BAB II TINJAUAN PUSTAKA · 2020. 3. 10. · Budaya media merupakan sebuah ketergantungan terhadap...

18
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communications berasal dari bahasa latin communication, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama; sama disini artinya sama makna atau sama arti (Effendi, 2007:9). Menurut Harold Laswell cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan- pertanyaan berikut: who (siapa), says what (mengatakan apa), in which channel (dengan saluran apa), to whom (kepada siapa), with what effect (dengan pengaruh bagaimana) (Mulyana, 2005:62). Jadi berdasarkan paradigm Lasswell tersebut, komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu. Jika kita berada dalam situasi komunikasi, maka kita memiliki kesamaan terhadap orang lain, seperti kesamaan bahasa atau kesamaan arti simbol-simbol yang digunakan dalam berkomunikasi. Seperti yang dinamakan Wilbur Schramm yaitu frame of reference atau dapat diartikan sebagai kerangka acuan, yaitu paduan pengalaman dan pengertian. Selain itu Schramm juga mengatakan bahwa field of experience atau bidang pengalaman merupakan faktor yang sangat penting untuk terjadinya komunikasi. Apabila pengalaman komunikator tidak sama dengan bidang pengalaman komunikan, maka timbul kesukaran untuk mengerti satu sama lain dan situasi akan menjadi tidak komunikatif. Study Joseph A. DeVito, dalam bukunya Communicology, membagi komunikasi menjadi empat macam bagian yaitu komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok kecil, komunikasi publik, dan komunikasi massa (Cangara, 2006:29). Komunikasi massa adalah jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar,

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA · 2020. 3. 10. · Budaya media merupakan sebuah ketergantungan terhadap...

  • 10

    2

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Komunikasi

    Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communications

    berasal dari bahasa latin communication, dan bersumber dari kata

    communis yang berarti sama; sama disini artinya sama makna atau sama

    arti (Effendi, 2007:9). Menurut Harold Laswell cara yang baik untuk

    menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan-

    pertanyaan berikut: who (siapa), says what (mengatakan apa), in which

    channel (dengan saluran apa), to whom (kepada siapa), with what effect

    (dengan pengaruh bagaimana) (Mulyana, 2005:62). Jadi berdasarkan

    paradigm Lasswell tersebut, komunikasi adalah proses penyampaian pesan

    oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan

    efek tertentu.

    Jika kita berada dalam situasi komunikasi, maka kita memiliki

    kesamaan terhadap orang lain, seperti kesamaan bahasa atau kesamaan arti

    simbol-simbol yang digunakan dalam berkomunikasi. Seperti yang

    dinamakan Wilbur Schramm yaitu frame of reference atau dapat diartikan

    sebagai kerangka acuan, yaitu paduan pengalaman dan pengertian. Selain

    itu Schramm juga mengatakan bahwa field of experience atau bidang

    pengalaman merupakan faktor yang sangat penting untuk terjadinya

    komunikasi. Apabila pengalaman komunikator tidak sama dengan bidang

    pengalaman komunikan, maka timbul kesukaran untuk mengerti satu sama

    lain dan situasi akan menjadi tidak komunikatif.

    Study Joseph A. DeVito, dalam bukunya Communicology,

    membagi komunikasi menjadi empat macam bagian yaitu komunikasi

    antarpribadi, komunikasi kelompok kecil, komunikasi publik, dan

    komunikasi massa (Cangara, 2006:29). Komunikasi massa adalah jenis

    komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar,

  • 11

    heterogen, dan anonim melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan

    yang sama dapat di terima secara serentak dan sesaat (Rakhmat,

    2005:189).

    Sedangkan menurut Bittner (Ardianto, 2004:3) komunikasi massa

    yakni pesan yang di komunikasikan melalui media massa pada sejumlah

    orang (mass communication is messages communication through a mass

    medium to a large number of people). Jadi pada dasarnya komunikasi

    massa bertujuna untuk mempengaruhi orang lain menggunakan berbagai

    media yang ada. Studi tentang media massa termasuk dalam bidang ilmu

    pengetahuan yang lebih luas berkenaan dengan komunikasi manusia.

    Bidang ilmu pengetahuan yang luas tersebut dapat dibagi menurut

    beberapa pembagian. Salah satunya berdasarkan peringkat organisasi

    sosial yang merupakan tempat berlangsungnya komunikasi. Dari

    perspektif tersebut, komunikasi mencakup sejumlah masalah dan prioritas

    tertentu, serta memiliki serangkaian kenyataan dan teori tersendiri.

    Komunikasi massa hanya merupakan salah satu proses komunikasi yang

    berlangsung pada peringkat masyarakat luas yang identifikasinya

    ditentukan oleh ciri khas institusionalnya (gabungan antara tujuan,

    organisasi, dan kegiatan yang sebenarnya).

    2.1.1 Globalisasi budaya dan terbentuknya budaya media

    Globalisasi merupakan proses di mana antar individu,

    antar kelompok, dan antar negara saling berinteraksi,

    bergantung, terkait, dan saling mempengaruhi satu sama lain

    yang melintasi batas negara. Globalisasi juga dapat di artikan

    sebagai penyusun ruang dan waktu, dimana jarak dalam

    interaksi untuk motif-motif apapun menjadi tidak berarti.

    Menurut Wijendaru, globalisasi yang terjadi sejak akhir

    abad ke-20 mengharuskan masyarakat dunia bersiap-siap

    menerima masuknya pengaruh budaya barat terhadap seluruh

    aspek kehidupan. Aspek kebudayaan menjadi isu penting

  • 12

    globalisasi karena budaya pop (film, musik, pakaian, dan

    sebagainya) mengusung nilai-nilai dan ideologi barat seperti

    pleasure, hiburan, gaya hidup modern (Muharrominingsih,

    2006:49). Berbicara mengenai globalisasi yang hanya

    menekankan bahwa Amerikanisasi, sepertinya hanya

    merupakan wacana perdebatan lama. Di Asia khususnya,

    masyarakat mulai bosan dengan budaya popular Amerika yang

    notabene bertahun-tahun menguasai pasar, sehingga muncullah

    budaya global alternatif yang tidak di dominasi oleh budaya

    luar tetapi mulai menyisipkan budaya-budaya ketimuran atau

    budaya Asia.

    Munculnya budaya global alternatif ini disebabkan

    kelemahan pada asumsi-asumsi imperialisme budaya seperti

    tidak melakukan analisis dinamika yang terjadi pada tingkat

    individu. Peneliti imperialsime budaya memang lebih

    menekankan diri pada unsur unsur makro. Morley juga

    mengkritik model awal imperialisme budaya karena hanya

    mempertimbangkan secara eksklusif arus komunikasi

    internasional searah dari Amerika ke seluruh belahan dunia

    lain. Contoh nyata saat ini, banyak terdapat counter flow

    exporter program televisi dari pelbagai belahan dunia

    (Baddrudin, 2006:77).

    Korea merupakan salah satu contoh sukses exporter

    program televisi, khususnya wilayah Asia, bahkan sudah

    merambah ke wilayah Eropa dan Amerika. Tidak bisa

    dipungkiri, Korea pada abad ke 21 dapat dikatakan berhasil

    menjadi saingan berat Hollywood dan Bollywood dalam

    melebarkan sayap budayanya ke seluruh dunia internasional

    melalui tayangan hiburannya seperti film, drama, dan musik.

  • 13

    Budaya pop Korea dengan segala kemajuan yang

    dialaminya tetap mengemas nilai-nilai Asia didalamnya. Hal

    inilah yang menjadi daya Tarik tersendiri, terutama bagi

    masyarakat Asia yang merasa ada kedekatan tersendiri saat

    menyaksikannya. Di tengah arus globalisasi dan modernisasi

    yang semakin memudarkan nilai-nilai budaya tradisional,

    tayangan Korea secara konsisten menampilkan budaya Korea

    dan Asia, seperti sopan santun, penghormatan kepada orang

    yang lebih tua, pengabdian pada keluarga, nilai kolektivitas

    atau kebersamaan, serta nilai kesakralan cinta dam pernikahan.

    Nilai-nilai ini ditampilkan secara unik dalam situasi kehidupan

    sehari-hari masyarakat Korea modern yang telah mengalami

    kemajuan teknologi dan ekonomi yang pesat.

    Didalam wilayah yang telah lama didominasi oleh

    budaya popular dari Hollywood, budaya pop dari Seoul ini

    menjadi fenomena yang unik dan mengejutkan. Para jurnalis

    dari berbagai media dari berbagai belahan dunia kini ramai

    membicarakan fenomena ini. Sementara para akademisi dan

    peneliti mulai membuat teori-teori ilmiah yang digunakan

    untuk menjelaskan gelombang tersebut. Memang tidak terduga,

    Korea Selatan yang pada satu dasawarsa lalu tidak terpengaruh

    dalam bidang industri budaya populer dan bahkan berposisi

    marginal dalam bidang tersebut, kini telah berhasil menjadi

    salah satu negara cultural exporter di Asia. Korea telah mejadi

    sebuah negara dengan industri budaya yang kuat, mampu

    mengekspor produk-produk budaya populernya ke luar negeri

    dan menyebarkan pengaruh kultural.

    Tidak bias dipungkiri media menjadi pelaku utama

    globalisasi budaya. Sebuah budaya media telah hadir, dimana

    citra, suara, dan lensa mampu menghasilkan bahan yang

  • 14

    digunakan orang untuk membangun identitas pribadi., seperti

    yang diungkapkan Kellner dalam bukunya Budaya Media:

    “Radio, televisi, film dan berbagai bentuk produk lain

    dari industri budaya memberikan contoh tentang makna dari

    menjadi seorang pria atau wanita, dari kesuksesan atau

    kegagalan, berkuasa atau tidak berkuasa. Budaya juga

    memberikan bahan yang digunakan orang banyak untuk

    membangun naluri tentang kelas mereka, tentang etnis dan ras,

    berkebangsaan, seksualitas, tentang kita dan mereka. Budaya

    media membentuk apa yang dianggap baik atau buruk, positif

    atau negatif, bermoral atau hidup biadap” (Kellner, 2010)

    Budaya media merupakan sebuah ketergantungan

    terhadap media. Media menempati posisi primer dalam

    kehidupan manusia. Orang menghabiskan banyak waktu

    mendengarkan radio, menonton televisi, pergi menonton

    bioskop, menikmati musik, membaca majalah dan koran, serta

    bentuk-bentuk budaya media yang lainnya. Maka budaya

    media yang mendominasi kehidupan sehari-hari sebagai latar

    belakang yang selalu hadir dan menggoda kita.

    2.1.2 Media massa dan penggemar budaya pop Korea

    Kehidupan masyarakat diawal abad ke 21 diwarnai

    dengan beragam cara manusia menerima dan menggunakan

    teknologi. Salah satu bentuk teknologi yang mewarnai

    kehidupan manusia dimasa sekarang adalah bentuk-bentuk

    beragam alat yang dapat menjaring komunikasi antar manusia

    diseluruh dunia yaitu media massa. Kehadiran media massa

    sangat erat kaitanya dengan penyebaran budaya, karena melalui

    media massa lah orang-orang kreatif punya tempat yang tepat.

    Media massa dapat memperkaya masyarakat dengan

  • 15

    menyebarkan karya kreatif dari manusia seperti karya sastra,

    musik, dan film (Vivian, 2008:505).

    Budaya pop yang di produksi secara massa dan

    dipublikasikan melalui media massa yang didalamnya

    bersembunyi kepentingan-kepentingan kaum kapitalis maupun

    pemerintah disebut budaya massa. Pertumbuhan budaya ini

    berarti memberi ruang yang makin sempit bagi segala jenis

    kebudayaan yang tidak dapat menghasilkan uang, yang tidak

    dapat diproduksi secara massa (Strinati, 2007:12). Media massa

    memiliki peranan penting dalam mensosialisasikan nilai-nilai

    tertentu dalam masyarakat. Hal ini tampak dalam salah satu

    fungsi yang dijalankan media massa yaitu fungsi transmisi,

    dimana media massa digunakan sebagai alat untuk mengirim

    warisan sosial seperti budaya. Melalui fungsi transmisi, media

    dapat mewariskan norma dan nilai tertentu dari suatu

    masyarakat ke masyarakat lain.

    Menurut Dominick, sebagai konsekuensi dari fungsi

    transmisi ini, media massa memiliki kemampuan untuk

    menjalankan peran ideologis dengan menampilkan nilai-nilai

    tertentu sehingga menjadi nilai yang dominan. Fungsi ini

    dikenal sebagai fungsi sosialisasi yang merujuk pada cara

    orang mengadopsi perilaku dan nilai dari sebuah kelompok

    (Setiowati, 2008:537).

    Budaya pop Korea yang marak di Indonesia pada

    mulanya ditujukan untuk menyaingi impor budaya luar ke

    dalam Korea serta menambah pendapatan ekonomi negara,

    namun karena pasar Asia ternyata potensial sejalan dengan

    pertumbuhan ekonomi negara-negara di Asia, maka penyebaran

    budaya pop Korea ini menjadi sarana untuk melanggengkan

    kapitalisme Korea. Dengan semakin banyaknya penikmat

  • 16

    budaya pop Korea, maka akan memberikan dampak yang

    signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Korea sendiri.

    Hal inilah yang dimanfaatkan kapitalis untuk memproduksi

    budaya Korea secara massal di berbagai wilayah termasuk

    Indonesia. Penyebaran budaya pop Korea yang begitu pesat

    merupakan andil besar bagi para pemegang modal (kapitalis)

    dan pemerintah Korea sendiri. Para pemegang modal

    membiayai produksi misalnya tayangan hiburan Korea dan

    penyebarluasannya. Sementara pemerintah sendiri mendukung

    dengan pemberian modal bantuan bagi produksi tayangan

    tersebut. Hal ini dilakukan untuk melanggengkan ideologi

    Korea melalui tayangan hiburan agar Korea dapat dengan

    mudah diterima di mata dunia.

    2.1.3 Ciri-ciri budaya Populer

    Ciri-ciri budaya populer; Tren, sebuah budaya yang

    menjadi trend dan diikuti atau disukai banyak orang berpotensi

    menjadi budaya populer; Keseragaman bentuk, sebuah ciptaan

    manusia yang menjaadi tren akhirnya diikuti oleh banyak

    copycat-penjiplak. Karya tersebut dapat menjadi pionir bagi

    karya-karya lain yang berciri sama, sebagai contoh genre musik

    pop (diambil dari kata popular) adalah genre musik yang notasi

    nada tidak terlalu kompleks, lirik lagunya sederhana dan

    mudah dinikmati dan diadopsi oleh khalayak, hal ini mengarah

    pada tren; Durabilitas, sebuah budaya populer akan dilihat

    berdasarkan durabilitas menghadapi waktu, pionir budaya

    populer yang dapat mempertahankan dirinya bila pesaing yang

    kemudian muncul tidak dapat menyaingi keunikan dirinya,

    akan bertahan-tahan seperti merek Coca-cola yang sudah ada

    berpuluh-puluh tahun; Profitabilitas, dari sisi ekonomi, budaya

    populer berpotensi menghasilkan keuntungan yang besar bagi

  • 17

    industry yang mendukungnya.

    (http://www.slideshare.net/andreyuda/media-dan-budaya-

    populer)

    2.2 Penelitian terdahulu

    Penelitian tentang analisa gaya hidup anak muda yang meniru

    budaya pop Korea, sudah banyak dilakukan. Penelitian yang telah

    dilakukan oleh para peneliti terdahulu berada pada tema yang sama, yaitu

    mengenai pengaruh budaya Korean Wave terhadap perubahan budaya

    remaja. Pada bagian ini, peneliti berupaya mereview tiga sumber.

    Pertama, Jurnal penelitian berjudul Analisa Gaya Hidup Remaja

    Dalam Mengimitasi Budaya Pop Korea Melalui Televisi (Studi Pada

    siswa SMA Negeri 9, Manado) yang dilakukan oleh Olivia M. Kaparang

    (2013), mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Sam Ratulangi.

    Penelitian ini menjelaskan bahwa proses perkembangan dan pengimitasian

    remaja terhadap budaya pop Korea semakin meningkat sejalan dengan

    perkembangan teknologi dan informasi melalui media massa khususnya

    televisi.

    Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Modelling.

    Inti dari teori ini adalah permodelan (modeling), dan permodelan inilah

    yang merupakan salah satu langkah penting dari pembelajaran terpadu.

    Pertama-tama seseorang akan melakukan pengamatan akan sikap,

    perilaku, dan hasil dari perilaku orang lain tersebut yang kemudian akan ia

    tiru (imitasi) sehingga orang tersebut akan dijadikan role model bagi

    dirinya.

    Proses pengimitasian para remaja ini, memperlihatkan terjadinya

    sebuah pergeseran kekaguman terhadap budaya sendiri. Nampak dengan

    jelas proses pergeseran budaya. Orang tua tidak mampu mengarahkan

    mereka untuk tetap mengagumi dan mengimitasi budaya sendiri melainkan

  • 18

    mengizinkan anak-anak mereka mengimitasi budaya pop Korea dengan

    cara berpakaian serta bergaya Korea.

    Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan penulis

    lakukan adalah, dalam penelitian ini penulis ingin lebih spesifik dengan

    remaja yang meniru menggunakan fashion, kosmetik atau skin care ala

    Korea.

    Kedua, Jurnal penelitian yang berjudul Bentuk Budaya Populer

    dan Konstruksi Perilaku Konsumen: Studi Terhadap Remaja yang

    dilakukan oleh Melly Ridharyanthi (2014), seorang lulusan mahasiswa

    Jurusan Media dan Komunikasi Universitas Kebangsaan Malaysia. Dalam

    penelitiannya, Ia menjelaskan bahwa perkembangan budaya Korean Wave

    telah di bantu oleh media massa yang menyampaikan informasi apapun ke

    seluruh dunia dengan cepat. Produk budaya Korea seperti musik, drama

    dan film (produk pertelevisian), makanan, fashion, dan gaya hidup di

    expos ke seluruh dunia sebagai bentuk globalisasi budaya populer. Segala

    bentuk informasi mengenai budaya Korea dengan mudah diakses oleh

    masyarakat khususnya para remaja.

    Dalam penelitian ini, Melly mengungkapkan telah terjadi

    pergeseran jati diri dan terkonstruknya remaja akibat konsumsi budaya

    Korean Wave melalui media massa. Remaja menjadikan media massa

    sebagai pemuas rasa ingin tahu secara terus-menerus- telah membentuk

    suatu kegiatan konsumsi tertentu dan telah terkonstruksi prilaku terhadap

    pengaruh budaya Korean Wave.

    Ketiga, Analisis Pengaruh Musik Korea Populer Terhadap Gaya

    Hidup dikalangan Remaja, penelitian yang dilakukan oleh Amalio Izzati

    dan Ade Armando (2014) mahasiswa Program Studi Periklanan, Jurusan

    komunikasi Universitas Indonesia. Penelitian ini juga menjelaskan

    bagaimana pengaruh budaya Korean Wave terhadap budaya remaja,

    khususnya dalam penelitian ini lebih menitik beratkan bagaimana

  • 19

    pengaruh musik pop Korea sebagai produk dari Korean Wave dalam

    mengubah gaya hidup remaja.

    Amalia dan Ade dalam penelitiannya menjelaskan bahwa produk

    budaya Korea yaitu musik pop Korea telah merubah gaya hidup remaja.

    Konsumsi terhadap musk dapat terjadi dalam berbagai kemungkinan, tidak

    hanya sebatas mendengarkan, tetapi juga menyukai latar belakang

    penyanyinya sehingga menciptakan sikap fanatik terhadap idola dan rela

    melakukan apapun untuk terlihat seperti idolanya. Konsumsi musik Korea

    melalui media massa telah menjadikan remaja sangat menyukai dan lebih

    menyukai musik pop Korea ini.

    Mereka mulai berpenampilan seperti artis-artis Korea yang

    dilihatnya dalam video klip, atau saat membawakan lagu di atas panggung,

    tidak hanya itu make-up, fashion, dan sampai rela mengabiskan waktu dan

    uang demi meng up-date kegiatan idola.

    Dari ketiga review di atas, juga terdapat beberapa kemiripan

    dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti di dalam skripsi ini;

    tetapi tentu terdapat beberapa perbedaan. Penelitian yang akan dilakukan

    lewat skripsi ini akan lebih spesifik, yaitu membahas mengenai Analisa

    gaya hidup remaja yang meniru penggunaan fashion dan kosmetik atau

    skin care hasil dari budaya pop Korea, yang dalam batasan penelitian pada

    remaja dalam komunitas Maranatha Youthteen di kota Ungaran.

    2.3 Gaya Hidup

    Gaya hidup merupakan gambaran bagi setiap orang yang

    mengenakannya dan menggambarkan seberapa besar nilai moral orang

    tersebut dalam masyarakat di sekitarnya. Definisi gaya hidup ini sendiri

    dikemukakan oleh Plummer sebagai berikut:

    “Gaya hidup adalah cara hidup individu yang di identifikasi oleh

    bagaimana orang menhabiskan waktu mereka (aktifitas), apa yang mereka

  • 20

    anggap penting dalam hidupnya (ketertarikan) dan apa yang mereka

    pikirkan tentang dunia sekitarnya.” (Plummer, 1983)”

    Jadi gaya hidup dapat dikatakan sebagai suatu pola hidup

    seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktifitas, minat, dan

    opininya. Gaya hidup menggambarkan “keseluruhan diri seseorang” yang

    berinteraksi dengan lingkungannya.

    Gaya hidup tentu tidak bisa lepas dari konsumerisme. Dengan

    menjalankan gaya hidup, berarti kita telah mengkonsumsi produk-produk

    yang menunjang gaya hidup atau yang sering disebut konsumeritis. Dalam

    konstruksi gaya hidup konsumerisme penggemar budaya pop Korea dapat

    dilihat sebagai sub-kultur mereka memiliki serangkaian nilai dan praktik

    budaya eksklusif bersama, yang berada diluar masyarakat dominan.

    Menurut Chaney (dalam Subandy, 1997), ada beberapa bentuk

    gaya hidup, antara lain:

    2.3.1 Industri Gaya Hidup

    Dalam abad gaya hidup, penampilan-diri itu justru

    mengalami estetisisasi, "estetisisasi kehidupan sehari-hari" dan

    bahkan tubuh/diri pun justru mengalami estetisisasi tubuh.

    Tubuh/diri dan kehidupan sehari-hari pun menjadi sebuah

    proyek, benih penyemaian gaya hidup. "Kamu bergaya maka

    kamu ada!" adalah ungkapan yang mungkin cocok untuk

    melukiskan kegandrungan manusia modern akan gaya. Itulah

    sebabnya industri gaya hidup untuk sebagian besar adalah

    industri penampilan.

    2.3.2 Iklan Gaya Hidup

    Dalam masyarakat mutakhir, berbagai perusahaan

    (korporasi), para politisi, individu-individu semuanya terobsesi

    dengan citra. Di dalam era globalisasi informasi seperti

    sekarang ini, yang berperan besar dalam membentuk budaya

  • 21

    citra (image culture) dan budaya cita rasa (taste culture) adalah

    gempuran iklan yang menawarkan gaya visual yang kadang-

    kadang mempesona dan memabukkan. Iklan merepresentasikan

    gaya hidup dengan menanamkan secara halus (subtle) arti

    pentingnya citra diri untuk tampil di muka publik. Iklan juga

    perlahan tapi pasti mempengaruhi pilihan cita rasa yang kita

    buat.

    2.3.3 Public Relations dan Journalisme Gaya Hidup

    Pemikiran mutakhir dalam dunia promosi sampai pada

    kesimpulan bahwa dalam budaya berbasis-selebriti (celebrity

    based-culture), para selebriti membantu dalam pembentukan

    identitas dari para konsumen kontemporer. Dalam budaya

    konsumen, identitas menjadi suatu sandaran "aksesori fashion".

    Wajah generasi baru yang dikenal sebagai anak-anak Z-

    Generation, menjadi seperti sekarang ini dianggap terbentuk

    melalui identitas yang diilhami selebriti (celebrity-inspired

    identity), cara mereka berselancar di dunia maya (Internet),

    cara mereka gonta-ganti busana untuk jalan-jalan. Ini berarti

    bahwa selebriti dan citra mereka digunakan momen demi

    momen untuk membantu konsumen dalam parade identitas.

    2.3.4 Gaya Hidup Mandiri

    Kemandirian adalah mampu hidup tanpa bergantung

    mutlak kepada sesuatu yang lain. Untuk itu diperlukan

    kemampuan untuk mengenali kelebihan dan kekurangan diri

    sendiri, serta berstrategi dengan kelebihan dan kekurangan

    tersebut untuk mencapai tujuan. Nalar adalah alat untuk

    menyusun strategi. Bertanggung jawab maksudnya melakukan

    perubahan secara sadar dan memahami betuk setiap resiko

    yang akan terjadi serta siap menanggung resiko dan dengan

    kedisiplinan akan terbentuk gaya hidup yang mandiri. Dengan

  • 22

    gaya hidup mandiri, budaya konsumerisme tidak lagi

    memenjarakan manusia. Manusia akan bebas dan merdeka

    untuk menentukan pilihannya secara bertanggung jawab, serta

    menimbulkan inovasiinovasi yang kreatif untuk menunjang

    kemandirian tersebut.

    2.3.5 Gaya Hidup Hedonis

    Gaya hidup hedonis adalah suatu pola hidup yang

    aktivitasnya untuk mencari kesenangan hidup, seperti lebih

    banyak menghabiskan waktu diluar rumah, lebih banyak

    bermain, senang pada keramaian kota, senang membeli barang

    mahal yang disenanginya, serta selalu ingin menjadi pusat

    perhatian.

    Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bentuk

    dari suatu gaya hidup dapat berupa gaya hidup dari suatu

    penampilan melalui media iklan, modeling dari artis yang di

    idolakan, gaya hidup yang hanya mengejar kenikmatan semata

    sampai dengan gaya hidup mandiri yang menuntut penalaran

    dan tanggung jawab dalam pola perilakunya.

    Menurut pendapat Amstrong (dalam Nugraheni, 2003),

    gaya hidup seseorang dapat dilihat dari perilaku yang dilakukan

    oleh individu seperti kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan

    atau mempergunakan barang-barang dan jasa, termasuk

    didalamnya proses pengambilan keputusan pada penentuan

    kegiatan-kegiatan tersebut. Lebih lanjut Amstrong menyatakan

    bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi gaya hidup seseorang

    ada 2 faktor yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu

    (internal) dan faktor yang berasal dari luar (eksternal). Faktor

    internal yaitu sikap, pengalaman, dan pengamatan, kepribadian,

    konsep diri, motif, dan persepsi sedangkan faktor eksternal

  • 23

    terdiri dari kelompok referensi, keluarga, kelas sosial, dan

    kebudayaan.

    2.4 Imitasi

    Imitasi secara sederhana menurut Tarde (dalam Gerungan, 2010)

    adalah contoh-mencontoh, tiru-meniru, ikut-mengikut. Dalam kehidupan

    nyata, imitasi ini berkaitan dengan kehidupan sosial, sehingga tidak terlalu

    berlebihan jika dikatakan bahwa seluruh kehidupan sosial itu

    terinternalisasi dalam diri anak berdasarkan faktor imitasi. Secara umum

    imitasi adalah proses sosial atau tindakan seseorang untuk meniru orang

    lain melalui sikap, penampilan gaya hidup, bahkan apa saja yang dimiliki

    oleh orang lain (Sasmita, 2011). Berdasarkan pengertian diatas maka dapat

    disimpulkan imitasi adalah dorongan untuk meniru orang lain dengan

    mencontoh atau melihat individu lain melakukan sesuatu, baik dalam

    wujud penampilan, sikap, tingkah laku dan gaya hidup pihak yang ditiru.

    Menurut Choros dalam Hurley ada beberapa syarat tertentu yang

    mempengaruhi perilaku imitasi, diantaranya:

    a. Menaruh minat kepada suatu hal yang akan diimitasi

    (ditiru). Minat adalah syarat dasar dari tiap individu untuk

    bisa melakukan imitasi. Mustahil melakukan imitasi kepada

    suatu objek yang tidak kita senangi.

    b. Mengagumi pada hal-hal yang diimitasi. Makna dari

    mengagumi adalah suatu langkah yang umumnya lebih

    tinggi tingkatannya bila dibandingkan dengan hanya

    menyukai.

    c. Harus ada penghargaan sosial yang akan menjadi model.

    Dimaksudkan agar imitasi yang diperoleh dapat

    mendatangkan penghargaan sosial di dalam lingkungannya.

    d. Individu yang akan melakukan imitasi maka harus memiliki

    pengetahuan pada objek yang akan diimitasi (model).

  • 24

    Banyak faktor – faktor pendukung mengapa seseorang berperilaku

    imitasi, (Slamet 2009). Menyatakan alasan terjadinya perilaku imitasi,

    yaitu:

    • Perilaku imitasi itu terjadi karena adanya tokoh idola yang

    dijadikan sebagai model untuk ditiru: manusia

    mengidentifikasikan dirinya dengan tokoh yang dia sukai

    sehingga memunculkan minat yang besar untuk meniru

    tokoh yang ia idola kan.

    • Keterpesonaan atau kekaguman akan tokoh yang di

    idolakan : setiap orang memiliki tokoh yang dikagumi, saat

    manusia mulai mengidentifikasi tokoh yang ia suka, maka

    itu semua berasal dari kekaguman. Contoh : dalam hal ini

    misalnya seorang remaja mengagumi Boyband Idola Kpop

    BTS, selain memiliki wajah yang tampan dan menarik,

    mereka juga menginspirasi melalui lagu-lagu yang

    diciptakan dan dibawakan, mereka juga memiliki

    kepribadian yang baik saat tidak berada di panggung

    sehingga remaja ini mengaguminya.

    • Kepuasan untuk menjadikan diri seperti tokoh yang di

    idolakan : ini adalah salah satu tahap yang tinggi dalam

    proses peniruan, yaitu adanya gejala hedonisme (

    pemuasaan diri di luar batas) untuk memenuhi kepuasaan

    diri seseorang saat meniru totalitas dari tokoh yang di

    idolakan.

    2.5 Remaja

    Begitu banyak definisi mengenai remaja. Suatu analisis yang

    cermat mengenai semua aspek perkembangan dalam masa remaja, yang

    secara global berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun, dengan

    pembagian 12-15 tahun: masa remaja awal, 15-18 tahun: masa remaja

  • 25

    pertengahan, 18-21 tahun: masa remaja akhir, … (F.J. Monks, Knoers, Siti

    Rahayu Haditono, 2001:262).

    Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia terbitan Pustaka Sinar

    Harapan menyebutkan bahwa remaja 1. Dikatakan kepada anak wanita

    yang mulai haid dan anak laki-laki yang sudah akil balig; dewasa 2.

    Dewasa ini yang dimaksud: anak laki-laki atau wanita antara anak-anak

    dan dewasa pada usia puber seperti siswa-siswa SMP; 3. Muda (J.S.

    Badudu, 1994:1152). Batasan usia remaja menurut WHO adalah 12-24

    tahun. Menurut Depkes RI adalah antara 10 sampai 19 tahun dan belum

    kawin. Menurut BKKBN adalah 10-19 tahun (Widyastuti dkk., 2009)

    2.6 Teori Cultural Studies

    Teori ini sebenarnya mengkaji berbagai kebudayaan dan praktek

    budaya serta kaitannya dengan kekuasaan. Tujuannya adalah

    mengungkapkan hubungan kekuasaan serta mengkaji bagaimana

    hubungan tersebut mempengaruhi berbagai bentuk kebudayaan (sosial-

    politik, ekonomi, ilmu pengetahuan, hukum dan lain-lain). Cultural studies

    tidak hanya merupakan studi tentang budaya yang merupakan entitas

    tersendiri yang terpisah dari konteks sosial dan politiknya. Tujuannya

    adalah memahami budaya dalam segala bentuk kompleksnya dan

    menganalisis konteks sosial dan politik tempat budaya tersebut berasal.

    Media massa sekarang ini cenderung memilih hal hegemoni, dalam hal ini

    memaksa seseorang secara halus, dan memaksa seseorang lewat alam

    bawah sadar. Hegemoni budaya berarti kontrol sebuah kelompok atas

    kelompok lainnya melalui budaya. Hall menyatakan bahwa fungsi utama

    dari sebuah percakapan adalah membuat atau memaknai sebuah makna.

    Ketika pesan dikirimkan kepada masyarakat, maka khalayak akan

    menerima dan membandingkan pesan-pesan tersebut dengan makna

    sebelumnya yang telah disimpan dalam ingatan. Hal ini disebut dengan

  • 26

    decoding. Proses decoding mendapat perhatian dalam cultural studies

    karena menentukan arti pesan bagi seseorang.

    Kerangka Pikir Penelitian

    Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian

    KOREAN WAVE

    BUDAYA POP

    KOREA

    Produk Budaya pop

    Korea

    Fashion

    Kosmetik (make up)

    skin care

    Remaja di komunitas

    Maranatha Youthteen

    Ungaran

    Cultural studies theory

    Analisa Gaya Hidup Imitasi

    Remaja Dalam Komunitas

    Maranatha Youthteen Di

    Ungaran

  • 27

    Kerangka berpikir dalam penelitian ini berawal dari pengamatan

    mengenai semakin maraknya budaya pop Korea di Indonesia. Seiring

    pergerakan arus globalisasi, perkembangan dan penyebaran suatu budaya

    sebagai produk, paham dan gaya baru, bahkan identitas, dapat dengan

    mudah menyebar ke seluruh penjuru wilayah yang diinginkan melalui

    media. Menyebarnya produk Korea, berikut budaya dan gaya hidup yang

    dibawanya, disebut dengan Hallyu atau Korean Wave. Dalam Korean

    wave ini terdapat produk budaya populer, yaitu fashion dan kosmetik atau

    skin care. Dalam menganalisa gaya hidup remaja dalam komunitas

    Maranatha Youthteen ini digunakan teori cultural studies untuk

    mengetahui bagaimana penyampaian pesan berkontribusi mengubah gaya

    hidup seseorang sehingga dapat di ketahui bagaimana terjadinya proses

    gaya hidup imitasi pada remaja.