BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gangguan Bipolareprints.umm.ac.id/68341/4/BAB II.pdfbipolar I,...

38
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gangguan Bipolar Gangguan bipolar merupakan episode berulang dari perubahan mood dan aktivitas dalam fase mania dan depresi, dengan periode normalitas relatif di antaranya (Hooley M Jill et al., 2018). Gangguan bipolar dikaitkan dengan gangguan yang memiliki ciri antara lain naik turunnya mood, aktifitas dan energi (Mintz, 2015). Gangguan afektif bipolar ditandai dengan adanya mood swings antara fase mania (peninggian mood) dengan fase depresi bipolar yang menyebabkan tekanan pada pribadi secara signifikan dan disfungsi sosial, yang tidak disebabkan oleh obat-obatan atau gangguan pada fisik (Geddes J et al., 2012). Gangguan bipolar sendiri menurut DSM-IV-TR diklasifikasikan menjadi bipolar I, bipolar II, siklotimik, dan gangguan bipolar yang tidak dapat dispesifikasikan. Perbedaan antara bipolar I dan bipolar II ditandai pada episode manik dan depresinya. Pasien bipolar I umumnya memiliki fase mania yang berkembang penuh (full blown) dan periode depresi, sedangkan pada pasien bipolar II memiliki fase hipomania dengan periode suasana depresi yang memenuhi kriteria depresi mayor (Hooley M Jill et al., 2018). 2.2 Epidemiologi Gangguan Bipolar Prevalensi dari gangguan bipolar secara keseluruhan antara 1 sampai 6 banding 1000 dan risiko seumur hidup kurang dari 1 banding 100. Kerabat tingkat pertama (contoh : adik atau kakak) memiliki risiko seumur hidup lebih tinggi, yakni 12%

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gangguan Bipolareprints.umm.ac.id/68341/4/BAB II.pdfbipolar I,...

  • 4

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Definisi Gangguan Bipolar

    Gangguan bipolar merupakan episode berulang dari perubahan mood dan

    aktivitas dalam fase mania dan depresi, dengan periode normalitas relatif di

    antaranya (Hooley M Jill et al., 2018). Gangguan bipolar dikaitkan dengan

    gangguan yang memiliki ciri antara lain naik turunnya mood, aktifitas dan energi

    (Mintz, 2015). Gangguan afektif bipolar ditandai dengan adanya mood swings

    antara fase mania (peninggian mood) dengan fase depresi bipolar yang

    menyebabkan tekanan pada pribadi secara signifikan dan disfungsi sosial, yang

    tidak disebabkan oleh obat-obatan atau gangguan pada fisik (Geddes J et al., 2012).

    Gangguan bipolar sendiri menurut DSM-IV-TR diklasifikasikan menjadi

    bipolar I, bipolar II, siklotimik, dan gangguan bipolar yang tidak dapat

    dispesifikasikan. Perbedaan antara bipolar I dan bipolar II ditandai pada episode

    manik dan depresinya. Pasien bipolar I umumnya memiliki fase mania yang

    berkembang penuh (full blown) dan periode depresi, sedangkan pada pasien bipolar

    II memiliki fase hipomania dengan periode suasana depresi yang memenuhi kriteria

    depresi mayor (Hooley M Jill et al., 2018).

    2.2 Epidemiologi Gangguan Bipolar

    Prevalensi dari gangguan bipolar secara keseluruhan antara 1 sampai 6 banding

    1000 dan risiko seumur hidup kurang dari 1 banding 100. Kerabat tingkat pertama

    (contoh : adik atau kakak) memiliki risiko seumur hidup lebih tinggi, yakni 12%

  • 5

    untuk gangguan bipolar, 12% risiko seumur hidup untuk gangguan depresi

    berulang, dan 12% risiko untuk distimia dan gangguan mood lainnya. Seorang

    dokter layanan primer dengan tanggung jawab 2000 pasien dari segala umur dapat

    menemukan 20 sampai 30 pasien setahun dengan gejala depresi mayor dan

    mungkin 1 atau 2 pasien dengan episode mania (Geddes J et al., 2012).

    Literatur lain menyatakan prevalensi selama hidup dari gangguan bipolar I

    sekitar 1%, dengan lanjutan sebanyak 2% mengalami gangguan bipolar II selama

    hidupnya. Perbandingan antara wanita dan pria sekitar 1,5:1,0; lebih banyaknya

    penderita wanita dibandingkan pria lebih terlihat jelas pada grup bipolar II. Usia

    puncak dari onset adalah pada awal 20-an tahun. Beberapa penelitian telah

    menunjukkan angka prevalensi yang lebih besar pada kelas sosial yang lebih tinggi,

    mungkin menggambarkan perbedaan akses terhadap diagnosis (Angst J, 2007;

    Clemente et al.,2015).

    Berdasar dari pedoman praktik oleh American Psychiatric Association,

    gangguan afektif bipolar I mencakup 0.8% dari populasi dewasa, dengan perkiraan

    sampel dari komunitas berkisar antara 0,4-1,6%. Angka ini muncul konsisten di

    antara beragam budaya dan kelompok etnis. Gangguan bipolar II mencakup sekitar

    0,5% dari populasi. Sementara itu, gangguan bipolar II tampak lebih umum terjadi

    pada wanita, sedangkan gangguan bipolar I terdapat pada pria dan wanita dengn

    jumlah cukup merata. Perkiraan prevalensi ini dipertimbangkan sebagai

    konservatif. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan dari diagnostik dan termasuknya

    pasien yang mengalami spektrum bipolar namun tidak memenuhi kriteria dari

    gangguan bipolar I maupun bipolar II. Episode manik lebih banyak didapatkan pada

  • 6

    pria dan depresi lebih umum pada wanita. Saat seorang wanita mengalami episode

    manik gejala yang timbul dapat bercampur antara manik dan depresi. Pada wanita

    juga lebih sering ditemukan siklus cepat atau rapid cycling seperti memiliki 4

    episode manik dalam periode 1 tahun.

    2.3 Klasifikasi Gangguan Bipolar

    Penggolongan gangguan bipolar bila mengacu pada Diagnostic and Statistical

    Manual of Mental Disorder IV- text revised (DSM IV-TR), gangguan bipolar dibagi

    menjadi empat jenis yaitu gangguan bipolar I, gangguan bipolar II, gangguan

    siklotimia, dan gangguan bipolar yang tak dapat dispesifikasikan. Sedangkan DSM

    V atau Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi ke 5 tahun 2015

    mengklasifikasikan gangguan bipolar menjadi beberapa jenis yaitu gangguan

    bipolar I, gangguan bipolar II, dan gangguan siklotimik.

    Gangguan bipolar I dan II, berdasarkan DSM IV-TR dapat diklasifikasikan

    melalui pola kekambuhan, yaitu pada gangguan bipolar I ditandai dengan adanya

    satu atau lebih episode manik atau campuran dan biasanya terdapat satu atau lebih

    episode depresi berat. Gangguan bipolar II diklasifikasikan dengan adanya episode

    depresi berat dan hipomanik berulang tetapi tanpa adanya episode manik. Pada

    gangguan siklotimia diklasifikasikan dengan terdapat fluktuasi mood

    berkepanjangan selama setidaknya dua tahun, tidak berhubungan dengan adanya

    keadaan eksternal, termasuk adanya episode tunggal dari depresi dan hipomanik

    (tetapi tanpa manik) dengan tingkat keparahan yang tidak cukup untuk memenuhi

    kriteria diagnostik. (Sadock. 2010)

  • 7

    2.4 Gambaran Klinis Gangguan Bipolar

    Gejala dasar yang dapat ditemui pada pasien gangguan bipolar ada 2, yaitu

    episode depresi dan episode mania. (Sadock. 2010; Hooley et al. 2018)

    2.4.1 Episode Mania

    Paling sedikit satu minggu (bisa kurang, bila dirawat) pasien mengalami mood yang

    elasi,ekspansif, atau iritabel. Pasien memiliki, secara menetap, tiga atau lebih gejala

    berikut (empat atau lebih bila hanya mood iritabel) yaitu:

    a. Grandiositas atau percaya diri berlebihan

    b. Berkurangnya kebutuhan tidur

    c. Cepat dan banyaknya pembicaraan

    d. Lompatan gagasan atau pikiran berlomba

    e. Perhatian mudah teralih

    f. Peningkatan energi dan hiperaktivitas psikomotor

    g. Meningkatnya aktivitas bertujuan (sosial, seksual, pekerjaan dan sekolah)

    h. Tindakan-tindakan sembrono (boros, investasi tanpa perhitungan yang

    matang).

    Gejala yang derajatnya berat dikaitkan dengam penderitaan, gambaran

    psikotik,hospitalisasi untuk melindungi pasien dan orang lain, serta adanya

    gangguan fungsi sosial dan pekerjaan. Pasien hipomania terkadang sulit didiagnosa

    sebab beberapa pasien hipomania justru memiliki tingkat kreativitas dan

    produktivitas yang tinggi. Pasien hipomania tidak memiliki gambaran psikotik

  • 8

    (halusinasi, waham atau perilaku atau pembicaraan aneh) dan tidak memerlukan

    hospitalisasi.

    2.4.2 Episode Depresi

    Paling sedikit selama dua minggu pasien mengalami lebih dari empat tanda atau

    gejala yaitu :

    a. Mood depresif atau hilangnya minat atau rasa senang

    b. Menurun atau meningkatnya berat badan atau nafsu makan

    c. Sulit atau banyak tidur

    d. Agitasi atau retardasi psikomotor

    e. Kelelahan atau berkurangnya tenaga

    f. Menurunnya harga diri

    g. Ide-ide tentang rasa bersalah, ragu-ragu dan menurunnya konsentrasi

    h. Pesimis

    i. Pikiran berulang tentang kematian, bunuh diri (dengan atau tanpa rencana)

    atau tindakan bunuh diri.

    Gejala-gejala diatas menyebabkan penderitaan atau terganggunya fungsi

    personal, sosial, dan pekerjaan.

  • 9

    2.4.3 Episode Hipomanik

    Setidaknya selama empat hari, secara menetap, pasien mengalami peningkatan

    mood, ekspansif atau iritabel yang ringan, paling sedikit terjadi gejala (empat gejala

    bila mood iritabel) yaitu:

    a. Grandiositas atau meningkatnya kepercayaan diri

    b. Berkurangnya kebutuhan tidur

    c. Meningkatnya pembicaraan

    d. Lompat gagasan atau pemikiran berlomba

    e. Perhatian mudah teralih

    f. Meningkatnya aktifitas atau agitasi psikomotor

    g. Pikiran menjadi lebih tajam

    h. Daya nilai berkurang

    Tidak ada gambaran psikotik (halusinasi, waham, dan perilaku atau pembicaraan

    aneh) tidak membutuhkan hospitalisasi dan tidak mengganggu fungsi personal,

    sosial, dan pekerjaan.Sering kali dilupakan oleh pasien tetapi dapat dikenali oleh

    keluarga.

    2.4.4 Episode Campuran

    Setidaknya selama satu minggu pasien mengalami episode mania dan depresi

    yang terjadi secara bersamaan. Misalnya, mood tereksitasi (lebih sering mood

    disforik), iritabel, marah,serangan panik, pembicaraan cepat, agitasi, menangis, ide

    bunuh diri, insomnia derajat berat, grandiositas, hiperseksualitas, waham kejar dan

    terkadang bingung. Terkadang gejala cukup berat sehingga memerlukan perawatan

  • 10

    untuk melindungi pasien atau orang lain, dapat disertai gambaran psikotik, dan

    mengganggu fungsi personal, sosial dan pekerjaan.

    2.4.5 Sindrom Psikotik

    Pada kasus berat, pasien mengalami gejala psikotik. Gejala psikotik yang paling

    sering terjadi yaitu :

    a. Halusinasi (auditorik, visual, atau bentuk sensasi lainnya)

    b. Waham

    Misalnya, waham kebesaran sering terjadi pada episode mania sedangkan

    waham nihilistik terjadi pada episode depresi. Ada kalanya gejala psikotik tidak

    serasi dengan mood. Pasien dengan gangguan bipolar sering didiagnosis sebagai

    skizofrenia. Ciri psikotik biasanya merupakan tanda prognosis yang buruk bagi

    pasien dengan gangguan bipolar. Faktor berikut ini telah dihubungkan dengan

    prognosis yang buruk seperti : durasi episode yang lama, disosiasi temporal antara

    gangguan mood dan gejala psikotik, dan riwayat penyesuaian sosial pramorbid

    yang buruk. Adanya ciri-ciri psikotik yang memiliki penerapan terapi yang penting,

    pasien dengan gejala psikotik hampir selalu memerlukan obat anti psikotik di

    samping anti depresan atau anti mania atau mungkin memerlukan terapi anti

    konvulsif untuk mendapatkan perbaikan klinis.

    2.5 Etiologi Gangguan Bipolar

    Penyebab dari gangguan bipolar sendiri telah diteliti dari abad-abad yang lalu

    dan disimpulkan menjadi dari beberapa faktor seperti faktor biologis, faktor

    genetik, dan faktor psikologis atau psikososial. (Sadock. 2010)

  • 11

    2.5.1 Faktor Biologis

    Banyak dari penelitian melaporkan jika terdapat abnrmalitas metabolit amin

    biogenik, seperti asam 5-hidroksiindolasetat (5-HIAA), asam homovanilat (HVA),

    dan 3-metoksi-4-hidroksifenilglikol (MHPG) yang ada di dalam darah, urine, dan

    cairan serebrospinalis pasien dengan gangguan mood. Penelitian - penelitian ini

    paling konsisten dengan hipotesis bahwa gangguan mood disebabkan oleh

    disregulasi heterogen amin biogenik. Dari amin biogenik, norepinefrin dan

    serotonin adalah dua neurotransmiter yang paling terkait di dalam patofisiologi

    gangguan mood. Dopamin juga pernah diteorikan memiliki peranan pada gangguan

    mood selain norepinefrin dan dopamin, pada dua teori terkini mengenai hubungan

    dari dopamin dan fase depresi dalam gangguan mood adalah adanya kemungkinan

    bahwa jaras dopamin mesolimbik mengalami disfungsi pada fase depresi dan

    reseptor dopamin D1 mungkin hipoaktif pada fase depresi. (Sadock. 2010)

    2.5.2 Faktor Genetik

    Data genetik menunjukkan bahwa faktor genetik yang secara signifikan

    terlibat dalam timbulnya gangguan mood tetapi pola pewarisan genetik yang terjadi

    melalui mekanisme yang kompleks. Berdasarkan dari studi keluarga, sekitar 8

    sampai 10 persen kerabat tingkat pertama dari seseorang dengan penyakit bipolar I

    dapat diperkirakan memiliki gangguan bipolar, dibandingkan dengan 1 persen pada

    populasi umum. (Plomin et al. 2013).

  • 12

    Usaha untuk menemukan lokasi dari kromosom gen atau gen yang

    mempengaruhi dalam transmisi genetik dari gangguan bipolar menunjukkan hasil

    bahwa itu adalah poligenik. Walaupun banyak penelitian sudah diarahkan untuk

    mengidentifikasi gen yang mempengaruhi melalui analisis keterkaitan dan studi

    asosiasi, namun masih belum ada dukungan yang konsisten terhadap metode

    spesifik transmisi genetik dari gangguan bipolar. (Hooley M Jill et al., 2018).

    Teori lain dalam studi terkini menurut Kelompok Lintas Gangguan

    Konsorsium Genomik Psikiatrik atau Cross-Disorder Group of the Psychiatric

    Genomics Consortium pada tahun 2014 adalah bahwa gangguan yang berbeda

    terlihat berbagi etiologi genetik yang sama. Sebagai contoh, beberapa polimorfisme

    genetik yang terlihat pada pasien dengan gangguan bipolar juga terlihat pada pasien

    yang mengalami skizofenia ( hal ini mungkin menjelaskan mengapa pasien yang

    mengalami dua gangguan tersebut mengalami fitur psikotik) dan pasien dengan

    depresi ( yang juga bisa menjelaskan bahwa pasien dengan dua gangguan tersebut

    mengalami gejala depresi). (Hooley M Jill et al., 2018).

    2.5.3 Faktor Psikologis

    Faktor biologis memainkan peran penting dalam menentukan permulaan

    gangguan bipolar, namun faktor psikologi atau psikososial juga ditemukan terlibat

    dalam etiologi gangguan bipolar. Secara spesifik, peristiwa dalam kehidupan yang

    penuh tekanan, dukungan sosial dan lingkungan yang buruk, dan faktor kepribadian

    tertentu telah diidentifikasikan sebagai faktor penyebab psikologis yang penting.

    (Sadock. 2010; Hooley M Jill et al., 2018)

  • 13

    2.5.3.1 Peristiwa Kehidupan dan Lingkungan

    Kejadian dalam kehidupan yang penuh dengan stres lebih sering timbul

    mendahului episode-episode gangguan yang mengikuti selanjutnya. Hal ini telah

    dilaporkan pada pasien dengan gangguan depresi berat dan gangguan bipolar I.

    Teori yang dapat menerangkan pengamatan ini adalah bahwa stres yang menyertai

    episode pertama mengakibatkan perubahan yang bertahan lama di dalam otak.

    Perubahan yang bertahan lama ini dapat menghasilkan perubahan keadaan

    fungsional berbagai neurotransmiter dan sistem pemberian sinyal intraneuron,

    perubahan ini dapat mencakup hilangnya neuron dan berkurangnya kontak sinaps

    yang berlebihan sehingga pasien memiliki risiko tinggi mengalami episode

    gangguan mood berikutnya, bahkan tanpa disertai oleh stresor eksternal. (Sadock.

    2010)

    Peristiwa atau kejadian hidup penuh stres selama masa kanak-kanak

    (contohnya pelecehan baik secara fisik maupun seksual) maupun stresor dalam

    hidup saat ini (seperti masalah dengan teman dan pasangan atau kesulitan finansial)

    keduanya meningkatkan dalam mengembangkan gangguan bipolar sama halnya

    dengan mengalami kasus berulang. (Gilman et al., 2015)

    Beberapa klinisi meyakini bahwa peristiwa dalam hidup memegang peranan

    utama dalam depresi, sementara klinisi lainnya mengajukan bahwa peristiwa dalam

    hidup hanya memegang peranan terbatas dalam awitan dan waktu depresi. Data

    yang paling menunjukkan bahwa peristiwa hidup yang paling sering menyebabkan

  • 14

    timbulnya depresi di kemudian hari pada sesorang adalah kehilangan orang tua

    sebelum usia 11 tahun. (Sadock. 2010; Bender dan Alloy. 2011)

    2.5.3.2 Faktor Dukungan Sosial dan Lingkungan

    Suatu penelitian menemukan bahwa pasien dengan gangguan bipolar yang

    melaporkan dukungan sosial yang rendah menunjukkan kasus berulang yang lebih

    depresif selama tindak lanjut 1 tahun, terlepas dari kejadian atau peristiwa

    kehidupan yang penuh stres yang juga memprediksi kasus berulang yang lebih

    banyak. (Alloy et al., 2010)

    . Stresor lingkungan yang paling sering menyebabkan awitan episode

    depresi adalah kematian pasangan. Faktor risiko lainnya yaitu PHK, seseorang yang

    keluar dari pekerjaan sebanyak lebih dari tiga kali lipat cenderung menampilkan

    gejala depresi yang lebih berat daripada orang yang sedang bekerja. (Sadock. 2010;

    Bender dan Alloy. 2011)

    2.5.3.3 Faktor Kepribadian

    Beberapa bukti menunjukkan bahwa variabel kepribadian dan kognitif

    dapat berinteraksi dengan kejadian kehidupan yang penuh tekanan dalam

    menentukan kemungkinan kambuh. Misalnya pada variabel kepribadian

    neurotisisme yang telah dikaitkan dengan gejala depresi dan mania, dan

    neurotisisme memprediksi peningkatan gejala depresi pada orang dengan gangguan

    bipolar seperti pada gangguan unipolar. Selain itu, variabel kepribadian dan gaya

    kognitif yang terkait dengan motivasi mencapai tujuan, dorongan, dan motivasi

  • 15

    insentif telah dikaitkan dengan gangguan bipolar. (Quilty et al.,2009; Alloy et

    al.,2009)

    2.6 Diagnosis Gangguan Bipolar

    DSM V atau Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi

    ke 5 tahun 2015 mengklasifikasikan diagnosa dari gangguan bipolar menjadi

    beberapa jenis yaitu gangguan bipolar I, gangguan bipolar II, dan gangguan

    siklotimik. Kriteria diagnosis gangguan bila menurut DSM V tahun 2015 antara

    lain :

    2.6.1 Gangguan Bipolar I

    Untuk mendiagnosa gangguan bipolar I, perlu untuk memenuhi kriteria

    berikut untuk episode mania. Episode mania mungkin telah didahului dan dapat

    diikuti oleh episode hipomania atau depresi berat :

    A. Episode Mania

    a. Periode yang berbeda dari suasana normal yang tidak normal dan terus

    menerus meningkat, ekspansif, atau mudah tersinggung dan aktivitas dan

    energi yang tidak disengaja dan terus-menerus meningkat, yang

    berlangsung minimal 1 minggu dan paling banyak, hampir setiap hari (atau

    durasi jika perlu dirawat di rumah sakit).

    b. Selama periode gangguan mood dan peningkatan energi atau aktivitas, tiga

    (atau lebih) dari gejala berikut (empat jika mood hanya mudah tersinggung)

    hadir pada tingkat signifikan dan merupakan perubahan yang nyata dari

    perilaku yang biasa:

  • 16

    1. Harga diri meningkat atau berlebihan.

    2. Berkurangnya kebutuhan tidur (misalnya terasa beristirahat setelah tidur

    hanya 3 jam).

    3. Lebih banyak bicara dari biasanya atau tekanan untuk terus berbicara.

    4. Gagasan flight atau pengalaman subyektif bahwa pikiran sedang

    berlomba.

    5. Distractibility (yaitu perhatian terlalu mudah tertarik ke rangsangan

    eksternal yang tidak penting atau tidak relevan), seperti yang dilaporkan

    atau diamati.

    6. Peningkatan aktivitas yang diarahkan pada tujuan (baik secara sosial, di

    tempat kerja atau di sekolah, atau seksual) atau agitasi motorik (aktivitas

    tanpa tujuan).

    7. Keterlibatan berlebihan dalam aktivitas yang memiliki potensi

    konsekuensi menyakitkan yang tinggi (misalnya, terlibat dalam

    pembelian eceran yang tidak terbatas, ketidaksopanan seks, atau

    investasi bisnis yang bodoh).

    c. Gangguan mood cukup parah sehingga menyebabkan kerusakan yang

    ditandai pada fungsi sosial atau pekerjaan atau memerlukan rawat inap

    untuk mencegah bahaya pada diri sendiri atau orang lain, atau ada ciri-ciri

    psikotik.

    d. Episode ini tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat (misalnya,

    penyalah gunaan obat) atau kondisi medis lainnya.

  • 17

    Catatan: Kriteria a-d merupakan episode mania. Setidaknya satu episode mania

    seumur hidup diperlukan untuk diagnosis gangguan bipolar I.

    B. Episode Hipomania

    a. Periode yang berbeda dari suasana normal yang tidak normal dan

    terusmenerus meningkat, ekspansif, atau mudah tersinggung dan aktivitas

    dan energi yang tidak normal dan terus-menerus meningkat, berlangsung

    paling tidak 4 hari berturut-turut dan sebagian besar hari, hampir setiap

    hari.

    b. Selama periode gangguan mood dan peningkatan energi atau aktivitas, tiga

    (atau lebih) dari gejala berikut empat (jika mood hanya mudah tersinggung)

    hadir pada tingkat signifikan dan merupakan perubahan yang nyata dari

    perilaku yang biasa:

    1. Harga diri meningkat atau berlebihan.

    2. Berkurangnya kebutuhan tidur (misalnya terasa telah beristirahat setelah

    tidur hanya 3 jam).

    3. Lebih banyak bicara dari biasanya atau tekanan untuk terus berbicara.

    4. Gagasan flight atau pengalaman subyektif bahwa pikiran sedang

    berlomba.

    5. Distractibility (yaitu perhatian terlalu mudah tertarik ke rangsangan

    eksternal yang tidak penting atau tidak relevan), seperti yang dilaporkan

    atau diamati.

  • 18

    6. Peningkatan aktivitas yang diarahkan pada tujuan (baik secara sosial, di

    tempat kerja atau di sekolah, atau seksual) atau agitasi motorik (aktivitas

    tanpa tujuan).

    7. Keterlibatan berlebihan dalam aktivitas yang memiliki potensi

    konsekuensi menyakitkan yang tinggi (misalnya, terlibat dalam

    pembelian eceran yang tidak terbatas, ketidaksopanan seks, atau

    investasi bisnis yang bodoh).

    c. Episode ini terkait dengan perubahan fungsi yang tidak jelas yang tidak

    seperti karakteristik individu jika tidak bergejala.

    d. Gangguan dalam mood dan perubahan fungsi dapat diamati oleh orang lain.

    e. Episode ini tidak cukup parah untuk menyebabkan kerusakan yang ditandai

    pada fungsi sosial atau pekerjaan atau memerlukan rawat inap. Jika ada

    fitur psikotik, episode tersebut menurut definisi mania.

    f. Episode ini tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat (misalnya,

    penyalah gunaan obat) atau kondisi medis lainnya. Episode hipomania

    lengkap yang muncul selama pengobatan antidepresan (misalnya,

    pengobatan terapi elektrokonvulsif) namun berlanjut pada tingkat sindrom

    sepenuhnya di luar efek fisiologis pengobatan tersebut adalah bukti yang

    cukup untuk diagnosis episode hipomania. Namun, hati-hati diindikasikan

    sehingga satu atau dua gejala (terutama pada mudah tersinggung, gelisah,

    atau agitasi setelah penggunaan antidepresan) tidak dianggap memadai

    untuk diagnosis episode hipomania, atau juga indikasi diatesis bipolar.

  • 19

    Catatan: Kriteria a-f merupakan episode hipomania. Episode hipomania umum

    terjadi pada kelainan bipolar I namun tidak diperlukan untuk diagnosis gangguan

    bipolar I.

    C. Depresi Berat

    a. Lima (atau lebih) dari gejala berikut telah hadir selama periode 2 minggu

    yang sama dan merupakan perubahan dari fungsi sebelumnya. Setidaknya

    salah satu gejalanya adalah (1) tekanan pada mood atau (2) kehilangan

    minat atau kesenangan. Catatan: tidak disertakan gejala yang jelas terkait

    dengan kondisi medis lainnya.

    1. Suasana hati yang tertekan hampir setiap hari, seperti yang

    ditunjukkan oleh laporan subjektif (misalnya, terasa sedih, kosong,

    atau putus asa) atau pengamatan yang dilakukan oleh orang lain

    (misalnya, tampak menangis). Catatan: Pada anak-anak dan remaja,

    bisa jadi mood yang mudah tersinggung.

    2. Kurang minat atau kesenangan dalam hampir semua aktivitas

    sepanjang hari atau setiap hari.

    3. Penurunan berat badan yang signifikan saat tidak melakukan diet

    atau kenaikan berat badan (misalnya perubahan lebih dari 5% berat

    badan dalam sebulan), atau penurunan atau peningkatan nafsu

    makan hampir setiap hari. Catatan: pada anak-anak, pertimbangan

    kegagalan untuk membuat kenaikan berat badan yang diharapkan.

    4. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari.

  • 20

    5. Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (dapat diamati

    oleh orang lain, bukan hanya perasaan subjektif dari kegelisahan

    atau perasaan lambat).

    6. Kelelahan atau kehilangan energi hampir setiap hari.

    7. Perasaan tidak berharga atau rasa bersalah yang berlebihan atau

    tidak patut (yang mungkin delusi) hampir setiap hari (tidak hanya

    menyalahkan diri sendiri atau bersalah karena sakit).

    8. Berkurangnya kemampuan berpikir atau berkonsentrasi, atau ragu-

    ragu, hampir setiap hari (baik dengan akun subyektif atau seperti

    yang diamati oleh orang lain).

    9. Gagasan berulang tentang kematian (tidak hanya takut mati), ide

    bunuh diri berulang tanpa rencana tertentu, atau usaha bunuh diri

    atau rencana spesifik untuk melakukan bunuh diri.

    b. Gejalanya menyebabkan gangguan atau penurunan signifikan secara klinis

    di area kerja sosial, pekerjaan, atau bidang penting lainnya.

    c. Episode ini tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat atau kondisi

    medis lainnya.

    Catatan: Kriteria a-c merupakan episode depresi berat. Epidemi depresi berat sering

    terjadi pada kelainan bipolar I namun tidak diperlukan untuk diagnosis gangguan

    bipolar I.

    Catatan: Tanggapan terhadap kerugian yang signifikan (misalnya, kehilangan,

    kehancuran finansial, kerugian akibat bencana alam, penyakit medis serius atau

    cacat) dapat mencakup perasaan sedih, ruminasi tentang kehilangan, susah tidur,

  • 21

    nafsu makan yang buruk, dan penurunan berat badan. Dalam Kriteria A, yang

    mungkin menyerupai episode depresi. Meskipun gejala seperti itu dapat dimengerti

    atau dianggap sesuai dengan kerugian, adanya episode depresi berat selain respons

    normal terhadap kerugian yang signifikan juga harus dipertimbangkan secara

    hatihati. Keputusan ini mau tidak mau memerlukan penilaian klinis berdasarkan

    sejarah individu dan norma budaya untuk ekspresi kesusahan dalam konteks

    kerugian.

    Kriteria telah terpenuhi setidaknya satu episode mania (Kriteria a-d di atas).

    Terjadinya episode mania dan depresi berat tidak lebih baik dijelaskan oleh

    gangguan skizoafektif, skizofrenia, gangguan skizofreniform, gangguan delusional,

    atau spektrum skizofrenia spesifik dan tidak ditentukan lainnya dan gangguan

    psikotik lainnya.

    2.6.2 Gangguan Bipolar II

    Untuk diagnosa gangguan bipolar II, perlu untuk memenuhi kriteria berikut

    untuk episode hipomania, episode depresi berat yang tengah terjadi maupun yang

    telah lama dialami.

    A. Episode Hipomania

    a. Periode yang berbeda dari suasana normal yang tidak normal dan

    terus menerus meningkat, ekspansif, atau mudah tersinggung dan

    aktivitas dan energi yang tidak normal dan terus-menerus

    meningkat, berlangsung paling tidak 4 hari berturut-turut dan

    sebagian besar hari, hampir setiap hari.

  • 22

    b. Selama periode gangguan mood dan peningkatan energi atau

    aktivitas, tiga (atau lebih) dari gejala berikut (empat jika mood hanya

    mudah tersinggung) hadir pada tingkat signifikan dan merupakan

    perubahan yang nyata dari perilaku yang biasa :

    1. Harga diri meningkat atau membesar.

    2. Berkurangnya kebutuhan tidur (misalnya terasa beristirahat

    setelah tidur hanya 3 jam).

    3. Lebih banyak bicara dari biasanya atau tekanan untuk terus

    berbicara.

    4. Gagasan flight atau pengalaman subyektif bahwa pikiran

    sedang berlomba.

    5. Distractibility (yaitu, perhatian terlalu mudah ditarik ke

    rangsangan eksternal yang tidak penting atau tidak relevan),

    seperti yang dilaporkan atau diamati.

    6. Meningkatkan aktivitas yang diarahkan pada tujuan (baik

    secara sosial, di tempat kerja atau di sekolah, atau seksual)

    atau agitasi motorik (aktivitas tanpa tujuan).

    7. Keterlibatan berlebihan dalam aktivitas yang memiliki

    potensi konsekuensi menyakitkan yang tinggi (misalnya,

    terlibat dalam pembelian eceran yang tidak terbatas,

    ketidaksopanan seks, atau investasi bisnis yang bodoh).

    c. Episode ini terkait dengan perubahan fungsi yang tidak jelas yang

    tidak seperti karakteristik individu jika tidak bergejala.

  • 23

    d. Gangguan dalam mood dan perubahan fungsi dapat diamati oleh

    orang lain.

    e. Episode ini tidak cukup parah untuk menyebabkan kerusakan yang

    ditandai pada fungsi sosial atau pekerjaan atau memerlukan rawat

    inap. Jika ada fitur psikotik, episode tersebut, menurut definisi

    mania.

    f. Episode ini tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat

    (misalnya, penyalah gunaan obat) atau kondisi medis lainnya.

    Episode hipomania lengkap yang muncul selama pengobatan

    antidepresan (misalnya, pengobatan terapi elektrokonvulsif) namun

    berlanjut pada tingkat sindrom sepenuhnya di luar efek fisiologis

    pengobatan tersebut adalah bukti yang cukup untuk diagnosis

    episode hipomania. Namun, hati-hati diindikasikan sehingga satu

    atau dua gejala (terutama pada mudah tersinggung, gelisah, atau

    agitasi setelah penggunaan antidepresan) tidak dianggap memadai

    untuk diagnosis episode hipomania, atau juga indikasi diatesis

    bipolar.

    B. Episode Depresi Berat

    a. Lima (atau lebih) dari gejala berikut telah hadir selama periode 2 minggu

    yang sama dan merupakan perubahan dari fungsi sebelumnya. Setidaknya

    salah satu gejalanya adalah tertekannya mood atau kehilangan minat atau

    kesenangan.

  • 24

    Catatan: tidak disertakan gejala yang jelas-jelas terkait dengan kondisi

    medis lainnya.

    1. Suasana hati yang tertekan hampir setiap hari, seperti yang

    ditunjukkan oleh laporan subyektif (misalnya, terasa sedih,

    kosong, atau putus asa) atau pengamatan yang dilakukan oleh

    orang lain (misalnya, tampak penuh air mata). Catatan: Pada

    anak-anak dan remaja, bisa jadi mood yang mudah tersinggung.

    2. Kurang minat atau kesenangan dalam hampir semua aktivitas

    sepanjang hari atau setiap hari.

    3. Penurunan berat badan yang signifikan saat tidak melakukan

    diet atau kenaikan berat badan (misalnya Perubahan lebih dari

    5% berat badan dalam sebulan), atau penurunan atau

    peningkatan nafsu makan hampir setiap hari. Catatan: pada

    anak-anak, pertimbangan kegagalan untuk membuat kenaikan

    berat badan yang diharapkan.

    4. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari.

    5. Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (dapat

    diamati oleh orang lain, bukan hanya perasaan subyektif dari

    kegelisahan atau perasaan lambat).

    6. Kelelahan atau kehilangan energi hampir setiap hari.

    7. Perasaan tidak berharga atau rasa bersalah yang berlebihan atau

    tidak patut (yang mungkin delusi) hampir setiap hari (tidak

    hanya menyalahkan diri sendiri atau bersalah karena sakit).

  • 25

    8. Berkurangnya kemampuan berpikir atau berkonsentrasi, atau

    ragu-ragu, hampir setiap hari (baik dengan akun subyektif atau

    seperti yang diamati oleh orang lain).

    9. Gagasan berulang tentang kematian (tidak hanya takut mati), ide

    bunuh diri berulang tanpa rencana tertentu, atau usaha bunuh

    diri atau rencana spesifik untuk melakukan bunuh diri.

    b. Gejalanya menyebabkan gangguan atau penurunan signifikan secara

    klinis di area kerja sosial, pekerjaan, atau bidang penting lainnya.

    c. Episode ini tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat atau

    kondisi medis lainnya.

    Catatan: Kriteria a-c merupakan episode depresi berat. Epidemi depresi berat sering

    terjadi pada kelainan bipolar I namun tidak diperlukan untuk diagnosis gangguan

    bipolar I.

    Catatan: Tanggapan terhadap kerugian yang signifikan (misalnya, kehilangan,

    kehancuran finansial, kerugian akibat bencana alam, penyakit medis serius atau

    cacat) dapat mencakup perasaan sedih, ruminasi tentang kehilangan, susah tidur,

    nafsu makan yang buruk, dan penurunan berat badan. Dalam Kriteria a, yang

    mungkin menyerupai episode depresi. Meskipun gejala seperti itu dapat dimengerti

    atau dianggap sesuai dengan kerugian, adanya episode depresi berat selain respons

    normal terhadap kerugian yang signifikan juga harus dipertimbangkan secara

    hatihati. Keputusan ini mau tidak mau memerlukan penilaian klinis berdasarkan

    sejarah individu dan norma budaya untuk ekspresi kesusahan dalam konteks

    kerugian.

  • 26

    Kriteria telah dipenuhi setidaknya satu episode hipomania (Kriteria a-f di

    atas) dan setidaknya satu episode depresi berat (Kriteria a-c di atas). Belum pernah

    ada episode mania. Terjadinya episode hipomania dan episode depresi berat tidak

    lebih baik dijelaskan oleh gangguan skizofrenia, gangguan skizofreniform,

    gangguan delusional, atau spektrum skizofrenia spesifik dan tidak ditentukan

    lainnya dan gangguan psikotik lainnya. Gejala depresi atau ketidakpastian yang

    disebabkan oleh pergantian yang sering terjadi antara periode depresi dan

    hipomania menyebabkan gangguan atau penurunan signifikan secara klinis di area

    kerja sosial, pekerjaan, atau bidang penting lainnya.

    2.6.3 Gangguan Siklotimik

    a. Selama minimal 2 tahun (setidaknya 1 tahun pada anak-anak dan remaja)

    telah terjadi banyak periode dengan gejala hipomania yang tidak memenuhi

    kriteria episode hipomania dan banyak periode dengan gejala depresi yang

    tidak memenuhi kriteria untuk episode depresi berat.

    b. Selama periode 2 tahun di atas (1 tahun pada anak-anak dan remaja), periode

    hipomania dan depresi telah ada setidaknya separuh waktu dan individu

    tersebut tidak memiliki gejala lebih dari 2 bulan pada satu waktu.

    c. Kriteria episode depresi, mania, atau hipomania utama belum pernah

    terpenuhi.

    d. Gejala pada Kriteria A tidak dijelaskan dengan lebih baik oleh gangguan

    schizoafektif, skizofrenia, gangguan skizofreniform, gangguan delusional,

    atau spektrum skizofrenia spesifik atau tidak ditentukan lainnya dan

    gangguan psikotik lainnya.

  • 27

    e. Gejalanya tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat (misalnya,

    penyalahgunaan obat-obatan) atau kondisi medis lainnya (misalnya,

    hipertiroidisme).

    f. Gejalanya menyebabkan gangguan atau penurunan signifikan secara klinis

    di area kerja sosial, pekerjaan, atau bidang penting lainnya.

    2.7 Penatalaksanaan Gangguan Bipolar

    Dalam mengobati pasien dengan gangguan bipolar, ada hal-hal yang harus

    diperhatikan, contohnya keamanan dari pasien. Selain itu, perlu dilakukan evaluasi

    diagnosis secara seksama sehingga terapi tidak hanya mengatasi gejala akut tetapi

    juga mencapai kebahagiaan jangka panjang yang sudah harus dimulai sejak awal

    terapi. (Amir, N. 2018)

    Secara komprehensif terapi yang diberikan meliputi farmakoterapi,

    psikoedukasi, psikoterapi dan rehabilitasi. Peristiwa dalam kehidupan yang bersifat

    stresor atau memberi tekanan harus diatasi pula karena dapat menjadi faktor

    pencetus terjadinya kekambuhan. Karena gangguan bipolar bersifat kronik perlu

    adanya edukasi kepada pasien dan keluarganya tentang penatalaksanaan jangka

    panjang yang perlu dilakukan. (Amir, N. 2018)

    2.7.1 Penatalaksanaan Farmakoterapi

    Setelah dilakukan penegakan diagnosis, maka pemberian terapi farmakologi

    bisa diberikan. Diperlukan diagnosis yang tepat dikarenakan spektrum gangguan

    bipolar dan unipolar memerlukan terapi yang berbeda. Tujuan dari terapi gangguan

    bipolar adalah tecapainya remisi sempurna dari gejala mood bukan hanya

    pengurangan dari gejala. Pasien dengan gejala residual lebih sering kambuh dan

  • 28

    mengalami hendaya fungsi yang dapat berlangsung secara terus menerus. (Amir,

    N. 2018)

    CANMAT atau The Canadian Network For Mood and Anxiety Disorder

    bekerja sama dengan International Society for Bipolar Disorder (ISBD) membuat

    publikasi tuntunan untuk menatalaksana gangguan bipolar. Publikasi terakhir dari

    CANMAT dipublikasikan pada tahun 2018 dengan beberapa perubahan dari tahun

    tahun sebelumnya. Di bawah ini merupakan tabel pedoman dari obat-obat yang

    dapat digunakan untuk mengobati gangguan bipolar berdasarkan CANMAT tahun

    2018 :

    Tabel 2.1 Rekomendasi Farmakologi untuk GB-1, Mania Akut

    Pilihan Jenis Obat

    Lini I Monoterapi : Litium, Quetiapin,

    Divalproat, Asenapin, Aripiprazol,

    Paliperidon, Risperidon, Carlprazin

    Terapi tambahan dengan litium atau

    divalproat : Quetiapin, Aripiprazol,

    Risperidon, Asenapin

    Lini II Monoterapi : Olanzapin,

    Karbamazepin, Ziprasidon,

    Haloperidol,

    Terapi Kombinasi : Olanzapin +

    Li/DVP, Litium + DVP

  • 29

    Lini III Monoterapi : Klorpromazin,

    Klonazepam, Klozapin, Tamoksifen

    Terapi Kombinasi : Karbamazepin +

    Li/DVP, Haloperidol + Li/DVP,

    Tamoksifen + Li/DVP

    Tidak Direkomendasikan Allopurinol, Gabapentin, Lamotrigin,

    Topiramat, Likarbazepin

    (CANMAT, 2018)

    Tabel 2.2 Rekomendasi Farmakologi Untuk GB-1, Depresi Akut

    Pilihan Jenis Obat

    Lini I Monoterapi : Quetiapin, Lamotrigin,

    Litium, Lurasidon

    Kombinasi : Lurasidon + Li/DVP

    Lini II Monoterapi : Divalproat, SSRI/

    Bupropion, Carlprazin

    Kombinasi : Olanzapin - Fluoxetin

    Lini III Karbamazepin, Olanzapin

    Tidak Direkomendasikan Monoterapi Antidepresan, Aripiprazol,

    Mifepreston, Lamotrigin + Asam Folat

    (CANMAT, 2018)

    Tabel 2.3 Rekomendasi Farmakologi Untuk GB-I, Rumatan

  • 30

    Pilihan Jenis Obat

    Lini I Monoterapi : Litium, Quetiapin,

    Divalproat, Lamotrigin, Asenapin,

    Aripiprazol

    Kombinasi : Quetiapin + Li/DVP,

    Aripiprazol + Li/DVP

    Lini II Monoterapi : Olanzapin,

    Karbamazepin

    Kombinasi : Lurasidon + Li/DVP,

    Ziprasidon + Li/DVP

    Lini III Aripiprazol + Lamotrigin, Olanzapin +

    Fluoxetin

    Tidak Direkomendasikan Perfenazin, Antidepresan Trisiklik

    (CANMAT, 2018)

    Tabel 2.4 Rekomendasi Farmakologi Untuk GB-II, Depresi Akut

    Pilihan Jenis Obat

    Lini I Quetiapin

    Lini II Litium, Lamotrigin, Bupoprion,

    Sertralin, Venlafaxin

  • 31

    Lini III Divalproat, Fluoxetin, Tranilsipromin,

    Ziprasidon

    Tidak Direkomendasikan Paroxetin

    (CANMAT, 2018)

    Tabel 2.5 Rekomendasi Farmakologi Untuk GB-II, Rumatan

    Pilihan Jenis Obat

    Lini I Quetiapin, Lamotrigin, Litium

    Lini II Venlafaxin

    Lini III Karbamazepin, Divalproat,

    Escitalopram, Fluoxetin, Risperidon

    (CANMAT, 2018)

    2.7.2 Penatalaksanaan Non-Farmakologi

    Selain penggunaan terapi farmakologi, ada berbagai metode lain yang dapat

    digunakan untuk penunjang merawat pasien dengan gangguan suasana hati bipolar.

    Metode-metode ini sendiri dapat berupa perawatan biologis tambahan ataupun

    terapi psikologis.

    2.7.2.1 Perawatan Biologis Tambahan

    2.7.2.1.1 Terapi Elektrokonvulsif

    Dikarenakan penggunaan antidepresan sering membutuhkan waktu 3

    sampai 4 minggu untuk memberikan hasil perbaikan yang signifikan, Terapi

  • 32

    elektrokonvulsif (electroconvulsivetherapy-ECT) mulai sering digunakan pada

    pasien dengan depresi berat (diutamakan pada kalangan orangtua) yang mungkin

    berisiko bunuh diri segera, termasuk orang-orang dengan fitur psikotik atau

    melankolis. (Goodwin dan Jamison. 2007). Pada pasien dengan gangguan bipolar

    yang parah dan juga pasien dengan respons terhadap obat kurang atau tidak dapat

    menggunakan antidepresan, ECT juga terbukti positif dalam memperbaiki kondisi

    dari pasien. (Perugi G et al., 2017; Heijnen et al., 2010)

    (BBC, 2017)

    Gambar 2.1

    Contoh Pelaksanaan ECT pada Pasien

    ECT umumnya dilakukan di ruang khusus, unit perawatan pasca-anestesi,

    atau tempat operasi rawat jalan, paling sering berdasarkan rawat jalan. Pasien

    dengan debilitasi parah termasuk penyakit medis atau kejiwaan yang substansial

    dapat mulai dengan rawat inap dan beralih ke rawat jalan sesuai kebutuhan. Pasien

    harus tepat nil per os (NPO) untuk prosedur, yang meliputi tidak ada makanan

  • 33

    ringan selama enam jam, tidak ada makanan penuh lemak selama delapan jam, dan

    tidak ada cairan bening selama dua jam sebelum anestesi.

    Tanda-tanda vital, termasuk saturasi oksigen darah, aktivitas EKG dan EEG

    direkam terus menerus. EMG direkam pada kaki kanan untuk mengukur komponen

    motorik aktivitas kejang. Stimulator saraf digunakan untuk memantau

    suksinilkolin, pelemas otot depolarisasi yang digunakan untuk mengurangi

    kontraksi tonik-klonik selama prosedur. Sebagai alternatif EMG, manset tekanan

    darah digembungkan pada pergelangan kaki pasien untuk mencegah suksinilkolin

    memasuki kaki, memungkinkan monitor visual aktivitas kejang dengan pengukuran

    kontraksi tonik-klonik. Setelah induksi intravena, blok gigitan ditempatkan untuk

    melindungi lidah dan gigi pasien. Awal dan penghentian kejang otak dipantau

    melalui EEG, direkam dari posisi frontal dan mastoid kiri dan kanan. Induksi kejang

    adalah melalui dua elektroda yang ditempatkan secara bitemporal atau elektroda

    unilateral kanan; keduanya memungkinkan arus listrik masuk ke kulit kepala. (Salik

    dan Marwaha, 2020)

    Stimulus ECT dapat berupa gelombang singkat (0,5 hingga 2,0 milidetik)

    atau gelombang ultra singkat (kurang dari 0,5 milidetik). Meskipun denyut nadi

    singkat dianggap standar, namun nadi singkat dianggap lebih dapat ditoleransi.

    Dosis listrik mempengaruhi kemanjuran, kecepatan respons, dan efek kognitif yang

    merugikan. Ambang kejang ditetapkan melalui percobaan dan kesalahan melalui

    dosis yang semakin tinggi saat ini selama sesi perawatan primer. Setelah

    perhitungan dosis awal, dosis pada sesi ECT berikutnya untuk ECT bilateral adalah

    1,5 hingga 2 kali ambang kejang, dan untuk unilateral kanan adalah enam kali

  • 34

    ambang kejang. Selama pengobatan ECT, ambang kejang biasanya meningkat

    ketika pasien mengembangkan toleransi. (Salik dan Marwaha, 2020)

    2.7.2.1.2 Stimulasi Magnetik Transkranial

    Stimulasi magnetik transkranial (transcranial magnetic stimulation- TMS)

    telah tersedia sebagai perawatan biologis untuk beberapa waktu, namun baru pada

    dekade terakhir ini baru mendapat perhatian yang signifikan. (Hooley et al., 2018).

    TMS adalah teknik noninvasif yang memungkinkan stimulasi fokal otak

    pada kondisi pasien yang terjaga. Medan magnet yang berdenyut dengan intens ini

    akan menyebabkan aktivitas listrik di bagian tertentu korteks otak yang

    terpengaruhi. (Goodwin dan Jamison. 2007; Janicak et al. 2008). Prosedurnya tidak

    menimbulkan rasa sakit, dengan ribuan stimulasi terkirimkan setiap sesi perawatan.

    Perawatan dengan TMS biasa dilakukan 5 hari dalam seminggu selama 2 sampai 6

    minggu. Hasil yang ditunjukkan cukup efektif dimana sebanding dengan ECT

    unilateral dan medikasi antidepresan (George dan Post. 2011; Janicak et al. 2008).

    (Mayo Clinic, 2018)

  • 35

    Gambar 2.2

    Gambaran Pelaksanaan TMS

    TMS sendiri memiliki kelebihan dibandingkan dengan ECT dalam hal

    kinerja kognitif dan memori tdak terpengaruhi secara negatif dan bahkan terkadang

    terjadi perbaikan memori, sedangkan dalam ECT defisit memori merupakan hal

    yang biasa terjadi (George et al. 2013). Berdasarkan studi terkini TMS tampak

    aman untuk digunakan pada anak-anak dan remaja dengan efek samping ringan

    seperti sakit kepala dan rasa tidak nyaman di kulit kepala (Krishnan et al. 2015).

    2.7.2.1.3 Stimulasi Otak Dalam

    Stimulasi otak dalam ( deep brain stimulation- DBS) sebelumnya telah

    sukses digunakan sebagai terapi pada penyakit Parkinson (Weaver et al.2012) dan

    belakangan ini mulai dieksplorasi sebagai pendekatan perawatan untuk pasien

    dengan depresi refrakter yang belum mendapatkan hasil dari pendekatan perawatan

    lainnya, seperti farmakoterapi, psikoterapi, dan ECT (Kuanqing. 2016).

    Stimulasi otak dalam dilakukan melalui penanaman elektroda di otak dan

    kemudian merangsang area tertanam dengan arus listrik. Walaupun penelitian lebih

    lanjut diperlukan untuk lebih meyakinkan bahwa DBS bisa menjadi perawatan

    lanjutan pada gangguan bipolar, penelitian terakhir menunjukkan bahwa DBS telah

    sukses menargetkan 6 titik depresi pada otak, namun masih sedikit pengetahuan

    yang dimiliki untuk memperkirakan hasil yang lebih baik pada tiap pasien

    (Schlaepfer et al. 2010; Kuanqing. 2016).

  • 36

    (AANS, 2020)

    Gambar 2.3

    Gambaran Pasien dengan Tindakan DBS

    2.7.2.1.4 Terapi Bright Light

    Terapi bright light awalnya digunakan dalam perawatan gangguan afektif

    musiman, namun belakangan ini ditemukan adanya bukti efek positif dalam

    perawatan depresi non musiman maupun pada depresi bipolar. Meskipun penelitian

    sistematis tetap diperlukan namun hasil dari terapi bright light dalam merawat

    depresi dari pasien cukup menjanjikan. (Pail et al. 2011; Lieverse et al. 2011)

    Uji coba terkontrol menunjukkan efektivitas BLT yang sebelumnya

    menggunakan sinar putih spektrum luas UV-filtered sekitar 10.000 lux. Intensitas

    cahaya ini sebanding dengan cahaya langit 40 menit setelah matahari terbit (Wirz-

  • 37

    Justice et al., 2013). Durasi pemaparan tergantung pada intensitas cahaya. Dengan

    10.000 lux, waktu pemaparan 30 menit direkomendasikan (Wirz-Justice et al.,

    2013), sedangkan intensitas cahaya yang lebih rendah membutuhkan waktu

    pemaparan yang lebih lama. Sampai saat ini, durasi pengobatan optimal BLT tidak

    diketahui. Dalam meta-analisis mereka, Al-Karawi dan Jubair (2016)

    menyimpulkan bahwa efektivitas terbaik dicapai ketika BLT diterapkan selama 2-

    5 minggu.

    (Mago, 2016)

    Gambar 2.4

    Pasien Dengan Terapi Bright Light

    Studi sebelumnya menggunakan kotak terapi BLT dengan intensitas cahaya

    yang berbeda. Pasien duduk di depan lampu BLT dan diperintahkan untuk melihat

    cahaya dari waktu ke waktu (mis., Gest et al., 2015). Metode ini memiliki beberapa

  • 38

    keterbatasan, karena pasien kurang fleksibel selama intervensi.

    Kacamata cahaya, yang meliputi cahaya yang jatuh ke bagian bawah mata tanpa

    perlu melihat langsung ke cahaya, dapat mengurangi beberapa batasan ini. Pasien

    yang memakai kacamata ini dapat melakukan kegiatan sehari-hari mereka, seperti

    membaca, mendengarkan musik, atau sarapan. Satu studi menyelidiki efek

    kacamata terapi cahaya dibandingkan dengan kotak cahaya dan plasebo cahaya

    redup pada kenyamanan visual, suasana hati, kewaspadaan, konsentrasi, dan

    kualitas tidur pada 24 orang dewasa muda yang sehat berusia 20-35 tahun (Viola et

    al., 2014). Hasilnya menunjukkan bahwa kacamata terapi cahaya tampaknya

    seefisien kotak cahaya.

    2.7.2.2 Terapi Psikologis

    2.7.2.2.1 Terapi Perilaku Kognitif

    Terapi perilaku kognitif (cognitive behavior therapy-CBT) ini awalnya

    dikembangkan oleh Beck dan rekannya pada 1979 yang berbentuk perawatan yang

    relatif singkat (terdiri dari 10 sampai 20 sesi) yang berfokus pada masalah di sini

    dan sekarang (here and now) daripada masalah penyebab yang jauh, yang sering

    dibicarakan pada pendekatan psikodinamik. CBT membantu penderita dari

    gangguan bipolar untuk mengubah pola pikir dan perilaku yang negatif dengan

    mengidentifikasi dan mencari solusi yang tepat (Hooley et al., 2018).

    Pencegahan terjadinya hipomania dan mania bisa dicapai lewat CBT dengan

    cara mengurangi kebiasaan impulsif, dengan mengajarkan pada pasien untuk

    memperhatikan dan menghindari pikiran untuk mencapai tujuan dengan berlebihan

  • 39

    dan kebiasaan yang tidak stabil (contohnya bekerja tidak kenal waktu demi

    insentif). (Depp et al. 2008)

    Terapi kognitif juga memiliki varian lain, yaitu terapi kognitif berdasarkan

    kesadaran (mindfulness based cognitive therapy), yang dikembangkan beberapa

    tahun terakhir untuk digunakan pada pasien dengan depresi berulang yang sangat

    sering (Segal et al. 2012). Perawatan ini bersifat kelompok dan bertujuan untuk

    mengembangkan kesadaran pasien tentang pikiran, perasan dan sensasi mereka

    yang tidak diinginkan, sehingga mereka tidak lagi secara otomatis menghindarinya

    namun belajar untuk menerima mereka atas apa adanya (Hooley et al. 2018).

    2.7.2.2.2 Perawatan Aktivasi Perilaku

    Pendekatan perawatan ini berfokus secara intensif agar pasien menjadi lebih

    aktif dan terlibat dengan lingkungan mereka dan dengan hubungan intepersonal

    mereka. Teknik yang tercakup dalam metode ini mencakup penjadwalan aktivitas

    sehari-hari dan memberikan peringkat kesenangan dan penguasaan saat terlibat,

    mengeksplorasi perilaku alternatif untuk mencapai tujuan, dan permainan peran

    untuk mengatasi defisit perilaku tertentu (Hooley et al. 2018). Perawatan aktivasi

    perilaku tidak berfokus pada penerapan perubahan kognitif secara langsung,

    melainkan pada perubahan perilaku yang bertujuan untuk meningkatkan tingkat

    penguatan positif dan untuk mengurangi penghindaran dan penarikan (Dimidjian et

    al. 2011).

    2.7.2.2.3 Terapi Interpersonal

    Terapi ini dikembangkan oleh Gerald Klerman, yang memfokuskan pada

    satu atau dua masalah interpersonal pasien saat ini. Terapi ini berdasarkan pada dua

  • 40

    asumsi, pertama yaitu masalah interpersonal saat ini cenderung memiliki akar pada

    hubungan yang mengalami disfungsi sejak awal, kedua yakni masalah interpersonal

    saat ini cenderung untuk terlibat dalam mencetuskan atau melanjutkan gejala

    depresif saat ini. Sejumlah uji terkontrol menunjukkan bahwa terapi interpersonal

    efektif dalam penatalaksanaan gangguan depresif berat dan khususnya membantu

    dalam penyelesaian masalah interpersonal. (Sadock. 2010)

    Program terapi interpersonal terdiri dari 12 sampai 16 sesi dan ditandai

    dengan pendekatan terapeutik yang aktif. Selain itu, terapi interpersonal telah

    disesuaikan untuk perawatan gangguan bipolar dengan menambahkan fokus dalam

    menstabilkan ritme sosial setiap hari yang jika tidak stabil dapat berperan dalam

    memicu episode bipolar. Dalam perawatan baru yang disebut terapi irama

    interpersonal dan sosial (interpersonal and social rhythm therapy) pasien diajarkan

    untuk mengenali efek kejadian interpersonal pada ritme sosial dan ritme sirkardian

    mereka agar dapat mengatur ritme-ritme ini. (Hooley et al. 2018)

    2.7.2.2.4 Terapi Keluarga

    Terapi keluarga walaupun umumnya tidak dianggap sebagai terapi primer

    dalam penatalaksanaan pasien bipolar, tetap harus dicermati karena salah satu

    sumber stresor pada pasien adalah keadaan keluarga. Situasi kehidupan pasien yang

    tidak dalam posisi menguntungkan dapat menyebakan depresi yang berulang dan

    membutuhkan perawatan yang lebih lama. (Hooley et al.2018)

    Terapi keluarga diindikasikan jika gangguan yang dialami pasien merusak

    perkawinan pasien atau fungsi keluarga atau jika gangguan mood pasien bertambah

    atau bertahan dikarenakan situasi dalam keluarga. Terapi keluarga memeriksa

  • 41

    peranan dari anggota keluarga yang mengalami gangguan di dalam kesejahteraan

    psikologi seluruh anggota keluarga dan juga memeriksa peranan seluruh anggota

    keluarga dalam mempertahankan gejala pasien. Pada gangguan bipolar, beberapa

    jenis intervensi keluarga diarahkan untuk mengurangi tingkat emosi dan

    permusuhan yang diekspresikan dan untuk meningkatkan informasi yang tersedia

    bagi keluarga tentang cara mengatasi gangguan yang dialami pasien. Intervensi-

    intervensi tersebut terbukti sangat bermanfaat dalam mencegah kekambuhan dalam

    berbagai situasi pasien (Hooley et al. 2018; Sadock. 2010)