BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pondasieprints.umm.ac.id/58628/2/BAB II.pdf · permukaan tanah atau...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pondasieprints.umm.ac.id/58628/2/BAB II.pdf · permukaan tanah atau...
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pondasi
Seluruh bangunan konstruksi yang bertumpuan dengan tanah harus di
dukung dengan adanya pondasi. Sedangkan pondasi itu memiliki pengertian, suatu
bagian dari sistem struktur bawah (sub structure) yang mampu menahan berat
sendirinya dan menahan seluruh beban gaya dari struktur atas, dan kemudian
diteruskan ke lapisan tanah dan batuan yang terdapat dibawahnya. Dengan begitu
pondasi sebagai struktur yang terletak pada posisi paling bawah yang mampu
menahan segala beban dari seluruh beban di atasnya.
Perencanaan pondasi ini didasari pada beberapa aspek, diantaranya yakni
fungsi dari bangunan itu sendiri, jenis tanahnya, kedalaman tanah keras, maupun
dari aspek biaya (finansial). Berikut aspek-aspek yang harus dipertimbangankan
dalam pemilihan jenis pondasi untuk sebuah perencanaan :
a. Keadaan tanah (Struktur tanah)
Keadaan tanah dibawah pondasi sangat erat kaitannya dengan pemilihan
tipe pondasi. Hal ini dikarenakan setiap tipe pondasi memiliki bentuk serta
mekanisme penyaluran beban yang berbeda tergantung pada kondisi tanahnya.
Faktor tanah yang dijadikan pertimbangan antara lain jenis tanah, parameter
tanah, daya dukung, kedalaman tanah keras dan lainnya.
b. Batasan akibat struktur diatasnya
Kondisi beban struktur atas dapat meliputi total besar beban akibat struktur
atas, arah gaya beban baik beban vertikal maupun horizontal dan penyebaran
beban serta sifat dinamis yang dimiliki oleh struktur tersebut.
c. Batasan keadaan lingkungan
Batasan lingkungan disini ialah keadaan lingkungan di sekitar perencanaan
bangunan. Mengingat dalam mengerjakan suatu pembangunan perlu
memperhatikan kondisi lingkungan sekitar, sehingga dengan adanya Batasan ini
7
tidak menganggu keadaan sekitar dan tidak membahayakan aktivitas di sekitar
lingkungan pembangunan.
d. Waktu dan Biaya Pekerjaan
Faktor Waktu dan biaya perkerjaan atau sering disebut sebagai manajemen proyek
ini juga menjadi bahan pertimbangan yang penting, selain akan berpengaruh dalam
finansial dari proyek, juga dapat menjaga dari segi efisien dan ekonomis dari
pekerjaan.
2.1.1 Shallow Foundation
shallow foundation atau pondasi dangkal adalah pendukung beban pondasi
secara langsung. Pondasi ini dapat digunakan apabila kondisi tanah relatif jauh dari
permukaan tanah atau daya dukung tanah yang terlalu lemah. Menurut Braja
(1988:3) pada umunya kedalaman
pondasi dangkal sebesar D/B 1. Adapun berikut beberapa jenis pondasi dangkal
a. Pondasi Telapak (Pad Foundation)
Pondasi telapak ini digunakan untuk mendukung beban titik individual seperti
kolom. Pondasi pad ini dapat berbentuk banyak macam, seperti bentuk melingkar,
persegi. Jenis pondasi ini terdiri dari lapisan beton bertulang dengan ketebalannya
yang seragam, tetapi pondasi pad dapat juga dibuat dalam bentuk bertingkat
apabila pondasi ini dibutuhkan untuk menyebarkan beban dari beberapa kolom
berat.
b. Pondasi Memanjang atau Menerus (Strip Foundation)
Pondasi memanjang adalah jenis pondasi yang digunakan untuk mendukung
beban memanjang atau beban garis, baik untuk mendukung beban dinding atau
beban kolom dimana penempatan kolom dalam jarak yang dekat dan fungsional
kolom tidak terlalu mendukung beban berat sehingga pondasi tapak tidak terlalu
dibutuhkan.
c. Pondasi Rakit (Raft Foundation)
Pondasi rakit ini digunakan untuk mendukung bangunan yang terletak pada
tanah lunak atau digunakan bila susunan antar kolom nya memiliki jarak yang
8
cukup dekat dari segala arah, sehingga disarankan menggunakan pondasi telapak,
yang sisinya berhimpit satu sama lain .
2.1.2 Pondasi Tiang Pancang
Pondasi tiang ini berguna dalam menopang struktur yang berada diatasnya
apabila tanah nya berada pada lapisan tanah keras dan lapisan batuan terletak cukup
dalam dari permukaan tanah. Pondasi tiang juga digunakan pada bangunan yang
tinggi dimana bangunan tinggi ini dipengaruhi oleh gaya-gaya yang dapat
menggulingkan strukturnya akibat adanya beban gempa atau beban angin sehingga
dapat menahan gaya angkat akibat beban-beban tersebut. Selain itu, pondasi tiang
digunakan untuk tujuan berikut, antara lain : (Hardiatmo, 2015 : 76)
1. Meneruskan beban dari bangunan yang terletak di lapisan tanah lunak atau
air ke dalam lapisan tanah keras.
2. Meneruskan beban dari tanah yang lunak hingga kedalaman tertentu
sehingga mendapatkan daya dukung yang besar akibat gesekan dinding
tiang dengan lapisan tanah yang ada disekelilingnya.
3. Mengikat struktur yang dapat menghasilkan gaya angkat akibat tekanan
dan momen penggulingan.
4. Menahan gaya yang bekerja secara horizontal dan miring.
5. Memadatkan tanah pasir, sehingga dapat meningkatkan kapasitas dukung
tanah.
6. Mendukung pondasi struktur atasnya terletak pada permukaan tanah yang
mudah tergerus air.
9
Gambar 2.1 Panjang dan beban maksimum untuk berbagai macam tipe
tiang yang umum dipakai dalam pracetak
10
2.2 Pembebanan
Dalam perencanaan pembangunan perlu dilakukan nya Analisa struktur
untuk mengetahui beban-beban yang berkerja pada bangunan tersebut. Pembebanan
ini menjadi faktor penting dalam menganalisa sebuah struktur yang nanti nya hasil
dari Analisa ini akan mempengaruhi desain dari bangunan tersebut dan menjadi
acuan keamanan dari sebuh bangunan tersebut.
2.2.1 Beban Mati atau Dead Load (D)
Secara umum beban mati yaitu beban yang terdapat pada bangunan atau
struktur itu sendiri. Seperti atap, lantai, dinding, plafond, tangga, kolom dan
sebagainya. Beban mati terlebih dahulu di hitungk tiap lantai nya dan nanti nya
akan di akumulasi secara keseluruhan sesuai dengan jumlah tingkatan dari
bangunan nya.
11
2.2.2 Beban Hidup atau Live Load (L)
Beban hidup ialah beban penghuni dari Gedung tersebut atau beban
lingkungan lain nya seperti beban hujan, beban angin dan beban gempa.
2.2.3 Beban Gempa
Untuk perencanaan bangunan, gaya gempa perlu diperhatikan agar diperoleh
reaksi maksimum yang bekerja. Gaya gempa yang dihitung mengacu pada SNI
1726:2012. Dalam studi perencanaan pondasi tiang Hotel ini menggunakan metode
analisa gempa yaitu metode analisa gempa statik ekivalen.
2.2.3.1 Faktor Keutamaan dan Kategori Risiko Struktur Bangunan
(keutamaan le) dan kategori risiko struktur bangunan gedung
(pengaruh gempa rencana). (SNI 1726-2012: 13)
12
13
14
2.2.3.2 Klasifikasi situs
Klasifikasi situs merupakan dasar dari kriteria desain seismik suatu
bangunan dari permukaan tanah . Tipe kelas situs harus ditetapkan sesuai pada tabel
2.4.
15
Menurut SNI 1726 (2012:20) untuk lapisan tanah kohesif, lapisan batu, dan lapisan
tanah non-kohesif, nilai N ditentukan dengan persamaan sebagai berikut:
[2.1]
Keterangan:
2.2.3.3 Parameter Percepatan Gempa (SM1 dan SMS) dan Percepatan Gempa
Desain (SD1 dan SDS)
Data zona wilayah gempa ini berguna untuk menentukan besaran dari nilai
spektrum Ss dan S1 yang nanti nya di perlukan untuk menghitung gaya geser akibat
beban lateral (gempa) yang akan di terima oleh bangunan. Data gempa tersebut
dapat diperoleh dari SNI 1726 : 2012 atau bisa di dapatkan melalui situs Desain
Spektra Indonesia (puskim.pu.go.id/Aplikasi/desain_spektra_indonesia_2011).
Berikut grafik hubungan percepatan respon spectral terhadap periode
wilayah kota Surabaya berdasarkan klasifikasi tanah disajikan pada Gambar 2.2.
16
Gambar 2.2 Grafik Percepatan Respon Spektra Wilayah Kota Surabaya
Sumber : http://puskim.pu.go.id/Aplikasi/desain_spektra_indonesia_2011/
Grafik percepatan respon spektral pada wilayah Kota Surabaya diatas terbentuk dari
hubungan antara beberapa parameter perhitungan beban gempa yang kemudian
diklasifikasikan berdasarkan jenis tanah pada lokasi proyek. Data hasil analisa pada
situs tersebut disesuaikan dengan kondisi tanah pada lokasi perencanaan proyek.
2.2.3.4 Kategori Desain Seismik
Tabel 2.5 Kategori desain seismik berdasarkan parameter
respon percepatan pada perioda pendek
17
Tabel 2.6 Kategori desain seismik berdasarkan parameter respon percepatan pada
perioda 1 pendek
2.2.3.5 Kategori Desain Seismik
Untuk dapat menentukan perioda fundamental pendekatan (Ta),
dalam detik (SNI 1726-2012) dari persamaan berikut untuk stuktur
dengan ketinggian kurang dari 12 tingkat dengan rumus;
Ta = 0,1 N [2.2]
2.2.3.6 Kombinasi Sistem Perangkat Dalam Arah yang Berbeda
Tabel 2.7 Faktor R,Cd danΩ0 untuk Sistem Penahan
Gaya Gempa
18
Tabel 2.7 (lanjutan)
Koef. Faktor Faktor Batasan sistem struktur Modif kuat
19
Sistem penahan gaya pembe dan batasan tinggi i
lebih
seismik kasi sistem saran struktur, hc (m)c
respo ,
ns, Ω0g deflek Kategori desain seismik
Ra si
Cdb
B C Dd Ed Fe
1. Rangka baja dan beton
komposit pemikul
momen khusus
5 3 4 ½ TB TB TI TI TI
2. Rangka baja dan beton
komposit
terkekang parsial
pemikul momen
6 3 5 ½ 48 48 30 TI TI
3. Rangka baja dan beton
komposit
pemikul momen
biasa
3 3 2 ½ TB TI TI TI TI
4. Rangka baja canai
dingin pemikul
momen khusus
dengan pembautan
3 ½ 3a 3 ½ 10 10 10 10 10
Sumber: SNI 1726 (2012:34)
2.2.3.7 Koefisien Respon Seismik (Cs)
Berdasarkan SNI 1726 2012:54,:
20
[2.3]
Pada saat menghitung nilai Cs dengan persamaan seperti diatas tidak
diperbolehkan dari hasil persamaan dibawah ini:
[2.4]
2.2.3.8 Geser Dasar Seismik
Untuk menentukan V dalam arah yang sudah ditetapkan harus ditentukan dengan
menggunakan persamaan berikut ini:
21
2.2.3.9 Distribusi Vertikal Gaya Gempa
Gaya gempa lateral (Fx) [KN] yang akan ditristibusikan di semua titik dan
semua tingkat harus ditentukan dengan cara berikut :
Fx = Cvx . V [2.7]
Dan
[2.8]
22
2.2.4 Beban Kombinasi
Hasil Perhitungan pembebanan dikombinasikan dan dimasukkan ke
program pendukung STAAD-PRO serta kombinasi beban sesuai dengan SNI 03-
1726-2012. Perencanaan ini digunakan dua kombinasi pembebanan.
Kombinasi Beban untuk Metode Ultimit
1. 1,4D
2. 1,2D + 1,6L + 0,5(Lr atau R)
3. 1,2 D + 1,6 (Lr atau R) + (L atau 0,5 W)
4. 1,2 D + 1,0 W + L +0,5 (Lr atau R)
5. 1,2 D + 1,0 E + L
6. 0,9 D + 1,0 W
7. 0,9 D + 1,0 E
Kombinasi Beban untuk Metode Ultimit
1. D
2. D+L
3. D+(Lr atau R)
4. D+0.75L+0.75(Lr atau R)
5. D + (0,6W atau 0,7E)
6. D+0,75(0,6W atau 0,7 E)+0,75L+0,75(Lr atau R)
7. 0,6D+0,6W
8. 0,6D+0,7E
2.3 Daya Dukung Ijin Tiang
Ada beberapa daya dukung yang diperhitungkan dalam studi
ini yaitu sebagai berikut (Pamungkas, 2013:42).
23
2.3.1 Daya Dukung Ijin Vertikal Tiang
Analisis daya dukung ijin tekan pondasi tiang terhadap kekuatan tanah
mempergunakan rumus sebagai berikut : (data N SPT)
[2.9]
Sumber : Nakazawa
2.3.2 Daya Dukung ijin Horizontal Tiang
1. Untuk tiang pendek
Daya dukung horizontal pada tiang pendek di rumuskan sebagai berikut:
[2.10]
2. Untuk tiang sedang
Untuk Daya dukung horizontal pada tiang sedang di rumuskan sebagai berikut
[2.12]
Hu di dapat dengan mengambil:
[2.13]
𝑴𝒎𝒂𝒙 = 𝑯𝒖 ( 𝑳𝒑 𝟐
+ 𝟑𝑫 𝟐
) [2.11 ]
24
3. Untuk tiang panjang
Apabila Mmax > My maka tiang termasuk tiang panjang, dimna Hu bisa dinyatakan
dengan persamaan:
𝟐 𝑴𝒚 [2.14]
Dan nilai f diambil dari persamaan:
𝑯𝒖 [2.15]
Untuk mencari kolerasi dengan undrained shear strength (Cu) menurut
pendekatan Stroud (1974) adalah sebagai berikut :
𝑪𝒖 = 𝒌 𝒙 𝑵 [2.16]
2.3.3 Daya Dukung ijin Tarik Tiang
Analisis daya dukung ijin tarik pondasi terhadap kekuatan tanah
menggunakan rumus sebagai berikut:
Berdasarkan Data N-SPT (Mayerhof) :
[2.17]
Sumber : Pamungkas, 2013: 51
25
dimana:
2.3.4 Perencanaan Tiang Kelompok
Disyaratkan:
26
2.3.5 Beban Maksimum Tiang pada Kelompok Tiang
Untuk mengontrol kekuatan tiap tiang agar tetap aman dari beban-beban yang
berada di atas nya sesuai dengan daya dukung nya.
[2.20]
Sumber : Pamungkas, 2013: 57
dimana:
P max = beban maksimum tiang
Pu = gaya aksial yang terjadi (terfaktor)
My = momen yang bekerja tegak lurus sumbu y
Mx = momen yang bekerja tegak lurus sumbu x
X max = jarak tiang arah sumbu x terjauh
Y max = jarak tiang arah sumbu y terjauh
Ʃx² = jumlah kuadrat X
Ʃy² = jumlah kuadrat Y
nx = banyak tiang dalam satu baris arah sumbu x
ny = banyak tiang dalam satu baris arah sumbu y
np = jumlah tiang
Bila P maksimum yang terjadi bernilai positif, maka pile mendapatkan gaya tekan.
Bila P maksimum yang terjadi bernilai negatif, maka pile mendapatkan gaya tarik.
2.4 Perencanaan Pile Cap
2.4.1 Dimensi pile cap
Jarak tiang mempengaruhi untuk ukuran pile cap. Jarak tiang pada kelompok
tiang diambil 2,5D – 3D, dimana D ialah diameter tiang. Jarak tiang pada pile cap
dijelaskan pada Gambar 2.9
27
Gambar 2.3 Jarak tiang
28
2.4.2 Penulangan pile cap
1) Lebar (b) dan tinggi efektif (d) perencanaan balok persegi..
[2.21]
2)
Rasio penulangan dapat diperoleh dengan persamaan:
[2.22]
[2.23]
𝟎,
𝑭𝒄′
𝟔𝟎𝟎 [2.24]
𝝆𝒎𝒂𝒙 = 𝟎, 𝟕𝟓 𝝆𝒃 [2.25]
𝟏, 𝟒 [2.26]
29
3) Melanjutkan perhitungan luas tulangan jika harga rasio penulangan tarik sudah
memenuhi syarat.
4) Luas tulangan yang telah dihitung selanjutnya dapat direncanakan diameter dan
jarak tulangannya.
5) Dilakukan pemeriksaan tinggi efektif yang dipakai (d pakai > d rencana)
[2.28]
2.4.3 Tinjauan Terhadap Geser
2.4.3.1 Kontrol Terhadap Geser Pons yang Bekerja Satu Arah
Kekuatan yang disumbangkan beton adalah jika hanya geser dan lentur yang
bekerja,
Vc = [2.29]
Gaya geser nominal penampang sejarak d dari muka kolom harus lebih kecl
atau sama dengan kekuatan geser beton sehingga Vn ≤ Vc.
30
Gambar 2.4 Penampang Kritis pada Pelat Pondasi pada Geser Satu
Arah Maka:
[2.30]
dimana:
Vu : gaya geser sejarak d dari muka kolom Vc : geser beton bw : lebar
pondasi (m)
d : h – d’ (h adalah tinggi pelat dan d’ adalah selimut beton) ϕ : 0,6
(reduksi kekuatan untuk geser)
31
2.4.3.2 Kontrol Terhadap Geser Pons yang Bekerja Dua Arah
Pada Gambar 2.5. Penampang kritis yang terjadi kekuatan geser beton adalah
Gambar 2.5 Daerah Geser Aksi Dua Arah Pada Pelat Pondasi
Vc = [2.31]
dimana:
bo : keliling daerah kritis
: 2 (bo + ho) [2.32]
βo : h ; h (sisi panjang kolom) b
; b (sisi pendek kolom) d :
tinggi efektif penampang (m)
Gaya geser nominal penampang:
[2.33]
[2.34]
Vs : kuat geser tulangan geser.
Vu = [2.35]
Pu : beban berfaktor pada kolom
A : luas pondasi (B x L)
1 2 d
h
1 2 d
1 2 d h 1
2 d
ho
bo