BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/792/4/BAB...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/792/4/BAB...
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Konsep Nyeri
2.1.1 Definisi Nyeri
Nyeri adalah sensasi yang sangat personal yang tidak dapat dibagi
dengan orang lain.nyeri dapat memuhi pikiran seseorang, mengarahkan
semua aktivitas, dan mengubah kehidupan seseorang. Namun nyeri
adalah konsep yang sangat sulit untuk di komunikasikan oleh seorang
klien (Kozier, 2011).
Menurut International Association of the Study of Pain (IASP), nyeri
adalah rasa inderawi dan pengalaman yang tidak menyenangkan akibat
adanya kerusakan jaringan yang nyata atau potensial rusak atau
tergambar seperti itu. Nyeri adalah keadaan dimana individu mengalami
sensasi yang tidak menyenangkan dalam berespon terhadap suatu
rangsangan yang berbahaya (Awaludin, 2007)
Nyeri dapat diartikan sebagai suatu sensasi yang tidak menyenangkan
baik secara sensori maupun emosional yang berhubungan dengan
adanya suatu kerusakan jaringan atau faktor lainnya (Asmadi, 2009).
2.1.2 Fisiologi Nyeri
Menurut kozier 2011 terdapat 5 fisiologi nyeri yaitu :
1. Nosisepsi
Sistem saraf tepi meliputi saraf sensorik primer yang khusus
mendeteksi kerusakan jaringan dan menimbulkan sensasi sentuhan,
panas, dingin, nyeri dan tekanan. Reseptor yang menyalurkan
sensasi nyeri disebut nosiseptor. Reseptor nyeri atau nosiseptor ini
dapat diesksitasi oleh stimulus mekanis, suhu, kimia Proses fisiologi
yang berhubungan dengan persepsi nyeri digambarkan
8
sebagai nosisepsi. Empat proses terlibat dalam nosisepsi:
transduksi, transmisi, persepsi, modulasi (Paice 2002 dalam kozier
2011:692).
2. Tranduksi
Selama fase transduksi, stimulus berbahaya (cidera jaringan)
memicu pelepasan mediator biokimia (misalnya prostagladin,
bradikinin, serotonin, histamin, zat P) yang mensensitisasi
nosiseptor. Stimulasi menyakitkan atau berbahaya juga
menyebabkan pergerakan ion-ion menembus membran sel, yang
membangkitkan nosiseptor. Obat nyeri dapat bekerja selama fase
ini dengan menghambat produksi prostagladin atau dengan
menurunkan pergerakan ion-ion menembus membran sel misalnya,
anastesi local (kozier 2011:692).
3. Transmisi
Proses nosisepsis kedua, transmisi nyeri, meliputi tiga segmen
(McCaffery & pasero 1999). Selama segmen pertama, implus nyeri
berjalan dari serabut saraf tepi ke medula spinalis. Zat P bertindak
sebagai sebuah neurotrasmiter, yang meningkatkan pergerakan
impuls menyeberangi sinaps saraf dari neuron aferen primer ke
neuron ordo kedua di kornu dorsalis medula spinalis Dua tipe
serabut nosiseptor menyebabkan transmisi ini ke kornu dorsalis
medula spinalis : serabut C yang menstimulasikan nyeri tumpul
yang berkepanjangan dan serabut A-delta yang menstramisikian
nyeri tajam dan lokal. Segmen ke du adalah trasmisi dari medula
spinalis dan asendens melalui traktus spinotalamikus ke batang otak
dan talamus. Segmen ke tiga melibatkan transmisi sinyal antara
talamus ke korteks sensori somatik tempat terjadinya persepsi nyeri
(Kozier 2011:692).
4. Persepsi
Proses ketiga, persepsi adalah saat klien menyadari rasa nyeri.
Diyakini bahwa persepsi nyeri terjadi dalam struktur kortikal, yang
8
memungkinkan stategi kognitif-perilaku yang berbeda dipakai
untuk mengurangi komponen sensorik dan afektif nyeri (McCaffery
& pasero,1999 hal. 22) misalnya, intervensi nonfarmakologi seperti
distraksi, imajinasi terbimbing, dan musik dapat mengalihkan
perhatian klien ke nyeri (Kozier 2011:692).
5. Modulasi
Seringkali digambarkan sebagai “sistem desendens” proses keempai
ini terjadi saat neuron di batang otak mengirimkan sinyal menuruni
kornu dorsalis medula spinalis (Paice, 2002, hal. 75). Serabut
desendens ini melepaskan zat seperti opioid endogen, serotinin, dan
neropinefrin, yang dapat menghambat naiknya implus berbahaya
(menyakitkan) di kornu dorsalis. Namun, neurotrasmiter ini diambil
kembali oleh tubuh, yang membatasi kegunaan analgetiknya
(McCaffery & pasero, 1999). Klien yang mengalami nyeri kronik
dapat diberi resep antidepresan trisiklik, yang menghambat kembali
norepinefrin dan serotonin. Tindakan ini menigkatkan fase modulasi
yang membantu menghambat naiknya stimulus yang menyakitkan
(Kozier 2011:692) .
2.1.3 Klasifikasi Nyeri
Menurut (Kozier 2011:689) kalasifikasi nyeri ada 2 yaitu nyeri Akut dan
nyeri Kronik. Nyeri Akut dan Nyeri Kronik menyebabkan respons
fisiologis dan perilaku berbeda, seperti ditunjukkan dalam tabel 2.1
Tabel 2.1 Perbandingan Nyeri Akut dan Nyeri Kronik
8
Nyeri Akut Nyeri Kronik
1. Ringan sampai berat
2. Respons sistem saraf
simpatik
a. Peningkatan
denyut nadi
b. Peningkatan
frekuensi pernafasan
c. Peningkatan tekanan
darah
d. Diaforesis
e. Dilatasi pupil
3. Berhubungan dengan
cidera jaringan : hilang
dengan penyembuhan
4. Klien tampak gelisah dan
cemas
5. Klien melaporkan rasa
nyeri
6. Klien menunjukkan
perilaku yang
mengidentifikasikan rasa
nyeri : menangis,
menggosok area nyeri,
memegang area nyeri
1. Ringan sampai berat
2. Respon sistem saraf
parasimpatik
a. Kulit kering, hangat
b. Pupil normal atau
dilatasi
c. Terus berlanjut
setelah penyembuhan
d. Klien tampak depresi
dan menarik diri
e. Klien sering sekali
tidak menyebutkan
rasa nyeri kecuali
ditanya
f. Perilaku nyeri sering
kali tidak muncul
g. TTV Normal
Sumber : (Kozier, 2011:689)
2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengalaman Nyeri
8
Beberapa faktor dapat mempengaruhi persepsi dan reaksi seseorang
terhadap nyer. Faktor ini mencangkup nilai etnik dan budaya seseorang,
tahap perkembangan, lingkungan dan orang pendukung, pengalaman
nyeri sebelumnya, dan makna nyeri saat ini serta ansietas dan stress.
1. Nilai etnik dan budaya
Latar belakang etnik dan warisan budaya telah lama di kenal sebagai
faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi seseorang terhadap nyeri
dan ekspresi nyeri tersebut. Perilaku yang berhubungan dengan nyeri
adalah sebuah bagian dari proses sosialisasi. Misalnya, individu
dalam sebuah budaya mungkinbelajar untuk ekspresif terhadap
nyeri, sementara individu dari budaya lain mungkin belajar untuk
menyimpulkan perasaan nyerinya tersebut dan tidak mengganggu
orang lain. Beberapa studi menunjukkan bahwa individu turunan
eropa utara cenderung lebih menyembunyikan dan kurang ekspresif
terhadap rasa nyeri mereka dibandingkan individu yang berasal dari
latar belakang eropa selatan ( Kozier 2011: 694-695).
2. Tahap perkembangan
Usia dan tahap perkembangan seorang klien adalah variabel penting
yang akan mempengaruhireaksi dan ekspresi terhadap nyeri.
American Academy Of pediatrics and canadian pediatrics society
(2002) merekomendasikan agar intervensi lingkungan, intervensi
non-farmakologi, dan intervensi farmakologi digunakan untuk
mencegah, mengurangi atau menghilangkan nyeri pada neonatus.
Anak-anak mungkin kurang mampu dibandingkan dengan orang
dewasa untuk mengatakan pengalaman atau kebutuhan mereka
terkait nyeri, yang dapat menyebabkan nyeri mereka tidak teratasi
(Kozier, 2011:695).
3. Lingkungan dan orang pendukung
Lingkungan yang tidak dikenal seperti rumah sakit, dengan
kebisingannya, cahaya, dan aktivitasnya, dapat menambah rasa
nyeri. Selain itu, orang kesepian yang tidak memiliki jaringan
pendukung dapat mempersiapkan nyeri sebagai sesuatu yang berat,
8
sementara orang yang memiliki pendukung di dalamnya dapat
mempersepsikan nyeri sebagai sesuatu lebih ringan. Harapan orang
terdekat dapat mempengaruhi persepsi seseorang dan responsnya
terhadap nyer. Dalam suatu situasi misalnya, anak perempuan
mungkin diperbolehkan untuk mengekspresikan rasa nyerinya secara
terbuka dibanding anak laki-laki. Peran keluarga juga dapat
memengaruhi bagaimana seseorang mempersepsikan dan berespons
terhadap nyeri. Misalnya seorang balita sering kali lebih mudah
menoleransi nyeri saat orang tua atau perawat pendukung berada di
dekat mereka (Kozier, 2011:697-698).
4. Pengalaman nyeri dimasa lalu
Pengalaman nyeri dimasa lalu dapat mengubah sensitivitas klien
terhadap nyeri. Individu yang mengalami nyeri secara pribadi atau
yang melihat penderita orang terdekat sering sekali lebih terancam
oleh kemungkinan nyeri di bandingkan individu yang tidak memiliki
pengalaman nyeri (Kozier, 2011:698).
5. Makna nyeri
Beberap klien dapat lebih mudah menerima nyeri dibandingkan
klien lain, bergantung pada keadaan dan interpretasi klien mengenai
makna nyeri tersebut. Seorang klien yang menghubungkan rasa
nyeri dengan hasil akhirnya yang positif dapat menahan nyeri
dengan rasa positif dapat menahan nyeri dengan sangat baik.
Misalnya seorang wanita yang melahirkan anaknya atau seorang
atelit yang menjalani bedah lutut untuk memperpanjang karirnya
dapat mentoleransi rasa nyeri dengan lebih baik. klien dapat
memandang nyeri Akut sebagai sebuah ketidaknyamanan sementara
dan bukan ancaman atau gangguan terhadap kehidupannya sehari-
hari. Sedangkan klien yang nyeri kroniknya tidak mereda dapat
merasa lebih menderita (Kozier, 2011:698).
6. Ansietas dan stres
Ansietas sering kali menyertai nyeri, ancaman dari seseorang yang
tidak diketahui dan ketidakmampuan mengontrol nyeri atau
8
peristiwa yang menyertai nyeri seringkali memperburuk persepsi
nyeri. Keletihan juga mengurangi kemampuan koping seseorang.
Sehingga meningkatkan persepsi nyeri. Apabila nyeri mengganggu
tidur, keletihan dan ketegangan otot seringkali terjadi dan
meningkatkan nyeri (Kozier, 2011:699).
2.1.5 Respon Fisiologik Anak Prasekolah Terhadap Nyeri
Mengkaji indikator fisiologis dan perilaku dari nyeri terkadang sulit,
jika tidak mungkin. Indikator fisiologis dan perilaku nyeri yang
dapat diamati dapat saja minimal atau tidak ada namun demikian, hal
ini bukan berati bahwa anak tidak mengalami nyeri. Indikator
fisiologis nyeri yaitu perubahan fisiologis involunter dianggap
sebagai indikator nyeri yang lebih akurat dibanding laporan verbal
pasien. Respon involunter ini seperti meningkatnya frekuensi nadi,
pernapasan, pucat dan berkeringat adalah indikator saraf otonom
bukan nyeri. Karena respon fisiologik yang dalam terhadap nyeri
tidak dapat dipertahankan selama berminggu-minggu atau bertahun-
tahun. Setiap anak biasanya berespon secara berbeda-beda terhadap
nyeri akut dan nyeri kronis. Untuk respon anak terhadap nyeri dapat
terjadi pada beberapa anak usia presekolah dapat membentuk
kemampuan untuk menggambarkan lokasi nyeri dan intensitas serta
lokasinya, sering berespons terhdap tangisan, marah karena
mempersepsikan nyeri sebagai suatu ancaman, cenderung
menyalahkan seseorang sebagai penyebab nyeri (Wong, 2004).
2.1.6 Nilai Intensitas Skala Nyeri
Salah satu kareakteristik yang paling subjektif dan paling ampuh
dalam pelaporan nyeri adalah kehebatannya atau intensitasnya.
Variasi skala nyeri telah tersedia bagi klien untuk
mengkomunikasikan intensitas nyeri mereka. Ada 4 metode
penilaian skala nyeri dapat dilakukan dengan skala sebagai berikut:
1. Skala numerik
8
Skala penilaian numerik (Numerical rating scales, NRS), pasien
menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif
digunakan saat mengkaji skala nyeri sebelum dan setelah dilakukan
terapeutik. Contoh, pasien post-appendiktomi hari pertama
menunjukkan skala nyerinya 9, setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama lima hari, hari ketiga perawatan pasien
menunjukkan skala nyerinya 4 (Potter, 2006).
(Sumber: Potter & Perry, 2006)
Gambar 2.1
Skala penilaian numerik (Numerical rating scales, NRS)
2. Skala deskriptif
Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS)
merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata
pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang
garis. Pendeskripsi ini diranking “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri
yang tidak tertahankan”. Perawat menunjukkan pasien skala
tersebut dan meminta pasien untuk memilih skala nyeri terbaru
nyang dirasakan (Potter, 2006).
8
Gambar 2.2
Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS)
3. Skala analog visual
Skala analog visual (Visual analoq scale, VAS) adalah suatu garis
lurus/horizontal sepanjang 10 cm, yang mewakili skala nyeri yang
terus-menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya, pasien
diminta untuk menunjuk titik pada garis yang menunjukkan letak
nyeri terjadi sepanjang garis tersebut. Ujung kiri biasanya
menandakan “tidak ada” atau “tidak nyeri”, sedangkan ujung kanan
biasanya menandakan “berat” atau “nyeri yang paling buruk”.
Untuk menilai hasil, sebuah penggaris diletakan sepanjang garis
dan jarak yang dibuat pasien pada garis dari “tidak nyeri” diukur
dan ditulis dalam centimeter (Smeltzer & Bare, 2002)
Gambar 2.3
Skala analog visual (Visual analoq scale, VAS)
4. Skala faces
Wong dan Baker (1988) dalam Perry & Potter (2010)
mengembangan skala wajah untuk mengkaji nyeri pada anak-anak.
Skala tersebut terdiri dari enam wajah kartun yang menggambarkan
wajah dari wajah yang sedang tersenyum (“tidak sakit”) kemudian
secara bertahap meningkat menjadi wajah kurang bahagia, wajah
yang sangat sedih, sampai wajah yang sangat ketakutan (“sakit yang
sangat”). Anak-anak berusia tiga tahun dapat menggunakan skala
tersebut (Potter, 2010).
8
Gambar 2.4
Skala Wajah (Wong dan Baker)
Pengkajian rasa nyeri pada anak meliputi verbal dan nonverbal.
Salah satu pendekatan yang digunakan adalah QUESTT:
a. Question the child (Bertanya pada anak)
Dalam bertanya kepada anak mengenai rasa nyeri, perawat harus
mengingat bahwa anak mungkin menyangkal rasa nyeri tersebut,
karena mereka takut kalau mereka nantinya akan disuntik analgetik
atau karena mereka percaya bahwa mereka pantas mendapatkan
hukuman atas beberapa kelakuan buruk mereka. Mereka juga akan
menyangkal rasa nyeri pada orang asing kecuali sudah mendapat izin
dari orang tuanya.
b. Use pain rating scale (Gunakan skala peringkat rasa nyeri)
Skala peringkat merupakan alat ukur untuk mengukur rasa nyeri
yang bersifat subjektif kuantitatif. Skala peringkat yang ada sangat
bervariasi. Tidak semua anak dapat diukur menggunakan skala
peringkat, agar hasilnya valid dan dapat dipercaya, skala peringkat
digunakan berdasarkan umur dan kemampuan anak. Anak usia tiga
tahun sudah dapat menggunakan skala peringkat wajah (Nursalam
2008:23).
c. Evaluate behavior and physilogic change (Evaluasi perubahan
tingkah laku dan fisiologi)
Perubahan tingkah laku merupakan indikator nonverbal anak
terhadap rasa nyeri. Respon perubahan perilaku anak terhadap rasa
8
nyeri cenderung sesuai dengan usia dan perkembangan anak. Pada
anak usia prasekolah biasanya respon tersebut meliputi :
Memiliki kemampuan untuk menggambarkan nyeri dan intensitas
serta lokasinya, seringkali berespon terhadap tangisan dan rasa
marah, mengaggap nyeri adalah sebuah hukuman, dapat belajar
bahwa terdapat perbedaan jenis kelamin dalam mengekspresikan
nyeri (Kozier 2011:696).
d. Secure parent’s involvement (Melibatkan orang tua)
Kemampuan orang tua untuk mengenali rasa nyeri pada anaknya
sangat bervariasi. Di samping itu, orang tua juga mengetaui
bagaimana cara untuk membuat anaknya merasa nyaman,seperti
mengayun-ayun, mengajak berputar-putar, atau bercerita. Agar
mendapatkan hasil pengkajian yang terbaik, sebaiknya perawat
menanyakan kepada orang tuanya mengenai bagaimana reaksi anak
tersebut dalam menghadapi rasa nyeri. Hal ini sangat penting untuk
menunjang proses keperawatan (Nursalam 2008:24).
e. Take cause of pain into account (Tentukan dan catat penyebab
rasa nyeri)
Jika anak menunjukkan perilaku yang mengarah ke rasa nyeri,
maka alasan untuk rasa tidak nyaman ini perlu diteliti (Nursalam
2008:24).
f. Take action and evaluate results (Ambil tindakan dan evaluasi
hasilnya)
Tindakan untuk menurunkan rasa nyeri dapat dilakukan dengan 2
cara yaitu Menggunakan obat dan tanpa obat. Sedangkan eva;uasi
dapat dilakukan dengan verbal maupun non-verbal. Evaluasi verbal
dilakukan atas pernyataan anak dan skala peringkat, sedangkan
untuk verbal dilakukan dengan melihat perilaku dan fisiologis anak
(Nursalam 2008:24).
2.1.7 Penatalaksanaan Nyeri
1. Tindakan peredaan nyeri non farmakologis
8
Tindakan nonfarmakologi mencakup intervensi perilaku-kognitif dan
penggunaan agen-agen fisik. Teknik- tekniknya antara lain sebagai
berikut :
a.) Stimulasi dan Masase Kutaneus, masase adalah stimulasi
kutaneus tubuh secara umum, sering dipusatkan pada punggung
dan bahu dan dapat membuat pasien lebih nyaman karena masase
membuat relaksasi otot dan memberikan istirahat yang tenang dan
kenyamanan.
b.) Terapi es dan panas, terapi es dapat menurunkan prostaglandin,
yang memperkuat sensitivitas reseptor nyeri dan subkutan lain
pada tempat cedera dengan menghambat proses inflamasi.
Penggunaan panas meningkatkan aliran darah ke suatu area dan
dapat menurunkan nyeri.
c.) Stimulasi Saraf Elektris Transkutan/TENS, menggunakan unit
yang dijalankan oleh baterai dengan elektroda yang dipasang pada
kulit untuk menghasilkan sensasi kesemutan, mendengung pada
area nyeri.
d.) Distraksi, adalah memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu
selain pada nyeri, atau dapat diartikan lain bahwa distraksi adalah
sesuatu tindakan pengalihan perhatian pasien ke hal-hal di luar
nyeri.
e.) Relaksasi, adalah perasaan bebas mental dan fisik dari ketegangan
dan stres yang membuat individu memiliki rasa kontrol terhadap
dirinya. ( Perry & Potter 2010) Teknik relaksasi nafas dalam
merupakan salah satu bentuk asuhan keperawatan, dalam hal ini
perawat mengajarkan kepada pasien bagaimana cara melakukan
nafas dalam, lambat, bagaimana menghembuskan nafas secara
perlahan. Selain dapat menurunkan skala nyeri nafas dalam dapat
meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigen darah,
pada anak usia prasekolah salah satunya dengan cara meniup
balon ( Wong, 2004 )
8
f.) Imajinasi terbimbing, menggunakan imajinasi seseorang dalam
suatu cara yang dirancang khusus untuk mencapai efek positif
tertentu (Smalzer & Bare, 2002:234).
g.) Hypnosis, hypnosis efektif dalam meredakan nyeri atau
menurunkan jumlah analgesik yang dibutuhkan pada nyeri akut
dan kronis.
2. Tindakan peredaan nyeri farmakologis
Menurut Perry & Potter (2006). Analgesik merupakan metode yang
paling umum utuk mengatasi nyeri. Ada empat jenis analgesik, yaitu:
a. Non-narkotik : Asetaminofen, Asam Asetilsalisifat,
b. NSAID : Ibuprofen, Naproksen, Indometasin, Tolmetin,
Piroksikam, Ketorotak.
c. Narkotika : Memperidin, Metimorfin, Morfin Sulfat, Fentanyl,
Butotanol, Hidromorfon,
d. Adjuvan : Amitriptilin, Hidroksin, Klopromazin, Diazepam.
2.2 Konsep Teknik Relaksasi Napas Dalam
2.2.1 Pengertian Relaksasi
Relaksasi adalah suatu tindakan untuk “membebaskan” mental dan
fisik dari ketegangan dan stres, sehingga dapat meningkatkan
toleransi terhadap nyeri. Berbagai metode relaksasi digunakan untuk
menurunkan kecemasan dan ketegangan otot (Nyeri) sehingga di
dapatkan penurunan denyut jantung, penurunan respirasi serta
penurunan ketegangan otot. Contoh menurunkan nyeri adalah
relaksasi nafas dalam dan relaksasi otot (Prasetyo, 2010).
2.2.2 Pengertian Relaksasi Nafas Dalam
8
Nafas dalam adalah relaksasi yang mudah dipelajari dan
berkontribusi dalam menurunkan atau meredakan nyeri dengan
mengurangi tekanan otot dan ansietas. Siklus ini diikuti denagn nafas
dalam dan perlahan yang mirip seperti menguap (Prasetyo, 2010).
2.2.3 Manfaat Relaksasi Nafas dalam
Relaksasi nafas dalam dapat mengendalikan dan mengembalikan
emosi yang membuat tubuh menjadi rileks (Satriya, 2014 dalam
Nadine, 2018) Berikut manfaat teknik relaksasi nafas dalam :
1. Ketentraman hati
2. Berkurangnya rasa cemas, khawatir dan gelisah
3. Tekanan dan ketegangan jiwa menjadi rendah
4. Detak jantung sedikit rendah
5. Mengurangi tekanan darah
6. Tidur lelap
7. Meningkatkan daya berfikir logis
8. Meningkatkan kreatifitas
9. Mengurangi ketegangan otot (Nyeri)
( Riadi dkk, 2016 dalam Nadine, 2018 ).
2.2.4 Prosedure Teknik Relaksasi Nafas Dalam Meniup Balon
Prosedur atau tindakan sama seperti teknik relaksasi nafas dalam
tetapi pada anak usia pra-sekolah di kombinasikan dengan cara
meniup balon. Berikut prosedur tindakan meniup balon :
1. Mengatur posisi pasien senyaman mungkin
2. Rilekskan tubuh, tangan dan kaki (motivasi dan anjurkan pasien
untuk rileks)
3. Siapkan balon/pegang balon dengan kedua tangan, atau satu
tangan memegang balon tangan yang lain rilek disamping kepala
4. Tarik napas secara maksimal melalui hidung, ditahan selama 2-3
detik kemudian tiupkan ke dalam balon secara maksimal selama
5 detik (balon mengembang)
8
5. Tutup balon dengan jari-jari
6. Tarik napas sekali lagi secara maksimal dan tiupkan lagi kedalam
balon (ulangi prosedur nomor 5).
7. Lakukan 5 menit dalam 1 set latihan
8. Istirahat selama 1 menit untuk mencegah kelemahan otot
9. Sambil istirahat tutup balon/ikat balon yang telah mengembang
10. Ambil balon berikutnya dan ulangi prosedur nomor 5
11. Lakukan 5 menit latihan setiap sesion (meniup 3 balon)
12. Hentikan latihan jika terjadi pusing atau nyeri dada.
Sumber : ( Awaludin, 2007).
2.2.5 Fisiologi Relaksasi Nafas Dalam Untuk Mengurangi Nyeri
Menurut (Prasetyo 2010) berikut secara singkat proses terjadinya nyeri
dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Stimulus Nyeri : Biologis, Zat Kimia, Panas, Listrik Serta Mekanik
Stimulus Nyeri Menstimulasi Nosireseptor Di Perifer
Implus Nyeri Diteruskan Oleh Serat Afferen (A-Delta & C) Ke Medulla Spinalis
Melalui Dorsal Horn
Implus Bersinapsis Di Substansi Gelatinosa (Lamina II Dan III)
8
Implus Melewati Traktus Spinothalamus
Implus Masuk Ke Formatio Retikularis Implus Langsung Masuk Ke Thalamus
Sistem Limbik Fast Pain
Slow Pain
- Timbul respon emosi
- Respon otonom : TD meningkat, Keringat dingin
Gambar 2.5
Untuk mengetahui dan memahami proses terjadinya nyeri, dibutuhkan
pengetahuan yang baik tentang anatomi fisiologi sistem persyarafan.
Rangkaian proses terjadinya nyeri dimulai dari tahap tranduksi. Dimana
terjadi ketika nosiseptor yang terletak pada bagian perifer tubuh di
stimulasi oleh berbagai stimulus seperti, faktor biologis, zat kimia,
mekanik, listrik, termal, radiasi dan lain-lain.
Fast pain dicetus oleh reseptor tipe mekanis atau thermal (yaitu serabut
saraf A-Delta), sedangkan slow pain (Nyeri Lambat) biasanya
dicetuskan oleh (serabut saraf C). Serabut saraf A-Delta mempunyai
karakteristik menghantarkan nyeri dengan cepat serta beremiliasi.
serabut saraf A juga mampu mengirim sensasi tajam, terlokasi, dan jelas
dalam melokalisasi sumber nyeri dan mendeteksi intensitas nyeri.
Sedangkan serabut saraf C tidak bermielinasi, berukuran sangat kecil
dan bersifat lambat dalam menghantarkan nyeri yang tidak terlokalisasi,
viseral dan terus-menerus.
8
Tahap selanjutnya adalah transmisi dimana implus nyeri kemudian di
transmisikan serat afferen (A-Delta dan C) ke medulla spinalis melalui
dorsal horn. Dimana implus akan bersinapsis di substansi gelatinosa
(lamina II dan III). implus kemudian ke atas ke atas melewati traktus
spinothalamus anterior dan lateral. Beberapa implus yang melewati
traktus spinothalamus lateral diteruskan langsung ke thalamus tanpa
singgah di formatio retikularis membawa implus fast pain. Di bagian
thalamus dan korteks serebri inilah individu kemudian dapat
mempersepsikan, menggambarkan, melokalisasi, menginterprestasikan
dan mulai berespon terhadap nyeri.
Beberapa implus nyeri diransmisikan melalui traktus
paleospinothalamus pada bagian tengah medula spinalis. implus ini
memasuki formatio retikularis dan sistem limbik yang mengatur
perilaku emosional dan kognitif, serta integrasi dari sistem saraf
otonom. Slow pain yang terjadi akan membangkitkan emosi sehingga
timbul respon terkejut, marah, cemas, tekanan darah meningkat, keluar
keringat dingin dan jantung berdebar-debar.
2.3 Konsep Anak Usia Presekolah
2.3.1 Definisi Anak Usia Presekolah
Anak adalah seseorang yang sampai berusia 18 tahun, termasuk anak
yang masih dalam kandungan. Anak presekolah adalah mereka yang
berusia antara 4-6 tahun. Di Indonesia untuk usia 4-6 tahun biasanya
mengikuti program Taman Kanak-Kanak (Peraturan Menteri
Kesehatan, 2014).
2.3.2 Tahap Tumbuh Kembang Anak Usia Presekolah
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta
jaringan interseluler, berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur
tubuh sebagian atau keseluruhan, sehingga dapat diukur dengan satuan
panjang dan berat. Sedangkan perkembangan adalah bertambahnya
struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam kemampuan
8
gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi dan
kemandirian (Peraturan Menteri Kesehatan, 2014).
Pada masa ini, pertumbuhan berlangsung dengan stabil. Terjadi
perkembangan dengan aktivitas jasmani yang bertambah dan
meningkatnya ketrampilan dan proses berfikir. Memasuki masa
prasekolah, anak mulai menunjukkan keinginannya, seiring dengan
pertumbuhan dan perkembangannya. Pada masa ini, selain lingkungan
di dalam rumah maka lingkungan di rumah sakit juga mulai
diperkenalkan. Anak mulai berteman, dan sepatutnya pihak rumah
sakit juga menyediakan fasilitas permainan untuk anak selama di rawat
di rumah sakit. Lingkungan-lingkungan di rumah sakit juga harus
menciptakan suasana bermain yang bersahabat untuk anak (child
friendly environment).
Pada masa ini anak dipersiapkan untuk sekolah, untuk itu panca indra
dan sistim reseptor penerima rangsangan serta proses memori harus
sudah siap sehingga anak mampu belajar dengan baik. Perlu
diperhatikan bahwa proses belajar pada masa ini adalah dengan cara
bermain. Orang tua dan keluarga diharapkan dapat memantau
pertumbuhan dan perkembangan anaknya, Agar dapat dilakukan
intervensi dini bila anak mengalami kelainan atau gangguan (Pedoman
Pelaksanaan Sdidtk , 2016).
2.3.3 Ciri Anak Usia Presekolah
Menurut Snowman (1993) dalam Awaludin (2007) mengemukakan
ciri-ciri anak preschool meliputi aspek fisik, sosial, emosi dan kognitif.
1. Ciri Fisik Anak Preschool
Anak preschool umumnya sangat aktif. Mereka telah memiliki
penguasaan terhadap tubuhnya dan sangat menyukai kegiatan yang
dilakukan sendiri. Setelah anak melakukan berbagai kegiatan, anak
membutuhkan istirahat yang cukup. Otot-otot besar pada anak
8
preschool lebih berkembang dari kontrol terhadap jari dan tangan.
Anak masih sering mengalami kesulitan apabila harus memfokuskan
pandangannya pada objek-objek yang kecil ukurannya, itulah
sebabnya koordinasi tangan dan matanya masih kurang sempurna.
Rata-rata kenaikan berat badan per tahun sekitar 16,7-18,7 kg tinggi
sekitar 103-110 cm.
2. Ciri Sosial Anak Preschool
Anak preschool biasanya mudah bersosialisasi dengan orang di
sekitarnya. Biasanya mereka mempunyai sahabat yang berjenis
kelamin sama. Kelompok bermainnya cenderung kecil dan tidak
terlalu terorganisasi secara baik, oleh karena itu kelompok tersebut
cepat berganti-ganti. Anak menjadi sangat mandiri, agresif secara fisik
dan verbal, bermain secara assosiatif, mulai mengeksplorasi
seksualitas.
3. Ciri Emosional Anak Preschool
Anak cenderung mengekspresikan emosinya dengan bebas dan
terbuka. Sikap sering marah dan iri hati sering diperlihatkan.
4. Ciri Kognitif Anak Preschool
Anak preschool umumnya telah terampil dalam berbahasa. Sebagian
besar dari mereka senang bicara, khususnya dalam kelompoknya.
Sebaiknya anak diberi kesempatan untuk berbicara. Sebagian dari
mereka perlu dilatih untuk menjadi pendengar yang baik.
2.4 Bermain Selama Hospitalisasi
2.4.1 Definisi Bermain
Bermain adalah simulasi yang sangat tepat untuk anak. Bermain dapat
meningkatkan daya pikir anak untuk mendayagunakan aspek
emosional, sosial, meningkatkan kemampuan fisik, pengalaman,
pengetahuan dan keseimbangan mental anak. Berdasarkan paparan di
atas dapat disimpulkan bahwa bermain merupakan kegiatan yang
8
dilakukan anak untuk mengatasi berbagai macam perasaan yang tidak
menyenangkan dalam dirinya. Dengan bermain anak akan
mendapatkan kegembiraan dan kepuasan (Saputro & Fazrin, 2017).
Salah satu aktivitas bermain untuk prosedur khusus dirumah sakit
adalah meniup balon. Tujuannya untuk membantu melancarkan
pernafasan dan mempertahankan pola nafas anak tetap normal. Nafas
dalam seperti meniup gelombung busa, balon, bola kapas dan lain-
lain. Balon lebih mudah digunakan karena bentuknya elastis sehingga
lebih efektif jika dilakukan untuk terapi nafas dalam. Balon memiliki
warna yang menarik sehingga membuat anak-anak tertarik dalam
melakukan terapi nafas dalam dan anak dapat memilih warna
kesukaan mereka (Royani, 2017).
2.4.2 Fungsi Bermain Di Rumah Sakit
Dunia anak memang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan bermain.
Diharapkan dengan bermain, anak akan mendapatkan stimulus yang
mencukupi agar dapat berkembang secara optimal. Adapun fungsi
bermain pada anak yaitu:
1. Perkembangan sensoris-motorik
Aktivitas sensoris-motorik merupakan komponen terbesar yang
digunakan anak dan bermain aktif sangat penting untuk perkembangan
fungsi otot.
2. Perkembangan intelektual
Anak melakukan eksplorasi dan manipulasi terhadap segala sesuatu
yang ada di lingkungan sekitarnya, terutama mengenal warna, bentuk,
ukuran, tekstur, dan membedakan objek. Misalnya meniup balon
dapat mengenalkan warna dan tekstur balon pada anak. Semakin
sering anak melakukan eksplorasi akan melatih kemampuan
intelektualnya.
3. Perkembangan sosial
8
Perkembangan sosial ditandai dengan kemampuan berinteraksi dengan
lingkungannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar memberi
dan menerima. Bermain dengan orang lain akan membantu anak untuk
mengembangkan hubungan sosial dan belajar memecahkan dari
hubungan tersebut. Saat melakukan aktivitas bermain, anak belajar
berinteraksi dengan teman, memahami lawan bicara, dan belajar
tentang nilai sosial yang ada pada kelompoknya.
4. Perkembangan kreativitas
Berkreasi adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu dan
mewujudkannya ke dalam bentuk objek dan atau kegiatan yang
dilakukannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar dan
mencoba untuk merealisasikan ide-idenya.
5. Perkembangan kesadaran diri
Melalui bermain, anak akan mengembangkan kemampuannya dalam
mengatur tingkah laku. Dalam hal ini, Peran orang tua sangat penting
untuk menanamkan nilai moral dan etika, Terutama dalam kaitannya
dengan kemampuan untuk memahami dampak positif dan negatif dari
perilakunya terhadap orang lain. Nilai-nilai moral anak mempelajari
nilai benar dan salah dari lingkungannya, Terutama dari orang tua dan
guru. Dengan melakukan aktivitas bermain, Anak akan mendapat
kesempatan untuk menerapkan nilai-nilai tersebut sehingga dapat
diterima di lingkungannya dan dapat menyesuaikan diri dengan
aturan-aturan kelompok yang ada dalam lingkungannya.
6. Bermain Sebagai Terapi
Pada saat anak dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai
perasaan yang sangat tidak menyenangkan seperti: marah, takut,
cemas, sedih dan nyeri. Perasaan tersebut merupakan dampak dari
hospitalisasi yang dialami anak karena menghadapi beberapa stressor
yang ada di lingkungan rumah sakit. Untuk itu, dengan melakukan
permainan anak akan terlepas dari ketegangan dan stress yang
8
dialaminya karena dengan melakukan permainan, anak akan dapat
mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya (distraksi). Contohnya
seperti Terapi Relaksasi Nafas Dalam dengan cara meniup balon.
2.4.3 Prinsip Bermain Di Rumah Sakit
Agar anak dapat lebih efektif dalam bermain di rumah sakit, perlu
diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Permainan tidak banyak menggunakan energi
Waktu untuk terapi bermain 30-35 menit yang terdiri dari tahap
persiapan 5 menit, tahap pembukaan 5 menit, tahap kegiatan 20 menit
dan tahap penutup 5 menit. Lama pemberian terapi bermain bisa
bervariasi, idealnya dilakukan 15-30 menit dalam sehari selama 2-3
hari. Pelaksanaan terapi ini dapat memberikan mekanisme koping dan
menurunkan kecemasan pada anak.
2. Mainan harus relatif aman dan terhindar dari infeksi silang.
Permainan harus memperhatikan keamanan dan kenyamanan. Anak
kecil perlu rasa nyaman dan yakin terhadap benda-benda yang
dikenalnya misalnya mainan yang tidak membuat anak tersedak, tidak
mengandung bahan berbahaya, tidak tajam, tidak membuat anak
terjatuh, kuat dan tahan lama.
3. Sesuai dengan kelompok usia.
Pada rumah sakit yang mempunyai tempat bermain, hendaknya perlu
dibuatkan jadwal dan dikelompokkan sesuai usia karena kebutuhan
bermain berlainan antara usia yang lebih rendah dan yang lebih tinggi.
4. Tidak bertentangan dengan terapi
Terapi bermain harus memperhatikan kondisi anak. Bila program
terapi mengharuskan anak harus istirahat, maka aktivitas bermain
hendaknya dilakukan ditempat tidur. Permainan tidak boleh
bertentangan dengan pengobatan yang sedang dijalankan anak.
Apabila anak harus tirah baring, Harus dipilih permainan yang dapat
dilakukan di tempat tidur, Dan anak tidak boleh diajak bermain
8
dengan kelompoknya di tempat bermain khusus yang ada di ruang
rawat.
5. Perlu keterlibatan orangtua dan keluarga
Banyak teori yang mengemukakan tentang terapi bermain, namun
menurut Wong (2009), keterlibatan orangtua dalam terapi adalah
sangat penting, hal ini disebabkan karena orangtua mempunyai
kewajiban untuk tetap melangsungkan upaya stimulasi tumbuh
kembang pada anak walaupun sedang dirawat si rumah sakit.
Keterlibatan orangtua dalam perawatan anak di rumah sakit
diharapkan dapat mengurangi dampak hospitalisasi. Keterlibatan
orangtua dan anggota keluarga tidak hanya mendorong perkembangan
kemampuan dan ketrampilan sosial anak, Namun juga akan
memberikan dukungan bagi perkembangan emosi positif, Kepribadian
yang adekuat serta kepedulian terhadap orang lain. Sedangkan
Perawat hanya bertindak sebagai fasilitator sehingga apabila
permainan dilakukan oleh perawat, orang tua harus terlibat secara
aktif dan mendampingi anak mulai dari awal permainan sampai
mengevaluasi hasil permainan bersama dengan perawat dan orang tua
anak lainnya.
2.5 Kerangka Teori
Pembedahan Anak Usia Preschool
Pasca Bedah
Nyeri Post Op Bedah
Non-Farmakologi
a. Stimulasi dan Massase Kutaneus
b. Terapi es dan panas c. Stimulasi saraf elektris
transkutan / TENS d. Imajinasi terbimbing e. Hypnosis f. Distraksi g. Relaksasi
- Relaksasi Progresif - Relaksasi Nafas
Dalam ( Meniup Balon )
8
Gambar 2.6
Kerangka teori penelitian
2.6 Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan
atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep lainnya, atau antara
variabel yang satu dengan variabel lain dari masalah yang akan diteliti
(Notoatmodjo, 2010).
Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan
antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian
yang akan dilakukan. Kerangka konsep ini dikembangkan atau diacukan
kepada tujuan penelitian yang telah dirumuskan, serta didasari oleh
kerangka teori yang telah disajikan dalam tinjauan kepustakaan
sebelumnya (Notoatmodjo, 2010) Berdasarkan hal tersebut peneliti
mengambil variabel yang diteliti adalah skala nyeri pada tindakan teknik
relaksasi nafas dalam meniup balon. Kemudian dapat digambarkan
kerangka konsep penelitian sebagai berikut:
Farmakologi
a. Non-Narkotik b. NSAID c. Narkotika d. Adjuvan
Sumber : Perry & Potter (2010)
Skala Nyeri Anak Post Operasi
Skala Nyeri Anak Post Operasi
Pretest
Teknik Relaksasi Nafas Dalam meniup balon
Intervensi Post test
8
Gambar 2.7
Kerangka Konsep
2.7 Hipotesis penelitian
Terdapat pengaruh rata-rata skala nyeri pada pasien usia preschool Pasca
bedah yang sudah dilakukan tindakan teknik relaksasi nafas dalam dengan
meniup balon.