BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ump.ac.id/4290/3/Tria Pamungkas Siwi BAB II.pdf · Tenaga...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ump.ac.id/4290/3/Tria Pamungkas Siwi BAB II.pdf · Tenaga...
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Respon
1. Pengertian Respon
Respon berasal dari kata response, yang berarti balasan atau tanggapan
(reaction). Respon adalah istilah psikologi yang digunakan untuk menamakan
reaksi terhadap rangsang yang di terima oleh panca indra. Hal yang
menunjang dan melatarbelakangi ukuran sebuah respon adalah sikap,
persepsi, dan partisipasi. Respon pada prosesnya didahului sikap seseorang
karena sikap merupakan kecendrungan atau kesediaan seseorang untuk
bertingkah laku jika menghadapi suatu rangsangan tertentu. Jadi, berbicara
mengenai respon atau tidak respon terlepas dari pembahasan sikap. Respon
juga diartikan sebagai suatu tingkah laku atau sikap yang berwujud baik
sebelum pemahaman yang mendetail, penelitian, pengaruh atau penolakan,
suka atau tidak suka serta pemanfaatan pada suatu fenomena tertentu (Sobur,
2003).
Secara umum dapat dikatakan bahwa terdapat tiga faktor yang mempengaruhi
respon seseorang, yaitu:
(1) Diri orang yang bersangkutan yang melihat dan berusaha memberikan
interpretasi tentang apa yang dilihatnya itu, ia dipengaruhi oleh sikap,
motif, pentingan, dan harapannya.
Respon Petugas Kesehatan..., Tria Pamungkas Siwi , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
11
(2) Sasaran respon tersebut, berupa orang, benda, atau peristiwa. Sifat-sifat
sasaran itu biasanya berpengaruh terhadap respon orang melihatnya.
Dengan kata lain, gerakan, suara, ukuran, tindakan-tindakan, dan ciri-ciri
lain dari sasaran respon turut menentukan cara pandang orang.
(3) Faktor situasi, respon dapat dilihat secara kontekstual yang berarti dalam
situasi mana respon itu timbul mendapat perhatian. Situasi merupakan
faktor yang turut berperan dalam pembentukan atau tanggapan seseorang
(Mulyani, 2007).
2. Macam-macam Respon
Menurut Azwar (2008), mengklasifikasikan respon ke dalam tiga jenis,
yaitu :
(1) Respon kognitif ( respon perseptual dan pertanyaan mengenai yang
diyakini).
(2) Respon afektif (respon saraf simpatik dan pernyataan afeksi).
(3) Respon perilaku atau konatif (respon yang berupa tindakan atau
pertanyaan mengenai perilaku) .
Sementara itu Sumadi Suryabata (2013) menyebutkan macam-
macam respon yang tidak jauh berbeda dengan Soemanto. Sumadi
menyebutkan ada tiga macam respon diantaranya adalah :
(1) Respon masa lampau atau respon imajinatif
(2) Respon masa datang atau respon mengantisipasikan
Respon Petugas Kesehatan..., Tria Pamungkas Siwi , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
12
(3) Respon masa kini atau tanggapan respresentatif (respon
mengimajinasikan).
Sedangkan Sujanto (2013) mengemukakan macam-macam
respon secara lebih lengkap lagi yaitu sebagai berikut:
a. Respon menurut indera yang mengamati, yaitu:
(1) Respon auditif, yaitu respon terhadap apa-apa yang telah
didengarnya baik berupa suara, ketukan dan lain-lain.
(2) Respon visual, yaitu respon terhadap sesuatu yang dialami
oleh dirinya.
(3) Respon perasaan adalah respon respon terhadap segala
sesuatu yang dialami oleh dirinya.
b. Respon menurut terjadinya, yaitu:
(1) Respon ingatan atau respon masa lampau, yakni respon
terhadap kejadian yang telah lalu.
(2) Respon fantasi, yaitu tanggapan masa kini yakni respon
terhadap sesuatu yang sedang terjadi.
(3) Respon pikiran atau respon masa datang yakni respon
terhadap sesuatu yang akan datang.
c. Respon menurut lingkungannya, yaitu:
(1) Respon benda, yakni respon terhadap benda-benda yang ada
disekitarnya.
Respon Petugas Kesehatan..., Tria Pamungkas Siwi , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
13
(2) Respon kata-kata yaitu respon terhadap ucapan atau kata-kata
yang dilontarkan oleh lawan bicara.
Pembagian macam-macam respon diatas dapat
menunjukan bahwa panca indera sebagai modal dasar pengamatan
sangatlah penting, karena secara tidak langsung merupakan modal
dasar bagi adanya respon sebagai salah satu fungsi jiwa yang
dipandang sebagai kekuatan psikologis yang dapat menimbulkan
keseimbangan atau mrintangi keseimbangan.
Selain dari panca indera, respon juga akan didasari oleh
adanya perasaan yang mendalam atau sesuatu pengetahuan dan
ingatan serta cara respon tersebut diungkapkan dalam kata-kata.
Oleh karena itulah respon menjadi sesuatu yang perlu dilihat dan
diukur guna mengetahui gambaran gambaran atau pengamatan
seseorang terhadap sesuatu objek.
3. Indikator Respon
Menurut Soemanto (2012) “respon yang muncul ke dalam
kesadaran, dapat memperoleh dukungan atau rintangan dari respon lain”.
Dukungan terhadap respon akan menimbulkan rasa senang. Sebaliknya
respon yang mendapat rintangan akan menimbulkan rasa tidak senang.
Penjelasan diatas menunjukan bahwa indicator respon terdiri dari
respon yang positif kecenderungan tindakannya adalah mendekati,
menyukai, menyenangi, dan mengahrapkan suatu objek. Sedangkan
Respon Petugas Kesehatan..., Tria Pamungkas Siwi , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
14
respon yang negatife kecenderungan tindakannya menjauhi, menghindari
dan member objek tertentu. Sedangkan Sadirman, (2010) mengemukakan
bahwa indicator respon itu adalah:
a. Keinginan untuk bertindak/berpartisipasi aktif,
b. Membacakan/mendengarkan,
c. Melihat
d. Menimbulkan/membangkitkan perasaan dan
e. Mengamati.
Berdasarkan beberapa penjelasan diatas, dapat kita ketahui bahwa
indicator dari respon itu adalah senang atau positif dan tidak senang atau
negatife. Mengenai rasa tidak senang ini pada setiap orang berbeda-beda.
Sebagian ada yang menghargai dan menyenangi karena
kedermawaannya, yang lainnya lagi karena intelegasinya dan sebagainya.
Segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik
individu, kelompok atau masyarakat swehingga mereka melakukan apa
yang di harapkan. Termasuk faktor ekstrinsik yaitu :
(1) Beban kerja
Definisi beban kerja secara tat bahasa mempunyai arti
sebagai tanggungan kewajiban yang harus dilaksanakan karena
pekerjaan tertentu dan juga sebagai tanggung jawab. Beban kerja
berpengaruh terhadap kinerja seseorang dalam melakukan
pekerjaannya. Pekerja yang mempunyai beban kerja berlebih akan
Respon Petugas Kesehatan..., Tria Pamungkas Siwi , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
15
menurunkan kualitas hsil kerja dan memungkinkan adanya
inefsiensi waktu. Para manajer harus memperhatiikan tingkat
optimal beban kerja karyawan. Beban kerja tidak hanya dipandang
sebagai beban kerja fisik akan tetapi sebagai beban kerja mental.
Beban kerja dipandang sebagai konsekuensi dari keterbatasan yang
dimiliki individu secara fisik dalam melakukan tugas yang harus
dilakukan dalam waktu tertentu (Surani, 2008).
(2) Pelatihan
Pelatihan bagi karyawan merupakan sebuah proses
mengajarkan penegtahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar
karyawan senakin terampil dan mampu melaksanakan tanggung
jawabnya dengan semakin baik, sesuai dengan standar kerja.
Biasanya pelatihan merujuk pada pengembangan ketrampilan
bekerja yang dapat digunakakan dengan segera. Manfaat finansial
bagi perusahaan biasanya terjadi dengan cepat (Surani, 2008).
Kecenderungan untuk mempertahankan rasa tidak senang
atau menghilangkan rasa tidak senang, akan memancing bekerjanya
kekuatan kehendak dan kemauan. Adapun kehendak atau kamauan
ini merupakan penggerak tingkah laku manusia.
3. Tenaga Kesehatan
UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang dimaksud tenaga
kesehatan adalah setiap orang yang mengabadikan diri dalam bidang kesehatan,
Respon Petugas Kesehatan..., Tria Pamungkas Siwi , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
16
memiliki pengetahuan dan atau ketrampilan melalui pendidikan dibidang
kesehatan.
Tenaga kesehatan yang diatur dalam pasal 2 ayat (2) sampai dengan ayat
(8) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
terdiri dari :
1. Tenaga medis terdiri dari dokter dan dokter gigi.
2. Tenaga keperawatan terdiri dari perawat dan bidan.
3. Tenaga kefarmasian terdiri dari apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker.
4. Tenaga kesehatan masyarakat meliputi epidemolog kesehatan, entomology
kesehatan, mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator
kesehatan dan sanigtarian.
5. Tenaga gizi meliputi nutrisioner dan dietisien.
6. Tenaga kesehtan keterapian fisik meliputi fisioterapis, okupasiterapis dan
terapis wicara.
7. Tenaga keteknisian medis meliputi radiographer, radioterapis, teknisi gigi,
teknisi elektromedis, analis kesehatan, refraksionis optisien, othotik prostetik,
teknisi transfuse dan perekam medis.
Dalam UU praktik Kedokteran yang dimaksud dengan “Petugas” adalah
dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan lain yang memberikan pelayanan
langsung kepada pasien. Menurut PP No. 32 Tahun 1996, maka yang dimaksud
petugas dalam kaitannya dengan tenaga kesehatan adalah dokter, dokter gigi,
perawat, bidan, dan keteknisian medis.
Respon Petugas Kesehatan..., Tria Pamungkas Siwi , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
17
4. Kader Kesehatan
1. Defini Kader Kesehatan
Kader kesehatan adalah anggota yang berasal dari masyarakat, dipilih
oleh masyarakat itu sendiri dan kader yang dipilih oleh masyarakat tadi
menjadi penyelenggara posyandu. Menurut L.A Gunawan Kader Kesehatan
adalah promotor kesehatan desa (prokes) tenaga sukarela yang dipilih oleh
masyarakat dan bertugas mengembangkan masyarakat. Kader adalah warga
masyarakat setempat yang dipilih dan ditinjau oleh masyarakat dan dapat
bekerja secara sukarela.
2. Tugas kegiatan kader
Tugas kegiatan kader akan ditentukan, mengingat bahwa pada
umumnyakader bukanlah tenaga profesional melainkan hanya membantu
dalam pelayanankesehatan. Dalam hal ini perlu adanya pembatasan tugas
yang diemban, baikmenyangkut jumlah maupun jenis pelayanan.Adapun
kegiatan pokok yang perlu diketahui oleh dokter kader dan semuapihak dalam
rangka melaksanakan kegiatan-kegiatan baik yang menyangkut
didalammaupun diluar Posyandu antara lain:
a. Kegiatan yang dapat dilakukan kader di Posyandu adalah:
- Melaksanan pendaftaran.
- Melaksanakan penimbangan bayi dan balita.
- Melaksanakan pencatatan hassil penimbangan.
- Memberikan penyuluhan.
Respon Petugas Kesehatan..., Tria Pamungkas Siwi , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
18
- Memberi dan membantu pelayanan.
- Merujuk.
b. Kegiatan yang dapat dilakukan kader diluar Posyandu KB-kesehatan adalah:
- Bersifat yang menunjang pelayanan KB, KIA, Imunisasi, Gizi dan
penanggulandiare.
- Mengajak ibi-ibu untuk datang para hari kegiatan Posyandu.
- Kegiatan yang menunjang upanya kesehatan lainnya yang sesuai
denganpermasalahan yang ada:
a) Pemberantasan penyakit menular.
b) Penyehatan rumah.
c) Pembersihan sarang nyamuk.
d) Pembuangan sampah.
e) Penyediaan sarana air bersih.
f) Menyediakan sarana jamban keluarga.
g) Pembuatan sarana pembuangan air limbah.
h) Pemberian pertolongan pertama pada penyakit.
i) P3K
j) Dana sehat dan Kegiatan pengembangan lainnya yang berkaitan dengan
kesehatan.
5. Manajemen Terpadu Balita Sakit berbasis Masyarakat (MTBS-M)
1. Definisi MTBSM
Respon Petugas Kesehatan..., Tria Pamungkas Siwi , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
19
Manajemen terpadu adalah suatu pola manajemen kasus yang berisi
prosedur kerja agar dalam organisasi setiap orang mau berusaha bekerja keras
secara terus menerus memperbaiki input, autput dan proses manajemen
menuju sukses nyang terdiri dari seperangkat prosedur dan proses untuk
memperbaiki kinerja dan meningkatkan mutu kerja. Manajemen terpadu
menuntut adanya perubahan sikap dan perilaku hubungan antara yang
mengelola dan yang melaksanakan pekerjaan (dokter, bidan, perawat,
nutrisonis, dsb) dengan menggunakan pedoman klinis yang sudah
terintegrasi.
MTBS-M merupakan pendekatan pelayanan kesehatan bayi dan anak
balita terigentrasi dengan melibatkan masyarakat sesuai standar Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS). Suatu pendekatan terpadu dalam tatalaksana
balita sakit yang datang berobat ke fasilitas rawat jalan pelayanan kesehatan
dasar (puskesmas) yang meliputi upaya kuratif terhadap penyakit pnemunia,
diare, campak, malaria, infeksi telinga, malnutrisi dan upaya promotif dan
preventif yang meliputi imunisasi, pemberian vitamin A dan konseling
pemberian makan yang bertujuan untuk menurunkan AKB dan AKABA dan
menekan morbiditas karena penyakit tersebut (Permenkes, 2013).
Kriteria Puskesmas yang sudah melaksanakan MTBS-M adalah
Puskesmas yang melaksanakan program MTBS-M minimal 60% dari jumlah
kunjungan balita sakit di Puskesmas tersebut.
2. Kerangka berpikir pelaksanaan MTBS-M
Respon Petugas Kesehatan..., Tria Pamungkas Siwi , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
20
Dalam pelaksanaaan MTBS-M diperlukan strategi-strategi dan program
untuk mencapai hasil-hasil antara:
Gambar 1. Kerangka konsep pelaksanaan MTBS-M
3. Ruang lingkup penerapan MTBS-M
Perencanaan dan penyelenggaraan MTBS-M di daerah kabupaten/kota
merupakan bagian dari Rencana Aksi Nasional kelangsungan hidup anak.
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan dengan pendekatan MTBS-M
diterapkan pada daerah sulit akses di kabupaten/kota. Dengan fokus kegiatan
untuk mempromosikan perilaku pencarian pertolongan kesehatan, perawatan
balita di rumah dan pelatihan kepada anggota masyarakat yaitu kader untuk
melakukan pengobatan sederhana kasus bayi muda dan balita sakit (diare,
pneumonia, demam untuk malaria, dan masalah bayi baru lahir). Kader
Menurunkan Angka Kematian Balita
Peningkatancakupanintervensi inti kelangsungan
hidup balita dikabupaten dan kota
Hasil antara 1:
Adanya
kebijakan dan
koordinasi
institusional
yangmenduku
ng MTBS&
MTBS-M
Hasil antara
2:
Peningkatan
akses dan
ketersediaani
ntervensi inti
dan pelayanan
MTBS-M
Hasil antara 3:
Peningkatan
kualitaspelaya
nan MTBS-M
yang terbukti
dan terjamin
Hasil antara
4:
Peningkatan
perilaku sehat
untukmencari
pertolonganpe
layanan
kesehatan
Strategi dan program untuk setiap hasil antara
Sumber: Kerangka Pelaksanaan MTBS-M Permenkes, 2013)
Fakto
r-fa
kto
rekste
rnal/m
ulti se
kto
r
Respon Petugas Kesehatan..., Tria Pamungkas Siwi , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
21
tersebut harus dipilih oleh masyarakat dan dilatih untuk menangani masalah-
masalah kesehatan perorangan atau masyarakat serta bekerja dalam hubungan
yang amat dekat dengan tempat-tempat pemberian pelayanan kesehatan
(Permenkes, 2013).
Penentuan wilayah dengan keterbatasan pelayanan kesehatan ditetapkan
melalui surat keputusan Bupati dan Walikota yang mengacu pada kriteria
kelompok masyarakat umum sebagai berikut:
1. Kelompok masyarakat yang tidak mendapatkan sumber daya
kesehatan yang berkesinambungan.
Di beberapa wilayah Indonesia jumlah sumber daya tenaga
kesehatan masih terbatas dan sebarannya tidak merata. Perbandingan
antara fasilitas pelayanan kesehatan dasar dengan jumlah tenaga
kesehatan masih belum sesuai, hal ini menyebabkan pelayanan kesehatan
tidak dapat berjalan secara berkesinambungan. Banyak daerah yang
belum menganggarkan biaya operasional maupun penyediaan logistik
yang cukup untuk dapat mendukung pelayanan kesehatan dasar bagi
anak dan ibu secara rutin.
Dengan keterbatasan sumber daya, maka pendekatan yang
dilakukan adalah melalui keterpaduan pelayanan dan melibatkan peran
serta masyarakat (Permenkes, 2013).
2. Kelompok masyarakat dengan kendala sosial budaya
Respon Petugas Kesehatan..., Tria Pamungkas Siwi , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
22
Kelompok masyarakat yang memiliki akses ke fasilitas pelayanan
kesehatan namun tidak memanfaatkan,karena :
a. Masalah sosioekonomi dan sosiokultural, misalnya adanya budaya
bahwa bayi yang belum berumur 40 hari tidak boleh keluar rumah,
sehingga orang tua tidak mau membawa bayinya ke fasilitas
pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pelayanan.
b. Ketidaktahuan masyarakat tentang pelayanan kesehatan, manfaat serta
akibat yang akan timbul bila anak tidak mendapatkan pertolongan
kesehatan.
c. Kelompok masyarakat yang hidup secara berpindah-pindah.
d. Kelahiran anak yang tidak terdaftar dan / atau tidak diinginkan.
Pada kelompok ini sangat dibutuhkan keterlibatan lintas sektor,
antropolog, organisasi masyarakat, tokoh masyarakat termasuk tokoh
agama, dan tokoh adat dalam rangka pendekatan, pendidikan, dan
penyebarluasan informasi tentang pelayanan kesehatan (Permenkes,
2013).
3. Kelompok masyarakat dengan kendala geografis, transportasi dan
musim.
Di Indonesia banyak daerah yang sulit dijangkau oleh pelayanan
kesehatan dasar rutin seperti wilayah pegunungan, pedalaman, dan rawa-
rawa; pulau kecil/gugus pulau dan daerah pesisir; atau daerah perbatasan
dengan negara lain, baik darat maupun pulau-pulau kecil terluar.
Respon Petugas Kesehatan..., Tria Pamungkas Siwi , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
23
Hambatan lain dikarenakan kondisi ketersediaan transportasi umum dan
rutin yang digunakan baik darat, laut maupun udara (hanya 1 kali
seminggu); waktu tempuh memerlukan waktu pulang-pergi lebih dari
6jam perjalanan; hanya tersedia transportasi dengan pesawat udara untuk
mencapai lokasi; transportasi yang ada sewaktu-waktu terhalang kondisi
iklim/cuaca (seperti musim angin, gelombang, dan lain-lain) atau tidak
tersedia transportasi umum.
Di beberapa daerah sulit ini, mungkin terdapat fasilitas pelayanan
kesehatan tapi tanpa tenaga profesional, sarana dan prasarana yang
sangat minim atau memang lokasinya sangat jauh dari tempat tinggal
penduduk. Untuk masyarakat yang tinggal di daerah kepulauan maupun
pegunungan, tenaga kesehatan dapat saja kesulitan menjangkau daerah
tersebut untuk memberikan pelayanan kesehatan pada musim-musim
tertentu akibat cuaca yang buruk.
Pelayanan kesehatan dengan pendekatan MTBS-M merupakan
pendekatan pelayanan kesehatan balita yang harus didukung oleh
pemerintah daerah, dalam hal ini terutama oleh dinas kesehatan provinsi
dan kabupaten/kota
Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan dengan pendekatan
MTBS-M, Kader pelaksana tidak boleh memperlakukan pelayanan yang
diberikannya sebagai praktek perseorangan/mandiri. Tata laksana kasus
di luar paket intervensi MTBS-M yang telah ditetapkan, harus dirujuk
Respon Petugas Kesehatan..., Tria Pamungkas Siwi , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
24
kader pelaksana MTBS-M ke fasilitas pelayanan kesehatan dasar
(Permenkes, 2013).
4. Langkah-langkah persiapan penerapan MTBS-M
1). Tingkat pemerintah daerah Provinsi
a. Membentuk kelompok kerja MTBS-M tingkat provinsi.
b. Membuat pemetaan ketersediaan pelayanan kesehatan kabupaten dan
kota serta pemetaan mitra kerja potensial di tingkat provinsi.
c. Menetapkan kebijakan dan strategi lokal/daerah dalam pelaksanaan
dan pengembangan MTBS-M.
d. Merencanakan alokasi biaya APBD dan dana dekonsentrasi untuk
mendukung pelaksanaan MTBS-M (Permenkes, 2013).
2). Tingkat pemerintah daerah Kabupaten/Kota
a. Melakukan kajian kebutuhan dan analisis situasi bagi pelaksanaan
dan pengembangan MTBS-M di kabupaten kota.
b. Menetapkan kebijakan dan strategi daerah dalam pelaksanaan dan
pengembangan MTBS-M.
c. Membentuk kelompok kerja atau tim MTBS-M kabupaten kota yang
terintegrasi atau sebagai bagian dari tim MTBS.
d. Membuat pemetaan ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan di
wilayah kecamatan atau puskesmas serta pemetaan mitra kerja
potensial di tingkat kabupaten dan kota.
e. Menyusun rencana kerja anggaran dan kerangka acuan kegiatan.
Respon Petugas Kesehatan..., Tria Pamungkas Siwi , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
25
f. Mempersiapkan kebutuhan alat/bahan dan logistik.
g. Menentukan paket pelayanan kesehatan bayi dan balita dalam
pendekatan MTBS-M sesuai dengan kebutuhan, kemampuan dan
kondisi wilayah setempat, berdasarkan analisis sebab kematian yang
dilaporkan dan prevalensi kasus serta kajian formatif dan prioritas
kebutuhan pelayanan kesehatan di daerah.
h. Melaksanakan lokakarya adaptasi modul sesuai konteks wilayah bila
masih dibutuhkan adaptasi, dengan cara:
1) Mengundang tim MTBS-M kabupaten untuk lokakarya adaptasi
modul
2) Melaksanakan uji lapangan yang melibatkan tokoh masyarakat,
kader, supervisor dan puskesmas.
3) Mengundang provinsi untuk dukungan teknis finalisasi dalam
rangka adaptasi modul.
4) Mempersiapkan petunjuk teknis pelayanan MTBS-M dan
kelegkapan dokumen pendukung lainnya.
5) Merencanakan alokasi biaya untuk mendukung pelaksanaan
MTBS-M:
6) Fungsi pengawalan rencana anggaran yang sudah diusulkan
dalam DTPS ke dalam musrenbang tingkat kabupaten sampai
provinsi.
Respon Petugas Kesehatan..., Tria Pamungkas Siwi , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
26
7) Memberikan dukungan teknis penyusunan Perda pelaksanaan
MTBS-M kepada dinas kesehatan kabupaten.
8) Memberikan dukungan teknik penyusunan RKPD kepada tim
perencanaan dan anggaran dinas kesehatan (Permenkes, 2013).
3). Tingkat Kecamatan atau Puskesmas.
Beberapa kegiatan puskesmas yang harus dilakukan dalam rangka
persiapan pelaksanaan dan pengembangan MTBS-M di wilayah kerjanya,
antara lain:
a. Bersama tim kabupaten/kota menetapkan daerah awal pelaksanaan dan
pengembangan MTBS-M dengan mempertimbangkan:
1. Komitmen kepala wilayah.
2. Ketersediaan kader atau tenaga kesehatan yang menetap di desa atau
kelurahan.
3. Kemampuan daerah dan ketersediaan tenaga untuk melaksanakan
supervisi.
4. Menetapkan supervisor dan pelaksana MTBS-M yang memenuhi
kriteria dan standar kompetensi di daerah terpilih.
5. Menyusun rencana kerja, anggaran dan kebutuhan logistik MTBS-
M.
6. Memanfaatkan lokakarya mini puskesmas untuk menggalang tim
dan memperoleh dukungan perencanaan pelaksanaan MTBS-M.
Respon Petugas Kesehatan..., Tria Pamungkas Siwi , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
27
7. Mempersiapkan puskesmas sebagai tempat rujukan MTBS-M dari
masyarakat di wilayah kerjanya.
b. Persiapan di tingkat Desa dan Kelurahan.
1. Bersama dengan tim puskesmas menetapkan pelaksana MTBS-M
yang sesuai dengan kriteria dan standar kompetensi.
2. Mengalokasikan dana untuk transport pelaksana MTBS-M dan
rujukan.
3. Mempersiapkan pemetaan atau SMD termasuk penyiapan tenaga
pelaksana dan penetapan waktu pelaksanaan.
4. Melakukan sosialisasi MTBS-M dan promosi perilaku sehat kepada
masyarakat, antara lain dengan membuat papan informasi atau
melalui kunjungan rumah, pertemuan-pertemuan di desa dan
kelurahan, di tempat ibadah atau di forum masyarakat lainnya.
5. Melaksanakan MMD sebagai sarana umpan balik.
Catatan:
1) Dana lintas sektor tingkat desa dapat diperoleh melalui forum
MMD.
2) Fungsi pengawalan dimulai dari musrenbang desa sampai
musrenbang kabupaten.
3) Fungsi advokasi pada saat musrenbang kecamatan.
Penyusunan POA Alokasi Dana Desa (ADD) dan PNPM, bila
tersedia.
Respon Petugas Kesehatan..., Tria Pamungkas Siwi , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
28
5. Penerapan MTBS-M
Penerapan MTBS-M perlu didukung dengan penyiapan logistik yang
terdiri dari obat, peralatan kerja (formulir tata laksana kasus, dll). Pemenuhan
kebutuhan logistik tersebut dilakukan melalui :
(1) Pencatatan pemakaian dan permintaan obat serta peralatan kerja oleh
pelaksana MTBS-M.
(2) Penyusunan laporan pemakaian dan permintaan obat serta peralatan kerja
dari puskesmas ke dinas kesehatan.
(3) Supervisi ke lapangan untuk melihat ketersediaan obat dan peralatan
kerja pelaksana MTBS-M.
Pelaksana MTBS-M melakukan penilaian, klasifikasi dan
tindakan pada balita sakit dan bayi muda sesuai materi yang diterima saat
pelatihan. Pada kondisi balita tidak dapat ditangani sendiri, kader
pelaksana MTBS-M dapat memberikan pertolongan pertama sebelum
merujuk (Permenkes, 2013). Rujukan dari tingkat rumah tangga secara
berjenjang sampai ke Rumah Sakit Umum Daerah dapat dilakukan
sebagaimana bagan alur rujukan di bawah ini.
Gambar 2. Bagan Alur Rujukan
Respon Petugas Kesehatan..., Tria Pamungkas Siwi , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
29
Apabila rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan dasar tidak
dimungkinkan, misalnya karena diluar jam kerja puskesmas atau jarak
ke puskesmas lebih jauh dibanding ke rumah sakit, maka pasien dapat
langsung dirujuk ke rumah sakit. Surat rujukan dari puskesmas dapat
segera disusulkan setelah pasien ditangani (Permenkes, 2013).
6. Prosedur Penerapan MTBS-M
1). Prosedur pelayanan MTBS-M
Penyelenggara MTBS-M bertujuan untuk meningkatkan akses
pelayanan Balita sakit di tingkat masyarakat pada daerah yang sulit akses
terhadap pelayanan kesehatan. Daerah sulit akses sebagaimana dimaksud
yaitu :
a. Kelompok masyarakat yang tidak mendapatkan sumber daya kesehatan
yang berkesinambungan
b. Kelompok masyarkat dengan kendala sosial budaya
Respon Petugas Kesehatan..., Tria Pamungkas Siwi , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
30
c. Kelompok masyarakat dengan kendala geografis, transportasi, dan
musim.
Pelayanan MTBS-M dilakukan oleh kader setempat yang telah
mendapatkan pelatihan sebagai pelaksanan, dalam melakukan
pelayanannya kader pelaksana MTBS-M harus di bwah pengawasan
tenaga kesehatan yang berasal dari Puskesmas pelaksana MTBS
setempat. Penyelenggara upaya kesehatan MTBS-M dilakukan melalui
kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, dan kuratif terbatas.
Pelayanan kuratif terbatas yang dimaksud adalah berakhir setelah
pelayanan kesehatan di daerah penyelenggara MTBS-M tersebut telah
dilakukan oleh tenaga kesehatan. Dalam hal daerah penyelengara
MTBS-M sudah dinyatakan bukan sebagai daerah sulit akses pelayanan
kesehatan, penyelenggara MTBS-M harus berakhir dan pelaksanan
pelayanan kesehatan oleh kader pelaksana difokuskan hanya pada
kegiatan promotif dan preventif termasuk mempromosikan perilaku
pencarian pertolongan kesehatan dan perawatan balita dirumah
(Permenkes, 2013).
7. Pencatatan dan pelaporan hasil pelayanan
Pencatatan dan pelaporan di Puskesmas yang menerapkan MTBS-M
sama dengan Puskesmas yang lain yaitu menggunakan SP2TP. Perubahan
yang perlu dilakukan adalah konversi klasifikasi MTBS-M ke dalam kode
Respon Petugas Kesehatan..., Tria Pamungkas Siwi , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
31
diagnosis dalam SP2TP sebelum masuk ke dalam system pelaporan
(Depkes,2006). Tahapan dalam pencatatan dan pelaporan, diantaranya:
a) Pencatatan hasil pelayanan
Pencatatan seluruh hasil pelayanan, yaitu kunjungan, hasil
pemeriksaan sampai penggunaan obat tidak memerlukan pencatatan
khusus. Pencatatan yang telah da dipuskesmas digunakan sebagai alat
pencatatan. Alat pencatatan yang dapat digunakan adalah: register
kunjungan, register rawat jalan, register kohort bayi, register kohort
balita, register imunisasi, register malaria, demam berdarah dengue,
ISPA, gizi, dan register obat.
b) Pelaporan hasil pelayanan
Pelaporan yang digunakan adalah: LBI, LPLPO, LB3, laporan
mingguaan diare, dan laporan kejadian luar biasa. LBI adalah laporan
yang memerlukan perhatian khusus. Hasil pemeriksaan dalam MTBS-M
ditulis dalam bentuk klasifikasi penyakit sedangkan pelaoran yang ada
dalam bentuk diagnosis (Depkes, 2006).
c) Langkah-langkah pelaksanan MTBS-M meliputi :
1. Penilaian adanya tanda dan gejala dari suatu penyakit dengan cara
bertanya , melihat, mendengar, dan meraba dengan kata lain dapat
dilakukan dengan cara pemeriksaan fisik dasar dan amnamnesis.
Respon Petugas Kesehatan..., Tria Pamungkas Siwi , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
32
2. Membuat klasifikasi dengan menentukan tingkat kegawatan dari suatu
penyakit, hal ini digunakan untuk menentukan tindakan, bukan
diagnosis khusus penyakit.
3. Menentukan tindakan dan menghromati, yaitu memberikan tindakan
pengobatan difasilitas kesehatan, membuat resep, dan mengajari ibu
tentang penggunaan obat serta tindakan yang harus dilakukan didalam
rumah.
4. Memberikan konseling dengan menilai cara pemberian makan dan
kapan anak harus kembali ke fasilitas pelayanan kesehatan.
5. Memberikan pelayanan tindak lanjut pada kunjungan ulang
(Alamansyah,2010)
Strategi MTBS-M berfokus pada : (1) Peningkatan dari pemberi layanan
kesehatan dalam manajemen tatalaksana kasus, (2) peningkatan system
kesehatan secara menyeluruh, (3) peningkatan praktik kesehatan oleh
keluarga dan masyarakat. Strategi MTBS-M mempromosikan identifikasi
penyakit balita dengan tepat, menjamin terpadu dari semua penyakit utama
secara tepat, memperkuat konseling bagi ibu dan mengidentifikasi kebutuhan
rujukan dan penigkatan kecepatan rujukan dari balita yang sakit berat. Dalam
tatanan rumah, MTBS-M mempromosikan perilaku mencari pelayanan yang
tepat, perbaikan gizi dan pelayanan pencegahan serta penerapan yang benar
dari anjuran perawatan (DepKes, 2008).
Respon Petugas Kesehatan..., Tria Pamungkas Siwi , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
33
Strategi MTBS-M menggunakan pendekatan yang luas dan lintas
program dengan tiga komponen sebagai berikut :
1. Peningkatan ketrampilan petugas kesehatan :
a. Standar dan pedoman tatalaksana kasus
b. Pelatihan petugas di fasilitas kesehatan primer
c. Peran MTBS-M untuk pemberi layanan swasta
d. Menjaga kompetensi dari petugas kesehatan terlatih
2. Peningkatan sistem kesehatan dengan cara :
a. Perencanaan dan manajemen di tingkat Kabupaten/ Kota
b. Ketersediaan obat
c. Peningkatan kualitas supervisi difasilitas kesehatan
d. Alur rujukan dan pelayanan
e. Sistem informasi kesehatan
f. Peningkatan praktik kesehatan di tingkat keluarga dan masyarakat
g. Pencarian pelayanan kesehatan yang tepat
h. Penatalaksanaan pemberian nutrisi yang tepat
i. Tatalaksana perawatan dirumah dan kepatuhan terhadap penyuluhan
yang diberikan
j. Peran masyarakat dalam perencanaan pemantauan kesehatan.
Respon Petugas Kesehatan..., Tria Pamungkas Siwi , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
34
6. Kerangka Teori
Bagan 1. Kerangka Teori
Dimodifikasi dari Sadirman (2010)
FAKTOR
INTRINSIK
- Respon petugas
kesehatan
- Keingian untuk
bertindak
- Membacakan
/Mendengarkan
- Melihat
- Membangkitkan
perasaan
- Mengamati
Keterlibatan MTBSM
FAKTOR
EKSTRINSIK
- Beban kerja
- Pelatihan
Respon Petugas Kesehatan..., Tria Pamungkas Siwi , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017