BAB II TEORI KESIMBANGAN EKOLOGI DAN EKO-EKLESIOLOGI … · termasuk densitas organisme, biomassa,...

29
12 BAB II TEORI KESIMBANGAN EKOLOGI DAN EKO-EKLESIOLOGI 2.1. Konsep dan Paradigma Keseimbangan Ekologi Untuk menjelaskan konsep dan paradigma keseimbangan ekologi terlebih dahulu akan dipaparkan konsep dasar ekologi dan ekosistem sebagai fondasi pemahaman. Ekosistem hutan hujan tropis juga akan ditelaah untuk melihat bagaimana sistem itu bekerja membentuk kehidupan dalam segala keanekaragaman pada habitat ekosistem. Dari penjelasan itu dapat dikembangkan paradigma keseimbangan ekologi. 2.1.1. Konsep Dasar Ekologi Ekologi merupakan salah satu cabang dari ilmu Biologi. Istilah Ekologi dipopulerkan oleh Ernst Haeckel pada tahun 1869. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas dua kata yaitu: Oikos berarti rumah dan Logos berarti studi, pengkajian, ilmu. Secara sederhana Ekologi berarti ilmu tentang mahluk hidup di dalam rumahnya. Odum mengatakan bahwa ekologi merupakan suatu studi tentang struktur dan fungsi ekosistem atau alam dan manusia sebagai bagiannya. Struktur dan ekosistem menunjukkan suatu keadaan dari sistem ekologi pada waktu dan tempat tertentu termasuk densitas organisme, biomassa, penyebaran materi, energi serta faktor-faktor fisik dan kimia lainnya yang menciptakan keadaan sistem tersebut. 1 Defenisi diatas menunjukkan ekologi terkait dengan komponen ekosistem baik biotik (hidup) maupun yang abiotik (tidak hidup). Ekologi menelusuri pola hubungan timbal balik antara mahluk hidup dengan semua komponen yang ada di sekitarnya. Ekologi adalah ilmu 1 Odum HLM, Dasar-dasar Ekologi. Terjemahan oleh Tjahjono Samingan Fundamentals of Ecology, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1993),10.

Transcript of BAB II TEORI KESIMBANGAN EKOLOGI DAN EKO-EKLESIOLOGI … · termasuk densitas organisme, biomassa,...

Page 1: BAB II TEORI KESIMBANGAN EKOLOGI DAN EKO-EKLESIOLOGI … · termasuk densitas organisme, biomassa, penyebaran materi, energi serta faktor-faktor fisik dan kimia lainnya yang menciptakan

12

BAB II

TEORI KESIMBANGAN EKOLOGI DAN EKO-EKLESIOLOGI

2.1. Konsep dan Paradigma Keseimbangan Ekologi

Untuk menjelaskan konsep dan paradigma keseimbangan ekologi terlebih dahulu

akan dipaparkan konsep dasar ekologi dan ekosistem sebagai fondasi pemahaman.

Ekosistem hutan hujan tropis juga akan ditelaah untuk melihat bagaimana sistem itu

bekerja membentuk kehidupan dalam segala keanekaragaman pada habitat ekosistem.

Dari penjelasan itu dapat dikembangkan paradigma keseimbangan ekologi.

2.1.1. Konsep Dasar Ekologi

Ekologi merupakan salah satu cabang dari ilmu Biologi. Istilah Ekologi

dipopulerkan oleh Ernst Haeckel pada tahun 1869. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani

yang terdiri atas dua kata yaitu: Oikos berarti rumah dan Logos berarti studi, pengkajian,

ilmu. Secara sederhana Ekologi berarti ilmu tentang mahluk hidup di dalam rumahnya.

Odum mengatakan bahwa ekologi merupakan suatu studi tentang struktur dan fungsi

ekosistem atau alam dan manusia sebagai bagiannya. Struktur dan ekosistem

menunjukkan suatu keadaan dari sistem ekologi pada waktu dan tempat tertentu

termasuk densitas organisme, biomassa, penyebaran materi, energi serta faktor-faktor

fisik dan kimia lainnya yang menciptakan keadaan sistem tersebut.1 Defenisi diatas

menunjukkan ekologi terkait dengan komponen ekosistem baik biotik (hidup) maupun

yang abiotik (tidak hidup). Ekologi menelusuri pola hubungan timbal balik antara

mahluk hidup dengan semua komponen yang ada di sekitarnya. Ekologi adalah ilmu

1 Odum HLM, Dasar-dasar Ekologi. Terjemahan oleh Tjahjono Samingan Fundamentals of

Ecology, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1993),10.

Page 2: BAB II TEORI KESIMBANGAN EKOLOGI DAN EKO-EKLESIOLOGI … · termasuk densitas organisme, biomassa, penyebaran materi, energi serta faktor-faktor fisik dan kimia lainnya yang menciptakan

13

yang secara khusus mempelajari tentang ekosistem dan ekosistem merupakan sistem

dalam ekologi.

Pemahaman ekologi sebagai suatu sistem ekosistem mengantar studi ekologi

dapat dipelajari dari segi autekologi dan sinekologi.2 Autekologi secara khusus dapat

dipelajari suatu jenis organisme yang berinteraksi dengan lingkungannya di hutan.

Misalnya pola perilaku binatang liar dengan dalam adaptasi dengan suatu jenis pohon

tertentu. Sinekologi mempelajari hubungan berbagai kelompok organisme sebagai satu

kesatuan yang saling berinteraksi antara sesamanya dan lingkungan di suatu wilayah

tertentu. Contoh kajian sinekologi adalah ekologi hutan dimana terdapat berbagai jenis

tumbuhan dan hewan pada suatu ekosistem hutan hidup dalam ketergantungan satu

dengan yang lain.

2.1.2. Konsep Ekosistem

Konsep sentral dalam ekologi adalah ekosistem. Ekosistem sebagai suatu

komunitas dari organisme hidup yang berhubungan dengan komponen-komponen yang

tidak hidup (non living component) dari lingkungannya dan berinteraksi sebagai suatu

sistem hidup. Komponen-komponen berhubungan satu dengan yang lain dalam jaringan

makanan yang kompleks dan melakukan energi dari satu organisme ke organisme

lainya.3 Kompenen yang berada dalam suatu sistem tidaklah mandiri dan berdiri sendiri,

tetapi berada dalam koneksi dan relasi yang interaktif dalam membangun sebuah

kehidupan yang berkelanjutan. Setiap ekosistem berbeda dan memiliki ciri khas masing-

masing, ekosistem hutan dapat berbeda dengan ekosistem air laut atau ekosistem danau

bergantung cakupan ruang lingkup hutan dan habibat yang ada di dalamnya.

2 Soerianegara I & A. Indrawan, Ekologi Hutan Indonesia, (Bogor: Departemen Manajemen

Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, 1982), 13. 3 Odum, Dasar-Dasar Ekologi dalam Dantje T. Sembel, Toksikologi Lingkungan: dampak

pencemaran bahan kimia dalam kehidupan sehari-hari (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2015), 11.

Page 3: BAB II TEORI KESIMBANGAN EKOLOGI DAN EKO-EKLESIOLOGI … · termasuk densitas organisme, biomassa, penyebaran materi, energi serta faktor-faktor fisik dan kimia lainnya yang menciptakan

14

Koesnadi Hardjasoemantri menjelaskan bahwa ada dua jenis bentuk ekosistem

yaitu ekosistem alamiah (natural ecosystem) dan ekosistem buatan (artficial ecosystem)

yang merupakan hasil daya kreasi, cipta dan daya kerja manusia terhadap ekosistemnya.

Ekosistem alamiah terdapat heterogenitas yang tinggi dari organisme hidup disana

sehingga mampu mempertahankan proses kehidupan di dalamnya dengan sendirinya.

Sedangkan ekosistem buatan akan mempunyai ciri kurang ke heterogenitasannya

sehingga bersifat labil dan untuk membuat ekosistem tersebut tetap stabil perlu

diberikan bantuan energi dari luar yang juga harus diusahakan oleh manusia sebagai

penciptanya agar berbentuk suatu usaha maintenance atau perawatan terhadap

ekosistem yang dibuat itu.4 Ekosistem pertanian maupun aktivitas perkebunan yang

telah terjadi pengolahan lahan hutan merupakan contoh ekosistem buatan.

Berdasarkan segi struktur dasar ekosistem komponen ekosistem terdiri dari dua

jenis5, yaitu: komponen biotik yaitu mahkluk hidup seperti bintang, tumbuhan, mikroba

dan komponen abiotik, benda mati: misalnya air, udara, tanah dan energi. Odum

mengemukakan dari segi struktur dasarnya terdiri dari empat komponen dalam

ekosistem6, yaitu:

1. Komponen abiotik

Merupakan komponen fisik dan kimia yang terdiri atas tanah, air, udara, sinar

matahari, yang berupa medium atau substrat untuk berlangsungnya kehidupan.

2. Komponen produsen

Merupakan organisme yang membentuk makanannya sendiri dari zat-zat anorganik

melalui proses fotosintesa maupun klorofil. Dalam proses fotosintesis itu oksigen

4 Hardjasoemantri Koesnadi, Hukum Tata Lingkungan (Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press, 2005), 3.

5 Y.Setiadi, Pengertian Dasar tentang Konsep Ekosistem (Bogor: Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor, 1983), 43. 6 Indriyanto, Ekologi Hutan (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2017), 19-20.

Page 4: BAB II TEORI KESIMBANGAN EKOLOGI DAN EKO-EKLESIOLOGI … · termasuk densitas organisme, biomassa, penyebaran materi, energi serta faktor-faktor fisik dan kimia lainnya yang menciptakan

15

dikeluarkan oleh tumbuhan hijau kemudian dimanfaatkan oleh semua mahluk hidup

di dalam proses pernafasan.

3. Komponen konsumen

Komponen konsumen merupakan sekelompok mahluk hidup misalnya binatang dan

manusia yang memakan organisme lainnya. Jadi, yang disebut sebagai konsumen

adalah semua organisme dalam ekosistem yang menggunakan hasil sintesis dari

produsen atau organisme lainnya.

4. Komponen pengurai

Bagian komponen pengurai adalah mikroorganisme yang hidupnya bergantung

kepada bahan organik dari organisme yang telah mati.

Kompenen pembentuk ekosistem diatas berada dalam sinergitas yang saling

memengaruhi dalam hubungan timbal balik dalam membangun kehidupan. Bila satu

komponen rusak akan memengaruhi komponen yang lain dan berdampak pada kesatuan

ekosistem.

2.1.3. Ekosistem Hutan Hujan Tropis

Hutan hujan tropis seperti yang ada di wilayah Kalimantan merupakan

ekosistem terkaya di dunia dari segi keanekaragaman hayati dibanding ekosistem

lainnya, seperti hutan pantai, hutan rawa, hutan payau, dan hutan gambut. Hutan hujan

tropis di Kalimantan mempunyai lebih dari 40.000 spesies tumbuhan dan 4000

diantaranya termasuk golongan yang besar dan penting.7 Hutan hujan tropis juga

merupakan hutan tipe kanopi yang evergreen (pohon yang selalu berdaun hijau) dengan

ketinggian pohon maksimum rata-rata 30 m. Hutan hujan tropis memiliki peranan

sebagai habitat utama untuk flora dan fauna, sumber daya pembangunan ekonomi,

pemeliharaan keseimbangan kondisi iklim lokal dan global, selain itu juga sebagai

7Indriyanto, “Ekologi Hutan”, 59.

Page 5: BAB II TEORI KESIMBANGAN EKOLOGI DAN EKO-EKLESIOLOGI … · termasuk densitas organisme, biomassa, penyebaran materi, energi serta faktor-faktor fisik dan kimia lainnya yang menciptakan

16

konservasi tanah, air, nutrisi, dan biodiversitas.8. Keanekaragaman dan kekayaan

ekosistem hutan di kalimantan bukan hanya menjadi penyangga kehidupan masyarakat

lokal, tetapi juga dalam lingkup global.

Hutan hujan tropis juga memainkan suatu peran yang penting dalam iklim global

dengan kemampuannya dalam menyerap karbon dioksida, suatu gas yang dipercaya

oleh para ahli sebagai penyebab terjadinya pemanasan global. Selain itu hutan hujan

tropis memiliki kemampuan yang baik dalam hal menyerap dan menyimpan air,

sehingga dapat dijadikan penyangga untuk menjaga lingkungan dari bencana banjir dan

kekeringan. Ketika musim hujan tiba air dalam keadaan berlimpah, hutan hujan tropis

dapat mengurangi limpasan sehingga sebagian besar air tetap berada di dalam

ekosistem. Sedangkan ketika musim kemarau tiba kekurangan air dapat ditutupi dari

cadangan yang diperoleh di musim hujan.

2.1.4. Habitat dan Relung

Habitat adalah tempat suatu organisme hidup. Habitat suatu organisme dapat

disebut alamat suatu organisme. Relung (Ninche) adalah profesi ataupun status

organisme dalam suatu komunitas dan ekosistem tertentu yang merupakan akibat

struktural, tanggap fisiologi serta perilaku spesifik organisme itu. Relung suatu

organisme bukan hanya ditentukan oleh tempat organisme hidup, tetapi juga oleh

berbagai fungsi yang dikerjakannya.9 Semua organisme atau mahluk hidup mempunyai

habitat atau tempat hidup. Istilah habibat juga dipakai untuk menunjukkan tempat

tumbuh sekelompok organisme dari berbagai spesies yang membentuk suatu

komunitas.10

Menurut Soemarwoto habibat suatu organisme itu pada umumnya

mengandung faktor ekologi yang sesuai dengan persyaratan hidup organisme yang

8Soerianegara I & A. Indrawan, “Ekologi Hutan Indonesia”, 78.

9Resosoedarmo, S, K. Kartawinata, & Soegiarto, Pengantar Ekologi (Bandung, Remadja Rosda

Karya, 1986), 51. 10

Indriyanto, “Ekologi Hutan”, 26-27

Page 6: BAB II TEORI KESIMBANGAN EKOLOGI DAN EKO-EKLESIOLOGI … · termasuk densitas organisme, biomassa, penyebaran materi, energi serta faktor-faktor fisik dan kimia lainnya yang menciptakan

17

menghuninya.11

Setiap organisme mempunyai habibat yang sesuai dengan

kebutuhannya dengan cara tertentu. Apabila ada gangguan yang menimpa pada habitat

akan menyebabkan terjadi perubahan pada komponen habitat sehingga ada

kemungkinan habitat tidak cocok bagi organisme yang menghuninya. Apabila kondisi

habitat berubah hingga di luar titik minimum dan maksimum yang diperlukan oleh

setiap organisme di dalamnya, maka organisme itu dapat mati atau bermigrasi ke tempat

yang lain.12

Bila itu terjadi keseimbangan hidup dalam suatu habibat akan semakin

menurun. Sebaliknya jika habibat itu berada dalam kondisi yang seimbang dan lestari

kehidupan dalam ekosistem akan terjaga dan berlanjut.

2.1.5. Paradigma Keseimbangan Ekologi

Dari penjelasan yang telah dikemukakan diatas, dapat dilihat paradigma

keseimbangan ekologi, yaitu:

a. Pengelolaan sumber daya alam dan pembangunan berkelanjutan akan lebih

terarah dan berkeadilan pada keseluruhan ekosistem bila memerhatikan kaidah

dan konsep komponen pembentuk keseimbangan ekologi. Perspektif

keseimbangan ekologi akan menolak dan menentang konversi hutan menjadi

lahan pertanian atau perkebunan homogenitas karena menyangkal hakikat

pluralitas dan keterkaitan mahluk hidup dalam ekosistem. Paradigma

keseimbangan ekologi hendak memastikan semua elemen dan unit komponen

dalam keadaan yang sebanding tanpa adanya kesenjangan untuk membentuk

harmoni alam yang menghasilkan kehidupan lestari.

b. Keseimbangan ekologi dalam sebuah ekosistem akan permanen apabila

komponen pembentuk ekosistem lengkap dan setiap komponen mampu berperan

11

O. Soemarwoto, Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan (Jakarta: Djambatan, 1997),

67 . 12

Indriyanto, “Ekologi Hutan”, 27.

Page 7: BAB II TEORI KESIMBANGAN EKOLOGI DAN EKO-EKLESIOLOGI … · termasuk densitas organisme, biomassa, penyebaran materi, energi serta faktor-faktor fisik dan kimia lainnya yang menciptakan

18

sesuai dengan niche (relung). Dalam sebuah jaringan kehidupan pada

komponen yang saling terkait formasi lengkap dari pembentuk ekosistem

menjadi syarat utama. Manusia, hewan, tumbuhan, tanah, matahari, air

merupakan komponen yang terjalin melalui proses rantai yang saling

memengaruhi. Usaha menjaga eksistensi komponen penting dilakukan demi

terwujudnya keseimbangan ekologi.

c. Keseimbangan ekologi dapat dilihat dari kualitas lingkungan hidup yang

berfungsi normal dan semua komponen terlibat dalam aksi-reaksi. Kualitas

lingkungan dapat dilihat dari aksi dan reaksi yang dikerjakan setiap komponen.

Komponen pembentuk ekosistem bukan hanya sekadar berada, tetapi juga harus

berfungsi. Ketika komponen itu ada dan memfungsikan diri akan menghasilkan

keseimbangan ekologis. Memastikan setiap komponen tidak kehilangan

fungsinya merupakan daya dukung terjadinya keseimbangan.

d. Keseimbangan ekologi dapat terganggu bila terjadi perubahan berupa

pengurangan fungsi dari komponen yang dapat menyebabkan putusnya mata

rantai dalam ekosistem. Gangguan atas komponen ekosistem akan terus terjadi.

Upaya homeostatis sebagai kemampuan ekosistem untuk menahan berbagai

perubahan dalam sistem secara keseluruhan penting untuk dijaga dan mendapat

stimulus.

e. Kerusakan terhadap keseimbangan ekologi akan berdampak pada hancur dan

punahnya kehidupan yang lain dalam ekosistem. Kerusakan ekologis dapat

disebabkan secara alamiah dan juga karena faktor kesengajaan manusia.

Tindakan ekspolitasi terhadap salah satu komponen abiotik, misalnya tanah,

akan berdampak pada rusaknya kehidupan biotik tumbuhan, hewan akan

Page 8: BAB II TEORI KESIMBANGAN EKOLOGI DAN EKO-EKLESIOLOGI … · termasuk densitas organisme, biomassa, penyebaran materi, energi serta faktor-faktor fisik dan kimia lainnya yang menciptakan

19

kehilangan habibatnya dan manusia akan mengalami perubahan drastis iklim

akibat produksi oksigen yang berkurang dari kontribusi hutan.

2.2. Globalisasi dan Keseimbangan Ekologi

Globalisasi ditandai oleh pergerakan ide, manusia, barang, dan teknologi, mulai

menjadi perbincangan global sejak dekade 1960-an.13

Globalisasi merupakan suatu

realitas yang tidak dapat dihindarkan, seluruh dunia telah terhubung satu dengan yang

lain tanpa batasan jarak dan tempat. Jarak yang jauh tidak lagi menjadi persoalan

dengan jaringan kecanggihan teknologi. Globalisasi dapat mempercepat pembangunan

serta menciptakan kemajuan di bidang perdagangan dan pertumbuhan ekonomi suatu

bangsa. Dalam era globalisasi ini digunakan untuk memperluas jangkauan wilayah

pemasaran dan sumber produksi dalam motif capital acumulation untuk mencapai

keuntungan. Dari pada itu lahir sistem kapitalisme global. Semua negara yang menjadi

bagian dalam sistem ini dituntut untuk membuka diri terhadap masuknya barang-barang

dari negara lain.

Selain dampak konstruktif dari kapitalisme dalam era globalisasi ternyata ada

pula efek negatif dari sistem ini yang justru menghasilkan ketimpangan ekologis.

Philippe LeGrain misalnya, melihat dalam era globalisasi ini terjadi peningkatan

jumlah nitrogen yang berlebih yang disebabkan oleh adanya pupuk kimia, limbah

manusia dan konsumsi bahan bakar fosil melalui pembakaran.14

Manusia semakin

konsumtif yang membutuhkan energi dan zat kimia juga semakin tinggi sehingga dapat

berkontribusi terhadap kerusakan alam. Vandana Shiva mengatakan kapitalisme global

merupakan sistem ekonomi yang secara inheren menciptakan struktur dan kultur

13

Jan Aart Scholte, Globalization: A Critical Introduction (New York: Palgrave, 2000), 8. 14

Philippe LeGrain “Endangered Earth? How Globalisation can be Green”, dalam Open

World: the Truth about Globalisation (London: Abacus Book, 2003), 239.

Page 9: BAB II TEORI KESIMBANGAN EKOLOGI DAN EKO-EKLESIOLOGI … · termasuk densitas organisme, biomassa, penyebaran materi, energi serta faktor-faktor fisik dan kimia lainnya yang menciptakan

20

penindasan.15

Negara-negara Industri maju yang tinggal di belahan utara diuntungkan

dengan posisi awal sudah memiliki modal banyak dan teknologi maju. Keterbatasan

modal dan teknologi negara berkembang membuat posisi tawar menjadi lemah. Sumber

kekayaan alam lokal milik negara berkembang, termasuk Indonesia, dieksploitasi untuk

memenuhi permintaan, keinginan dan kepentingan negara industri maju. Porsi

keuntungan yang diterima pemilik modal dan teknologi yang jauh lebih besar dibanding

dengan pemilik sumber daya alam, akibatnya kesejahteraan mengalir dari negara

berkembang menuju kepada negara industri maju.16

Negara di dunia memperoleh

kekayaan melimpah sedangkan negara ketiga di bagian utara menghasilkan kerusakan

alam yang parah.

Penjelasan diatas berakar dari paham modernitas yang telah membidani

lahirnya kapitalisme global dengan slogan utama dari Francis Bacon, “knowledge is

power”. Dalam tekanan pada rasionalitas telah membentuk manusia sebagai “manusia

ekonomi” (homo economicus). Herry Priyono menegaskan Homo economicus yang

awalnya hanya sudut pandang tertentu tentang manusia, kemudian diperlakukan sebagai

keseluruhan kodrat manusia dan agenda tentang bagaimana manusia dan masyarakat

seharusnya menjadi.17

Tindakan dan perilakunya digerakkan pertama-tama oleh

kepentingan diri, ciri keterpusatan pada diri (self-centredness), perangkat utama dalam

pemenuhan hasrat adalah kalkulasi rasional, berorientasi pada kepuasan akan harta dan

materi, karena itu mengakibatkan terjadi kolonialisasi yang mengambil rupa

komersialisasi dalam berbagai bidang kehidupan.18

Dari sudut pandang diatas relasi

15

Vandana Shiva & Maria Mies, Ecofeminisme: Perspektif Gerakan Perempuan dan

Lingkungan, (Yogyakarta: IRE Press, 2005), 1-2. 16 Vandana, Shiva. Ecological Balance in an Era of Globalization in Frank Lechner and John

Boli (eds) the Globalization Reader: fifth Edition, (United Kingdom: Wiley Blackwell Publishing, 2015),

570. 17

B. Herry-Priyono, Homo Economicus, Jurnal Universitas Parahyangan, no 1, 2015, 11.

http://journal.unpar.ac.id/index.php/ECF/article/view/1980, diakses pada 17 November 2017. 18

B. Herry-Priyono, “Homo Economicus”, 9-11. Herry Priyono mengatakan economicus dalam

arti “tata kelola dan hasrat memiliki harta” adalah turunan dari oikonomikos sebagai “tata pengelolaan

Page 10: BAB II TEORI KESIMBANGAN EKOLOGI DAN EKO-EKLESIOLOGI … · termasuk densitas organisme, biomassa, penyebaran materi, energi serta faktor-faktor fisik dan kimia lainnya yang menciptakan

21

manusia dengan alam menjadi berubah. Oleh karena manusia merasa sebagai mahluk

yang rasional, menempatkan dirinya dalam posisi yang lebih tinggi dari siapapun yang

ada di dunia dan menjadikannya bermental penguasa.

Dampak dari pemikiran demikian adalah alam bukan lagi dipandang sebagai

komunitas (community), tetapi sebagai komoditas (commodity) yang bernilai ekonomi.

Alam tidak lagi ditempatkan subjek melainkan objek untuk pemenuhan kepentingan

diri. Globalisasi yang agenda awalnya adalah ekonomi pada akhirnya merambah dan

berdampak kepada kerusakan ekologis. Dalam rangka eksploitasi alam ekspansi atau

perluasan wilayah yang memiliki sumber daya alam tidak dapat terhindarkan. Sistem

kapitalisme dalam era globalisasi dapat menjadi akar persoalan kerusakan alam yang

mengurangi keseimbangan ekologis. Tema keseimbangan ekologi dalam era globalisasi

tidak menjadi fokus perhatian ketika berhadapan dengan agenda besar ekonomi yang

tidak mengantisipasi kelangsungan hidup masa depan.

Pemikiran corak kapitalisme yang dianut dalam era globalalisasi yang dapat

menyebabkan ketidakseimbangan ekologis yaitu: berorientasi pada hal yang bersifat

materialistis, menciptakan sistem ekonomi pasar yang rakus, berpola pikir reduksionis,

berpola pikir dualistis-dikotomis-kompetitif dan dekat dengan budaya kematian.19

1. Berorientasi pada kepentingan materi

Dalam konsep manusia sebagai mahluk economicus cara pandang materialisme

berpengaruh terhadap sikap maupun perilaku manusia dalam memandang alam terhadap

dirinya sendiri, sesama, maupun lingkungan alam sekitarnya. Pusat perhatian dari

seluruh proses pembangunan diarahkan untuk menambah poin dan koin kesejahteraan

ladang bagi sumber penghidupan keluarga” dalam gagasan filsuf Xenophon. Namun entah bagaimana

berubah dari oikonomikos yan menekankan pada penghidupan menjadi ocenomicus yang berpusat pada

hasrat akan harta. 19 Bernadus Wibowo Suliantoro & Caritas Woro Murdiati, Konsep Keadilan Sosial yang

Berwawasan Ekologis Menurut Vandana Shiva (Kajian dari perspekif Etika Lingkungan, Laporan

Penelitian, (Yogyakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya, 2013), 48.

Page 11: BAB II TEORI KESIMBANGAN EKOLOGI DAN EKO-EKLESIOLOGI … · termasuk densitas organisme, biomassa, penyebaran materi, energi serta faktor-faktor fisik dan kimia lainnya yang menciptakan

22

material. Peningkatan surplus merupakan tolak ukur kesuksesan kinerja dalam proses

produksi. Laju pertambahan pendudukan yang tinggi dapat berimplikasi kepada

kebutuhan terhadap alam yang juga meningkat. Alam dengan segala kekayaan dan

keanekaragamannya dipandang sebagai objek materi yang digunakan sepenuhnya atas

nama kesejahteraan manusia.

2. Menciptakan sistem ekonomi pasar yang rakus

Kerusakan lingkungan yang terjadi secara fundamental terjadi karena sistem

ekonomi pasar yang eksploitatif. Karena itu globalisasi merupakan ambisi kapitalisme

global untuk menguasai sumber-sumber alam dan pasar dunia.20

Sistem ini dikreasikan,

diperkenalkan dan digunakan untuk keuntungan penciptanya yang memiliki modal kuat.

Globalisasi dapat mengubah gaya hidup manusia menjadi semakin tamak dan rakus.

Hutan misalnya dikatakan produktif apabila berisikan tanaman keras dengan sistem

monokultur yang memiliki nilai jual tunai di pasar. Permintaan global yang semakin

meningkat berpengaruh terhadap jumlah produksi yang juga semakin naik berakibat

perluasan areal produksi pada sumber daya alam.

3. Berpola pikir reduksionis

Reduksionisme merupakan cara pandang yang melihat relitas serba kompleks

kedalam bagian yang kecil, sederhana dan tunggal. Reduksionisme mengurangi

kompleksitas ekosistem ke dalam komponen tunggal dan komponen tunggal ke dalam

fungsi tunggal. Hakikat hutan dalam suatu ekosistem yang multikultur diganti dalam

penerapan pola monokultur berada dalam semangat reduksionisme ini. Tumbuhan

maupun binatang yang memiliki nilai ekonomis tunai tinggi di pasar mendapat

perlakukan istimewa, sedangkan yang tidak dapat disingkirkan, dibuang maupun

20

Vandana Shiva & Maria Mies, “Ecofeminisme: Perspektif Gerakan”, 126.

Page 12: BAB II TEORI KESIMBANGAN EKOLOGI DAN EKO-EKLESIOLOGI … · termasuk densitas organisme, biomassa, penyebaran materi, energi serta faktor-faktor fisik dan kimia lainnya yang menciptakan

23

dimusnahkan. Keutuhan dalam suatu komunitas biotis yang hidup saling bergantung

menjadi salah satu materi pokok yang sebenarnya harus dijaga dan dipertahankan.

4. Berpola pikir dualistis-dikotomis

Corak berfikir dualistis-dikotomis memandang realitas terdiri dari dua bagian

yang berbeda dan terpisah satu dengan yang lain, dimana selalu ada pertentangan dan

perlawanan diantara keduanya. Cara berfikir ini berpotensi menciptakan ketidakadilan

karena memiliki kecenderungan menyingkirkan, memarginalisasi, mensubordinasi, dan

bahkan tidak jarang menghancurkan yang dipandang lebih rendah. Kedudukan manusia

dipisahkan secara tegas dengan alam. Manusia merasa memiliki kedudukan yang lebih

tinggi dari alam sehingga bersikap eksploitatif. Pemisahan secara tegas dapat

melemahkan ikatan emosional. Manusia sekadar membangun relasi fungsional sehingga

ikatan emosional menjadi renggang. Pola pikir ini mendorong manusia untuk

menaklukkan alam melalui sumber-sumber potensialnya karena dianggap bagian yang

terpisah dari dirinya sendiri.

5. Dekat dengan budaya kematian

Wujud konkrit cara pandang ini adalah nilai pohon tidak diukur ketika pohon itu

masih hidup melainkan ketika sudah mati. Pohon memiliki nilai ketika sudah

ditumbangkan dan kayunya diolah mesin produksi dan digunakan sebagai pembuatan

kertas.21

Ketika mesin produksi canggih perempuan kehilangan fungsi tradisionalnya

dalam pelestarian alam. Perusahaan pembibitan misalnya sengaja mengembangkan bibit

yang tidak dapat dikembangbiakkan supaya petani selalu bergantung padanya.

Masyarakat lokal kemudian berubah dari produsen menjadi konsumen. Upaya untuk

menggali potensi alam dengan sebesar-besarnya dapat berimplikasi terhadap matinya

kekayaan sumber daya alam.

21

Bernadus Wibowo Suliantoro & Caritas Woro Murdiati, “Konsep Keadilan Sosial”, 69.

Page 13: BAB II TEORI KESIMBANGAN EKOLOGI DAN EKO-EKLESIOLOGI … · termasuk densitas organisme, biomassa, penyebaran materi, energi serta faktor-faktor fisik dan kimia lainnya yang menciptakan

24

2.3. Kearifan Lokal dan Keseimbangan Ekologi

Kearifan lokal masyarakat dapat menjadi pijakan untuk menghadapi kuatnya

arus kapitalisme global yang membawa efek destruktif terhadap keseimbangan alam.

Walaupun sering ditemukan ada banyak kearifan lokal yang tergerus arus globalisasi

yang membuat nilai-nilai kultural memudar bahkan punah. Pada sisi lain revitalisasi dan

penguatan nilai-nilai kultural lokal perlu dilakukan untuk menjaga keutuhan alam.

Seperti dikatakan oleh Sonny Keraf, proyek besar etika lingkungan hidup adalah

kembali ke alam dalam jati diri sebagai manusia ekologis yang merupakan bagian dari

kearifan masyarakat lokal.22

Masyarakat Indonesia dan juga termasuk di wilayah asia

pada umumnya memiliki kosmologi dan mitologi dalam kebudayaannya dalam

hubungan yang integral dengan alam.

Kearifan lokal adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman, atau

wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam

kehidupan di dalam komunitas ekologis. Kearifan lokal ini dihayati, dipraktikkan,

diajarkan, dan diwariskan dari generasi ke generasi sekaligus membentuk pola perilaku

manusia terhadap sesama manusia, alam, ataupun gaib.23

Tidak ada kearifan lokal yang

seragam, kearifan itu diciptakan berdasarkan pengalaman, permasalahan yang dihadapi

dan konteks dimana masyarakat lokal itu berada. Bentuk-bentuk kearifan lokal dalam

masyarakat dapat berupa nilai, norma, etika, kepercayaan, adat-istiadat, hukum adat,

dan aturan-aturan khusus.24

Semuanya itu menjadi acuan dan petunjuk hidup untuk

bersikap dan bertindak di dalam komunitas. Berbeda dengan pandangan rasionalitas

barat yang menekankan relasi antar sesama manusia dapat tercipta sebuah etika,

masyarakat adat memahami nilai dan etika sebagai berlaku dalam ekosistem dalam

22

Sonny A. Keraf, Etika Lingkungan Hidup (Jakarta: Penerbit Kompas, 2010), 360. 23

Sonny A. Keraf, “Etika Lingkungan Hidup”, 352. 24

Sartini, http://jurnal.filsafat.ugm.ac.id/index.php/jf/article/viewFile/45/41 (Diakses 27

November 2017).

Page 14: BAB II TEORI KESIMBANGAN EKOLOGI DAN EKO-EKLESIOLOGI … · termasuk densitas organisme, biomassa, penyebaran materi, energi serta faktor-faktor fisik dan kimia lainnya yang menciptakan

25

komunitas ekologis. Nilai dan etika tersebut justru dipelajari dari interaksi dengan

semua kehidupan dalam alam.25

Dari konsep itu muncul perintah dan anjuran dalam

mengelola alam dengan segala tata cara dan adanya pemahaman tabu yang bersifat

larangan serta sanksi yang dapat diterima bila terjadi pelanggaran. Hukuman atas

pelanggaran terhadap peraturan adat dalam kaitan dengan alam bukan hanya sanksi

sosial berupa denda material tetapi juga terdapat sanksi dari Yang Ilahi.

2.3.1. Relasi Seimbang Dalam Komunitas Hidup

Manusia adalah bagian yang tidak terpisahkan dari alam dan perkembangan

kehidupan manusia menyatu dengan proses evolusi dan perkembangan kehidupan alam

semesta seluruhnya. Hubungan manusia dengan alam adalah hubungan yang didasarkan

pada kekerabatan, sikap hormat dan cinta. Maka untuk dapat mempertahankan hidup

manusia bergantung kepada alam bukan hanya kepada manusia.26

Sebagai masyarakat

tradisional yang berkembang pada masa pra industri dan lokasi geografis yang relatif

terasing memperoleh hasil bumi merupakan pekerjaan dan mata pencaharian utama.27

Karena itu keterikatan terhadap alam dianggap penting sehingga tindakan penghormatan

dan pemeliharaan terhadap alam menjadi wajib. Kedekatan manusia secara fisik dan

emosional dengan lingkungan sumber daya alam serta terjadinya interaksi dalam suatu

sistem yang menghasilkan proses dan hasil proses yang saling berkaitan, saling

memberi dan mengambil kemanfaatan satu dengan yang lainnya dalam kurun waktu

yang lama telah melahirkan pengetahuan mengenai sumber daya alam itu sendiri yang

25

Sonny Keraf, “Etika Lingkungan Hidup”, 365. 26

Sonny Keraf, “Etika Lingkungan Hidup”, 366. 27

Sri Handjajanti & Popi Puspitasari, Kearifan Lingkungan: Model Konseptual Keberlanjutan,

Materi Seminar Nasional Keberlanjutan Ruang Huni Masa Depan eko-arsitektur, Jurusan Arsitektur

FTSP - Universitas Trisakti, 206.

Page 15: BAB II TEORI KESIMBANGAN EKOLOGI DAN EKO-EKLESIOLOGI … · termasuk densitas organisme, biomassa, penyebaran materi, energi serta faktor-faktor fisik dan kimia lainnya yang menciptakan

26

pada gilirannya pengetahuan tersebut melahirkan kearifan lokal.28

Hubungan timbal

balik mutualisme dengan alam sangat kental dialami oleh masyarakat adat.

Kelestarian alam tidak akan terwujud apabila tidak terjamin keadilan

lingkungan. Dalam rangka mengusahakan itu ukuran keadilan ekologi bagi masyarakat

adat dalam menjalankan kearifan lokalnya berbeda dengan cara pandang

antroposentrisme, biosentrisme, ekosentrisme. Dalam antroposentrisme ukuran keadilan

ditentukan oleh manusia, biosentrisme ukuran keadilan ditentukan oleh harkat semua

mahluk hidup, sedangkan ekosentrisme mengukur keadilan berdasarkan pada

keseluruhan ekosistem.29

Dalam konsep keadilan bagi seluruh ekosistem yang menjadi

roh kearifan lokal menjadikan alam tidak mengalami kesenjangan atau ketimpangan.

Upaya menjaga keseimbangan ekologis berjalan beriringan dalam pola hidup kultural

masyarakat adat.

Jauh sebelum agama resmi datang dan globalisasi tercetuskan masyarakat adat

telah hidup dalam kearifan lokalnya yang menyatu dengan alam. Dalam kehidupan

kultural masyarakat alam diletakkan ke dalam berbagai fungsi. Pertama, fungsi ritual.

Alam (hutan belantara) dipahami sebagai suatu wilayah yang sakral. Berbagai upacara

dilakukan di hutan, misalnya waktu menebas, waktu menyimpan benih, dan waktu pesta

raya panen. Kedua, fungsi ekologis. Masyarakat adat lokal memandang alam

merupakan penyedia dan pengatur tata air dan memberikan keseimbangan yang

harmonis. Ketiga, alam memberikan kehidupan. Dalam konteks inilah hutan dan ladang

menjadi sangat vital bahkan dapat dikatakan menjadi penanda dari awal mula sebuah

siklus kehidupan.30

Dalam pola kearifan lokal mengenai kesatuan hidup dengan

28

Muh Aris Marfai, Pengantar Etika Lingkungan dan Kearifan Lokal (Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press, 2013), 36. 29

Sony Keraf, “Etika Lingkungan”, 33-75. 30

R. Masri Sareb Putra, Berladang dan Kearifan Lokal Manusia Dayak, Jurnal Ultima

Humaniora, Vol 1 No 2 September 2013, 160.

Page 16: BAB II TEORI KESIMBANGAN EKOLOGI DAN EKO-EKLESIOLOGI … · termasuk densitas organisme, biomassa, penyebaran materi, energi serta faktor-faktor fisik dan kimia lainnya yang menciptakan

27

ekosistem alam terdapat dimensi spiritual, ekologis, ekonomi, dan sosial yang berjalan

beriringan dan tidak dapat dipisahkan.

Ritual merupakan media simbolis yang difungsikan sebagai jembatan

permohonan manusia atas kebaikan dengan kemungkinan jawaban yang diyakini akan

diberikan oleh Yang Maha Kuasa, melalui cara yang diatur dalam adat istiadat tertentu.

Upacara ritual dilakukan oleh masyarakat tradisional sebagai media dalam membina

relasi manusia-alam melalui upaya persembahan kepada Yang Maha Kuasa sehingga

relasi tersebut dapat memperoleh keselamatan dan menghasilkan kesuksesan.31

Ketika

harmoni dengan alam terganggu maka akan terjadi kekacauan dan bencana yang harus

dipulihkan kembali dengan berbagai upacara religius. Upacara-upacara tersebut

dimaksudkan untuk menyatukan kembali mikrokosmos dan makrokosmos untuk

menemukan kembali keesaan hidup.32

Dalam pelaksanaan ritual terdapat persembahan

hasil pertanian sebagai tanda kepatuhan dan penghormatan kepada Ilahi agar manusia

direstui dan berhasil dalam mengelola alam, terutama hutan.

2.3.2. Nilai-Nilai Kearifan Lokal Dalam Keseimbangan Ekologi

Nababan, sebagaimana dikutip Muh Aris Marfai33

menyampaikan konsep kearifan lokal

yang memiliki prinsip konservasi sebagai wujud keseimbangan ekologi demikian:

No.

Nilai-nilai kearifan lokal

Peran terhadap Konservasi dan

Keseimbangan Ekologi

1.

Rasa hormat yang mendorong keselamatan

(harmoni) dalam hubungan manusia

dengan alam sekitarnya

Dalam hal ini masyarakat

tradisional merupakan bagian yang

tidak terpisahkan dari alam,

memandang dirinya sebagai bagian

31

Sri Handjajanti & Popi Puspitasari, “Kearifan Lingkungan: Model Konseptual”, 209. 32

Sonny Keraf, “Etika Lingkungan Hidup”, 366. 33

Muh Aris Marfai, “Pengantar Etika Lingkungan”, 48.

Page 17: BAB II TEORI KESIMBANGAN EKOLOGI DAN EKO-EKLESIOLOGI … · termasuk densitas organisme, biomassa, penyebaran materi, energi serta faktor-faktor fisik dan kimia lainnya yang menciptakan

28

dari alam itu sendiri yang

memberikan penghormatan

terhadapnya dan menjaga

keberlangsungan lingkungan

2.

Rasa memiliki yang eksklusif bagi

komunitas atas suatu kawasan atau jenis

sumber daya alam tertentu sebagai hak

kepemilikan bersama (communal property

resource)

Pemahaman ini membawa

implikasi positif pada hak dan

kewajiban komunal dalam

pengelolaan, pemeliharaan sumber

daya alam secara bersama.

3.

Sistem pengetahuan masyarakat setempat

(local knowledge system) yang

memberikan kemampuan kepada

masyarakat untuk memecahkan masalah-

masalah yang mereka hadapi dalam

memanfaatkan sumber daya alam yang

terbatas

Pembatasan pemanfaatan sumber

daya alam berdasarkan kebutuhan.

4.

Daya adaptasi dalam penggunaan

teknologi sederhana yang tepat guna dan

hemat energi sesuai dengan kondisi alam

setempat

Adanya konservasi terhadap energi

5.

Mekanisme pemerataan (distribusi) hasil

panen atau sumber daya milik bersama

yang dapat mencegah munculnya

Adanya pemerataan dan distribusi

Page 18: BAB II TEORI KESIMBANGAN EKOLOGI DAN EKO-EKLESIOLOGI … · termasuk densitas organisme, biomassa, penyebaran materi, energi serta faktor-faktor fisik dan kimia lainnya yang menciptakan

29

kesenjangan yang berlebihan di dalam

masyarakat tradisional.

Dalam kearifan masyarakat lokal kehidupan saling membantu jauh dari sifat

individualistis, dan kepemilikan privat yang mendominan merupakan bentuk perilaku

kolektif masyarakat adat lokal. Kepemilikan sumber daya alam didasarkan atas

keputusan adat dan keluarga besar sehingga sifat eksploitatif adalah hal tabu. Sementara

nilai kelestarian pengelolaan hutan dan semangat kerjasama membantu dan peduli pada

orang lain (altruistic) adalah ciri khasnya.34

Karena binatang dan semua mahluk hidup

lain merupakan bagian dari kehidupan kosmis, relasi dan kewajiban manusia terhadap

semua mahluk hidup dipahami sebagai relasi dan kewajiban terhadap alam. Tanah bagi

masyarakat adat bukanlah aset properti ekonomi tetapi sumber kehidupan baik bagi

manusia maupun seluruh mahluk hidup. Tanah mempunyai dan memberi makna

ekologis, sosial, spiritual dan moral bagi manusia dan mahluk hidup lain. Dengan

berbagai bentuk kearifan lokal masyarakat bertujuan untuk tetap menjaga keseimbangan

ekologi yang juga akan berpengaruh terhadap kehidupan manusia sendiri.

Merevitatalisasi nilai-nilai kearifan lokal berarti memperkuat pemahaman dan sikap

untuk menjaga keseimbangan ekologi.

2.4. Eko-Eklesiologi dan Keseimbangan Ekologi

Eklesiologi berbicara tentang hakikat dan jati diri gereja. Dalam Eklesiologi akan

berurusan dengan dua presuposisi yaitu being dan doing dari Gereja. Being menunjuk

pada identitas siapa Gereja, sedangkan doing berhubungan dengan relevansinya terkait

apa yang dikerjakan Gereja.35

Gereja mesti dapat menjelaskan identitasnya dan apa

34

Hetti Rahmawati, Local wisdom dan perilaku ekologis masyarakat dayak benuaq, Jurnal

Indigenous Vol. 13, No. 1, Mei 2015, 75. 35

Ebenhaezer Nuban Timo, Menghari-ini-kan Injil di Bumi Pancasila: Eklesiologi Dengan Cita

Rasa Indonesia (Salatiga: Fakultas Teologi UKSW, 2016), 52-55. Lebih Lanjut Eben mengatakan dari

dua kata Gereja yang dipakai dalam Perjanjian Baru, Being dari Gereja paling tepat dipahami dari sudut

Page 19: BAB II TEORI KESIMBANGAN EKOLOGI DAN EKO-EKLESIOLOGI … · termasuk densitas organisme, biomassa, penyebaran materi, energi serta faktor-faktor fisik dan kimia lainnya yang menciptakan

30

yang harus dikerjakan dalam dunia. Menjelaskan demikian itu tentu tidak mudah, sebab

gereja merupakan sesuatu misteri dan yang membuat gereja dipahami berbeda dan

terkesan kontraproduktif sepanjang waktu. Atas alasan itu, menurut Snyder, tidaklah

mengherankan bila Alkitab tidak mendefenisikan secara utuh tentang Gereja.36

Namun

Dulles menegaskan, arti utama dari misteri itu bukanlah Allah menurut hakikat-Nya

yang sebenarnya ataupun pikiran-pikiran Ilahi, akan tetapi terlebih kepada rencana

penyelamatan Allah yang menjadi nyata dalam diri Yesus Kristus.37

Walaupun gereja

merupakan suatu misteri bukan berarti gereja tidak dapat dijelaskan dengan baik melalui

berbagai metode.

Dalam menjelaskan apa dan bagaimana hakikat gereja perlu menggunakan model

berdasarkan kekayaan dan kompleksitas konteks. Model telah banyak digunakan ilmu

pengetahuan, seni, sastra, musik, dan sejarah, dan bidang ilmu ekonomi, sosiologi, dan

antropologi. Dulles mengembangkan gagasannya tentang model berdasarkan kajian

terhadap karya Ian G. Barbour, Ian T. Ramsey dan Max Black, yang berhadapan dengan

tantangan bagi bahasa teologis dari positivisme logis, yang menegaskan bahwa

penggunaan model-model dalam bidang ilmu pengetahuan alam cocok untuk wacana

teologi.38

Model biasanya membawa implikasi untuk tindakan atau aplikasi dan

penelitian lebih lanjut yang memiliki aspek teoretis dan praktis. Menerapkan

metodologi model juga berguna dalam mengidentifikasi asumsi tersembunyi dalam

pandang kyriake, sedangkan the being of the Church paling baik didefinisikan dalam ungkapan eklesia.

Kedua kata ini tidak menunjuk kepada dua wujud Gereja melainkan dua cara memahami Gereja yang satu

dari sudut pandang yang berbeda. Gereja sebagai kyriake memandang dari sudut kepemilikan. Gereja

sebagai Ekklesia merujuk kepada aktivitas yang harus dikerjakan Gereja di dalam dunia dalam ketaatan

kepada Tuhan sebagai Pemilik. Di kalangan gerakan kaum feminis yang memperjuangkan kesetaraan

gender, seperti Elisabeth Fiorenza khususnya, lebih memilih kata ekklesia daripada church. Baginya

church berasal dari kata kyriake yang mengandung makna hirarkis, tetapi ekklesia menekankan pada

kongres demokratis dan kemuridan yang setara. 36

Howard A. Snyder, Models of Church and Mision: A Survey (Edinburgh: Tyndale Seminary,

2010),1. 37 Avery Dulles, Model-Model Gereja (Ende: Penerbit Nusa Indah, 1990), 18. 38 Stephen B. Bevans, “Model-Model Teologi”, 52.

Page 20: BAB II TEORI KESIMBANGAN EKOLOGI DAN EKO-EKLESIOLOGI … · termasuk densitas organisme, biomassa, penyebaran materi, energi serta faktor-faktor fisik dan kimia lainnya yang menciptakan

31

teologi.39

Demikian pula misteri yang tersembunyi tentang gereja dapat dijelaskan

melalui penggunaan model.

Avery Dulles mengungkapkan enam model tentang gereja40

yaitu:

1. Gereja Sebagai Institusi

Model ini mendefenisikan tentang Gereja yang kuat dalam tatanan organisatoris

dan mendapat tekanan penting pada struktur kepemimpinan. Pemahaman ini didasari

dari kenyataan gereja merupakan bagian integral dari sosial kemasyarakatan yang

memiliki struktur pemimpin, anggota, norma hukum yang harus dipatuhi demi

terwujudnya ketertiban gereja.

2. Gereja Sebagai Persekutuan Mistik

Avery Dulles merujuk pemikiran J. Hamer mengatakan bahwa Gereja sebagai

tubuh mistik Kristus adalah suatu persekutuan yang serentak batiniah dan lahiriah,

sebuah persekutuan hidup rohani yang batiniah (yang terdiri dari iman, harap, dan

kasih), yang ditampilkan dan diperagakan oleh suatu persekutuan lahiriah dalam

pengakuan iman, tata tertib dan kehidupan sakramental.41

Gambaran ini hendak

merelatifkan pemutlakan institusi dan absolutisme jabatan. Warga jemaat secara

keseluruhan adalah pemangku mandat pelayanan.

3. Gereja Sebagai Sakramen

Pada model ini gereja dipahami sebagai sebuah tanda rahmat penebusan Kristus

dalam suatu bentuk yang tampak dalam sejarah. Gereja menunjukkan rahmat itu agar

menjadi relevan terhadap manusia yang menerimanya dari setiap zaman, bangsa, jenis

dan keadaan.42

Sebagai gereja yang telah menerima anugerah keselamatan, gereja tidak

hanya “menikmati” sendiri apa yang berikan Tuhan, tetapi juga siap memberi diri dan

39

Howard A. Snyder, “Models of Church”, 1. 40

Avery Dulles, “Model-Model Gereja”, 24-99. 41

Avery Dulles, “Model-Model Gereja”, 47. 42 Avery Dulles, “Model-Model Gereja”, 65.

Page 21: BAB II TEORI KESIMBANGAN EKOLOGI DAN EKO-EKLESIOLOGI … · termasuk densitas organisme, biomassa, penyebaran materi, energi serta faktor-faktor fisik dan kimia lainnya yang menciptakan

32

rela menembus tembok-tembok gereja untuk berkarya bagi orang lain yang

membutuhkan keselamatan itu.

4. Gereja Sebagai Pewarta

Iman dan pewartaan menjadi tekanan utama dari model ini daripada hubungan

interpersonal dalam persekutuan. Gereja terbentuk bukan hasil konsensus jemaat yang

berada dalam satu komunitas tertentu, tetapi diprakarsasi oleh karena sabda Allah.

Gereja sebagai tempat pewartaan sabda Allah dimana Allah berkomunikasi dengan

umat-Nya dan Yesus dihadirkan dalam komunitas beriman. Gereja mewartakan Injil

kepada segala bangsa menurut perintah agung dalam Matius 28:18-20. Misi gereja

dalam model ini adalah meneruskan pewartaan sabda Kristus dan pembawa pesan Allah

kepada orang-orang yang belum percaya dan tidak terjangkau menerima sabda.

5. Gereja Sebagai Hamba

Model Gereja sebagai hamba ini mendapat penegasan dari Dietrich Bonhoeffer

yang mengatakan: “...’Christ is the human being for other,‟ so the church „exist only

for other‟”.43

Gereja tidak hanya berada untuk dirinya sendiri, namun harus menjadi

gereja yang terbuka dan hadir bagi sesamanya. Pada model sebelumnya gereja terkesan

tertutup dari komunitas luar yang membuatnya sulit untuk bersaksi. Sebagai hamba

gereja melihat bahwa dunia adalah arena pelayanan untuk mewujudkan kasih Tuhan.

6. Gereja Sebagai Persekutuan Murid

Gereja tidak akan menjadi lengkap bila ia tidak keluar dari persekutuannya

untuk melanjutkan karya Kristus di dunia, tetapi bukan berarti gereja mengabaikan

peran ibadat ritual. Ada dua bagian yang tidak dapat dipisahkan yaitu dimensi spiritual-

ritual dan sosial-aktual. Oleh sebab itu murid tidak cukup hanya mengasihi sesama

diantara mereka saja, namun juga harus bertindak melawan kemiskinan, merasakan

43

Dietrich Bonhoeffer, Dietrich Bonhoeffer Works vol.8 – Dietrich Bonhoeffer Letters And

Papers From Prison, (Minneapolis: Fortress Press, 2010), 27.

Page 22: BAB II TEORI KESIMBANGAN EKOLOGI DAN EKO-EKLESIOLOGI … · termasuk densitas organisme, biomassa, penyebaran materi, energi serta faktor-faktor fisik dan kimia lainnya yang menciptakan

33

empati terhadap orang-orang sakit serta memberi bantuan kepada mereka yang

berkekurangan.44

Model gereja sebagai murid mendorong anggota gereja untuk

meneladani Kristus dalam kehidupan mereka sendiri tanpa harus “bermusafir” ke

berbagai tempat.

Dari keenam model yang dijelaskan secara umum diatas, menurut Yusak

Setyawan, Dulles masih kurang memerhatikan dan mengaitkannya pada realitas krisis

ekologis.45

Tidak sedikitpun ia menyinggung identitas dan misi gereja yang keluar dari

tembok-temboknya dalam tugas merawat keseimbangan ekologi dan keutuhan ciptaan.

Penekanan utamanya berfokus pada sistem organisatoris, relasi mistis antar komunitas

persekutuan dengan Kristus dan pewartaan ke dunia luar untuk mengabarkan sabda

Tuhan serta menjadi hamba.

Selain itu pula gambaran Gereja yang menggunakan metafora dalam hubungan

dengan alam dalam masyarakat agraris pada Alkitab tidak serta merta bertujuan untuk

mengarahkan perhatian dalam tema keseimbangan ekologis. Metafora tentang pohon

anggur juga tidak menjelaskan secara khusus keterhubungan manusia untuk terlibat

dalam aksi perlindungan terhadap kerusakan lingkungan di sekitarnya. Gambaran itu

menjelaskan tentang kasih karunia Allah dan belas kasihan-Nya kepada Israel secara

keseluruhan maupun sebagai pribadi untuk berbuah.46

Kesempatan untuk berbuah tidak

dilakukan sendiri, ada karya Tuhan yang akan membuat manusia beriman dapat

dirasakan dampak kehadiran di setiap kehidupan.

Gambaran tentang pokok anggur yang benar dalam Injil Yohanes menerangkan

mengenai persekutuan yang terhubung di dalam Kristus akan menghasilkan buah

44 Avery Dulles, “Model-Model Gereja”, 199. 45 Yusak B. Setyawan, Menuju Eko-Eklesiologi: Gereja dalam Konteks Persoalan Ekologis di

Indonesia. Dalam Menggereja Secara Baru di Indonesia, Yusak Soleiman (Editor), (Jakarta: Persetia,

2015), 166. 46 B.J. Boland & P.S. Naipospos, Tafsiran Alkitab: Injil Lukas (Jakarta: BPK Gunung Mulia,

2010), 337.

Page 23: BAB II TEORI KESIMBANGAN EKOLOGI DAN EKO-EKLESIOLOGI … · termasuk densitas organisme, biomassa, penyebaran materi, energi serta faktor-faktor fisik dan kimia lainnya yang menciptakan

34

kebaikan.47

Manusia atau Gereja berada diluar Kristus tidak akan utuh dan menjadi

saluran berkat, sebaliknya hidup didalam Tuhan sebagai ranting akan terus merasakan

kehidupan yang penuh berkat. Demikian hakikat gereja sebagai persekutuan yang hidup

di dalam Tuhan seperti digambarkan oleh penulis Injil Yohanes. Menggambarkan gereja

dalam model yang tidak utuh dalam hubungan dengan alam dan kesadaran atas

kerusakan ekologis akan berimplikasi terhadap kurangnya perhatian serta keterlibatan

gereja dalam memperjuangkan isu-isu dan fakta kerusakan lingkungan di sekitarnya.

Ada beberapa yang perlu dipahami dan dilakukan Gereja dalam membangun

pemahaman diri yang peduli terhadap keseimbangan ekologi, yaitu:

1. Eklesiologi yang berbasis eko-teologi

Tema-tema utama dalam teologi seperti soteriologi, kristologi, eskatologi akan

terasa pincang bila tidak menghubungakannya dengan topik tentang ekologi. Selain

Antroposentris dan teosentris, ekosentris merupakan pilar ketiga pembentuk kebenaran

yang semakin sempurna dalam pemahaman teologis dan spiritual agama-gama dan para

penganutnya48

. Walaupun selama ini kedua bagian yang disebutkan di awal tadi

memiliki tekanan yang begitu dominan dalam penafsiran dan ajaran gereja, termasuk

juga gereja dalam mendefinisikan tentang jati dirinya.

a. Soteriologi

Dalam alam pemikiran Ibrani yang menjiwai perspektif kitab suci di dunia barat

diganti dengan cara pandang atau pemikiran neo-platonistis. Dalam pandangan neo-

platonistis ini jiwa manusia ibaratnya terkurung di dalam penjara badan atau tubuhnya.

Karena itu penebusan manusia berarti melepaskan jiwanya dari kungkungan

47

Matthew Henry, Tafsiran Mathhew Henry: Injil Yohanes 12-21 (Surabaya: Penerbit

Momentum, 2010),1044. 48

Amatus Woi, Manusia dan Lingkungan Dalam Persekutuan Ciptaan dalam Menyapa Bumi

Menyembah Hyang Ilahi: Tinjauan Teologis Atas Lingkungan Hidup. A. Sunarko & Edy Kristiyanto

(editors), (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2008), 13.

Page 24: BAB II TEORI KESIMBANGAN EKOLOGI DAN EKO-EKLESIOLOGI … · termasuk densitas organisme, biomassa, penyebaran materi, energi serta faktor-faktor fisik dan kimia lainnya yang menciptakan

35

keterbatasan tubuh.49

Apabila penciptaan mencakup rencana penebusan Allah, maka

krisis ekologis harus dipahami sebagai yang sangat terkait dengan pemahaman

penebusan juga.50

Yesus datang ke dunia dalam rangka untuk menyelamatkan dunia dan

segala isinya. Berbagai ayat kitab suci mendukung bahwa keselamatan berlaku bagi

alam semesta, seperti dari Kolose 1:15-20 dan Efesus 1:9-10, menjelaskan bagaimana

Allah memperdamaikan seluruh ciptaan dan sebagai kepala segala sesuatunya yaitu

alam semesta. Dalam pemikiran Paulus, tiada sesuatupun yang lepas dari pengaruh

penebusan Kristus. Baginya rekonsiliasi sebagai hasil penebusan yang dilakukan oleh

Kristus menebus dan melimpahi segala sesuatu dengan dalam kosmos.51

Karena itu

keselamatan yang hanya berlaku kepada manusia semata dapat terbantahkan.

b. Kristologi

Jurgen Moltman mengatakan Kristologi merupakan presuposisi dari Eklesiologi,

sebaliknya Eklesiologi merupakan konsekuensi dari Kristologi.52

Pemahaman tentang

Kristologi yang bersifat antroposentris dalam inkarnasi Yesus Kristus ke dunia yang

mewujud menjadi manusia perlu ditinjau kembali. Kristologi tidak hanya ditelusuri

dalam karya Yesus di dunia secara historis, tetapi juga dipandan dalam keutuhan karya

keselamatan Allah melalui Yesus Kristus atas dunia dan alam ciptaan. Kristologi yang

bersahabat dengan keberadaan ekologi secara menyeluruh berjalan integral dengan

teologi salib yang tidak hanya menekankan keselamatan pada manusia semata tetapi

juga pada alam ciptaan Tuhan.53

Tiada penciptaan tanpa Allah yang menjelma menjadi

manusia; tiada pula inkarnasi tanpa penebusan keselamatan. Ketiganya adalah bagian

dari proses misteri penyatuan dunia ciptaan dalam Allah. Jalan untuk itu yang tidak bisa

49

Hadisumarta, “Menyapa Bumi Menyembah”, 63. 50

Charles Fensham, Sin and Ecology: a Conversation with Jurgen Moltmann and the School of

Rene Girard, Journal of Reformed Theology 6, 2012, 235. 51

Hadisumarta, “Menyapa Bumi Menyembah., 65. 52

Jurgen Moltman, The Church In The Power of The Spirit. A Contribution to Messianic

Ecclesiology (London: SCM Press LTD, 1993), 6. 53

Imanuel Geovasky, Kristologi yang Bersahabat Dengan Alam: Memandang Yesus Bersama

Dengan Segenap Alam. Jurnal Gema Teologi, Vol 35, 2012, 9.

Page 25: BAB II TEORI KESIMBANGAN EKOLOGI DAN EKO-EKLESIOLOGI … · termasuk densitas organisme, biomassa, penyebaran materi, energi serta faktor-faktor fisik dan kimia lainnya yang menciptakan

36

dihindari adalah jalan salib.54

Jejak biblis bahwa Yesus adalah Tuhan atas kosmos telah

muncul dalam refleksi Kristologis tidak hanya dalam Injil Yohanes melainkan juga pada

teks-teks yang ditulis oleh penerus Paulus, baik di Kolose maupun Efesus. Kristus

adalah kepala Gereja kemudian juga diklaim sebagai kepala segala sesuatu termasuk

dunia.55

Oleh sebab itu pengakuan akan Yesus Kristus sebagai Tuhan yang telah

berinkarnasi dan yang menyelamatkan manusia dan kosmos.

c. Eskatologi Kosmos

Pandangan umum tentang datangnya akhir zaman selalu dikaitkan dengan

kehancuran alam. Khususnya dalam eskatologi yang bersifat apokaliptis pembaca

Alkitab bisa mendapat kesan yang dualistis. Langit dan bumi yang penuh kejahatan

sekarang akan hancur dalam suatu keruntuhan kosmis56

dan diganti oleh Allah dengan

langit dan bumi yang baru sama sekali berbeda.57

Jika demikian sebagai seorang

Kristen yang patut dipertanyakan adalah untuk apa kita harus bersusah melestarikan

bumi sekarang, kalau itu ternyata bukan maksud akhir Allah sendiri?58

Deshi

Ramadhani menjelaskan dalam pemahaman konteks kitab Wahyu antara model

“pembaruan” (renewal) dan model “penggantian” (replacement) tidak menjadi relevan.

Dengan mengutip metafora Sallie McFague ia beranggapan bila bumi adalah tubuh

Allah, maka tidak mungkin tubuh Allah mengalami penggantian dan pembaruan. Lebih

lanjut Deshi menjelaskan bahwa persoalan langit baru dan bumi baru bukanlah bicara

tentang langit baru dan bumi baru sebagai realitas material. Yang terjadi adalah realitas

non material yang bergerak di tataran spiritual. Apa yang baru tidak terletak diluar sana

sebagai realitas terpisah dari manusia melainkan ada dalam diri manusia sendiri.

54

T. Krispurwana Cahyadi, Teilhard de Chardin, Memandang Allah dari Pesona Alam Semesta

dalam Iman yang merangkul bumi, Peter C. Aman (editor), (Jakarta: Penerbit Obor, 2013), 117-118. 55

Yusak B. Setyawan, “Menuju Eko-Eklesiologi”, 189. 56

Seperti tertulis dalam Yoel 3:15-16; Markus 13:24-27; II Petrus 3:7; 10, 12-13 57

Tertulis dalam Wahyu 21:1 58

Marthin Harun, Alkitab Sumber Teologi Lingkungan Hidup?, dalam Iman yang merangkul...,

16-17.

Page 26: BAB II TEORI KESIMBANGAN EKOLOGI DAN EKO-EKLESIOLOGI … · termasuk densitas organisme, biomassa, penyebaran materi, energi serta faktor-faktor fisik dan kimia lainnya yang menciptakan

37

Dengan kata lain, yang baru itu ada dalam cara manusia memandang realitas alam

ciptaan dan lingkungan hidupnya.59

Eskatologi yang dalam keutuhan manusia dan alam

ciptaan Tuhan menjadi pemahaman yang mendasar dalam upaya membangun kajian

teologis dan eklesiologis yang komprehensif.

d. Pemahaman Panenteisme

Sallie McFague berusaha menemukan nilai sakral alam semesta dengan

membangun suatu metafora religius tentang alam semesta sebagai the Body of God. Ia

memahami Allah terlibat dalam alam semesta dan merasakan kesakitan dari semua yang

mengalami kesakitan dalam tubuh-Nya yakni alam semesta.60

McFague tidak

memandang Allah sebagai Pencipta yang terpisah dari dunia dan ciptaanNya.61

Apa

yang dikatakan McFague ini memberi gagasan persekutuan manusia dengan alam

ciptaan lainnya yang saling memengaruhi dan melengkapi dalam satu tubuh yang tidak

terpisahkan dalam relasi dengan Tuhan. Allah telah berinkarnasi dan menjadi bagian

dari dunia di dalam diri Yesus Kristus. Akibatnya adalah ciptaan harus melihat dunia

sebagai bagian dari “tubuh Allah”, walaupun Allah tidak bisa dibatasi hanya dalam

dunia saja tetapi Allah dapat diidentifikasi lewat ciptaanNya.62

Pandangan teologis ini

menyadari batasan antara panteism dan panenteism.63

Teologi ini menerima ciptaan

sebagai bagian dari karya Allah tanpa membatasi karya Allah hanya di dalam ciptaan-

Nya saja. Dalam terang pemahaman ini segala tindakan manusia terhadap alam juga

juga tertuju kepada Allah. Menyakiti alam dan mengeksploitasinya berarti juga

menciderai tubuh Allah. Manusia dapat mengasihi Allah melalui ciptaan-Nya.

59

Deshi Ramadhani, “Menciptakan Langit Baru”, 39-44. 60

Sallie McFague, Models of God: Theology for an Ecological Theology, (Philadelphia,

Fortress, 1987), 31. 61

Sallie McFague, Blessed are the Consumers: Climate Change and the Practice of Restraint.

(Minneapolis: Fortress Press, Kindle Edition. 2013), 173. 62

Irene Ludji, Spiritualitas Lingkungan Hidup: Respon Iman Kristen Terhadap Krisis Ekologi,

Materi Seminar Studium Generale: Kerusakan Lingkungan Ditinjau dari Perspektif Ekologi dan Respon

Agama-Agama, di Uniersitas Kristen Satya Wacana, tanggal 01 Maret 2014. 63

Irene Ludji, “Spiritualitas Lingkungan Hidup”, 71.

Page 27: BAB II TEORI KESIMBANGAN EKOLOGI DAN EKO-EKLESIOLOGI … · termasuk densitas organisme, biomassa, penyebaran materi, energi serta faktor-faktor fisik dan kimia lainnya yang menciptakan

38

Pemahaman panenteisme menentang pandangan antroposentris yang menempatkan

posisi manusia sebagai penguasa atas alam dan memberi makna serta nilai tentang

kehadiran ciptaan lain ada hanya untuk melayani dan memuaskan kepentingan

manusia.64

Bagi Moltmann titik kulminasi dari penciptaan adalah pemberhentian

sabat65

, karena pada hari sabat manusia memahami realitas bahwa diri mereka bukanlah

penguasa alam tetapi ciptaan untuk memuliakan Sang Pencipta. Pemahaman biosentris

dapat memendekan nilai manusia dalam hubungan dengan ciptaan lain dan bisa

bertumbuh ke arah pemujaan terhadap alam.66

Dalam panenteisme terdapat relasi

keterhubungan yang integral manusia terhadap alam dan dalam relasi dengan Tuhan.

2. Kehidupan gereja berpraksis ekologis

Kegiatan yang dapat dilakukan gereja dalam praksis ekologis67

, antara lain:

a. Program paroki hijau

Beberapa kegiatan yang dilakukan adalah menciptakan lahan hijau, eco-habbit,

melakukan diskusi tentang lingkungan hidup.

b. Menciptakan sebuah pelayanan dalam bentuk misi. Salah satu kegiatan yang

dilakukan adalah membuat program “gereja percontohan”.

c. Menciptakan biara-biara yang telah menjadi contoh dari kepedulian terhadap

lingkungan. Model ini menawarkan doa, liturgi, khotbah yang mendukung

spiritualitas jemaat-jemaat di gereja yang berisikan tentang kepedulian terhadap

keutuhan ciptaan. Penekanan tema lebih integral tentang hubungan manusia,

alam dan Tuhan.

64 A. Wati Longchar , Returning to Mother Earth Theology, Christian Witness and Theological

Education An Indigenous Perspective (Taiwan: Programme for Theology and Cultures in Asia, 2013),48. 65

Jurgen Moltmann, God in Creation: an ecological of doctrine (London: SCM Press, 1985),

266. 66

Per Larsson, Your Will Be Done. Ecological Theology for Asia, (Hongkong: Christian

Conference of Asia, 2004), 24. 67

Buku Panduan Gereja Sebagai Sahabat Alam (Jakarta: PGI, STT Jakarta dan Kementrian

Lingkungan Hidup, 2014), 26-27.

Page 28: BAB II TEORI KESIMBANGAN EKOLOGI DAN EKO-EKLESIOLOGI … · termasuk densitas organisme, biomassa, penyebaran materi, energi serta faktor-faktor fisik dan kimia lainnya yang menciptakan

39

d. Reduce, mengurangi pemakaian dan memaksimalkan sumber daya yang ada.

Reuse, mengunakan berulang-ulang bahan yang ada disekitar. Recycle, mendaur

ulang bahan atau barang-barang bekas pakai.68 Tindakan yang ramah lingkungan

itu dapat berkontribusi untuk menjaga keseimbangan ekosistem. Ekosistem perlu

diselamatkan karena juga menopang kehidupan manusia. Ekosistem harus

menjadi objek kasih manusia69

sebagai wujud pemenuhan panggilan Allah untuk

berpartisipasi dalam relasi dengan Allah.

3. Menampilkan kritik profetis dalam kebijakan publik

Gereja tidak hanya melaksanakan misi ekologis dalam lini internalnya semata,

tetapi juga harus ke luar dalam keterlibatan di ruang publik. Keterlibatan gereja

dalam persoalan ekologi selalu berhadapan dan bersinggungan dalam realitas

politik.70

Persoalan pemberian izin pemanfaatan dan pengelolaan tambang dan

perkebunan berada pada tangan penguasa. Tidak jarang intrik politik bermain

sehingga lingkungan selalu dikorbankan. Penggunakan teknologi dan proses

pembangunan tidak mengedepankan kelanjutan ekosistem. Kritik profetik gereja

untuk memengaruhi kebijakan publik dapat dilakukan bersama komunitas antar

denominasi dan lintas iman yang memiliki kepedulian dan kepekaan yang sama.

Namun, gereja hanya bisa melakukan kritik profetis apabila telah membebaskan

diri dari cengkeraman ideologi yang memberhalakan politik ekonomi dan ekonomi

global dengan kapitalismenya.71

Tanpa beban demikian gereja akan mampu

menegaskan suara kenabian dan berpihak pada keutuhan ciptaan.

68

Rebekah Simon-Peter, Green Church: Reduce, Reuse, Recycle, Rejoice (Nashiville: Abingdon

Press, 2010), 43-65. 69

Bartolomeus, Arthur Hertzberg, Fazlun Khalid, Religion and Nature: the Abrahamic Faiths‟

concept of creation in spirit of the enviroment:Religion Value and Enviromental Concern, David E.

Cooper & Joy A. Palmer (Editors), (New York: Routledge, 1998), 41. 70

Heinrich Bedford-Strohm, Tilling and Caring for the Earth: public thelogy and ecology,

International journal of public theology 1, 2007, 230. 71

Yusak B. Setyawan, “Menuju Eko-Eklesiologi”, 195.

Page 29: BAB II TEORI KESIMBANGAN EKOLOGI DAN EKO-EKLESIOLOGI … · termasuk densitas organisme, biomassa, penyebaran materi, energi serta faktor-faktor fisik dan kimia lainnya yang menciptakan

40

Rangkuman

Keseimbangan ekologi memastikan setiap komponen pembentuk ekosistem

harus menjadi bagian yang integral dan berfungsi agar rantai kehidupan tetap lestari.

Globalisasi dengan adanya sistem kapitalisme dapat menyebabkan ketidakseimbangan

ekologi dengan berbagai bentuk aktivitas pengelolaan sumber daya alam demi

kepentingan utama ekonomi, tetapi kearifan lokal ekologis masyarakat memperkuat

kesatuan hubungan timbal balik dalam ekosistem. Gereja sebagai komunitas eskatologis

memiliki pandangan ekoteologi dan praksis kehidupan berjemaat perlu mengedepankan

pola hidup yang ramah lingkungan sebagai upaya menjaga keseimbangan ekologis.