BAB II TINJAUAN PUSTAKA · 2017. 4. 1. · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Untuk membingkai masalah dalam...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA · 2017. 4. 1. · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Untuk membingkai masalah dalam...
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Untuk membingkai masalah dalam penelitian ini, digunakan beberapa
kajian yang dapat membingkai permasalahan yang ada. Konsep yang digunakan
dalam penelitian ini adalah konsep pemberdayaan masyarakat, kerjasama
pengelolaan pakir, kelembagaan, retribusi daerah serta beberapa penelitian yang
dijadikan gambaran dalam penelitian.
2.1 Kajian Pustaka
Penelitian tentang Pengelolaan Retribusi Parkir untuk Pemberdayaan
Masyarakat (Studi pada Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Kuta
Kecamatan Kuta Kabupaten Badung Provinsi Bali) belum pernah dikaji
sebelumnya. Namun penulis mengambil beberapa contoh penelitian yang
memiliki konsep yang sama. Berikut ini merupakan beberapa penelitian terkait
dengan penelitian ini, yaitu:
Pertama, penelitian yang dilakukan olehAbdul Qodir (2011) dalam tesis
beliau di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Depok
dengan judul Analisis Kelembagaan Dalam Upaya Pembangunan Kesejahteraan
Masyarakat (Studi Kasus Peranan Koperasi Jasa Keuangan Dalam Pelaksanaan
Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Kelurahan di Kelurahan Kebon
Kosong Kecamatan Kemayoran Kotamadya Jakarta Utara) yang telah diselesaikan
pada bulan Juli 2011 ini dimaksudkan untuk mempelajari peran lembaga lokal
dalam upaya mewujudkan ketahanan ekonomi masyarakat sebagai bagian dari
9
pembangunan kesejahteraan masyarakat. Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif yang menghasilkan data yang deskriptif dan diperoleh melalui
wawancara yang mendalam dengan para informan.
Penelitian ini menjelaskan tentang Koperasi Jasa Keuangan (KJK) PEMK
merupakan organisasi lokal yang dibentuk oleh masyarakat dan berada ditengah-
tengah komunitas masyarakat kelurahan, namun belum menjadi sebuah lembaga
lokal karena harus menempuh proses pelembagaan didalamnya. Kasus yang
dipilih adalah peranan Koperasi Jasa Keuangan (KJK) dalam pelaksanaan
program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Kelurahan (PEMK) di Kelurahan
Kebon Kosong Jakarta Pusat.
Dalam penelitian ini didapatkan kesimpulan berdasarkan pembahasan
yang didasarkan pada kebijakan, temuan lapangan dan pendapat para ahli adalah:
Koperasi Jasa Keuangan (KJK) Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Kelurahan
(PEMK) adalah lembaga keuangan mikro non bank berbadan hukum koperasi
yang dibentuk oleh masyarakat kelurahan setempat yang menjadi mitra Unit
Pengelola Dana Bergulir (UPDB) PEMK dalam pengelolaan dan bergulir,
pelaksanaan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Kelurahan (PEMK) di
Kelurahan Kebon Kosong merupakan sebuah proses untuk meningkatkan derajat
kehidupan (ekonomi) masyarakat Kelurahan Kebon Kosong dan diperuntukan
bagi masyarakat yang memiliki kelompok usaha bersama (kube) dan berskala
usaha mikro, perubahan tata kelola kelembagaan dari Dewan Kelurahan (Dekel)
pada masa Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK) menjadi
Koperasi Jasa Keuangan (KJK) Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Kelurahan
10
(PEMK), dilatar belakangi oleh beberapa hal yaitu aspek yuridis, aspek filosofis,
dan aspek lembaga.
Persamaan dengan penelitian ini adalah pemberdayaan masyarakat melalui
kelembagaan. Dimana kelembagaan yang terdapat di penelitian Abdul Qodir
merupakan lembaga yang dibentuk oleh masyarakat Kelurahan Kebon Kosong
yaitu Koperasi Jasa Keuangan (KJK), sedangkan penelitian yang akan penulis
teliti adalah kelembagaan yang dibentuk oleh negara yaitu Lembaga
Pemberdayaan Masyarakat tetapi anggota dari lembaga tersebut dipilih langsung
oleh masyarakat. Perbedaannya adalah penelitian Abdul Qodir memberdayakan
masyarakat kelurahannya dengan memberikan pinjaman kepada masyarakat usaha
mikro, sedangkan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Kuta
memberdayakan masyarakat kelurahannya dengan memberikan bantuan dan
kegiatan dari hasil pengelolaan retribusi parkir.
Penelitian kedua yang terkait dengan penelitian ini adalah penelitian dari
Sheila Ratna Dewi (2013) dalam E-jurnal Skripsi Mahasiswa Fakultas Hukum
Universitas Atma Jaya Yogyakarta yang berjudul Peranan Retribusi Parkir Dalam
Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kota Magelang. Rumusan Masalah dari
penelitian ini adalah bagaimana peran retribusi parkir terhadap Pendapatan Asli
Daerah Kota Magelang dan upaya apa yang dilakukan Pemerintah Daerah untuk
mengoptimalkan penerimaan retribusi parkir.Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui kontribusi retribusi parkir terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota
Magelang dan untuk mengetahui upaya yang dilakukan Pemerintah Kota
Magelang dalam mengoptimalkan penerimaan dari retribusi parkir. Dalam
11
peranannya retribusi parkir memiliki peran yang tidak terlalu besar dibandingkan
dengan retribusi daerah dan pajak daerah lainnya di Kota Magelang. Walaupun
peranannya tidak terlalu besar, retribusi parkir juga memiliki pengaruh bagi
Pendapatan Asli Daerah Kota Magelang. Retribusi parkir mampu mencapai
bahkan melebihi target yang telah ditetapkan tiap tahunnya. Apabila retribusi
parkir tidak memberikan kontribusi sesuai target atau kurang dari yang
ditargetkan maka Pendapatan Asli Daerah Kota Magelang juga akan berkurang
nilai penghasilannya. Dalam upaya mengoptimalkan penerimaan retribusi parkir
Pemerintah Daerah Kota Magelang sudah melakukan upaya, salah satunya yaitu
menaikan target Pendapatan Asli Daerah dan menaikan target retribusi parkir tiap
tahunnya.
Penelitian ini mengambil beberapa kesimpulan yaitu ditinjau dari
peranannya, retribusi parkir memiliki peran yang tidak terlalu besar bagi
Pendapatan Asli Daerah Kota Magelang dibandingkan dengan pajak daerah atau
retribusi daerah lainnya. Tetapi, walaupun peranannya kecil, retribusi parkir
mampu melebihi target setiap tahunnya. Hal tersebut dapat membantu
peningkatan Pendapatan Asli Daerah di Kota Magelang. Dengan adanya retribusi
parkir sendiri, pendapatan daerah di Kota Magelang dapat meningkat. Retribusi
parkir juga memiliki pengaruh bagi Pendapatan Asli Daerah Kota Magelang,
kerena apabila retribusi parkir tidak memberikan kontribusi sesuai target atau
kurang dari yang ditargetkan maka Pendapatan Daerah Kota Magelang juga akan
berkurang nilainya.
12
Telah ditemukan berbagai masalah dalam penyelenggaraan perparkiran di
Kota Magelang antara lain masih banyak juru parkir yang tidak memberikan
karcis parkir kepada pengguna jasa parkir di Kota Magelang. Masih sering
pengguna jasa parkir yang tidak dapat memarkirkan kendaraannya disaat lokasi
perpakiran ramai, sehingga hal tersebut menyebabkan kemacetan di sekitar
jalanan Kota Magelang. Faktor tersebut disebabkan karena area parkir yang
kurang, sehingga pengguna jasa parkir membutuhkan waktu 5 sampai 20 menit
untuk memarkirkan kendaraannya. Pada umumnya petugas parkir di Kota
Magelang telah menjalankan tugasnya dengan baik, tetapi dalam menjalankan
tugas juru parkir masih kurang mengetahui tentang peraturan yang mengatur
perparkiran di Kota Magelang. Juru parkir hanya menjalankan tugasnya dengan
menata kendaraan dan menyetorkan hasil pekerjaannya kepada pengelola parkir.
Untuk mengoptimalkan penerimaan retribusi parkir, Pemerintah telah
melakukan berbagai upaya diantaranya membuat kesepakatan bersama untuk
meningkatkan penerimaan retribusi, baik eksekutif, legislatif, maupun masyarakat.
Menyediakan seragam/identitas juru parkir untuk meminimalkan munculnya juru
parkir liar serta melengkapi dan memelihara fasilitas parkir. Membentuk asosiasi
pengelola parkir yang terdiri dari para pengelola /pemilik gedung komersial
membuat kesepakatan bersama untuk meningkatkan penerimaan retribusi, baik
dan para perusahaan jasa pengelola parkir. Menyerahkan kepada pihak ketiga
untuk jasa pengembilan uang retribusi parkir tiap hari dan menyetorkan ke
Pemerintah Daerah setiap hari untuk mengurangi tingkat kebocoran uang setoran
parkir. Melakukan pengawasan rutin dan audit rutin kepada pengelola parkir oleh
13
Pemerintah Daerah. Melakukan pembinaan terhadap petugas parkir. Mengadakan
evaluasi kepada seluruh juru parkir dan pengelola parkir. Mengadakan
pengawasan dan pengendalian di lapangan dan menaikan target retribusi.
Dari hasil penelitian tersebut ditemukan persamaan berupa meneliti
pengelolaan retribusi parkir dan masalah pengelolaan parkir yang terjadi di
wilayah masing-masing. Selain itu hasil dari retribusi tersebut diberikan untuk
meningkatkan pendapatan asli daerahnya. Perbedaannya adalah dimana penelitian
dari Sheila tersebut pengelolaan parkir dikelola oleh Perusahaan Daerah Parkir
sehingga hasil retribusi parkir seluruhnya diberikan kepada Pemerintah Daerah
Kota Magelang untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerahnya, sedangkan
penelitian peneliti saat ini pengelolaan parkir dikelola oleh Kelembagaan yaitu
Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) dimana anggotanya dipilih langsung
oleh warga setempat dan hasil dari retribusi parkir tersebut dibagi 60 persen untuk
pengelola dan 40 persen untuk Pemerintah Daerah Kabupaten Badung.
2.2 Kerangka Teori
2.2.1 Teori Administrasi Publik
Dalam teori administrasi dijelaskan upaya-upaya untuk mendefinisikan
fungsi universal yang dilakukan para pimpinan dan asas-asas yang menyusun
praktik kepemimpinan yang baik. Tokoh utama dalam perkembangan teori
administrasi adalah seorang industrial berkebangsaan Perancis yang bernama
Hendry Fayol.
Dengan demikian, banyak pemikiran-pemikiran tentang dan manajemen
dipengaruhi oleh pemikiran Hendry Fayol (1841-1925) dan Frederick Winslow
14
Taylor (1856-1916). Keduanya kemudian dijuluki sebagai bapak administrasi
(father of modern operational management theory) dan bapak manajemen ilmiah
(father of scientific management).
Terdapat sedikit perbedaan pemikiran antara kedua tokoh ini, Fayol
menggunakan pendekatan berdasarkan atas administrative management
(manajemen administrasi), sedangkan Taylor karena pengalamannya mendasari
analisisnya atas operative management (manajemen operatif). Manajemen
administrasi adalah suatu pendekatan dari pimpinan atas sampai tingkat pimpinan
paling bawah. Sedangakan manajemen operatif merupakan pendekatan dari bawah
ke atas. Titik beratnya adalah efisiensi dan produktivitas para pelaksananya yang
terdapat pada tingkat bawah (Pasolong, 2013:12).
Hendry Fayol memberikan tiga sumbangan besar bagi pemikiran
administrasi dan manajemen, yaitu (1) aktivitas organisasi, (2) fungsi atau tugas
pimpinan serta (3) prinsip-prinsip administrasi atau manajemen. Fayol juga
merumuskan fungsi-fungsi administrasi atau manajemen, antara lain Planning,
Organizing, Commanding, Coordinating, Controlling (POCCC). Sedangakan
Taylor, merumuskan fungsi-fungsi administrasi dan manajemen, antara lain
Planning, Organizing, Actuating, Controlling (POAC).
Dari pemikiran diatas, pemikiran manajemen dalam penelitian ini lebih
condong pada fungsi-fungsi manajemen yang diungkapkan Taylor, yaitu
Planning, Organizing, Actuating, Controlling (POAC). Pemikiran ini digunakan
karena lebih sederhana namun akan mengkaji objek penelitian secara mendalam.
15
Hal ini mengingat kerjasama pengelolaan retribusi parkir untuk pemberdayaan
masyarakat oleh LPM Kelurahan Kuta.
2.3 Kerangka Konsep
2.3.1 Kerjasama Pengelolaan Parkir
Pengelolaan Parkir tidak hanya dikelola oleh Perusahaan Daerah (PD)
Parkir saja tetapi di Kabupaten Badung, Pemerintah Daerah bekerjasama dengan
Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan yang diberikan wewenang untuk
mengelola parkir diwilayahnya masing-masing. Salah satunya di Kelurahan Kuta
yaitu studi kasus dari penelitian ini, surat perjanjian kerjasama Dinas Perhubungan
Komunikasi dan Informatika Kabupaten Badung dengan Lembaga Pemberdayaan
Masyarakat Kelurahan Kuta tentang pengelolaan parkir tertulis dalam surat
perjanjian nomor: 050/5579/DISHUBKOMINFO dan nomor: 058/LPM-
KUTA/XII/2014. Sebelum diuraikan lebih jauh penulis akan menjelaskan tentang
konsep kerjasama pengelolaan parkir.
Kerjasama dimaksudkan sebagai suatu usaha bersama antara
orangperorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau tujuan
bersama(Soekanto, 1990). Kerjasama (cooperation) adalah suatu usaha atau
bekerja untukmencapai suatu hasil (Baron & Byane, 2000).Kerjasama
(Cooperation) adalah adanya keterlibatan secara pribadidiantara kedua belah
pihak demi tercapainya penyelesaian masalah yang dihadapisecara optimal
(Sunarto, 2000).Berdasarkan uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa
kerjasama(Cooperation) adalah suatu usaha bersama antara orang perorangan
ataukelompok diantara kedua belah pihak manusia untuk tujuan bersama
16
danmendapatkan hasil yang lebih cepat dan lebih baik. Secara umum pengelolaan
merupakan kegiatan merubah sesuatu hingga menjadi baik berat memiliki nilai-
nilai yang tinggi dari semula. Pengelolaan dapat juga diartikan sebagai untuk
melakukan sesuatu agar lebih sesuai serta cocok dengan kebutuhan sehingga lebih
bermanfaat.
Nugroho (2003:119) mengemukakan bahwa pengelolaan merupakan
istilah yang dipakai dalam ilmu manajemen. Secara etomologi istilah pengelolaan
berasal dari kata kelolah (to manage) dan biasanya merujuk pada proses mengurus
atau menangani sesuatu untuk mencapai tujuan tertentu. Jadi pengelolaan
merupakan ilmu manajemen yang berhubungan dengan proses mengurus dan
menangani sesuatu untuk mewujudkan tujuan tertentu yang ingin dicapai.
Sukanto (1986:20) mendefinisikan bahwa pengelolaan dalam administrasi
adalah merupakan suatu proses yang dimulai dari proses perencanaan,
pengawasan, penggerakan sampai dengan proses pencapaian tujuan. Jadi Sukanto
menitikberatkan pengelolaan sebagai fungsi manajemen yang meliputi
perencanaan, pengawasan, penggerakan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Selanjutnya mengenai pengertian pengelolaan Pamudji (1985:7) berasal
dari kata kelola yang berarti sama dengan mengurus. Jadi pengelolaan diartikan
sebagai pengurusan yaitu merubah nilai-nilai yang lebih tinggi, dengan demikian
pengelolaan juga mengandung makna sebagai pembaharuan, yaitu melakukan
usaha-usaha untuk membuat sesuatu lebih sesuai atau cocok dengan kebutuhan
menjadi lebih baik dan lebih bermanfaat. Pendapat Pamudji tersebut mengenai
pengelolaan terlihat menitik beratkan pada dua faktor penting yaitu, pengelolaan
17
sebagai pembangunan yang merubah sesuatu sehingga menjadi baru dan memiliki
nilai yang lebih tinggi. Dan pengelolaan sebagai pembaharuan yaitu usaha untuk
memelihara sesuatu agar lebih cocok dengan kebutuhan-kebutuhan
Selanjutnya menurut Admosudirjo (2005:160) pengelolaan adalah
pengendalian dan pemanfaatan semua faktor sumber daya yang menurut suatu
perencanaan diperlukan untuk menyelesaikan suatu tujuan tertentu. Admosudirjo
menitikberatkan pengelolaan pada proses mengendalikan dan memanfaatkan
semua faktor sumber daya untuk mencapai tujuan tertentu sesuai dengan
perencanaan yang telah dibuat.
Moekijat (2000:1) mengemukakan pengelolaan merupakan suatu proses
tertentu yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan
pengawasan yang dilakukan untuk menentukan dan mencapai tujuan tertentu
dengan cara menggunakan manusia dan sumber-sumber lain. Dengan demikian,
Moekijat menitikberatkan pengelolaan pada proses merencanakan,
mengorganisasi, menggerakkan, mengawasi untuk mencapai tujuan yang
diinginkan dengan menggunakan sumber daya manusia dan sumber-sumber lain.
Pengelolaan atau yang sering disebut manajemen pada umumnya sering
dikaitkan dengan aktivitas-aktivitas dalam organisasi berupa perencanaan,
pengorganisasian, pengendalian, pengarahan, dan pengawasan. Istilah manajemen
berasal dari kata kerja to manageyang berarti menangani, memimpin,
membimbing, atau mengatur. Sejumlah ahli memberikan batasan bahwa
manajemen merupakan suatu proses, yang diartikan sebagai usaha yang sistematis
untuk menjalankan suatu pekerjaan. Proses ini merupakan serangkaian tindakan
18
yang berjenjang, berlanjut dan berkaitan dilakukan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan.
Dari beberapa pendapat diatas bahwa pengelolaan sama dengan prinsip-
prinsip manajemen yang berkaitan dengan aspek perencanaan, penggerakan,
pengorganisasian, dan pengawasan serta pemanfaatan sumber daya termasuk
sumber daya manusia untuk mencapai tujuan suatu organisasi.
Jadi, kerjasama pengelolaan parkir merupakan suatu usaha bersama antara
dua pihak atau lebih dengan mengendalikan dan memanfaatkan sumber daya
untuk mencapai tujuan dari hasil kerjasama tersebut.Terlihat jelas bahwa untuk
mencapai peningkatan efektivitas kegiatan pengelolaan dalam penelitian ini
adalah pengelolaan retribusi parkir di Kelurahan Kuta memegang peranan penting
karena dengan pengelolaan yang baik akan diperoleh hasil yang baik pula.
2.3.2 Kelembagaan (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan)
Berbagai lembaga baru yang bertujuan menguatkan partisipasi masyarakat
pun bermunculan, baik di tingkat nasional maupun di tingkat desa. Salah satu
lembaga produk era reformasi yang dirancang sebagai ruang partisipatif publik
dalam kegiatan pembangunan dan pemberdayaan yakni, Lembaga Pemberdayaan
Masyarakat (LPM). Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 49 Tahun 2001
tentang Penataan Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa/Kelurahan yang saat ini
diganti dengan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa/Kelurahan merupakan
lembaga yang dibentuk untuk menyusun rencana pembangunan yang partisipatif,
menggerakkan swadaya gotong royong masyarakat, dan melaksanakan dan
mengendalikan pembangunan.
19
Kelembagaan dapat dimaknai sebagai regulasi perilaku yang secara umum
diterima oleh anggota-anggota kelompok sosial, untuk perilaku spesifik dalam
situasi yang khusus, baik diawasi sendiri maupun dimonitor oleh otoritas luar
(external authority) (Rutherford dalam Yustika 2006:40). Sedangkan North dalam
Yustika (2006:41) memaknai kelembagaan sebagai aturan-aturan yang membatasi
perilaku menyimpang manusia untuk membangun struktur interaksi politik,
ekonomi, dan sosial. Melalui rentetan sejarah, kelembagaan yang dapat
meminimalisasi perilaku manusia yang menyimpang telah berhasil menciptakan
ketertiban dan mengurangi ketidakpastian dalam melakukan pertukaran
(exchange).
Dalam konteks ini kelembagaan mempunyai dua komponen, yaitu aturan
formal (formal institutions) dan aturan informal (informal institutions). Aturan
formal meliputi konstitusi, statuta, hukum, dan seluruh regulasi pemerintahan
lainnya. Aturan formal membentuk sistem politik (struktur pemerintahan, hak-hak
individu), sistem ekonomi (hak pemilikan dalam kondisi kelangkaan sumber daya,
kontrak), dan sistem keamanan (peradilan, polisi). Sedangkan aturan informal
meliputi pengalaman, nilai-nilai tradisional, agama, dan seluruh faktor yang
mempengaruhi bentuk persepsi subjektif individu tempat dunia tempat hidup
mereka (Pejovich dalam Yustika 2006:41).
Sehingga Yeager dalam Yustika (2006:42) secara singkat menjelaskan
kelembagaan sebagai aturan main (rules of the game) dalam masyarakat. Aturan
main tersebut mencakup regulasi yang memapankan masyarakat untuk melakukan
interaksi. Kelembagaan dapat mengurangi ketidakpastian yang inheren dalam
20
interaksi melalui penciptaan pola perilaku (Pejovich dalam Yustika 2006:42).
Termasuk dalam kelembagaan adalah efektivitas penegakan hak kepemilikan
(property rights), kontrak dan jaminan formal, trademarks, limited liability,
regulasi kebangkrutan, organisasi korporasi besar dengan struktur tata kelola yang
membatasi persoalan-persoalan agency dan kontrak yang tidak lengkap dan
oportunisme pascakontrak (ex-post opportunism) (Bardhan dalam Yustika
2006:42)
Pendefinisian kelembagaan dipilah dalam dua klasifikasi yaitu pertama,
bila berkaitan dengan proses,maka kelembagaan merujuk kepada upaya untuk
mendesin pola interaksi antar pelaku ekonomi sehingga mereka dapat melakukan
kegiatan transaksi. Kedua, jika berhubungan dengan tujuan, maka kelembagaan
berkonsentrasi untuk menciptakan efisiensi ekonomiberdasarkan struktur
kekuasaan ekonomi, politik, dan sosial antar pelakunya. Istilah kelembagaan
memberi tekanan kepada lima hal yakni pertama, kelembagaan berkenaan dengan
seuatu yang permanen. Ia menjadi permanen, karena dipandang rasional dan
disadari kebutuhannya dalam kehidupan. Cooley (dalam Soemardjan dan
Soemardi, 1964: 75) secara sederhana menyimpulkan bahwa suatu norma dan tata
cara yang bersifat tetap tersebut berada dalam suatu kelembagaan. Sesuatu yang
tetap tersebut berguna untuk menyediakan stabilitas dan konsistensi di
masyarakat, yang berfungsi sebagai pengontrol dan pengatur perilaku. Selain itu,
aspek yang tetap tersebut menjamin situasi akan berulang atau dapat diperkirakan
(predictable), sehingga perilaku tersebut menjadi efektif. Perilaku yang teratur
21
dan predictable merupakan hal yang penting dalam masayarakat sehingga menjadi
teratur, bukan perilaku yang spontan dan unpredictable.
Kedua, berkaitan dengan hal-hal yang abstrak yang menentukan perilaku.
Sesuatu yang abstrak tersebut merupakan suatu kompleks beberapa hal yang
sesungguhnya terdiri dari beberapa bentuk yang tidak selevel. Hal yang abstrak ini
kira-kira sama dengan apa yang disebut Cooley dengan public mind, atau „wujud
ideal kebudayaan‟ oleh Koentjaraningrat, atau kultural menurut Johnson. Secara
garis besar, hal yang dimaksud terdiri dari nilai, norma, hukum, peraturan-
peraturan, pengetahuan, ide-ide, belief, dan moral.Kumpulan dari hal-hal yang
abstrak tersebut, terutama norma sosial, diciptakan untuk melaksanakan fungsi
masyarakat (Taneko, 1993). Fungsi-fungsi yang dimaksud merupakan kebutuhan
pokok dalam kehidupan masyarakat. Karena tingkat kepentingannya yang tinggi,
maka seiring berjalannya waktu, akhirnya ia mempunyai kedudukan pasti, atau
terkristalisasi menjadi semakin tegas. Sebagaimana juga ditambahkan W.
Hamilton (dalam Johnoson, 1960:22) kelembagaan sosial merupakan sebuah
bentuk norma normatif yang secara luas diterima untuk mengikat masyarakat
tertentu atau bagian dari masyarakat.Bahwa kelembagaan lebih fokus kepada
aspek kultural, juga merupakan kerangka berpikir Gillin dan Gillin. Ia
mendefinisikan kelembagaan dalam cultural concept sebagai sebuah kelembagaan
sosial adalah sebuah bentuk fungsional dari pola budaya (termasuk tindakan, ide –
ide, sikap dan peralatan budaya) yang memproses suatu ketetapan dan
dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan sosial. (dalam Soemardjan dan
Soemardi, 1964: 67).
22
Ketiga, berkaitan dengan perilaku, atau seperangkat tata kelakuan, atau
cara bertindak yang mantap yang berjalan di masyarakat (establish way of
behaving). Perilaku yang terpola merupakan kunci keteraturan hidup.
Sebagaimana menurut Hebding (1994), institusi sosial merupakan sesuatu yang
selalu ada pada semua masyarakat, karena berguna untuk mempertemukan
berbagai kebutuhan dan tujuan sosial yang dinilai penting. Jika masyarakat ingin
survive, maka insitusi sosial harus ada. Keluarga misalnya, merupakan institusi
sosial pokok yang mempertemukan kebutuhan sosial yang dinilai vital.Meskipun
aspek „perilaku‟ merupakan inti kajian pranata, namun Koentjaraningrat
menyatakan bahwa terwujudnya suatu pranata berada dalam pengaruh dari tiga
wujud kebudayaan, yaitu: (1) sistem norma dan tata kelakuan dalam konteks
wujud ideal kebudayaan, (2) kelakuan berpola untuk wujud kelakukan
kebudayaan, dan (3) peralatannya untuk wujud fisik kebudayaan. Ditambah
dengan personelnya sendiri, maka pranata terdiri dari empat komponen tersebut
yang saling berinteraksi satu sama lain.
Keempat, kelembagaan juga menekankan kepada pola perilaku yang
disetujui dan memiliki sanksi. Untuk penjelasan ini dinyatakan oleh E. Chinoy
bahwa sebuah lembaga adalah sebuah organisasi dari konseptual dan pola perilaku
yang diwujudkan melalui kegiatan sosial dan produk material. Jadi dapat dianggap
sebagai sebuah „klaster dari penggunaan sosial‟ dan terdiri dari adat, cara hidup,
adat – istiadat, dan sifat kompleks yang terorganisir, yang secara sadar atau tidak
sadar, menjadi sebuah fungsi kesatuan. (dalam Soemardjan dan Soemardi, 1964:
68).
23
Kelima, kelembagaan merupakan cara-cara yang standar untuk
memecahkan masalah. Tekanannya adalah pada kemampuannya untuk
memecahkan masalah. Hebding (1994: 407) menyatakan bahwa institusi sosial
adalah nilai-nilai yang melekat pada masyarakat yang menyediakan stabilitas dan
konsistensi di masyarakat, yang berfungsi sebagai pengontrol dan pengatur
perilaku. Menjamin sistuasi akan berulang, sehingga menjadi efektif. Efektifitas
merupakan perhatian utama dalam apa yang dikenal dengan pemahaman
“ekonomi kelembagaan”.
Dari kelima tekanan pengertian di atas terlihat bahwa „kelembagaan‟
memiliki perhatian utama kepada perilaku yang berpola yang sebagian besar
datang norma-norma yang dianut. Kelembagaan berpusat pada sekitar tujuan-
tujuan, nilai atau kebutuhan sosial utama. Lebih jauh, kelembagaan merefer
kepada suatu prosedur, suatu kepastian, dan panduan untuk melakukan
sesuatu.Jika dicermati, maka sesungguhnya ada dua hal yang menjadi kajian
dalam kelembagaan sosial (ataupun organisasi sosial). Menurut Knight (1952: 51
kelembagaan memiliki dua bentuk, yaitu sesuatu yang dibentuk oleh masyarakat
itu sendiri, serta yang datang dari luar yang sengaja dibentuk. Meskipun ia
membedakannya berdasarkan asal terbentuknya, namun di sana melekat berbagai
perbedaan pokok.
Kinerja kelembagaan didefinisikan sebagai kemampuan suatu
kelembagaan untuk menggunakan sumberdaya yang dimilikinya secara efisien
dan menghasilkan output yang sesuai dengan tujuannya dan relevan dengan
kebutuhan pengguna (Peterson, 2003). Ada dua hal untuk menilai kinerja
24
kelembagaan yaitu produknya sendiri berupa jasa atau material, dan faktor
manajemen yang membuat produk tersebut bisa dihasilkan. Satu cara yang lebih
sederhana telah dikembangkan untuk memahami kinerja internal dan (sedikit)
eksternal suatu kelembagaan, melalui ukuran-ukuran dalam ilmu manajemen. Ada
empat dimensi untuk mempelajari suatu kelembagaan (institutional assessment),
yaitu (Mackay et al, 1998):
Satu, kondisi lingkungan eksternal (the external environment).
Lingkungan sosial di mana suatu kelembagaan hidup merupakan faktor pengaruh
yang dapat menjadi pendorong dan sekaligus pembatas seberapa jauh sesuatu
kelembagaan dapat beroperasi. Lingkungan dimaksud berupa kondisi politik dan
pemerintahan, sosiolkultural, teknologi, kondisi perekonomian, berbagai
kelompok kepentingan, infrastuktur, serta kebijakan terhadap pengelolaan
sumberdaya alam. Seluruh komponen lingkungan tersebut perlu dipelajari dan
dapat dianalisis bentuk pengaruhnya terhadap kelembagaan yang dipelajari.
Sebagian memiliki pengaruh yang lebih kuat dan langsung, sebagian tidak.
Implikasi kebijakan yang disusun dapat dialamatkan kepada lingkungan tersebut,
jika disimpulkan telah menjadi faktor penghambat terhadap operasional suatu
kelembagaan.
Kedua, motivasi kelembagaan (institutional motivation). Kelembagaan
dipandang sebagai suatu unit kajian yang memiliki jiwanya sendiri. terdapat
empat aspek yang bisa dipelajari untuk mengetahui motivasi kelembagaan, yaitu
sejarah kelembagaan, misi yang diembannya, kultur yang menjadi pegangan
dalam bersikap dan berperilaku anggotanya, serta pola penghargaan yang dianut.
25
Suatu fakta sosial adalah fakta historik, sejarah perjalanan kelembagaan
merupakan pintu masuk yang baik untuk mengenali secara cepat aspek-aspek
kelembagaan yang lain.
Tiga, kapasitas kelembagaan (institutional capacity). Pada bagian ini
dipelajari bagaimana kemampuan kelembagaan untuk mencapai tujuan-tujuannya
sendiri. Kemampuan tersebut diukur dari lima aspek, yaitu: strategi
kepemimpinan yang dipakai, perencanaan program, manajemen dan
pelaksanaannya, alokasi sumberdaya yang dimiliki, dan hubungan dengan pihak
luar yaitu terhadap klien, mitra danpembuat kebijakan pemerintah.
Empat, kinerja kelembagaan (institutional performance). Terdapat tiga hal
pokok yang harus diperhatikan yaitu keefektifan kelembagaan dalam mencapai
tujuan-tujuannya, efisiensi penggunaan sumber daya, dan keberlanjutan
kelembagaan berinteraksi dengan para kelompok kepentingan di luarnya.
Terkesan di sini bahwa kalkulasi secara ekonomi merupakan prinsip yang menjadi
latar belakangnya. Untuk mengukur keefektifan dan efisiensi misalnya dapat
digunakan analisis kuantitatif sederhana misalnya dengan membuat rasio antara
perolehan yang seharusnya dengan yang aktual tercapai, serta rasio biaya dengan
produktivitas.
2.3.3 Retribusi Daerah
Pungutan yang diberlakukan oleh pemerintah merupakan penarikan
sumber daya ekonomi (secara umum dalam bentuk uang) oleh pemerintah kepada
masyarakat guna membiayai pengeluaran yang dilakukan pemerintah untuk
melakukan tugas pemerintahan atau melayani kepentingan masyarakat. Dalam
26
penelitian ini hasil pemungutan retribusi dari masyarakat diberikan kepada
pemerintah daerah dan pengelola yang dalam penelitian ini adalah Lembaga
Pemberdayaan Masyarakat dimana hasil dari retribusi sebagian besar diberikan
untuk memberdayakan masyarakat. Untuk membantu masyarakat berdaya
sangatlah diperlukan dana yang cukup dan hasil dari pengelolaan parkir ini
disebut dengan retribusi daerah.
Retribusi (Siahaan 2010:5) adalah pembayaran wajib dari penduduk
kepada negara karena adanya jasa tertentu yang diberikan oleh negara bagi
penduduknya secara perorangan. Jasa tersebut dapat bersifat langsung, yaitu
hanya yang membayar retribusi yang menikmati balas jasa dari negara. Salah satu
contohnya adalah retribusi pelayanan parkir. Setiap orang yang ingin
mendapatkan pelayanan dan tempat untuk pemberhentian kendaraannya harus
membayar retribusi yang sudah ditetapkan oleh pemerintah sebagai pembayaran
atas jasa pelayanan dan tempat parkir yang telah disediakan oleh pemerintah.
Akan tetapi, tidak ada paksaan secara yuridis kepada masyarakat.
Sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di Indonesia saat ini
penarikan retribusi hanya dapat dipungut oleh pemerintah daerah. Jadi, retribusi
yang dipungut di Indonesia dewasa ini adalah retribusi daerah. Retribusi daerah
dilaksanakan berdasarkan undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak
daerah dan retribusi daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001
tentang Peraturan Umum Retribusi Daerah dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2008 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, selanjutnya untuk
pelaksanaannya di masing-masing daerah, pungutan retribusi daerah dijabarkan
27
dalam bentuk peraturan daerah yang mengacu kepada peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Menurut Peraturan Daerah Nomor. 66 Tahun 2001 Retribusi daerah adalah
pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang
khusus disediakan dan / atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan
pribadi atau badan. Beberapa ciri yang melekat pada retribusi daerah yang saat ini
dipungut di Indonesia yaitu, retribusi merupakan pungutan yang dipungut
berdasarkan undang-undang dan peraturan daerah yang berkenaan. Kedua, hasil
penerimaan retribusi masuk ke kas pemerintah daerah. Ketiga, pihak yang
membayar retribusi mendapatkan kontra presentasi (balas jasa) secara langsung
dari pemerintah daerah atas pembayaran yang dilakukannya. Keempat, retribusi
terutang apabila ada jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah yang
dinikmati oleh orang atau badan. Dan kelima, sanksi yang dikenakan pada
retribusi adalah sanksi secara ekonomis, yaitu jika tidak membayar retribusi, tidak
akan memperoleh jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah.
Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 Pasal 18 ayat 1 menentukan
bahwa objek retribusi adalah berbagai jenis jasa tertentu yang disediakan oleh
pemerintah daerah. Tidak semua jasa yang diberikan oleh pemerintah daerah
dapat dipungut retribusinya, tetapi hanya jenis-jenis jasa tertentu yang menurut
pertimbangan sosial ekonomi layak dijadikan sebagai objek retribusi.
Retribusi daerah dikelompokkan dalam retribusi jasa umum, retribusi jasa
usaha, dan retribusi perijinan tertentu. Retribusi jasa umum adalah retribusi atas
jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan
28
dan pemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
Retribusi jasa usaha adalah retribusi atas jasa yang disediakan oleh pemerintah
daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat disediakan
oleh sektor swasta. Retribusi perijinan tertentu adalah retribusi atas kegiatan
tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian ijin kepada orang pribadi atau
badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan
pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam,
barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan
umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Objek retribusi jasa umum adalah
palayanan yang disediakan atau diberikan Pemerintah daerah untuk tujuan
kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau
badan.
Penelitian ini mengangkat tentang retribusi pelayanan parkir di tepi jalan
umum yang termasuk dalam retribusi jasa umum. Pelayanan parkir di tepi jalan
umum adalah penyediaan pelayanan parkir di tepi jalan umum yang ditentukan
oleh Pemerintah Daerah. Karena jalan menyangkut kepentingan umum, maka
penetapan jalan umum sebagai tempat parkir mengacu pada ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Subjek dari retribusi jasa umum adalah orang
pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa umum yang
bersangkutan. Sedangkan yang menjadi wajib retribusi jasa umum adalah orang
pribadi atau badan yang menurut keteentuan peraturan perundang-undangan
retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut
atau pemotong retribusi jasa umum.
29
Besarnya retribusi yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
menggunakan jasa atau perijinan tertentu dihitung dengan cara mengalihkan tarif
retribusi dengan tingkat penggunaan jasa. Prinsip dan sasaran dalam penetapan
tariff retribusi jasa umum didasarkan pada kebijaksanaan daerah dengan
memerhatikan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemapuan masyarakat,
dan aspek keadilan. Dengan demikian, prinsip dan sasaran dalam penetapan
retribusi jasa umum dapat berbeda menurut jenis pelayanan dalam jasa yang
bersangkutan dan golongan pengguna jasa.
2.3.4 Pemberdayaan Masyarakat
Lembaga Pemberdayaan Masyarakat didedikasikan untuk menjadi wadah
pemberdayaan masyarakat. Harapan yang ingin dicapai tentu saja agar masyarakat
tak lagi sekedar menjadi objek tetapi juga berperan sebagai subjek pembangunan.
Dalam penelitian ini Lembaga Pemberdayaan Masyarakat dapat memberdayakan
masyarakatnya melalui pengelolaan parkir diwilayahnya, dimana pemberdayaan
masyarakat merupakan konsep penting dalam penelitian ini.
Pemberdayaan berasal dari bahasa Inggris “empowerment” yang berarti
“pemberian kekuasaan” karena power bukan sekedar “daya”, tetapi juga
“kekuasaan”, sehingga kata “daya” tidak saja bermakna “mampu”, tetapi juga
“mempunyai kuasa”.Pemberdayaan adalah mengembangkan diri dari keadaan
tidak atau kurang berdaya menjadi berdaya, guna mencapai kehidupan yang lebih
baik. Pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana individu, kelompok,
ataupun komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dengan
30
keinginan mereka. Pemberdayaan juga dapat diartikan sebagai suatu proses yang
relative terus berjalan untuk meningkatkan kepada perubahan. (Isbandi, 2000)
Keberdayaan dalam konteks masyarakat merupakan kemampuan individu
yang bersenyawa dalam masyarakat dan membangun keberdayaan masyarakat
yang bersangkutan. Memberdayakan masyarakat adalah upaya untuk
meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi
sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan
keterbelakangan. Dengan kata lain memberdayakan adalah memampukan dan
memendirikan masyarakat.
Dalam konsep perberdayaan, menurut Prijono dan Pranarka dalam
Mardikanto (2012:51) manusia adalah subjek dari dirinya sendiri. Proses
pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan kemampuan kepada
masyarakat agar menjadi berdaya, mendorong atau memotivasi individu agar
mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan pilihan hidupnya.
Sedangkan menurut Sumodiningrat dalam Mardikanto (2012:52), bahwa
pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk memandirikan masyarakat
lewat perwujudan potensi kemampuan yang mereka miliki. Adapun
pemberdayaan masyarakat senantiasa menyangkut dua kelompok yang saling
terkait, yaitu masyarakat sebagai pihak yang diberdayakan dan pihak yang
menaruh kepedulian sebagai pihak yang memberdayakan.
Implementasi pemberdayaan sesungguhnya merupakan upaya holistik
yang menyangkut semua aspek kehidupan yang ada dan yang terjadi di
masyarakat. Untuk memudahkan dalam pemahaman dan implementasinya,
31
pemberdayaan masyarakat dapat dikelompokkan berdasarkan fokus kegiatan /
aktivitas atau potensi yang perlu dikembangkan dalam masyarakat. Berdasarkan
fokus ini menurut Anwas (2013:115) maka pemberdayaan dapat
diimplementasikan dengan fokus sebagai berikut :
1. Pemberdayaan sektor pendidikan
Pendidikan merupakan sektor penting dalam mengubah perilaku kearah
yang lebih baik. Perilaku masyarakat menurut Benyamin Bloom (dalam Anwas
2013:115) dapat dikategorikan dalam tiga aspek yaitu pengetahuan, sikap, dan
keterampilan.Ketiga aspek tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh yang
dimanifestasikan dalam perilaku manusia.Pemberdayaan hakikatnya adalah
mengubah perilaku masyarakat. Mengubah perilaku ini dimulai dari mengubah
cara berpikir (mind set) dari pengetahuan dan pemahamannya, selanjutnya
diharapkan memiliki sikap yang positif untuk berubah, selanjutnya diwujudkan
dalam perilaku nyata sebagai bentuk usaha untuk mengubah perilaku kearah yang
lebih baik. Perubahan perilaku ini diarahkan ke arah yang lebih baik menuju pada
peningkatan kualitas dan kesejahteraan. Pemberdayaan sektor pendidikan
memiliki 4 tingkat yaitu: pendidikan tingkat anak-anak, pendidikan tingkat
remaja, pendidikan tingkat dewasa, dan pendidikan tingkat lansia.
2. Pemberdayaan sektor kesehatan
Menciptakan masyarakat yang sehat, bukan tanggung jawab pemerintah
saja. Kesehatan merupakan tanggung jawab semua individu dan
masyarakat.Kasus-kasus yang terjadi di masyarakat tentang kesehatan
32
sesungguhnya disebabkaan oleh kebiasaan diri yang kurang bisa menjaga
kesehatan diri dan lingkungannya. Penanganan masalah kesehatan dengan cara
pengobatan merupakan upaya setelah terjadi. Jika setelah diobati, pertanyaan
selanjutnya apakah penyakit tersebut akan kambuh kembali atau menajdi menular
kepada anggota keluarga dan amsyarakat lainnya. Penanganan kesehatan yang
paling tepat adalah upaya pencegahan melalui kegiatan pemberdayaan
smayarakat. Potensi yang ada dalam masyarakat dioptimalkan agar mereka tidak
terserang berbaagai jenis penyait dan hidup sehat serta bahagia.
Menjaga kesehatan diri, keluarga, dan dirinya adalah sangat bergantung
pada diri dan masyarakatnya. Oleh karena itu, pemberdayaan masyarakat dalam
sektor kesehatan harus dimulai dari membangun kesadaran untuk mengubah
kebiasaan buruk yang dapat menggangu kesehatan.
Penyebab masalah kesehatan tersebut selanjutnya diupayakan melalui
berbagai kegiatan. Dimulai dengan membangun kesadaran akan pentingnya hidup
sehat dalam kehidupan sehari-hari. Upaya memberikan penyadaran ini dilakukan
secara terus menerus melalui berbagai cara. Penyadaran dalam lingkup nasional
atau wilayah yang luas dapat memanfaatkan media masa baik cetak maupun
elektronik. Penyadaran juga dapat dilakukan melalui lembaga-lembaga yang ada
dalam masyarakat.
Tahapan selanjutnya dalam pemberdayaan kesehatan dapat diberikan
apresiasi atau reward kepada anggota masyarakat yang dinilai menonjol dalam
menunjukan keberdayaannya disektor kesehatan. Menurut Suyono dalam
33
Anwas(2013:123), tahapan reward dalam pemberdayaan penting dilakukan
sekalipun prestasinya masih sederhana guna memberikan motivasi kepada dirinya
dan juga anggota masyarakat yang lain. Pada akhirnya diharapkan tahapan
pemberdayaan sektor kesehatan ini menjadi sebuah budaya hidup sehat dalam
keluarga dan masyarakat. Dengan sehat, berbagai aktivitas dapat dilakukan
termasuk kegiatan ekonomi, peningkatan pendapatan, dan meraih kesejahteraan.
3. Pemberdayaan sektor usaha kecil
Pemberdayaan usaha kecil tidak hanya dilakukan terhadap masyarakat
yang telah memiliki usaha. Pemberdayaan dalam aspek ini justru yang utama
adalah bagaimana masyarakat didorong untuk mampu mengambangkan berbagai
usahanya sesuai dengan potensi yang dimilikinya.Menurut Freire dalam
Anwas(2013:125), dengan teori penyadaran menjelaskan bahwa pada setiap
individu sesungguhnya terhadap potensi untuk berkembang dengan demikian
seseungguhnya dalam setiap anggota masyarakat memiliki potensi untuk
melakukan usaha dalam meningkatkan pendapatannya. Dalam hal ini agen
pemberdayaan ditutuntut memiliki dan menerapkan kompetensi untuk analisis
kebutuhan dan potensi sasaran. Selanjutnya agen pemberdayaan dituntut untuk
menanamkan jiwa kewirausahaan.
Pemberdayaan usaha kecil yang utama adalah bagaimana membangun
SDM yang tangguh. Mereka perlu dibina mulai dari proses produksi hingga pasca
produksi yang benar dan efisien. Mereka perlu didorong untuk menciptakan
berbagai inovasi produknya yang memiliki daya saing. Kemampuan mendorong
34
berpikir dan berperilaku inovatif sangat diperlukan. Keterampilan dan
kemampuan lainnnya yang sangat diperlukan oleh pelaku usaha kecil adalah
aspek managerial, pengelolaan keuangan, pemasaran, kerjasama yang saling
menguntungkan. Pengusaha kecil juga perlu mendapatkan pencerahan tentang
perbankan, sehingga mereka bisa mengakses penambahan modal usaha. Untuk itu
diperlukan kegiatan pelatihan dan pendampingan secara kontinyu. Tenaga
instruktur dapat melibatkan instansi terkait di pemerintahan, dunia usaha, atau
masyarakat diwilayah tersebut yang memiliki pengalaman relevan dengan usaha
kecil tersebut.
Pemberdayaan usaha kecil diarahkan agar menjadikan pelaku usaha
mampu meningkatkan wawasan dan kemampuannya, sehingga meninggalkan
kebiasaan menjadi budaya baru dalam berbisnis yang menguntungkan. Upaya
mengubah perilaku ini diperlukan proses, oleh karena itu diperlukan upaya
pendampingan secara kontinyu. Agen pemberdayaan perlu memiliki kompetisi
dalam melakukan pendampingan, merintis kerja sama dengan pihak terkait, serta
menanamkan jiwa kewirausahaan. Dengan demikian diharapkan pelaku usaha
kecil memiliki kemampuan yang kompetitif, mampu bersaing, dan mandiri,
sehingga pendapatannya bisa meningkat dan kesejahteraanya secara bertahap
dapat meningkat pula.
4. Pemberdayaan sektor pertanian
Pemberdayaan petani diarahkan dari mulai proses produksi, pemeliharaan,
panen, pasca panen, serta pemasaran. Pemberdayaan petani ini diarahkan pada
35
usaha pertanian. Usaha pertanian adalah suatu industri biologis yang
memanfaatkan materi dalam proses hayati untuk memperoleh laba yang layak
bagi pelakunya yang dikemas dalam berbagai subsistem mulai dari subsistem
praproduksi, produksi, panen, dna pasca panen serta distribusi dan pemasaran.
Bentuk pemberdayaan bisa dilakukan melalui berbagai metode, sesuai dengan
permasalahan dan potensi klien, berdasarkan hasil analisis kebutuhan. Metode
pemberdayaan tersebut misalnya : kursus tani, pelatihan, demonstrasi hasil inovasi
pertanian, atau kegiatan lainnya. Kegiatan tersebut dilakukan secara bertahap dan
berkelanjutan.
5. Pemberdayaan berbasis potensi wilayah
Kebutuhan dan potensi yang ada di masyarakat menjadi pertimbangan
utama dalam kegiatan pemberdayaan. Potensi yang ada di masyarakat untuk bisa
diberdayakan terdiri dari potensi yang dimiliki individu, potensi kelompok, dan
juga potensi yang dimiliki oleh alam, sosial, dan budaya yang ada disekitar
wilayah tempat tinggal mereka.Setiap individu memiliki kebutuhan dan potensi
berbeda. Potensi individu yang dikembangkan cenderung beragam lain halnya
dengan potensi wilayah yang memiliki kesamaan bagi individu yang ada di
wilayah tersebut.
Pemberdayaan didasarkan pada potensi wilayah (alam, sosial, budaya)
sekitar masyarakat. Jika daerah memiliki potensi alam atau sumber daya alam
yang baik untuk dikembangkan, maka kegiatan pemberdayaan mengacu pada
potensi tersebut. Begitu pula potensi lingkungan sosial dan budaya dapat
36
dikembangkan dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat. Pengembangan usaha
memanfaatkan sumber daya alam, sosial, dan budaya yang dimiliki menjadi awal
yang baik untuk mendorong masyarakat aktif dalam pembangunan. Menggali
potensi tersebut pada tahap ini perlu mempertimbangkan budaya dan kearifan-
kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat setempat. Dengan cara ini
pemberdayaan masyarakat akan lebih mudah dilakukan dan dapat diterima oleh
masyarakat. Di sisi lain budaya dan kearifan lokal akan tetap lestari.
6. Pemberdayaan Daerah Bencana
Secara geografis wilayah Indonesia berada di antara lempengan besar
Indo-Australia dan Eurasia. Indonesia juga terletak di antara sabuk pegunungan
aktif Pasifik dan pegunungan Mediterani dan di antara dua samudera besar yaitu
Samudera Hindia dan Pasifik.Letak geografis tersebut secara alamiah
menyebabkan sering terjadi fenomena alam yang berpotensi menimbulkan gempa
tektonik, gempa vulkanik, tsunami, tanah longsor, gunung meletus, banjir, dan
bentuk-bentuk fenomena alam lainnya. Fenomena alam tersebut dapat
mengakibatkan korban jiwa dan kerugian materi, sehingga disebut bencana alam.
Pemberdayaan masyarakat di daerah bencana diarahkan pada upaya
meningkatkan kemampuan masyarakat baik sebelum bencana (pra), pada saat
bencana terjadi (doing), dan upaya rehabilitasi dan rekonstruksi setelah bencana
terjadi (pasca). Pemberdayaa sebelum bencana merupakan upaya penyadaran
kepada individu dan masyarakat akan bahaya bencana. Bencana alam dapat terjadi
kapanpun. Yang sangat perlu ditumbuhkan kesadaran kritis dari individu dan
37
masyarakat terhadap bahaya bencana, serta kesadaran bahwa pada diri setiap
manusia memiliki potensi meminimalisir resiko bencana.
7. Pemberdayaan Kaum Disabilitas
Disibalitas (disability) merupakan istilah atau payung generik bagi
individu keterbatasan, gangguan dalam beraktivitas tertentu. Keterbatasan tersebut
baik pada fisik, kognitif, mental, sensorik, emosional, perkembangan atau
beberapa kombinasi keterbatasan tersebut. Secara umum keterbatasan tersebut
dapat digolongkan menjadi : keterbatasan dalam melihat (tuna netra), keterbatasan
dalam mendengar (tuna rungu), keterbatasan tubuh (tuna daksa), dan keterbatasan
dalam daya tangkap (tuna grahita), serta penderita keterbatasan lebih dari satu
(tuna ganda).
Penanganan penyandang disabilitas saat ini masih terkesan diskriminatif
dan cenderung bersifat belas kasihan (charity). Penanganan disabilitas seharusnya
menggunakan pendekatan human right, dimana hak-hak dan potensi mereka
sebagai individu mendapat tempat yang sama dengan lainnya. Penyandang
disabilitas merupakan salah satu sumber daya manusia yang kualitasnya harus
ditingkatkan agar dapat berperan sebagai subyek pembangunan. Dengan demikian
pendekatan dalam kaum disabilitas adalah melalui pemberdayaan sesuai dengan
potensi, minat, bakat dan kebutuhannya.
Dalam pengembangan potensi / bakat penyandang disabilitas, perlu
dimulai dengan analisis kebutuhan, potensi / bakat, minat yang dimiliki masing-
masing individu. Hasil analisis ini akan menjadi acuan bentuk dan jenis pelatihan
38
apa yang cocok untuk penyandang disabilitas tersebut. Secara umum penyandang
disabilitas memiliki kemampuan yang bisa dioptimalkan. Kemampuan dan
keterampilan tersebut dapat dilatih secara bertahap dan bekesinambungan kepada
penyandang disabilitas. Tujuan pendidikan dan pelatihan ini ditujukan untuk
mengurangi ketergantungan akibat kelainan yang diderita serta menumbuhkan
kemandirian untuk hidup dimasyarakat.
8. Pemberdayaan Corporate Social Responsibility (CSR)
Corporate Social Responsibility (CSR), merupakan salah satu bentuk
kepedulian perusahaan terhadap lingkungan alam, lingkungan budaya, dan
lingkungan sosial. Undang-undang No. 47 Tahun 2007, menegaskan bahwa setiap
perusahaan yang mengelola sumber daya alam memiliki kewajiban menyisihkan
dari sebagian keuntungannya untuk peningkatan kesejahteraan dan taraf hidup
masyarakat disekitarnya.
CSR hendaknya dilakukan dalam bentuk pemberdayaan. Potensi dan
kebutuhan yang ada dalam diri dan lingkungan masyarakat yang perlu dibangun
dan diberdayakan. Masyarakat perlu ditumbuhkan kesadaran untuk mau dan
mampu membangun dirinya, meningkatkan kualitas kehidupannya kearah yang
lebih baik. CSR harus diarahkan untuk menggali potensi-potensi yang ada di
masyarakat untuk dikembangkan. Potensi tersebut bisa dari sumber daya manusia,
potensi sumber daya alam, potensi budaya, dan juga potensi sosial
kemasyarakatan. Potensi tersebut selanjutnya dibina melalui berbagai kegiatan
yang berkesinambungan, sehingga pada akhirnya kualitas lingkungan dan
39
masyarakat bisa meningkat, meningkatkan kemandirian, dan pada akhirnya
kesejahteraannya juga meningkat.
Sasaran utama CSR diarahkan untuk membangun sumber daya manusia.
Mengubah perilaku masyarakat kearah yang lebih baik. Membangun sarana fisik
dalam masyarakat dapat dilakukan bersama-sama membangun SDMnya.
9. Pemberdayaan Perempuan
Masih terbatasnya peran perempuan ini menurut Suyono dalam Anwas
(2013:150) terkait dengan kemiskinan dalam keluarga-keluarga di Indonesia.
Realitas dalam masyarakat atau keluarga miskin biasanya sumber penghasilan
keluarga mengandalkan suami.Peran istri terbatas mengurus anak atau rumah
tangga di rumah.Padahal keluarga kurang beruntung itu umumnya berpendidikan
rendah, keterampilannya juga rendah.Kondisi ini semakin tidak berdaya akibat
mereka tidak memiliki modal usaha apalagi jaringan (networking) untuk
mengembangkan usaha ekonomi keluarganya.Untuk mendongkrak keterpurukan
keluarga-keluarga seperti ini sangat perlu peran serta perempuan. Para istri dari
keluarga miskin perlu diberdayakan untuk membantu suaminya dalam mencari
nafkah di keluarganya.
Diperlukan langkah-langkah lebih positif dengan langkah-langkah nyata,
dan menyangkut penyediaan berbagai masukan (input), serta pembukaan akses
kepada berbagai peluang (opportunity) yang akan membuat masyarakat menjadi
makin berdaya (Kartasasmita dalam Mardikanto, 2012:53). Dengan demikian,
pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu anggota masyarakat,
40
tetapi juga pranata-pranatanya. Menanamkan nilai-nilai budaya modern seperti
kerja keras, hemat, keterbukaan, kebertanggungjawaban dan lain-lain yang
merupakan bagian pokok dari upaya pemberdayaan itu sendiri.
Subejo dan Narimo dalam Mardikanto (2012:12) mengemukakan bahwa,
terminologi masyarakat kadang-kadang sangat sulit dibedakan dengan penguatan
masyarakat serta pembangunan masyarakat (community development), yaitu
proses dimana usaha-usaha orang-orang itu sendiri disatukan dengan usaha-usaha
pemerintah untuk memperbaiki keadaan ekonomi, sosial dan kultural masyarakat,
menyatukan masyarakat-masyarakat itu ke dalam kehidupan bangsa, dan
memungkinkan masyarakat itu menyumbangkan secara penuh bagi kemajuan
nasional (Raharjo dalam Mardikanto, 2012)
Sumadyo merumuskan tiga upaya pokok dalam setiap pemberdayaan
masyarakat, Mardikanto (2012:113) menambahkan pentingnya bina kelembagaan
:Bina Manusia merupakan upaya yang pertama dan utama yang harus
diperhatikan dalam setiap upaya pemberdayaan masyarakat. Hal ini, dilandasi
oleh pamahaman bahwa tujuan pembangunan adalah untuk perbaikan mutu hidup
/ kesejahteraan manusia. Disamping itu, manusia menempati unsur yang unik
sebab, selain sebagai salah satu sumber daya juga sekaligus sebagai pelaku atau
pengelola manajemen itu sendiri. Tujuan utama pemberdayaan masyarakat adalah
keberdayaan (kemampuan dan perbaikan posisi-tawar) masyarakat.
Bina Usaha menjadi suatu upaya penting dalam setiap pemberdayaan,
sebab, bina manusia yang tanpa memberikan dampak atau manfaat bagi perbaikan
41
kesejahteraan tidak akan laku, dan bahkan menambahkan kekecewaan. Sebaliknya
hanya bina manusia yang mampu (dalam waktu dekat / cepat) memberikan
dampak atau manfaat bagi perbaikan kesejahteraan yang akan laku atau
memperoleh dukungan dalm bentuk pertisipasi masyarakat.
Bina Lingkungan dinilai penting, karena pelestarian lingkungan (fisik)
akan sangat menentukan keberlanjutan kegiatan investasi maupun operasi
(utamanya yang terkait dengan tersedianya bahan baku). Pengertian lingkungan
tidak hanya lingkungan fisik, utamanya yang menyangkut pelestarian sumber
daya alam dan lingkungan hidup tetapi, dalam praktek perlu disadari bahwa
lingkungan sosial juga sangat berpengaruh terhadap keberlanjutan bisnis dan
kehidupan.
Bina Kelembagaan dinilai sangat penting. Karena tersedianya dan
efektifitas kelembagaan akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan bina
manusia, bina usaha dan bina lingkungan. Hayami dan Kikuchi dalam Mardikanto
(2012:116) mengartikan kelembagaan sebagai suatu perangkat umum yang ditaati
oleh anggota suatu komunitas (masyarakat). Bina kelembagaan tidak cukup
dengan pembentukan lembaga-lembaga yang diperlukan, tetapi jauh lebih penting
dari pembentukannya, adalah seberapa jauh kelembagaan yang telah dibentuk itu
telah berfungsi secara efektif.
Jadi pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk memandirikan
masyarakat dengan memberikan motivasi, sarana, dan prasarana yang terkait
dengan potensi kemampuan yang individu miliki, memberikan atau membuka
42
potensi kemampuan yang individu miliki menjadi tidak hanya berpotensi tetapi
juga mampu mengembangkan kemampuan tersebut.
43
2.4 Kerangka Pemikiran Penelitian
Permasalahan
--------------------------
Rumusan Masalah
---------------------------
Tujuan
---------------------------
Analisis
--------------------------
Pemerintah Daerah Kabupaten
Badung (Dinas Perhubungan
Komunikasi dan Informatika)
Kerjasama pengelolaan parkir di tepi jalan
umum
LPM dinilai mampu
mengelola parkir dengan
baik
Hasil dari retribusi parkir
dapat mampu membantu
masyarakat di wilayahnya
Pembuatan PD Parkir
dinilai tidak efisien
Bagaimana pengelolaan retribusi parkir untuk
pemberdayaan masyarakat oleh Lembaga
Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Kuta ?
Untuk mengetahui informasi pengelolaan
retribusi parkir untuk pemberdayaan
masyarakat oleh LPM Kelurahan Kuta
Menganalisis pemberdayaan masyarakat
melalui pengelolaan retribusi parkir oleh
LPM Kelurahan Kuta
Kesimpulan dan
Rekomendasi
Analisis Kerjasama
Pengelolaan Parkir
Analisis Kelembagaan
Analisis Retribusi
Daerah
Deskriptif Kualitatif
Lembaga Pemberdayaan
Masyarakat Kelurahan Kuta
Analisis Pemberdayaan
Masyarakat
44
Pemerintah Daerah Kabupaten Badung tidak membentuk Perusahaan
Daerah Parkir karena dinilai tidak efisien. Sebab operasional penyedia sarana dan
prasarana pembangunan dan karyawan Perusahaan Daerah Parkir dinilai
membutuhkan dana lebih besar daripada dikelola langsung oleh pengelola wilayah
parkir tersebut. Selain itu, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Kuta
dinilai mampu mengelola parkir dengan baik dan sebagian hasil dari retribusi
parkir dinilai dapat memberikan dampak positif kepada masyarakat Kelurahan
Kuta. Maka dibuatlah kerjasama Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika
Kabupaten Badung dengan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Kuta
yang tertulis dalam surat perjanjian No: 050/5579/DISHUBKOMINFO dan
nomor: 058/LPM-KUTA/XII/2014. Isi dari perjanjian tersebut Lembaga
Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Kuta menangani langsung pengelolaan
parkir di seluruh wilayah Kelurahan Kuta serta Dinas Perhubungan Komunikasi
dan Informatika merupakan selaku koordinator, pengawas dan penyedia sarana
dan prasarana. Dalam perjanjian tersebut juga terdapat aturan-aturan kerjasama
yang berlaku dan harus dilaksanakan.Dengan rumusan masalah Bagaimana
pemberdayaan masyarakat melalui retribusi parkir oleh Lembaga Pemberdayaan
Masyarakat Kelurahan Kuta?Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui informasi
pemberdayaan masyarakat melalui pengelolaan retribusi parkir oleh Lembaga
Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Kuta. Untuk menganilis pemberdayaan
masyarakat melalui pengelolaan retribusi parkir oleh Lembaga Pemberdayaan
Masyarakat Kelurahan Kuta tersebut, penulis menggunakan konsep
pemberdayaan masyarakat, kerjasama pengelolaan parkir, kelembagaan dan
45
retribusi daerah dengan menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Data
yang telah dianalisis tersebut kemudian dieksplorasi sehingga diperoleh
kesimpulan dan rekomendasi.