BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beton - sinta.unud.ac.id 2.pdf · beton, dibuat struktur beton...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beton - sinta.unud.ac.id 2.pdf · beton, dibuat struktur beton...
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Beton
Beton merupakan campuran dari semen, agregat kasar dan halus, air, dan
bahan tambah bila digunakan yang membentuk massa padat. Pemakaian beton
menjadi sangat populer sejak perkembangannya dimasa lalu dari sekedar menjadi
pengikat (binder), hingga menjadi komposit keras yang digunakan sebagai bahan
bangunan. Sebagai bahan bangunan yang banyak dipakai, beton memiliki
keunggulan karena bersifat kedap air, mudah dibentuk dan dicetak, serta murah
dan mudah dikerjakan. Beton memiliki keuntungan tinggi gaya tekannya namun
terdapat kelemahan yaitu gaya tarik yang lemah. Untuk mengatasi kelemahan
beton, dibuat struktur beton bertulang untuk memperoleh struktur yang kuat,
tinggi gaya tekan dan memiliki gaya tarik yang memadai dengan diaplikasikannya
tulangan baja dalam struktur beton.
Kinerja struktur beton bertulang ditujukan untuk mampu menahan beban
selama masa layannya, sehingga kurva tegangan regangan (stress-strain curve)
material terkait akan menjadi bahan pertimbangan mendasar dalam perencanaan
beton bertulang. Oleh karena pemakaian beton lebih ditujukan dalam hal tekan,
maka relasi atau kurva tegangan-regangan beton merupakan acuan utama. Sebagai
deskripsi, pada Gambar 2.1 disajikan beberapa kurva tegangan-regangan beton.
Semua kurva yang disajikan pada Gambar 2.1 memiliki karakter yang serupa.
Tegangan tekan beton dicapai pada saat regangan beton berkisar antara 0,002 –
0,003 untuk beton dengan kepadatan normal dan 0,003 – 0,0035 untuk beton
ringan.
5
Gambar 2.1 Berbagai kurva relasi tegangan-regangan untuk beberapa jenis beton Sumber : Nilson, et. al. (2004)
Salah satu parameter yang dapat diperoleh dari kurva tegangan regangan
adalah modulus elastisitas, dalam hal ini adalah modulus elastisitas beton.
Modulus elastisitas beton, Ec, yaitu kemiringan kurva tegangan-regangan beton
pada bagian elastis ditentukan oleh persamaan 2.1. menurut ACI (dalam satuan
SI) dengan fc′ adalah kuat tekan beton (MPa) dan wc adalah berat beton dalam
kg/m3.
Ec = 3,32 fc′ + 6895
wc
2320
1,5
(2.1)
2.2 Beton Bertulang
Beton bertulang digunakan untuk meningkatkan kinerja beton yang lemah
terhadap gaya tarik. Kemampuan menahan beban serta deformasi yang terjadi
pada beton bertulang sebagai material komposit sangat dipengaruhi oleh perilaku
elemen-elemennya, yaitu beton dan tulangan baja, juga perilaku dan interaksi
antara beton dan baja. Kinerja beton bertulang antara lain juga ditentukan oleh
6
lekatan antara tulangan baja dan beton yang akan menghasilkan material komposit
yang daktail sehingga mampu mnyalurkan gaya tarik.
Seperti halnya pada beton, kurva tegangan-regangan baja sangat
menentukan kinerja tulangan baja. Dalam kurva tegangan-regangan baja, dua
parameter yang menjadi tolak ukur adalah titik leleh (yield point) yang umumnya
identik dalam tekan maupun tarik, serta modulus elastisitas, Es. Deskripsi tentang
kurva tegangan-regangan baja disajikan Gambar 2.2 dengan menampilkan
beberapa kurva tegangan-regangan dari tulangan baja untuk berbagai mutu.
Gambar 2.2 Beberapa kurva tegangan-regangan dari tulangan baja untuk berbagai
mutu Sumber : Nilson, et. al. (2004)
Pada saat suatu elemen beton bertulang misalnya kolom menerima beban,
kurva tegangan-regangan beton dan baja akan berperilaku seperti yang disajikan
pada Gambar 2.3.
7
Gambar 2.3 Kurva tegangan-regangan beton dan baja pada suatu elemen beton
bertulang yang dibebani Sumber : Nilson, et. al. (2004)
Beberapa dalil dalam perilaku beton bertulang secara mendasar dapat
dijelaskan sebagai berikut :
1. Gaya dalam misalnya momen lentur, gaya geser, tegangan normal dan geser
di setiap bagian elemen struktur memiliki keseimbangan dengan gaya
eksternal pada bagian tersebut.
2. Regangan pada tulangan baja yang tertanam tarik maupun tekan adalah sama
dengan regangan beton di sekitarnya. Diasumsikan bahwa terdapat lekatan
sempurna antara tulangan baja dan beton sehingga tidak terjadi selip.
Dengan demikian, bila salah satu material berdeformasi, maka material lain
akan berdeformasi pula.
3. Penampang yang datar pada saat sebelum pembebanan akan tetap datar pada
saat pembebanan.
4. Kuat tarik pada beton sangat kecil dibandingkan kuat tekannya sehingga
pada bagian tarik biasanya terjadi retak. Pada elemen struktur yang didesain
dengan baik, biasanya terjadi retak rambut yang tidak terlalu kasat mata.
Namun kenyataan bahwa beton yang retak tidak dapat menahan tegangan
8
tarik membawa kesimpulan umum bahwa beton tidak dapat menahan tarik.
Sesungguhnya, kesimpulan ini tidak sepenuhnya benar, karena beton
sebelum mengalami retak masih dapat menahan tarik meski dalam kapasitas
yang amat kecil.
5. Teori ini didasarkan pada relasi tegangan-regangan aktual dan sifat-sifat dari
kekuatan kedua bahan tersebut (beton dan baja) serta beberapa simplifikasi
yang secara ekivalen cukup beralasan. Pada teori modern, perilaku non linier
dikedepankan, dengan demikian beton akan menjadi sangat tidak efektif
memikul gaya tarik. Dengan demikian, lekatan antara beton dan baja akan
menjadi sangat kompleks dalam perhitungan analisis. Analisis ini akan
tampak jauh lebih menantang dibandingkan analisis dari elemen struktur
beton bertulangan tunggal yang diasumsikan sebagai material elastis.
Perlu menjadi catatan bahwa analisis yang berdasar pada kelima dalil
tersebut harus dikembangkan dengan penelitian dan uji eksperimental untuk
mengakomodasi perilaku lekatan beton dan baja yang lebih rumit dan
memerlukan kajian yang mendalam.
2.2.1 Desain Lentur Dengan Beban Terfaktor
Gambar 2.4 Tegangan-regangan teoritis lentur penampang persegi empat Sumber : Nasution Amrinsyah (2009)
9
Ketentuan hubungan regangan-tegangan dengan beban batas/ terfaktor
pada penampang persegi empat dengan tulangan tunggal adalah seperti Gambar
2.4. Kekuatan maksimum pada serat beton dicapai bila regangan pada serat beton
sama dengan regangan hancur εc beton sebesar 0,003. Pada kondisi terjadi
regangan hancur, regangan dalam baja tulangan As dapat lebih kecil atau lebih
besar dari regangan batas baja tulangan, bergantung pada luas tulangan baja.
Untuk tulangan tarik yang dipasang berakibat tulangan akan leleh lebih dahulu
sebelum keruntuhan beton (keruntuhan daktail atau tulangan lemah), maka SNI-
2847-2013 membatasi jumlah tulangan tarik untuk menjamin terjadi keruntuhan
daktail.
Diagram non-linear tegangan pada penampang seperti pada Gambar 2.4
mempunyai tagangan maksimum lebih kecil fc’, yaitu k fc’. Jika tegangan rata-rata
penampang beton untuk lebar beton yang konstan kk1 fc’ dan jarak titik tangkap
resultante gaya dalam beton Cc adalah k1c, maka besarnya gaya tanggap beton
tertekan :
Cc = k k1 fc’ c b (2.2)
Untuk kondisi daktail, gaya tarik Ta adalah :
Ta = As fy (2.3)
Persyaratan kesetimbangan gaya menghendaki Cc = Ta , yaitu :
kk1fc′cb = As fy , sehingga c =
As f
kk1fc′by
(2.4)
Dari kesetimbangan momen, kekuatan lentur nominal dapat dinyatakan sebagai :
Mnd = Taz = Ta (d – k2c) = Asfy (d – k2c) (2.5)
Memasukkan persamaan (2.2) ke (2.3) diperoleh :
Mnd = As fy d − k2
kk1
As fy
fc′b (2.6)
Ketentuan momen lentur nominal Mnd penampang dapat diketahui jika
nilai k2
kk1 diketahuai.
Dari hasil pengujian laboratorium nilai kombinasi k2
kk1 berkisar antara
10
0,55 – 0,63 , dan pada kondisi runtuh regangan tekan batas beton εc = 0,003
seperti ditetapkan dalam SNI-2847-2013. Pada PBI’7, nilai εc ditetapkan 0,0035
bagi perencanaan.
Metode Perancangan Kuat Beban Terfaktor atau Kekuatan Batas pada
elemen lentur mempunyai anggapan-anggapan seperti tercantum pada SNI-2847-
2013 pasal 10.2 :
1. Regangan pada baja dan beton berbanding lurus dengan jaraknya dari sumbu
netral. Anggapan ini sesuai hipotesis Bernoulli dan asas Navier : penampang
yang rata akan tetap rata setelah mengalami lentur. (SNI-2847-2013 pasal
10.2.2).
2. Regangan pada serat beton terluar εc adalah 0,003 (SNI-2847-2013 pasal
10.2.3).
3. Tegangan yang terjadi pada baja fs sama dengan regangan yang terjadi εc ,
dikali modulus elastisitas Es, jika tegangan itu lebih kecil dari tegangan leleh
baja fy. Sebaiknya jika tegangan fs ≥ fy, maka tegangan rencana ditetakan
maksimum sama dengan tegangan lelehnya (SNI-2847-2013 pasal 10.2.4).
4. Kuat tarik beton diabaikan. Seluruh gaya tarik dipikul oleh tulangan baja
yang tertarik. Distribusi tegangan tekan beton dapat dinyatakan sebagai
balok ekivalen segi empat dan memenuhi ketentuan :
a. Tegangan beton sebesar 0,85 fc’ terdistribusi merata pada daerah tekan
ekivalen yang dibatasi oleh tepi penampang dan garis lurus yang
sejajar dengan sumbu netral dan berjarak a dari serat yang mengalami
regangan 0,003, dengan a = β1c. (SNI-2847-2013 pasal 10.2.7.1).
b. Besaran c adalah jarak dari serat yang mengalami regangan tekan
maksimum 0,003 ke sumbu netral dalam arah tegak lurus terhadap
sumbu itu. (SNI-2847-2013 pasal 10.2.7.2).
c. Untuk fc’ antara 17 dan 28 MPa, β1 harus diambil sebesar 0,85. Untuk
fc’ diatas 28 MPa, β1 harus direduksi sebesar 0,05 untuk setiap
kelebihan kekuatan sebesar 7 MPa di atas 28 MPa, tetapi β1 tidak
boleh diambil kurang dari 0,65. (SNI-2847-2013 pasal 10.2.7.3).
Anggapan 4a menunjukkan bahwa distribusi tegangan tekan pada beton
tidak lagi berbentuk parabola, melainkan sudah diekivalenkan menjadi prisma
11
segi empat. Bentuk distribusi ini tidak mempengaruhi besarnya gaya tekan,
mengingat arah, letak, dan besarnya gaya tekan tidak beruhan. Perubahan yang
dilakukan adalah cara menghitung besarnya gaya tekan menggunakan balok
persegi empat ekivalen. (Gambar 2.5).
Gambar 2.5 Perubahan diagram tegangan parabolik ke blok tegangan ekivalen Sumber : Nasution Amrinsyah (2009)
Dari Gambar 2.5 besarnya momen nominal penampang menggunakan blok
tegangan ekivalen adalah : a = β1 c.
Cc = 0,85 fc’ a b (2.7)
Ta = As fy (2.8)
Dengan syarat kesetimbangan Cc = Ta, diperoleh :
a =As fy
0,85fc′b
(2.9)
Mengetahui dimensi, kualitas bahan, dan jumlah tulangan yang terpasang,
kekuatan nominal kapasitas penampang Mnk dapat dicari dari kesetimbangan
momen :
Mnk = As fy d − 0,59 As fy
fc′b (2.10)
12
2.2.2 Balok Dengan Tulangan Tunggal
Pada Gambar 2.6 penampang balok dengan parameter dimensi b, h,
tulangan As disebut elemen balok dengan tulangan tunggal. Dengan diameter
tulangan utama dt, diameter sengkang dv, dan penutup beton dc, tinggi efektif d
adalah : d = h – (dc + dv + 0,5 db).
Dari kesetimbangan momen terhadap garis kerja Cc (Gambar 2.7) :
Mnd = fyAs d −a
2 (2.11)
Kemudian, berdasarkan kesetimbangan gaya horizontal dan syarat daktilitas
diperoleh :
Cc = Ts atau 0,85 fc’ b a = fy As (2.12)
Gambar 2.6 Parameter penampang Sumber : Nasution Amrinsyah (2009)
Persamaan (2.12) disubstitusikan ke persamaan (2.11) dengan menyatakan
parameter a sebagai fungsi f(As).
Diperoleh kuadrat :
fy
0,85fc′b
As2 − 2dAs +
2Mnd
fy= 0 (2.13)
Solusi persamaan kuadrat ini memberikan nilai luas tulangan perlu As :
13
As =0,85fc
′b
fy d − d −
2Mnd
0,85fc′b (2.14)
Gambar 2.7 Diagram regangan, tegangan, gaya-gaya dalam penampang balok Sumber : Nasution Amrinsyah (2009)
Persamaan inilah yang digunakan untuk menghitung luas tulangan tunggal
yang diperlukan.
Momen nominal kapasitas penampang Mnk
Pemeriksaan kekuatan nominal lentur penampang dapat ditetapkan dari analisis
penampang dengan data penampang yang diketahuai :
a. Kekuatan tekan rencana beton fc’
b. Tegangan leleh baja tulangan fy
c. Luas tulangan As
d. Dimensi penampang b dan h.
Momen nominal kapasitas penampang Mnk dihitung dengan prosedur sebagai
berikut.
Dari kesetimbangan gaya (Gambar 2.7) :
∑ Gaya horizontal = 0; Cc – Ta = 0
0,85fc′ ab− Asfy , sehingga a =
As fy
0,85fc′ b
14
Mnk = Ta d −a
2 = As fy d 1−
As fy
1,70fc ′bd
Jika ρ =As
bd, sebagai rasio tulangan tarik, maka Mnk = ρbd2 1− 0,59ρ
fy
fc ′
Dengan mendefinisikan Ru =Mnk
bd2 dan m =
fy
0,85fc ′ , maka kapasitas lentur
penampang empat persegi sembarang adalah :
Ru =Mnk
bd2= ρfy 1− 0,59
fy
fc ′ = ρfy 1 − 0,59 . 0,85
fy
0,85fc ′ , sehingga:
Ru =Mnk
bd2= ρfy 1 − 0,50ρ . m (2.15)
Ru disebut juga koefisien kapasitas penampang. Hubungan Ru dengan ρ
bagi variasi fc’ dan fy memberikan besarnya kapasitas lentur penampang.
Persamaan (2.15) dapat juga digunakan bagi desain tulangan, dengan menetapkan
dimensi b dan h dan Mnk diganti menjadi momen nominal rencana Mnd, sehingga
rasio tulangan tarik ρ dicari dari persamaan :
ρ =1
m 1− 1−
2mRu
fy (2.16)
2.2.3 Analisis Penampang Kondisi Seimbang (Balance)
Gambar 2.8 Diagram regangan, tegangan dan gaya kondisi seimbang Sumber : Nasution Amrinsyah (2009)
15
Kondisi seimbang didefinisikan dengan terjadinya regangan maksimum
serat paling atas beton 0,003 bersamaan lelehnya tulangan baja εy = fy/Es (Gambar
2.8).
Dari jumlah tulangan tarik kondisi seimbang Asb dapat ditentukan posisi
garis netral kondisi seimbang cb. Jika luas tulangan rencana As > Asb, penampang
disebut penampang dengan tulangan kuat. Dari keseimbangan gaya dalam Cc = Ta,
blok tegangan ekivalen a menjadi lebih besar, yang berarti nilai c melebihi nilai
cb. Hal ini berakibat εs < εy = fy/Es, saat εc = 0,003. Keruntuhan penampang
tulangan kuat secara mendadak akan terjadi tanpa memberikan pertanda
keruntuhan.
Sebaliknya bila luas tulangan rencana As < Asb yang biasanya disebut
penampang dengan tulangan lemah, balok tegangan ekivalen beton a lebih kecil
dari ab yang berarti c lebih kecil dari cb. Ini memberikan nilai εs > εy = fy/Es , yang
artinya balok memberikan tanda deformasi yang besar sebelum terjadi
keruntuhan. SNI-2847-2013 pasal 10.3.5 menetapkan dalam memenuhi kriteria
daktilitas penampang, jumlah tulangan rencana tidak boleh lebih dari 0,75 Asb
atau ρ ≤ 0,75 ρb.
2.3 Perilaku Keruntuhan Balok Beton Bertulang
Beton bertulang terdiri dari dua material, yaitu beton dan baja dengan
sifatnya berbeda. Jika baja dianggap sebagai material homogen yang propertinya
terdefinisi jelas, maka sebaliknya dengan material beton yang merupakan material
heterogen dari semen, air dan agregat, yang property mekaniknya bervariasi dan
tidak terdefinisi dengan pasti. Hanya untuk memudahkan dalam analisis saja maka
umumnya dianggap sebagai material homogeny dan konteks makro. Perilaku
keruntuhannya yang dominan pada struktur balok pada umumnya adalah lentur,
tentu saja itu akan terjadi jika rasio bentang geser (a) dan tinggi efektif balok (d)
cukup besar. Jika rasio a/d kecil maka digolongkan sebagai balok tinggi (deep
beam), keruntuhan geser dominan. Perilaku keruntuhan dapat dibagi menjadi tiga
tahapan, yaitu : (1) elastis penuh (belum retak), (2) tahapan mulai terjadinya retak
– retak dan, (3) tahap plastis (leleh pada baja atau beton pecah). Perilaku
16
keruntuhan balok beton bertulang diatas dua tumpuan digambar dalam bentuk
kurva beban – lendutan di bawah ini.
Gambar 2.9 Perilaku beban – lendutan struktur beton Sumber : Dr.Edward G.Nawy, P.E. (1998)
Respons non – linier disebabkan dua hal utama yaitu : keretakan beton
didaerah tarik dan tulangan mengalami leleh atau beton pecah (crushing) pada
daerah desak. Selain itu juga disebabkan perilaku lain yang terkait, misalnya
bond-slip antara tulangan baja dan beton disekitarnya, aksi penguncian agregat
pada daerah retak dan akhirnya aksi angkur (dowel action) dari tulangan yang
melintas disekitar retak. Perilaku sebagai fungsi waktu, misalnya creep, shrinkage
dan variasi temperatur juga menyumbang perilaku non – linier. Kecuali itu,
hubungan tegangan regangan beton tidak hanya bersifat non – linier, tetapi juga
berbeda antara beban tekan dan tarik, sifat mekaniknya tergantung dari umur
waktu dibebani, kondisi lingkungan (suhu sekeliling dan kelembaban).
2.4 Penyaluran dan Penyambungan Tulangan
Gaya tarik dan tekan tulangan pada setiap penampang komponen struktur
beton bertulang harus disalurkan pada masing – masing sisi penampang tersebut
melalui panjang penyaluran, kait atau alat mekanis, atau kombinasi dari cara-cara
tersebut. Kait sebaiknya tidak dipergunakan untuk menyalurkan tulangan tertekan,
seperti sambungan lewat pada kolom.
17
Beban luar amat jarang langsung bekerja pada tulangan. Tulangan
menerima beban dari beton sekitarnya. tegangan lekatan didefinisikan sebagai
tegangan geser pada permukaan tulangan dan beton, saat terjadi penyaluran beban
antara tulangan dengan beton sekelilingnya. Lekatan ini memberikan gaya tarik
atau tekan pada tulangan, yang pada kondisi tertentu memungkinkan dua bahan
tulangan dan beton bekerja sebagai sistem komposit. Untuk lekatan kondisi ini
merupakan bagian yang terpenting bagi tulangan dalam komponen struktur.
2.4.1 Tegangan Lekatan
Tulangan harus ditanam sepanjang ld dari penampang kritis untuk
menyalurkan gaya dari baja tulangan ke beton pada sistem balok kantilever
melalui tegangan lekat uμ kedua bahan (Gambar 2.10.)
Gambar 2.10 Penyaluran ld batang tulangan Sumber : Nasution Amrinsyah (2009)
Menurut SNI-2847-2013 memberikan rumus mengenai panjang
penyaluran yang dipergunakan pada tulangan yang mengalami tarik dengan rumus
sebagai berikut :
18
𝑙𝑑 = fy
1,1λ f′c
ΨtΨeΨs
cb + Ktr
db db ≥ 300 mm (2.17)
dimana :
Atr = luas penampang total semua tulangan transversal dalam spasi s yang
melintasi bidang potensial pembelahan melalui tulangan yang disalurkan,
mm2.
cb = yang lebih kecil dari : (a) jarak dari pusat batang tulangan atau kawat ke
permukaan beton terdekat, dan (b) setengah spasi pusat ke pusat batang
tulangan atau kawat yang disalurkan, mm.
db = diameter nominal batang tulangan, kawat, atau strand (strand) prategang,
mm.
f’c = kekuatan tekan beton yang disyaratkan, MPa.
fy = kekuatan leleh tulangan yang disyaratkan, MPa.
Ktr = indeks tulangan transversal.
ld = panjang penyaluran tarik batang tulangan ulir, kawat ulir, tulangan kawat
las polos dan ulir, atau strand pratarik, mm.
λ = faktor modifikasi yang merefleksikan properti mekanis tereduksi dari beton
ringan, semuanya relatif terhadap beton normal dengan kuat tekan yang
sama.
ψe = faktor yang digunakan untuk memodifikasi panjang penyaluran
berdasarkan pada pelapis tulangan.
ψs = faktor yang digunakan untuk memodifikasi panjang penyaluran
berdasarkan pada ukuran tulangan.
ψt = faktor yang digunakan untuk memodifikasi panjang penyaluran
berdasarkan pada lokasi tulangan.
dimana ruas pengekangan (cb+Ktr)/db tidak boleh diambil lebih besar dari 2,5, dan.
Ktr =40Atr
sn (2.18)
dimana n adalah jumlah batang tulangan atau kawat yang disambung atau
disalurkan sepanjang bidang pembelahan. Diizinkan untuk menggunakan Ktr = 0
sebagai penyederhanaan disain meskipun terdapat tulangan transversal.
19
Faktor-faktor yang digunakan dalam perumusan-perumusan untuk
penyaluran batang tulangan ulir dan kawat ulir dalam kondisi tarik adalah sebagai
berikut :
a. Bila tulangan horizontal dipasang sehingga lebih dari 300 mm beton segar
dicor di bawah panjang penyaluran atau sambungan, 𝛹𝑡 = 1,3. Untuk situasi
lainnya, 𝛹𝑡 = 1,0.
b. Untuk batang tulangan dilapisi epoksi, batang tulangan dilapisi ganda bahan
seng dan epoksi, atau kawat dilapisi epoksi dengan selimut kurang dari 3db,
atau spasi bersih kurang dari 6db, 𝛹𝑒 = 1,5. Untuk semua batang tulangan
dilapisi epoksi, batang tulangan dilapisi ganda bahan seng dan epoksi, atau
kawat dilapisi epoksi lainnya, 𝛹𝑒 = 1,2. Untuk tulangan tidak dilapisi dan
dilapisi bahan seng (digalvanis), 𝛹𝑒 = 1,0. Akan tetapi, hasil 𝛹𝑡𝛹𝑒 tidak
perlu lebih besar dari 1,7.
c. Untuk batang tulangan atau kawat ulir D-19 atau yang lebih kecil, 𝛹𝑠 = 0,8.
Untuk batang tulangan D-22 dan yang lebih besar, 𝛹𝑠 = 1,0.
d. Bila beton ringan digunakan, λ tidak boleh melebihi 0,75 kecuali jika fct
ditetapkan. Bila beton berat normal digunakan, λ = 1,0.
2.4.2 Penyaluran Batang Ulir Tertekan
Panjang penyaluran ld dalam mm, untuk batang ukir harus dihitung dengan
mengalikan panjang penyaluran dasar
ldb =db . fy
4 f′c , tetapi tidak kurang dari 0,04 . db . fy (2.19)
dengan faktor modifikasi :
a. Asperlu
Asterpasang , bagi tulangan lebih
b. nilai faktor = 0,75 bagi tulangan yang berada di dalam lilitan spiral
berdiameter tidak kurang dari 6 mm dan jarak lilitannya tidak lebih dari 100
mm atau di dalam sengkang D-13 spasi vertical sengkang dan sengkang ikat
tidak melebihi 16 kali diameter tulangan longitudinal, 48 kali diameter
20
batang atau kawat sengkang dan kait ikat, atau ukuran terkecil dari
komponen struktur tekan tersebut, dan sumbu-sumbu berspasi tidak lebih
dari 100 mm.
2.5 Perekat Epoxy
Kekuatan lekatan antara tulangan dan beton merupakan salah satu faktor
mempengaruhi kekuatan tarik tulangan pada struktur beton bertulang, sedangkan
tulangan yang dipasang pada beton dilakukan setelah beton menjadi keras, maka
perlu suatu zat untuk melekatkan antara baja tulangan dengan beton. Dalam
penelitian ini zat yang digunakan adalah Sikadur®-31 CF Normal yang bagus
sebagai perekat dan (coating).
Sikadur®-31 CF Normal adalah dua komponen mortar bebas (solvent),
tahan kelembaban, dan bersifat (thixotropic), hasil kombinasi perekat (epoxy) dan
bahan pengisi celah khusus, untuk digunakan sebagai perekat dan perbaikan
struktur beton dengan temperature + 10oC sampai + 30
oC.
Kuat rekatan Sikadur®
-31 CF Normal jenis ini pada beton kering (1 hari)
mencapai > 4 N/mm2, kuat rekat pada beton basah (1 hari) mencapai > 4 N/mm
2,
dan kuat rekat pada baja (1 hari) mencapai 6-10 N/mm2. Kelebihan Sikadur
®-31
CF Normal adalah :
a. Mudah dalam penggunaanya.
b. Cocok digunakan pada permukaan beton yang kering.
c. Adhesi terhadap elemen struktur baik.
d. Lengket terhadap material konstruksi sehingga mempunyai kekuatan lekat
yang tinggi.
e. Tanpa menggunakan bahan pelarut.
f. Tidak ada penyusutan ketika mengeras.
g. Kedap air dan cairan lain.
Persiapan yang dilakukan sebelum pemberian Sikadur®-31 CF Normal
adalah beton dan baja tulangan harus dibersihkan dari partikel-partikel lepas
seperti pasir, dan minyak.