BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. Tinjauan Pustaka 2.1. Landasan ...
Tinjauan Pustaka
Click here to load reader
-
Upload
astrirahma -
Category
Documents
-
view
222 -
download
1
description
Transcript of Tinjauan Pustaka
SEORANG PRIA 39 TAHUN
DENGAN STROKE INFARK AKUT
Diajukan untuk melengkapi syarat kepaniteraan senior Bagian Radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Disusun oleh :
Siti Ayu Meisa U 22010113210051
Ayu Fitria R 22010113210055
Anggita Dewati P 22010113210052
Indra Kusuma Adi 22010113210080
Anangga Aristantyo 22010113210074
Pembimbing :
dr. Nasirun Z, Sp.Rad (K)
BAGIAN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2015
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan kasus besar dengan :
Judul : Seorang Pria 39 tahun dengan Stroke Infark Akut
Bagian : Radiologi
Pembimbing : dr. Nasirun Z, Sp.Rad (K)
dr. Esis Prasasti
Diajukan : 4 Maret 2014
Residen pembimbing,
dr. Esis Prasasti
Semarang, 4 Maret 2015
Pembimbing,
dr. Nasirun Z, Sp.Rad (K)
BAB I
PENDAHULUAN
Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, lebih dari
24 jam, berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak sepintas, tumor otak, stroke sekunder karena
trauma maupun infeksi (WHO MONICA, 1986). Stroke dengan defisit neurologik
yang terjadi tiba-tiba dapat disebabkan oleh iskemia atau perdarahan otak. Stroke
iskemik disebabkan oleh oklusi fokal pembuluh darah otak yang menyebabkan
turunnya suplai oksigen dan glukosa ke bagian otak yang mengalami oklusi
(Hacke, 2003). Munculnya tanda dan gejala fokal atau global pada stroke
disebabkan oleh penurunan aliran darah otak. Oklusi dapat berupa trombus,
embolus, atau tromboembolus, menyebabkan hipoksia sampai anoksia pada salah
satu daerah percabangan pembuluh darah di otak tersebut.
Survei Departemen Kesehatan RI pada 987.205 subjek dari 258.366 rumah
tangga di 33 provinsi menunjukkan bahwa stroke merupakan penyebab kematian
utama pada usia di atas 45 tahun (15,4% dari seluruh kematian). Penelitian
prospektif tahun 1996/1997 mendapatkan 2.065 pasien stroke di 28 rumah sakit di
Indonesia. Di Yogyakarta, dari 1.053 kasus stroke di 5 rumah sakit, tercatat angka
kematian sebesar 28,3%. Mortalitas pasien stroke di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta menduduki peringkat ketiga setelah penyakit jantung koroner dan
kanker. Pada tahun 1995, National Institute of Neurologic Disorders and Stroke
(NINDS) melaporkan penggunaan aktivator plasminogen jaringan rekombinan
(recombinant tissue plasminogen activator, rt-PA) dalam 3 jam sejak onset gejala
dapat memperbaiki hasil akhir terapi. Hal ini menyebabkan pentingnya dilakukan
CT scan dini untuk menyingkirkan adanya perdarahan intrakranial dan penyebab
non vaskular, misalnya tumor serebri (karena t-PA meningkatkan risiko
perdarahan intrakranial).
Paciaroni M (2003) melakukan penelitian terhadap 1182 pasien stroke
iskemik untuk melihat keterlibatan perbedaan territori vaskular yang tampak pada
CT scan didapati persentasi terbanyak setelah dilakukan CT Scan 3-7 hari dari
onset stroke adalah territori karotis 74,6% dan territori vertebrobasiler 23,5%.
Dari territori karotis didapati territori MCA 98,7%, territori ACA 1,2% dan dari
territori vertebrobasiler yang terlibat 53,2% pada brainstem, 20,5% pada
serebellum dan 23,6% pada PCA.
Arboix dkk (2009) melakukan penelitian pada 2407 pasien stroke iskemik
pada daerah ACA, MCA dan PCA untuk menilai tingkat kematian dan lama
rawatan di rumah sakit Barcelona, Spanyol. didapati rata-rata tingkat kematian
pasien stroke iskemik daerah ACA di rumah sakit sebanyak 7,8%, MCA 17,3%
dan daerah PCA sebanyak 3,9%.
Pada laporan kasus ini akan dibahas mengenai stroke infark dan
penatalaksanaanya serta kesesuaian teori dengan data yang didapatkan dari pasien
dengan tanda-tanda stroke infark. Dengan demikian diharapkan dapat menambah
pengetahuan mengenai stroke infark dan penatalaksanaannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, lebih
dari 24 jam, berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak sepintas, tumor otak, dan stroke sekunder karena
trauma maupun infeksi. Stroke dengan defi sit neurologik yang terjadi tiba-tiba
dapat disebabkan oleh iskemia atau perdarahan otak. Stroke iskemik disebabkan
oleh oklusi fokal pembuluh darah otak yang menyebabkan berkurangnya suplai
oksigen dan glukosa ke bagian otak tertentu. Oklusi dapat berupa trombus,
embolus, atau tromboembolus, menyebabkan hipoksia sampai anoksia salah satu
daerah pendarahan otak tersebut. Stroke hemoragik dapat berupa perdarahan
intraserebral atau perdarahan subarakhnoid.
2.2 Etiologi
Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur arteri yang
menuju ke otak. Misalnya suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam
arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat
serius karena setiap arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke
sebagian besar otak. Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan
mengalir di dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil.
Arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya bisa juga
tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain, misalnya dari
jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli serebral, yang
paling sering terjadi pada penderita yang baru menjalani pembedahan jantung dan
penderita kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung (terutama fibrilasi
atrium). Emboli lemak jarang menyebabkan stroke. Emboli lemak terbentuk jika
lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan
akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri.
Stroke juga bisa terjadi bila suatu peradangan atau infeksi menyebabkan
menyempitnya pembuluh darah yang menuju ke otak. Obat-obatan (misalnya
kokain dan amfetamin) juga bisa mempersempit pembuluh darah di otak dan
menyebabkan stroke. Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan
berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan.
Stroke bisa terjadi jika tekanan darah rendahnya sangat berat dan menahun. Hal ini
terjadi jika seseorang mengalami kehilangan darah yang banyak karena cedera atau
pembedahan, serangan jantung atau irama jantung yang abnormal.
2.3 Klasifikasi
Stroke iskemik (sekitar 80%-85% terjadi dalam kasus stroke), disebabkan
oleh adanya obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi
serebrum. Obstruksi bisa disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk di
dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh atau organ distal. Pada trombus
vaskular distal, bekuan dapat terlepas, atau mungkin terbentuk di dalam suatu
organ seperti jantung dan kemudian dibawa melalui sistem arteri ke otak sebagai
suatu embolus. Terdapat beragam penyebab stroke trombotik dan embolik primer,
termasuk aterosklerosis, arteritis, keadaan hiperkoagulasi, dan penyakit jantung
struktural. Sumbatan aliran darah di A. carotis interna sering merupakan penyebab
stroke pada orang berusia lanjut, yang sering mengalami pembentukan plak
aterosklerotik di pembuluh darah sehingga terjadi penyempitan atau stenosis. Ada
banyak subtipe stroke iskemik, antara lain stroke lakunar, stroke trombotik
pembuluh besar, stroke embolik, dan stroke kriptogenik.
Stroke lakunar, adanya infark lakunar yang terjadi karena penyakit
pembuluh halus hipertensif dan menyebabkan sindrom stroke yang biasanya
muncul dalam beberapa jam atau kadang-kadang lebih lama. Infark lakunar
merupakan infark yang terjadi setelah oklusi aterotrombotik atau hialin-lipid salah
satu dari cabang-cabang arteri penetrans Circulus Arteriosus Willisi, A. cerebri
media, atau A. vertebralis dan A. basilaris.
Stroke trombotik pembuluh besar, merupakan thrombosis pembuluh besar
dengan aliran lambat. Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, saat pasien
relative mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Stroke ini sering
berkaitan dengan lesi aterosklerotik yang menyebabkan penyempitan atau stenosis
di A. carotis interna atau, yang lebih jarang, di pangkal A. cerebri media atau di
taut A. vertebralis dan A. basilaris. Penderita dengan stroke ini tampak gagap,
dengan gejala hilang timbul berganti-ganti secara cepat. Para pasien ini mungkin
sudah mengalami beberapa kali serangan TIA tipe lakunar sebelum akhirnya
mengalami stroke. Pelannya aliran arteri yang mengalami trombosis parsial adalah
defisit perfusi yang dapat terjadi pada reduksi mendadak curah jantung atau
tekanan darah sistemik.
Stroke embolik, diklasifikasikan berdasarkan arteri yang terlibat
(misalnya, stroke A. vertebralis) atau asal embolus. Sumber tersering terjadinya
stroke ini adalah trombus mural jantung (misalnya infark miokardium, fibrilasi
atrium, penyakit katup jantung, katup jantung buatan, dan kardiomiopati iskemik).
Penyebab tersering yang kedua adalah tromboemboli yang berasal dari arteri,
terutama plak ateromatosa di A. carotis. Stroke yang terjadi akibat embolus
biasanya menimbulkan defisit neurologik mendadak dengan efek maksimum sejak
awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat pasien beraktivitas. Biasanya
stroke akibat embolus ini berupa stroke kardioembolik.
Stroke kriptogenik, merupakan stroke yang disebabkan oleh adanya oklusi
mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa penyebab yang jelas. Disebut
kriptogenik karena sumbernya tersembunyi, bahkan setelah dilakukan
pemeriksaan diagnostic dan evaluasi klinik yang ekstensif.
Gambar. Teritori Anterior Cerebri artery, Media Cerebri Artery,
Posterior Cerebri Artery
2.4 Manifestasi Klinis
Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya gangguan
pembuluh darah dan lokasinya.
Gejala-gejala penyumbatan sistem karotis:
1. Gejala-gejala penyumbatan arteri karotis interna:
buta mendadak (amaurosis fugaks)
disfasia bial gangguan terletak pada sisi yang dominan
hemiparesis kontra lateral
2. Gejala-gejala penyumbatan arteri serebri anterior
hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan kedua tungkai lebih
menonjol
gangguan mental (bila lesi di frontal)
gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh
inkontinensia
kejang-kejang
3. Gejala-gejala penyumbatan ateri serebri media
Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi hemiparesis yang sama, bila tidak
di pangkal, maka lengan lebih menonjol.
Hemihipestesia
Gangguan fungsi luhur pada korteks hemisfer dominan yang terserang
4. gangguan pada kedua sisi
hemiplegi dupleks
sukar menelan
gangguan emosional, mudah menangis.
Gejala gangguan sistem vertebro-basiler:
1. Gangguan pada arteri serebri posterior
hemianopsia homonim kobntralateral dari sisi lesi
hemiparesis kontralateral
hilangnya rasa sakit, suhu, sensorik proprioseptif kontralateral.
2. Gangguan pada arteri vertebralis
Bila sumbatan pada sisi yang dominan dapat terjadi sindrom
Wallenberg. Sumbatan pada sisi yang tidak dominan seringkali tidak
menimbulkan gejala.
2.5 Diagnosis
Infark Hiperakut Pada kasus stroke iskemik hiperakut (0-6 jam setelah
onset), CT scan biasanya tidak sensitif mengidentifi kasi infark serebri karena
terlihat normal pada >50% pasien; tetapi cukup sensitif untuk mengidentifi kasi
perdarahan intrakranial akut dan/atau lesi lain yang merupakan kriteria eksklusi
terapi trombolitik. Gambaran CT scan yang khas untuk iskemia serebri hiperakut
adalah sebagai berikut:
Gambaran pendangkalan sulcus serebri (sulcal eff acement) Gambaran ini
tampak akibat adanya edema difus di hemisfer serebri. Infark serebral akut
menyebabkan hipoperfusi dan edema sitotoksik. Berkurangnya kadar oksigen
dan glukosa seluler dengan cepat menyebabkan kegagalan pompa natrium-
kalium, yang menyebabkan berpindahnya cairan dari ekstraseluler ke
intraseluler dan edema sitotoksik yang lebih lanjut. Edema serebri dapat
dideteksi dalam 1-2 jam setelah gejala muncul. Pada CT scan terdeteksi
sebagai pembengkakan girus dan pendangkalan sulcus serebri.
Menghilangnya batas substansia alba dan substansia grisea serebri Substansia
grisea merupakan area yang lebih mudah mengalami iskemia dibandingkan
substansia alba, karena metabolismenya lebih aktif. Karena itu,
menghilangnya diferensiasi substansia alba dan substansia grisea merupakan
gambaran CT scan yang paling awal didapatkan. Gambaran ini disebabkan
oleh influks edema pada substansia grisea. Gambaran ini bisa didapatkan
dalam 6 jam setelah gejala muncul pada 82% pasien dengan iskemia area
arteri serebri media.
Tanda insular ribbon Gambaran hipodensitas insula serebri cepat tampak pada
oklusi arteri serebri media karena posisinya pada daerah perbatasan yang jauh
dari suplai kolateral arteri serebri anterior maupun posterior
Hipodensitas nukleus lentiformis Hipodensitas nukleus lentiformis akibat edema sitotoksik dapat terlihat dalam 2 jam setelah onset. Nukleus lentiformis cenderung mudah mengalami kerusakan ireversibel yang cepat pada oklusi bagian proksimal arteri serebri media karena cabang lentikulostriata arteri serebri media yang memvaskularisasi nukleus lentiformis merupakan end vessel.
Tanda hiperdensitas arteri serebri media Gambaran ekstraparenkimal dapat
ditemukan paling cepat 90 menit setelah gejala timbul, yaitu gambaran
hiperdensitas pada pembuluh darah besar, yang biasanya terlihat pada cabang
proksimal (segmen M1) arteri serebri media, walaupun sebenarnya bisa
didapatkan pada semua arteri. Arteri serebri media merupakan pembuluh
darah yang paling banyak mensuplai darah ke otak. Karena itu, oklusi arteri
serebri media merupakan penyebab terbanyak stroke yang berat. Peningkatan
densitas ini diduga akibat melambatnya aliran pembuluh darah lokal karena
adanya trombus intravaskular atau menggambarkan secara langsung trombus
yang menyumbat itu sendiri. Gambaran ini disebut sebagai tanda
hiperdensitas arteri serebri media (Gambar 4).
Infark Akut
Pada periode akut (6-24 jam), perubahan gambaran CT scan non-kontras
akibat iskemia makin jelas. Hilangnya batas substansia alba dan substansia grisea
serebri, pendangkalan sulkus serebri, hipodensitas ganglia basalis, dan
hipodensitas insula serebri makin jelas.
Distribusi pembuluh darah yang tersumbat makin jelas pada fase ini.
Infark Subakut dan Kronis
Selama periode subakut (1-7 hari), edema meluas dan didapatkan efek
massa yang menyebabkan pergeseran jaringan infark ke lateral dan vertikal. Hal
ini terjadi pada infark yang melibatkan pembuluh darah besar.
Edema dan efek massa memuncak pada hari ke-1 sampai ke-2, kemudian
berkurang. Infark kronis ditandai dengan gambaran hipodensitas dan
berkurangnya efek massa. Densitas daerah infark sama dengan cairan
serebrospinal (Gambar 6).
2.6 Tatalaksana dan Prognosis
Stroke Iskemik Terapi umum:
Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada pada satu bidang;
ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik
sudah stabil.
Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai
didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi
dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung
kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten).
Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000
mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau salin
isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika
didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui slang
nasogastrik.
Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah
sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama.
Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi
segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan harus dicari
penyebabnya.
Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan
sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan
sistolik ≥220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP)
≥ 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau
didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal.
Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat yang
direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat
ACE, atau antagonis kalsium.
Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤ 90 mm Hg, diastolik ≤70
mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4
jam dan 500 mL selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum
terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin
2-20 μg/kg/menit sampai tekanan darah sistolik ≥ 110 mmHg. Jika kejang, diberi
diazepam 5-20 mg iv pelanpelan selama 3 menit, maksimal 100 mg per hari;
dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral (fenitoin, karbamazepin).
Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan peroral
jangka panjang. Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol
bolus intravena 0,25 sampai 1 g/ kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena
rebound atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit
setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (30 mL,
perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis cenderung
memburuk. Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau
15-20% bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130
mmHg, dan volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan
darah harus segera diturunkan dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2
menit) sampai 20 mg (pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril
iv 0,625-1.25 mg per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral.
Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial meningkat, posisi kepala
dinaikkan 300, posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian manitol (lihat
penanganan stroke iskemik), dan hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg).
Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik, tukak lambung diatasi
dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhibitor pompa proton;
komplikasi saluran napas dicegah dengan fisioterapi dan diobati dengan antibiotik
spektrum luas. Terapi khusus Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang
bersifat vasodilator. Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak
perdarahan yaitu pada pasien yang kondisinya kian memburuk dengan perdarahan
serebelum berdiameter >3 cm3, hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikel
atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan perdarahan lobar >60 mL dengan
tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi.
STADIUM SUBAKUT
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi
wicara, dan bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan
penyakit yang panjang, dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke
di rumah sakit dengan tujuan kemandirian pasien, mengerti, memahami dan
melaksanakan program preventif primer dan sekunder. Terapi fase subakut: -
Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya, - Penatalaksanaan
komplikasi, - Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi,
terapi wicara, terapi kognitif, dan terapi okupasi, - Prevensi sekunder - Edukasi
keluarga dan Discharge Planning.
BAB III
LAPORAN KASUS
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB 5
KESIMPULAN