TINJAUAN PUSTAKA

41
BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Definisi Hiperplasia adalah penambahan ukuran suatu jaringan yang disebabkan oleh penambahan jumlah sel pembentuknya. Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau disebut tumor prostat jinak adalah pertumbuhan berlebihan dari sel-sel prostat yang tidak ganas. Pembesaran prostat jinak berupa hiperplasia kelenjar atau hiperplasia fibromuskular akibat sel-sel prostat memperbanyak diri melebihi kondisi normal, biasanya dialami laki-laki berusia di atas 50 tahun. Orang sering menyebutnya dengan hipertropi prostat namun secara histologi yang dominan adalah hiperplasia. 1.2 Anatomi Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Bila mengalami pembesaran organ ini menekan uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari buli-buli. Prostat merupakan kelenjar aksesori terbesar pada pria, bentuk 1

description

bph

Transcript of TINJAUAN PUSTAKA

Page 1: TINJAUAN PUSTAKA

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi

Hiperplasia adalah penambahan ukuran suatu jaringan yang disebabkan oleh

penambahan jumlah sel pembentuknya. Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau

disebut tumor prostat jinak adalah pertumbuhan berlebihan dari sel-sel prostat yang

tidak ganas. Pembesaran prostat jinak berupa hiperplasia kelenjar atau hiperplasia

fibromuskular akibat sel-sel prostat memperbanyak diri melebihi kondisi normal,

biasanya dialami laki-laki berusia di atas 50 tahun. Orang sering menyebutnya

dengan hipertropi prostat namun secara histologi yang dominan adalah hiperplasia.

1.2 Anatomi

Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah

inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Bila mengalami pembesaran

organ ini menekan uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urin

keluar dari buli-buli. Prostat merupakan kelenjar aksesori terbesar pada pria, bentuk

kelenjar prostat sebesar buah kenari, dengan berat normal pada orang dewasa ±20

gram, tebalnya ± 2 cm dan panjangnya ± 3 cm dengan lebarnya ± 4 cm, dan berat 20

gram. Prostat mengelilingi uretra pars prostatika dan ditembus di bagian posterior

oleh dua buah duktus ejakulatorius.

1

Page 2: TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 1. Anatomi prostat

Gambar 1.Anatomi prostat

Aliran darah prostat merupakan percabangan dari arteri pudenda interna, arteri

vesikalis inferior dan arteri rektalis media. Pembuluh ini bercabang-cabang dalam

kapsula dan stroma, dan berakhir sebagai jala-jala kapiler yang berkembang baik

dalam lamina propria. Pembuluh vena mengikuti jalannya arteri dan bermuara ke

pleksus sekeliling kelenjar. Pleksus vena mencurahkan isinya ke vena iliaca interna.

Pembuluh limfe mulai sebagai kapiler dalam stroma dan mengikuti pembuluh darah

dam mengikuti pembuluh darah. Limfe terutama dicurahkan ke nodus iliaka interna

dan nodus sakralis.

Persarafan prostat berasal dari pleksus hipogastrikus inferior dan membentuk

pleksus prostatikus. Prostat mendapat persarafan terutama dari serabut saraf tidak

bermielin. Beberapa serat ini berasal dari sel ganglion otonom yang terletak di

kapsula dan di stroma. Serabut motoris, mungkin terutama simpatis, tampak

mempersarafi sel-sel otot polos di stroma dan kapsula sama seperti dinding pembuluh

darah.

2

Page 3: TINJAUAN PUSTAKA

Secara histologi prostat terdiri atas 30-50 kelenjar tubulo alveolar yang

mencurahkan sekretnya ke dalam 15-25 saluran keluar yang terpisah. Saluran ini

bermuara ke uretra pada kedua sisi kolikulus seminalis. Kelenjar ini terbenam dalam

stroma yang terutama terdiri dari otot polos yang dipisahkan oleh jaringan ikat

kolagen dan serat elastis. Otot membentuk masa padat dan dibungkus oleh kapsula

yang tipis dan kuat serta melekat erat pada stroma. Alveoli dan tubuli kelenjar sangat

tidak teratur dan sangat beragam bentuk ukurannya, alveoli dan tubuli bercabang

berkali-kali dan keduanya mempunyai lumen yang lebar, lamina basal kurang jelas

dan epitel sangat berlipat-lipat. Jenis epitelnya berlapis atau bertingkat dan bervariasi

dari silindris sampai kubus rendah tergantung pada status endokrin dan kegiatan

kelenjar. Sitoplasma mengandung sekret yang berbutir-butir halus, lisosom dan butir

lipid. Nukleus biasanya satu, bulat dan biasanya terletak basal. Nukleoli biasanya

terlihat ditengah, bulat dan kecil.

Kelenjar prostat terbagi atas 5 lobus yaitu lobus medius, lobus lateralis (2

lobus), lobus anterior, dan lobus posterior. Menurut konsep terbaru kelenjar prostat

merupakan suatu organ campuran terdiri atas berbagai unsur glandular dan non

glandular. Telah ditemukan lima daerah/ zona tertentu yang berbeda secara histologi

maupun biologi, yaitu:

1. Zona Anterior atau Ventral

Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma

fibromuskular. Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat.

2. Zona Perifer

Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar prostat.

Zona ini rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal karsinoma

terbanyak.

3. Zona Sentralis.

Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah

meliputi 25% massa glandular prostat. Zona ini resisten terhadap inflamasi.

3

Page 4: TINJAUAN PUSTAKA

4. Zona Transisional.

Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai kelenjar

preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang lebih 5% tetapi

dapat melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior menjadi benign

prostatic hyperpiasia (BPH).

5. Kelenjar-Kelenjar Periuretra

Bagian ini terdiri dan duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif

tersebar sepanjang segmen uretra proksimal.

Gambar 2. Prostat normal dan Hiperplasia prostat

1.3 Etiologi dan Patogenesis

Hingga saat ini penyebab pasti terjadinya Hiperplasi Prostat masih belum

diketahui, namun ada beberapa pendapat dan fakta yang menunjukan, ini berasal dari

proses yang rumit dari androgen dan estrogen. Dehidrotestosteron yang berasal dan

testosteron dengan bantuan enzim 5-α reduktase diperkirakan sebagai mediator utama

pertumbuhan prostat. Dalam sitoplasma sel prostat ditemukan reseptor untuk

dehidrotestosteron (DHT). Reseptor ini jumlahnya akan meningkat dengan bantuan

estrogen. DHT yang dibentuk kemudian akan berikatan dengan reseptor membentuk

DHT-Reseptor komplek. Kemudian masuk ke inti sel dan mempengaruhi RNA untuk

menyebabkan sintesis protein sehingga terjadi protiferasi sel. Adanya anggapan

4

Page 5: TINJAUAN PUSTAKA

bahwa sebagai dasar adanya gangguan keseimbangan hormon androgen dan estrogen,

dengan bertambahnya umur diketahui bahwa jumlah androgen berkurang sehingga

terjadi peninggian estrogen secara retatif. Diketahui estrogen mempengaruhi prostat

bagian dalam (bagian tengah, lobus lateralis dan lobus medius) hingga pada

hiperestrinism, bagian inilah yang mengalami hiperplasia.

Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika

dan akan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan

intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat

guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan

perubahan anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi,

terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini

disebut fase kompensasi.

Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada

saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu

dikenal dengan gejala-gejala prostatismus.

Gambar 3. Patogenesis Benign Prostatic Hyperplasia

5

Page 6: TINJAUAN PUSTAKA

Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke

dalam fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi

sehingga terjadi retensi urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan

diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter.

Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-

buli ke ureter atau terjadi refluks vesico-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus

akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam

gagal ginjal.

Gambar 4 : komplikasi hipertropi prostat

1.4 Gejala Klinis

Hiperplasia prostat hampir mengenai semua orang tua tetapi tidak semuanya

disertai dengan gejala-gejala klinik. Gejala klinis yang menonjol dan hiperplasia

prostat adalah sumbatan saluran kencing bagian bawah. Terjadinya gejala tersebut

dapat disebabkan oleh dua komponen, pertama adanya penekanan yang bersifat

menetap pada uretra (komponen statik) dimana terjadi peningkatan volume prostat

yang pada akhirnya akan menekan uretra pars prostatika dan mengakibatkan

terjadinya hambatan aliran kencing. Kedua disebabkan oleh peningkatan tonus

kelenjar prostat yang diatur oleh sistem saraf otonom (komponen dinamik) yang

6

Page 7: TINJAUAN PUSTAKA

akhimya dapat meninggikan tekanan dan resistensi uretra, hal tersebut selanjutnya

menyebabkan terjadinya sumbatan aliran kencing.

a) Gejala pada saluran kemih bagian bawah (LUTS)

Keluhan pada LUTS terdiri atas gejala obstruksi dan gejala iritatif. Untuk menilai

tingkat keparahan dari keluhan pada LUTS digunakan sistem skoring yang dianjurkan

oleh WHO yaitu Skor Internasional Gejala Prostat atau I-PSS (International Prostatic

Symptom Score).

Tabel 1. Skor Internasional Gejala Prostat (IPPS)

7

Page 8: TINJAUAN PUSTAKA

Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot buli-buli

untuk mengeluarkan urine. Gejala hiperplasia prostat biasanya memperlihatkan dua

tipe yang saling berhubungan, obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi terjadi karena

otot detrusor gagal berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup

lama sehingga kontraksi terputus-putus.

Tanda obstruksi:

1. Menunggu pada permulaan miksi

2. Pancaran miksi terputus-putus (intermitten)

3. Rasa tidak puas sehabis miksi

4. Urin menetes pada akhir miksi (terminal dribling)

5. Pancaran urin jadi lemah

Gejala iritasi biasanya lebih memberatkan pasien dibandingkan obstruksi.

Gejala iritasi timbul karena pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna pada

akhir miksi atau pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada kandung kemih,

sehingga kandung kemih sering berkontraksi meskipun belum penuh. Bila terjadi

dekompensasi akan terjadi retensi urin sehingga urin masih berada dalam kandung

kemih pada akhir miksi. Retensi urin kronik menyebabkan refluk vesiko-ureter,

hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila

terjadi infeksi.

Tanda iritasi:

1. Rasa tidak dapat menahan kencing (urgensi)

2. Terbangun untuk kencing pada saat tidur malam hari (nocturia)

3. Bertambahnya frekuensi miksi

4. Nyeri pada waktu miksi (disuria).

b) Gejala pada saluran kemih bagian atas

Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat ini antara lain:

- Nyeri pinggang

- Benjolan dipinggang (merupakan tanda dari hidronefrosis)

8

Page 9: TINJAUAN PUSTAKA

- Demam (merupakan tanda dari infeksi atau urosepsis)

c) Gejala diluar saluran kemih

Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena keluhan lain seperti hernia

inguinalis atau hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada

saat miksi, sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal.

1.5 Diagnosis

The Third International Consultation on BPH menganjurkan untuk

menganamnesa keluhan miksi terhadap setiap pria berumur 50 tahun atau lebih jika

ditemukan prostatismus lakukan pemeriksaan dasar standar kemudian jika perlu

dilengkapi dengan pemeriksaan tambahan. Pemeriksaan standar meliputi :

Hitung skor gejala, dengan skor IPSS (International Prostate Symptom Score)

Riwayat penyakit lain atau pemakaian obat yang memungkinkan gangguan

miksi.

Pemeriksaan fisik khususnya colok dubur.

Cara menilai pembesaran prostat:

a) Pemeriksaan bimanual

Dengan melakukan rectal-toucher dan penekanan pada suprapubika, jika teraba

pembesaran prostat maka dapat diperkirakan besar prostat >30 gram.

9

Page 10: TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 5. Rectal toucher

b) Rectal grading

Stage 0 : prostat teraba < 1 cm, berat < 10 gram

Stage 1 : prostat teraba 1-2 cm, berat 20-25 gram

Stage 2 : prostat teraba 2-3 cm, berat 25-60 gram

Stage 3 : prostat teraba 3-4 cm, berat 60-100 gram

Stage 4 : prostat teraba > 4 cm, berat > 100 gram

c) Clinical grading

Pada pagi hari atau setelah minum yang banyak, pasien disuruh BAK sampai

tuntas. Kemudian dengan kateter diukur sisa urine dalam buli-buli.

Normal : sisa urine tidak ada

Grade 1 : sisa urine 0 – 50 cc

Grade 2 : sisa urine 50-150 cc

Grade 3 : sisa urine > 150 cc

Grade 4 : retensio urine total

I.6 Pemeriksaan Penunjang

10

Page 11: TINJAUAN PUSTAKA

a) Laboratorium

Sedimen urine, untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi

pada saluran kemih. Pemeriksaan kultur urine, berguna dalam mencari jenis kuman

penyebab infeksi sekaligus menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa

antimikroba yang diujikan.

Faal ginjal diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai

saluran kemih bagian atas, sedangkan gula darah dimaksudkan untuk mencari

kemungkinan penyakit diabetes melitus yang dapat menimbulkan kelainan persarafan

pada buli-buli (buli-buli neurogenik). Jika dicurigai adanya keganasan prostat perlu

diperiksa kadar penanda tumor PSA.

b) Foto Polos Perut (BOF)

BOF berguna untuk mencari adanya batu opaque disaluran kemih (batu/kalkulosa

prostat) dan dapat menunjukan bayangan dari buli-buli yang penuh terisi urine akibat

retensi urine.

c) IVP

Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk menunjukan kemungkinan adanya:

- Hidroureter atau hidronefrosis

- Memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukan oleh adanya

indentasi prostat (pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat) atau ureter

disebelah distal yang berbentuk seperti mata kail (hooked fish)

- Trabekulasi, divertikel, atau sakulasi buli-buli

d) Ultrasonografi (USG)

11

Page 12: TINJAUAN PUSTAKA

Pada pemeriksaan ultrasonografi transrektal (TRUS), dapat digunakan untuk

mengetahui:

- Besar atau volume kelenjar prostat

- Adanya kemungkinan pembesaran kelenjar prostat maligna

- Sebagai guidance (petunjuk) untuk melakukan biopsi aspirasi prostat

- Menentukan jumlah residual urine

- Mencari kelainan lain yang mungkin ada didalam buli-buli

Pada ultrasonografi transabdominal mampu untuk mendeteksi adanya hidronefrosis

ataupun kerusakan ginjal lain akibat obstruksi BPH yang lama.

e) Residual urine

Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara mengukur

jumlah sisa urine setelah miksi. Sisa urine ini dapat dihitung dengan cara melakukan

kateterisasi setelah miksi atau ditentukan dengan bantuan pemeriksaan ultrasonografi

setelah miksi.

f) Uroflometri

Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara mengukur

pancaran urine atau flow rate, yang dapat dihitung cara membagi jumlah urine dengan

lamanya miksi berlangsung (ml/detik). Untuk pemeriksaan yang lebih teliti lagi bisa

digunakan pemeriksaan urodinamika.

I.6 Diagnosis Banding

12

Page 13: TINJAUAN PUSTAKA

Prostatitis

Keganasan Prostat

Striktura uretra

Batu Uretra Posterior

I.7 Penatalaksanaan

Tidak semua pasien dengan hiperplasia prostat perlu menjalani tindakan medik.

Namun diantara mereka akhirnya ada yang membutuhkan terapi medikamentosa atau

tindakan medik yang lain karena keluhan yang semakin parah. Tujuan terapi adalah:

Memperbaiki keluhan miksi

Meningkatkan kualitas hidup

Mengurangi obstruksi infravesika

Mengembalikan fungsi ginjal

Mengurangi volume residu urine setelah miksi

Mencegah progresifitas penyakit

I.7.1 Watchfull waiting

Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah

7, yaitu keluhan ringan yang tidak menggangu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak

mendapatkan terapi apapun dan hanya diberi penjelasan mengenai sesutu hal yang

mungkin dapat memperburuk keluhannya. Serta secara periodik pasien dianjurkan

untuk kontrol.

I.7.2 Medikamentosa

13

Page 14: TINJAUAN PUSTAKA

Tujuan terapi medikamentosa adalah

- Mengurangi resistensi otot polos prostat (adrenergik alfa bloker)

- Mengurangi volume prostat (penghambat 5α-reduktase)

Penghambat reseptor adrenergik-α

Prostat dan dasar buli-buli manusia mengandung adrenoreseptor-α1, dan

prostat memperlihatkan respon mengecil terhadap agonis. Komponen yang berperan

dalam mengecilnya prostat dan leher buli-buli secara primer diperantarai oleh

reseptor α1. Penghambatan terhadap alfa telah memperlihatkan hasil berupa perbaikan

subjektif dan objektif terhadap gejala dan tanda (sign and symptom) yaitu

memperbaiki miksi tanpa menimbulkan efek terhadap tekanan darah maupun denyut

jantung. Obat ini adalah prazosin, terazosin, afluzosin dan doksazosin.

Penghambat 5α-reduktase

Finasteride adalah penghambat 5α-Reduktase yang menghambat perubahan

testosteron menjadi dihydrotestosteron. Obat ini mempengaruhi komponen epitel

prostat, yang menghasilkan pengurangan ukuran kelenjar dan memperbaiki gejala.

Dianjurkan pemberian terapi ini selama 6 bulan, guna melihat efek maksimal

terhadap ukuran prostat (reduksi 20%) dan perbaikan gejala-gejala.

Terapi Kombinasi

Terapi kombinasi antara penghambat alfa dan penghambat 5α-Reduktase

memperlihatkan bahwa penurunan symptom score dan peningkatan aliran urin hanya

ditemukan pada pasien yang mendapatkan hanya Terazosin. Penelitian terapi

kombinasi tambahan sedang berlangsung.

Fitoterapi

14

Page 15: TINJAUAN PUSTAKA

Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk

memperbaiki gejala akibat obstruksi prostat, tetapi data-data farmakologi tentang

kandungan zat aktif yang mendukung mekanisme kerja obat fitoterapi sampai saat ini

belum diketahui dengan pasti.

I.7.3 Pembedahan

Pembedahan direkomendasikan pada pasien-pasien BPH yang :

- Tidak menunjukkan perbaikan setelah terapi medikamentosa

- Mengalami retensi urine

- Infeksi saluran kemih berulang

- Hematuria

- Gagal ginjal

- Timbulnya batu saluran kemih atau penyulit lain akibat obstruksi saluran

kemih.

Macam pembedahan:

Pembedahan Terbuka

Prostatektomi terbuka dapat dilakukan melalui pendekatan suprapubik

transvesikal atau transperineal (Freyer), retropubik infravesikal (Millin).

Tindakan ini dianjurkan untuk prostat yang sangat besar (>100 gram)

Pembedahan Endourologi

TURP, TUIP, BNI

Reseksi kelenjar prostat dilakukan transuretra dengan mempergunakan

cairan non ionic sebagai irigan (pembilas), agar daerah yang direseksi tetap

terang dan tidak tertutup oleh darah.

Pada hiperplasia prostat yang tidak begitu besar, tanpa ada pembesaran

lobus medius, dan usia penderita masih muda hanya diperlukan insisi

kelenjar prostat ( TUIP/ Transurethral incision of the prostate ) atau insisi

15

Page 16: TINJAUAN PUSTAKA

leher buli-buli (BNI/Bladder neck incision). Sebelum melakukan tindakan

ini harus disingkirkan kemungkinan adanya karsinoma prostat.

Selama Operasi Pasca Bedah Dini Pasca Bedah Lanjut

Pendarahan Pendarahan Inkontinensia

Sindroma TURP Infeksi lokal/sistemik Disfungsi ereksi

Perforasi Ejakulasi retrograde

Striktura uretra

Tabel 2. Komplikasi TUR P

Gambar 6. TUR P (Transurethral Resection Prostate)

Elektrovaporisasi prostat

Tehnik ini sama dengan TURP, hanya saja tehnik ini memakai roller ball

yang spesifik dengan mesin diatermi yang cukup kuat, sehingga mampu

membuat vaporisasi kelenjar prostat. Tehnik ini diindikasikan pada prostat

16

Page 17: TINJAUAN PUSTAKA

yang tidak terlalu besar (<50 gram) dan membutuhkan waktu operasi lebih

lama.

Laser Prostatektomi

Tehnik ini menggunakan 4 jenis energi yaitu = Nd:YAG, Holmium:YAG,

KTP:YAG, dan diode yang dapat dipancarkan melalui bare fibre, right

angle fibre, atau intersitial fibre. Tehnik ini dianjurkan pada pasien yang

memakai terapi antikoagulan dalam jangka waktu lama atau tidak mungkin

untuk dilakukan tindakan TURP.

Gambar 7. Laser Prostatektomi

Keuntungan Kerugian

Kehilangan darah minimal.

Sindroma TUR jarang terjadi.

Dapat mengobati pasien yang

sedang menggunakan

antikoagulan.

Dapat dilakukan out patient procedure.

Sedikit jaringan untuk

pemeriksaan patologi.

Pemasangan keteter postoperasi

lebih lama.

Lebih iritatif.

Biaya besar.

Tabel 3: Keuntungan dan kerugian Laser Prostatektomi

I.9.4 Tindakan invasif minimal

17

Page 18: TINJAUAN PUSTAKA

Termoterapi

Termoterapi kelenjar prostat adalah pemanasan dengan gelombang mikro pada

frekuensi 915-1296 Mhz yang dipancarkan melalui antena yang diletakkan

didalam uretra. Dengan pemanasan yang melebihi 44o C menyebabkan destruksi

jaringan pada zona transisional prostat karena nekrosis koagulasi. Morbiditasnya

relatif rendah, dapat dilakukan tanpa anestesi , dan dapat dijalani oleh pasien

yang kondisinya kurang baik jika menjalani pembedahan.

Gambar 8. Termoterapi

TUNA (Transurethral needle ablation of the prostate)

Tehnik ini memakai energi dari frekuensi radio yang menimbulkan panas sampai

mencapai 100o C, sehingga menyebabkan nekrosis jaringan prostat.

Gambar 9. TUNA (Transurethral needle ablation of the prostate)

Stent

Stent dipasang intraluminal diantara leher buli-buli dan disebelah proksimal

verumontanum. Alat ini dapat dipasang secara temporer atau permanen.

18

Page 19: TINJAUAN PUSTAKA

Pemasangan alat ini dilakukan bagi pasien yang tidak mungkin menjalani operasi

karena resiko pembedahan yang cukup tinggi.

Gambar 10. Stent

HIFU (High Intensity Focused Ultrasound)

Energi panas yang ditujukan untuk menimbulkan nekrosis pada prostat berasal

dari gelombang ultrasonografi dari transduserpiezokeramik yang mempunyai

frekuensi 0.5-10 Mhz. Energi dipancarkan melalui alat yang diletakkan

transrektal dan difokuskan ke kelenjar prostat. Tehnik ini memerlukan anestesi

umum.

Gambar 11. HIFU (High Intensity Focused Ultrasound)

1.8 Follow up

Jadwal kontrol tergantung pada terapi apa yang telah dijalaninya:

19

Page 20: TINJAUAN PUSTAKA

Watchfull waiting = bulan ke-6, setiap tahun

Terapi 5α-reduktase = minggu ke-6, minggu ke-12, bulan ke-6, setiap

tahun

Pembedahan = minggu ke-6, bulan ke-3

Terapi invasif minimal = minggu ke-6, bulan ke-3, bulan ke-6, setiap tahun

BAB II

LAPORAN KASUS

20

Page 21: TINJAUAN PUSTAKA

Identitas Penderita

Nama : Tn. S

Umur : 53 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Karang Duren RT ¼ Balung

Agama : Islam

Suku : Jawa

Status : Menikah

Tanggal MRS :02 Juli 2009

Tanggal KRS : 07 Juli 2009

No. Rekam medis : 254947

02 Juli 2009

Anamnesa

Keluhan utama :

Sulit BAK

Riwayat Penyakit Sekarang :

Sejak ± 3 tahun yang lalu, pasien mengeluh sulit BAK, kadang hanya

netes, kadang macet dan kadang tidak bisa keluar sama sekali. Keluhan

seperti ini selalu hilang timbul, dalam satu tahun dapat timbul 2 kali.

± 6 bulan yang lalu px mengeluh sering BAK terutama pada malam hari,

tiap malam BAK 2-3x dan sulit untuk ditahan, namun susah untuk

dikeluarkan. Px harus mengejan jika akan BAK, pancaran urine lemah

namun terputus-putus dan tidak bercabang, warna urine kuning jernih tidak

ada darah, terasa panas pada penis pasien, BAK berlangsung lama ± 3

menit dan rasa tidak tuntas setelah BAK. Kemudian pasien di pasang

kateter selama satu bulan.

21

Page 22: TINJAUAN PUSTAKA

Sejak 3 bulan sebelum MRS semua gx diatas menetap namun disertai gx

tambahan nyeri pada perut tengah bawah dan nyeri saat BAK, serta BAK

sangat susah (hanya menetes). Tidak ada keluhan mual-muntah, demam,

nyeri pada pinggang dan hilang timbul(-). Sehingga harus dipasang kateter

berulang untuk bisa BAK. ±1 minggu yang lalu keluhan di atas muncul lagi

dan px ke RSD dr. Soebandi-Jember.

Riwayat Penyakit Dahulu :

HT (-), DM (-), Alergi (-),Trauma (-), Operasi (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :

Disangkal

cancer(-)

gejala serupa (-)

Riwayat Pekerjaan :

Pasien bekerja sebagai seorang petani

Riwayat Pengobatan :

Minum obat dari mantri → px tidak tahu nama obatnya

Pasang cateter (±7hari→lepas ±3bulan→pasang lagi→lepas = 3kali)

Pemeriksaan Klinis

Keadaan umum : sedang

Kesadaran : baik

Vital sign : T = 110/70 mmHg RR = 20 x/menit

N = 60 x/menit t = 361 C

Status generalis :

Kepala Leher = anemis (-), ikterik (-), Dypsnoe (-), pendarahan

COR = I : Ictus cordis tidak tampk P : Ictus tidak teraba P : redup ICS IV PSL dextra – ICS V MCL sinistra

22

Page 23: TINJAUAN PUSTAKA

A : S1S2 tunggal PULMO = I : Simetris dan retraksi (-)

P : fremitus raba (+)

P : sonor (+)

A : Vesikuler, Rh -/-, Wh -/-

Abdomen = I : flat (cembung R.Suprapubica)

A : BU (+) N

P : soepel, Ren (dBN), massa (-)

P : tymphani, nyeri ketok sudut kosto-vertebra (-)

Genetalia Eksterna = dBN (dower kateter +)

Ekstremitas = AH Oedem

Status lokalis :

R. Suprapubica : I = cembung (±)

P = nyeri tekan (+), ballotement (±), massa(-)

P = nyeri (+), redup (5jari/8cm diatas symphisis)

Rectal toucher : # TSA (+)

# Mukosa halus

# Prostat: tepi atas tidak teraba, sulkus tidak teraba,

konsistensi, padat kenyal, nodul (-), simetris

# Darah (-), lendir (-), feses (+)

Assasment

BPH grade III

Planning

Pasang Dower Cateter

Infus RL : D5 = 2 : 1

23

+ +

+ +

_ _

_ _

Page 24: TINJAUAN PUSTAKA

Pro-TUR P

Laboratorium (Tanggal 30 Juni 2009)

Hematologi Faal Ginjal

Hb 15,4 gr/dl Kreatinin Serum 1,2 mg/dL

Leukosit 10,4x x109/L BUN 15 mg/dL

Hematokrit 46 % Urea 32 mg/dL

Trombosit 247x109/L Asam urat 3,3 mg/dl

PPT / Control 14,6 detik Urine

APTT / Control 31,9 detik Warna kuning jernih

Faal Hati pH 6,5

SGOT 22 U/L BJ 1,010

SGPT 23 U/L Protein -

Albumin 4,4 gr/dL Reduksi normal

Gula Darah Urobilin normal

Puasa 93 mg/dL Bilirubin normal

2 jam PP 150 mg/dL Eritrosit 2-5/Lpp

Elektrolit Leukosit 10-25/Lpp

Natrium 138,3 mmol/L Epitel Squamosa 0-2/Lpp

Kalium 4,67 mmol/L Epitel Renal 0-2/Lpp

Chlorida 100,4 mmol/L Kristal negatif (-)

Calsium 2,56 mmol/L Silinder negatif ( - )

Bakteri /trichomonas positif (+)

Pemeriksaan Penunjang ( 02 Juli 2009)

24

Page 25: TINJAUAN PUSTAKA

BOF

Pemeriksaan tgl 2 Juli 2009

S = sulit kencing

O = Keadaan umum : sedang Kesadaran : CM

Vital sign : T = 110/70 mmHg RR = 20 x/menit

N = 62 x/menit t = 365 C

Status generalis : dBN

Status lokalis : tetap

UP : 4000cc/17 jam (kemerahan)

A = BPH grade III post TURP-H0

P = Infus RL : D5 = 2 : 1

Inj. Cefotaxim 3x1 gram

Inj. Antrain 3x1 amp

Inj. Transamin 3x1 amp

Bed rest 24 jam post-TURP

25

Page 26: TINJAUAN PUSTAKA

Pemeriksaan tgl 3 Juli 2009

S = nyeri perut tengah bawah, mual

O = Keadaan umum : sedang

Kesadaran : CM

Vital sign : T = 100/60 mmHg RR = 24 x/menit

N = 60 x/menit t = 37 C

Status generalis : dBN

Status lokalis : tetap

UP : 1100cc/12jam (Hematuria)

A = BPH grade III post TURP-H1

P = Infus RL : D5 = 2 : 1

Inj. Ceftazidime 3x1 gram

Inj. Antrain 3x1 amp

Inj. Transamin 3x1 amp

Spole PZ tetes lambat

Diet bebas TKTP dan mobilisasi

Pemeriksaan tgl 4 Juli 2009

S = nyeri perut tengah bawah dan mual ↓↓

O = Keadaan umum : sedang

Kesadaran : CM

Vital sign : T = 90/60 mmHg RR = 22 x/menit

N = 62 x/menit t = 363 C

Status generalis : dBN

Status lokalis : tetap

UP : 1100/12 jam (merah muda)

A = BPH grade III post TURP-H2

P = Infus RL : D5 = 2 : 1

26

Page 27: TINJAUAN PUSTAKA

Inj. Ceftazidime 3x1 gram

Inj. Antrain 3x1 amp

Inj. Transamin 3x1 amp

Spole PZ tetes lambat

Diet bebas TKTP dan mobilisasi

Pemeriksaan tgl 5 Juli 2009

S = taa

O = Keadaan umum : baik

Kesadaran : CM

Vital sign : T = 100/60 mmHg RR = 24 x/menit

N = 64 x/menit t = 365 C

Status generalis : dBN

Status lokalis : tetap

UP : 2000 cc/12jam (kuning jernih)

A = BPH grade III post TURP-H3

P = Infus RL : D5 = 2 : 1

Inj. Ceftazidime 3x1 gram

Inj. Antrain 3x1 amp

Inj. Transamin 3x1 amp

Spole PZ tetes lambat

Diet bebas TKTP dan mobilisasi

Pemeriksaan tgl 6 Juli 2009

S = taa

27

Page 28: TINJAUAN PUSTAKA

O = Keadaan umum : baik

Kesadaran : CM

Vital sign : T = 110/70 mmHg RR = 20 x/menit

N = 64 x/menit t = 367 C

Status generalis : dBN

Status lokalis : tetap

UP : 100cc/2 jam (kuning jernih)

A = BPH grade III post TURP-H4

P = Infus RL : D5 = 2 : 1

Inj. Ceftazidime 3x1 gram

Inj. Antrain 3x1 amp

Inj. Transamin 3x1 amp

Spole PZ tetes lambat

Diet bebas TKTP dan mobilisasi

Aff DC

Pemeriksaan tgl 7 Juli 2009

S = taa

O = Keadaan umum : baik

Kesadaran : CM

Vital sign : T = 120/80 mmHg RR = 20 x/menit

N = 76 x/menit t = 361 C

Status generalis : dBN

Status lokalis : tetap

A = BPH grade III post TURP-H5

P = KRS

DAFTAR PUSTAKA

28

Page 29: TINJAUAN PUSTAKA

1. Sylvia A. Price, dkk. 2006. “Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses

Penyakit”. Edisi 6. Volume 2. Jakarta : EGC

2. Peter T. Scardino, Judith Kelman. “Prostate Book” U.S govermant, 2008

page: 410-425

3. Emil A. Tanagho, Donald Ridgeway Smith, Jack W. McAninch. “smith

general urology” sixteenth edition.2008.Mc Graw Hill,page: 397-378.

4. www.eMedicine - Transurethral Microwave Thermotherapy of the Prostate

(TUMT)   : Article by Jonathan Rubenstein .com

5. www.AUA Clinical guidelines for management of BPH,com

29