BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional...

47
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional Cekungan Asri Berdasarkan tinjauan geologi regional, Cekungan Asri terletak di bagian ujung tenggara dari Lempeng Eurasia dan secara lebih spesifik merupakan bagian dari Lempeng mikro Sunda. Pada awalnya Cekungan Asri merupakan satu bagian dengan Cekungan Sunda. Cekungan Asri merupakan Paleogene half-graben dengan arah N-S dan melengkung dengan ke arah barat daya, membatasi patahan utama di wilayah timur. Gambar 2.1 Peta lokasi Cekungan Asri terhadap South East Sumatra terhadap Indonesia (Sukanto dkk., 1998). 6

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710070066_2_7014.pdfPaleogeografi Cekungan Asri pada waktu banuwati adalah delta di ... half

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Geologi Regional Cekungan Asri

Berdasarkan tinjauan geologi regional, Cekungan Asri terletak di bagian

ujung tenggara dari Lempeng Eurasia dan secara lebih spesifik merupakan bagian

dari Lempeng mikro Sunda. Pada awalnya Cekungan Asri merupakan satu bagian

dengan Cekungan Sunda. Cekungan Asri merupakan Paleogene half-graben

dengan arah N-S dan melengkung dengan ke arah barat daya, membatasi patahan

utama di wilayah timur.

Gambar 2.1 Peta lokasi Cekungan Asri terhadap South East Sumatra terhadap Indonesia (Sukanto dkk., 1998).

6

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710070066_2_7014.pdfPaleogeografi Cekungan Asri pada waktu banuwati adalah delta di ... half

Paleogeografi Cekungan Asri pada waktu banuwati adalah delta di daerah

barat laut cekungan, fan-delta di wilayah timur cekungan, deep lacustrine di

tengah cekungan, dan system fluvial – delta di barat cekungan asri pada Zelda

bagian bawah.

Cekungan Asri di sebelah barat berbatasan dengan tinggian saleha dari

hera subbasin yang dianggap sebagai bagian dari Cekungan Sunda, di sebelah

utara dan timur dibatasi oleh Sunda shield, di sebelah selatan oleh northern

extension dari tinggian seribu.

2.1.1 Struktur Geologi dan Tektonik Cekungan Asri

Menurut Sukanto, dkk (1998), Cekungan Asri merupakan suatu foreland

basin dari cekungan busur belakang (back arc basin) yang merupakan half

graben rift serta suatu jenis cekungan ekstensional yang komplek dari

intracratonic atau disebut sag style basin. Sag exstension berkembang menjadi

graben yang simetris,kemudian half graben rift dan akhirnya berhenti.

Cekungan Asri mempunyai luas sekitar 3500 km2 dengan ketebalan

sedimen mencapai 16.000 feet dan terbentuk dari Paleosen hingga Pleistosen.

Merupakan half graben tersier yang aktif di dalam back arc basin sejak Oligosen

Awal berjarak kira-kira 200 km di utara Java Volcanic Arc dan 400 km di utara

trench subduction yang memanjang dari barat ke timur sepanjang pulau Jawa.

7

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710070066_2_7014.pdfPaleogeografi Cekungan Asri pada waktu banuwati adalah delta di ... half

Gambar 2.2 Tatanan Tektonik Regional Cekungan Asri

Pada bagian timur dibatasi oleh sesar normal berarah utara – selatan,

bagian selatan dibatasi oleh wrench dengan trend barat laut - tenggara. Pada

bagian barat perlapisan membentuk pola onlap dan monoklin pada sisi utara

cekungan. Analisis tektonik dari pola patahan berdasarkan sand-box eksperimen

diindikasikan bahwa Asri half-graben lebih merupakan pull a part basin daripada

ekstensional rift graben. Pull a part graben ini berasal dari pergerakan NW-SE

8

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710070066_2_7014.pdfPaleogeografi Cekungan Asri pada waktu banuwati adalah delta di ... half

dextral wrenching dari lempeng benua Sunda terhadap lempeng samudra Indo-

Australia selama paleogen awal.

Gambar 2.3 Unit Tektonik Cekungan Asri

Cekungan asri berada disebelah utara dari bagian tenggara Sumatran fault

system. Merupakan suatu half graben yang terjadi karena adanya 3 faktor: Master

fault system, deep sag, dan slope. Cekungan Asri dibagi menjadi dua bagian

yaitu asri half-graben dan west asri slope.

9

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710070066_2_7014.pdfPaleogeografi Cekungan Asri pada waktu banuwati adalah delta di ... half

Gambar 2.4 Periode tektonik pada Cekungan Asri (Sukanto, dkk., 1998)

10

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710070066_2_7014.pdfPaleogeografi Cekungan Asri pada waktu banuwati adalah delta di ... half

Menurut Sukanto, dkk (1998), secara umum sistem sedimentasi dan jenis

struktur yang terdapat pada Cekungan Asri dipengaruhi oleh tiga periode tektonik

yang utama, yaitu Rift Initiation, Syn Rift, dan Post Rift (Gambar 2.1.1.2).

Penjelasan mengenai masing-masing periode dapat diuraikan

sebagai berikut:

1. Rift Initiation (awal terjadinya rifting / pemekaran)

Subduksi lempeng Samudra hindia ke bawah lempeng benua sunda (akhir

Kapur – Paleosen) lalu pada eosen awal lempeng benua tertarik oleh pergeseran

yang mengakibatkan peregangan dan pelengkungan. Proses sagging terjadi

membentuk cekungan yang diisi oleh sediment sungai (fluvial) terus terjadi

sampai daerah sekitarnya tertutup air dan menjadi danau terendapkan sedimen

halus seperti serpih-lempungan (formasi banuwati).

Periode pertama berlangsung selama pra-Oligosen sampai Oligosen Awal

(pengendapan serpih Banuwati). Periode ini ditandai oleh pemekaran membentuk

suatu rangkaian block faulted yang umumnya paralel terhadap bidang sesar.

Dalam cekungan yang terbentuk diendapkan fanglomerat, kipas aluvial dan

terrace fault dari anggota Hariet, Formasi Banuwati.

2. Syn Rift (selama terbentuknya rift)

Litosfer patah dan membentuk rekahan dengan arah Barat Laut –

Tenggara yang kemudian membentuk suatu lengkungan dan suatu bentuk sudut

yang tajam. Rekahan- rekahan membentuk batas pembentukan cekungan half-

11

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710070066_2_7014.pdfPaleogeografi Cekungan Asri pada waktu banuwati adalah delta di ... half

graben dan endapan kipas alluvial.

Synrift dimulai dengan terjadinya pengangkatan dan erosi. Sedimentasi

lebih banyak dipengaruhi oleh patahan utama rift sehingga sedimentasi tebal dan

tidak simetris. Setelah pergerakan patahan berhenti maka dimulailah

pengendapan batuan dalam lingkungan yang dipengaruhi psang surut air laut

karena muka air laut terus naik dari Oligosen – awal Miosen.

Periode ini berkembang selama Oligosen Awal sampai Oligosen Akhir

(pengendapan serpih Banuwati sampai Anggota Zelda bagian atas). Pemekaran

atau rifting berkembang menjadi en-echelon fault pada sayap cekungan bagian

timur dan barat. Periode ini di awali oleh cepatnya penurunan dasar cekungan

(subsidence), membentuk cekungan yang dalam Banuwati terendapkan. Selama

pengendapan Anggota Zelda bagian bawah, cekungan bagian timur membentuk

sistem sesar akibat ekstensi yang cepat sehingga terbentuk cekungan jenis half

graben.

3. Post Rift (setelah rift terbentuk)

Neogen post-rift dimulai dengan transgresi air laut, dimulai dengan

diendapkannya batuan dalam lingkungan laut (marine). Periode terakhir ini

berlangsung selama Miosen Akhir sampai Pleistosen (pengendapan Anggota Gita

atau Formasi Talang Akar dan lapisan yang lebih muda). Merupakan periode

subsidence regional dan transgresi. Orogenesa pada periode Pliosen-Pleistosen

tidak mempengaruhi cekungan asri.

12

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710070066_2_7014.pdfPaleogeografi Cekungan Asri pada waktu banuwati adalah delta di ... half

2.1.2 Stratigrafi Cekungan Asri

Pada kolom stratigrafi Cekungan Asri (Gambar 2.1.2) menunjukkan

adanya suatu mega siklus dari base level rise (Formasi Banuwati-Gumai) dan

base level fall (Formasi Air Benakat - Cisubuh). Menurut Sukanto, dkk, (1998)

pola stratigrafi dari umur tertua sampai termuda adalah sebagai berikut:

1. Batuan Dasar (Basement)

Merupakan jenis batuan Pra-Tersier yang terdiri dari batuan beku

(granit/granodiorit) sampai batuan metamorf tingkat rendah.

2. Anggota Hariet, Formasi Banuwati

Tersier sedimen paling tua adalah pada Oligosen namun sedimen berumur

Eosen mungkin juga terdapat dibagian terdalam dari cekungan. Formasi

Banuwati merupakan stratigrafi unit terpenting di kedua Cekungan Asri maupun

Cekungan Sunda. Dikedua Cekungan ini Formasi Banuwati secara langsung

berada di atas Basement Tersier dan ditindih oleh Formasi Zelda.

Formasi ini berumur Eosen - Oligosen Awal. Formasi Banuwati

memiliki anggota klastik berasal dari fluviatil di bagian dasar dan anggota

lacustrine shale di atasnya yang merupakan batuan induk di kedua cekungan.

Yang pertama terbentuk adalah banuwati clastic kemudian terbentuk banuwati

shale. Merupakan endapan serpih hitam dari lakustrin sebagai kontak antara

serpih lakustrin dan klastik banuwati, terbentuk pada Oligosen Awal.

13

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710070066_2_7014.pdfPaleogeografi Cekungan Asri pada waktu banuwati adalah delta di ... half

3. Anggota Zelda, Formasi Talang Akar

Terletak selaras di atas anggota shale Banuwati dan terbentuk pada

jaman Oligosen Tengah - Akhir, merupakan satuan terrigenous pada bagian

bawahnya dan pada umumnya tersusun oleh mudstone yang tebal, siltstone dan

batupasir halus, dan secara lokal dijumpai lapisan tipis batubara. Endapan

tersebut diinterpretasikan sebagai endapan lingkungan diluar danau dangkal-

fluvial-delta. Bagian atas unit ini merupakan lapisan tebal dari multistory fluvial.

Batupasir Anggcta Zelda bagian tengah sampai atas merupakan hasil subsidence

yang perlahan (slowdown subsidence). Pengendapan secara bertahap berubah

dari lingkungan non marine lakustrin dan fluvial menjadi coastal plain.

3. Anggota Gita, Formasi Talang Akar

Anggota Gita terbentuk pada Miosen Awal dan terdiri dari mudstone

transgressive, shale dan batubara serta batupasir channel estuarine. Batupasir

menyerupai lembaran (sheetlike) yang tersebar dan merupakan channelized.

Anggota Gita mempunyai tebal 335 m dengan lingkungan pengendapan

supratidal - intertidal dan diendapkan secara selaras di atas Anggota Zelda.

4. Formasi Baturaja

Pada awal Miosen terjadi transgresi yang menenggelamkan lower delta

plain dan membentuk endapan batugamping neritik tengah laut (Fm. Baturaja).

Formasi Baturaja diendapkan selaras dengan Formasi Talang Akar tersusun atas

batupasir laut dangkal, mudstone dan secara local dijumpai batugamping.

14

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710070066_2_7014.pdfPaleogeografi Cekungan Asri pada waktu banuwati adalah delta di ... half

Formasi Baturaja terbentuk pada jaman Miosen Awal dan diendapkan

selaras di atas Formasi Talang Akar, terdiri dari batupasir shallow marine,

mudstone dan secara lokal dijumpai batugamping yang berkembang kurang baik.

5. Formasi Gumai

Formasi Gumai diendapkan selaras di atas Formasi Baturaja pada jaman

Miosen Awal di lingkungan laut dangkal – laut dalam. Terdiri dari lempung yang

disisipi batugamping dan batupasir yang tipis. Shale Gumai terletak selaras di

atas Formasi Air Benakat.

6. Formasi Air Benakat

Berkurangnya kedalaman air pada Kala Miosen menghasilkan endapan

tebal batupasir glaukonit yang termasuk dalam formasi air benakat. Formasi Air

Benakat yang merupakan suatu unit regresi yang berlangsung selama Miosen

Awal - Tengah, terdiri dari perselingan lempung, batupasir dan batugamping

yang tipis di lingkungan neritik dan berangsur-angsur menjadi laut dangkal dan

prodelta.

7. Formasi Parigi

Formasi Parigi terbentuk pada Miosen Akhir dan terdiri atas batugamping

pasiran dan batulempung serta sedikit sisipan batubara. Di beberapa tempat

lapisan formasi ini diendapkan sangat tipis sekali atau menghilang.

15

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710070066_2_7014.pdfPaleogeografi Cekungan Asri pada waktu banuwati adalah delta di ... half

8. Formasi Cisubuh

Formasi Cisubuh yang terdiri dari clay marine, lapisan tipis batupasir dan

siltstone, dan terbentuk pada Miosen Akhir - Pliosen.

Gambar 2.5 Stratigrafi Cekungan Asri

16

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710070066_2_7014.pdfPaleogeografi Cekungan Asri pada waktu banuwati adalah delta di ... half

2.1.3 Petroleum System Cekungan Asri

Gambar 2.7 Petroleum System Cekungan Asri

Petroleum system merupakan elemen yang mempengaruhi keterdapatan

hidrokarbon yang terdiri dari batuan induk (source rock), batuan reservoar,

batuan penutup (seal), overburden, migrasi, jebakan dan sejarah perkembangan

dari migrasi dan akumulasi hidrokarbon (Magoon, LB. et al., 1994 dalam

Sukanto dkk., 1998), dapat dilihat pada gambar 2.1.3.

Sukanto, dkk (1998) membagi petroleum system Formasi Banuwati -

Talang Akar di Cekungan Asri sebagai berikut:

17

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710070066_2_7014.pdfPaleogeografi Cekungan Asri pada waktu banuwati adalah delta di ... half

1. Batuan Induk (source rock)

Anggota serpih banuwati adalah serpih hitam lacustrine, merupakan

batuan sumber utama dari hidrokarbon di Cekungan Asri. Suhu maksimum antara

430° - 440° C, merupakan serpih yang early mature dengan kedalaman

maksimum sekitar 12.000 ft. Serpih lakustrin yang lebih tebal pada Formasi

Banuwati mengandung kerogen yang melimpah.

Dengan post-rift subsidence yang terus menerus dan aliran panas yang

tinggi. Paleogen sequence mengandung shale lacustrin yang tebal pada Formasi

Banuwati merupakan oil-prone source rock yang sangat bagus terutama sumur

yang dikembangkan karena batas derajat cekungan yang tinggi.

Ketebalan lacustrine shale banuwati mencapai beberapa ratus feet dan

mengandung kerogen tipe I yang mampu menghasilkan minyak yang banyak dan

sedikit gas. Kematangan dicapai pada miosen awal dan present oil window

diperkirakan sekitar 3000 m dibawah laut.

2. Batuan Reservoar

Reservoir utama dari kedua cekungan ini adalah Fluvial, Delta fan

sandstones dan shallow marine karbonat pada Oligosen sampai Miosen awal.

Banyaknya patahan yang saling mempengaruhi dan permeabilitas jalur migrasi,

kualitas reservoir yang bagus, sumber dan penutup facies di dalam daerah

dengan aliran panas yang tinggi menjadi faktor untuk cadangan akumulasi yang

besar dari minyak bumi di Cekungan Asri dan Cekungan Sunda.

18

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710070066_2_7014.pdfPaleogeografi Cekungan Asri pada waktu banuwati adalah delta di ... half

Anggota Zelda dan Gita bagian atas (Formasi Talang Akar) terdiri dari

batupasir multistory fluvial, berupa batupasir fluvial, distributary atau estuarine

ribbon sand bodies sampai delta merupakan reservoar utama pada Cekungan

Asri.

3. Batuan Penutup (seal)

Batuan utama pada Cekungan Asri adalah serpih laut dangkal yang

merupakan Anggota Gita bagian atas dengan ketebalan antara 150 -350 ft. Serpih

marine Formasi Baturaja dan Gumai merupakan puncak batuan penutup secara

regional di Cekungan Asri.

4. Beban (overburden)

Total ketebalan overburden mencapai 11500 ft pada waktu maturity

sampai 14000 ft sampai dengan saat ini.

5. Jenis Migrasi

Migrasi fluida di Cekungan Asri sebagian besar dikontrol oleh geometri

lapisan pembawa, yaitu batupasir Anggota Zelda. Migrasi lateral terjadi dari

serpih Formasi Banuwati menuju Anggota Zelda bagian tengah karena sedikitnya

struktur sesar dan rendahnya SSR. Migrasi vertikal mencapai Anggota Gita

melalui sesar-sesar normal.

19

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710070066_2_7014.pdfPaleogeografi Cekungan Asri pada waktu banuwati adalah delta di ... half

Gambar 2.8 Jalur migrasi Cekungan Asri

Migrasi Vertikal terjadi dekat dengan kedalaman Cekungan, melalui

banyaknya patahan yang aktif sejak Oligosen dan migrasi sering kembali terjadi

dari depocenter terutama diatas patahan yang bedekatan dengan cekungan.

Migrasi lateral melalui beberapa puluh kilometer dan sepanjang

pelapukan basement, melalui sistem channel sandstones, dan karstifikasi yang

melubangi batuan karbonat. Awal migrasi lateral didominasi oleh batupasir dari

Formasi Talang Akar di atas Shale Gumai.

20

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710070066_2_7014.pdfPaleogeografi Cekungan Asri pada waktu banuwati adalah delta di ... half

2.2 Teori Dasar

2.2.1 Konsep Dasar Geokimia Minyak Bumi

Geokimia minyak bumi merupakan aplikasi dari prinsip kimia untuk

mempelajari asal-usul, migrasi, akumulasi, dan alterasi dari petroleum serta

penggunaannya dalam mengeksplorasi dan memperoleh petroleum (Hunt, 1996).

Dengan menggunakan ilmu ini, maka akan dapat diketahui secara pasti berbagai

faktor yang mengontrol pembentukan, proses migrasi, dan akumulasi minyak

bumi.

Geokimia minyak bumi harus diintegrasikan dengan geologi minyak bumi

(analisis cekungan) agar dapat memberikan makna dalam eksplorasi hidrokarbon.

Geologi-Geofisika-Geokimia merupakan suatu trinitas dalam eksplorasi

hidrokarbon.

2.2.2 Tinjauan Material Organik dan Kerogen

Komposisi utama material organik yang terkandung dalam sedimen

adalah bakteri, fitoplankton, zooplankton (terutama foraminifera dan sejenis

udang-udangan) juga tumbuhan tingkat tinggi (higher plant). Pada dasarnya

semua organisme mempunyai kandungan kimia yang sama, antara lain lipid,

protein, karbohidrat dan lignin pada tumbuhan tingkat tinggi, namun terdapat

beberapa perbedaan karakteristik pada sejumlah kandungan utamanya dan pada

detail struktur kimianya.

21

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710070066_2_7014.pdfPaleogeografi Cekungan Asri pada waktu banuwati adalah delta di ... half

Kandungan terpenting dalam pembentukan minyak bumi adalah lipid.

Lipid terdiri dari substansi lemak, lilin dan komponen lain yang menyerupai lipid

seperti pigmen terlarut dalam minyak, terpenoid, steroid, sterol, dan lemak yang

kompleks.

Proses utama dalam pembentukan dari material organik yaitu fotosintesis

dan oksidasi sebagai pemicu siklus karbon di bumi. Faktor-faktor yang

mempengaruhi komposisi material organik diantaranya karena perubahan iklim,

tingkat salinitas, pasokan nutrisi, oksigen dan predator, selain itu faktor lain

diantaranya proses geokimia yang melibatkan karbohidrat, protein, polyphenol,

dan lipida (zat lemak). Untuk dapat mengetahui asal material organik yang

terkandung dalam suatu batuan sedimen diperlukan pemahaman mengenai daur

karbon (gambar 2.8) karena hakekat dari konsentrasi material organik adalah

luputnya sejumlah kecil fraksi karbon organik dari daur karbon yang terus

berulang.

Gambar 2.9 Dua siklus utama dari karbon organik dibumi (setelah Welte, 1970)

22

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710070066_2_7014.pdfPaleogeografi Cekungan Asri pada waktu banuwati adalah delta di ... half

Pada dasarnya pembentukan hidrokarbon merupakan salah satu bagian

dari proses diagenesis pada material organik yang berasal dari tumbuhan darat,

alga, bakteri dan mikro-organisme yang tumbuh dan terakumulasi di suatu tempat

atau terbawa dari tempat lain, komposisi dari masing-masing material organik itu

dipengaruhi oleh kondisi lokal di tempat mereka tumbuh.

Faktor-faktor lokal yang mempengaruhi komposisi material organik

adalah perubahan iklim, tingkat salinitas, pasokan nutrisi, oksigen dan predator.

Di samping itu adanya proses biokimia yang melibatkan karbohidrat, protein,

polyphenol dan lipida (zat lemak) dalam bentuk biopolimer tunggal maupun

kompleks juga turut memberikan kontribusi yang cukup berarti terhadap

perbedaan komposisi material organik.

Dalam sedimen dan tanah proses biokimia ini selalu berulang kembali,

pada umumnya terdegradasi dan teroksidasi oleh organisme lainnya menjadi CO2

yang terjadi setelah organisme mati dan selama proses penguraian oleh bakteri

sebagai transformasi dari bentuk biopolimer menjadi geomonomer. Pada saat

biopolimer dan geomonomer terurai terjadi suatu reaksi yang menghasilkan

struktur polimer acak pada material organik yang berasal dari geosfer dan

terendapkan pada tempat reaksi terjadi, sehingga disebut dengan geopolimer yang

relatif stabil terhadap penguraian oleh bakteri.

Sebagian besar organisme terdiri dari beberapa macam polimer (selulosa,

protein, lignin) sehingga peluruhan tersebut dapat dianggap sebagai suatu

transformasi dari biopolimer ke geomonomer.

23

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710070066_2_7014.pdfPaleogeografi Cekungan Asri pada waktu banuwati adalah delta di ... half

Biopolimer dan geomonomer dapat mengalami peluruhan akibat faktor

mikrobiologis dan nonbiologis. Biopolimer akan meluruh oleh akibat aktivitas

bakteri sedangkan geomonomer akan cepat terurai dengan sendirinya. Sebagai

contoh gula dan asam amino dapat segera terurai oleh mikroorganisme dan

karena itu sangat sulit mendeteksi zat tersebut di dalam sedimen.

Geopolimer terdiri dari beberapa macam jenis, salah satu yang paling

penting bagi studi ini adalah kerogen yang tersebar secara luas dalam batuan

sedimen. Batubara merupakan contoh litologi yang paling kaya akan

keterdapatan kerogen dan terbentuk dari jenis tumbuhan tertentu dengan

lingkungan pengendapan tertentu pula. Selain kerogen, masih terdapat suatu

bagian material organik yang larut dalam pelarut organik biasa dan diperoleh

dengan cara ekstraksi. Bagian ini disebut dengan bitumen atau Extractable

Organic Matter (EOM).

Untuk dapat membentuk batuan yang kaya akan material organik

diperlukan syarat utama yang harus dipenuhi, yaitu terdapatnya jumlah material

organik yang sangat besar yang terendapkan dan terlindungi dari perusakkan

akibat proses diagenesis. Sedangkan jumlah material organik dikontrol oleh dua

faktor penting, yaitu produktivitas dan preservasi yang masing – masing masih

dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang juga tidak kalah pentingnya. Faktor

yang mempengaruhi tingkat produktivitas material organik dalam suatu batuan

sedimen adalah terpenuhinya pasokan nutrisi, intensitas cahaya matahari,

temperatur hangat, pasokan karbonat, oksigen dan kondisi kimia air. Adapun

faktor pengontrol tingkat preservasi material organik antara lain adalah pasokan

24

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710070066_2_7014.pdfPaleogeografi Cekungan Asri pada waktu banuwati adalah delta di ... half

oksigen, tipe material organik yang diendapkan dan kecepatan akumulasi

sedimen yang berkaitan erat dengan sejarah penimbunan.

Faktor oksigen sangat berperan dalam preservasi material organik karena

berhubungan dengan kondisi lingkungan material tersebut diendapkan. Kondisi

anoksik (kandungan O2 < 0.2 ml/l) sangat baik untuk proses preservasi material

organik dalam batuan sedimen. Laju sedimentasi dan penimbunan (burial) yang

cepat juga dapat meningkatkan preservasi material organik, tetapi jika laju

sedimentasi terlalu tinggi justru dapat mereduksi nilai karbon organik (TOC)

karena proses pelarutan (dilution) akan menyebarkan material organik ke seluruh

volume batuan sehingga konsentrasi karbon organik akan lebih sedikit.

Setelah proses pengendapan, material organik tersebut kemudian

mengalami proses-proses perubahan komposisi. Proses-proses tersebut meliputi

diagenesis, katagenesis dan metagenesis. Berikut ini akan dibahas mengenai

ketiga proses tersebut.

Diagenesis merupakan serangkaian proses pada suatu sistem dalam

mencapai keseimbangan pada kondisi penimbunan (burial) dangkal sedimen

tersebut menjadi terkompakkan, biasanya kedalamannya dapat mencapai

beberapa ratus meter dengan peningkatan temperatur dan tekanan yang tidak

terlalu besar dan perubahan (transformasi) terjadi pada kondisi yang tidak terlalu

ekstrim, selain itu perubahan kimia biasanya terjadi akibat proses polikondensasi

dan insolubilisasi.

25

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710070066_2_7014.pdfPaleogeografi Cekungan Asri pada waktu banuwati adalah delta di ... half

Pada awal diagenesis agen utama dari proses perubahan ini adalah

aktivitas mikroorganisme anaerob yang mengkonsumsi oksigen bebas dan sulfat.

Energi akibat dekomposisi material organik tersebut diubah menjadi

karbondioksida, amonia dan air. Didalam sedimen itu sendiri material organik

berubah untuk mencapai keseimbangan berupa perubahan polimer atau

biopolimer (protein dan karbohidrat) menjadi struktur polikondensat yang baru

(geopolimer) yang kemudian menjadi kerogen oleh aktivitas mikroorganisme

selama sedimentasi dan awal diagenesis. Hidrokarbon yang terbentuk pada proses

diagenesis ini adalah metana, akhir dari diagenesis material organik pada

sedimen ditandai oleh berkurangnya ekstrak asam humik/humus kelompok

karboksil telah dihilangkan.

Katagenesis terjadi karena peningkatan temperatur dan tekanan selama

penimbunan (burial) pada cekungan sedimen, kedalamannya mencapai beberapa

kilometer dan tektonik juga berperan dalam proses ini. Peningkatan ini

menyebabkan sistem membutuhkan keseimbangan lagi yang akhirnya membawa

pada perubahan yang baru. Perubahan tersebut antara lain komposisi dan tekstur

pada fase mineral akan terubah terutama pada fraksi lempung, kandungan air

akan terus berkurang, porositas dan permiabilitas menurun juga salinitas dari air

tanah akan meningkat, namun yang paling utama adalah degradasi termal pada

kerogen. Akhir dari katagenesis ditandai oleh hilangnya rantai aliphatik karbon

pada kerogen dan perkembangan dari orde kerogen akan dimulai.

26

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710070066_2_7014.pdfPaleogeografi Cekungan Asri pada waktu banuwati adalah delta di ... half

Tahap katagenesis dapat dibagi 2 berdasarkan suhu hidrokarbon dapat

terbentuk yaitu :

a. Tahap katagenesis lemah atau oil window

Pada tahap ini, berlangsung pada suhu 50–1200C, terjadi

perubahan kerogen menjadi hidrokarbon biasanya berupa

hidrokarbon cair.

b. Tahap kategenesis lanjut atau gas window

Tahap ini berlangsung pada suhu diatas 1200C. Proses yang terjadi adalah

penghancuran ikatan antar atom karbon dan menghasilkan hidrokarbon yang

lebih ringan seperti gas.

Tahap akhir dari evolusi sedimen dinamakan metagenesis dengan tingkat

kedalaman yang tinggi, temperatur dan tekanan mencapai nilai yang tinggi juga

dipengaruhi oleh magma dan hidrotermal. Beberapa mineral terubah pada kondisi

tersebut misalnya mineral lempung akan mencapai tahap tinggi dari kristalinitas,

proses disolusi tekanan dan rekristalisasi akan muncul seperti pada pembentukan

kuarsit dan dapat mengakibatkan menghilangnya struktur asli dari batuan, namun

akan menjadi tahap awal pembentukan fase mineral greenschist dan amfibolit.

Pada tahap ini material organik akhirnya hanya terdiri atas metana dan residu

karbon.

27

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710070066_2_7014.pdfPaleogeografi Cekungan Asri pada waktu banuwati adalah delta di ... half

Gambar 2.10. Modifikasi diagram Tissot and Welte, 1984. Petroleum formation and occurrence, Springer –Verlag, 699 pp.

Kerogen didefinisikan sebagai material organik yang terdapat dalam

batuan sedimen yang tidak larut dalam pelarut organik biasa dan larutan alkali

(NaOH) karena molekulnya berukuran besar (Tissot dan Welte, 1984).

Kerogen merupakan sumber dari sebagian besar minyak dan gas bumi,

karena mampu memproduksi hidrokarbon dengan dipengaruhi oleh factor sejarah

diagenesis dan katagenesis kerogen, juga kondisi alami organik penyusunnya.

28

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710070066_2_7014.pdfPaleogeografi Cekungan Asri pada waktu banuwati adalah delta di ... half

Karakteristik fisika dan kimia dari kerogen sangat dipengaruhi oleh

macam-macam molekul biogenik material asal dan transformasi akibat diagenesis

molekul organik. Kematangan kerogen ditentukan melalui dua faktor utama yaitu

suhu dan waktu, pada suhu yang tinggi dengan waktu yang singkat ataupun pada

suhu yang rendah namun pada waktu yang lama kedua parameter tersebut

mengakibatkan kerogen dapat terubah menjadi hidrokarbon.

Klasifikasi kerogen sangatlah berfariasi, dapat dibagi berdasarkan analisis

mikroskopis dan material organik (maseral), analisis kimia (elemental) dan

produk dari pemecahan kerogen (breakdown).

Berdasarkan analisis mikroskopis dari material organik (maseral), maka

kerogen dapat dibagi kedalam 4 kelompok:

a) Grup alginit

Didominasi oleh maseral alginit yang merupakan alga air tawar,

bersifat menghasilkan minyak (oil-prone)

b) Grup eksinit

Didominasi oleh maseral eksinit (spora, pollen), kutinit (kutikula

tumbuhan darat), resinit, liptinit. Bersifat oil-gas prone.

c) Grup vitrinit

Didominasi maseral vitrinit (material selulosa dari tumbuhan

berkayu) bersifat gas-prone.

29

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710070066_2_7014.pdfPaleogeografi Cekungan Asri pada waktu banuwati adalah delta di ... half

d) Grup Inertinit

Didominasi oleh arang kayu (charcoal), material organik yang

teroksidasi dan terbawa dari tempat lain (reworked), sulit

menghasilkan hidrokarbon.

Berdasarkan analisis kimia, Institut Francais du Petrole (IFP) membagi

kerogen menjadi 4 tipe yaitu :

a) Tipe I

Sangat jarang, berasal dari alga danau. Kehadiran kerogen tipe ini

terbatas pada danau yang anosik dan jarang dilingkungan laut.

Kerogen tipe ini memiliki kapasitas yang tinggi untuk

menggenerasikan hidrokarbon cair.

b) Tipe II

Berasal dari beberapa sumber yang berbeda, yaitu alga laut, polen,

dan spora, lapisan lilin tanaman, dan fosil resin. Kebanyakan

kerogen tipe II ditemukan dalam sedimen laut dengan kondisi

reduksi. Kerogen tipe II dapat dibandingkan dengan jenis exinit

dari batubara dan biasa menghasilkan hidrokarbon cair dan gas.

30

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710070066_2_7014.pdfPaleogeografi Cekungan Asri pada waktu banuwati adalah delta di ... half

c) Tipe III

Terdiri dari material organik darat, sedikit zat lilin atau lemak.

Selulosa dan lignin lebih dominan. Kerogen tipe ini mempunyai

kapasitas produksi hidrokarbon cair lebih rendah daripada kerogen

tipe II, dan jika tanpa campuran kerogen tipa II biasanya kerogen

tipe III ini menghasilkan gas.

d) Tipe IV

Berasal dari rombakan material teroksidasi yang berasal dari

berbagai sumber. Tidak memilik potensi menghasilkan

hidrokarbon.

Berdasarkan produk yang dihasilkan, kerogen dapat digolongkan menjadi:

a. Oil-prone kerogen

Kerogen yang kaya akan komponen lipid dan hidrogen serta

cenderung menggenerasikan minyak (C6+) ketimbang gas (C1-5),

suhunya berkisar antara 100-1500C dibawah permukaan bumi.

b. Gas-prone kerogen

Kerogen yang didominasi lignin dan miskin hidrogen serta cenderung

menggenerasikan gas (C1-5) pada suhu berkisar antara 150-2300C

dibawah permukaan bumi.

31

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710070066_2_7014.pdfPaleogeografi Cekungan Asri pada waktu banuwati adalah delta di ... half

Kematangan material organik dikontrol oleh dua faktor utama yaitu suhu

dan waktu. Pengaruh suhu tinggi dalam waktu yang singkat atau sebaliknya akan

mengakibatkan kerogen terubah menjadi hidrokarbon. Selain dua faktor tersebut,

umur batuan juga terlibat karena kaitannya dengan proses pemanasan dan jumlah

panas yang diterima batuan induk. Kematangan material organik pada umumnya

ditentukan dengan:

a. Pemantulan vitrinit (Ro %)

Analisis ini didasari pada suatu pengertian bahwa kematangan pada

kerogen akan mengakibatkan perubahan pada fisik kerogen yang dibarengi

dengan kemampuannya memantulkan cahaya. Vitrinit sendiri adalah jenis

maseral utama penyusun batubara yang juga tersebar luas pada sedimen.

Peningkatan pantulan vitrinit akan meningkat seiring panambahan kematangan

dan kedalaman.

b. Skala alterasi termal (Thermal Alteration Scale-TAS)

Merupakan salah satu analisis penentuan kematangan material organik

yang berbasis pada adanya pengaruh kematangan termal terhadap perubahan fisik

pada fosil dari kelompok spora dan polen.

32

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710070066_2_7014.pdfPaleogeografi Cekungan Asri pada waktu banuwati adalah delta di ... half

Gambar 2.11 Model Pembentukan hidrokarbon dari berbagai tipe kerogen yang

menunjukkan jenis cairan dan gas yang dihasilkan pada berbagai variasi harga reflektansi vitrinit (Waples, 1985).

c. Penentuan temperature maksimum (Tmax) dan indeks produksi

minyak (Oil Production Index-OPI).

Tmax merupakan suhu maksimum pada saat pembentukan hidrokarbon

yang terjadi selama pirolisis kerogen, sedangkan indeks produksi adalah rasio

antara hidrokarbon dalam batuan dan hidrokarbon yang dihasilkan sebagai akibat

perubahan kerogen menjadi bitumen selama pembentukan hidrokarbon.

33

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710070066_2_7014.pdfPaleogeografi Cekungan Asri pada waktu banuwati adalah delta di ... half

Tabel 2.1 Klasifikasi tingkat kematangan material organik berdasarkan analisis mikroskopis dan Rock-Eval Pyrolisis (Peters & Cassa, 1994)

2.2.3 Batuan Induk

Pembentukan minyak bumi umumnya terjadi karena penumpukan

material organik terutama plankton pada dasar laut yang tertimbun dengan

sedimen halus kemudian terawetkan. Proses ini terjadi di cekungan sedimen

terdapat suatu ambang dari laut terbuka, dengan sedimentasi yang cepat,

dibarengi dengan penurunan. Suatu urut – urutan batuan serpih yang kaya akan

zat organik dan berwarna hitam yang disebut source rock atau batuan induk.

Batuan induk didefinisikan sebagai batuan sedimen berukuran halus yang

telah menghasilkan dan melepaskan hidrokarbon untuk membentuk akumulasi

minyak dan gas yang komersil (Hunt, 1979), atau dapat juga didefinisikan

sebagai batuan sedimen yang membentuk, akan membentuk, atau pula telah

membentuk hidrokarbon (Tissot dan Welte, 1984). Hal tersebut dipengaruhi oleh

faktor tingkat produktifitas biologis yang cukup untuk material organic dengan

kuantitas cukup dan kondisi pengendapan yang sesuai untuk akumulasi dan

pengawetan material organic tersebut.

34

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710070066_2_7014.pdfPaleogeografi Cekungan Asri pada waktu banuwati adalah delta di ... half

Batuan induk secara umum memiliki ciri karakteristik pada mayoritas

batuan induk diantaranya merupakan batuan serpih berwarna gelap, kaya akan

material organik, dan biasanya terendapkan dalam lingkungan laut atau danau.

Batuan induk dibedakan menjadi 3 macam, antara lain:

a) Batuan induk efektif, batuan sedimen yang telah menghasilkan

hidrokarbon.

b) Batuan induk berpeluang, batuan sedimen yang potensinya belum

dievaluasi tapi kemungkinan telah menghasilkan hidrokarbon.

c) Batuan induk potensial, batuan sedimen belum matang yang

diyakini akan menghasilkan hidrokarbon jika mempunyai

temperatur pematangan yang lebih tinggi.

Kualitas batuan induk diartikan pada jumlah dan tipe dari kerogen dan

bitumen juga tingkat kematangannya. Peter dan Cassa (1994) menyatakan bahwa

untuk keperluan identifikasi batuan induk maka parameter yang dapat dinilai di

dalam menginterpretasinya adalah:

a. Kuantitas yang diperoleh dengan mengetahui persentase jumlah

material organik dalam batuan sedimen.

b. Kualitas, kualitas (tipe) diketahui dengan indeks Hidrogen yang

dimiliki batuan induk, dengan mengetahuinya maka tipe

kerogennya pun dapat diketahui sehingga dapat diketahui produk

yang dihasilkan pada puncak pematangan.

35

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710070066_2_7014.pdfPaleogeografi Cekungan Asri pada waktu banuwati adalah delta di ... half

c. Kematangan. Dengan mengetahui tingkat kematangan suatu

batuan maka dapat diperkirakan kemampuan batuan tersebut

untuk menggenerasikan minyak atau gas bumi.

2.2.4 Komposisi Kimia Petroleum

Hidrokarbon merupakan senyawa yang hanya terdiri dari hidrogen dan

karbon. Sedangkan petroleum merupakan campuran dari senyawa hidrokarbon

dengan senyawa lain yang mengandung nitrogen, sulfur, oksigen dan elemen

lainnya.

Ada tiga golongan utama dari senyawa yang terdapat pada petroleum,

yaitu: hidrokarbon jenuh, hidrokarbon aromatik dan golongan resin dan aspal

atau yang lebih sering disebut NSO karena didominasi oleh nitrogenm sulfur,

oksigen dan lainnya.

Hidrokarbon jenuh atau yang disebut juga dengan hidrokarbon jenis

parafin atau alkana adalah senyawa hidrokarbon ikatan antar atomnya merupakan

ikatan tunggal. Dalam minyak mentah, hidrokarbon jenis ini selalu dijumpai

dengan hidrokarbon tak jenuh dan merupakan senyawa terpenting penyusun

minyak bumi. Dalam minyak mentah, senyawa ini terbagi menjadi 3 kelompok,

yaitu normal alkana, isoalkana dan sikloalkana.

Hidrokarbon tak jenuh atau aromatik, yaitu senyawa hidrokarbon dengan

satu atau lebih cincin benzena. Senyawa hidrokarbon ini dapat dibagi menjadi 3,

yaitu aromatic, nafteno-aromatik dan alkena.

36

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710070066_2_7014.pdfPaleogeografi Cekungan Asri pada waktu banuwati adalah delta di ... half

a. Normal alkana atau n-parafin

Meliputi hidrokarbon jenuh dengan satu rantai lurus dan memiliki rumus

kimia CnH2n+2. Alkana tersebut meliputi kurang lebih rantai yang panjang

mulai dari C1 sampai dengan C40. Hidrokarbon ini terdapat dalam tiga bentuk,

yaitu : gas (C1-C4), cair (C5-C15) dan padat (>C16). N-parafin dengan nomor

atom ganjil biasanya lebih disintesis oleh organisme hidup dan ini digunakan

sebagai biomarker.

b. Isoalkana

Merupakan alkana dengan rantai bercabang, biasanya terdapat dalam

fraksi ringan (C17-C20). Untuk seri diatas C20, konsentrasinya dalam minyak

bumi semakin berkurang dan jarang dijumpai, dengan demikian alkana ini tidak

membentuk zat padat. Pada seri diatas C14 dapat dijumpai struktur isoprenoid,

yaitu suatu rantai panjang dengan cabang metil pada setiap nomor atom karbon

tertentu. Adanya isoprenoid dalam minyak bumi menunjukkan bahwa minyak

bumi terbentuk dari zat organik. Hal ini disebabkan karena seri isoprenoid secara

genetik berhubungan dengan beberapa macam pigmen. Contohnya adalah pristan

(C19) dan fitan (C20) yang merupakan turunan dari molekul yang ada pada

makhluk hidup (rantai fitil dari klorofil).

c. Sikloalkana

Sering disebut naften atau alkana dengan rantai tertutup (siklik) dengan

rumus kimia CnH2n. Biasanya beberapa seri sikloalkana terdiri dari 5 sampai 6

37

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710070066_2_7014.pdfPaleogeografi Cekungan Asri pada waktu banuwati adalah delta di ... half

siklik atau kombinasinya dalam struktur polisiklik. Hidrokarbon tak jenuh atau

aromatik, yaitu senyawa hidrokarbon dengan satu atau lebih cincin benzena.

Senyawa hidrokarbon ini dapat dibagi menjadi 3, yaitu:

a. Aromatik

Molekul yang dibentuk oleh cincin aromatik. Biasanya terdiri dari 4 atau

5 cincin yang merupakan cincin benzena yang paling sederhana.

b. Nafteno-aromatik

Terdiri dari satu atau lebih cincin kondensat yang dikombinasi dengan

cincin alkil dan naftenik hidrokarbon. Banyak terdapat pada minyak yang belum

matang atau minyak yang mengalami tahap katagenesis lanjut.

c. Alkena

Molekul ini sering disebut hidrokarbon asiklik tak jenuh, molekul ini

tidak stabil dan jarang dijumpai. Resin dan aspal merupakan senyawa molekul

berat yang kaya akan kandungan nitrogen, sulfur dan oksigen juga nikel dan

vanadium. Senyawa tersebut terbentuk dari rantai can cincin poliaromatik dan

nafteno-aromatik. Resin lebih mudah larut dibandingkan dengan aspal dalam

pelarut organik dan alkana ringan. Senyawa seperti ini banyak dijumpai pada

minyak mentah yang belum matang serta melimpah pada minyak yang

mengalami biodegradasi.

2.2.5 Korelasi Geokimia Batuan Induk dan Hidrokarbon

Dalam mengkorelasi minyak dengan batuan induk, perlu diidentifikasi

perubahan komposisi yang terjadi baik pada batuan induk maupun minyak

38

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710070066_2_7014.pdfPaleogeografi Cekungan Asri pada waktu banuwati adalah delta di ... half

setelah minyak meninggalkan batuan induknya serta membuat kompensasi dari

perubahan tersebut yaitu pada saat belum terjadi perubahan komposisi.

Suatu korelasi batuan induk dengan minyak yang baik harus dapat

memperkirakan volume minyak yang dihasilkan serta menentukan jalur

migrasinya. Apabila peta – peta lokasi dan geokimia minyak baik yang didapat

dari indikasi permukaan (oil seep), sumur dan akumulasi minyak yang komersial

tersebut dibandingkan dan ternyata memiliki kesamaan, maka dapat disimpulkan

bahwa seluruh minyak yang terdapat di lokasi tersebut berasal dari sumber yang

sama. Apabila data geokimia mengindikasikan hubungan genetik antara minyak

dengan batuan induk, atau jika hasil korelasinya positif maka dapat ditentukan

arah petroleum system di suatu tempat.

Oil-source correlation didefinisikan sebagai hubungan kausal antara

minyak dengan fasies batuan sumbernya berdasarkan integrasi data geologi dan

geokimia (Jones, 1987). Hubungan kausal ini didasarkan pada kondisi saat batuan

induk menghasilkan minyak, bukan didasarkan pada perubahan yang terjadi

terhadap komposisi batuan induk dan minyak.

Seorang ahli geokimia dalam melakukan oil-source correlation adalah

untuk mengisolasi dan mengidentifikasi perubahan komposisi yang terjadi baik

pada batuan induk maupun minyak setelah minyak meninggalkan batuan

induknya serta membuat kompensasi dari perubahan tersebut yaitu pada saat

sebelum terjadi perubahan komposisi (Curiale, 1993).

Apabila data geokimia mengindikasikan hubungan genetik antara minyak

dengan batuan induk, atau jika hasil korelasinya positif, maka dapat

39

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710070066_2_7014.pdfPaleogeografi Cekungan Asri pada waktu banuwati adalah delta di ... half

ditentukanlah petroleum system di suatu tempat. Teknik korelasi geokimia secara

garis besar dapat dibagi menjadi 2 metode utama yaitu bulk methods dan

molecular methods. Bulk methods meliputi karakteristik fisik, fraksinasi

komposisi, konsentrasi elemen dan rasio isotop. Sedangkan molecular methods

melibatkan parameter fosil geokimia atau yang sering disebut biomarker datanya

diperoleh dari hasil analisis Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS).

Karakteristik fisik meliputi warna, nilai API gravity (American

Petroleum Institute) dan viskositas. Penggunaan parameter karakteristik fisik

sebagai alat korelasi memiliki keterbatasan karena bersifat sangat kasar dan

sangat terpengaruh oleh efek non-genetik seperti biodegradasi, maturasi, migrasi

dan water washing.

Dari keseluruhan parameter korelasi dengan bulk methods, maka rasio

isotop adalah parameter yang paling dapat dipercaya. Rasio isotop karbon yang

stabil pada minyak, ekstrak batuan induk, kerogen dan fraksi kromatografi gas

merupakan alat korelasi yang baik. Ada aturan yang mengatakan bahwa minyak

harus lebih ringan secara isotopis sekitar 0,5 – 1,5% dibandingkan kerogen

sumbernya (Peters et al, 1989). Rasio isotop karbon dari fraksi komponen yang

bersifat soluble seperti hidrokarbon aromatik relatif tidak terpengaruh oleh

migrasi dan biodegradasi ringan sampai sedang, sedangkan rasio isotop karbon

dari fraksi yang lain seperti hidrokarbon alifatik dapat bervariasi karena

dipengaruhi oleh proses non genetik.

Sedangkan molecular methods yang merupakan metode yang cukup

terpercaya dalam melakukan korelasi melibatkan penggunaan biomarker yang

40

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710070066_2_7014.pdfPaleogeografi Cekungan Asri pada waktu banuwati adalah delta di ... half

diperoleh dari Gas Chromatography-Mass Spectometry (GC-MS). Pada dasarnya,

parameter biomarker untuk korelasi haruslah mudah diisolasi dan dikarakterisasi,

tetapi memiliki properti fisika dan kimia yang serupa seperti polaritas, kelarutan

dan berat molekul. Steroid dan triterpenoid merupakan biomarker yang cukup

dapat dipercaya untuk melakukan korelasi.

Untuk meyakinkan hasil korelasi menggunakan bulk methods dan

molecular methods dilakukan pula korelasi menggunakan statistik korelasi.

Derajat atau tingkat hubungan antara dua variabel diukur dengan indeks korelasi,

yang disebut koefisien korelasi. Korelasi yang sering digunakan dalam penelitian,

yaitu: korelasi produk momen dari Pearson, korelasi rank Spearman dan korelasi

biserial.

2.2.6 Biomarker

Biomarker adalah komponen kompleks yang terdiri dari karbon, hidrogen

dan elemen lainnya yang biasa ditemukan pada minyak, ekstrak batuan dan

sedimen, yang mempertahankan struktur yang sama dengan komponen yang

dihasilkan organisme hidup serta merupakan produk alterasi diagenetik dari

komponen alamiah tersebut khususnya komponen kerangka karbonnya.

Biomarker dapat diketegorikan secara umum, tergantung darimana

sumbernya berasal. Masing – masing kategori dari biomarker dapat memberikan

informasi tentang proses yang bervariasi dan bersifat temporal tiap anggotanya,

namun dalam hal ini yang akan dibahas adalah n- Alkana, Isoprenoid, Terpana

dan Sterana.

41

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710070066_2_7014.pdfPaleogeografi Cekungan Asri pada waktu banuwati adalah delta di ... half

2.2.6.1 Alkana Normal

Alkana normal berasal dari alga, mikroba, dan tanaman keras. Secara

umum alkana dengan jumlah karbon 12 hingga 22 berasal dari alga atau mikroba,

sedangkan alkana dengan jumlah karbon lebih dari 32 berasal dari mikroba atau

tanaman keras (Hunt, 1973). n-Alkana digunakan luas dalam eksplorasi

hidrokarbon karena konsentrasinya yang tinggi dalam persampelan geokimia,

sehingga digunakan kromatografi gas (GC) dalam bentuk UCM (unresolved

comlex mixture).

Distribusi n-alkana baik dalam batuan sedimen maupun minyak bumi

memperlihatkan variasi yang tinggi dari distribusi atom karbon, sehingga lebih

sering digunakan untuk menentukan sumber material organik (Hunt, 1994).

Namun akibat tingkat pematangan yang tinggi, biodegradasi dan migrasi dapat

mengurangi distribusi n-alkana ini sehingga diperlukan data geokimia lain untuk

melengkapinya.

2.2.6.2 Isoprenoid

Istilah isoprenoid yang digunakan dalam geokimia adalah deskripsi dari

molekul jenuh rantai lurus dan bercabang dengan gugus metil (CH3) pada posisi

nomor atom karbon setiap kelipatan empat. Senyawa isoprenoid yang sering

dideteksi dalam minyak bumi dan ekstrak batuan induk adalah yang mempunyai

struktur ikatan head to tail termasuk didalamnya adalah pristan dan fitan.

42

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710070066_2_7014.pdfPaleogeografi Cekungan Asri pada waktu banuwati adalah delta di ... half

Isoprenoid mudah dideteksi dengan kromatografi gas dan digunakan untuk

menafsirkan lingkungan pengendapan.

Perbandingan antara pristan dan fitan (Pr/Ph) pada isoprenoid telah lama

digunakan sebagai indikator kondisi reduksi – oksidasi dari lingkungan

pengendapan. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa pristan dan fitan terbentuk

dari fitil pada klorofil, maka di dalam lingkungan dengan kondisi oksidasi akan

terjadi transformasi firol menjadi asam fitanoat (Phytanic Acis) dan dilanjutkan

dekarbonisasi menjadi pristan, sementara dalam kondisi reduksi terjadi proses

perubahan fitol menjadi dihidrofitol dan mengurangi fitan. Namun nilai Pr/Ph

tidak dapat begitu saja digunakan untuk menafsirkan kondisi reduksi, karena

adanya pengaruh peningkatan temperatur terhadap perubahan nilai rasio tersebut.

2.2.6.3 Triterpana (m/z 191)

Menurut Ourison et al (1982) dalam Peters dan Moldowan (1993)

sebagian besar prekursor biomarker terpana dalam minyak bumi dan sedimen

adalah bakteri. Hal ini dikarenakan banyaknya struktur kimia dan terpana yang

terdiri dari kelompok –OH dan ikatan rangkap yang meruapakn karakter dari

komponen membran sel bakteri. Senyawa terpana mencakup beberapa seri

homolog seperti trisiklik, tetrasiklik dan pentasiklik (misalnya hopana).

Biomarker terpana merupakan kontributor utama pada sidik jari terpana (m/z

191) sering digunakan untuk mengetahui hubungan antara minyak bumi dan

batuan induk (Seifert et al. 1980 dalam Peters dan Moldowan 1993).

43

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710070066_2_7014.pdfPaleogeografi Cekungan Asri pada waktu banuwati adalah delta di ... half

1. Trisiklik Triterpana

Biomarker trisiklik terpana telah banyak ditemukan pada sampel minyak

bumi dan ekstrak batuan induk dengan kisaran C19 C29, seri homolog dari

trisiklik terpana (Viii); 13β (H), 14α (H) – keilantana. Bagian dari membran

prokariotik dipercaya sebagai pertanda (prekursor) biomarker trisiklik terpana.

Terdapat beberapa pola yang dapat dibedakan pada triterpana trisiklik mulai C19-

C26. Minyak yang berasal dari lingkungan pengendapan laut didominasi C23

ekstrim, kehadiran C26atau yang lebih besar, C21> C20 > C19. Minyak yang

berasal dari lingkungan pengendapan darat memiliki C23 tidak dominan, C19

lebih dominan terhadap C 21.

2. Tetrasiklik Triterpana

Tetrasiklik terpana berkisar antara C24-C27 yang tampaknya merupakan

hopana yang terdegradasi. Karena tetrasiklik terpana lebih resistan terhadap

biodegradasi dan pematangan daripada hopana. Tetrasiklik terpana biasanya

merupakan indikasi daerah darat.

3. Pentasiklik Triterpana

Pentasiklik terpana didasarkan pada struktur hopana (IX) merupakan

bioamrker yang dapat ditemukan diberbagai perrconto minyak bumi dan ekstrak

batuan induk. Selain hopana, senyawa penting lainnya yang termasuk dalam

kelompok pentasiklik terpana adalah oleanana (X-XI) dan gasmaserana.

44

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710070066_2_7014.pdfPaleogeografi Cekungan Asri pada waktu banuwati adalah delta di ... half

a. Oleanana

Oleanana (XI) dan senyawa biomarker lainnya yang berasosiasi

dengannya seperti spiroterpana dan oleanoid lainnya meskipun strukturnya belum

begitu jelas, dapat digunakan sebagai indikator biomarker material organik asal

tumbuhan tingkat tinggi yang memproduksi resin yang tinggi (Ekweozor dan

Udo, 1998 dalam Machihara dan Waples, 1991). Prekursor dari oleanana adalah

Betulin atau merupakan turunan dari angiosperma yang terdapat di dalam

pentasiklik terpana lainnya. Proporsi kelimpahan relatif biomarker oleanana

terhadap hopana atau sering disebut indeks oleanana oleanana/C30hopana) dapat

digunakan untuk mengindikasikan umur relatif suatu sedimen dengan kisaran

Kapur atau yang lebih muda dan dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi

lingkungan pengendapan dikarenakan rasio ini sangat peka terhadap perubahan

yang diakibatkan oleh kenaikan temperatur (Peters dan Moldowan, 1993).

Kenaikan kematangan termal akan menyebabkan nilai rasio Oleanana/Hopana ini

meningkat.

b. Gammaserana

Mewakili marker yang berasal dari lingkungan pengendapan laut yang

tinggi salinitasnya dan bukan laut. Gamaserana berasal dari lipid yang

menggantikan steroid pada membran dibeberapa protozoa (Ourison dkk, 1987

dalam Peters dan Moldowan 1993) atau kemungkinan organisma lain.

Melimpahnya gamaserana mengindikasikan kondisi lingkungan yang sangat

reduktif, hipersalin selama pengendapan dari material organik.

45

Page 41: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710070066_2_7014.pdfPaleogeografi Cekungan Asri pada waktu banuwati adalah delta di ... half

c. Extended Hopana (homohopana)

Extended hopana C31-C35 merupakan hopana yang seluruhnya

kemungkinan didapatkan dari C 35 bacteriohopaneterol (Peters dan Moldowan,

1993). Penyebaran yang banyak secara bersamaan, dengan penurunan regular

pada puncaknya dari C 31 hingga C 35 mengindikasikan bahwa selalu hadir

fasies klastik.

2.2.6.4 Sterana (m/z 217)

Sterana merupakan salah satu kelompok biomarker yang banyak dijumpai

dalam ekstrak batuan induk. Prekursor biologinya adalah sterol yang tersebar luas

dalam tumbuhan tingkat tinggi dan alga (Volkman, 1986, 1988 dalam Machihara

dan Wapples, 1991). Terkecuali kehilangan gugus –OH dan hidrogenasi ikatan

rangkap, struktur sterana dan prekursor sterol adalah identik.

Pada tahap awal konversi sterol, stanol atau senyawa prekursor lainnya

akibat aktivitas mikroba dan reaksi kimia menghasilkan senyawa sterana yang

tidak stabil. Proses epimerisasi sterana mengubah menjadi tiga epimer sterana

(IV-VI), diasterana (VII). Kompleksitas dari sidik jari biomarker sterana dalam

perconto geologi ditentukan oleh dua proses, antara lain : perbedaan sumber asal

material dan variasi stereokimia akibat perbedaan kematangan termal.

Proporsi relatif berbagai C27-C29 sterana dalam batuan induk dan

minyak bumi sering digunakan sebagai indikator material sumber. Berdasarkan

penelitian Huang dan Meischen (1976) dalam Macihara dan Waples (1991),

46

Page 42: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710070066_2_7014.pdfPaleogeografi Cekungan Asri pada waktu banuwati adalah delta di ... half

dapat diketahui bahwa plankton marin didominasi oleh C 27 dan C 28 sterol

sedangkan untuk tumbuhan tingkat tinggi dan binatang lainnya konsentrasi C

28 dan C 29 melimpah. Oleh karena itu C27 sterana kerap digunakan sebagai

indikator material organik asal laut, dan C29 sterana adalah indikator tumbuhan

tingkat tinggi.

2.2.6.5 Aplikasi Biomarker dalam Eksplorasi Minyak dan Gas Bumi

Penelitian dalam bidang biomarker telah berkembang dengan pesat dan

hingga saat ini diketahui mengenai struktur molekul, komposisi isotop,

keterdapatannya dan kelimpahan di alam, yang kemudian hal tersebut dapat

digunakan dalam penelitian ilmu pengetahuan terutama dalam bidang geokimia.

Biomarker memiliki banyak kegunaan dalam eksplorasi hidrokarbon,

yaitu :

a. Identifikasi jumlah relatif antara material organik yang bersifat oil-prone

dan gas-prone pada kerogen

b. Identifikasi lingkungan pengendapan

c. Identifikasi kematangan termal

d. Korelasi hidrokarbon dengan batuan induk

Biomarker dapat dikategorikan secara umum, tergantung darimana

sumbernya berasal. Masing – masing kategori dari biomarker dapat memberikan

informasi tentang proses yang bervariasi dan bersifat temporal tiap angotanya.

47

Page 43: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710070066_2_7014.pdfPaleogeografi Cekungan Asri pada waktu banuwati adalah delta di ... half

2.2.7 Isotop Karbon

Isotop adalah unsur – unsur yang mempunyai jumlah proton yang sama,

tetapi jumlah neutron berbeda. Di dalam geokimia petroleum, isotop yang

dipergunakan adalah isotop karbon, hidrogen, sulfur dan nitrogen. Isotop yang

digunakan adalah isotop yang stabil karena proporsi dua isotop untuk suatu unsur

bervariasi dari sampel ke sampel sebagai akibat efek isotop tersebut.

2.2.7.1 Aplikasi Isotop Karbon dalam Eksplorasi Minyak dan Gas Bumi

Kandungan isotop biasanya ditulis dalam bentuk suatu rasio isotop berat

terhadap isotop ringan. Harga rasio tersebut selalu dibandingkan dengan suatu

standar untuk memperkecil kesalahan pengukuran. Perbedaan (delta, δ) antara

dua sampel dinyatakan dalam bagian per seribu atau permil (‰). Rumus

perhitungan δ 13 C adalah sebagai berikut : δ13C (‰) = (13C/12C) sampel

(13C/12 C) standar × 1000 ( 13C/12C) standar 38

Rasio isotop diukur dengan alat spektrometer massa. Variasi alami rasio

isotop cukup besar dan keakuratan pengukuran ternyata cukup baik sehingga

penggunaan korelasi berdasarkan isotop dapat memberikan hasil yang

memuaskan. Lewan (1986) membagi dua golongan isotop karbon dari hasil

pengamatannya terhadap komposisi isotop dari prekursor kerogen amorf sebagai

berikut :

a. Isotop ringan (light), “l-amorphous” dengan nilai δ13C berkisar antara

-25 hingga -35 ‰ yang berasosiasi dengan fitoplankton yang hidup di lingkungan

air dangkal (<200 m) yang terstratifikasi pada cekungan dengan sirkulasi yang

48

Page 44: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710070066_2_7014.pdfPaleogeografi Cekungan Asri pada waktu banuwati adalah delta di ... half

tertutup (restricted) serta laut epikontinental sumber karbon pada daerah forik

didominasi oleh CO2organik yang terdaur-ulang dari dekomposisi material

organik di dasar cekungan.

b. Isotop berat (heavy), “h-amorphous” dengan nilai δ 13C berkisar

antara -20 hingga -24 ‰ yang berasosiasi dengan fitoplankton yang hidup di

lingkungan airdalam (>500 m) pada suatu silled basin sumber karbon didominasi

oleh CO2 atmosferik.Kebanyakan kerogen dan minyak bumi memiliki harga

δ13C antara -20 dan -30 ‰. Secara klasik dikatakan bahwa kerogen

yangmemiliki isotop berat kemungkinan berasal dari lingkungan laut, sedangkan

yang berisotop ringan menunjukkan lingkungan daratan. Hal ini karena material

organik laut secara isotop lebih berat daripada material organik tumbuhan tingkat

tinggi.

2.2.8 Migrasi

Migrasi adalah pergerakan hidrokarbon di bawah permukaan. Migrasi

yang dikenal adalah migrasi primer dan migrasi sekunder. Migrasi primer adalah

fasa pertama dari sebuah proses migrasi, melibatkan ekspulsi hidrokarbon dari

batuan induk berbutir halus dan permeabilitas rendah ke dalam lapisan yang

berpermeabilitas tinggi. Migrasi sekunder adalah pergerakan hidrokarbon di

dalam lapisan penyalur atau pergerakan hidrokarbon di dalam carrier bed/lapisan

pembawa.

49

Page 45: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710070066_2_7014.pdfPaleogeografi Cekungan Asri pada waktu banuwati adalah delta di ... half

2.2.8.1 Migrasi Primer

Teori tentang migrasi primer ini diketahui melalui beberapa cara, yaitu

melalui difusi, ekspulsi fasa minyak dan larutan dalam gas. Teori yang paling

populer tentang migrasi primer ini adalah ekspulsi hidrokarbon dalam fasa

hidrofobik (minyak). Menurut teori ini migrasi hidrokarbon dapat terjadi dalam

tiga cara, dan yang paling umum terjadi adalah terjadinya ekspulsi karena adanya

rekahan mikro akibat tekanan berlebih selama pembentukan hidrokarbon.

Tekanan tersebut menekan batuan sehingga pada saat tekanan besarnya

melebihi tahanan geser batuan, rekahan – rekahan mikro terjadi, terutama

disepanjang bidang lemah lapisan. Batuan induk yang berlapis kemungkinan

akan mengeluarkan hidrokarbon dengan efisiensi yang lebih besar daripada

batuan masif. Cara kedua dapat terjadinya ekspulsi fasa minyak adalah dari

batuan yang kaya akan material organik yang terjadi pada saat sebelum mulainya

pembentukan hidrokarbon. Proses ini diperkirakan berupa pelepasan tekanan

dalam batuan. Material organik yang dikeluarkan didominasi oleh lemak (lipid)

yang terdapat pada sedimen pada saat pengendapan, sehingga proses ini

diperkirakan hanya terjadi pada batuan induk yang memiliki kandungan material

organik lemak (lipid) yang tinggi.

Cara lainnya ekspulsi fasa hidrofobik ini terjadi apabila bitumen

membentuk jaringan menerus yang menggantikan air sebagai media pembasuk

dalam batuan induk. Tipe ekspulsi ini sepertinya hanya terjadi pada batuan induk

yang sangat kaya material organik pada saat fasa utama pembentukan minyak.

Jarak yang ditempuh oleh hidrokarbon selama migrasi primer cukup pendek.

50

Page 46: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710070066_2_7014.pdfPaleogeografi Cekungan Asri pada waktu banuwati adalah delta di ... half

Migrasi primer ini cukup sulit dan mempunyai kecepatan yang sangat lambat

karena hidrokarbon harus melalui batuan yang memiliki permeabilitas yang

rendah. Setelah hidrokarbon tersebut melewati batuan yang memiliki

permeabilitas yang tinggi, maka hidrokarbon tersebut akan dibawa oleh cairan

yang menjadi media migrasi. Jadi, migrasi primer ini berakhir apabila

hidrokarbon telah mencapai lapisan batuan yang permeabel.

2.2.8.2 Migrasi Sekunder

Migrasi ini terjadi setelah hidrokarbon mengalami proses migrasi primer,

yaitu setelah hidrokarbon memasuki lapisan pembawa. Proses migrasi ini

dipengaruhi oleh daya apung (berat jenis). Hidrokarbon hampir selalu

mempunyai daya apung yang lebih kecil daripada daya apung air formasi.

Sehingga hidrokarbon dapat memaksa air turun dan menggantikan posisinya

diatas. Migrasi jarak jauh merupakan hal yang langka, karena untuk migrasi jarak

jauh diperlukan suatu kondisi geologi yang mendukung. Kondisi geologi tersebut

seperti tektonik yang stabil, dan kondisi stratigrafi yang tidak menjadi

penghalang dalam proses migrasi jarak jauh tersebut.

2.2.9 Volume Hidrokarbon Dalam Batuan Induk

Salah satu cara dalam menyelesaikan masalah dari perhitungan cadangan

yang terdapat dalam suatu cekungan ialah dengan membagi kedalam beberapa

tahap, yaitu: Generation, expulsion, migration, entrapment, dan preservation

(Moshier dan Waples, 1985). Hal dasar paling utama yang berguna dalam

generasi hidrokarbon adalah tiga buah data geokimia, yaitu: nilai kandungan

organik (TOC), nilai generasi hidrokarbon (PY), dan kematangan (Maturity).

51

Page 47: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional …media.unpad.ac.id/thesis/270110/2007/140710070066_2_7014.pdfPaleogeografi Cekungan Asri pada waktu banuwati adalah delta di ... half

Ketiga faktor tersebut sangat mempengaruhi jumlah dari hidrokarbon yang telah

tergenerasi, perhitungan yang dapat kita gunakan seperti berikut:

Nilai kandungan material organik (TOC) diberikan dalam nilai persentasi

berat (w%), Indeks Hidrogen diberikan dalam nilai aslinya (mg HC/g TOC), dan

kematangan diperilhatkan sebagai fraksi f diantara 0 (sangat tidak matang) – 1

(Sangat matang). Nilai dari f sama dengan (G0 – G)/G0 , sedangkan nilai k

memberikan gambaran jika batuan induk yang terdapat merupakan shale atau

serpih, maka dapat diberi nilai 0.7 sedangkan jika batuan induknya merupakan

batuan karbonat, maka dapat diberikan nilai 0.78. Setelah kita mengetahui dari

volum hidrokarbon, kita dapat mengetahui nilai dari volume hidrokarbon yang

terdapat dalam suatu cekungan, dengan menggunakan perhitungan sebagai

berikut:

Volume total = ( Volume of HC) ( Volume Source Rock)

Nilai volume total ini merupakan nilai asli dari suatu batuan induk, belum

dihitung dengan kemungkinan – kemungkinan lainnya lagi seperti halnya expulsi,

migrasi, dan preservasi dari Hidrokarbon itu sendiri. Secara kasar, kita dapat

menghitung nilai HC yang terperangkap pada suatu batuan induk menuju

Reservoir dengan dikalikan 10% dari volume total. Hal ini dikarenakan,

kemungkinan hidrokarbon telah hilang semasa perjalanannya menuju reservoir

dikarenakan oleh migrasi dan lainnya.

52