BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/792/4/BAB...

25
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Konsep Nyeri 2.1.1 Definisi Nyeri Nyeri adalah sensasi yang sangat personal yang tidak dapat dibagi dengan orang lain.nyeri dapat memuhi pikiran seseorang, mengarahkan semua aktivitas, dan mengubah kehidupan seseorang. Namun nyeri adalah konsep yang sangat sulit untuk di komunikasikan oleh seorang klien (Kozier, 2011). Menurut International Association of the Study of Pain (IASP), nyeri adalah rasa inderawi dan pengalaman yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan jaringan yang nyata atau potensial rusak atau tergambar seperti itu. Nyeri adalah keadaan dimana individu mengalami sensasi yang tidak menyenangkan dalam berespon terhadap suatu rangsangan yang berbahaya (Awaludin, 2007) Nyeri dapat diartikan sebagai suatu sensasi yang tidak menyenangkan baik secara sensori maupun emosional yang berhubungan dengan adanya suatu kerusakan jaringan atau faktor lainnya (Asmadi, 2009). 2.1.2 Fisiologi Nyeri Menurut kozier 2011 terdapat 5 fisiologi nyeri yaitu : 1. Nosisepsi Sistem saraf tepi meliputi saraf sensorik primer yang khusus mendeteksi kerusakan jaringan dan menimbulkan sensasi sentuhan, panas, dingin, nyeri dan tekanan. Reseptor yang menyalurkan sensasi nyeri disebut nosiseptor. Reseptor nyeri atau nosiseptor ini dapat diesksitasi oleh stimulus mekanis, suhu, kimia Proses fisiologi yang berhubungan dengan persepsi nyeri digambarkan

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/792/4/BAB...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/792/4/BAB II.pdf · TTV Normal Sumber : (Kozier, 2011:689) 2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Konsep Nyeri

2.1.1 Definisi Nyeri

Nyeri adalah sensasi yang sangat personal yang tidak dapat dibagi

dengan orang lain.nyeri dapat memuhi pikiran seseorang, mengarahkan

semua aktivitas, dan mengubah kehidupan seseorang. Namun nyeri

adalah konsep yang sangat sulit untuk di komunikasikan oleh seorang

klien (Kozier, 2011).

Menurut International Association of the Study of Pain (IASP), nyeri

adalah rasa inderawi dan pengalaman yang tidak menyenangkan akibat

adanya kerusakan jaringan yang nyata atau potensial rusak atau

tergambar seperti itu. Nyeri adalah keadaan dimana individu mengalami

sensasi yang tidak menyenangkan dalam berespon terhadap suatu

rangsangan yang berbahaya (Awaludin, 2007)

Nyeri dapat diartikan sebagai suatu sensasi yang tidak menyenangkan

baik secara sensori maupun emosional yang berhubungan dengan

adanya suatu kerusakan jaringan atau faktor lainnya (Asmadi, 2009).

2.1.2 Fisiologi Nyeri

Menurut kozier 2011 terdapat 5 fisiologi nyeri yaitu :

1. Nosisepsi

Sistem saraf tepi meliputi saraf sensorik primer yang khusus

mendeteksi kerusakan jaringan dan menimbulkan sensasi sentuhan,

panas, dingin, nyeri dan tekanan. Reseptor yang menyalurkan

sensasi nyeri disebut nosiseptor. Reseptor nyeri atau nosiseptor ini

dapat diesksitasi oleh stimulus mekanis, suhu, kimia Proses fisiologi

yang berhubungan dengan persepsi nyeri digambarkan

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/792/4/BAB II.pdf · TTV Normal Sumber : (Kozier, 2011:689) 2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

8

sebagai nosisepsi. Empat proses terlibat dalam nosisepsi:

transduksi, transmisi, persepsi, modulasi (Paice 2002 dalam kozier

2011:692).

2. Tranduksi

Selama fase transduksi, stimulus berbahaya (cidera jaringan)

memicu pelepasan mediator biokimia (misalnya prostagladin,

bradikinin, serotonin, histamin, zat P) yang mensensitisasi

nosiseptor. Stimulasi menyakitkan atau berbahaya juga

menyebabkan pergerakan ion-ion menembus membran sel, yang

membangkitkan nosiseptor. Obat nyeri dapat bekerja selama fase

ini dengan menghambat produksi prostagladin atau dengan

menurunkan pergerakan ion-ion menembus membran sel misalnya,

anastesi local (kozier 2011:692).

3. Transmisi

Proses nosisepsis kedua, transmisi nyeri, meliputi tiga segmen

(McCaffery & pasero 1999). Selama segmen pertama, implus nyeri

berjalan dari serabut saraf tepi ke medula spinalis. Zat P bertindak

sebagai sebuah neurotrasmiter, yang meningkatkan pergerakan

impuls menyeberangi sinaps saraf dari neuron aferen primer ke

neuron ordo kedua di kornu dorsalis medula spinalis Dua tipe

serabut nosiseptor menyebabkan transmisi ini ke kornu dorsalis

medula spinalis : serabut C yang menstimulasikan nyeri tumpul

yang berkepanjangan dan serabut A-delta yang menstramisikian

nyeri tajam dan lokal. Segmen ke du adalah trasmisi dari medula

spinalis dan asendens melalui traktus spinotalamikus ke batang otak

dan talamus. Segmen ke tiga melibatkan transmisi sinyal antara

talamus ke korteks sensori somatik tempat terjadinya persepsi nyeri

(Kozier 2011:692).

4. Persepsi

Proses ketiga, persepsi adalah saat klien menyadari rasa nyeri.

Diyakini bahwa persepsi nyeri terjadi dalam struktur kortikal, yang

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/792/4/BAB II.pdf · TTV Normal Sumber : (Kozier, 2011:689) 2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

8

memungkinkan stategi kognitif-perilaku yang berbeda dipakai

untuk mengurangi komponen sensorik dan afektif nyeri (McCaffery

& pasero,1999 hal. 22) misalnya, intervensi nonfarmakologi seperti

distraksi, imajinasi terbimbing, dan musik dapat mengalihkan

perhatian klien ke nyeri (Kozier 2011:692).

5. Modulasi

Seringkali digambarkan sebagai “sistem desendens” proses keempai

ini terjadi saat neuron di batang otak mengirimkan sinyal menuruni

kornu dorsalis medula spinalis (Paice, 2002, hal. 75). Serabut

desendens ini melepaskan zat seperti opioid endogen, serotinin, dan

neropinefrin, yang dapat menghambat naiknya implus berbahaya

(menyakitkan) di kornu dorsalis. Namun, neurotrasmiter ini diambil

kembali oleh tubuh, yang membatasi kegunaan analgetiknya

(McCaffery & pasero, 1999). Klien yang mengalami nyeri kronik

dapat diberi resep antidepresan trisiklik, yang menghambat kembali

norepinefrin dan serotonin. Tindakan ini menigkatkan fase modulasi

yang membantu menghambat naiknya stimulus yang menyakitkan

(Kozier 2011:692) .

2.1.3 Klasifikasi Nyeri

Menurut (Kozier 2011:689) kalasifikasi nyeri ada 2 yaitu nyeri Akut dan

nyeri Kronik. Nyeri Akut dan Nyeri Kronik menyebabkan respons

fisiologis dan perilaku berbeda, seperti ditunjukkan dalam tabel 2.1

Tabel 2.1 Perbandingan Nyeri Akut dan Nyeri Kronik

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/792/4/BAB II.pdf · TTV Normal Sumber : (Kozier, 2011:689) 2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

8

Nyeri Akut Nyeri Kronik

1. Ringan sampai berat

2. Respons sistem saraf

simpatik

a. Peningkatan

denyut nadi

b. Peningkatan

frekuensi pernafasan

c. Peningkatan tekanan

darah

d. Diaforesis

e. Dilatasi pupil

3. Berhubungan dengan

cidera jaringan : hilang

dengan penyembuhan

4. Klien tampak gelisah dan

cemas

5. Klien melaporkan rasa

nyeri

6. Klien menunjukkan

perilaku yang

mengidentifikasikan rasa

nyeri : menangis,

menggosok area nyeri,

memegang area nyeri

1. Ringan sampai berat

2. Respon sistem saraf

parasimpatik

a. Kulit kering, hangat

b. Pupil normal atau

dilatasi

c. Terus berlanjut

setelah penyembuhan

d. Klien tampak depresi

dan menarik diri

e. Klien sering sekali

tidak menyebutkan

rasa nyeri kecuali

ditanya

f. Perilaku nyeri sering

kali tidak muncul

g. TTV Normal

Sumber : (Kozier, 2011:689)

2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengalaman Nyeri

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/792/4/BAB II.pdf · TTV Normal Sumber : (Kozier, 2011:689) 2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

8

Beberapa faktor dapat mempengaruhi persepsi dan reaksi seseorang

terhadap nyer. Faktor ini mencangkup nilai etnik dan budaya seseorang,

tahap perkembangan, lingkungan dan orang pendukung, pengalaman

nyeri sebelumnya, dan makna nyeri saat ini serta ansietas dan stress.

1. Nilai etnik dan budaya

Latar belakang etnik dan warisan budaya telah lama di kenal sebagai

faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi seseorang terhadap nyeri

dan ekspresi nyeri tersebut. Perilaku yang berhubungan dengan nyeri

adalah sebuah bagian dari proses sosialisasi. Misalnya, individu

dalam sebuah budaya mungkinbelajar untuk ekspresif terhadap

nyeri, sementara individu dari budaya lain mungkin belajar untuk

menyimpulkan perasaan nyerinya tersebut dan tidak mengganggu

orang lain. Beberapa studi menunjukkan bahwa individu turunan

eropa utara cenderung lebih menyembunyikan dan kurang ekspresif

terhadap rasa nyeri mereka dibandingkan individu yang berasal dari

latar belakang eropa selatan ( Kozier 2011: 694-695).

2. Tahap perkembangan

Usia dan tahap perkembangan seorang klien adalah variabel penting

yang akan mempengaruhireaksi dan ekspresi terhadap nyeri.

American Academy Of pediatrics and canadian pediatrics society

(2002) merekomendasikan agar intervensi lingkungan, intervensi

non-farmakologi, dan intervensi farmakologi digunakan untuk

mencegah, mengurangi atau menghilangkan nyeri pada neonatus.

Anak-anak mungkin kurang mampu dibandingkan dengan orang

dewasa untuk mengatakan pengalaman atau kebutuhan mereka

terkait nyeri, yang dapat menyebabkan nyeri mereka tidak teratasi

(Kozier, 2011:695).

3. Lingkungan dan orang pendukung

Lingkungan yang tidak dikenal seperti rumah sakit, dengan

kebisingannya, cahaya, dan aktivitasnya, dapat menambah rasa

nyeri. Selain itu, orang kesepian yang tidak memiliki jaringan

pendukung dapat mempersiapkan nyeri sebagai sesuatu yang berat,

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/792/4/BAB II.pdf · TTV Normal Sumber : (Kozier, 2011:689) 2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

8

sementara orang yang memiliki pendukung di dalamnya dapat

mempersepsikan nyeri sebagai sesuatu lebih ringan. Harapan orang

terdekat dapat mempengaruhi persepsi seseorang dan responsnya

terhadap nyer. Dalam suatu situasi misalnya, anak perempuan

mungkin diperbolehkan untuk mengekspresikan rasa nyerinya secara

terbuka dibanding anak laki-laki. Peran keluarga juga dapat

memengaruhi bagaimana seseorang mempersepsikan dan berespons

terhadap nyeri. Misalnya seorang balita sering kali lebih mudah

menoleransi nyeri saat orang tua atau perawat pendukung berada di

dekat mereka (Kozier, 2011:697-698).

4. Pengalaman nyeri dimasa lalu

Pengalaman nyeri dimasa lalu dapat mengubah sensitivitas klien

terhadap nyeri. Individu yang mengalami nyeri secara pribadi atau

yang melihat penderita orang terdekat sering sekali lebih terancam

oleh kemungkinan nyeri di bandingkan individu yang tidak memiliki

pengalaman nyeri (Kozier, 2011:698).

5. Makna nyeri

Beberap klien dapat lebih mudah menerima nyeri dibandingkan

klien lain, bergantung pada keadaan dan interpretasi klien mengenai

makna nyeri tersebut. Seorang klien yang menghubungkan rasa

nyeri dengan hasil akhirnya yang positif dapat menahan nyeri

dengan rasa positif dapat menahan nyeri dengan sangat baik.

Misalnya seorang wanita yang melahirkan anaknya atau seorang

atelit yang menjalani bedah lutut untuk memperpanjang karirnya

dapat mentoleransi rasa nyeri dengan lebih baik. klien dapat

memandang nyeri Akut sebagai sebuah ketidaknyamanan sementara

dan bukan ancaman atau gangguan terhadap kehidupannya sehari-

hari. Sedangkan klien yang nyeri kroniknya tidak mereda dapat

merasa lebih menderita (Kozier, 2011:698).

6. Ansietas dan stres

Ansietas sering kali menyertai nyeri, ancaman dari seseorang yang

tidak diketahui dan ketidakmampuan mengontrol nyeri atau

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/792/4/BAB II.pdf · TTV Normal Sumber : (Kozier, 2011:689) 2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

8

peristiwa yang menyertai nyeri seringkali memperburuk persepsi

nyeri. Keletihan juga mengurangi kemampuan koping seseorang.

Sehingga meningkatkan persepsi nyeri. Apabila nyeri mengganggu

tidur, keletihan dan ketegangan otot seringkali terjadi dan

meningkatkan nyeri (Kozier, 2011:699).

2.1.5 Respon Fisiologik Anak Prasekolah Terhadap Nyeri

Mengkaji indikator fisiologis dan perilaku dari nyeri terkadang sulit,

jika tidak mungkin. Indikator fisiologis dan perilaku nyeri yang

dapat diamati dapat saja minimal atau tidak ada namun demikian, hal

ini bukan berati bahwa anak tidak mengalami nyeri. Indikator

fisiologis nyeri yaitu perubahan fisiologis involunter dianggap

sebagai indikator nyeri yang lebih akurat dibanding laporan verbal

pasien. Respon involunter ini seperti meningkatnya frekuensi nadi,

pernapasan, pucat dan berkeringat adalah indikator saraf otonom

bukan nyeri. Karena respon fisiologik yang dalam terhadap nyeri

tidak dapat dipertahankan selama berminggu-minggu atau bertahun-

tahun. Setiap anak biasanya berespon secara berbeda-beda terhadap

nyeri akut dan nyeri kronis. Untuk respon anak terhadap nyeri dapat

terjadi pada beberapa anak usia presekolah dapat membentuk

kemampuan untuk menggambarkan lokasi nyeri dan intensitas serta

lokasinya, sering berespons terhdap tangisan, marah karena

mempersepsikan nyeri sebagai suatu ancaman, cenderung

menyalahkan seseorang sebagai penyebab nyeri (Wong, 2004).

2.1.6 Nilai Intensitas Skala Nyeri

Salah satu kareakteristik yang paling subjektif dan paling ampuh

dalam pelaporan nyeri adalah kehebatannya atau intensitasnya.

Variasi skala nyeri telah tersedia bagi klien untuk

mengkomunikasikan intensitas nyeri mereka. Ada 4 metode

penilaian skala nyeri dapat dilakukan dengan skala sebagai berikut:

1. Skala numerik

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/792/4/BAB II.pdf · TTV Normal Sumber : (Kozier, 2011:689) 2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

8

Skala penilaian numerik (Numerical rating scales, NRS), pasien

menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif

digunakan saat mengkaji skala nyeri sebelum dan setelah dilakukan

terapeutik. Contoh, pasien post-appendiktomi hari pertama

menunjukkan skala nyerinya 9, setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama lima hari, hari ketiga perawatan pasien

menunjukkan skala nyerinya 4 (Potter, 2006).

(Sumber: Potter & Perry, 2006)

Gambar 2.1

Skala penilaian numerik (Numerical rating scales, NRS)

2. Skala deskriptif

Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS)

merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata

pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang

garis. Pendeskripsi ini diranking “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri

yang tidak tertahankan”. Perawat menunjukkan pasien skala

tersebut dan meminta pasien untuk memilih skala nyeri terbaru

nyang dirasakan (Potter, 2006).

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/792/4/BAB II.pdf · TTV Normal Sumber : (Kozier, 2011:689) 2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

8

Gambar 2.2

Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS)

3. Skala analog visual

Skala analog visual (Visual analoq scale, VAS) adalah suatu garis

lurus/horizontal sepanjang 10 cm, yang mewakili skala nyeri yang

terus-menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya, pasien

diminta untuk menunjuk titik pada garis yang menunjukkan letak

nyeri terjadi sepanjang garis tersebut. Ujung kiri biasanya

menandakan “tidak ada” atau “tidak nyeri”, sedangkan ujung kanan

biasanya menandakan “berat” atau “nyeri yang paling buruk”.

Untuk menilai hasil, sebuah penggaris diletakan sepanjang garis

dan jarak yang dibuat pasien pada garis dari “tidak nyeri” diukur

dan ditulis dalam centimeter (Smeltzer & Bare, 2002)

Gambar 2.3

Skala analog visual (Visual analoq scale, VAS)

4. Skala faces

Wong dan Baker (1988) dalam Perry & Potter (2010)

mengembangan skala wajah untuk mengkaji nyeri pada anak-anak.

Skala tersebut terdiri dari enam wajah kartun yang menggambarkan

wajah dari wajah yang sedang tersenyum (“tidak sakit”) kemudian

secara bertahap meningkat menjadi wajah kurang bahagia, wajah

yang sangat sedih, sampai wajah yang sangat ketakutan (“sakit yang

sangat”). Anak-anak berusia tiga tahun dapat menggunakan skala

tersebut (Potter, 2010).

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/792/4/BAB II.pdf · TTV Normal Sumber : (Kozier, 2011:689) 2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

8

Gambar 2.4

Skala Wajah (Wong dan Baker)

Pengkajian rasa nyeri pada anak meliputi verbal dan nonverbal.

Salah satu pendekatan yang digunakan adalah QUESTT:

a. Question the child (Bertanya pada anak)

Dalam bertanya kepada anak mengenai rasa nyeri, perawat harus

mengingat bahwa anak mungkin menyangkal rasa nyeri tersebut,

karena mereka takut kalau mereka nantinya akan disuntik analgetik

atau karena mereka percaya bahwa mereka pantas mendapatkan

hukuman atas beberapa kelakuan buruk mereka. Mereka juga akan

menyangkal rasa nyeri pada orang asing kecuali sudah mendapat izin

dari orang tuanya.

b. Use pain rating scale (Gunakan skala peringkat rasa nyeri)

Skala peringkat merupakan alat ukur untuk mengukur rasa nyeri

yang bersifat subjektif kuantitatif. Skala peringkat yang ada sangat

bervariasi. Tidak semua anak dapat diukur menggunakan skala

peringkat, agar hasilnya valid dan dapat dipercaya, skala peringkat

digunakan berdasarkan umur dan kemampuan anak. Anak usia tiga

tahun sudah dapat menggunakan skala peringkat wajah (Nursalam

2008:23).

c. Evaluate behavior and physilogic change (Evaluasi perubahan

tingkah laku dan fisiologi)

Perubahan tingkah laku merupakan indikator nonverbal anak

terhadap rasa nyeri. Respon perubahan perilaku anak terhadap rasa

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/792/4/BAB II.pdf · TTV Normal Sumber : (Kozier, 2011:689) 2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

8

nyeri cenderung sesuai dengan usia dan perkembangan anak. Pada

anak usia prasekolah biasanya respon tersebut meliputi :

Memiliki kemampuan untuk menggambarkan nyeri dan intensitas

serta lokasinya, seringkali berespon terhadap tangisan dan rasa

marah, mengaggap nyeri adalah sebuah hukuman, dapat belajar

bahwa terdapat perbedaan jenis kelamin dalam mengekspresikan

nyeri (Kozier 2011:696).

d. Secure parent’s involvement (Melibatkan orang tua)

Kemampuan orang tua untuk mengenali rasa nyeri pada anaknya

sangat bervariasi. Di samping itu, orang tua juga mengetaui

bagaimana cara untuk membuat anaknya merasa nyaman,seperti

mengayun-ayun, mengajak berputar-putar, atau bercerita. Agar

mendapatkan hasil pengkajian yang terbaik, sebaiknya perawat

menanyakan kepada orang tuanya mengenai bagaimana reaksi anak

tersebut dalam menghadapi rasa nyeri. Hal ini sangat penting untuk

menunjang proses keperawatan (Nursalam 2008:24).

e. Take cause of pain into account (Tentukan dan catat penyebab

rasa nyeri)

Jika anak menunjukkan perilaku yang mengarah ke rasa nyeri,

maka alasan untuk rasa tidak nyaman ini perlu diteliti (Nursalam

2008:24).

f. Take action and evaluate results (Ambil tindakan dan evaluasi

hasilnya)

Tindakan untuk menurunkan rasa nyeri dapat dilakukan dengan 2

cara yaitu Menggunakan obat dan tanpa obat. Sedangkan eva;uasi

dapat dilakukan dengan verbal maupun non-verbal. Evaluasi verbal

dilakukan atas pernyataan anak dan skala peringkat, sedangkan

untuk verbal dilakukan dengan melihat perilaku dan fisiologis anak

(Nursalam 2008:24).

2.1.7 Penatalaksanaan Nyeri

1. Tindakan peredaan nyeri non farmakologis

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/792/4/BAB II.pdf · TTV Normal Sumber : (Kozier, 2011:689) 2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

8

Tindakan nonfarmakologi mencakup intervensi perilaku-kognitif dan

penggunaan agen-agen fisik. Teknik- tekniknya antara lain sebagai

berikut :

a.) Stimulasi dan Masase Kutaneus, masase adalah stimulasi

kutaneus tubuh secara umum, sering dipusatkan pada punggung

dan bahu dan dapat membuat pasien lebih nyaman karena masase

membuat relaksasi otot dan memberikan istirahat yang tenang dan

kenyamanan.

b.) Terapi es dan panas, terapi es dapat menurunkan prostaglandin,

yang memperkuat sensitivitas reseptor nyeri dan subkutan lain

pada tempat cedera dengan menghambat proses inflamasi.

Penggunaan panas meningkatkan aliran darah ke suatu area dan

dapat menurunkan nyeri.

c.) Stimulasi Saraf Elektris Transkutan/TENS, menggunakan unit

yang dijalankan oleh baterai dengan elektroda yang dipasang pada

kulit untuk menghasilkan sensasi kesemutan, mendengung pada

area nyeri.

d.) Distraksi, adalah memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu

selain pada nyeri, atau dapat diartikan lain bahwa distraksi adalah

sesuatu tindakan pengalihan perhatian pasien ke hal-hal di luar

nyeri.

e.) Relaksasi, adalah perasaan bebas mental dan fisik dari ketegangan

dan stres yang membuat individu memiliki rasa kontrol terhadap

dirinya. ( Perry & Potter 2010) Teknik relaksasi nafas dalam

merupakan salah satu bentuk asuhan keperawatan, dalam hal ini

perawat mengajarkan kepada pasien bagaimana cara melakukan

nafas dalam, lambat, bagaimana menghembuskan nafas secara

perlahan. Selain dapat menurunkan skala nyeri nafas dalam dapat

meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigen darah,

pada anak usia prasekolah salah satunya dengan cara meniup

balon ( Wong, 2004 )

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/792/4/BAB II.pdf · TTV Normal Sumber : (Kozier, 2011:689) 2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

8

f.) Imajinasi terbimbing, menggunakan imajinasi seseorang dalam

suatu cara yang dirancang khusus untuk mencapai efek positif

tertentu (Smalzer & Bare, 2002:234).

g.) Hypnosis, hypnosis efektif dalam meredakan nyeri atau

menurunkan jumlah analgesik yang dibutuhkan pada nyeri akut

dan kronis.

2. Tindakan peredaan nyeri farmakologis

Menurut Perry & Potter (2006). Analgesik merupakan metode yang

paling umum utuk mengatasi nyeri. Ada empat jenis analgesik, yaitu:

a. Non-narkotik : Asetaminofen, Asam Asetilsalisifat,

b. NSAID : Ibuprofen, Naproksen, Indometasin, Tolmetin,

Piroksikam, Ketorotak.

c. Narkotika : Memperidin, Metimorfin, Morfin Sulfat, Fentanyl,

Butotanol, Hidromorfon,

d. Adjuvan : Amitriptilin, Hidroksin, Klopromazin, Diazepam.

2.2 Konsep Teknik Relaksasi Napas Dalam

2.2.1 Pengertian Relaksasi

Relaksasi adalah suatu tindakan untuk “membebaskan” mental dan

fisik dari ketegangan dan stres, sehingga dapat meningkatkan

toleransi terhadap nyeri. Berbagai metode relaksasi digunakan untuk

menurunkan kecemasan dan ketegangan otot (Nyeri) sehingga di

dapatkan penurunan denyut jantung, penurunan respirasi serta

penurunan ketegangan otot. Contoh menurunkan nyeri adalah

relaksasi nafas dalam dan relaksasi otot (Prasetyo, 2010).

2.2.2 Pengertian Relaksasi Nafas Dalam

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/792/4/BAB II.pdf · TTV Normal Sumber : (Kozier, 2011:689) 2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

8

Nafas dalam adalah relaksasi yang mudah dipelajari dan

berkontribusi dalam menurunkan atau meredakan nyeri dengan

mengurangi tekanan otot dan ansietas. Siklus ini diikuti denagn nafas

dalam dan perlahan yang mirip seperti menguap (Prasetyo, 2010).

2.2.3 Manfaat Relaksasi Nafas dalam

Relaksasi nafas dalam dapat mengendalikan dan mengembalikan

emosi yang membuat tubuh menjadi rileks (Satriya, 2014 dalam

Nadine, 2018) Berikut manfaat teknik relaksasi nafas dalam :

1. Ketentraman hati

2. Berkurangnya rasa cemas, khawatir dan gelisah

3. Tekanan dan ketegangan jiwa menjadi rendah

4. Detak jantung sedikit rendah

5. Mengurangi tekanan darah

6. Tidur lelap

7. Meningkatkan daya berfikir logis

8. Meningkatkan kreatifitas

9. Mengurangi ketegangan otot (Nyeri)

( Riadi dkk, 2016 dalam Nadine, 2018 ).

2.2.4 Prosedure Teknik Relaksasi Nafas Dalam Meniup Balon

Prosedur atau tindakan sama seperti teknik relaksasi nafas dalam

tetapi pada anak usia pra-sekolah di kombinasikan dengan cara

meniup balon. Berikut prosedur tindakan meniup balon :

1. Mengatur posisi pasien senyaman mungkin

2. Rilekskan tubuh, tangan dan kaki (motivasi dan anjurkan pasien

untuk rileks)

3. Siapkan balon/pegang balon dengan kedua tangan, atau satu

tangan memegang balon tangan yang lain rilek disamping kepala

4. Tarik napas secara maksimal melalui hidung, ditahan selama 2-3

detik kemudian tiupkan ke dalam balon secara maksimal selama

5 detik (balon mengembang)

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/792/4/BAB II.pdf · TTV Normal Sumber : (Kozier, 2011:689) 2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

8

5. Tutup balon dengan jari-jari

6. Tarik napas sekali lagi secara maksimal dan tiupkan lagi kedalam

balon (ulangi prosedur nomor 5).

7. Lakukan 5 menit dalam 1 set latihan

8. Istirahat selama 1 menit untuk mencegah kelemahan otot

9. Sambil istirahat tutup balon/ikat balon yang telah mengembang

10. Ambil balon berikutnya dan ulangi prosedur nomor 5

11. Lakukan 5 menit latihan setiap sesion (meniup 3 balon)

12. Hentikan latihan jika terjadi pusing atau nyeri dada.

Sumber : ( Awaludin, 2007).

2.2.5 Fisiologi Relaksasi Nafas Dalam Untuk Mengurangi Nyeri

Menurut (Prasetyo 2010) berikut secara singkat proses terjadinya nyeri

dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Stimulus Nyeri : Biologis, Zat Kimia, Panas, Listrik Serta Mekanik

Stimulus Nyeri Menstimulasi Nosireseptor Di Perifer

Implus Nyeri Diteruskan Oleh Serat Afferen (A-Delta & C) Ke Medulla Spinalis

Melalui Dorsal Horn

Implus Bersinapsis Di Substansi Gelatinosa (Lamina II Dan III)

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/792/4/BAB II.pdf · TTV Normal Sumber : (Kozier, 2011:689) 2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

8

Implus Melewati Traktus Spinothalamus

Implus Masuk Ke Formatio Retikularis Implus Langsung Masuk Ke Thalamus

Sistem Limbik Fast Pain

Slow Pain

- Timbul respon emosi

- Respon otonom : TD meningkat, Keringat dingin

Gambar 2.5

Untuk mengetahui dan memahami proses terjadinya nyeri, dibutuhkan

pengetahuan yang baik tentang anatomi fisiologi sistem persyarafan.

Rangkaian proses terjadinya nyeri dimulai dari tahap tranduksi. Dimana

terjadi ketika nosiseptor yang terletak pada bagian perifer tubuh di

stimulasi oleh berbagai stimulus seperti, faktor biologis, zat kimia,

mekanik, listrik, termal, radiasi dan lain-lain.

Fast pain dicetus oleh reseptor tipe mekanis atau thermal (yaitu serabut

saraf A-Delta), sedangkan slow pain (Nyeri Lambat) biasanya

dicetuskan oleh (serabut saraf C). Serabut saraf A-Delta mempunyai

karakteristik menghantarkan nyeri dengan cepat serta beremiliasi.

serabut saraf A juga mampu mengirim sensasi tajam, terlokasi, dan jelas

dalam melokalisasi sumber nyeri dan mendeteksi intensitas nyeri.

Sedangkan serabut saraf C tidak bermielinasi, berukuran sangat kecil

dan bersifat lambat dalam menghantarkan nyeri yang tidak terlokalisasi,

viseral dan terus-menerus.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/792/4/BAB II.pdf · TTV Normal Sumber : (Kozier, 2011:689) 2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

8

Tahap selanjutnya adalah transmisi dimana implus nyeri kemudian di

transmisikan serat afferen (A-Delta dan C) ke medulla spinalis melalui

dorsal horn. Dimana implus akan bersinapsis di substansi gelatinosa

(lamina II dan III). implus kemudian ke atas ke atas melewati traktus

spinothalamus anterior dan lateral. Beberapa implus yang melewati

traktus spinothalamus lateral diteruskan langsung ke thalamus tanpa

singgah di formatio retikularis membawa implus fast pain. Di bagian

thalamus dan korteks serebri inilah individu kemudian dapat

mempersepsikan, menggambarkan, melokalisasi, menginterprestasikan

dan mulai berespon terhadap nyeri.

Beberapa implus nyeri diransmisikan melalui traktus

paleospinothalamus pada bagian tengah medula spinalis. implus ini

memasuki formatio retikularis dan sistem limbik yang mengatur

perilaku emosional dan kognitif, serta integrasi dari sistem saraf

otonom. Slow pain yang terjadi akan membangkitkan emosi sehingga

timbul respon terkejut, marah, cemas, tekanan darah meningkat, keluar

keringat dingin dan jantung berdebar-debar.

2.3 Konsep Anak Usia Presekolah

2.3.1 Definisi Anak Usia Presekolah

Anak adalah seseorang yang sampai berusia 18 tahun, termasuk anak

yang masih dalam kandungan. Anak presekolah adalah mereka yang

berusia antara 4-6 tahun. Di Indonesia untuk usia 4-6 tahun biasanya

mengikuti program Taman Kanak-Kanak (Peraturan Menteri

Kesehatan, 2014).

2.3.2 Tahap Tumbuh Kembang Anak Usia Presekolah

Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta

jaringan interseluler, berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur

tubuh sebagian atau keseluruhan, sehingga dapat diukur dengan satuan

panjang dan berat. Sedangkan perkembangan adalah bertambahnya

struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam kemampuan

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/792/4/BAB II.pdf · TTV Normal Sumber : (Kozier, 2011:689) 2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

8

gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi dan

kemandirian (Peraturan Menteri Kesehatan, 2014).

Pada masa ini, pertumbuhan berlangsung dengan stabil. Terjadi

perkembangan dengan aktivitas jasmani yang bertambah dan

meningkatnya ketrampilan dan proses berfikir. Memasuki masa

prasekolah, anak mulai menunjukkan keinginannya, seiring dengan

pertumbuhan dan perkembangannya. Pada masa ini, selain lingkungan

di dalam rumah maka lingkungan di rumah sakit juga mulai

diperkenalkan. Anak mulai berteman, dan sepatutnya pihak rumah

sakit juga menyediakan fasilitas permainan untuk anak selama di rawat

di rumah sakit. Lingkungan-lingkungan di rumah sakit juga harus

menciptakan suasana bermain yang bersahabat untuk anak (child

friendly environment).

Pada masa ini anak dipersiapkan untuk sekolah, untuk itu panca indra

dan sistim reseptor penerima rangsangan serta proses memori harus

sudah siap sehingga anak mampu belajar dengan baik. Perlu

diperhatikan bahwa proses belajar pada masa ini adalah dengan cara

bermain. Orang tua dan keluarga diharapkan dapat memantau

pertumbuhan dan perkembangan anaknya, Agar dapat dilakukan

intervensi dini bila anak mengalami kelainan atau gangguan (Pedoman

Pelaksanaan Sdidtk , 2016).

2.3.3 Ciri Anak Usia Presekolah

Menurut Snowman (1993) dalam Awaludin (2007) mengemukakan

ciri-ciri anak preschool meliputi aspek fisik, sosial, emosi dan kognitif.

1. Ciri Fisik Anak Preschool

Anak preschool umumnya sangat aktif. Mereka telah memiliki

penguasaan terhadap tubuhnya dan sangat menyukai kegiatan yang

dilakukan sendiri. Setelah anak melakukan berbagai kegiatan, anak

membutuhkan istirahat yang cukup. Otot-otot besar pada anak

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/792/4/BAB II.pdf · TTV Normal Sumber : (Kozier, 2011:689) 2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

8

preschool lebih berkembang dari kontrol terhadap jari dan tangan.

Anak masih sering mengalami kesulitan apabila harus memfokuskan

pandangannya pada objek-objek yang kecil ukurannya, itulah

sebabnya koordinasi tangan dan matanya masih kurang sempurna.

Rata-rata kenaikan berat badan per tahun sekitar 16,7-18,7 kg tinggi

sekitar 103-110 cm.

2. Ciri Sosial Anak Preschool

Anak preschool biasanya mudah bersosialisasi dengan orang di

sekitarnya. Biasanya mereka mempunyai sahabat yang berjenis

kelamin sama. Kelompok bermainnya cenderung kecil dan tidak

terlalu terorganisasi secara baik, oleh karena itu kelompok tersebut

cepat berganti-ganti. Anak menjadi sangat mandiri, agresif secara fisik

dan verbal, bermain secara assosiatif, mulai mengeksplorasi

seksualitas.

3. Ciri Emosional Anak Preschool

Anak cenderung mengekspresikan emosinya dengan bebas dan

terbuka. Sikap sering marah dan iri hati sering diperlihatkan.

4. Ciri Kognitif Anak Preschool

Anak preschool umumnya telah terampil dalam berbahasa. Sebagian

besar dari mereka senang bicara, khususnya dalam kelompoknya.

Sebaiknya anak diberi kesempatan untuk berbicara. Sebagian dari

mereka perlu dilatih untuk menjadi pendengar yang baik.

2.4 Bermain Selama Hospitalisasi

2.4.1 Definisi Bermain

Bermain adalah simulasi yang sangat tepat untuk anak. Bermain dapat

meningkatkan daya pikir anak untuk mendayagunakan aspek

emosional, sosial, meningkatkan kemampuan fisik, pengalaman,

pengetahuan dan keseimbangan mental anak. Berdasarkan paparan di

atas dapat disimpulkan bahwa bermain merupakan kegiatan yang

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/792/4/BAB II.pdf · TTV Normal Sumber : (Kozier, 2011:689) 2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

8

dilakukan anak untuk mengatasi berbagai macam perasaan yang tidak

menyenangkan dalam dirinya. Dengan bermain anak akan

mendapatkan kegembiraan dan kepuasan (Saputro & Fazrin, 2017).

Salah satu aktivitas bermain untuk prosedur khusus dirumah sakit

adalah meniup balon. Tujuannya untuk membantu melancarkan

pernafasan dan mempertahankan pola nafas anak tetap normal. Nafas

dalam seperti meniup gelombung busa, balon, bola kapas dan lain-

lain. Balon lebih mudah digunakan karena bentuknya elastis sehingga

lebih efektif jika dilakukan untuk terapi nafas dalam. Balon memiliki

warna yang menarik sehingga membuat anak-anak tertarik dalam

melakukan terapi nafas dalam dan anak dapat memilih warna

kesukaan mereka (Royani, 2017).

2.4.2 Fungsi Bermain Di Rumah Sakit

Dunia anak memang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan bermain.

Diharapkan dengan bermain, anak akan mendapatkan stimulus yang

mencukupi agar dapat berkembang secara optimal. Adapun fungsi

bermain pada anak yaitu:

1. Perkembangan sensoris-motorik

Aktivitas sensoris-motorik merupakan komponen terbesar yang

digunakan anak dan bermain aktif sangat penting untuk perkembangan

fungsi otot.

2. Perkembangan intelektual

Anak melakukan eksplorasi dan manipulasi terhadap segala sesuatu

yang ada di lingkungan sekitarnya, terutama mengenal warna, bentuk,

ukuran, tekstur, dan membedakan objek. Misalnya meniup balon

dapat mengenalkan warna dan tekstur balon pada anak. Semakin

sering anak melakukan eksplorasi akan melatih kemampuan

intelektualnya.

3. Perkembangan sosial

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/792/4/BAB II.pdf · TTV Normal Sumber : (Kozier, 2011:689) 2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

8

Perkembangan sosial ditandai dengan kemampuan berinteraksi dengan

lingkungannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar memberi

dan menerima. Bermain dengan orang lain akan membantu anak untuk

mengembangkan hubungan sosial dan belajar memecahkan dari

hubungan tersebut. Saat melakukan aktivitas bermain, anak belajar

berinteraksi dengan teman, memahami lawan bicara, dan belajar

tentang nilai sosial yang ada pada kelompoknya.

4. Perkembangan kreativitas

Berkreasi adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu dan

mewujudkannya ke dalam bentuk objek dan atau kegiatan yang

dilakukannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar dan

mencoba untuk merealisasikan ide-idenya.

5. Perkembangan kesadaran diri

Melalui bermain, anak akan mengembangkan kemampuannya dalam

mengatur tingkah laku. Dalam hal ini, Peran orang tua sangat penting

untuk menanamkan nilai moral dan etika, Terutama dalam kaitannya

dengan kemampuan untuk memahami dampak positif dan negatif dari

perilakunya terhadap orang lain. Nilai-nilai moral anak mempelajari

nilai benar dan salah dari lingkungannya, Terutama dari orang tua dan

guru. Dengan melakukan aktivitas bermain, Anak akan mendapat

kesempatan untuk menerapkan nilai-nilai tersebut sehingga dapat

diterima di lingkungannya dan dapat menyesuaikan diri dengan

aturan-aturan kelompok yang ada dalam lingkungannya.

6. Bermain Sebagai Terapi

Pada saat anak dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai

perasaan yang sangat tidak menyenangkan seperti: marah, takut,

cemas, sedih dan nyeri. Perasaan tersebut merupakan dampak dari

hospitalisasi yang dialami anak karena menghadapi beberapa stressor

yang ada di lingkungan rumah sakit. Untuk itu, dengan melakukan

permainan anak akan terlepas dari ketegangan dan stress yang

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/792/4/BAB II.pdf · TTV Normal Sumber : (Kozier, 2011:689) 2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

8

dialaminya karena dengan melakukan permainan, anak akan dapat

mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya (distraksi). Contohnya

seperti Terapi Relaksasi Nafas Dalam dengan cara meniup balon.

2.4.3 Prinsip Bermain Di Rumah Sakit

Agar anak dapat lebih efektif dalam bermain di rumah sakit, perlu

diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Permainan tidak banyak menggunakan energi

Waktu untuk terapi bermain 30-35 menit yang terdiri dari tahap

persiapan 5 menit, tahap pembukaan 5 menit, tahap kegiatan 20 menit

dan tahap penutup 5 menit. Lama pemberian terapi bermain bisa

bervariasi, idealnya dilakukan 15-30 menit dalam sehari selama 2-3

hari. Pelaksanaan terapi ini dapat memberikan mekanisme koping dan

menurunkan kecemasan pada anak.

2. Mainan harus relatif aman dan terhindar dari infeksi silang.

Permainan harus memperhatikan keamanan dan kenyamanan. Anak

kecil perlu rasa nyaman dan yakin terhadap benda-benda yang

dikenalnya misalnya mainan yang tidak membuat anak tersedak, tidak

mengandung bahan berbahaya, tidak tajam, tidak membuat anak

terjatuh, kuat dan tahan lama.

3. Sesuai dengan kelompok usia.

Pada rumah sakit yang mempunyai tempat bermain, hendaknya perlu

dibuatkan jadwal dan dikelompokkan sesuai usia karena kebutuhan

bermain berlainan antara usia yang lebih rendah dan yang lebih tinggi.

4. Tidak bertentangan dengan terapi

Terapi bermain harus memperhatikan kondisi anak. Bila program

terapi mengharuskan anak harus istirahat, maka aktivitas bermain

hendaknya dilakukan ditempat tidur. Permainan tidak boleh

bertentangan dengan pengobatan yang sedang dijalankan anak.

Apabila anak harus tirah baring, Harus dipilih permainan yang dapat

dilakukan di tempat tidur, Dan anak tidak boleh diajak bermain

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/792/4/BAB II.pdf · TTV Normal Sumber : (Kozier, 2011:689) 2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

8

dengan kelompoknya di tempat bermain khusus yang ada di ruang

rawat.

5. Perlu keterlibatan orangtua dan keluarga

Banyak teori yang mengemukakan tentang terapi bermain, namun

menurut Wong (2009), keterlibatan orangtua dalam terapi adalah

sangat penting, hal ini disebabkan karena orangtua mempunyai

kewajiban untuk tetap melangsungkan upaya stimulasi tumbuh

kembang pada anak walaupun sedang dirawat si rumah sakit.

Keterlibatan orangtua dalam perawatan anak di rumah sakit

diharapkan dapat mengurangi dampak hospitalisasi. Keterlibatan

orangtua dan anggota keluarga tidak hanya mendorong perkembangan

kemampuan dan ketrampilan sosial anak, Namun juga akan

memberikan dukungan bagi perkembangan emosi positif, Kepribadian

yang adekuat serta kepedulian terhadap orang lain. Sedangkan

Perawat hanya bertindak sebagai fasilitator sehingga apabila

permainan dilakukan oleh perawat, orang tua harus terlibat secara

aktif dan mendampingi anak mulai dari awal permainan sampai

mengevaluasi hasil permainan bersama dengan perawat dan orang tua

anak lainnya.

2.5 Kerangka Teori

Pembedahan Anak Usia Preschool

Pasca Bedah

Nyeri Post Op Bedah

Non-Farmakologi

a. Stimulasi dan Massase Kutaneus

b. Terapi es dan panas c. Stimulasi saraf elektris

transkutan / TENS d. Imajinasi terbimbing e. Hypnosis f. Distraksi g. Relaksasi

- Relaksasi Progresif - Relaksasi Nafas

Dalam ( Meniup Balon )

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/792/4/BAB II.pdf · TTV Normal Sumber : (Kozier, 2011:689) 2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

8

Gambar 2.6

Kerangka teori penelitian

2.6 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan

atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep lainnya, atau antara

variabel yang satu dengan variabel lain dari masalah yang akan diteliti

(Notoatmodjo, 2010).

Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan

antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian

yang akan dilakukan. Kerangka konsep ini dikembangkan atau diacukan

kepada tujuan penelitian yang telah dirumuskan, serta didasari oleh

kerangka teori yang telah disajikan dalam tinjauan kepustakaan

sebelumnya (Notoatmodjo, 2010) Berdasarkan hal tersebut peneliti

mengambil variabel yang diteliti adalah skala nyeri pada tindakan teknik

relaksasi nafas dalam meniup balon. Kemudian dapat digambarkan

kerangka konsep penelitian sebagai berikut:

Farmakologi

a. Non-Narkotik b. NSAID c. Narkotika d. Adjuvan

Sumber : Perry & Potter (2010)

Skala Nyeri Anak Post Operasi

Skala Nyeri Anak Post Operasi

Pretest

Teknik Relaksasi Nafas Dalam meniup balon

Intervensi Post test

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/792/4/BAB II.pdf · TTV Normal Sumber : (Kozier, 2011:689) 2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

8

Gambar 2.7

Kerangka Konsep

2.7 Hipotesis penelitian

Terdapat pengaruh rata-rata skala nyeri pada pasien usia preschool Pasca

bedah yang sudah dilakukan tindakan teknik relaksasi nafas dalam dengan

meniup balon.