Persepsimasyarakat Terhadap Penyakit Kusta - Kualitatif

19

description

mhbgjkg

Transcript of Persepsimasyarakat Terhadap Penyakit Kusta - Kualitatif

Page 1: Persepsimasyarakat Terhadap Penyakit Kusta - Kualitatif
Page 2: Persepsimasyarakat Terhadap Penyakit Kusta - Kualitatif

PERSEPSIMASYARAKAT TERHADAP PENYAKIT KUSTA DIWILAYAH

KERJA PUSKESMAS KALUMATA KOTA TERNATE PROPINSI

MALUKU UTARA TAHUN 2010

Watief A. Rachman1, St. Nurhidayanti Isbak1 'Fakultas Kesehatan

Masyarakat, UNHAS, Makassar

Abstrak

Persepsi masyarakat tentang kusta sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai

budaya setempat yang cenderung menyalahkan penderita kusta, sehingga

pasrah pada nasib. Meskipun sudah sembuh, penderita kusta masih

berpikir ulang untuk kembali hidup bermasyarakat di luar RS. Cacat

permanen pada tubuh akibat penyakit kusta dikhawatirkan menimbulkan

stigma negatif yang membuat penderita dikucilkan masyarakat sekitar.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi masyarakat (penderita,

keluarga dan tokoh masyarakat) terhadap penyakit kusta di wilayah kerja

Puskesmas Kalumata Kota Ternate tahun 2010. Metode penelitian yang

digunakan adalah kualitatif melalui wawancara mendalam, dengan jumlah

informan sebanyak 14 orang, (5 penderita, 5 keluarga penderita, 3 tokoh

masyarakat dan 1 petugas kesehatan). Hasil penelitian menunjukan bahwa

pengetahuan informan terhadap penyakit kusta didasarkan atas gejala

yang dirasakan dan dilihat secara fisik, yaitu menurut informan adanya

bercak-bercak putih, dan luka-luka di kulit serta mati rasa pada kulit.

Informan juga masih percaya bahwa penyakit kusta adalah penyakit

keturunan dan kutukan. Penyebab kusta menurut informan karena

lingkungan yang kotor, bakteri dan karena guna-guna. Penularan kusta

melalui peralatan makanan jika digunakan bersama penderita. Upaya

pengobatan yang dilakukan menurut informan yaitu pergi ke dukun dan

puskesmas. Kemudian untuk sikap, bagi penderita sendiri masih merasa

minder ketika harus bergaul dengan masyarakat, sedangkan bagi sebagian

keluarga dan masyarakat yang bukan penderita, mereka masih merasa

Page 3: Persepsimasyarakat Terhadap Penyakit Kusta - Kualitatif

takut jika harus berinteraksi dengan penderita. Tindakan penderita dalam

melakukan upaya pengobatan yaitu dengan berobat ke dukun dan ke

puskesmas, disamping itu dukungan dari keluarga juga sangat menentukan

keinginan untuk pergi berobat, sedangkan tindakan masyarakat yang

bukan penderita, mereka mau bergaul dengan penderita, tapi tetap

menjaga jarak karena takut tertular. Perlunya gerakan penyuluhan efektif

dengan melibatkan petugas kesehatan, penderita, keluarga serta tokoh

masyarakat sehingga diharapkan mampu mengoreksi persepsi-persepsi

masyarakat yang sal ah tentang penyakit kusta.

Kata kunci : Persepsi, penyakit kusta

Abstract

Public perception of leprosy is strongly influenced by local cultural values

that tend to blame the lepers, so resigned to fate. Although cured, lepers are

still to return to re-think living in a society outside the hospital. Permanent

disability caused by leprosy on the body caused feared the negative stigma

which makes people shut out the surrounding community. This study aims

to determine the public perception (patients, families and community

leaders) against leprosy in the area of PHC Kalumata of Ternate in 2010.

The method used was qualitative research through in-depth interviews, with

the number of informants as many as 14 people, (5 patients, 5 patients'

family, community leaders and the first three health workers). The results

showed that the knowledge of informants against leprosy is based on

symptoms and physical visits, ie according to the informant of white

patches, and the wounds in the skin and numbness on the skin. Informants

also still believe that leprosy is hereditary disease and a curse. The cause of

leprosy according to informants because of the dirty environment, bacteria,

and because of witchcraft. Transmission of leprosy through food equipment

when used with patients. Treatment efforts made by the informant is to go to

traditional healers and health centers. Then, for attitude, for people still

Page 4: Persepsimasyarakat Terhadap Penyakit Kusta - Kualitatif

feel embarrassed when they have to mingle with society, while for some

families and communities who are not patients, they still feel scared if you

have to interact with patients. Actions patients in treatment efforts is to go to

traditional and to the health center, besides the support from family is also

very decisive willingness to go for treatment, while the actions of society

who are not patients, they want to interact with patients, but still keep a

distance for fear of contagion. Need for effective extension movements by

involving health workers, patients, families and community leaders that is

expected to correct the perceptions that one community about the disease

of leprosy.

Keywords: Perception, leprosy

PENDAHULUAN

Penyakit kusta masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di

19 negara di dunia, terutama di negara berkembang termasuk Indonesia

dan lebih dari 750 ribu kasus baru ditemukan setiap tahun di dunia atau

sekitar 85 orang setiap jamnya. Pada tahun 2005 Indonesia merupakan

penyumbang penyakit kusta ketiga setelah India dan Brazil. Menurut data

World Health Organization (WHO) jumlah penderita kusta yang disebut juga

dengan lepra memang mengalami penurunan. Jumlah kasus lepra baru di

dunia yang tahun 2001 sebanyak 760 ribu turun tajam menjadi 210 ribu

kasus pada awal 2008. Jumlah kasus yang terdeteksi di seluruh dunia terns

mengalami penurunan (Susanto, 2009). Penurunan kasus kusta di angka

dunia, tidak diikuti penurunan kasus di Indonesia, kasus kusta yang pada

tahun 2002 jumlah kasus barunya baru 12 ribu pada awal tahun 2008 malah

bertambah menjadi sekitar 17 ribuan (Soewono, 2009).

Peta endemik kusta di Indonesia sebetulnya bisa disoroti di daerah

pesisir pantai. Daerah seperti Surabaya, Maluku Utara, Sulawesi Selatan,

dan Jakarta Utara menjadi sarang orang dengan kusta. Dan temuan kasus

baru yang Paling tinggi selama beberapa tahun terakhir ini adalah di Maluku

Utara. secara keseluruhan, masih ada 17 provinsi dan 150 kabupaten yang

Page 5: Persepsimasyarakat Terhadap Penyakit Kusta - Kualitatif

mempunyai kasus kusta dengan rasio 1 per 10 ribu penduduk. Penderita

baru pada 2006 sebanyak 11.719 jiwa (Anonim, 2009)

Maluku Utara merupakan daerah dengan angka temuan kasus baru

kusta tertinggi di Indonesia selama beberapa tahun terakhir ini. Sebagai

daerah endemik kusta, temuan kasus kusta baru pada tahun 2006, 2007

dan 2008 masing-masing sebanyak 632 penderita, 479 penderita dan 604

penderita. 85% diantaranya merupakan penderita tipe MB yang diketahui

merupakan tipe yang menular. Selain itu dari penderita baru yang

diketemukan tersebut 8.0% sudah mengalami kecacatan tingkat 2.

Untuk Kota Temate sendiri temuan kasus kusta pada tahun

2006,2007 dan 2008, masing-masing sebanyak 144, 114 dan 129

penderita. Dengan tingkat kecacatan yang cukup tinggi. Khusus untuk

wilayah kerja puskesmas Kalumata di Kota Temate, jumlah kasus jauh lebih

tinggi jika dibandingkan dengan wilayah kerja puskesmas lain yang ada di

Kota Temate yang pada tahun 2007,2008, dan 2009 masing-masing

sebanyak 28,39, dan 40 penderita (Dinkes Malut, 2009)

Menurut Timotius, dalam Susanto dkk (2009), Penyakit Kusta

bukanlah penyakit yang menyebabkan kematian yang seketika, seperti

penyakit menular lainnya, melainkan penyakit kronis sehingga

menimbulkan masalah kesehatan masyarakat yang sangat kompleks,

bukan hanya dari segi medis tetapi juga dari segi mental sosial ekonomi

dan budaya penderita, terutama akibat cacat yang ditimbulkan penyakit

tersebut, selain kondisi aktif sebagai penderita, maka keadaan cacat inilah

juga yang biasanya menyebabkan penderita kusta ditolak dan diabaikan

masyarakat. Tak jarang mereka dikucilkan oleh masyarakat atau bahkan

oleh keluarganya sendiri. Sebagian dari mereka hams kehilangan

pekerjaannya. Pada beberapa tempat bahkan sangat ekstrim, setiap

langkah penderita kusta dianggap sangat berbahaya karena berpotensi

menularkan penyakit ini kepada orang-orang yang berada disekitar mereka.

Padahal penyakit ini adalah penyakit menular yang paling lambat menular

dibandingkan dengan penyakit menular lainnya. Stigma inilah yang

Page 6: Persepsimasyarakat Terhadap Penyakit Kusta - Kualitatif

membuat masyarakat penyandang kusta memilih hidup berkelompok, atau

mengelompokkan diri. Sikap hidup seperti ini malah membuat

permasalahan semakin banyak dan menumpuk (Susanto dkk, 2009)

Selain itu, minimnya informasi yang benar membuat masyarakat

kerap menganggapnya sebagai penyakit kutukan. Inilah berbagai salah

persepsi tentang kusta: penyakit keturunan, akibat guna-guna, karena

berhubungan seks saat haid, salah makan, hingga penyakit sangat menular

dan tidak dapat disembuhkan (Arizal, 2010)

Menurut Lily dalam Susanto dkk (2009), Persepsi masyarakat

tentang kusta sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya setempat yang

cenderung menyalahkan korban sehingga pasrah pada nasib. Biasanya

untuk menghilangkan persepsi yang salah ini, diperlukan tokoh agama

untuk melakukan kampanye, sebagai contoh, di Kalimantan Selatan,

sebuah poster gambar dan imbauan seorang Kyai temama bahwa penyakit

kusta bisa disembuhkan, ternyata cukup efektif untuk membuat masyarakat

tidak takut lagi terhadap penyandang kusta (Susanto dkk, 2009)

BAHAN DAN METODE

Penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif, untuk

mengetahui persepsi masyarakat terhadap penyakit kusta, dengan

wawancara langsung secara mendalam (Indept interview).

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja puskesmas Kalumata,

kota Ternate, dengan penimbangan banyak ditemukan kasus baru (pada

tahun 2009 sebanyak 40 penderita) di wilayah kerja puskesmas ini,

dibandingkan dengan puskesmas lain yang berada di Kota Ternate.

Informan pada penelitian ini terdiri atas 5 orang penderita kusta yang

masih dalam masa pengobatan, 5 orang anggota keluarga penderita yang

terdekat (emosional) baik itu suami, istri, maupun orang tua dari penderita

yang selalu mendampingi penderita berobat, 2 orang tetangga penderita, 1

orang tokoh masyarakat yang berpengaruh di wilayah setempat, dan 1

orang petugas kesehatan pemegang program kusta di puskesmas

Page 7: Persepsimasyarakat Terhadap Penyakit Kusta - Kualitatif

Kalumata. Wawancara dilakukan pada 14 informan. pengambilan informan

menggunakan metode snow ball.

Data Primer diperoleh melalui wawancara langsung secara

mendalam (Indepth Interview) terhadap informan dengan menggunakan

pedoman wawancara serta alat bantu berupa alat perekam suara, kamera

digital dan alat tulis menulis. Data sekunder di peroleh dari Dinas

Kesehatan Kota Ternate berupa Rekapan laporan kusta tahun 2008-2009

dan dari Puskesmas Kalumata tahun 2008-2009. Pengolahan data

dilakukan dengan analisis isi {content analysis) yaitu teknik yang digunakan

untuk menarik kesimpulan melalui usaha untuk menentukan karakteristik

pesan secara objektif dan sistematis, kemudian diinterprestasikan dan di

sajikan dalam bentuk narasi.

HASIL PENELITIAN

Karakteristik Umum Responden

Dalam penelitian ini setelah melakukan penelusuran maka jumlah

informan yang diwawancarai sebanyak 14 orang. Informasi yang diperoleh

melalui wawancara mendalam (Indepth interview) dengan menggunakan

pedoman wawancara (Interview guide). Informan dalam penelitian ini terdiri

atas penderita kusta sebanyak 5 orang, 4 orang tipe Multi Baciller (MB) atau

yang menular dan 1 tipe Paucy Baciller (PB) atau yang tidak menular

beserta anggota keluarga dari masing-masing penderita kusta, 2 orang

tetangga penderita kusta, dan 1 orang tokoh agama serta 1 orang dari

petugas kesehatan pemegang program kusta di puskesmas.

Adapun karakteristik umur informan yaitu antara 20 tahun hingga 52

tahun, 20-30 tahun 7 orang, 30-40 tahun 2 orang, dan 40-52 tahun 5 orang.

jenis kelamin informan terdiri atas laki-laki 6 orang dan perempuan

berjumlah 9 orang. Tingkat pendidikan informan bervariasi yaitu 3 orang

tamat SMP, 7 orang tamat SMA, 1 orang D3, dan 3 orang SI. Karakteristik

pekerjaan informan yaitu 5 orang ibu rumah tangga, 1 orang tukang ojek, 3

orang belum kerja, 1 orang kontraktor, dan 4 orang PNS.

Page 8: Persepsimasyarakat Terhadap Penyakit Kusta - Kualitatif

Pengetahuan informan tentang kusta bermacam-macam, seperti

menurut mereka bahwa kusta merupakan penyakit kulit, penyakit yang

susah hilang, penyakit keturunan, penyakit kutukan, serta menular, dan

pada umumnya masyarakat takut karena dapat menimbulkan keeacatan.

Seperti yang di kutip berikut ini:

"...memang kusta tuh suatu panyake yang pada umumnya biking

masyarakat jadi tako karena ada timbul kecacatan bagitu..." (Mwn, 26 thn)

Pengetahuan informan tentang penyebab terjadinya penyakit kusta

bervariasi, menurut mereka bahwa penyebabnya adalah dari kuman,

bakteri, virus, karena jarang mandi, kurang menjaga kebersihan diri, dan

lingkungan yang tidak bersih dan ada juga yang menjawab karena

mendapat kutukan. Seperti yang di kutip dari pernyataan berikut ini:

“...panyake kusta tuh kaloyang saya dengarpenyebabnya tuh dari

semacam virus yang menyerang bagian urat dan kulit..." (Dna,29thn)

Kemudian untuk gejala kusta, para informan menuturkan berbagai

pendapat sesuai dengan apa yang mereka lihat dan alami. Informan

mengungkapkan bahwa gejalanya adalah timbulnya bercak-bercak di kulit

seperti panu, adanya bintik-bintik merah, adanya benjolan-benjolan kecil,

kulit terasa gatal, dan mati rasa pada kulit. Seperti di kutip berikut ini:

“...pertamanya kan timbul bercak-bercak putih trus kayak

benjolan-benjolan bagitu, lama-lama kan mati rasa sampe tong cubit

me tar a rasa..." (Adn,29thn)

Cara penularan menurut informan bermacam-macam. Seperti

menurut mereka bahwa penularan kusta berasal dari aktivitas yang

dilakukan sehari-hari bersama dengan penderita terjadi kontak kulit

dengan penderita, penularan juga berasal dari lingkungan yang kotor.

Seperti yang di kutip dari pernyataan berikut ini:

Page 9: Persepsimasyarakat Terhadap Penyakit Kusta - Kualitatif

"...mungkin karena saya kontak terus-menerus deng saya p tamang kong

akhirnya kana nipanyake... " (Eyn, 27 thn)

Cara pencegahan kusta menurut informan yaitu pergi ke Puskesmas

memeriksakan diri, tidak kontak terus menerus dengan penderita yang

belum berobat, minum obat untuk meningkatkan daya tahan tubuh, serta

menjauh dan menghin dan penderita. Seperti yang di kutip berikut ini:

“...pergi ke puskesmas memeriksakan diri..." (Eyn, 27 thn) Pengetahuan

informan mengenai cara pengobatan bervariasi, seperti ungkapan mereka

yaitu pergi berobat ke dukun/pengobatan tradisional, dan ada juga yang

menjawab langsung melakukan pengobatan ke petugas kesehatan atau

dokter. Seperti di kutip berikut ini:

"...pertama tuh saya pergi berobat di orang tua-tua, waktu itu dong kase aer

deng kase mandi lagi, tapi tar ada perubahan akhirnya saya ke puskesmas

trus di kase obat, sekarang saya so berobat di puskesmas secara rutin... "

(Adn, 29 thn)

Sikap informan yaitu khususnya bagi penderita sendiri, penderita

cenderung merasa minder ketika bergaul dengan masyarakat Sedangkan

sikap keluarga bervariasi, ada yang bersikap baik-baik saja terhadap

penderita namun ada juga yang menghindan penderita karena takut

tertular. Seperti dalam kutipan berikut ini:

“...bagi diri kita yang sudah kena panyake ini kita merasa minder dan

kepercayaan diri tuh sadiki hilang dan merasa masyarakat menjauhi

kita. karena kita sudah sakit seperti ini... " (Mwn, 26 thn)

a. Upaya pengobatan yang dilakukan

Bagi informan, khususnya penderita sendiri dalam upaya

pengobatan yang dilakukan menurut beberapa penderita mereka rutin ke

Puskesmas setiap bulan untuk mengambil obat dan meminumnya setiap

hari secara rutin. Kemudian dari hasil wawancara dengan keluarga

Page 10: Persepsimasyarakat Terhadap Penyakit Kusta - Kualitatif

penderita, informan mengatakan bahwa informan juga ikut mengambil

bagian dalam upaya membantu si penderita dalam melakukan tindakan

pengobatan. seperti yang di kutip dari penuturan informan berikut ini:

"...biasanya setiap bulan soya deng istri ke puskesmas

buat ambe obat..." (Adn, 29 thn)

b. Penerimaan penderita kusta di tengah-tengah keluarga dan masyarakat

Menurut informan (penderita), tindakan anggota keluarga terhadap

informan baik-baik saja, keluarga tetap mau menerima penderita

walaupun mereka terkena penyakit kusta. Seperti yang di kutip berikut

ini:

"...kalo tindakan keluarga terhadap soya tuh biasa-biasa

saja, mereka mau tetap menerima say a walaupun soya

dapapanyake ini, mereka juga ingatkan soya untuk selalu

minum obat. Bagi masyarakatkan mereka itu Hat dengan

baik-baik saja karena mungkin mereka Hum tau kalo say a

ini panyake kusta (Mwn, 26 thn)

Sedangkan bagi informan yang bukan penderita kusta, mereka

mengungkapkan bahwa mereka cenderung menghindar dan jaga jarak

dengan penderita kusta karena selain takut tertular juga karena stigma

negatif kusta yang sudah melekat dalam benak mereka. Seperti yang di

kutip berikut ini:

"...ya kalo orang so sake bagitu lebe bae saya menghindar..." (Nha,52thn)

c. Tindakan petugas kesehatan dalam rehabilitasi sosial terhadap

penderita kusta

Dalam melakukan rehabilitasi terhadap penderita, informan yaitu

petugas Puskesmas pemegang program kusta berupaya untuk

memberikan penyuluhan kepada penderita, keluarga seita masyarakat

sekitar. Selain itu petugas juga langsung memeriksa jika ada

keluhan-keluhan atau gejala-gejala yang timbul yang dirasakan oleh

masyarakat pada saat petugas sedang memberikan penyuluhan. Petugas

Page 11: Persepsimasyarakat Terhadap Penyakit Kusta - Kualitatif

juga turun ke sekolah-sekolah untuk melakukan penyuluhan serta

memeriksakan para siswa, Seperti dalam kutipan berikut ini:

"...kalo yang masih dalam masa pengobatan, biasanya diberi

penyuluhan setiap kali penderita da tang berobat, selain kepada

penderita, torang juga kase penyuluhan kepada keluarga dan

masyarakat sekitar pada saat turun posyandu. Selain itu, ada juga

nama keg i at an survey atau pemeriksaan di SD pemeriksaan di

anak-anak sekolah, atau pemeriksaan dini, kita lakukan

penyuluhan ini pas tahun ajar an baru, trus kalo untuk anak SMP dan

SMA hanya ada penyuluhan saja..." (Dli, 29 thn)

PEMBAHASAN

Pengetahuan

Menurut Ngatimin dalam Detek (2010), perubahan pengetahuan

sendiri memerlukan beberapa tingkatan mulai dari yang sederhana sampai

yang kompleks yaitu pengetahuan dasar, pengetahuan menyeluruh,

penerapan, kemampuan analisis, kemampuan menguraikan dan

kemampuan evaluasi (Detek, 2010)

Pengetahuan informan tentang penyebab, gejala-gejala, penularan,

bahaya, pencegahan serta cara pengobatan kusta sangat bervariasi sesuai

dengan faktor pengalaman dan kepercayaan masing-masing informan.

Seperti ada yang mengatakan bahwa kusta adalah penyakit kutukan,

guna-guna, keturunan, penyakit yang menular, serta penyakit yang dapat

menimbulkan kecacatan. Pengetahuan informan baik penderita maupun

keluarga, pada awalnya masih sangat awam dengan kusta dan

menganggap bahwa kusta adalah penyakit kutukan, keturunan, guna-guna

dan karena dosa dan kesalahan yang dilakukan orang-orang tua mereka

pada masa lalu sehingga mendapat balasannya

Sedangkan pengetahuan informan yang bukan penderita, dari hasil

wawancara di lapangan menunjukkan dua dari tiga informan masih

menganggap kusta adalah penyakit kutukan, guna-guna, dan penyakit

Page 12: Persepsimasyarakat Terhadap Penyakit Kusta - Kualitatif

keturunan. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan informan

tentang penyakit kusta dan juga pengalaman informan di masa lalu.

Menurut Alexander, dalam Susanto dkk. (2009), Pentingnya

masyarakat tahu dan mengenal tentang seluk-beluk kusta agar mereka

tidak salah mengartikan penyakit kusta dan pada akhirnya tidak terjadi

hal-hal seperti diskriminasi, mengucilkan dan mengasingkan penderita

kusta. Pemahaman yang benar, konstruktif, dan logis mampu mengubah

pandangan masyarakat yang salah tentang kusta. Perubahan akan

mendorong masyarakat memiliki tingkah laku yang benar dan pola pikir

yang rasional (Susanto dkk, 2009).

Dari hasil wawancara dengan informan (penderita dan keluarga),

sebagian besar/tujuh dari sepuluh informan menceritakan penyebab kusta.

sesuai dengan apa yang mereka ketahui dan alami, informan menuturkan

bahwa penyebabnya karena bakteri, virus, dan kuman, informan juga

menambahkan lingkungan yang kotor, dan karena jarang mandi juga ikut

mempengaruhi terjadinya penyakit kusta, sedangkan tiga informan lainnya

tidak mengetahui penyebab dari penyakit kusta.

Sedangkan pengetahuan informan mengenai gejala dan

tanda-tanda penyakit kusta, dikemukakan oleh informan berdasarkan

pengalaman yang dilihat dan dirasakan sendiri oleh informan. Menurut

informan gejala penyakit ini adalah timbulnya bercak-bercak putih di kulit

seperti panu, kulit tidak terasa atau mati rasa pada kulit, dan timbul

bintik-bintik merah.

Herat ringannya suatu gejala penyakit yang dialami penderita

sangat menentukan perilaku mereka mencari pertolongan pengobatan.

Apabila gejala yang dialami dianggap ringan maka mereka membiarkan

dengan gejala akan hilang berangsur-angsur, tetapi apabila gejala yang

dialami dianggap suatu ancaman, maka pertolongan petugas kesehatan

dilihat sebagai suatu cara mengurangi ancaman tersebut (Pattilouw, 2009)

Pengetahuan informan yang bukan penderita tentang penyebab

dan gejala-gejala kusta berdasarkan hasil wawancara, jawaban mereka

Page 13: Persepsimasyarakat Terhadap Penyakit Kusta - Kualitatif

bervariasi, ada yang menjawab bahwa penyebab dari kusta adalah karena

bakteri, karena kutukan dan adapula yang tidak tahu penyebabnya. Dan

mengenai gejala-gejalanya jawaban yang didapat masih dalam tahap

menduga-duga. Menurut informan gejalanya yaitu adanya bercak-bercak

putih dikulit, bintik-bintik merah, dan ada luka di tangan-dan kaki penderita.

Mengenai cara penularan, penderita menceritakan awalnya

mereka terkena penyakit kusta karena sering bergaul dengan teman yang

ternyata adalah seorang penderita kusta, namun tidak menyadari kalau diri

mereka adalah seorang penderita atau bahkan sudah tahu tapi tidak mau

berobat, sehingga menularkannya pada orang lain.

Pengetahuan informan mengenai cara penularan penyakit kusta

seperti yang di kemukakan diatas berpengaruh langsung terhadap proses

pengobatan penderita. Informan juga menuturkan tentang bahaya kusta,

menurut informan penyakit kusta ini sangatlah berbahaya karena menular

dan jika tidak segera berobat maka dapat menyebabkan kecacatan

sehingga penderitanya tidak dapat menjalankan kehidupannya

sebagaimana mestinya.

Sedangkan pengetahuan informan yang bukan penderita tantang

penularan kusta, informan menuturkan bahwa penularannya terjadi dari

kontak langsung dengan penderita, memakai bekas peralatan makan

penderita, serta melakukan aktifitas bersama-sama dengan si penderita.

Berdasarkan teori Bloom, setiap orang memiliki perilaku dan cara

pandang yang berbeda terhadap suatu kejadian penyakit sesuai dengan

tingkat pengetahuan dan pemahamannya, kemudian mengambil sikap dan

tindakan (Notoatmodjo, 2005)

Soewono dalam Susanto dkk. (2009), mengatakan banyak

anggapan yang salah tentang penyakit kusta beredar di tengah-tengah

masyarakat dan diyakini kebenarannya oleh sebagian besar anggota

masyarakat. Sebagai contoh, kusta selalu identik dengan kecacatan fisik

secara permanen pada penderitanya. Akibatnya, seseorang yang telah

sembuh dari penyakit kusta, namun mengalami cacat, tetap dianggap

Page 14: Persepsimasyarakat Terhadap Penyakit Kusta - Kualitatif

sebagai penderita kusta yang berbahaya oleh masyarakat (Susanto dkk,

2009)

Cara pencegahan kusta berpengaruh langsung terhadap praktek

pengobatannya. Berdasarkan hasil wawancara dengan penderita dan

keluarga, mereka mengungkapkan bahwa untuk mencegah agar tidak

tertular penyakit kusta maka jangan kontak terlalu dekat dengan penderita

yang belum berobat, pergi ke puskesmas memeriksakan diri dan minum

obat daya tahan tubuh agar tidak mudah tertular penyakit.

Sedangkan bagi informan yang bukan penderita, mereka

menuturkan bahwa, cara pencegahannya yaitu jangan bergaul dengan

penderita, minum obat untuk meningkatkan daya tahan tubuh agar tidak

mudah terjangkit penyakit.

Pengetahuan informan yang minim tentang cara pencegahan

mengakibatkan mereka salah paham sehingga sulit menerima penderita

kusta untuk berada di tengah-tengah mereka. Padahal jika penderita yang

telah melakukan pengobatan tidak akan menularkannya lagi kepada orang

lain.

Berdasarkan informasi dari hasil wawancara dengan penderita

didapatkan bahwa ketika penderita mengalami suatu gejala penyakit

seperti penyakit kusta maka yang pertama kali mereka lakukan adalah

pergi berobat ke dukun/pengobatan tradisional, namun dari waktu ke waktu

tidak ada perubahan yang menunjukan penderita akan sembuh, hingga

akhirnya penderita beralih ke petugas kesehatan/dokter, mereka mau pergi

ke dokter atau ke petugas kesehatan bilamana penyakit/sakit mereka

bertambah parah dan tidak menunjukan tanda-tanda kesembuhan.

Tujuan dari pengobatan yaitu membebaskan penderita kusta dari

penyakit kusta dan kecacatan serta merupakan upaya dalam memutuskan

rantai penularan kepada orang lain.

Menurut Soewono dalam Susanto dkk (2009), semakin menunda

pengobatan, semakin besar pula kemungkinan timbulnya cacat fisik. Jika

mendapatkan pengobatan sebelum adanya cacat, dapat dipastikan akan

Page 15: Persepsimasyarakat Terhadap Penyakit Kusta - Kualitatif

sembuh sempurna dan tidak seorang pun akan mengetahui kalau dulu

pernah mengidap penyakit kusta (Susanto dkk, 2009)

Untuk masalah pengobatan ini ketika ditanyakan kepada informan

yang bukan penderita, mereka menuturkan, cara pengobatan kusta adalah

pergi ke dokter atau puskesmas, dan ada juga yang tidak tahu ketika

ditanya karena ia menganggap penyakit tersebut adalah penyakit ketukan

sehingga sulit mencari pengobatan. Sikap

Dari hasil wawancara dengan penderita, rata-rata mereka merasa

minder dan tidak percaya diri ketika harus bergaul dengan masyarakat

luas. Penderita juga cenderung mengurung diri dan menghindar dari

masyarakat.

Dalam hal sikap keluarga terhadap penderita, tiga dari lima informan

mengutarakan bahwa sikap mereka terhadap penderita baik-baik saja,

tidak menjauhi atau bahkan mengasingkan si penderita. Karena menurut

mereka hal-hal semacam itu tidak perlu dilakukan sebab hanya akan

menambah kesulitan dan beban pikiran bagi penderita sehingga sakit

penderita akan bertambah parah, namun ada dua informan lainnya yang

memang masih merasa takut tertular, sehingga bersikap

membeda-bedakan penderita dengan anggota keluarga yang lain.

Menurut Yusep dalam Samna (2010), dukungan keluarga adalah

support system terdekat 24 jam bersama-sama dengan klien keluarga yang

mendukung klien secara konsisten akan membuat klien mandiri dan patuh

mengikuti program pengobatan, salah satu petugas keperawatan perlu

memberikan pengetahuan, informasi kepada keluarga. Sedangkan sikap

informan yang bukan penderita, dari hasil penelitian dilapangan

menunjukkan mereka masih enggan bergaul dengan penderita kusta

karena takut tertular.

Menurut Soewono dalam Susanto dkk. (2009), masyarakat

memahami bahwa para penyandang kusta identik dengan golongan

masyarakat miskin dan sebagian besar cacat fisik permanen. Kebanyakan

anggota masyarakat masih mengalami ketakutan berinteraksi dengan

Page 16: Persepsimasyarakat Terhadap Penyakit Kusta - Kualitatif

penderita. Itulah sebabnya, penderita mengalarai kesulitan ketika ingin

bekerja secara mandiri, misalnya, membuka usaha sendiri atau bekerja

sebagai tenaga kerja normal (Detek, 2010)

Soewono juga menuturkan, akibat pandangan negatif masyarakat

terhadap penyandang kusta, terdapat kecendungan ketika seseorang baru

terserang penyakit kusta akan berusaha menyembunyikan fakta

penyakitnya. Dampaknya, mereka menularkan penyakitnya kepada

masyarakat sekelilingnya. Mereka berobat ketika fakta penyakitnya tidak

dapat disembunyikan lagi dan sudah menimbulkan cacat fisik permanen

sehingga menyulitkan aktivitas mereka sepanjang hidup.

Tindakan

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan (penderita), dapat

dilihat bahwa informan mempunyai kesadaran penuh untuk berobat dan

keinginan yang kuat untuk sembuh. Informan juga menuturkan dukungan

dari keluarga juga sangat menentukan keinginan untuk pergi berobat.

Keluargalah yang selalu memotivasi informan untuk tetap menjalani

pengobatan hingga sembuh. Dari hasil wawancara dengan keluarga,

informan menuturkan bahwa mereka mendukung sepenuhnya pengobatan

penderita. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Samna di

Makassar (2010) penderita kusta yang mempunyai dukungan keluarga

yang baik akan mempunyai motivasi hidup yang lebih baik di bandingkan

yang kurang memiliki dukungan keluarga.

Dari hasil wawancara dengan informan yang bukan pederita

menunjukkan bahwa informan masih menjaga jarak, menghindar serta

tidak mau bergaul dengan penderita, tapi tidak menampakkan nya secara

langsung untuk menjaga perasaan penderita.

Dari hasil penelitian Zulkifli (2003), masyarakat masih takut dengan

kusta karena disebabkan oleh adanya leprophobia (rasa takut yang

berlebihan terhadap kusta). Leprophobia ini timbul karena pengertian

penyebab penyakit kusta yang salah dan cacat yang ditimbulkan sangat

Page 17: Persepsimasyarakat Terhadap Penyakit Kusta - Kualitatif

menakutkan (Zulkifli, 2003)

Dari hasil wawancara dengan petugas kesehatan yang menangani

program kusta menunjukkan bahwa informan telah melakukan

upaya-upaya dalam menanggulangi penderita kusta, terutama dalam hal

pengobatan, setiap penderita yang datang berobat di puskesmas informan

selalu memberikan peyuluhan-penyuluhan kepada penderita dan

keluarganya, informan juga mengutarakan bahwa penderita yang pertama

kali datang berobat ke puskesmas mempunyai pengetahuan yang sangat

minim terhadap kusta, mereka juga masih menganggap kusta adalah

penyakit kutukan, guna-guna, dan keturunan tapi setelah diberi pengertian,

akhirnya mereka tahu tentang kusta.

Pelbagai studi sosial terhadap kesehatan melaporkan bahwa

kebanyakan penyakit yang diderita individu maupun "penyakit" masyarakat

pada umumnya bersumber dari ketidaktahuan dan kesalahpahaman atas

pelbagai informasi kesehatan yang mereka akses. Oleh karena itu, kita

perlu memperhatikan arus informasi kesehatan yang dikirimkan dan

diterima oleh individu dan masyarakat (Liliweri, 2009).

SIMPULAN

Pengetahuan informan terhadap penyakit kusta didasarkan atas

gejala yang dirasakan dan yang dilihat secara fisik, yaitu gejalanya menurut

informan adanya bercak-bercak putih, informan juga masih percaya bahwa

penyakit kusta adalah penyakit keturunan dan kutukan. Penyebab kusta

yakni bakteri, karena lingkungan yang kotor dan karena kutukan. Penularan

kusta melalui kontak dengan penderita. Upaya pengobatan yang dilakukan

yaitu dengan pergi ke dukun dan puskesmas. Kemudian untuk sikap, bagi

penderita sendiri masih merasa minder ketika harus bergaul dengan

masyarakat, sedangkan bagi sebagian keluarga dan masyarakat yang

bukan penderita, mereka masih merasa takut jika harus berinteraksi

dengan penderita. Tindakan penderita dalam melakukan upaya

Page 18: Persepsimasyarakat Terhadap Penyakit Kusta - Kualitatif

pengobatan yaitu dengan berobat ke dukun dan ke puskesmas, disamping

itu dukungan dari keluarga juga sangat menentukan keinginan untuk pergi

berobat, sedangkan tindakan masyarakat yang bukan penderita, mereka

mau bergaul dengan penderita, tapi tetap menjaga jarak karena takut

tertular.

SARAN

Gerakan penyuluhan efektif Dengan melibatkan petugas kesehatan,

penderita, keluarga, serta tokoh masyarakat sehingga diharapkan mampu

mengoreksi persepsi-persepsi yang keliru tentang penyakit kusta, dan

pengenalan gejala dini gangguan saraf akibat penyakit kusta secara

meluas untuk mencegah kecacatan akibat penyakit kusta.

Agar para penyandang penyakit kusta dapat diterima kembali

kedalam pergaulan di tengah-tengah masyarakat, mereka yang mengalami

cacat fisik akibat penyakit ini hams diberikan pelatihan guna mengatasi

berbagai kendala, terutama kendala psikologis yang mereka hadapi

sehingga dapat melakukan berbagai aktivitas secara lebih baik dan

bermanfaat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Susanto. 2009. Penderita kusta di Indonesia meningkat tajam,

http/www.eng.suaramedia.com/.../4834-rjenderita-kusta-di-indonesia-

meningkat-taiam. (diakses 27 Januari 2010).

2. Soewono. 2009. Penderita kusta di Indonesia terus bertambah.

http://www.antaranews.com/penderita-kusta-di-indonesia-terus-bertam

bah. (diakses 27 Januari, 2010).

3. Anonim. 2009 b. Apakah penyakit kusta itu?,

http://dimaswibie.wordpress.com/..,/apakah-penvakit-kusta-itu

(diakses 30 Januari 2010V

4. Dinkes, Malut. 2009. Situasi kusta dan penemuan penderita baru

propinsi Maluku utara.

5. Susanto, dkk. 2009. Lepra, siapa takut?. Jakarta: YTLI.

Page 19: Persepsimasyarakat Terhadap Penyakit Kusta - Kualitatif

6. Arizal, S Imam. 2010. Empati penderita kusta.

http://www.surva.co.id/2010/01/25/emDati-penderita-kusta.html.

(diakses 27 Januari 2010).

7. Detek, Samna. 2010. "faktor-faktor yang berhubungan dengan ketidak

teraturan berobat penderita kusta rawat inap di Rumah Sakit Dr.

Tadjudin Chalid tahun 2010", skripsi sarjana tak diterbitkan, FKM

Unhas Makassar.

8. Pattilouw, Jaty. 2009. "perilaku penderita TB paru terhadap kegagalan

pengobatan melalui strategi DOTS di wilayah kerja puskesmas

perawatan Mako kecamatan Waeapo Kabupaten Bum Propinsi Maluku

tahun 2009", skripsi sarjana tak diterbitkan, FKM Unhas Makassar

9. Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Promosi kesehatan teori dan aplikasi.

Jakarta: Rineka Cipta.

10. Zulkifli. 2003. 'Penyakit kusta dan masalah yang ditimbulkannya'.

http://librarv.mu.ac.idVdownload/fkm/fkm-zulkifli2.pdf. (diakses 30

Januari, 2010).

11. Liliweri, Alo. 2009. Cetakan ke3. Dasar-dasar komunikasi kesehatan.

Yogyakarta: pustaka pelajar.