TINJAUAN PUSTAKA
description
Transcript of TINJAUAN PUSTAKA
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi
Hiperplasia adalah penambahan ukuran suatu jaringan yang disebabkan oleh
penambahan jumlah sel pembentuknya. Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau
disebut tumor prostat jinak adalah pertumbuhan berlebihan dari sel-sel prostat yang
tidak ganas. Pembesaran prostat jinak berupa hiperplasia kelenjar atau hiperplasia
fibromuskular akibat sel-sel prostat memperbanyak diri melebihi kondisi normal,
biasanya dialami laki-laki berusia di atas 50 tahun. Orang sering menyebutnya
dengan hipertropi prostat namun secara histologi yang dominan adalah hiperplasia.
1.2 Anatomi
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah
inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Bila mengalami pembesaran
organ ini menekan uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urin
keluar dari buli-buli. Prostat merupakan kelenjar aksesori terbesar pada pria, bentuk
kelenjar prostat sebesar buah kenari, dengan berat normal pada orang dewasa ±20
gram, tebalnya ± 2 cm dan panjangnya ± 3 cm dengan lebarnya ± 4 cm, dan berat 20
gram. Prostat mengelilingi uretra pars prostatika dan ditembus di bagian posterior
oleh dua buah duktus ejakulatorius.
1
Gambar 1. Anatomi prostat
Gambar 1.Anatomi prostat
Aliran darah prostat merupakan percabangan dari arteri pudenda interna, arteri
vesikalis inferior dan arteri rektalis media. Pembuluh ini bercabang-cabang dalam
kapsula dan stroma, dan berakhir sebagai jala-jala kapiler yang berkembang baik
dalam lamina propria. Pembuluh vena mengikuti jalannya arteri dan bermuara ke
pleksus sekeliling kelenjar. Pleksus vena mencurahkan isinya ke vena iliaca interna.
Pembuluh limfe mulai sebagai kapiler dalam stroma dan mengikuti pembuluh darah
dam mengikuti pembuluh darah. Limfe terutama dicurahkan ke nodus iliaka interna
dan nodus sakralis.
Persarafan prostat berasal dari pleksus hipogastrikus inferior dan membentuk
pleksus prostatikus. Prostat mendapat persarafan terutama dari serabut saraf tidak
bermielin. Beberapa serat ini berasal dari sel ganglion otonom yang terletak di
kapsula dan di stroma. Serabut motoris, mungkin terutama simpatis, tampak
mempersarafi sel-sel otot polos di stroma dan kapsula sama seperti dinding pembuluh
darah.
2
Secara histologi prostat terdiri atas 30-50 kelenjar tubulo alveolar yang
mencurahkan sekretnya ke dalam 15-25 saluran keluar yang terpisah. Saluran ini
bermuara ke uretra pada kedua sisi kolikulus seminalis. Kelenjar ini terbenam dalam
stroma yang terutama terdiri dari otot polos yang dipisahkan oleh jaringan ikat
kolagen dan serat elastis. Otot membentuk masa padat dan dibungkus oleh kapsula
yang tipis dan kuat serta melekat erat pada stroma. Alveoli dan tubuli kelenjar sangat
tidak teratur dan sangat beragam bentuk ukurannya, alveoli dan tubuli bercabang
berkali-kali dan keduanya mempunyai lumen yang lebar, lamina basal kurang jelas
dan epitel sangat berlipat-lipat. Jenis epitelnya berlapis atau bertingkat dan bervariasi
dari silindris sampai kubus rendah tergantung pada status endokrin dan kegiatan
kelenjar. Sitoplasma mengandung sekret yang berbutir-butir halus, lisosom dan butir
lipid. Nukleus biasanya satu, bulat dan biasanya terletak basal. Nukleoli biasanya
terlihat ditengah, bulat dan kecil.
Kelenjar prostat terbagi atas 5 lobus yaitu lobus medius, lobus lateralis (2
lobus), lobus anterior, dan lobus posterior. Menurut konsep terbaru kelenjar prostat
merupakan suatu organ campuran terdiri atas berbagai unsur glandular dan non
glandular. Telah ditemukan lima daerah/ zona tertentu yang berbeda secara histologi
maupun biologi, yaitu:
1. Zona Anterior atau Ventral
Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma
fibromuskular. Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat.
2. Zona Perifer
Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar prostat.
Zona ini rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal karsinoma
terbanyak.
3. Zona Sentralis.
Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah
meliputi 25% massa glandular prostat. Zona ini resisten terhadap inflamasi.
3
4. Zona Transisional.
Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai kelenjar
preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang lebih 5% tetapi
dapat melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior menjadi benign
prostatic hyperpiasia (BPH).
5. Kelenjar-Kelenjar Periuretra
Bagian ini terdiri dan duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif
tersebar sepanjang segmen uretra proksimal.
Gambar 2. Prostat normal dan Hiperplasia prostat
1.3 Etiologi dan Patogenesis
Hingga saat ini penyebab pasti terjadinya Hiperplasi Prostat masih belum
diketahui, namun ada beberapa pendapat dan fakta yang menunjukan, ini berasal dari
proses yang rumit dari androgen dan estrogen. Dehidrotestosteron yang berasal dan
testosteron dengan bantuan enzim 5-α reduktase diperkirakan sebagai mediator utama
pertumbuhan prostat. Dalam sitoplasma sel prostat ditemukan reseptor untuk
dehidrotestosteron (DHT). Reseptor ini jumlahnya akan meningkat dengan bantuan
estrogen. DHT yang dibentuk kemudian akan berikatan dengan reseptor membentuk
DHT-Reseptor komplek. Kemudian masuk ke inti sel dan mempengaruhi RNA untuk
menyebabkan sintesis protein sehingga terjadi protiferasi sel. Adanya anggapan
4
bahwa sebagai dasar adanya gangguan keseimbangan hormon androgen dan estrogen,
dengan bertambahnya umur diketahui bahwa jumlah androgen berkurang sehingga
terjadi peninggian estrogen secara retatif. Diketahui estrogen mempengaruhi prostat
bagian dalam (bagian tengah, lobus lateralis dan lobus medius) hingga pada
hiperestrinism, bagian inilah yang mengalami hiperplasia.
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika
dan akan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan
intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat
guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan
perubahan anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi,
terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini
disebut fase kompensasi.
Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada
saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu
dikenal dengan gejala-gejala prostatismus.
Gambar 3. Patogenesis Benign Prostatic Hyperplasia
5
Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke
dalam fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi
sehingga terjadi retensi urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan
diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter.
Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-
buli ke ureter atau terjadi refluks vesico-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus
akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam
gagal ginjal.
Gambar 4 : komplikasi hipertropi prostat
1.4 Gejala Klinis
Hiperplasia prostat hampir mengenai semua orang tua tetapi tidak semuanya
disertai dengan gejala-gejala klinik. Gejala klinis yang menonjol dan hiperplasia
prostat adalah sumbatan saluran kencing bagian bawah. Terjadinya gejala tersebut
dapat disebabkan oleh dua komponen, pertama adanya penekanan yang bersifat
menetap pada uretra (komponen statik) dimana terjadi peningkatan volume prostat
yang pada akhirnya akan menekan uretra pars prostatika dan mengakibatkan
terjadinya hambatan aliran kencing. Kedua disebabkan oleh peningkatan tonus
kelenjar prostat yang diatur oleh sistem saraf otonom (komponen dinamik) yang
6
akhimya dapat meninggikan tekanan dan resistensi uretra, hal tersebut selanjutnya
menyebabkan terjadinya sumbatan aliran kencing.
a) Gejala pada saluran kemih bagian bawah (LUTS)
Keluhan pada LUTS terdiri atas gejala obstruksi dan gejala iritatif. Untuk menilai
tingkat keparahan dari keluhan pada LUTS digunakan sistem skoring yang dianjurkan
oleh WHO yaitu Skor Internasional Gejala Prostat atau I-PSS (International Prostatic
Symptom Score).
Tabel 1. Skor Internasional Gejala Prostat (IPPS)
7
Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot buli-buli
untuk mengeluarkan urine. Gejala hiperplasia prostat biasanya memperlihatkan dua
tipe yang saling berhubungan, obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi terjadi karena
otot detrusor gagal berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup
lama sehingga kontraksi terputus-putus.
Tanda obstruksi:
1. Menunggu pada permulaan miksi
2. Pancaran miksi terputus-putus (intermitten)
3. Rasa tidak puas sehabis miksi
4. Urin menetes pada akhir miksi (terminal dribling)
5. Pancaran urin jadi lemah
Gejala iritasi biasanya lebih memberatkan pasien dibandingkan obstruksi.
Gejala iritasi timbul karena pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna pada
akhir miksi atau pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada kandung kemih,
sehingga kandung kemih sering berkontraksi meskipun belum penuh. Bila terjadi
dekompensasi akan terjadi retensi urin sehingga urin masih berada dalam kandung
kemih pada akhir miksi. Retensi urin kronik menyebabkan refluk vesiko-ureter,
hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila
terjadi infeksi.
Tanda iritasi:
1. Rasa tidak dapat menahan kencing (urgensi)
2. Terbangun untuk kencing pada saat tidur malam hari (nocturia)
3. Bertambahnya frekuensi miksi
4. Nyeri pada waktu miksi (disuria).
b) Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat ini antara lain:
- Nyeri pinggang
- Benjolan dipinggang (merupakan tanda dari hidronefrosis)
8
- Demam (merupakan tanda dari infeksi atau urosepsis)
c) Gejala diluar saluran kemih
Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena keluhan lain seperti hernia
inguinalis atau hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada
saat miksi, sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal.
1.5 Diagnosis
The Third International Consultation on BPH menganjurkan untuk
menganamnesa keluhan miksi terhadap setiap pria berumur 50 tahun atau lebih jika
ditemukan prostatismus lakukan pemeriksaan dasar standar kemudian jika perlu
dilengkapi dengan pemeriksaan tambahan. Pemeriksaan standar meliputi :
Hitung skor gejala, dengan skor IPSS (International Prostate Symptom Score)
Riwayat penyakit lain atau pemakaian obat yang memungkinkan gangguan
miksi.
Pemeriksaan fisik khususnya colok dubur.
Cara menilai pembesaran prostat:
a) Pemeriksaan bimanual
Dengan melakukan rectal-toucher dan penekanan pada suprapubika, jika teraba
pembesaran prostat maka dapat diperkirakan besar prostat >30 gram.
9
Gambar 5. Rectal toucher
b) Rectal grading
Stage 0 : prostat teraba < 1 cm, berat < 10 gram
Stage 1 : prostat teraba 1-2 cm, berat 20-25 gram
Stage 2 : prostat teraba 2-3 cm, berat 25-60 gram
Stage 3 : prostat teraba 3-4 cm, berat 60-100 gram
Stage 4 : prostat teraba > 4 cm, berat > 100 gram
c) Clinical grading
Pada pagi hari atau setelah minum yang banyak, pasien disuruh BAK sampai
tuntas. Kemudian dengan kateter diukur sisa urine dalam buli-buli.
Normal : sisa urine tidak ada
Grade 1 : sisa urine 0 – 50 cc
Grade 2 : sisa urine 50-150 cc
Grade 3 : sisa urine > 150 cc
Grade 4 : retensio urine total
I.6 Pemeriksaan Penunjang
10
a) Laboratorium
Sedimen urine, untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi
pada saluran kemih. Pemeriksaan kultur urine, berguna dalam mencari jenis kuman
penyebab infeksi sekaligus menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa
antimikroba yang diujikan.
Faal ginjal diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai
saluran kemih bagian atas, sedangkan gula darah dimaksudkan untuk mencari
kemungkinan penyakit diabetes melitus yang dapat menimbulkan kelainan persarafan
pada buli-buli (buli-buli neurogenik). Jika dicurigai adanya keganasan prostat perlu
diperiksa kadar penanda tumor PSA.
b) Foto Polos Perut (BOF)
BOF berguna untuk mencari adanya batu opaque disaluran kemih (batu/kalkulosa
prostat) dan dapat menunjukan bayangan dari buli-buli yang penuh terisi urine akibat
retensi urine.
c) IVP
Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk menunjukan kemungkinan adanya:
- Hidroureter atau hidronefrosis
- Memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukan oleh adanya
indentasi prostat (pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat) atau ureter
disebelah distal yang berbentuk seperti mata kail (hooked fish)
- Trabekulasi, divertikel, atau sakulasi buli-buli
d) Ultrasonografi (USG)
11
Pada pemeriksaan ultrasonografi transrektal (TRUS), dapat digunakan untuk
mengetahui:
- Besar atau volume kelenjar prostat
- Adanya kemungkinan pembesaran kelenjar prostat maligna
- Sebagai guidance (petunjuk) untuk melakukan biopsi aspirasi prostat
- Menentukan jumlah residual urine
- Mencari kelainan lain yang mungkin ada didalam buli-buli
Pada ultrasonografi transabdominal mampu untuk mendeteksi adanya hidronefrosis
ataupun kerusakan ginjal lain akibat obstruksi BPH yang lama.
e) Residual urine
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara mengukur
jumlah sisa urine setelah miksi. Sisa urine ini dapat dihitung dengan cara melakukan
kateterisasi setelah miksi atau ditentukan dengan bantuan pemeriksaan ultrasonografi
setelah miksi.
f) Uroflometri
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara mengukur
pancaran urine atau flow rate, yang dapat dihitung cara membagi jumlah urine dengan
lamanya miksi berlangsung (ml/detik). Untuk pemeriksaan yang lebih teliti lagi bisa
digunakan pemeriksaan urodinamika.
I.6 Diagnosis Banding
12
Prostatitis
Keganasan Prostat
Striktura uretra
Batu Uretra Posterior
I.7 Penatalaksanaan
Tidak semua pasien dengan hiperplasia prostat perlu menjalani tindakan medik.
Namun diantara mereka akhirnya ada yang membutuhkan terapi medikamentosa atau
tindakan medik yang lain karena keluhan yang semakin parah. Tujuan terapi adalah:
Memperbaiki keluhan miksi
Meningkatkan kualitas hidup
Mengurangi obstruksi infravesika
Mengembalikan fungsi ginjal
Mengurangi volume residu urine setelah miksi
Mencegah progresifitas penyakit
I.7.1 Watchfull waiting
Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah
7, yaitu keluhan ringan yang tidak menggangu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak
mendapatkan terapi apapun dan hanya diberi penjelasan mengenai sesutu hal yang
mungkin dapat memperburuk keluhannya. Serta secara periodik pasien dianjurkan
untuk kontrol.
I.7.2 Medikamentosa
13
Tujuan terapi medikamentosa adalah
- Mengurangi resistensi otot polos prostat (adrenergik alfa bloker)
- Mengurangi volume prostat (penghambat 5α-reduktase)
Penghambat reseptor adrenergik-α
Prostat dan dasar buli-buli manusia mengandung adrenoreseptor-α1, dan
prostat memperlihatkan respon mengecil terhadap agonis. Komponen yang berperan
dalam mengecilnya prostat dan leher buli-buli secara primer diperantarai oleh
reseptor α1. Penghambatan terhadap alfa telah memperlihatkan hasil berupa perbaikan
subjektif dan objektif terhadap gejala dan tanda (sign and symptom) yaitu
memperbaiki miksi tanpa menimbulkan efek terhadap tekanan darah maupun denyut
jantung. Obat ini adalah prazosin, terazosin, afluzosin dan doksazosin.
Penghambat 5α-reduktase
Finasteride adalah penghambat 5α-Reduktase yang menghambat perubahan
testosteron menjadi dihydrotestosteron. Obat ini mempengaruhi komponen epitel
prostat, yang menghasilkan pengurangan ukuran kelenjar dan memperbaiki gejala.
Dianjurkan pemberian terapi ini selama 6 bulan, guna melihat efek maksimal
terhadap ukuran prostat (reduksi 20%) dan perbaikan gejala-gejala.
Terapi Kombinasi
Terapi kombinasi antara penghambat alfa dan penghambat 5α-Reduktase
memperlihatkan bahwa penurunan symptom score dan peningkatan aliran urin hanya
ditemukan pada pasien yang mendapatkan hanya Terazosin. Penelitian terapi
kombinasi tambahan sedang berlangsung.
Fitoterapi
14
Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk
memperbaiki gejala akibat obstruksi prostat, tetapi data-data farmakologi tentang
kandungan zat aktif yang mendukung mekanisme kerja obat fitoterapi sampai saat ini
belum diketahui dengan pasti.
I.7.3 Pembedahan
Pembedahan direkomendasikan pada pasien-pasien BPH yang :
- Tidak menunjukkan perbaikan setelah terapi medikamentosa
- Mengalami retensi urine
- Infeksi saluran kemih berulang
- Hematuria
- Gagal ginjal
- Timbulnya batu saluran kemih atau penyulit lain akibat obstruksi saluran
kemih.
Macam pembedahan:
Pembedahan Terbuka
Prostatektomi terbuka dapat dilakukan melalui pendekatan suprapubik
transvesikal atau transperineal (Freyer), retropubik infravesikal (Millin).
Tindakan ini dianjurkan untuk prostat yang sangat besar (>100 gram)
Pembedahan Endourologi
TURP, TUIP, BNI
Reseksi kelenjar prostat dilakukan transuretra dengan mempergunakan
cairan non ionic sebagai irigan (pembilas), agar daerah yang direseksi tetap
terang dan tidak tertutup oleh darah.
Pada hiperplasia prostat yang tidak begitu besar, tanpa ada pembesaran
lobus medius, dan usia penderita masih muda hanya diperlukan insisi
kelenjar prostat ( TUIP/ Transurethral incision of the prostate ) atau insisi
15
leher buli-buli (BNI/Bladder neck incision). Sebelum melakukan tindakan
ini harus disingkirkan kemungkinan adanya karsinoma prostat.
Selama Operasi Pasca Bedah Dini Pasca Bedah Lanjut
Pendarahan Pendarahan Inkontinensia
Sindroma TURP Infeksi lokal/sistemik Disfungsi ereksi
Perforasi Ejakulasi retrograde
Striktura uretra
Tabel 2. Komplikasi TUR P
Gambar 6. TUR P (Transurethral Resection Prostate)
Elektrovaporisasi prostat
Tehnik ini sama dengan TURP, hanya saja tehnik ini memakai roller ball
yang spesifik dengan mesin diatermi yang cukup kuat, sehingga mampu
membuat vaporisasi kelenjar prostat. Tehnik ini diindikasikan pada prostat
16
yang tidak terlalu besar (<50 gram) dan membutuhkan waktu operasi lebih
lama.
Laser Prostatektomi
Tehnik ini menggunakan 4 jenis energi yaitu = Nd:YAG, Holmium:YAG,
KTP:YAG, dan diode yang dapat dipancarkan melalui bare fibre, right
angle fibre, atau intersitial fibre. Tehnik ini dianjurkan pada pasien yang
memakai terapi antikoagulan dalam jangka waktu lama atau tidak mungkin
untuk dilakukan tindakan TURP.
Gambar 7. Laser Prostatektomi
Keuntungan Kerugian
Kehilangan darah minimal.
Sindroma TUR jarang terjadi.
Dapat mengobati pasien yang
sedang menggunakan
antikoagulan.
Dapat dilakukan out patient procedure.
Sedikit jaringan untuk
pemeriksaan patologi.
Pemasangan keteter postoperasi
lebih lama.
Lebih iritatif.
Biaya besar.
Tabel 3: Keuntungan dan kerugian Laser Prostatektomi
I.9.4 Tindakan invasif minimal
17
Termoterapi
Termoterapi kelenjar prostat adalah pemanasan dengan gelombang mikro pada
frekuensi 915-1296 Mhz yang dipancarkan melalui antena yang diletakkan
didalam uretra. Dengan pemanasan yang melebihi 44o C menyebabkan destruksi
jaringan pada zona transisional prostat karena nekrosis koagulasi. Morbiditasnya
relatif rendah, dapat dilakukan tanpa anestesi , dan dapat dijalani oleh pasien
yang kondisinya kurang baik jika menjalani pembedahan.
Gambar 8. Termoterapi
TUNA (Transurethral needle ablation of the prostate)
Tehnik ini memakai energi dari frekuensi radio yang menimbulkan panas sampai
mencapai 100o C, sehingga menyebabkan nekrosis jaringan prostat.
Gambar 9. TUNA (Transurethral needle ablation of the prostate)
Stent
Stent dipasang intraluminal diantara leher buli-buli dan disebelah proksimal
verumontanum. Alat ini dapat dipasang secara temporer atau permanen.
18
Pemasangan alat ini dilakukan bagi pasien yang tidak mungkin menjalani operasi
karena resiko pembedahan yang cukup tinggi.
Gambar 10. Stent
HIFU (High Intensity Focused Ultrasound)
Energi panas yang ditujukan untuk menimbulkan nekrosis pada prostat berasal
dari gelombang ultrasonografi dari transduserpiezokeramik yang mempunyai
frekuensi 0.5-10 Mhz. Energi dipancarkan melalui alat yang diletakkan
transrektal dan difokuskan ke kelenjar prostat. Tehnik ini memerlukan anestesi
umum.
Gambar 11. HIFU (High Intensity Focused Ultrasound)
1.8 Follow up
Jadwal kontrol tergantung pada terapi apa yang telah dijalaninya:
19
Watchfull waiting = bulan ke-6, setiap tahun
Terapi 5α-reduktase = minggu ke-6, minggu ke-12, bulan ke-6, setiap
tahun
Pembedahan = minggu ke-6, bulan ke-3
Terapi invasif minimal = minggu ke-6, bulan ke-3, bulan ke-6, setiap tahun
BAB II
LAPORAN KASUS
20
Identitas Penderita
Nama : Tn. S
Umur : 53 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Karang Duren RT ¼ Balung
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status : Menikah
Tanggal MRS :02 Juli 2009
Tanggal KRS : 07 Juli 2009
No. Rekam medis : 254947
02 Juli 2009
Anamnesa
Keluhan utama :
Sulit BAK
Riwayat Penyakit Sekarang :
Sejak ± 3 tahun yang lalu, pasien mengeluh sulit BAK, kadang hanya
netes, kadang macet dan kadang tidak bisa keluar sama sekali. Keluhan
seperti ini selalu hilang timbul, dalam satu tahun dapat timbul 2 kali.
± 6 bulan yang lalu px mengeluh sering BAK terutama pada malam hari,
tiap malam BAK 2-3x dan sulit untuk ditahan, namun susah untuk
dikeluarkan. Px harus mengejan jika akan BAK, pancaran urine lemah
namun terputus-putus dan tidak bercabang, warna urine kuning jernih tidak
ada darah, terasa panas pada penis pasien, BAK berlangsung lama ± 3
menit dan rasa tidak tuntas setelah BAK. Kemudian pasien di pasang
kateter selama satu bulan.
21
Sejak 3 bulan sebelum MRS semua gx diatas menetap namun disertai gx
tambahan nyeri pada perut tengah bawah dan nyeri saat BAK, serta BAK
sangat susah (hanya menetes). Tidak ada keluhan mual-muntah, demam,
nyeri pada pinggang dan hilang timbul(-). Sehingga harus dipasang kateter
berulang untuk bisa BAK. ±1 minggu yang lalu keluhan di atas muncul lagi
dan px ke RSD dr. Soebandi-Jember.
Riwayat Penyakit Dahulu :
HT (-), DM (-), Alergi (-),Trauma (-), Operasi (-)
Riwayat Penyakit Keluarga :
Disangkal
cancer(-)
gejala serupa (-)
Riwayat Pekerjaan :
Pasien bekerja sebagai seorang petani
Riwayat Pengobatan :
Minum obat dari mantri → px tidak tahu nama obatnya
Pasang cateter (±7hari→lepas ±3bulan→pasang lagi→lepas = 3kali)
Pemeriksaan Klinis
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : baik
Vital sign : T = 110/70 mmHg RR = 20 x/menit
N = 60 x/menit t = 361 C
Status generalis :
Kepala Leher = anemis (-), ikterik (-), Dypsnoe (-), pendarahan
COR = I : Ictus cordis tidak tampk P : Ictus tidak teraba P : redup ICS IV PSL dextra – ICS V MCL sinistra
22
A : S1S2 tunggal PULMO = I : Simetris dan retraksi (-)
P : fremitus raba (+)
P : sonor (+)
A : Vesikuler, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen = I : flat (cembung R.Suprapubica)
A : BU (+) N
P : soepel, Ren (dBN), massa (-)
P : tymphani, nyeri ketok sudut kosto-vertebra (-)
Genetalia Eksterna = dBN (dower kateter +)
Ekstremitas = AH Oedem
Status lokalis :
R. Suprapubica : I = cembung (±)
P = nyeri tekan (+), ballotement (±), massa(-)
P = nyeri (+), redup (5jari/8cm diatas symphisis)
Rectal toucher : # TSA (+)
# Mukosa halus
# Prostat: tepi atas tidak teraba, sulkus tidak teraba,
konsistensi, padat kenyal, nodul (-), simetris
# Darah (-), lendir (-), feses (+)
Assasment
BPH grade III
Planning
Pasang Dower Cateter
Infus RL : D5 = 2 : 1
23
+ +
+ +
_ _
_ _
Pro-TUR P
Laboratorium (Tanggal 30 Juni 2009)
Hematologi Faal Ginjal
Hb 15,4 gr/dl Kreatinin Serum 1,2 mg/dL
Leukosit 10,4x x109/L BUN 15 mg/dL
Hematokrit 46 % Urea 32 mg/dL
Trombosit 247x109/L Asam urat 3,3 mg/dl
PPT / Control 14,6 detik Urine
APTT / Control 31,9 detik Warna kuning jernih
Faal Hati pH 6,5
SGOT 22 U/L BJ 1,010
SGPT 23 U/L Protein -
Albumin 4,4 gr/dL Reduksi normal
Gula Darah Urobilin normal
Puasa 93 mg/dL Bilirubin normal
2 jam PP 150 mg/dL Eritrosit 2-5/Lpp
Elektrolit Leukosit 10-25/Lpp
Natrium 138,3 mmol/L Epitel Squamosa 0-2/Lpp
Kalium 4,67 mmol/L Epitel Renal 0-2/Lpp
Chlorida 100,4 mmol/L Kristal negatif (-)
Calsium 2,56 mmol/L Silinder negatif ( - )
Bakteri /trichomonas positif (+)
Pemeriksaan Penunjang ( 02 Juli 2009)
24
BOF
Pemeriksaan tgl 2 Juli 2009
S = sulit kencing
O = Keadaan umum : sedang Kesadaran : CM
Vital sign : T = 110/70 mmHg RR = 20 x/menit
N = 62 x/menit t = 365 C
Status generalis : dBN
Status lokalis : tetap
UP : 4000cc/17 jam (kemerahan)
A = BPH grade III post TURP-H0
P = Infus RL : D5 = 2 : 1
Inj. Cefotaxim 3x1 gram
Inj. Antrain 3x1 amp
Inj. Transamin 3x1 amp
Bed rest 24 jam post-TURP
25
Pemeriksaan tgl 3 Juli 2009
S = nyeri perut tengah bawah, mual
O = Keadaan umum : sedang
Kesadaran : CM
Vital sign : T = 100/60 mmHg RR = 24 x/menit
N = 60 x/menit t = 37 C
Status generalis : dBN
Status lokalis : tetap
UP : 1100cc/12jam (Hematuria)
A = BPH grade III post TURP-H1
P = Infus RL : D5 = 2 : 1
Inj. Ceftazidime 3x1 gram
Inj. Antrain 3x1 amp
Inj. Transamin 3x1 amp
Spole PZ tetes lambat
Diet bebas TKTP dan mobilisasi
Pemeriksaan tgl 4 Juli 2009
S = nyeri perut tengah bawah dan mual ↓↓
O = Keadaan umum : sedang
Kesadaran : CM
Vital sign : T = 90/60 mmHg RR = 22 x/menit
N = 62 x/menit t = 363 C
Status generalis : dBN
Status lokalis : tetap
UP : 1100/12 jam (merah muda)
A = BPH grade III post TURP-H2
P = Infus RL : D5 = 2 : 1
26
Inj. Ceftazidime 3x1 gram
Inj. Antrain 3x1 amp
Inj. Transamin 3x1 amp
Spole PZ tetes lambat
Diet bebas TKTP dan mobilisasi
Pemeriksaan tgl 5 Juli 2009
S = taa
O = Keadaan umum : baik
Kesadaran : CM
Vital sign : T = 100/60 mmHg RR = 24 x/menit
N = 64 x/menit t = 365 C
Status generalis : dBN
Status lokalis : tetap
UP : 2000 cc/12jam (kuning jernih)
A = BPH grade III post TURP-H3
P = Infus RL : D5 = 2 : 1
Inj. Ceftazidime 3x1 gram
Inj. Antrain 3x1 amp
Inj. Transamin 3x1 amp
Spole PZ tetes lambat
Diet bebas TKTP dan mobilisasi
Pemeriksaan tgl 6 Juli 2009
S = taa
27
O = Keadaan umum : baik
Kesadaran : CM
Vital sign : T = 110/70 mmHg RR = 20 x/menit
N = 64 x/menit t = 367 C
Status generalis : dBN
Status lokalis : tetap
UP : 100cc/2 jam (kuning jernih)
A = BPH grade III post TURP-H4
P = Infus RL : D5 = 2 : 1
Inj. Ceftazidime 3x1 gram
Inj. Antrain 3x1 amp
Inj. Transamin 3x1 amp
Spole PZ tetes lambat
Diet bebas TKTP dan mobilisasi
Aff DC
Pemeriksaan tgl 7 Juli 2009
S = taa
O = Keadaan umum : baik
Kesadaran : CM
Vital sign : T = 120/80 mmHg RR = 20 x/menit
N = 76 x/menit t = 361 C
Status generalis : dBN
Status lokalis : tetap
A = BPH grade III post TURP-H5
P = KRS
DAFTAR PUSTAKA
28
1. Sylvia A. Price, dkk. 2006. “Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit”. Edisi 6. Volume 2. Jakarta : EGC
2. Peter T. Scardino, Judith Kelman. “Prostate Book” U.S govermant, 2008
page: 410-425
3. Emil A. Tanagho, Donald Ridgeway Smith, Jack W. McAninch. “smith
general urology” sixteenth edition.2008.Mc Graw Hill,page: 397-378.
4. www.eMedicine - Transurethral Microwave Thermotherapy of the Prostate
(TUMT) : Article by Jonathan Rubenstein .com
5. www.AUA Clinical guidelines for management of BPH,com
29