ANALISIS SPASIAL KEJADIAN PENYAKIT KUSTA DI KABUPATEN...

15
ANALISIS S DI KAB Skrips M PROGRAM FA UNIVERSI SPASIAL KEJADIAN PENYAK BUPATEN REMBANG TAHUN si ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Sy Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat Disusun Oleh : ROHMAD J 410 080 066 M STUDI KESEHATAN MASY AKULTAS ILMU KESEHATAN ITAS MUHAMMADIYAH SUR 2012 KIT KUSTA N 2012 yarat t YARAKAT N RAKARTA

Transcript of ANALISIS SPASIAL KEJADIAN PENYAKIT KUSTA DI KABUPATEN...

Page 1: ANALISIS SPASIAL KEJADIAN PENYAKIT KUSTA DI KABUPATEN …eprints.ums.ac.id/22080/11/NASKAH_PUBLIKASI.pdf · Angka kesakitan penyakit kusta di tujuh kabupaten/kota di Jawa Tengah masih

ANALISIS SPASIAL KEJADIAN PENYAKIT KUSTA

DI KABUPATEN REMBANG

Skripsi ini Disusun Memperoleh Ijazah S1

PROGRAM STUDI FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

ANALISIS SPASIAL KEJADIAN PENYAKIT KUSTA

DI KABUPATEN REMBANG TAHUN

Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu SyaratMemperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat

Disusun Oleh :

ROHMAD J 410 080 066

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKATFAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA2012

ANALISIS SPASIAL KEJADIAN PENYAKIT KUSTA

TAHUN 2012

Memenuhi Salah Satu Syarat Kesehatan Masyarakat

MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Page 2: ANALISIS SPASIAL KEJADIAN PENYAKIT KUSTA DI KABUPATEN …eprints.ums.ac.id/22080/11/NASKAH_PUBLIKASI.pdf · Angka kesakitan penyakit kusta di tujuh kabupaten/kota di Jawa Tengah masih
Page 3: ANALISIS SPASIAL KEJADIAN PENYAKIT KUSTA DI KABUPATEN …eprints.ums.ac.id/22080/11/NASKAH_PUBLIKASI.pdf · Angka kesakitan penyakit kusta di tujuh kabupaten/kota di Jawa Tengah masih
Page 4: ANALISIS SPASIAL KEJADIAN PENYAKIT KUSTA DI KABUPATEN …eprints.ums.ac.id/22080/11/NASKAH_PUBLIKASI.pdf · Angka kesakitan penyakit kusta di tujuh kabupaten/kota di Jawa Tengah masih

ANALISIS SPASIAL KEJADIAN PENYAKIT KUSTA

DI KABUPATEN REMBANG TAHUN 2012

Oleh :

Rohmad1, Noo Alis Setyadi²*, Miftahul Arozaq ²* ¹Alumni Prodi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Surakarta

²Prodi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta

ABSTRAK Kusta adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium Leprae (M Leprae). Angka kesakitan penyakit kusta di tujuh kabupaten/kota di Jawa Tengah masih cukup tinggi, karena mempunyai prevalensi di atas 1 per 10.000 penduduk. Tujuh kabupaten tersebut meliputi Brebes, Tegal, Blora, Pekalongan, Kudus, Kota Tegal, dan Rembang. Prevalensi Rate (PR) kusta di Kabupaten Rembang pada tahun 2011 sebesar 2,39 per 10.000 penduduk sedangkan Case Detection Rate (CDR) sebesar 1,89 per 10.000 penduduk. Jenis penelitin ini adalah penelitian observasional yaitu dengan melihat secara langsung gambaran dan keadaan suatu objektif tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif. Pendekatan deskriptif disini merupakan suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan objektif. Tujuan dari penelitian ini adalah menggambarkan distribusi penderita kusta berdasarkan orang tempat dan waktu di Kabupaten Rembang dengan Sistem Informasi Geografis (GIS). Analisis data yang digunakan adalah menggunakan analisis deskriptif dengan Sistem Informasi Geografis (SIG). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa penderita kusta pada tahun 2011 menyebar merata di seluruh wilayah kabupaten Rembang. penderita banyak berusia dewasa sebanyak 30 orang (33 %), dan Jumlah laki-laki lebih banyak dari pada perempuan dengan pendidikan yang masih rendah dan sebagian besar penderita bekerja sebagai buruh dengan pendapatan kurang dari UMR di Kabupaten Rembang. Penderita dengan tipe MB lebih banyak dan persebarannya merata di semua wilayah Kabuapaten Rembang, sanitasi penderita kusta lebih banyak yang memiliki sanitasi yang buruk. sebagian besar rumah penderita kusta sudah permanen tapi masih ada penderita yang memiliki fisik rumah yang tidak permanen dan semi permanen yaitu dibagian timur Kabupaten Rembang. Hasi pemetaan persebaran penderita kusta banyak terdapat didaerah yang memiliki kepadatan penduduk, kepadatan hunian, lembab dan pinggiran laut hal itu disebabkan adanya lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan dan sanitasi yang sangat buruk. diharapkan dinas Kesehatan Kabupaten Rembang melakukan pemantauan dan panjaringan penderita kusta secara intensif didaerah yang endemis maupun tidak, selain itu perlu dilakukan penyuluhan terhadap penderita kusta, keluarga serta masyarakat sekitar dalam upaya pengendalian penyakit kusta

Kata Kunci: Epidemiologi, kusta, SIG(Sistem Informasi Geografis)

Page 5: ANALISIS SPASIAL KEJADIAN PENYAKIT KUSTA DI KABUPATEN …eprints.ums.ac.id/22080/11/NASKAH_PUBLIKASI.pdf · Angka kesakitan penyakit kusta di tujuh kabupaten/kota di Jawa Tengah masih

ABSTRACK Leprosy is a chronic infectious disease caused by infection with Mycobacterium leprae (M leprae). Morbidity leprosy in seven districts / cities in Central Java is still quite high, because they have prevalence above 1 per 10,000 population. Seven district includes Bradford, Tegal, Blora, Pekalongan, Holy, Tegal, and Apex. Prevalence Rate (PR) Rembang district leprosy in 2011 at 2.39 per 10,000 population, while Case Detection Rate (CDR) of 1.89 per 10,000 population. Type of this research is an observational study that was to see firsthand the state of a picture and such objective. This study used a descriptive approach. Descriptive approach here is a method of research conducted with the main objective to create a picture or description of an objective situation. The purpose of this study is to describe the distribution of leprosy by the place and time in the District Rembang with Geographic Information Systems (GIS). Analysis of the data used is descriptive analysis using Geographic Information Systems (GIS). These results indicate that patients with leprosy in 2011 spread evenly throughout the district Apex. many adult patients aged 30 people (33%), and the number of men more than the women with low education and most people work as laborers on less than minimum wage in the District of Apex. Patients with type MB and spreading more evenly across all regions Kabuapaten Apex, sanitation more lepers who have poor sanitation. majority of leprosy patients have permanent homes but still there are people who have a physical home is not permanent and semi-permanent, which is in the eastern district Apex. Optinable mapping the spread of leprosy patients there are many areas that have a population density, housing density, moisture and ocean fringe that caused the non-qualified health and sanitation is very poor. District Health offices are expected to monitor and selectionRembang lepers intensively in areas of endemic or not, but it needs to be done counseling for lepers, their families and communities in efforts to control leprosy

Keywords: Epidemiology, leprosy, GIS(Geographic InformationSystems)

PENDAHULUAN

Penyakit kusta merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh kuman kusta Mycobacterium leprae (M. leprae) dan menyerang hampir semua organ tubuh terutama syaraf tepi dan kulit, serta organ tubuh lainnya seperti mukosa mulut, saluran nafas bagian atas, sistem retikuloendotelia, mata, otot, tulang dan testis (Siregar, 2005).

Penyakit kusta masih menjadi permasalahan di Indonesia. Indonesia menempati peringkat ketiga dalam hal jumlah penderita kusta di dunia yaitu sebesar 17.012 orang. Peringkat pertama yaitu India sebesar 126.600 orang dan Brasil sebanyak 34.894 orang pada peringkat kedua (Kemenkes RI, 2010).

WHO (World Health Organization) menetapkan indikator eliminasi kusta adalah angka penemuan penderita Newly Case Detection Rate (NCDR) yang menggantikan indikator sebelumnya yaitu angka penemuan penderita terdaftar (NCDR kurang dari 1 per 10.000 penduduk) (Depkes RI, 2009). Tahun 2010 Indonesia telah mencapai indikator eliminasi kusta dengan New Case Detection Rate (NCDR) penyakit kusta di Indonesia sebesar 7,22 per 100.000 penduduk, terdiri dari tipe Pausi basiler sebesar 3.278 kasus dan tipe Multi basiler sebesar 13.734 kasus (Kemenkes RI, 2011). Indikator lain dalam penanggulangan kusta di Indonesia adalah angka proporsi cacat tingkat 2 dan proporsi

Page 6: ANALISIS SPASIAL KEJADIAN PENYAKIT KUSTA DI KABUPATEN …eprints.ums.ac.id/22080/11/NASKAH_PUBLIKASI.pdf · Angka kesakitan penyakit kusta di tujuh kabupaten/kota di Jawa Tengah masih

anak (kurang dari 15 tahun). Proporsi cacat tingkat 2 pada tahun 2010 sebesar 10,71%, sedangkan proporsi anak diantara penderita baru pada tahun 2010 sebesar 11,19% (Kemenkes RI, 2010). Tingginya proporsi kecacatan tingkat 2 menunjukkan kinerja petugas dalam upaya penemuan kasus masih kurang efektif, sedangkan tingginya proporsi penderita anak di antara kasus baru menunjukkan masih adanya penularan kusta pada masyarakat di Indonesia. Tingkat kecacatan kusta itu sendiri terbagi dalam tiga golongan. Golongan pertama yaitu cacat tingkat 0, cacat tingkat 1, dan cacat tingkat 2. Cacat tingkat 0 merupakan kondisi tidak ditemukan cacat, cacat tingkat 1 memiliki kerusakan pada saraf sensoris, sedangkan cacat tingkat 2 kerusakan fisik dapat dilihat oleh mata (Kemenkes RI, 2011).

Jawa Tengah berada pada peringkat ke-3 di tingkat nasional untuk jumlah penemuan kasus kusta tertinggi setelah Jawa Barat dan Jawa Timur yaitu sebesar 1.740 kasus pada tahun 2010. Angka kesakitan penyakit kusta di tujuh kabupaten/kota di Jawa Tengah masih cukup tinggi, karena mempunyai prevalensi di atas 1 per 10.000 penduduk. Tujuh kabupaten tersebut meliputi Brebes, Tegal, Blora, Pekalongan, Kudus, Kota Tegal, dan Rembang (Dinkes Jateng, 2010).

Prevalensi Rate (PR) kusta di Kabupaten Rembang pada tahun 2011 sebesar 2,39 per 10.000 penduduk sedangkan Case Detection Rate (CDR) sebesar 1,89 per 10.000 penduduk. Proporsi penderita pada usia anak sebesar 1,8% dan pada cacat tingkat 2 sebesar 1,1%. Proporsi penderita kusta usia anak dan cacat tingkat 2 di Kabupaten Rembang telah memenuhi standar nasional yaitu <5% (DKK Rembang, 2011).

Angka kejadian kusta tahun 2009 di Kabupaten Rembang tercatat 62 kasus dengan prevalensi angka kesakitan penduduk sebesar 1,03 per 10.000 penduduk. Dari jumlah tersebut proporsi cacat tingkat 2 sebesar 11% dan proporsi anak diantara penderita baru sebanyak 18%. Pada tahun 2010 terjadi peningkatan jumlah penderita kusta hingga mendekati 100%, yaitu meningkat menjadi 120 kasus profil DKK Rembang, (2010). Berdasarkan penyebab kusta tersebut, penyakit kusta yang disebabkan oleh MB (multi basiler) sebesar 78 kasus dan PB (paucibaciler) 42 kasus. Tahun 2011 mengalami penurunan tercatat 116 kasus prevalensi angka kesakitan penduduk tercatat 2,3 per 10.000 penduduk, sebanyak MB (multi basiler) 23 kasus dan PB (paucibaciler) 93 kasus.(DKK Rembang, 2011).

1. Faktor yang berhubungan dengan penyakit kusta

a. Faktor risiko Faktor risiko yaitu semua variabel yang berperan atas timbulnya kejadian

penyakit yang perlu dipertimbangkan adalah patogenesis kuman penyebab, cara penularan, keadaan sosial ekonomi, dan lingkungan, varian genetic yang berhubungan dengan kerentanan, perubahan imunitas, dan kemungkinan adanya reservoir diluar manusia (Kokasih dkk dalam Djuanda, 2010).

Faktor- faktor yang mempengaruhi tibulnya penyakit kusta ialah: (Siregar, 2005) 1) Bangsa/ras : pada ras kulit hitam insidens bentuk tuberkuloid lebih tinggi pada

kulit putih lebioh cenderung tipe lepromatosa. 2) Sosial/ekonomi : Banyak pada negara-negara berkembang dan golongan sosial

ekonomi rendah

Page 7: ANALISIS SPASIAL KEJADIAN PENYAKIT KUSTA DI KABUPATEN …eprints.ums.ac.id/22080/11/NASKAH_PUBLIKASI.pdf · Angka kesakitan penyakit kusta di tujuh kabupaten/kota di Jawa Tengah masih

3) Kebersihan : Lingkungan yang kurang memenuhi kebersihan 4) Turunan : Tampaknya faktor genetic berperan penting dalam penularan

penyakit ini. Penyakit ini tidak diturunkan pada bayi yang dikandung ibu yang terkena penyakit lepra.

b. Faktor penularan Suparyanto (2012) faktor yang berperan dalam hal penularan penyakit kusta

adalah: 1) Usia

Anak-anak lebih peka di banding dengan orang dewasa perbandingan 3:2 2) Jenis kelamin

Laki-laki lebih banyak di jangkiti oleh penyakit kusta dibanding wanita (karena kontak lebih banyak pada laki-laki)

3) Keadaan sosial ekonomi Orang yang hidup dalam kemiskinan biasanya mempunyai kesehatan yang buruk. Ini diantaranya disebabkan oleh tingginya pemaparan infeksi akibat kepadatan penghuni, makanan yang tidak cukup ataupun lingkungan kerja yang tidak sehat. Ekonomi rendah secara bersama-sama dengan faktor lainnya menjadi prasyarat timbulnya sakit akan tetapi tidak dapat berdiri sendiri-sendiri.

4) Lingkungan Fisik, biologis, sosial yang kurang sehat. Masa tunasnya (inkubasi) penyakit kusta sangat lama. Umumnya berkisar antara 2 sampai 5 tahun, tetapi bisa mencapai puluhan tahun.

Penyakit berbasis lingkungan adalah ilmu yang memepelajari proses kejadian atau fenomena penyakit yang terjadi pada sebuah kelompok masyarakat, yang berhubungan, berakar (bounded) atau memiliki keterkaitan erat dengan satu atau lebih komponen lingkungan pada sebuah ruang sehingga masyarakat tersebut bertempat tinggal atau beraktivitas dalam jangka waktu tertentu. Penyakit tersebut bisa dicegah atau dikendalikan, kalau kondisi lingkungan yang berhubungan atau diduga berhubungan dengan penyakit tersebut dihilangkan (Achmadi, 2011). Klasifikasi lingkungan yang di nilai antara lain : jenis lantai, Ventilasi dan jenis dinding yang dapat menyebabkan penularan penyakit kusta.

2. Analisis spasial Analisis spasial adalah suatu teknik atau proses yang melibatkan sejumlah

fungsi hitungan dan evaluasi logika untuk mendapatkan ekstraksi, nilai tambah, atau informasi baru yang juga beraspek sosial (Prahasta, 2011).

Fotheringham (2005) dalam Budiyanto memilah analisis spasial dalam dua bentuk, yaitu analisis spasial berbasis sistem informasi geografis sedarhana (simple GIS-based spasial analysis) dan analisis spasial berbasis sistem informasi geografis lanjut (advenced GIS-based spasial analysis). (Budiyanto, 2010)

Kemampuan SIG Aronoff (1989) dalam Budiyanto antara lain adalah mampu memberikan gambaran atau analisis secara keruangan dari serangkain objek yang diamati. Kemampuan SIG dalam analisis keruangan diwujudkan dengan empat kegiatan, yaitu mapping (pemetaan), measurement (pengukuran), monitoring (pemantauan), dan modelling (pemodelan).

Page 8: ANALISIS SPASIAL KEJADIAN PENYAKIT KUSTA DI KABUPATEN …eprints.ums.ac.id/22080/11/NASKAH_PUBLIKASI.pdf · Angka kesakitan penyakit kusta di tujuh kabupaten/kota di Jawa Tengah masih

METODE

Jenis penelitin ini adalah penelitian observasional yaitu dengan melihat secara langsung gambaran dan keadaan suatu objektif tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif. Pendekatan deskriptif disini merupakan suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan objek. Metode Pendekatan penelitian deskriptif digunakan untuk memecahkan atau menjawab permasalahan yang sekarang dihadapi pada situasi sekarang. Penelitian ini dilakukan dengan menempuh langkah-langkah pengumpulan data, klasifikasi data, pengolahan/analisis data yang menghasilkan sebuah gambaran atau peta. Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan teknik multistage sampling yaitu pengambilan sampel dilakukan berdasarkan tingkat wilayah secara bertahap. Tehnik pengambilan sampel di gunakan pada tahap ini adalah simple random sampling

HASIL 1. Faktor dominan yang mempengaruhi penyakit kusta dan karateristik responden adalah

umur, jenis kelamin, status sosial ekonomi, penghasilan, pekerjaan dan lingkungan ( jenis lantai, ventilasi dan jenis dinding ). a. Karateristik Responden berdasarkan Umur

Distribusi Frekuensi responden menurut umur pada Bulan Juli 2012 di Kabupaten Rembang dapat dilihat pada tabel 6 di bawah ini :

Tabel 1

No Umur Frekuensi Presentase 1 0-15 19 21 2 16 – 30 18 20 3 31-45 23 26 4 46-90 30 33

Jumlah 90 100 % Berdasarkan Tabel 6 di atas diketahui bahwa rata-rata umur responden

penderita kusta di Kabupaten Rembang yang berumur antara 0-15 sebanyak 19 orang (21 %), 16-30 sebanyak 18 orang (20 %), 31-45 sebanyak 23 orang (26 %), dan 46-90 sebanyak 30 orang (33 %).

Tabel 2

Jenis Kelamin

No Jenis kelamin Jumlah Presentase 1 Laki-laki 50 56 2 Perempuan 40 44 Jumlah 90 100

Berdasarkan Tabel 7 diatas diketahui bahwa rata-rata jenis kelamin responden penderita kusta di kabupaten Rembang yang laki –laki sebanyak 50 orang (56 %) dan perempuan sebanyak 40 orang(44 %).

Page 9: ANALISIS SPASIAL KEJADIAN PENYAKIT KUSTA DI KABUPATEN …eprints.ums.ac.id/22080/11/NASKAH_PUBLIKASI.pdf · Angka kesakitan penyakit kusta di tujuh kabupaten/kota di Jawa Tengah masih

Tabel 3

Jenis pekerjaan

No Pekerjaan Jumlah Presentase 1 Pegawai/ PNS 2 2 2 Wiraswasta 6 7 3 Petani 61 69 4 Ibu rumah tangga 0 0 5 Lain-lain 20 22 Jumlah 90 100

Berdasarkan Tabel 8 diatas diketahui bahwa rata-rata jenis pekerjaan responden penderita kusta di Kabupaten Rembang yang terbesar petani sebanyak 61 orang (69 % ), pegawai/PNS sebanyak 2 orang (2 %), wiraswasta sebanyak 6 orang (7 %), ibu rumah tangga sebanyak (0 %) dan lain – lain sebanyak 20 orang (22 %).

Tabel 4

Status sosial ekonomi

No Gaji UMR Jumlah Presentase 1 ≤ Rp,750.000 88 98 2 ≥ Rp,750.000 2 2 Jumlah 90 100

Berdasarkan Tabel 9 diatas diketahui bahwa rata-rata status sosial ekonomi responden penderita kusta di Kabupaten Rembang yang gajinya ≤ Rp 750.000 sebanyak 88 orang (98%), dan yang ≥ Rp 750.000 sebanyak 2 orang (2 %).

Tabel 5

Pendidikan

No Pendidikan Jumlah Presentase 1 SD 58 65 2 SMP 12 13 3 SMA 4 4 4 Mahasiswa 0 0 5 Lain –lain 16 18 Jumlah 90 %

Berdasarkan Tabel 10 diatas diketahui bahwa rata-rata tingkat pekerjaan responden penderita kusta di Kabupaten Rembang yang pendidikan SD sebanyak 58 orang (65%), SMP sebanyak 12 orang (13%), SMA sebanyak 4 orang (4%), mahasiswa sebanyak 0 orang (0 %) dan lain – lain sebanyak 16 orang (18 %)

Tabel 6

Jenis lantai tanah

Page 10: ANALISIS SPASIAL KEJADIAN PENYAKIT KUSTA DI KABUPATEN …eprints.ums.ac.id/22080/11/NASKAH_PUBLIKASI.pdf · Angka kesakitan penyakit kusta di tujuh kabupaten/kota di Jawa Tengah masih

No Lantai tanah Jumlah Presentase 1 Kedap air 24 27 2 Tidak kedap air 66 73 Jumlah 90 100

Berdasarkan Tabel 11 diatas diketahui bahwa rata-rata status jenis lantai tanah responden penderita kusta di Kabupaten Rembang yang lantainya kedap air sebanyak 24 orang (27%), dan tidak kedap air sebanyak 66 orang (73 %).

Tabel 7

Ventilasi

No Ventilasi Jumlah Presentasie 1 Ada 47 52 2 Tidak ada 43 48 Jumlah 90 100

Berdasarkan Tabel 12 diatas diketahui bahwa rata-rata ventilasi responden penderita kusta di Kabupaten Rembang yang ventilasinya ada sebanyak 47 orang (52%), dan tidak ada sebanyak 43 orang (48%).

Tabel 8

Jenis dinding

No Jenis dinding Jumlah Presentase 1 Permanen 36 40 2 Tidak permanen 54 60 Jumlah 90 100

Berdasarkan Tabel 13 diatas diketahui bahwa rata-rata jenis dinding responden penderita kusta di Kabupaten Rembang yang permanen ada sebanyak 36 orang (40%), dan tidak permanen sebanyak 54 orang (60%).

Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis dinas (UPTD) kesehatan Kabupaten atau kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan disuatu wilayah. Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan strata pertama menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan Analisis layanan kesehatan (Puskesmas) ini menggunakan bantuan software GIS dengan Sehingga nantinya akan menghasilkan peta yang menggambarkan letak atau titik Puskesmas di wilayah Kabupaten Rembang

Jarak merupakan aspek hitung yang menghubungkan antar satu objek dengan objek yang lain. Faktor jarak di digitasi menggunakan GIS kemudian di olah menggunakan software GIS . Untuk memberikan gambaran tentang sejauh mana masyarakat mengakses layanan kesehatan (puskesmas). Perhitungan aspek jarak ini, memunculkan konsep lain tentang aspek jejaring lokasi, artinya dapat diketahui wilayah masyarakat yang menggunakan puskesmas. Analisis jarak layanan kesehatan ini menggunakan bantuan software GIS dengan Sehingga nantinya akan menghasilkan peta yang menggambarkan jarak Puskesmas dengan penderita kusta

Page 11: ANALISIS SPASIAL KEJADIAN PENYAKIT KUSTA DI KABUPATEN …eprints.ums.ac.id/22080/11/NASKAH_PUBLIKASI.pdf · Angka kesakitan penyakit kusta di tujuh kabupaten/kota di Jawa Tengah masih

PEMBAHASAN

Faktor karateristik responden dan lingkungan fisik yang berhubungan dengan kejadian penyakit kusta adalah umur, status social ekonomi, jenis kelamin dan lingkungan. Hasil penelitian Faktor dominan umur menunjukkan bahwa penularan penyakit kusta dapat menyerang semua umur, karna dari data yang saya peroleh dari penelitian persebaran penyakit kusta dapat dilihat tabel 1 dengan hasil umur responden penderita kusta dikabupaten Rembang yang berumur antara 0-15 sebanyak 19 orang (21 %), 16-30 sebanyak 18 orang (20 %), 31-45 sebanyak 23 orang (26 %), dan 46-90 sebanyak 30 orang (33 %). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian case control study yang dilakukan di Kabupaten Ngawi yang menyimpulkan umur tidak berhubungan dengan tingkat kecacatan pada penderita kusta (Fristi, 2009),

Faktor genetik terutama ditemui lebih dominan pada Jenis kelamin laki-laki karna dari data sampel yang diperoleh dari penelitian persebaran penyakit kusta dapat dilihat pada tabel 2 dengan hasil yang laki – laki sebanyak 50 orang (56 %) dan perempuan sebanyak 40 orang (44 %). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian analitik observasional yang di lakukan di Kabupaten Brebes yang menunjukkan bahwa jenis kelamin belum diketahui sebagai pencetus langsung terjadinya reaksi kusta (Prawoto, 2008). Sedangkan menurut Suparyanto (2012) Laki-laki lebih banyak di jangkiti oleh penyakit kusta dibanding wanita (karena kontak lebih banyak pada laki-laki).

Faktor status sosial ekonomi responden penderita kusta di Kabupaten Rembang dapat dilihat pada tabel 4 dengan hasil yang gajinya kurang dari UMR di Rembang sebanyak 88 (98%), dan yang melebihi UMR sebanyak 2 (2 %). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian geograichal epidemiologi yang di lakukan di samarinda yang menunjukkan jumlah penghasilan yang masih rendah sehingga merupakan tempat berkembang biaknya kuman yang pathogen (Purianingsih, 2011).

Menurut Kokasih dkk dalam Djuanda (2010) Status sosial ekonomi masyarakat yang terkena penyakit kusta adalah relatife masyarakat yang mempunyai status social ekonomi rendah. Makin rendah social ekonomi makin berat penyakitnya, sebaliknya faktor sosial ekonomi tinggi sangat membantu penyembuhan.

Faktor lingkungan fisik, biologis dan sosial yang kurang sehat adalah lingkungan yang kurang memenuhi kebersihan. Hasil penelitian dilihat dari karateristik lingkungan fisik hunian (jenis lantai, ventilasi dan jenis dinding). Jenis lantai dapat dilihat pada table 6 yang kedap air sebanyak 24 orang (27%) dan yang tidak kedap air sebanyak 66 orang (73%), jenis ventilasi dapat dilihat pada table 7 yang ada sebanyak 47 orang (52 %) dan yang tidak ada sebanyak 43 orang (48 %). Sedangkan jenis dinding dapat dilihat pada table 8 yang permanen sebanyak 36 orang (40 %) dan yang tidak permanen sebanyak 54 orang (60 %).

A. Persebaran penyakit kusta

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa penderita kusta pada tahun 2012 menyebar di seluruh wilayah kabupaten Rembang. Penderita dengan tipe MB lebih banyak dan persebarannya merata di semua wilayah kabuapaten Rembang dalam penelitian ini terbanyak pada Kecamatan Sarang dan hanya yang paling sedikit pada Kecamatan Sulang. Penyakit kusta merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh kuman kusta

Page 12: ANALISIS SPASIAL KEJADIAN PENYAKIT KUSTA DI KABUPATEN …eprints.ums.ac.id/22080/11/NASKAH_PUBLIKASI.pdf · Angka kesakitan penyakit kusta di tujuh kabupaten/kota di Jawa Tengah masih

mycobacterium leprae ( M. leprae) (Widoyono, 2008) . Penyebaran Penyakit Kusta Di Kabupaten Rembang sangat merata, hal itu disebabkan adanya lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan dan sanitasi yang sangat buruk. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian crossectional yang dilakukan di Kabupaten Tegal yang mennjukkan penyebab kusta menyebar merata disebabkan karna menurut tempat yang sangat buruk, dan sanitasi penderita tipe kusta MB lebih banyak yang memiliki sanitasi yang buruk. sebagian besar rumah penderita kusta sudah peramanen tapi masih ada penderita yang memiliki fisik rumah yang tidak permanen dan semi permanen (Zahro F, 2011).

B. Jarak layanan kesehatan

Dari hasil penelitian cakupan pelayanan kesehatan dengan jarak dekat <1 km sebanyak 10 orang (11%), jarak jauh antara 1-5 km sebanyak 26 orang (29%) dan selebihnya sebanyak 54 orang (60%) berada pada jarak sangat jauh antara > 5 km. Akses ke fasilitas pelayanan kesehatan mempunyai keterkaitan dengan penemuan Kasus kusta dalam hal ini yang berperan langsung adalah puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan pertama masyarakat, sebab semakin dekat dan mudah dijangkau fasilitas pelayanan kesehatan akan memudahkan masyarakat untuk mendapatkan informasi melalui promosi kesehatan dan Jarak yang sangat jauh akan dapat memperlambat ketaatan pengambilan obat dan sulit mendapatkan informasi (P2pl Sarang, 2011).

Penelitian sejalan dengan hasil penelitian deskriptif di Kabupaten Jogjakarta Analisis jarak standar jarak dalam kota jarak maupun waktu menggunakan indikator pejalan kaki, mengingat secara lokasi semua fasilitas di kota terhubung dengan sarana jalan. Standar jarak tersebut fasilitas kesehatan dapat diidentikkan dengan sarana sekolah lanjutan pertama ataupun pusat kota, sehingga standar dapat diambil sebagai ukuran waktu atau jarak, yaitu 30 – 45 menit. Aksesibilitas rumah sakit dengan hasil analisis perhitungan jarak terjauh adalah 25 km, maka jika menggunakan pendekatan tabel jarak standar kota adalah dapat ditempuh dalam waktu antara 30-45 menit. Jika mengasumsikan untuk menggunakan fasilitas menggunakan aspek transportasi berupa sarana angkutan dan dengan kecepatan perjalanan adalah 20km/jam dengan jarak terjauh adalah 25 km, maka dalam waktu 45 menit jarak sudah dapat tercapai (Sulistianto, 2009).

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa: 1. Faktor- faktor dominan yang memepengaruhi penyakit kusta ( umur , jenis

kelamin, status social ekonomi dan lingkungan). Umur (Anak-anak lebih peka di banding dengan orang dewasa perbandingan 3:2. Jenis kelamin Laki-laki lebih banyak di jangkiti oleh penyakit kusta dibanding wanita karena kontak lebih banyak pada laki-laki). Status social ekonomi (Ekonomi rendah secara bersama-sama dengan faktor lainnya menjadi prasyarat timbulnya sakit akan tetapi tidak

Page 13: ANALISIS SPASIAL KEJADIAN PENYAKIT KUSTA DI KABUPATEN …eprints.ums.ac.id/22080/11/NASKAH_PUBLIKASI.pdf · Angka kesakitan penyakit kusta di tujuh kabupaten/kota di Jawa Tengah masih

dapat berdiri sendiri-sendiri). Lingkungan (Fisik, biologis, sosial yang kurang sehat).

2. Sebaran kejadian Penyakit kusta di Wilayah kabupaten Rembang dalam penelitian ini terbanyak pada Kecamatan Sarang dan hanya yang paling sedikit pada Kecamatan Sulang.

3. Jarak pelayanan kesehatan yang dekat sebanyak 10 orang (11 %), jauh sebanyak 26 orang (29 %) dan yang sangat jauh sebanyak 54 orang (60 %). ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan di suatu tempat yang mudah terjangkau akan memudahkan masyarakat dalam mencapai pelayanan kesehatan untuk dapat segera memperoleh pelayanan kesehatan sehingga dapat segera ditangani jika ada ditemukan penyakit serius dan dapat dilakukan upaya preventif bagi sekitarnya agar tidak tersebar

Saran Dengan melihat hasil simpulan diatas, maka ada beberapa saran dari penulis yakni

sebagai berikut : 1. Bagi Instansi Kesehatan

Sebaiknya analisis spasial yang menggunakan aplikasi GIS dapat digunakan sebagai pedoman atau dasar dari bidang yang dikaji misalnya analisis spasial kejadian penyakit kusta. Dengan analisis spasial menggunakan Software GIS dapat membuat informasi Epidemiologi mudah difahami, diinterprestasi dan diambil tindakan dalam pencegahan kecacatan pada penderita kusta di wilayah kerja Puskesmas di Kabupaten Rembang.

2. Peneliti Dapat mengenal dan memperkenalkan manfaat analisis spasial dan

keunggulan dengan sistem informasi geografis yang diolah dengan menggunakan software GIS sehingga dapat menjawab fenomena spasial yang terjadi di masyarakat misalnya analisis kejadian penyakit kusta. Dan dilakukan analisis spasial dapat memunculkan informasi baru

3. Bagi Peneliti lain Sebaiknya Peneliti lain dapat melanjutkan penelitian ini dengan mengganti

subjek atau menambah variabel penelitian, agar diperoleh gambaran yang luas mengenai analisis kejadian penyakit kusta dengan memperkenalkan Sistem Informasi Geografis dengan menyajikan data potensi suatu daerah, menggambarkan unsure-unsur pemukaan bumi dan menentukan posisi atu letak suatu daerah yang berisiko terjadinya suatu penyakit.

Page 14: ANALISIS SPASIAL KEJADIAN PENYAKIT KUSTA DI KABUPATEN …eprints.ums.ac.id/22080/11/NASKAH_PUBLIKASI.pdf · Angka kesakitan penyakit kusta di tujuh kabupaten/kota di Jawa Tengah masih

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi U F. 2011. Dasar-dasar Penyakit Berbasis Lingkungan. Jakarta: Rajawali Pers.

Budiyanto, Eko. 2011. Sistem Informasi Kesehatan Dengan ArcView GIS. Jogjakarta: C.V ANDI OFFSET.

Depkes RI. 2007. Pedoman Penentuan Klasifikasi Penyakit Kusta. Jakarta: Depkes RI.

Kemenkes . 2011. Profil Kesehatan Tahun 2011. Jakarta: P2PL.

Djuanda. 2007. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Jakarta: Fakultas kedokteran Universitas Indonesia.

Dinas Kabupaten Rembang. 2010. Profil kesehatan kabupaten Rembang. Rembang: DKK Rembang.

Dinas Kesehatan Sulaawesi Selatan. 2011. Kebijakan Pemberantasan penyakit kusta. Sulawesi Selatan: DKK Sulsel.

Efendi, Alfan. 2010. Faktor- faktor yang Berhubungan Dengan Pencegahan Kecatatan Penderita Kusta kabupaten Ngawi. [Skripsi]. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Fristi, Atika. 2009. Hubungan antara faktor resiko dengan tingkat kecacatan pada penderita kusta di puskesmas padas kabupaten ngawi. [Skripsi]. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Hasyim, wahid. 2010. Teknologi GPS dan Citra Satelit. Malang: Universitas Brawijaya

Kokasih et.al dalam Djuanda. 2010. Ilmu penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Kemenkes. 2011. Profil Kesehatan Tahun 2011. Jakarta: Keputusan Menteri kesehatan.

Magnos, Manya. 2011. Epidemiologi penyakit menular. Jakarta: EGC.

Monjoer dkk. 2009. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Page 15: ANALISIS SPASIAL KEJADIAN PENYAKIT KUSTA DI KABUPATEN …eprints.ums.ac.id/22080/11/NASKAH_PUBLIKASI.pdf · Angka kesakitan penyakit kusta di tujuh kabupaten/kota di Jawa Tengah masih

Purianingsih. 2010. Aplikasi Sistem Informasi Geografi untuk Pemodelan Spasial Kejadian Tuberkulosis (TB) Paru BTA (+) di Wilayah Kota Samarinda Triwulan I Tahun 2010. [Skripsi] Samarinda: Universitas Mulawarman samarinda.

Prahasta, Edi. 2011. ARC GIS Decstop Untuk Bidang geodesi dan Informatika. Bandung: Informatika Bandung, 2011.

Prawoto. 2008. Faktor – faktor resiko yang berpengaruh Terhadap terjadinya Reaksi kusta. [Tesis]. Semarang: Universitas Diponegoro Semarang.

Saiful. 2010. Pencegahan Dan Penanganan kusta. Jakarta: EGC

Siregar. 2005. Saripati Penyakit kulit. Jakarta: EGC.

Sulistianto, Arrifudin. 2011. Analisis spasial aksesibilitas pelayanan rumah sakit umum daerah di daerah istimewa Yogyakarta tahun 2009. [Skripsi]. Surakarta : Universitas muhammadiyah Surakarta.

Suparyanto. 2012. Pengobatan Dan Kecacatan Penyakit Kusta/ Lepra. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Widoyono. 2008. Penyakit Tropis Epidemilogi, penularan, Pencegahan, dan Pemberantasan. Semarang: Erlangga.

Zahro, Fatimatus. 2011. studi epidemiologi deskriptif penderita kusta kabupaten tegal tahun 2010 dengan sistem informasi geografis (sig). . [Skripsi]. Semarang: Universitas Diponegoro Semarang

Zulkifli. 2003. Penyakit Kusta Dan yang di Timbulkanya. Sumatra: USU digital library, Universitas Sumatra Utara.