BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gangguan Jiwaeprints.umm.ac.id/41478/3/BAB II.pdf · 2.1...

14
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gangguan Jiwa Gangguan jiwa adalah sindrom pola perilaku individu yang berkaitan dengan suatu gejala penderitaan dan pelemahan didalam satu atau lebih fungsi penting dari manusia, yaitu fungsi psikologik, perilaku, biologik, gaangguan tersebut mempengaruhi hubungan antara dirinya sendiri dan juga masyarakat (Maramis, 2010). Gangguan jiwa atau mental illnes adalah keadaan dimana seseorang mengalami kesultan mengenai persepsinya tentang kehidupan, hubungan dengan orang lain, dan sikapnya terhadap dirinya sendiri. Gangguan jiwa merupakan suatu gangguan yang sama halnya dengan gangguan jasmaniah lainnya, tetapi gangguan jiwa bersifat lebih kompleks, mulai dari yang ringan seperti rasa cemas, takut hingga tingkat berat berupa sakit jiwa (Budiono, 2010) Gangguan jiwa adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami gangguan dalam pikiran,perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala atau perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia ( UU.RI No.18, 2014) 2.2 Faktor Yang Menyebabkan Gagguan Jiwa Gejala yang paling utama pada gangguan jiwa terdapat pada unsur kejiwaan, biasanya tidak terdapat penyebab tunggal, akan tetapi terdapat beberapa penyebab dari beragai unsur yang saling mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu muncul gangguan kejiwaan.

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gangguan Jiwaeprints.umm.ac.id/41478/3/BAB II.pdf · 2.1...

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Gangguan Jiwa

Gangguan jiwa adalah sindrom pola perilaku individu yang berkaitan

dengan suatu gejala penderitaan dan pelemahan didalam satu atau lebih fungsi

penting dari manusia, yaitu fungsi psikologik, perilaku, biologik, gaangguan

tersebut mempengaruhi hubungan antara dirinya sendiri dan juga masyarakat

(Maramis, 2010).

Gangguan jiwa atau mental illnes adalah keadaan dimana seseorang

mengalami kesultan mengenai persepsinya tentang kehidupan, hubungan

dengan orang lain, dan sikapnya terhadap dirinya sendiri. Gangguan jiwa

merupakan suatu gangguan yang sama halnya dengan gangguan jasmaniah

lainnya, tetapi gangguan jiwa bersifat lebih kompleks, mulai dari yang ringan

seperti rasa cemas, takut hingga tingkat berat berupa sakit jiwa (Budiono,

2010)

Gangguan jiwa adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami

gangguan dalam pikiran,perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam

bentuk sekumpulan gejala atau perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat

menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang

sebagai manusia ( UU.RI No.18, 2014)

2.2 Faktor Yang Menyebabkan Gagguan Jiwa

Gejala yang paling utama pada gangguan jiwa terdapat pada unsur

kejiwaan, biasanya tidak terdapat penyebab tunggal, akan tetapi terdapat

beberapa penyebab dari beragai unsur yang saling mempengaruhi atau

kebetulan terjadi bersamaan, lalu muncul gangguan kejiwaan.

8

Menurut Maramis 2010 dalam Buku Ajar Keperawatan Jiwa, sumber

penyebab gangguan jiwa dapat dibedakan atas :

1.Faktor Somatik (Somatogenik),yaitu akibat gangguan pada

neuroanatomi, neurofisiologi,dan nerokimia, termasuk tingkat

kematangan dan perkembangan organik, serta faktorpranatal dan

perinatal.

2. Faktor Psikologik (Psikogenik), yaitu keterkaitan interaksi ibu dan anak,

peranan ayah,persaingan antara saudara kandung, hubungan dalam

keluarga,pkerjaan, permintaan masyarakat. Selain itu, faktor intelegensi,

tingkat perkembangan emosi, konsep diri, dan pola adaptasi juga akan

mempengaruhi kemampuan untuk menghadapi masalah. Apabila keadaan

tersebut kurang baik, maka dapat menyebabkan kecemasan, depresi, rasa

malu, dan rasa bersalah yang berlebihan.

3. Faktor Sosial Budaya, yang meliputi faktor kestabilan keluarga, pola

mengasuh anak, tingkat ekonomi, perumahan, dan masalah kelompok

minoritas yang meliputi prasangka, fasilitas kesehatan, dan kesejahteraan

yang tidak memadai, serta pengaruh mengenai keagamaan

Sedagangkan Menurut Faris tahun 2016 faktor-faktor penyebab

gangguan jiwa diantaranya :

1. Usia

Pada usia menginjak dewasa,dimana pada usia ini

merupakan usia yang produktif, dimana seseorang dituntut untuk

menghadapi dirinya sendiri secara mandiri, masalah yang dihadapi

juga semakin banyak, bukan hanya masalah dirinya sendiri tetapi

juga harus memikirkan anggota keluarganya.

2. Tidak bekerja

Tidak mempunyai pekerjaan mengakibatkan seseorang

tidak mempunyai penghasilan dan gagal dalam menunjukan

aktualisasi dirinya, sehingga seseorang tidak bekerja tdak

mempunyai kegiatan dan memungkinkan mengalami harga diri

rendah yang berdampak pada gangguan jiwa.

9

3. Kepribadian yang tertutup

Seseorang yang memiliki kepribadian tertutup cenferung

menyimpan permasalahannya sendiri sehingga masalah yang

dihadapi akan semakin menumpuk. Hal ini yang membuat

seseorang tidak bisa menyelesaikan permasalahan dan enggan

mengungkapkan sehingga menimbulkan depresi dan mengalami

gagguan jiwa.

4. Putus obat

Pada beberapa penelitian menunjukan bahwa seseorang

dengan gangguan jiwa harus minum obat seumur hidup, terkadang

klien merasa bosan, dan kurang pengetahuan akan menghentikan

minum obat dan merasa sudah sembuh.

5. Pengalaman yang tidak menyenangkan

Pengalaman tidak menyenangkan yang daialami misalnya

adanya aniaya seksual, aniaya fisik, dikucilkan oleh masyarakat

atau kejadian lain akan memicu seseorang mudah mengalami

ganguan jiwa

6. Konflik dengan teman atau keluarga

Seseorang yang memepunyai konflik dengan keluarga

misalnya karena harta warisan juga dapat membuat seseorang

mengalami gangguan jiwa. Konflik yang tidak terselesaikan

dengan teman atau keluarga akan memicu stressor yang berlebihan.

Apabila seseorang mengalami stressor yang berlebihan namun

mekanisme kopingnya buruk, maka kemungkinan besar sesorang

akan mengalami gangguan jiwa.

10

2.3 Tanda dan Gejala Gangguan Jiwa

Tanda dan gejala yang muncul pada pasien dengan gangguan jiwa

menurut Maramis tahun 2010 diantaranya :

a. Normal dan Abnormal

Abnormal berarti menyimpang dari yang normal. Seseuatu

dikatakan abnormal apabila terdapat suat norma, dan seseorang

tersebut telah menyimpang dari batas-batas norma

b. Gangguan Kesadaran

Kesadaran mrupakan kemampuan individu dalam mengadakan

pembatasan terhadap lingkungannya serta dengan dirinya sendiri

(melalui panca inderanya).apabila kesadaran tersebut baik maka

orientasi (waktu, tempat, dan orang) dan pengertian yang baik serta

pemakaian informasi yang masuk secara efektfif (melalui ingatan dan

pertimbangan). Kesadaran menurun adalah suatu keadaan dengan

kemampuan persepsi, perhatian dan pemikiran yang berkurang secara

keseluruhan (secara kwantitatif). Kesadaran yang berubah atau tidak

normal merupakan kemampuan dalam mengadakan hubungan dengan

dunia luar dan dirinya sendiri sudah terganggu dalam taraf tidak

sesuai kenyataan.

c. Gangguan Ingatan

Ingatan berdasarkan tiga proses yaitu, pencatatan atau regristas i

(mencatat atau meregristasi sesuatu pengalaman didalam susunan saraf

pusat); penahanan atau retensi (menyimpan atau menahan catatan

tersebut) ; dan pemanggilan kembali atau “recall” (mengigat atau

mengeluarkan kembali catatan itu). Gangguan ingatan terjadi apabila

terdapat gangguan pada salah satu atau lebih dari ketiga usnsur diatas.

11

d. Gangguan Orientasi

Gangguan orientasi atau Disorientasi timbul sebagai akibat

gangguan kesadarandan dapat menyangkut waktu, tempat, atau orang.

Gangguan Afek dan Emosi. Afek ialah nada perasaan, menyenangkan

atau tidak (seperti kebanggan, kekecewaan, kasih sayang) yang

menyertai suatu pikiran dan biasanya bermanifestasi afek ke luar dan

disertai oleh banyak komponen fisiologik. Emosi adalah manifestasi

fek ke luar dan dsertai oleh banyak komponen fisiologi dan berlansung

relatif tidak lama. Seseorang dikatakan telah mengalami gangguan

afek atau emosi yaitu dapat berupa depresi, kecemasan, eforia,

anhedonia, kesepian, kedangkalan, labil, dan ambivalensi.

e. Gangguan Psikomotor

Psikomotor merupakan gerakan badan yang dipengaruhi oleh

keadaan jiwa, gangguan psikomotor dapat berupa :

a. Hipokinesia atau hipoaktivitas : gerakan atau aktivitas

berkurang

b. Stupor Katatonic : reaksi terhadap lingkungan sangat

berkurang, gerakan dan aktivitas menjadi sangat lambat.

c. Katalepsi : mempertahankan posisi tubuh secara kaku

posisi badan tertentu.

d. Fleksibilitas serea : memetahankan posisi badan yang

dibuat padanya oleh orang lain.

e. Hiperkinesia : pergerakan atau aktivitas yang berlebihan

f. Gaduh gelisah katatonik : aktivtas motorik yang

kelihatannya tidak bertujuan, yang berkali-kali dan seakan-

akan tidak dipengaruhi oelh rangsangan dari luar

g. Berisikap aneh : dengan sengaja mengambil sikap atau

posisi badan yang tidak wajar

h. Grimas : miik yang aneh dan ebrulang-ulang

i. Stereotype : gerakan salah satu anggota badan yang berkali-

kali dan tidak bertujuan.

12

7. Gangguan proses berfikir

Proses berfikir meliputi proses pertimbangan, pemahaman,

ingatan serta penalaran.

8. Gangguan persepsi

9. Gangguan intelegensi

10. Gangguan kepribadian.

2.4 Klasifikasi Gangguan Jiwa

Sistem klasifikasi pada ICD (International Classification of Disease)

dan DSM (Diagnostic and Sttistical Manual of Mental Disorer) menggunakan

sistem kategori. ICD menggunakan sistem aksis tunggal (uniaksis), yang

mencoba menstandartkan diagnosis menggunakan definisi deskriptif dari

berbagai sindrom, serta memberikan pertimbangan untuk diagnosa banding.

Kriteria diagnosis pada DSM menggunakan sistem multtiaksis, yag

menggambarkan berbagai gejala yang harus ada agar diagnosis dapat

ditegkakan. Multiaksisi tersebut meliputi sebagai berikut :

Aksis 1 : sindroma klinis dan kondisi lain yang mungkin menjadi fokus

perhatian klinis

Aksis 2 : gangguan kepribadian dan retardasi mental

Aksis 3 : kondisi medis secara umum

Aksisi 4 ; masalah lingkungan dan psikososisal

Aksis 5 : penilaian fungsi secara global

Pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa di Indonesia

(PPDGJ) pada awalnya disusun berdasarkan berbagai klasifikasi pada

DSM, tetapi pada PPDGJ III disusun berdasarkan ICD X. Secara singkat,

klasifikasi PPDGJ III meliputi :

F00-R09 : gangguan mental organik (termasuk gangguan mental

simtomatik)

13

F10-F19 : gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat

psikoaktif

F20-F29: Skizofrenia , gangguan skizotipal, dan gangguan waham

F30-F39 : gangguan suasana perasaan (mood/afektif)

F40-F48 : gangguan neurotik, gangguan somaoform, dan gangguan

terkait stress

F50-F59 : sindroma perilaku yanng berhubungan dengan gangguan

fisiologis dan faktor fisik

F60-F69 : gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa

F70-F79 : retardasi mental

F80-F89 : gangguan perkembangan psikologis

F90-F98 : gangguan perilaku dan emosional dengan onset biasanya

pada anak dan remaja

Secara umum klasifikasi gangguan jiwa menurut hasil riset

kesehatan Dasar tahun 2013 dibagi menjadi 2 bagian yaitu

gangguan jiwa berat/kelompok psikosa dan gangguan jiwa ringan

meliputi semua gangguan mental emosional yang berupa

kecemasan, panik, gangguan alam perasaan dan sebagainya. Untuk

skizofrenia masuk dalam kelompok gangguan jiwa berat.

2.5 Macam-macam program pengobatan untuk pasien dengan gangguan

jiwa

Pada pasien dengan gangguan jiwa dibutuhkan beberapa pengobatan

untuk memulihkan kondisi jiwanya dan mencegah terjadinya kekambuhan,

beberapa terapi pengobatan pada pasien gangguan jiwa menurut buku Ajar

Keperawatan Jiwa tahun 2015, diantaranya :

14

a. Psikofarmaka

Psikofarmaka adalah berbagai jenis obat yang bekerja pada

susunan saraf pusat. Efek utamanya pada aktivitas mental dan

perilaku, yang biasanya digunakan untuk pengobatan gangguan

kejiwaan. Terdapat banyak jenis obat psikofarmaka dengan

farmakokinetik khusus untuk mengontrol dan mengendalikan perilaku

pasien gangguan jiwa. Golongan dan jenis psikofarmaka ini perlu

diketahui perawat agar dapat mengembangkan upaya kolaborasi

pemberian psikofarmaka, mengidentifikasi dan mengantisipasi

terjadinya efek samping, serta memadukan dengan berbagai alternatif

terapi lainnya.

b. Kejang Listrik

Terapi kejang listrik adalah suatu prosedur tindakan pengobatan

pada pasien gangguan jiwa, menggunakan aliran listrik untuk

menimbulkan bangkitan kejang umum, berlangsung sekitar 25–150

detik dengan menggunakan alat khusus yang dirancang aman untuk

pasien. Pada prosedur tradisional, aliran listrik diberikan pada otak

melalui dua elektroda dan ditempatkan pada bagian temporal kepala

(pelipis kiri dan kanan) dengan kekuatan aliran terapeutik untuk

menimbulkan kejang. Kejang yang timbul mirip dengan kejang

epileptik tonik-klonik umum. Namun, sebetulnya yang memegang

peran penting bukanlah kejang yang ditampilkan secara motorik,

melainkan respons bangkitan listriknya di otak yang menyebabkan

terjadinya perubahan faali dan biokimia otak

c. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)

Terapi aktivitas kelompok (TAK) merupakan terapi yang bertujuan

mengubah perilaku pasien dengan memanfaatkan dinamika kelompok.

Cara ini cukup efektif karena di dalam kelompok akan terjadi interaksi

satu dengan yang lain, saling memengaruhi, saling bergantung, dan

terjalin satu persetujuan norma yang diakui bersama, sehingga

terbentuk suatu sistem sosial yang khas yang di dalamnya terdapat

interaksi, interelasi, dan interdependensi. Terapi aktivitas kelompok

15

(TAK) bertujuan memberikan fungsi terapi bagi anggotanya, yang

setiap anggota berkesempatan untuk menerima dan memberikan

umpan balik terhadap anggota yang lain, mencoba cara baru untuk

meningkatkan respons sosial, serta harga diri. Keuntungan lain yang

diperoleh anggota kelompok yaitu adanya dukungan pendidikan,

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, dan meningkatkan

hubungan interpersonal.

d. Terapi Kognitif

Terapi kognitif adalah terapi jangka pendek dan dilakukan secara

teratur, yang memberikan dasar berpikir pada pasien untuk

mengekspresikan perasaan negatifnya, memahami masalahnya,

mampu mengatasi perasaan negatifnya, serta mampu memecahkan

masalah tersebut.

e. Terapi Keluarga

Terapi keluarga adalah suatu cara untuk menggali masalah emosi

yang timbul kemudian dibahas atau diselesaikan bersama dengan

anggota keluarga, dalam hal ini setiap anggota keluarga d iberi

kesempatan yang sama untuk berperan serta dalam menyelesaikan

masalah. Keluarga sebagai suatu sistem sosial merupakan sebuah

kelompok kecil yang terdiri atas beberapa individu yang mempunyai

hubungan erat satu sama lain dan saling bergantung, serta d iorganisasi

dalam satu unit tunggal dalam rangka mencapai tujuan tertentu.

f. Terapi Lingkungan

Terapi lingkungan adalah lingkungan fisik dan sosial yang ditata

agar dapat membantu penyembuhan dan atau pemulihan pasien.

Milleu berasal dari Bahasa Prancis, yang dalam Bahasa Inggris

diartikan surronding atau environment, sedangkan dalam Bahasa

Indonesia berarti suasana. Jadi, terapi lingkungan adalah sama dengan

terapi suasana lingkungan yang dirancang untuk tujuan terapeutik.

Konsep lingkungan yang terapeutik berkembang karena adanya efek

negatif perawatan di rumah sakit berupa penurunan kemampuan

berpikir, adopsi nilai-nilai dan kondisi rumah sakit yang tidak baik

16

atau kurang sesuai, serta pasien akan kehilangan kontak dengan dunia

luar.

g. Terapi Perilaku

Perilaku akan dianggap sebagai hal yang maladaptif saat perilaku

tersebut dirasa kurang tepat, mengganggu fungsi adaptif, atau suatu

perilaku tidak dapat diterima oleh budaya setempat karena

bertentangan dengan norma yang berlaku. Terapi dengan pendekatan

perilaku adalah suatu terapi yang dapat membuat seseorang

berperilaku sesuai dengan proses belajar yang telah dilaluinya saat dia

berinteraksi dengan lingkungan yang mendukung.

2.6 Macam-macam Program pengobatan pada pasien gangguan jiwa

Dalam menunjang tercapainya kesembuhan tidak hanya terapi

yang dibutuhkan, tetapi juga program pengobatan pada pasien gangguan

jiwa, menurut Psychiatric-Mental Health Nursing tahun 2015 macam-

macam pengobatan pada pasien gangguan jiwa diantaranya :

a. Pengobatan rawat inap dirumah sakit

Perawatan psikiatri rawat inap disebuah rumah sakit

merupakan cara utama untuk orang dengan penyakit mental. Unit

psikiatri menekankan terapi bicara atau interaksi antara pasien

dengan staf dan lingkungan yang ada. Terapi lingkungan juga

mrupakan salah satu aspek dalam pengobatan rawat inap dirumah

sakit untuk membantu pasien dalam menstabilkan pasien dengan

gangguan jiwa yang lebih akut. Dalam init rawat inap ditujukan

untuk mengidentifikasi gejala dan ketrampilan dalam menangani

gejala yang muncul, serta mengidentifikasi masalah jangka panjang

untuk menjalani terapi rawat jalan.

17

b. Pengobatan rawat jalan

Rawat jalam adalah salah satu unit kerja dirumah sakit atau

suatu pelayanan kesehatan yang melayani pasien berobat jalan dan

tidak lebih dari 24 jam pelayanan, termasuk seluruh prosedur

diagnostik dan terapeutik. Pelayanan rawat jalan merupakan

pelyanan kepada pasien untuk observasi, diagnosa pengobatan,

rehabilitasi medik dan peayanan kesehatan lainnya yang bersifat

umum, spesialistik, sub spesialistik yang dilaksanakan di suatu

rumah sakit atau layanan kesehatan tanpa tinggal rawat inap

(Agustiawan & Andri )

Salah satu program dalam rawat jalan adalah rehabilitasi

kejiwaan yang mengacu pada layanan yang dirancang untuk

mempromosikan proses pemulihan untuk orang dengan penyait

mental. Program rawat jalan bertujuan untuk mengontrol gejala dan

memanajemen pengobatan untuk pemberdayaan dan pningkatan

kualitas hidup. Pelayanan rawat jalan lebih mengedepankan

komunitas yang berbasis masyarakat.

2.7 Manfaat Rawat Jalan pada pasien dengan ganggan jiwa

Rawat jalan merpakan salah satu program dalam proses pemulihan

kondisi kejiwaa n yang terganggu pasca rawat inap, menurut Psychiatric

Mental Health Nursing edisi ke-5 tahun 2015 menyebutkan tujuan

dilakukan rawat jalan diantaranya :

a. Pemulihan dari kondisi gangguan jiwa

b. Peningkatan kualitas hidup

c. Terwujudnya komunitas yang terintregasi

d. Meningkatkan kemandirian pasca rawat inap

e. Penurunan penerimaan pasien dirumah sakit

f. Perawatan berkelanjutan

g. Mencegah kekambuhan

18

h. Mencegah pasien putus obat

i. Peningkatan kesehatan fisik

2.8 Definisi Kepatuhan

Kepatuhan merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan

ketaatan pada tujuan yang telah ditentukan dan mengacu pada tingkat

pasien melaksanakan tingkah laku dan pengobatan yang disarankan (Rut

& Damansia, 2015).

2.9 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Rawat Jalan pada

Pasien Gangguan Jiwa

Suatu program pengobatan sangat membutuhkan kepatuhan dari

setiap pasien, baik itu pengobatan jangka panjang maupun jangka panjang.

Pengobatan rawat jalan pada pasien gangguan jiwa merupakan pegobatan

yang rentan terhadap kepatuhan, seringkali pasien merasa jenuh untuk

melakukan pengobatan terus menerus dan kemudian tidak patuh pada

pengbatan. Menurut CI Otpataku et all tahun 2015 menyebutkan faktor-

faktor yang mempengaruhi kepatuhan pengobatan rawat jalan pada pasien

gangguan jiwa diantaranya :

1. Wawasan atau pengetahuan

Pengetahan atau wawasan mengenai suatu penyakit yang

sedang dialami oleh seorang pasien merupakan hal penting dalam

melaksanakan kepatuhan pengobatan rawat jalan.untuk

menghindari keadaan sakit, seseorang diharapkan mengetahui

bagaimana cara menjaga kesehatannya dan mempertahankan

kondisi tersebut agar tidak terjadi kekambuhan.

2. Motivasi dari diri sendiri

Dalam menjalankan pengobatan rawat jalan yang intensif

seesorang membutuhkan motivasi dari dirinya sendiri, seperti

semangat untuk kesembuhannya, mengupayakan diri agar tidak putus

asa dalam program pengobatannya, serta melawan rasa bosan dengn

19

pengobatan yang panjang. Kesembuhan baik secara jasmani maupun

rohani merupakan sesuatu yang harus dimiliki oleh tiap-tiap individu

untuk menghasilkan kualitas hidup yang baik sehingga dapat

menjalankan hidup didalam masyarakat sesuai perannya masing-

masing ( Andriani & Kahirul, 2016 ).

3. Dukungan dari Keluarga

Dukungan keluarga sangat penting terhadap pengobatan

pasien gangguan jiwa, karena pada umumnya seesorang dengan

gangguan jiwa belum mampu mengatur dan mengetahui jadwal

kapaan ia harus berobat. Keluarga harus selalu membimbing dan

mengarahkan agar seseorang dengan gangguan jiwa untuk dapat

berobat dengan benar dan teratur.

Dukungan keluarga yang bisa diberikan kepada pasien

meliputi dukungan emosional yaitu dengan memberikan kasih

sayang dan sikap mengahrgai yang diperlukan klien, dukungan

informasional yaitu dengan memberikan nasihat dan pengarahan

kepada klien, dan dukungan penilaian mmberikan pujian kepada

klien jika mau diarahkan untuk berobat ( Karmila, Dhian, &

Herawati, 2016)

4. Tenaga Kesehatan Yang Profesional

Tenaga kesehatan profesional yang melayani pasien dengan

gangguan jiwa harus mampu memberikan wawasan tentang

gangguan jiwa dan selalu melakukan pengawasan terhadap

pasiennya, serta dapat menunjukan perilaku dan sikap yang baik

saat memberikan pelayanan kepada pasien dengan gangguan jiwa

sehingga dapat terus melaksanakan pengobatan.

Tenaga ksehatan khusunya seorang perawat sebagai tenaga

keehatan profesional mempunyai kesempatan yang paling besar

untuk memberikan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan yang

komprehensif dengan membantu pasien memnuhi kebutuhan dasar

20

yang holistik (Anton, 2011). Bukan hanya perawat namun juga

dokter ataupun seluruh aspek dalam layanan kesehatan harus

mampu memberikan wawasan, konseling, memberikan dukungan,

pengawasan terhadap perkembangan kondisinya, serta dapat

memperlakukan pasien dengan baik, ramah, dan peduli (Okpataku,

2015)

5. Stigma Positif Dari Masyarakat

Prasangka dan stigma buruk yang menyertai pasien

gangguan jiwa menyebabkan kesulitan yang dihadapi pasien

gangguan jiwa bertambah.begitupun sebaliknya stigma baik dan

penerimaan serta perlakuan yang baik dari masyarakat membantu

pasien gangguan jiwa beserta kelurganya dalam mengahdapi

masalah yang muncul dan mengurangi beban secara subyektif

maupun beban obyektif, serta memotivasi dalam proses

kesembuhan.

Adanya dukungan dari masyarakat membuat individu akan

merasa diperdulikan, diperhatikan, merasa tetap percaya diri, tidak

mudah putus asa, tidak minder, merasa dirinya bersemangat,

merasa ikhlas dengan kondisi, sehingga merasa lebih tenang dalam

mengadapi suatu masalah ( Fauziah & Latipun, 2016).

6. Agama dan Kepercayaan

Agama membantu proses self-regulation atau pengaturan

diri. Dilihat dari sudut pandang psikologis, self- regulation akan

membuat individu bertigkah laku sesuai dengan aturan-aturan atau

tujuan yang ingin dicapainya tersebut. Oleh karena itu jika

dikaitkan dengan hubungannya dengan kesehatan, agama akan

memeberikan berbagai aturan untuk menjalani hidup yang sehat.

Idividu dengan konsep agama yang positif memiliki kemungkinan

lebih kecil untuk mengalami depresi ( Anton, 2011).