BAB II TINJAUAN PUSTAKAdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/134/jtptunimus-gdl-andrifirma... · mana...

32
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Persepsi 1. Pengertian Persepsi merupakan proses akhir dari pengamatan yang diawali oleh proses pengindraan, yaitu proses diterimnya stimulus oleh alat indra, lalu diteruskan ke otak, dan baru kemudian individu menyadari tentang sesuatu yang dipersepsikan (Sunaryo, 2004). Sedangkan menurut Rakhmat (2004), persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan melampirkan pesan. 2. Syarat terjadinya persepsi Syarat timbulnya persepsi yakni, adanya objek, adanya perhatian sebagai langkah pertama untuk megadakan persepsi, adanya alat indra sebagai reseptor penerima stimulus yakni saraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus ke otak dan dari otak dibawa melalui saraf motoris sebagai alat untuk mengadakan respons (Sunaryo, 2004). Secara umum, terdapat beberapa sifat persepsi, antara lain bahwa persepsi timbul secara spontan pada manusia, yaitu ketika seseorang berhadapan dengan dunia yang penuh dengan rangsangan. Persepsi merupakan sifat paling asli yang merupakan titik tolak perubahan. Dalam mempersepsikan tidak selalu dipersepsikan secara keseluruhan, mungkin cukup hanya diingat. Persepsi tidak berdiri sendiri, tetapi dipengaruhi atau bergantung pada konteks dan pengalaman (Baiqhaqi, 2005). 3. Macam-macam Persepsi Terdapat dua macam persepsi, yaitu External Perception, yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsangan yang datang dari luar diri individu dan Self Perception, yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsangan yang berasal dari dalam diri individu. Dalam hal ini

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKAdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/134/jtptunimus-gdl-andrifirma... · mana...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKAdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/134/jtptunimus-gdl-andrifirma... · mana penderita suatu penyakit dalam hal ini penyakit kusta mampu melaksanakan cara perawatan

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Persepsi

1. Pengertian

Persepsi merupakan proses akhir dari pengamatan yang diawali

oleh proses pengindraan, yaitu proses diterimnya stimulus oleh alat

indra, lalu diteruskan ke otak, dan baru kemudian individu menyadari

tentang sesuatu yang dipersepsikan (Sunaryo, 2004). Sedangkan

menurut Rakhmat (2004), persepsi adalah pengalaman tentang objek,

peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan

menyimpulkan informasi dan melampirkan pesan.

2. Syarat terjadinya persepsi

Syarat timbulnya persepsi yakni, adanya objek, adanya perhatian

sebagai langkah pertama untuk megadakan persepsi, adanya alat indra

sebagai reseptor penerima stimulus yakni saraf sensoris sebagai alat

untuk meneruskan stimulus ke otak dan dari otak dibawa melalui saraf

motoris sebagai alat untuk mengadakan respons (Sunaryo, 2004).

Secara umum, terdapat beberapa sifat persepsi, antara lain

bahwa persepsi timbul secara spontan pada manusia, yaitu ketika

seseorang berhadapan dengan dunia yang penuh dengan rangsangan.

Persepsi merupakan sifat paling asli yang merupakan titik tolak

perubahan. Dalam mempersepsikan tidak selalu dipersepsikan secara

keseluruhan, mungkin cukup hanya diingat. Persepsi tidak berdiri

sendiri, tetapi dipengaruhi atau bergantung pada konteks dan

pengalaman (Baiqhaqi, 2005).

3. Macam-macam Persepsi

Terdapat dua macam persepsi, yaitu External Perception, yaitu

persepsi yang terjadi karena adanya rangsangan yang datang dari luar

diri individu dan Self Perception, yaitu persepsi yang terjadi karena

adanya rangsangan yang berasal dari dalam diri individu. Dalam hal ini

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKAdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/134/jtptunimus-gdl-andrifirma... · mana penderita suatu penyakit dalam hal ini penyakit kusta mampu melaksanakan cara perawatan

11

yang menjadi objek adalah dirinya sendiri. Dengan persepsi, individu

dapat menyadari dan dapat mengerti tentang keadaan lingkungan yang

ada di sekitarnya maupun tentang keadaan diri individu (Sunaryo,

2004).

4. Faktor yang mempengaruhi persepsi

Menurut Siagian (1995) ada beberapa faktor yang

mempengaruhi persepsi yaitu :

a. Diri orang yang bersangkutan, dalam hal ini orang yang berpengaruh

adalah karakteristik individual meliputi dimana sikap, kepentingan,

minat, pengalaman dan harapan.

b. Sasaran persepsi, yang menjadi sasaran persepsi dapat berupa orang,

benda, peristiwa yang sifat sasaran dari persepsi dapat

mempengaruhi persepsi orang yang melihatnya. Hal-hal lain yang

ikut mempengaruhi persepsi seseorang adalah gerakan, suara,

ukuran, tindak tanduk dan lain-lain dari sasaran persepsi.

c. Faktor situasi, dalam hal ini tinjauan terhadap persepsi harus secara

kontekstual artinya perlu dalam situasi yang mana persepsi itu

timbul.

Sementara menurut Walgito (2002) dalam persepsi individu

mengorganisasikan dan menginterpretasikan stimulus mempunyai arti

individu yang bersangkutan dimana stimulus merupakan salah satu

faktor yang berperan dalam persepsi. Berkaitan dengan hal itu faktor-

faktor yang berperan dalam persepsi yaitu :

a. Adanya objek yang diamati

Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau

reseptor stimulus dapat datang dari luar langsung mengenai alat

indera (reseptor), dan dapat datang dari dalam yang langsung

mengenai syaraf penerima (sensori) yang bekerja sebagai reseptor.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKAdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/134/jtptunimus-gdl-andrifirma... · mana penderita suatu penyakit dalam hal ini penyakit kusta mampu melaksanakan cara perawatan

12

b. Alat indera atau reseptor

Alat indera (reseptor) merupakan alat untuk menerima stimulus.

Disamping itu harus ada syaraf sensori sebagai alat untuk

meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat syaraf yaitu

otak sebagai pusat kesadaran. Dan sebagai alat untuk mengadakan

respon diperlukan syaraf sensori.

c. Adanya perhatian

Perhatian merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam

suatu persepsi. Tanpa adanya perhatian tidak akan terbentuk

persepsi.

5. Pengukuran Persepsi

Mengukur persepsi hampir sama dengan mengukur sikap.

Walaupun materi yang diukur bersifat abstrak, tetapi secara ilmiah

sikap dan persepsi dapat diukur, dimana sikap terhadap obyek

diterjemahkan dalam sistem angka. Dua metode pengukuran sikap

terdiri dari metode Self Report dan pengukuran Involuntary Behavior.

a. Self Report merupakan suatu metode dimana jawaban yang diberikan

dapat menjadi indikator sikap seseorang. Namun kelemahannya

adalah bila individu tidak menjawab pertanyaan yang diajukan maka

tidak dapat mengetahui pendapat atau sikapnya.

b. Involuntary Behaviour dilakukan jika memang diinginkan atau dapat

dilakukan oleh responden, dalam banyak situasi akurasi pengukuran

sikap dipengaruhi kerelaan responden (Azzahy, 2010). Jika merujuk

pada pernyataan diatas, bahwa mengukur persepsi hampir sama

dengan mengukur sikap, maka skala sikap dapat dipakai atau

dimodifikasi untuk mengungkap persepsi sehingga dapat diketahui

apakah persepsi seseorang positif, atau negatif terhadap suatu hal

atau obyek.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKAdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/134/jtptunimus-gdl-andrifirma... · mana penderita suatu penyakit dalam hal ini penyakit kusta mampu melaksanakan cara perawatan

13

B. Keteraturan Perawatan dan Pengobatan Penderita Kusta

1. Pengertian

Keteraturan perawatan dan pengobatan yaitu tingkat/derajat di

mana penderita suatu penyakit dalam hal ini penyakit kusta mampu

melaksanakan cara perawatan dan pengobatan sesuai yang disarankan

oleh dokter atau tim kesehatan lainnya, dan merupakan tingkat di mana

perilaku seseorang sesuai dengan saran praktisi kesehatan (Smet, 1994).

Menurut Taylor dalam Smet (1994), bahwa ketidakpatuhan

merupakan salah satu masalah yang berat dalam dunia medis, dan oleh

karena itu sejak tahun 1960-an sudah mulai diteliti di negara-negara

industri. Secara umum, ketidakpatuhan meningkatkan risiko

berkembangnya masalah kesehatan dan dapat berakibat memperpanjang

atau memperburuk penyakit yang sedang diderita. Kepatuhan penderita

kusta untuk mengonsumsi obat dapat dilihat dari dosis dan batas waktu

sampai dinyatakan selesai berobat dan tergantung pada jenis kusta yang

dideritanya. Dikatakan teratur, jika penderita kusta sudah minum obat

sampai 6 bulan untuk tipe PB dan 18 bulan untuk tipe MB, dan

dinyatakan tidak teratur, jika penderita kusta belum minum obat sampai

6 bulan untuk tipe PB dan 18 bulan untuk tipe MB (Depkes RI, 2006).

2. Tujuan

Tujuan pengobatan penderita kusta adalah untuk memutuskan

mata rantai penularan, menyembuhkan penyakit penderita dan

mencegah terjadinya kecacatan atau bertambah cacat. Pengobatan

penderita kusta ditujukan untuk mematikan kuman kusta sehingga tidak

berdaya merusak jaringan tubuh dan tanda-tanda penyakit jadi kurang

aktif sampai akhirnya hilang (Depkes RI, 2006).

Penderita yang sudah dalam keadaan cacat permanen,

pengobatan hanya dapat mencegah cacat lebih lanjut. Bila penderita

tidak minum obat secara teratur, maka kuman kusta dapat menjadi aktif

kembali, sehingga timbul gejala-gejala baru pada kulit dan saraf yang

dapat memperburuk keadaan (Depkes RI, 2006).

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKAdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/134/jtptunimus-gdl-andrifirma... · mana penderita suatu penyakit dalam hal ini penyakit kusta mampu melaksanakan cara perawatan

14

Beberapa regimen yang direkomendasikan untuk pengobatan

kusta, yaitu Multi Drug Therapy (MDT), yaitu kombinasi dua atau lebih

obat anti kusta, yang salah satunya terdiri atas Rifampisin sebagai anti

kusta yang sifatnya bakterisid kuat dengan obat anti kusta lain yang bisa

bersifat bakteriosttik. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi pengobatan

dilakukan oleh petugas kesehatan dengan memonitor tanggal

pengambilan obat, jika terlambat petugas harus melacak penderita

tersebut, dan melakukan pengamatan pemberian obat untuk TP PB 6

dosi (bilster) dalam jangka waktu 6-9 bulan, dan untuk penderita MB

dengan 12 dosis dalam jangka waktu 12-18 bulan dan jika penderita

sudah minum obat sesuai anjuran, maka dinyatakan Relase From

Treatment tanpa perlu pemeriksaan laboratorium (Depkes RI, 2006).

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi keteraturan perawatan dan

pengobatan penderita kusta

faktor yang mempengaruhi keteraturan perawatan dan pengobatan

penderita kusta antara lain adalah faktor penyakit, obat, motivasi

penderita dan petugas.

a. Faktor penyakit

Penyakit kusta merupakan penyakit infeksi kronis yang disebabkan

oleh infeksi Mycobacterium leprae. M. leprae terutama menyerang

syaraf tepi dan kulit serta organ tubuh lain seperti: mukosa mulut,

saluran nafas bagian atas, sistem retikulo endothelia, mata, otot,

tulang dan testis. Pada kebanyakan orang yang terinfeksi dapat tanpa

gejala, namun pada sebagian yang lain memperlihatkan gejala dan

mempunyai kecenderungan untuk menjadi cacat.

b. Faktor obat

Pengobatan penyakit kusta sering kali terlambat, hal ini karena

gejala awitan yang tidak jelas, dan kesadaran penderita untuk

berobat kurang.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKAdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/134/jtptunimus-gdl-andrifirma... · mana penderita suatu penyakit dalam hal ini penyakit kusta mampu melaksanakan cara perawatan

15

c. Faktor penderita

1) Kebiasaan tidak disiplin dari penderita dalam hal minum obat.

2) Banyak penderita yang tidak mengerti cara pengobatan yang lama

yang harus dijalani sejak awal, sehingga kepatuhan tidak bisa

diharapkan.

3) Kebanyakan penderita kusta adalah golongan ekonomi lemah dan

pendidikan rendah.

4) Keinginan atau motivasi penderita untuk berobat makin lama

semakin menurun.

5) Terdapat sosial stigma penderita kusta tidak disenangi

dimasyarakat dan orang-orang menjauhinya sehingga penderita

cepat menganggap dirinya sembuh meski baru beberapa waktu

berobat.

d. Faktor petugas kesehatan

Kesibukan petugas kesehatan dalam melayani pasien yang banyak,

membuat mereka kurang memperhatikan penderita dan tidak sempat

memberikan informasi secara jelas, hal ini tidak menunjang

terciptanya kepatuhan penderita dalam pengobatan (Muherman,

2003)

C. Perilaku

1. Pengertian

Pengertian perilaku dibatasi sebagai keadaan jiwa (berpendapat,

berfikir, bersikap dan sebagainya) untuk memberikan responsi terhadap

situasi di luar subyek tersebut, yang bersifat pasif (tanpa tindakan) dan

dapat juga bersifat aktif (dengan tindakan dan action) (Notoatmodjo,

2003).

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKAdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/134/jtptunimus-gdl-andrifirma... · mana penderita suatu penyakit dalam hal ini penyakit kusta mampu melaksanakan cara perawatan

16

Sebelum seseorang menghadapi perilaku baru dalam diri orang

tersebut terjadi proses yang berurutan sebagai berikut: Awareness Yaitu

orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu

terhadap stimulus (obyek), Interest Yaitu orang mulai tertarik terhadap

stimulus, Evaluation Yaitu menimbang-nimbang terhadap baik dan

tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya, Trial Yaitu orang telah

mencoba perilaku baru, Adaption Yaitu orang mulai berperilaku baru

sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus

(Notoadmojo,2003).

2. Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu reaksi seseorang

(organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan

penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan.

Respon atau reaksi manusia dapat bersifat pasif (pengetahuan, persepsi

dan sikap) serta dapat bersifat aktif (tindakan yang nyata). Menurut

Budioro (2000), perilaku kesehatan mencakup:

a. Perilaku seseorang terhadap sakit atau penyakit

Yaitu bagaimana manusia berespon baik secara pasif maupun

aktif yang dilakukan sehubungan dengan sakit atau penyakit

tersebut. Perilaku terhadap sakit atau penyakit sesuai dengan tingkat-

tingkat pencegahan penyakit yang meliputi :

1) Perilaku sehubungan dengan peningkatan kesehatan (health

promotion behavior), misalnya makanan bergizi, olah raga, dan

sebagainya.

2) Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior)

3) Perilaku sehubungan dengan pencarian pertolongan pengobatan

(health seeking behavior), yaitu perilaku untuk melakukan atau

mencari pengobatan ke fasilitas pelayanan kesehatan.

4) Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan (health

rehabilitation behavior), yaitu perilaku yang berhubungan dengan

pemulihan kesehatan setelah sembuh dari suatu penyakit.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKAdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/134/jtptunimus-gdl-andrifirma... · mana penderita suatu penyakit dalam hal ini penyakit kusta mampu melaksanakan cara perawatan

17

b. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan

Merupakan respon seseorang terhadap sistem pelayanan

kesehatan baik terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas

kesehatan dan obat-obatan yang terwujud dalam pengetahuan,

persepsi, sikap, penggunaan fasilitas, petugas dan obat-obatan

c. Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior)

Perilaku ini meliputi pengetahuan, persepsi, sikap dan

praktek terhadap makna serta unsur yang terkandung di dalamnya,

pengolahan makanan dan sehubungan dengan kebutuhan.

d. Perilaku terhadap lingkungan (environmental health behavior)

Merupakan respon seseorang terhadap lingkungan sebagai

determinan kesehatan manusia. Dalam perkembangannya untuk

kepentingan pengukuran hasil pendidikan, maka domain tersebut

diatas dibedakan menjadi pengetahuan (knowledge), sikap (attitude),

dan praktek/tindakan (practice/action).

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku

Notoadmodjo (2003), mencoba menganalisis perilaku manusia

dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat

dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yaitu faktor perilaku (Behavior

causes) dan faktor diluar perilaku (Non behavior causes). Selanjutnya

perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor yaitu :

a) Faktor predisposisi (predisposing factor)

Yaitu faktor yang mempermudah terjadinya perilaku yang

berasal dari dalam diri individu meliputi karakteristik responden,

pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai

masyarakat.

b) Faktor pendukung (Enabling factor)

Yaitu faktor yang memungkinkan perilaku meliputi

ketersediaan sarana kesehatan, ketercapaian sarana, ketrampilan

yang berkaitan dengan kesehatan.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKAdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/134/jtptunimus-gdl-andrifirma... · mana penderita suatu penyakit dalam hal ini penyakit kusta mampu melaksanakan cara perawatan

18

c) Faktor pendorong (Renforcing factor)

Yaitu faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya

suatu perilaku meliputi sikap dan praktek petugas kesehatan

dalam pemberian pelayanan kesehatan, sikap dan praktek petugas

lain (tokoh masyarakat, tokoh agama, keluarga dan guru) (Green,

1995).

1) Dukungan petugas kesehatan

Dukungan petugas sangat membantu, dimana dengan

adanya dukungan petugas berpengaruh besar artinya bagi

seseorang dalam kataatan melakukan perawatan Kusta, sebab

petugas adalah yang merawat dan sering berinteraksi,

sehingga pamahaman terhadap kondisi fisik maupun psikis

lebih baik, dengan sering berinteraksi akan sangat

mempengaruhi rasa percaya dan menerima kehadiran petugas

bagi dirinya, serta motivasi atau dukungan yang diberikan

petugas sangat besar artinya terhadap ketaatan pasien untuk

selalu mengontrol penyakit Kusta tersebut (Friedman, 1998).

2) Dukungan keluarga

Dukungan keluarga sangatlah penting karena keluarga

merupakan unit terkecil dalam masyarakat dan sebagai

penerima asuhan keperawatan. Oleh karena itu keluarga

sangat berperan dalam menetukan cara asuhan yang

diperlukan oleh anggota keluarga yang sakit, apabila dalam

keluarga tersebut salah satu anggota keluarganya ada yang

sedang mengalami masalah kesehatan maka sistem dalam

keluarga akan terpengaruhi (Friedman, 1998).

4. Perubahan perilaku

Perubahan perilaku merupakan salah satu hasil yang diharapkan

dari suatu pendidikan kesehatan, yaitu dari perilaku yang tidak sesuai

dengan nilai-nilai kesehatan menjadi perilaku yang sesuai dengan nilai-

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKAdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/134/jtptunimus-gdl-andrifirma... · mana penderita suatu penyakit dalam hal ini penyakit kusta mampu melaksanakan cara perawatan

19

nilai kesehatan. Dan perubahan tersebut biasanya dimulai dari tahap

kepatuhan, identifikasi, selanjutnya tahap internalisasi (Budioro, 2000).

WHO (2003), menyatakan bahwa perubahan perilaku dapat

dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu :

a. Perubahan alamiah (natural change), disebabkan oleh kejadian

alamiah di masyarakat jika masyarakat sekitarnya terjadi suatu

perubahan lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi, maka

anggota masyarakat di dalamnya juga akan mengalami perubahan.

b. Perubahan terencana (planned change), yaitu perubahan perilaku

yang terjadi karena memang sudah direncanakan sendiri oleh

subyek.

c. Kesediaan untuk berubah (readdiness to change), disebabkan oleh

terjadinya suatu inovasi atau program pembangunan di dalam

masyarakat sehingga yang sering terjadi adalah adanya sebagian

orang yang sangat cepat untuk menerima perubahan dan sebagian

lain sangat lambat untuk menerima perubahan. Hal ini disebabkan

oleh karena setiap orang mempunyai kesediaan untuk berubah yang

berbeda-beda.

D. Keluarga

1. Konsep Keluarga

a. Definisi keluarga

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri

atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal

disuatau tempat di bawah satu atap dalam keadan saling

ketergantungan (Effendi, 2004).

Keluarga merupakan sekumpulan orang yang dihubungkan

oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan untuk

meningkatkan dan mempertahankan budaya yang umum,

meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dari

tiap anggota (Sudhiarto, 2007).

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKAdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/134/jtptunimus-gdl-andrifirma... · mana penderita suatu penyakit dalam hal ini penyakit kusta mampu melaksanakan cara perawatan

20

Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih individu

yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan, atau adopsi,

hidup dalam satu rumah tangga, saling berinteraksi satu sama

lainnya dalam perannya dan menciptakan dan mempertahankan

suatu budaya (Bailon dan Maglaya, 1989 dalam Mubarak 2002).

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat

disimpulkan bahwa secara umum pengertian keluarga adalah

sekumpulan 2 orang atau lebih yang hidup dalam satu rumah

mempunyai hubungan darah ataupun perkawinan memiliki

keterikatan dalam aturan pendekatan emosional dari setiap

anggotanya dan mampu menciptakan kenyamanan untuk semua

penghuninya.

b. Struktur keluarga

Menurut Murwani (2007), struktur keluarga terdiri atas:

1) Pola dan proses komunikasi

Pola interaksi keluarga yang berfungsi: (1) bersifat terbuka

dan jujur, (2) selalu menyelesaikan konflik keluarga, (3)

berpikiran positif, dan (4) tidak mengulang - ulang isu dan

pendapat sendiri.

Karakteristik komunikasi keluarga berfungsi untuk :

a) Karakteristik pengirim : yakin dalam mengemukakan sesuatu

atau pendapat, apa yang disampaikan jelas dan berkualitas,

selalu meminta dan menerima umpan balik.

b) Karakteristik penerima : siap mendengarkan, memberi umpan

balik, melakukan validasi.

2) Struktur peran

Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai

dengan posisi sosial yang diberikan. Yang dimaksud dengan

posisi atau status adalah posisi individu dalam masyarakat

misalnya sebagai suami, istri, anak dan sebagainya. Tetapi kadang

peran ini tidak dapat dijalankan oleh masing-masing individu

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKAdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/134/jtptunimus-gdl-andrifirma... · mana penderita suatu penyakit dalam hal ini penyakit kusta mampu melaksanakan cara perawatan

21

dengan baik. Ada beberapa anak yang terpaksa mencari nafkah

untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarga yang lain

sedangkan orang tua mereka entah kemana atau malah berdiam

diri dirumah.

3) Struktur kekuatan

Kekuatan merupakan kemampuan (potensial dan aktual)

dari individu untuk mengendalikan atau mempengaruhi untuk

merubah perilaku orang lain kearah positif.

4) Nilai-nilai keluarga

Nilai merupakan suatu sistem, sikap dan kepercayaan yang

secara sadar atau tidak, mempersatukan anggota keluarga dalam

satu budaya. Nilai keluarga juga merupakan suatu pedoman bagi

perkembangan norma dan peraturan.Norma adalah pola perilaku

yang baik, menurut masyarakat berdasarkan sistem nilai dalam

keluarga.Budaya adalah kupulan dari pola perilaku yang dapat

dipelajari, dibagi, dan ditularkan dengan tujuan untuk

menyelesaikan masalah (Murwani, 2007).

c. Tipe atau Bentuk Keluarga

Beberapa tipe atau bentuk keluarga menurut Sudiharto

(2007), antara adalah sebagai berikut:

1) Keluarga inti (Nuclear Family)

Keluarga yang dibentuk karena ikatan perkawinan yang

direncanakan yang terdiri dari suam, istri, dan anak-anak, baik

karena kelahiran (natural) maupun adopsi.

2) Keluarga besar (Extended Family)

Keluarga inti ditambah keluarga yang lain (karena hubungan

darah), misalnya kakek, nenek, bibi, paman, sepupu termasuk

keluarga modern, seperti orangtua tunggal, keluarga tanpa anak,

serta keluarga pasangan sejanis (guy/lesbian families).

3) Keluarga Campuran (Blended Family)

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKAdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/134/jtptunimus-gdl-andrifirma... · mana penderita suatu penyakit dalam hal ini penyakit kusta mampu melaksanakan cara perawatan

22

Keluarga yang terdiri dari suami, istri, anak-anak kandung dan

anakanak tiri.

4) Keluarga menurut hukum umum (Common Law Family): Anak-

anak yang tinggal bersama.

5) Keluarga orang tua tinggal

Keluarga yang terdiri dari pria atau wanita, mungkin karena telah

bercerai, berpisah, ditinggal mati atau mungkin tidak pernah

menikah, serta anak-anak mereka yang tinggal bersama.

6) Keluarga Hidup Bersama (Commune Family)

Keluarga yang terdiri dari pria, wanita dan anak-anak yang

tinggal bersama berbagi hak dan tanggungjawab, serta memiliki

kepercayaan bersama.

7) Keluarga Serial (Serial Family)

Keluarga yang terdiri dari pria dan wanita yang telah menikah dan

mungkin telah punya anak, tetapi kemudian bercerai dan masing-

masing menikah lagi serta memiliki anak-anak dengan

pasangannya masing-masing, tetapi semuanya mengganggap

sebagai satu keluarga.

8) Keluarga Gabungan (Composite Family)

Keluarga yang terdiri dari suam dengan beberapa istri dan anak-

anaknya (poligami) atau istri dengan beberapa suami dan anak-

anaknya (poliandri).

9) Hidup bersama dan tinggal bersama (Cohabitation Family)

Keluarga yang terdiri dari pria dan wanita yang hidup bersama

tanpa ada ikatan perkawinan yang sah.

d. Fungsi Keluarga

Fungsi keluarga menurut Friedman (1998) dalam Sudiharto,

(2007), antara adalah sebagai berikut:

1) Fungsi Afektif (The affective function) : Fungsi keluarga yang

utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan

anggota keluarga berhubungan dengan orang lain, fungsi ini

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKAdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/134/jtptunimus-gdl-andrifirma... · mana penderita suatu penyakit dalam hal ini penyakit kusta mampu melaksanakan cara perawatan

23

dibutuhkan untuk perkembangan individu dan psikososial

keluarga.

2) Fungsi Sosialisasi dan penempatan sosial (sosialisation and social

placement fungtion) : Fungsi pengembangan dan tempat melatih

anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah

untuk berhubungan dengan orang lain di luar rumah.

3) Fungsi Reproduksi (reproductive function): Fungsi untuk

mempertahankan generasi menjadi kelangsungan keluarga.

4) Fungsi Ekonomi (the economic function) : Keluarga berfungsi

untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat

untuk mengembangkan kemampuan individu meningkatkan

penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

5) Fungsi Perawatan atau pemeliharaan kesehatan (the healty care

function): Fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan

anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas tinggi. Fungsi

ini dikembangkan menjadi tugas keluarga di bidang kesehatan.

Menurut Effendi (2004), menyatakan bahwa dalam suatu

keluarga ada beberapa fungsi yang dapat dijalankan keluarga sebagai

berikut :

1) Fungsi biologis

a) Untuk meneruskan keturunan.

b) Memelihara dan membesarkan anak.

c) Memenuhi kebutuhan gizi keluarga.

2) Fungsi psikologis

a) Memberikan kasih sayang dan rasa aman bagi keluarga.

b) Memberikan perhatian diantara keluarga.

c) Memberikan kedewasaan kepibadian anggota keluarga.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKAdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/134/jtptunimus-gdl-andrifirma... · mana penderita suatu penyakit dalam hal ini penyakit kusta mampu melaksanakan cara perawatan

24

d) Memberikan identitas keluarga.

3) Fungsi sosialisasi

a) Membina sosialisasi pada anak.

b) Membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat

perkembangan masing-masing.

c) Meneruskan nilai-nilai budaya.

4) Fungsi ekonomi

a. Mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi

kebutuhan keluarga.

b. Menabung untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga

dimasa yang akan dating.

5) Fungsi pendidikan

a. Menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan,

keterampilan, dan membentuk perilaku anak sesuai dengan

bakat dan minat yang dimilikinya.

b. Mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan

datangdalam memenuhi peranannya sebagai orang dewasa.

Mendidik anak sesuai dengan tingkat perkembangannya.

6) Fungsi Perlindungan

Tugas keluarga dalam hal ini adalah melindungi anak dari

tindakan –tindakan yang tidak baik, sehinnga anggota keluarga

merasa terlindung dan nyaman.

7) Fungsi Perasaan

Tugas keluarga dalam hal ini adalah menjaga secara instuitif,

merasakan perasaan anak dan anggota keluarga sehingga saling

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKAdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/134/jtptunimus-gdl-andrifirma... · mana penderita suatu penyakit dalam hal ini penyakit kusta mampu melaksanakan cara perawatan

25

pengertian satu dengan yang lain dalam menimbulkan

keharmonisan dalam keluarga.

8) Fungsi Religius

Tugas keluarga dalam fungsi ini adalah memperkenalkan dan

mengajak anak dan anggota keluarga yang lain dalam kehidupan

beragama, dan tugas kepala keluarga untuk menanamkan

keyakinan bahwa ada kekuatan lain yang mengatur kehidupan dan

ada kehidupan ke 2 setelah kehidupan ini berakhir.

9) Fungsi Rekreatif

Tugas keluaraga dalam fungsi rekreatif ini tidak harus selalu pergi

ketempat rekreasi, tetapi yang terpenting adalah bagaimana

menciptakan suasanan yang nyaman dan menyenangkan dalam

keluarga sehingga dapat mencapai keseimbangan kepribadian

masing–masing anggota keluarga tersebut.

e. Tugas Kesehatan Keluarga

Dalam upaya penanggulangan masalah kesehatan, tugas

keluarga merupakan faktor utama untuk pengembangan pelayanan

kesehatan kepada masyarakat. Tugas kesehatan keluarga menurut

Setyowati (2008), adalah sebagai berikut:

1) Mengenal gangguan perkembangan masalah kesehatan setiap

anggotanya.

2) Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan kesehatan yang

tepat.

3) Memberikan keperawatan kepada anggota keluarganya yang sakit

dan yang tidak dapat membantu dirinya sendiri.

4) Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan

kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarga.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKAdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/134/jtptunimus-gdl-andrifirma... · mana penderita suatu penyakit dalam hal ini penyakit kusta mampu melaksanakan cara perawatan

26

5) Mempertahankan hubungan timabal-balik antara keluarga

lembagalembaga kesehatan yang menunjukkan manfaat fasilitas

kesehatandengan baik.

E. Dukungan Keluarga

1. Pengertian

Dukungan keluarga merupakan suatu strategi intervensi preventif

yang paling baik dalam membantu anggota keluarga mengakses

dukungan sosial yang belum digali untuk suatu strategi bantuan yang

bertujuan untuk meningkatkan dukungan keluarga yang adekuat.

Dukungan keluarga mengacu pada dukungan yang dipandang oleh

anggota keluarga sebagai suatu yang dapat diakses untuk keluarga

misalnya dukungan bisa atau tidak digunakan, tapi anggota keluarga

memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap

memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan (Friedman,

1998).

Dukungan keluarga telah mengkonseptualisasi dukungan sebagai

koping keluarga, baik dukungan keluarga yang eksternal maupun

internal. Dukungan dari keluarga bertujuan untuk membagi beban,

juga memberi dukungan informasional (Friedman, 1998).

Dukungan keluarga sebagai suatu proses hubungan antar keluarga

dengan lingkungan sosialnya, ketiga dimensi interaksi dukungan

keluarga tersebut bersifat reproksitas (timbal balik atau sifat dan

frekuensi hubungan timbal balik), umpan balik (kualitas dan kualitas

komunikasi) dan keterlibatan emosional (kedalaman intimasi dan

kepercayaan) dalam hubungan sosial. Baik keluarga inti maupun

keluarga besar berfungsi sebagai sistem pendukung bagi anggota

keluarganya dan merupakan pelaku aktif dalam memodifikasi dan

mengadaptasi komunitas hubungan personal untuk mencapai keadaan

berubah (Friedman, 1998).

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKAdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/134/jtptunimus-gdl-andrifirma... · mana penderita suatu penyakit dalam hal ini penyakit kusta mampu melaksanakan cara perawatan

27

2. Jenis Dukungan Keluarga

Jenis dukungan keluarga terdiri dari empat jenis atau dimensi

dukungan menurut Friedman (1998) antara lain :

a. Dukungan emosional

Keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan damai

untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan

terhadap emosi yang meliputi ungkapan empati, kepedulian dan

perhatian terhadap anggota keluarga yang menderita Kusta.

b. Dukungan penghargaan (penilaian)

Keluarga bertindak sebagai bimbingan umpan balik,

membimbing dan menengahi pemecahan dan sebagai sumber dan

validator identitas anggota. Terjadi lewat ungkapan hormat

(penghargaan) positif untuk penderita Kusta, dorongan maju, atau

persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu dan

perbandingan positif penderita Kusta dengan yang lain seperti

misalnya orang-orang yang kurang mampu atau lebih buruk

keadaannya.

c. Dukungan instrumental

Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis

dan konkrit yang mencakup bantuan seperti dalam bentuk uang,

peralatan, waktu, modifikasi lingkungan maupun menolong

dengan pekerjaan waktu mengalami stres.

d. Dukungan informatif

Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminator

(penyebar) informasi tentang dunia yang mencakup dengan

memberi nasehat, petunjuk-petunjuk, sarana-sarana atau umpan

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKAdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/134/jtptunimus-gdl-andrifirma... · mana penderita suatu penyakit dalam hal ini penyakit kusta mampu melaksanakan cara perawatan

28

balik. Bentuk dukungan yang diberikan oleh keluarga adalah

dorongan semangat, pemberian nasehat atau mengawasi tentang

pola makan sehari-hari dan pengobatan. Dukungan keluarga juga

merupakan perasaan individu yang mendapat perhatian, disenangi,

dihargai dan termasuk bagian dari masyarakat (Friedman, 1998).

Dukungan keluarga dalam penanganan pengobatan penyakit kusta

sangat dibutuhkan untuk memberikan pendampingan dalam proses

pengobatan, walaupun peranan para petugas juga sangat besar. Hal

utama yang menjadi upaya dalam pendampingan proses pengobatan

penyakit kusta bagi keluarga adalah untuk memperkecil kemungkinan

kejadian yang tidak diharapkan, seperti tidak mau minum obat, tidak

mau mengurus diri sendiri. Hal ini sangat tidak diharapkan karena

akan menganggu dalam proses pengobatan penyakit kusta, bahkan bisa

terhenti sama sekali. Karena dalam pengobatan atau therapi penyakit

kusta sangat membutuhkan waktu yang cukup lama. Dukungan dan

partisipasi aktif dari keluarga sangat dibutuhkan.

F. Kusta

1. Pengertian Penyakit Kusta

Penyakit kusta merupakan penyakit infeksi kronis yang

disebabkan oleh infeksi Mycobacterium leprae. M. leprae terutama

menyerang syaraf tepi dan kulit serta organ tubuh lain seperti: mukosa

mulut, saluran nafas bagian atas, sistem retikulo endothelia, mata,

otot, tulang dan testis. Pada kebanyakan orang yang terinfeksi dapat

tanpa gejala, namun pada sebagian yang lain memperlihatkan gejala

dan mempunyai kecenderungan untuk menjadi cacat.

Penyakit kusta memberi stigma yang sangat besar pada penderita

dan masyarakat, sehingga penderita kusta tidak hanya menderita

karena penyakitnya saja, tetapi juga dijauhi atau dikucilkan oleh

masyarakat. Hal tersebut sebenarnya terjadi oleh karena kusta

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKAdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/134/jtptunimus-gdl-andrifirma... · mana penderita suatu penyakit dalam hal ini penyakit kusta mampu melaksanakan cara perawatan

29

menyebabkan cacat permanen yang ditimbulkannya (Direktorat

Jenderal PPM dan PL, 2007).

Penyakit kusta sampai saat ini masih ditakuti masyarakat,

keluarga termasuk sebagian petugas kesehatan. Hal ini, disebabkan

masih kurangnya pengetahuan/pengertian, pengertian yang keliru

terhadap kusta, serta cacat permanen yang ditimbulkan.

2. Penyebab Penyakit Kusta

Penyakit kusta disebabkan oleh suatu jenis bakteri yaitu

Mycobacterium leprae. Kuman penyebab penyakit kusta berbentuk

batang dengan ukuran panjang 1-8 mikro, lebar 0,2-0,5 mikro yang

tidak mudah diwarnai, namun jika diwarnai akan tahan terhadap

dekolorisasi oleh asam atau alkohol, biasanya berkelompok dan ada

yang tersebar satu-satu. Mycobacterium ini adalah kuman aerob yakni

tidak membentuk spora serta bersifat tahan asam (BTA) (Direktorat

Jenderal PPM dan PL, 2007)

Menurut Wahyuni (2009), Mycobacterium leprae tidak dapat di

kultur dalam media buatan. Bagian tubuh yang dingin merupakan

tempat predileksi seperti saluran nafas, testis, ruang anterior mata,

kulit terutama cuping telingan dan jari-jari. Masa tunas penyakit kusta

rata-rata 2-5 tahun, ini disebabkan oleh karena masa pembelahan

kuman kusta membutuhkan waktu yang sangat lama dibandingkan

dengan kuman-kuman lainnya yang memiliki masa tunas kurang lebih

12-21 hari.

Mycobacterium leprae dapat hidup di luar tubuh selama 2-4 hari.

Bentuk kuman kusta yang dapat kita lihat dibawah mikroskop adalah

bentuk utuh, bentuk pecah-pecah (fragmented), bentuk granular

(granulated), bentuk globus dan bentuk clumps. Bentuk utuh, dimana

dinding selnya masih utuh, mengambil zat warna merata, dan

panjangnya biasanya empat kali lebarnya. Bentuk pecah-pecah,

dimana dinding selnya terputus sebagian atau seluruhnya dan

pengambilan zat warna tidak merata. Bentuk granular, dimana

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKAdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/134/jtptunimus-gdl-andrifirma... · mana penderita suatu penyakit dalam hal ini penyakit kusta mampu melaksanakan cara perawatan

30

kelihatan seperti titik-titik tersusun seperti garis lurus atau

berkelompok. Bentuk globus, dimana beberapa bentuk utuh atau

fragmented atau granulated mengandung ikatan atau berkelompok-

kelompok.

Kelompok kecil adalah kelompok yang terdiri dari 40-60 BTA

sedangkan kelompok besar adalah kelompok yang terdiri dari 200-300

BTA. Bentuk clumps, dimana beberapa bentuk granular membentuk

pulau-pulau tersendiri dan biasanya lebih dari 500 BTA (Wahyuni, S.

2009).

3. Cara Penularan Penyakit Kusta

Cara-cara penularan penyakit kusta sampai saat ini masih

merupakan tanda tanya, yang diketahui hanya pintu keluar kuman

kusta dari tubuh penderita, yaitu selaput lendir hidung, tetapi ada yang

mengatakan bahwa penularan penyakit kusta adalah:

a. Melalui sekret hidung, basil yang berasal dari sekret hidung

penderita yang sudah mengering, diluar masih dapat hidup 2-7 x 24

jam (2-7 hari).

b. Kontak kulit dengan kulit. Syarat-syaratnya adalah harus dibawah

umur 15 tahun karena anak-anak lebih peka dibanding dengan

orang dewasa, keduanya harus ada lesi baik mikroskopis maupun

makroskopis, dan adanya kontak yang lama dan berulang-ulang.

Kontak lama dan berulang-ulang ini bukanlah merupakan faktor

yang penting. Banyak hal-hal yang tidak dapat di terangkan mengenai

penularan ini sesuai dengan hukum-hukum penularan seperti halnya

penyakit-penyaki infeksi lainnya (Zulkifli, 2003).

Menurut Ditjen PPM dan PL (2007), timbulnya kusta bagi

seseorang tidak mudah dan tidak perlu ditakuti, tergantung dari

beberapa faktor antara lain :

a. Faktor sumber penularan

Sumber penularan adalah penderita tipe MB. Penderita MB juga

tidak akan menularkan kusta, apabila berobat teratur.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKAdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/134/jtptunimus-gdl-andrifirma... · mana penderita suatu penyakit dalam hal ini penyakit kusta mampu melaksanakan cara perawatan

31

b. Faktor kuman Kusta

Kuman kusta dapat hidup diluar tubuh manusia antara 1-9 hari

tergantung pada suhu atau cuaca, dan diketahui hanya kuman kusta

yang utuh (solid) saja yang dapat menimbulkan penularan.

c. Faktor daya tahan tubuh

Sebagian besar (95%) manusia kebal terhadap panyakit kusta.

Terlihat dari 100 orang yang terpapar, 95 orang tidak menjadi sakit,

3 orang sembuh sendiri tanpa berobat, dan 2 orang menjadi sakit,

hal ini belum lagi memperhitungkan pengaruh pengobatan.

Menurut Cocrane dalam Daili (Daili, 2005), terlalu sedikit orang

yang tertular penyakit kusta secara kontak kulit dengan kasus-kasus

lepra terbuka, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penularan dan

perkembangan penyakit kusta hanya tergantung dari dua hal yaitu

jumlah atau keganasan Mycobacterium leprae dan daya tahan tubuh

penderita.

4. Gejala Penyakit Kusta

Menurut Djuanda (2007), gejala penyakit kusta bermacam-

macam, tergantung dari tingkat atau tipe dari penyakit tersebut. Gejala

yang umum yaitu (Djuanda, 2007) :

a. Adanya bercak tipis seperti panu pada badan atau tubuh manusia.

Bercak putih ini pertama hanya sedikit, tetapi lama-lama semakin

melebar dan banyak.

b. Adanya penebalan saraf terutama pada saraf ulnaris (tulang hasta),

medianus, aulicularis magnus serta peroneus daerah tulang betis).

Kelenjar keringat kurang bekerja sehingga kulit menjadi tipis dan

mengkilat.

c. Adanya bintil-bintil kemerahan (leproma, nodul) yang tersebar

pada kulit.

d. Alis rambut rontok.

e. Muka berbenjol-benjol dan tegang yang disebut facies leomina

(muka singa).

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKAdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/134/jtptunimus-gdl-andrifirma... · mana penderita suatu penyakit dalam hal ini penyakit kusta mampu melaksanakan cara perawatan

32

f. Panas dari derajat yang rendah sampai dengan menggigil.

g. Anoreksia (berkurangnya selera makan).

h. Nausea (mual), kadang-kadang disertai vomitus (muntah).

i. Cephalgia (sakit kepala).

j. Kadang-kadang disertai iritasi, Orchitis (terdapat radang di buah

zakar) dan Pleuritis (radang selaput dada).

k. Kadang-kadang disertai dengan nephrosia, nepritis (radang ginjal)

dan hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limfa).

l. Neuritis (radang saraf).

5. Reaksi Kusta

Ditjen PPM dan PL (2007) menyatakan Reaksi kusta adalah suatu

episode dalam perjalanan kronis penyakit kusta yang merupakan suatu

reaksi kekebalan (seluler respons) atau reaksi antigen-antibodi

(humoral respons) dengan akibat merugikan penderita. Reaksi ini

dapat terjadi pada penderita sebelum mendapatkan pengobatan pada

saat pengobatan maupun sesudah pengobatan, namun sering terjadi

pada 6 bulan sampai 1 tahun sesudah mulai pengobatan. Adapun jenis

reaksi kusta adalah sebagai berikut (Direktorat Jenderal

Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan, 2007):

a. Reaksi Tipe I (reaksi reserval, reaksi upgrading, reaksi boderline).

Terjadi pada penderita tipe boderline disebabkan meningkatnya

kekebalan seluler secara cepat. Terjadi pergeseran tipe kustanya ke

arah PB. Menurut keadaan reaksi, maka dapat dibedakan menjadi

reaksi ringan dan reaksi berat dengan perjalan reaksi 6-12 minggu

atau lebih. Perbedaan gejala reaksi ringan dan reaksi berat dapat

dilihat pada Tabel 2.2. sebagai berikut:

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKAdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/134/jtptunimus-gdl-andrifirma... · mana penderita suatu penyakit dalam hal ini penyakit kusta mampu melaksanakan cara perawatan

33

Tabel 2.1. Perbedaan Reaksi Ringan dan Reaksi Berat pada Reaksi

Tipe I

Gejala Reaksi Ringan Reaksi Berat

Lesi kulit Tambah aktif, menebal

merah, teraba panas dan

nyeri tekan. Makula yang

menebal dapat sampai

membentuk plaq

Lesi membengkak sampai

yang pecah, merah, teraba

panas dan nyeri tekan. Ada

lesi kulit baru, tangan dan

kaki membengkak, sendi-

sendi sakit

Saraf tepi Tidak ada nyeri tekan saraf

dan gangguan fungsi

Nyeri tekan atau gangguan

fungsi misalnya kelemahan

otot

Sumber: Ditjen PPM dan PL, 2007

b. Reaksi Tipe II (reakasi ENL/Erythema Nodusum Leprosum)

Merupakan proses inflamasi yang terjadi karena mekanisme

imunitas humoral pada penderita yang menimbulkan peradangan

pada kulit, saraf tepi dan organ lain (DKK Brebes, 2008). Terjadi

pada penderita tipe MB, biasanya berlangsung sampai 3 minggu

atau lebih. Menurut keadaan reaksi, maka dapat dibedakan reaksi

ringan dan reaksi berat. Perbedaan gejala-gejala reaksi ringan dan

reaksi berat dapat dilihat pada Tabel 2.3. sebagai berikut (Dinas

Kesehatan Kabupaten Brebes, 2008) :

Tabel 2.2. Perbedaan Reaksi Ringan dan Reaksi Berat pada Reaksi

Tipe II

Gejala Reaksi Ringan Reaksi Berat

Lesi kulit Nodul yang nyeri tekan

jumlah sedikit, biasanya

hilang sendiri dalam 2-3

hari

Nodul nyeri tekan, ada yang

sampai pecah, jumlah banyak,

berlangsung lama

Keadaan umum Tidak ada demam atau

ringan saja

Demam ringan sampai berat

Saraf tepi Tidak ada nyeri tekan saraf

dan gangguan fungsi

Ada nyeri tekan atau gangguan

fungsi

Organ tubuh Tidak ada gangguan organ

tubuh

Terjadi peradangan pada: Mata

(iridocyclitis), Testis (orchitis),

Ginjal (nephritis), Sendi

(artritis), Kelenjar limfa

(limphadenitis), Gangguan

tulang, hidung dan tenggorokan.

Sumber: Ditjen PPM dan PL, 2007

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKAdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/134/jtptunimus-gdl-andrifirma... · mana penderita suatu penyakit dalam hal ini penyakit kusta mampu melaksanakan cara perawatan

34

6. Upaya Pencegahan Kecacatan pada Penderita Kusta

a. Pencegahan Penyakit kusta

1) Pencegahan primer

Pencegahan primer dapat dilakukan dengan :

a) Penyuluhan kesehatan

Pencegahan primer dilakukan pada kelompok orang

sehat yang belum terkena penyakit kusta dan memiliki risiko

tertular karena berada di sekitar atau dekat dengan penderita

seperti keluarga penderita dan tetangga penderita, yaitu

dengan memberikan penyuluhan tentang kusta. Penyuluhan

yang diberikan petugas kesehatan tentang penyakit kusta

adalah proses peningkatan pengetahuan, kemauan dan

kemampuan masyarakat yang belum menderita sakit

sehingga dapat memelihara, meningkatkan dan melindungi

kesehatannya dari penyakit kusta. Sasaran penyuluhan

penyakit kusta adalah keluarga penderita, tetangga penderita

dan masyarakat (Depkes RI, 2005)

b) Pemberian imunisasi

Sampai saat ini belum ditemukan upaya pencegahan

primer penyakit kusta seperti pemberian imunisasi

(Saisohar,1994). Dari hasil penelitian di Malawi tahun 1996

didapatkan bahwa pemberian vaksinasi BCG satu kali dapat

memberikan perlindungan terhadap kusta sebesar 50%,

sedangkan pemberian dua kali dapat memberikan

perlindungan terhadap kusta sebanyak 80%, namun demikian

penemuan. ini belum menjadi kebijakan program di

Indonesia karena penelitian beberapa negara memberikan

hasil berbeda pemberian vaksinasi BCG tersebut (Depkes RI,

2005).

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKAdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/134/jtptunimus-gdl-andrifirma... · mana penderita suatu penyakit dalam hal ini penyakit kusta mampu melaksanakan cara perawatan

35

2) Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan :

a) Pengobatan pada penderita kusta

Pengobatan pada penderita kusta untuk memutuskan

mata rantai penularan, menyembuhkan penyakit penderita,

mencegah terjadinya cacat atau mencegah bertambahnya

cacat yang sudah ada sebelum pengobatan. Pemberian Multi

drug therapy pada penderita kusta terutama pada tipe

Multibaciler karena tipe tersebut merupakan sumber kuman

menularkan kepada orang lain (Depkes RI, 2006).

Menurut Ditjen PPM dan PL (2007), tujuan dari

pengobatan penderita penyakit kusta yaitu (Direktorat

Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan

Lingkungan, 2007) :

b) Menyembuhkan penderita penyakit kusta dan mencegah

timbulnya cacat.

Penderita kusta tipe PB yang berobat dini dan teratur

akan cepat sembuh tanpa menimbulkan cacat, tetapi bagi

penderita yang sudah dalam keadaan cacat permanen

pengobatan hanya dapat mencegah cacat yang lebih lanjut.

Apabila penderita tidak minum obat secara teratur, maka

kuman kusta dapat menjadi aktif kembali, sehingga timbul

gejala-gejala baru pada kulit dan saraf yang dapat

memperburuk keadaan, maka dari itu pengobatan secara dini

dan teratur sangatlah penting.

c) Memutuskan mata rantai penularan dari penderita kusta

terutama tipe yang menular kepada orang lain.

Pengobatan penderita kusta ditujukan untuk

mematikan kuman kusta sehingga tidak berdaya merusak

jaringan tubuh, dan tanda-tanda penyakit menjadi berkurang

aktif dan akhirnya hilang. Matinya kuman tersebut

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKAdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/134/jtptunimus-gdl-andrifirma... · mana penderita suatu penyakit dalam hal ini penyakit kusta mampu melaksanakan cara perawatan

36

menjadikan sumber penularan dari penderita teruttama tipe

MB ke orang lain terputus.

Penderita penyakit kusta dapat terus melakukan

aktivitas atau bekerja seperti biasanya selama masa

pengobatan. Pengobatan penyakit kusta di Indonesia

dilakukan dengan pemberian Dapsone sejak tahun 1952

menunjukkan hasil yang cukup memuaskan, hanya saja

pengobatan mono terapi ini sering menimbulkan masalah

resistensi yang disebabkan karena:

(1) Dosis rendah dengan pengobatan yang tidak teratur dan

terputus akibat reaksi kusta.

(2) Waktu minum obat sangat lama sehingga membosankan,

akibatnya penderita mengkonsumsi obat tidak teratur.

Penggunaan Dapsone atau Diamino Diphenyl

Sulforine (DDS) bukanlah satu-satunya, pengobatan

penderita penyakit kusta dapat menggunakan Lamprene

(B663) juga disebut Clofazimine berwarna coklat berbentuk

kapsul. Sifat dari obat ini bakterostik (menghambat

pertumbuhan dan antireaksi), selain itu ada Rifampicin

berbentuk kapsul yang bersifat bakteriosid atau mematikan

kuman kusta. Prednison, sulfat feros dan vitamin A ditujukan

untuk menyehatkan kulit yang bersisik (Sapto, 2007)

Klasifikasi pengobatan penderita penyakit kusta

menurut standar WHO dapat dilihat pada Tabel 2.2. sebagai

berikut:

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKAdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/134/jtptunimus-gdl-andrifirma... · mana penderita suatu penyakit dalam hal ini penyakit kusta mampu melaksanakan cara perawatan

37

Tabel 2.3. Klasifikasi Pengobatan Penderita Penyakit Kusta

Standar WHO

Klasifikasi Dewasa Anak usia 10-14 tahun

Pengobatan

PB

Sebulan sekali, hari pertama

a. 2 kapsul Rifampicin

(2x300mg)

b. 1 tablet DDS (100 mg)

Sebulan sekali, hari pertama

a. 2 kapsul Rifampicin (300 mg +

150 mg)

b. 1 tablet DDS (50 mg)

Setiap hari, hari ke 2-28

1 tablet DDS (100 mg)

Setiap hari, hari ke 2-28

1 tablet DDS (50 mg)

Dosis lengkap:

6 kemasan Blister

Dosis lengkap:

6 kemasan Blister

Untuk penderita umur, 10 tahun dosis

harus disesuaikan dengan berat badan

Pengobatan

MB

Sebulan sekali, hari pertama

a. 2 kapsul Rifampicin

(2x300mg)

b. 3 kapsul Lampren

(3x100 mg)

c. 1 tablet DDS (100 mg)

Sebulan sekali, hari pertama

a. 2 kapsul Rifampicin (300 mg +

150 mg)

b. 3 kapsul Lampren (3x50 mg)

c. 1 tablet DDS (50 mg)

Setiap hari, hari ke 2-28

a. 1 kapsul Lampren (50

mg)

b. 1 tablet DDS (100 mg)

Setiap hari, hari ke 2-28

1 tablet DDS (100 mg)

Setiap 2 hari sekali: hari ke 2-28

1 kapsul Lampren (50 mg)

Dosis lengkap:

12 kemasan Blister

Dosis lengkap:

12 kemasan Blister

Untuk penderita umur, 10 tahun dosis

harus disesuaikan dengan berat badan

Sumber: Ditjen PPM dan PL, 2007

Penderita PB yang telah mendapat pengobatan MDT

6 dosis dalam waktu 6-9 bulan dinyatakan RFT (Release

From Treatment), tanpa diharuskan pemeriksaan

laboratorium. Penderita MB yang telah mendapat pengobatan

MDT 12 dosis dalam waktu 12-18 bulan dinyatakan RFT,

tanpa diharuskan pemeriksaan laboratorium.

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKAdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/134/jtptunimus-gdl-andrifirma... · mana penderita suatu penyakit dalam hal ini penyakit kusta mampu melaksanakan cara perawatan

38

3) Pencegahan tertier

a) Pencegahan cacat kusta

Pencegahan tertier dilakukan untuk pencegahan cacat kusta

pada penderita. Upaya pencegahan cacat terdiri atas (Depkes

RI, 2006):

(1) Upaya pencegahan cacat primer meliputi penemuan dini

penderita sebelum cacat, pengobatan secara teratur dan

penanganan reaksi untuk mencegah terjadinya kerusakan

fungsi saraf.

(2) Upaya pencegahan cacat sekunder meliputi perawatan diri

sendiri untuk mencegah luka dan perawatan mata, tangan

atau kaki yang sudah mengalami gangguan fungsi saraf.

b) Rehabilitasi kusta

Rehabilitasi merupakan proses pemulihan untuk memperoleh

fungsi penyesuaian diri secara maksimal atas usaha untuk

mempersiapkan penderita cacat secara fisik, mental, sosial

dan kekaryaan untuk suatu kehidupan yang penuh sesuai

dengan kemampuan yang ada padanya. Tujuan rehabilitasi

adalah penyandang cacat secara umum dapat dikondisikan

sehingga memperoleh kesetaraan, kesempatan dan integrasi

sosial dalam masyarakat yang akhirnya mempunyai kualitas

hidup yang lebih baik (Depkes RI, 2006).

Rehabilitasi terhadap penderita kusta meliputi:

(1) Latihan fisioterapi pada otot yang mengalami kelumpuhan

untuk mencegah terjadinya kontraktur

(2) Bedah rekonstruksi untuk koreksi otot yang mengalami

kelumpuhan agar tidak mendapat tekanan yang berlebihan

(3) Bedah plastik untuk mengurangi perluasan infeksi

(4) Terapi okupsi ( kegiatan hidup sehari-hari ) dilakukan bila

gerakan normal terbatas pada tangan

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKAdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/134/jtptunimus-gdl-andrifirma... · mana penderita suatu penyakit dalam hal ini penyakit kusta mampu melaksanakan cara perawatan

39

(5) Konseling dilakukan untuk mengurangi depresi pada

penderita cacat

7. Pencegahan Penularan Penyakit Kusta

Menurut Daili (2005), hingga saat ini tidak ada vaksinasi untuk

penyakit kusta. Berdasarkan hasil penelitian dibuktikan bahwa kuman

kusta yang masih utuh bentuknya, lebih besar kemungkinan

menimbulkan penularan dibandingkan dengan yang tidak utuh. Faktor

pengobatan adalah amat penting dimana kusta dapat dihancurkan,

sehingga penularan dapat dicegah. Penyuluhan kesehatan kepada

penderita untuk menganjurkan kepada penderita untuk berobat secara

teratur merupakan salah satu upaya yang memberikan peranan yang

penting (Daili, 2005).

Pengobatan kepada penderita kusta adalah merupakan salah satu

cara pemutusan mata rantai penularan. Kuman kusta diluar tubuh

manusia dapat hidup 24-48 jam dan ada yang berpendapat sampai 7

hari, ini tergantung dari suhu dan cuaca diluar tubuh manusia tersebut.

Makin panas cuaca makin cepatlah kuman kusta mati. Dalam hal ini

pentingnya sinar matahari masuk ke dalam rumah dan menghindarkan

terjadinya tempat-tempat yang lembab (Daili, 2005) .

Menurut Daili (2005), ada beberapa obat yang dapat

menyembuhkan penyakit kusta, tetapi kita tidak dapat menyembuhkan

kasus-kasus kusta kecuali masyarakat mengetahui ada obat

penyembuh kusta, dan mereka datang ke Puskesmas untuk diobati.

Petugas mempunyai peran yang penting dalam memberikan

penyuluhan penyakit kusta kepada setiap orang, materi penyuluhan

kusta kepada setiap orang, materi penyuluhan berisikan pengajaran

bahwa ( Daili, 2005):

a. Ada obat yang dapat menyembuhkan penyakit kusta.

b. Sekurang-kurangnya 80% dari semua orang tidak mungkin terkena

kusta.

c. Enam dari tujuh kasus kusta tidaklah menular pada orang lain.

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKAdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/134/jtptunimus-gdl-andrifirma... · mana penderita suatu penyakit dalam hal ini penyakit kusta mampu melaksanakan cara perawatan

40

d. Kasus-kasus menular tidak akan menular setelah diobati kira-kira 6

bulan secara teratur.

e. Diagnosa dan pengobatan dini dapat mencegah sebagian besar

cacat fisik

G. Kerangka Teori

Skema 2.1. Kerangka Teori

Sumber; Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003)

H. Kerangka Konsep

Variabel independent Variabel dependent

Skema 2.2 kerangka konsep

Persepsi penderita kusta

tentang dukungan keluarga

Keteraturan perawatan dan

pengobatan pada penderita

kusta

Predisposisi

1. Kepercayaan

2. Keyakinan

3. Pengetahuan

4. Sikap

5. Nilai-nilai

6. Tradisi

Enabling

1. Sarana dan Prasarana

2. Fasilitas kesehatan

3. Jarak sarana pelayanan

kesehatan

Reinforcing

1. Dukungan petugas

2. Dukungan keluarga

a. Dukungan emosional

b. Dukungan penghargaan

c. Dukungan instrumental

d. Dukungan informatif

Keteraturan perawatan dan

pengobatan pada penderita kusta

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKAdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/134/jtptunimus-gdl-andrifirma... · mana penderita suatu penyakit dalam hal ini penyakit kusta mampu melaksanakan cara perawatan

41

I. Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan oleh peneliti ada dua kategori, yaitu :

1. Variabel bebas (independent variable)

Variabel bebas atau independen merupakan suatu variabel yang menjadi

sebab perubahan atau timbulnya suatu variabel dependen (terikat) dan

bebas dalam mempengaruhi variabel lain (Hidayat, 2003). Variabel

independen (bebas) dalam penelitian ini adalah persepsi penderita kusta

tentang dukungan keluarga pada penderita kusta.

2. Variabel terikat (dependent variable)

Variabel terikat atau dependen merupakan variabel yang dapat dipengaruhi

atau menjadi akibat karena variabel bebas. Variabel ini dapat tergantung

dari variabel bebas terhadap perubahan (Hidayat, 2003). Variabel terikat

dalam penelitian ini adalah keteraturan perawatan dan pengobatan pada

penderita kusta.

J. Hipotesa

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau

pertanyaan penelitian. Hipotesis dalam penelitian ini yaitu :

1. Ho: Tidak ada hubungan persepsi penderita kusta tentang dukungan

keluarga dengan keteraturan perawatan dan pengobatan pada penderita

kusta di Kecamatan Banjarharjo Kabupaten Brebes.

2. Ha: Ada hubungan persepsi penderita kusta tentang dukungan keluarga

dengan keteraturan perawatan dan pengobatan pada penderita kusta di

Kecamatan Banjarharjo Kabupaten Brebes.