dalam menimbulkan rasa puas terhadap kerja.
Pengaruh Komitmen Afektif..., Beni Andria, Fakultas Ekonomi UMP, 2016
16
16
9. Fasilitas
Fasilitas rumah sakit, cuti, dana pensiun, atau perumahan merupakan
standar suatu jabatan, dan apabila dipenuhi akan menimbulkan rasa puas.
Menurut As’ad (2010) faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan
kerja yaitu :
1. Faktor Kepuasan Kerja, merupakan faktor yang berhubungan dengan
interaksi terhadap pekerjaan, baik antar sesama karyawan dengan
atasannya, maupun karyawan yang berbeda jenis pekerjaannya.
2. Faktor Kesempatan Berprestasi, merupakan faktor yang berhubungan
dengan ketrampilan yang dimiliki karyawan, cita-cita serta pandangan
hidup.
2.1.4. Penelitian Kepuasan Kerja
Penelitian yang dilakukan oleh Saputra (2009) berjudul “Analisis
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Karyawan Rocky Plaza
Hotel Padang”, menyimpulkan bahwa faktor-faktor independen yaitu
pekerjaan yang secara mental menantang, imbalan yang pantas, kondisi kerja
rekan sekerja yang mendukung, dan kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan
mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Penelitian lainnya oleh Mirza
(2013) yang berjudul “Analisis Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi
Kepuasan Kerja Karyawan Pada PT. Repex Perdana International (Licensee
Of Federal Express) di Medan”. Populasi penelitian seluruh karyawan bagian
operasional pada PT. Repex Perdana International (Licensee Of Federal
Express) Medan yang berjumlah 31 orang dan seluruhnya dijadikan sampel
Pengaruh Komitmen Afektif..., Beni Andria, Fakultas Ekonomi UMP, 2016
17
17
menggunakan metode sensus atau sampel jenuh. Metode analisis data
menggunakan metode deskriptif dan analisis regresi linear berganda.
Kesimpulan penelitian yaitu variabel pekerjaan yang menantang, imbalan dan
kondisi kerja rekan keja mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap
kepuasan kerja karyawan.
Penelitian Rohman (2009) dengan judul “Pengaruh Komitmen
Organisasional Terhadap Kepuasan Kerja Dan Keinginan Berpindah (Studi
Pada Karyawan Kantor Akuntan Di Jawa Tengah)”. Populasi penelitian
seluruh auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik di Jawa Tengah.
Metode pemilihan sampel menggunakan metode purposive sampling.
Analisis data menggunakan model persamaan struktural (Structural Equation
Model). Kesimpulan penelitian yaitu komitmen affective memiliki pengaruh
positif yang signifikan terhadap kepuasan kerja dan komitmen continuance
memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap kepuasan kerja. Akuntan
dengan tingkat komitmen affective yang tinggi akan mempunyai kepuasan
kerja yang tinggi terhadap organisasi tempat dia bekerja. Sedangkan Akuntan
dengan tingkat komitmen continuance yang rendah akan mempunyai
kepuasan kerja yang rendah terhadap organisasi tempat dia bekerja.
Penelitian lainnya oleh Badjuri (2009), yang berjudul ”Pengaruh
Komitmen Organisasional dan Profesional Terhadap Kepuasan Kerja Auditor
Dengan Motivasi Sebagai Variabel Intervening”. Populasi penelitian para
auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik (KAP) di Wilayah Jawa
Tengah dan DIY tahun 2008. Pemilihan sampel dilakukan dengan metode
Pengaruh Komitmen Afektif..., Beni Andria, Fakultas Ekonomi UMP, 2016
18
18
purposive sampling. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa komitmen
profesional dan organisasional berpengaruh pada kepuasan kerja, komitmen
profesional dan organisasional berpengaruh pada motivasi, motivasi
berpengaruh pada kepuasan kerja, komitmen profesional dan organisasional
berpengaruh pada kepuasan kerja melalui motivasi.
2.2 Komitmen Organisasi
2.2.1. Pengertian Komitmen Organisasi
Steers (2010) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai rasa
identifikasi (kepercayaan terhadap nilai-nilai organisasi), keterlibatan
(kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi) dan
loyalitas (keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi yang
bersangkutan) yang dinyatakan oleh seorang pegawai terhadap organisasinya.
Komitmen organisasi merupakan kondisi dimana pegawai sangat tertarik
terhadap tujuan, nilai-nilai, dan sasaran organisasinya. Komitmen terhadap
organisasi artinya lebih dari sekedar keanggotaan formal, karena meliputi
sikap menyukai organisasi dan kesediaan untuk mengusahakan tingkat upaya
yang tinggi bagi kepentingan organisasi demi pencapaian tujuan. Komitmen
organisasi tercakup unsur loyalitas terhadap organisasi, keterlibatan dalam
pekerjaan, dan identifikasi terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi.
Komitmen organisasi diberikan pengertian oleh Porter (dalam
Kuntjoro, 2012) sebagai kekuatan yang bersifat relatif dari individu dalam
mengidentifikasikan keterlibatan dirinya ke dalam bagian organisasi. Hal ini
dapat ditandai dengan tiga hal, yaitu :
a. Penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi.
Pengaruh Komitmen Afektif..., Beni Andria, Fakultas Ekonomi UMP, 2016
19
19
b. Kesiapan dan kesedian untuk berusaha dengan sungguh-sungguh atas
nama organisasi.
c. Keinginan untuk mempertahankan keanggotaan di dalam organisasi
(menjadi bagian dari organisasi).
Berdasarkan pendapat pakar di atas dapat disimpulkan bahwa
komitmen organisasi yaitu sikap dan keyakinan yang dimiliki oleh pegawai
terhadap organisasi yang sesuai dengan keinginannya sehingga menumbuhkan
dorongan untuk melakukan yang terbaik bagi organisasi.
2.2.2. Komponen Komitmen Organisasi
Allen dan Meyer (Kuntjoro, 2012) membedakan komitmen organisasi
atas tiga komponen, yaitu : afektif, normatif dan kontinuan.
a. Komponen afektif berkaitan dengan emosional, identifikasi dan
keterlibatan pegawai di dalam suatu organisasi.
b. Komponen normatif merupakan perasaan-perasaan pegawai tentang
kewajiban yang harus ia berikan kepada organisasi.
c. Komponen kontinuan berarti komponen berdasarkan persepsi pegawai
tentang kerugian yang akan dihadapinya jika ia meninggalkan organisasi.
Meyer dan Allen berpendapat bahwa setiap komponen memiliki dasar
yang berbeda. Pegawai dengan komponen afektif tinggi, masih bergabung
dengan organisasi karena keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi.
Sementara itu pegawai dengan komponen kontinuan tinggi, tetap bergabung
dengan organisasi tersebut karena mereka membutuhkan organisasi. Pegawai
yang memiliki komponen normatif yang tinggi, tetap menjadi anggota
organisasi karena mereka harus melakukannya.
Pengaruh Komitmen Afektif..., Beni Andria, Fakultas Ekonomi UMP, 2016
20
20
Komitmen organisasi dari Mowday, Porter dan Steers (Kuntjoro, 2012) lebih
dikenal sebagai pendekatan sikap terhadap organisasi. Komitmen organisasi
ini memiliki dua komponen yaitu sikap dan kehendak untuk bertingkah laku.
Sikap itu mencakup:
a. Identifikasi dengan organisasi yaitu penerimaan tujuan organisasi, dimana
penerimaan ini merupakan dasar komitmen organisasi. Identifikasi
pegawai tampak melalui sikap menyetujui kebijaksanaan organisasi,
kesamaan nilai pribadi dan nilai-nilai organisasi, rasa bangga menjadi
bagian dari organisasi.
b. Keterlibatan sesuai peran dan tanggungjawab pekerjaan di organisasi
tersebut. Pegawai yang memiliki komitmen tinggi akan menerima hampir
semua tugas dan tanggungjawab pekerjaan yang diberikan padanya.
c. Keterlibatan afeksi dan loyalitas terhadap organisasi merupakan evaluasi
terhadap komitmen, serta adanya ikatan emosional dan keterikatan antara
organisasi dengan pegawai. Pegawai dengan komitmen tinggi merasakan
adanya loyalitas dan rasa memiliki terhadap organisasi.
Sedangkan yang termasuk kehendak untuk bertingkah laku adalah:
a. Kesediaan untuk menampilkan usaha. Hal ini tampak melalui kesediaan
bekerja melebihi apa yang diharapkan agar organisasi dapat maju. Pegawai
dengan komitmen tinggi akan ikut memperhatikan nasib organisasi.
b. Keinginan tetap berada dalam organisasi. Pada pegawai yang memiliki
komitmen tinggi, hanya sedikit alasan untuk keluar dari organisasi dan
berkeinginan untuk bergabung dengan organisasi yang telah dipilihnya
dalam waktu lama.
Pengaruh Komitmen Afektif..., Beni Andria, Fakultas Ekonomi UMP, 2016
21
21
Jadi seseorang yang memiliki komitmen tinggi akan memiliki
identifikasi terhadap organisasi, terlibat sungguh-sungguh dalam
pegawaian dan ada loyalitas serta afeksi positif terhadap organisasi. Selain
itu, tingkah laku berusaha kearah tujuan organisasi dan keinginan untuk
tetap bergabung dengan organisasi dalam jangka waktu lama.
2.2.3. Hubungan Komitmen Organisasi terhadap Kepuasan Kerja
Komitmen organisasional merupakan sebuah kepercayaan dan
penerimaan terhadap tujuan-tujuan dan nilai–nilai dari organisasi, sebuah
kemauan untuk menggunakan usaha yang sungguh-sungguh guna kepentingan
organisasi, ataupun sebuah keinginan untuk memelihara keanggotaan dalam
organisasi.
Greggson (1992) dalam Tranggono dan Kartika (2008) mengatakan
bahwa kepuasan kerja merupakan pertanda awal suatu komitmen
organisasional. Opini tersebut bertolak belakang dengan Batemann dan
Strasser (1984) dalam Tranggono dan Kartika (2008) yang mengatakan bahwa
komitmen mendahului kepuasan kerja. Komitmen organisasi yang bersifat
afektif berhubungan dengan satu pandangan profesionalisme yaitu pengabdian
pada profesi. Sedangkan komitmen organisasi yang bersifat kontinuan
berhubungan secara positif dengan pengalaman dan berhubungan negatif
dengan pandangan profesionalisme kewajiban sosial.
Pengaruh Komitmen Afektif..., Beni Andria, Fakultas Ekonomi UMP, 2016
22
22
2.3 Motivasi
2.3.1. Pengertian
Pengertian motivasi berkaitan erat dengan timbulnya suatu
kecenderungan untuk berbuat sesuatu guna mencapai tujuan. Winardi (2009)
merumuskan motivasi sebagai kesediaan untuk melaksanakan upaya tinggi,
untuk mencapai tujuan-tujuan keorganisasian, yang dikondisikan oleh
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan individual tertentu. Pengertian
motivasi lainnya dikemukakan oleh Sastrohadiwiryo (2010) bahwa motivasi
merupakan istilah yang lazim digunakan untuk mengetahui maksud seseorang
atas suatu hal untuk mencapai tujuan tertentu.
Berdasarkan pendapat pakar di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi
yaitu dorongan yang dimiliki seseorang untuk melakukan aktivitas dalam
rangka memenuhi kebutuhannya yang dilakukan dengan sebaik mungkin.
2.3.2. Proses Motivasi
Menurut Gitosudarmo dan Sudito (2008) proses motivasi terdiri dari
beberapa tahapan proses yang meliputi:
a. Munculnya suatu kebutuhan yang belum terpenuhi menyebabkan adanya
ketidakseimbangan (tention) dalam diri seseorang dan berusaha untuk
menguranginya dengan perilaku tertentu.
b. Seseorang kemudian mencari cara-cara untuk memuaskan keinginan
tersebut.
Pengaruh Komitmen Afektif..., Beni Andria, Fakultas Ekonomi UMP, 2016
23
23
c. Seseorang mengarahkan perilakunya ke arah pencapaian tujuan atau
prestasi dengan cara-cara yang telah dipilihnya serta didukung oleh
kemampuan, ketrampilan maupun pengalamannya.
d. Penilaian prestasi dilakukan oleh diri sendiri atau orang lain (atasan)
tentang keberhasilan dalam mencapai tujuan. Perilaku yang ditujukan untuk
memenuhi suatu kebutuhan akan kebanggaan biasanya dimulai oleh yang
bersangkutan. Sedangkan perilaku yang ditujukan untuk memenuhi suatu
kebutuhan finansial atau jabatan, umumnya dilakukan oleh atasan atau
pimpinan organisasi.
e. Imbalan atau hukuman yang diterima dapat dirasakan tergantung kepada
evaluasi atau prestasi yang dilakukan.
f. Akhirnya seseorang menilai bahwa sejauhmana perilaku dan imbalan telah
memuaskan kebutuhannya, maka keseimbangan atau kepuasan atas
kebutuhan tentu dirasakan. Akan tetapi masih ada kebutuhan yang belum
terpenuhi, maka akan terjadi proses pengulangan dari siklus motivasi
dengan perilaku yang berbeda.
Motivasi yang ada pada seseorang akan mewujudkan suatu perilaku
yang diarahkan pada tujuan untuk mencapai sasaran kepuasan. Tiap kegiatan
yang dilakukan oleh seseorang didorong oleh sesuatu kekuatan dari dalam diri
orang tersebut, kekuatan pendorong inilah yang disebut motivasi. Dalam
organisasi, motivasi merupakan masalah kompleks karena kebutuhan dan
keinginan setiap anggota organisasi berbeda.
Pengaruh Komitmen Afektif..., Beni Andria, Fakultas Ekonomi UMP, 2016
24
24
2.3.3. Teori Motivasi
Gomes (2010) menjelaskan bahwa terdapat tiga variabel utama dalam
menjelaskan perilaku karyawan, yaitu:
a. Employee Needs
Seorang pekerja mempunyai sejumlah kebutuhan yang hendak
dipenuhi, yang berkisar pada: (a) existence (biological and safety), (b)
relatedness (affection, companionship, and influence), dan (c) growth
(achievement and self actualization). Ini semua merupakan stimuli internal
yang menyebabkan perilaku.
b. Organizational Incentives
Organisasi mempunyai sejumlah rewards untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan pekerja. Rewards ini mencakup: (a) substantive
rewards (pay, job security, and physical working conditions), (b)
interactive rewards (coworkers, supervision, praises, and recognition),
dan (c) instrinsic rewards (accoempleshment, challenge, and
responsibility). Faktor-faktor organisasi ini berpengaruh terhadap arah dari
perilaku pekerja.
c. Perceptual Outcomes
Pekerja biasanya mempunyai sejumlah persepsi mengenai: (a) nilai
dari rewards organisasi, (b) hubungan antara performansi dengan rewards,
dan (c) kemungkinan yang bisa dihasilkan melalui usaha-usaha mereka
dalam performansi kerjanya.
Pengaruh Komitmen Afektif..., Beni Andria, Fakultas Ekonomi UMP, 2016
25
25
Beberapa teori tentang motivasi dijelaskan sebagai berikut.
a. Teori Maslow
Maslow (dalam Thoha, 2010), mengembangkan suatu konsep teori
motivasi yang dikenal dengan hirarki kebutuhan (hierarchy of needs).
Menurut Maslow, nampaknya ada semacam hirarki yang mengatur
sendirinya kebutuhan-kebutuhan manusia ini. Hirarki kebutuhan tersebut
dilukiskan dalam gambar berikut ini.
Fisik
Keamanan
Sosial
(Afiliasi)
Penghargaan
Aktualisasi Diri
(Self actualization)
Gambar 1. Hirarki Kebutuhan dari Maslow
Sumber : Thoha, 2010
Ketika kebutuhan fisik akan makan, sandang dan papan terpenuhi,
maka naiklah kebutuhan lain yaitu kebutuhan keamanan. Kebutuhan sosial
seperti berusaha mencari hubungan yang bermakna atau kedudukan dalam
masyarakat akan muncul ketika kebutuhan fisik dan keamanan mulai
menurun. Pemenuhan kebutuhan penghargaan yang dapat menghasilkan
perasaan-perasaan percaya diri, prestise, kekuasaan dan kontrol akan
muncul ketika kebutuhan fisik, keamanan dan sosial sudah mulai
menurun. Selanjutnya kebutuhan terakhir yang perlu dipuaskan adalah
Kek
uat
an K
ebutu
han
Tin
gg
i R
endah
Pengaruh Komitmen Afektif..., Beni Andria, Fakultas Ekonomi UMP, 2016
26
26
kebutuhan akan aktualisasi diri, yaitu kebutuhan yang ingin
memaksimalkan potensi diri, suatu keinginan untuk menjadi apa yang
dirasakan oleh seseorang karena mempunyai potensi untuk mencapainya.
b. Teori Alderfer
Teori tentang motivasi lainnya diungkapkan oleh Alderfer (dalam
Robbins, 2013), yang menyatakan bahwa ada tiga kelompok kebutuhan
inti setiap individu yaitu :
1) Eksistensi (existence). Kelompok eksistensi memperdulikan pemberian
persyaratan eksistensi materiil dasar, mencakup butir-butir yang oleh
Maslow dianggap sebagai kebutuhan falid dan keamanan.
2) Hubungan (relatedness). Kelompok kebutuhan kedua adalah kelompok
hubungan. Hasrat yang kita miliki untuk memelihara hubungan antar
pribadi yang penting. Hasrat sosial dan status menuntut interaksi
dengan orang lain agar dipuaskan, dan hasrat ini segaris dengan
kebutuhan sosial Maslow dan komponen eksternal dari klasifikasi
penghargaan Maslow.
3) Pertumbuhan (growth). Pada kelompok kebutuhan pertumbuhan, suatu
hasrat instrinsik untuk perkembangan pribadi, mencakup komponen
intrinsik dari kategori penghargaan Maslow dan karakteristik-
karakteristik yang tercakup pada aktualisasi diri.
2.4 Kerangka Pemikiran Teoritis
Kepuasan kerja karyawan sangat penting artinya bagi perusahaan.
Berbagai upaya terus dilakukan oleh perusahaan agar dapat memberikan
Pengaruh Komitmen Afektif..., Beni Andria, Fakultas Ekonomi UMP, 2016
27
27
kepuasan kerja pada seluruh karyawan. Menurut Gomes (2011) bahwa
kepuasan atau ketidakpuasan seseorang dengan pekerjaannya merupakan
keadaan yang sifatnya subyektif, yang merupakan hasil kesimpulan yang
didasarkan pada suatu perbandingan mengenai apa yang secara nyata diterima
oleh pegawai dari pekerjaannya dibandingkan dengan apa yang diharapkan,
diinginkan, dan dipikirkannya sebagai hal yang pantas, atau berhak baginya.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja yang
diantaranya yaitu komitmen organisasi dengan dimensi yang meliputi
komitmen afektif dan komitmen kontinuan. Greggson (1992) dalam
Tranggono dan Kartika (2008) mengatakan bahwa kepuasan kerja merupakan
pertanda awal suatu komitmen organisasional. Menurut Porter dan Smith
(dalam Steers, 2010) komitmen organisasi disebut juga dengan keterikatan
terhadap organisasi. Keterikatan terhadap organisasi adalah sifat hubungan
baik seorang individu dengan organisasi yang memungkinkan individu akan
mempunyai komitmen yang tinggi.
Karyawan yang memiliki komitmen organisasi yang baik dapat
menumbuhkan motivasi karyawan dalam bekerja. Hal ini dapat dilihat dari
pendapat Rivai (2011) yang menyatakan bahwa komitmen organisasi
merupakan suatu keadaan dimana seorang pegawai memihak pada suatu
organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya serta berniat memelihara
keanggotaanya dalam organisasi itu. Jadi, jika karyawan berkomitmen
terhadap organisasi maka karyawan tersebut akan berusaha untuk berupaya
memberikan yang terbaik bagi organisasi.
Pengaruh Komitmen Afektif..., Beni Andria, Fakultas Ekonomi UMP, 2016
28
28
Menurut Winardi (2009) bahwa motivasi merupakan kesediaan untuk
melaksanakan upaya tinggi, untuk mencapai tujuan-tujuan keorganisasian dan
untuk memenuhi kebutuhannya. Karyawan yang memiliki komitmen afektif
dan komitmen kontinuan yang baik akan menumbuhkan motivasi karyawan
dalam bekerja sehingga karyawan akan merasa puas dalam bekerja.
Hubungan antar variabel tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
2.5 Hipotesis
Berdasarkan pada teori dan penelitian terdahulu, maka hipotesis yang
diajukan sebagai berikut:
H1 : Komitmen afektif berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja.
H2 : Komitmen kontinuan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja.
H3 : Komitmen afektif berpengaruh signifikan terhadap motivasi.
H4 : Komitmen kontinuan berpengaruh signifikan terhadap motivasi.
H5 : Motivasi mempunyai pengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja.
H6 : Komitmen afektif dan komitmen kontinuan berpengaruh signifikan
terhadap kepuasan kerja melalui motivasi sebagai variabel intervening.
Komitmen
Afektif
Komitmen
Kontinuan
Motivasi Kepuasan
Kerja
H1
H6
H3
H2 H5 H4
Pengaruh Komitmen Afektif..., Beni Andria, Fakultas Ekonomi UMP, 2016