BAB II TELAAH PUSTAKA A. Manajemen...
-
Upload
duongquynh -
Category
Documents
-
view
217 -
download
1
Transcript of BAB II TELAAH PUSTAKA A. Manajemen...
15
BAB II
TELAAH PUSTAKAA. Manajemen Kurikulum1. Pengertian Kurikulum
Rusman (2011) menyatakan bahwa kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi dan bahan pembelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu. Selain itu Alexander dan Lewis (1974) dalam
Rusman (2011) berpendapat bahwa kurikulum
merupakan segala upaya sekolah untuk
mempengaruhi siswa agar dapat belajar baik dalam
ruangan kelas maupun di luar sekolah. Sementara
Harold (1965) dalam Rusman (2011) memandang
kurikulum sebagai semua kegiatan yang diberikan
kepada siswa di bawah tanggung jawab sekolah.
Kurikulum juga harus berorientasi kepada
perkembangan menyeluruh anak. Pemikiran ini
ditegaskan oleh Dewey (1902) dalam Hidayat (2013)
yang menyatakan bahwa anak didik dan kurikulum
merupakan dua hal yang berbeda tetapi kedua-
keduanya memiliki proses tunggal dalam bidang
pendidikan. Kurikulum menurutnya adalah suatu
rekonstruksi berkelanjutan yang memaparkan
16
pengalaman belajar anak didik melalui suatu susunan
pengetahuan yang terorganisasi dengan baik.
Berdasarkan beberapa pandangan di atas maka
dapat disimpulkan bahwa kurikulum bukan hanya
sebatas jadwal mata pelajaran yang telah tersusun rapi
oleh pihak sekolah tetapi secara luas kurikulum
merupakan rangkaian upaya pembelajaran yang
dirancang oleh sekolah menyangkut dengan tujuan, isi
bahan pembelajaran yang nantinya akan dialami oleh
anak didik secara berkelanjutan dan pada akhirnya
dapat menjawab tujuan pendidikan yang telah
ditetapkan dalam visi dan misi sekolah.
Sukmadinata (1997) dalam Veithzal (2010)
mengemukakan bahwa dalam pengembangan
kurikulum ada empat landasan utama yaitu (1)
Filosofis; (2) Psikologis; (3) Sosial-Budaya; (4) Ilmu
pengetahuan dan teknologi. Penulis memilih dua poin
yang dianggap mendukung tulisan ini yaitu psikologi
dan sosial-budaya.
1. Landasan Psikologis
Sukmadimata (1997) dalam Veithzal (2010)
mengemukakan bahwa minimal ada dua bidang
psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum,
yaitu (1) psikologi perkembangan; dan (2) psikologi
belajar. Psikologi perkembangan merupakan ilmu
yang mempelajari tentang perilaku individu
17
berkenan dengan perkembangannya. Yang dikaji
adalah tentang perkembangan, pemahaman
perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-
tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya
yang berhubungan dengan perkembangan individu,
yang nantinya akan dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dalam pengembangan kurikulum.
Jadi menurut penulis psikologi perkembangan
menekankan pada perkembangan anak sejauh mana
anak berkembang dalam pemahaman dan
pengetahuannya dengan model kurikulum yang
dipakai dalam pembelajaran. Dan kemudian juga
akan menjadi bahan pertimbangan bagi
perkembangan kurikulum kedepan.
Psikologi belajar merupakan ilmu yang
mempelajari tentang perilaku individu dalam
konteks belajar, serta sebagai aspek perilaku
individu lainnya dalam belajar yang semuanya dapat
dijadikan sebagai pertimbangan sekaligus mendasari
perkembangan kurikulum.
Menurut penulis psikologi belajar
menitikberatkan pada aspek karakter individu atau
perilaku anak dalam belajar. Bahwa guru harus
memperhatikan karakter masing-masing anak
dalam mengikuti proses belajar. Kemudian
18
kedepannya akan dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dalam perkembangan kurikulum
2. Landasan Sosial-Budaya
Sukmadimata (1997) dalam Veithzal (2010)
mengemukakan landasan kurikulum ini dapat
dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan
mulai menentukan pelaksanaan sampai pada hasil
pendidikan. Dapat dikatakan bahwa pendidikan
merupakan usaha mempersiapkan peserta didik
untuk terjun ke lingkungan masyarakat. Pendidikan
bukan hanya untuk pendidikan semata, tetapi
memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta
nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai
perkembangan lebih lanjut di masyarakat.
Peserta didik berasal dari masyarakat,
mendapatkan pendidikan baik formal maupun non
formal dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan
bagi kehidupan masyarakat. Kehidupan masyarakat
dengan segala karakteristiknya dan kekayaan
budayanya menjadi landasan acuan bagi
pendidikan. Dengan pendidikan diharapkan muncul
manusia-manusia yang lebih mengerti dan mampu
membangun kehidupan masyarakatnya. Oleh
karena itu, tujuan, isi maupun proses pendidikan
harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi,
19
karakteristik dan perkembangan yang ada di
masyarakat.
Melalui pendidikan manusia mengenal peradaban
masa lalu, turut serta dalam peradaban sekarang
dan membuat peradaban masa yang akan datang.
Dengan demikian kurikulum yang dikembangkan
seharusnya mempertimbangkan, merespons dan
berlandaskan pada perkembangan sosial-budaya
dalam suatu masyarakat, baik dalam konteks lokal
nasional maupun global.
Jadi menurut penulis, landasan sosial budaya
dalam perkembangan kurikulum memperhatikan
proses pendidikan untuk mempersiapkan anak didik
menghadapi perkembangan masa depan dan
menjawab problem-problem dalam lingkungan
masyarakat. Untuk itu anak dipersiapkan dengan
berbagai pengetahuan yang berkaitan dengan
kehidupan masyarakat disekitar anak. Sehingga
kehidupan masyarakat dan segala karakteristiknya
menjadi landasan dan acuan pendidikan anak. Hal
ini diusahakan agar anak tidak merasa asing
dengan lingkungannya sendiri dan benar-benar
mengetahui perkembangan dan peradaban
lingkungan tempat anak berada.
20
2. Ruang Lingkup Manajemen KurikulumManajemen Kurikulum adalah suatu sistem
pengelolaan kurikulum yang kooperatif, komperhensif,
dan sistematik dalam rangka mewujudkan
ketercapaian tujuan kurikulum. Ruang lingkup
manajemen kurikulum meliputi perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan evaluasi
kurikulum Rusman (2011)
Menurut Oemar Hamalik (2006) Perencanaan
kurikulum adalah perencanaan kesempatan-
kesempatan belajar yang dimaksudkan untuk membina
siswa ke arah perubahan tingkah laku yang diinginkan
dan menilai sampai dimana perubahan-perubahan
telah terjadi pada diri siswa.
Jadi menurut penulis perencanaan kurikulum
adalah susunan kesempatan belajar yang dirancang
oleh pihak sekolah dengan tujuan membina siswa
kearah perubahan tingkah laku dan melalui
perencanaan itu juga guru dapat menilai sampai
dimana perubahan yang terjadi pada diri siswa
berdasarkan standar yang telah ditentukan
sebelumnya.
Dalam peraturan Mentri No 41 Tahun 2007
tentang standar proses untuk satuan pendidikan dasar
dan menengah dijelaskan bahwa perencanaan
pembelajaran meliputi silabus dan rencana
21
pelaksanaan pembelajaran yang memuat identitas mata
pelajaran, standar kompetensi (SK), kompetensi dasar
(KD), indikator pencapaian kompetensi, tujuan
pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode
pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil
belajar dan sumber belajar.
Silabus merupakan garis-garis haluan secara
umum yang digunakan sebagai pedoman dalam
pembuatan RPP. RPP merupakan program pelaksanaan
pembelajaran secara periodik, bisa untuk sekali
pertemuan bahkan lebih tergantung pada tujuan
pembelajaran yang hendak dicapai. Sedangkan PPI
merupakan program yang dibuat oleh guru
diperuntukkan bagi siswa yang memiliki hambatan
atau permasalahan dalam suatu hal yang bersifat
individual.
Identitas mata pelajaran meliputi satuan
pendidikan, kelas, semester/program keahlian, mata
pelajaran atau tema pembelajaran, jumlah pertemuan.
Standar kompetensi merupakan kualifikasi kemampuan
minimal perserta didik yang menggambarkan
penguasaan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang
diharapkan dapat dicapai setiap kelas dan atau
semester pada suatu mata pelajaran.
Kompetensi dasar adalah sejumlah kemampuan
yang harus dikuasai peserta didik dalam mata
22
pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusun indikator
kompetensi dalam suatu pembelajaran. Indikator
kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur
dan/atau diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian
kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan
penilaian mata pelajaran. Indikator pencapaian
kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata
kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang
mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil
belajar yang diharapkan dicapai oleh peserta didik
sesuai dengan kompetensi dasar.
Materi ajar memuat fakta, konsep, prinsip, dan
prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-
butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian
kompetensi. Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan
keperluan untuk pencapaian KD dan beban belajar.
Metode pembelajaran digunakan oleh guru untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik mencapai kompetensi dasar atau
seperangkat indikator yang telah ditetapkan. Pemilihan
metode pembelajaran disesuaikan dengan situasi dan
kondisi peserta didik, serta karakteristik dari setiap
indikator dan kompetensi yang hendak dicapai pada
setiap mata pelajaran.
23
Jadi menurut penulis perencanaan kurikulum,
merupakan penyusunan tahapan-tahapan
pembelajaran oleh pendidik dalam rangka membingkai
proses pembelajaran yang akan dialami oleh siswa.
Diharapkan melalui rancangan pembelajaran akan
berdampak pada perubahan mencakup aspek afektif
dan kognitif anak ke arah yang lebih baik.
Rusman (2011) menyatakan bahwa organisasi
kurikulum merupakan pola atau desain bahan
kurikulum yang tujuannya untuk mempermudah siswa
dalam mempelajari bahan pelajaran serta
mempermudah siswa dalam melakukan kegiatan
belajar sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai
secara efektif. Organisasi kurikulum sangat terkait
dengan bahan pelajaran dan sumber bahan
pembelajaran. Sumber belajar dari kurikulum adalah
nilai budaya, nilai sosial, aspek siswa dan masyarakat
serta ilmu pengetahuan dan teknologi. Beberapa faktor
yang diperhatikan dalam organisasi kurikulum yaitu
berkaitan dengan ruang lingkup (scope), urutan bahan
(sequence), kontinuitas, keseimbangan dan
kerterpaduan (integrated).
Hamalik (2012) berpendapat bahwa organisasi
kurikulum terdiri dari beberapa bentuk, yang masing-
masing memiliki ciri-cirinnya sendiri:
24
1. Mata pelajaran yang terpisah-pisah (isolated
subjects). Kurikulum terdiri dari sejumlah mata
ajaran yang terpisah-pisah, seperti: Sejarah, Ilmu
pasti, Bahasa Indonesia. Tiap mata ajaran
disampaikan sendiri-sendiri tanpa ada
hubungannya dengan mata ajaran lainnya. Masing-
masing diberikan pada waktu tertentu dan tidak
mempertimbangkan minat kebutuhan dan
kemampuan siswa. Semua materi diberikan semua.
2. Mata pelajaran berkorelasi (correlated). Kolerasi
diadakan sebagai upaya untuk mengurangi
kelemahan-kelemahan sebagai akibat pemisahan
mata ajaran. Prosedur yang ditempuh adalah
menyampaikan pokok-pokok yang saling berkolerasi
guna memudahkan peserta didik memahami
pelajaran tertentu.
3. Bidang studi (broad field). Organisasi kurikulum
yang berupa pengumpulan beberapa mata pelajaran
yang sejenis serta memiliki ciri-ciri yang sama dan
dikorelasikan (difungsikan) dalam satu bidang
pengajaran.
4. Program yang berpusat pada anak (child centered),
yaitu program kurikulum yang menitikberatkan
pada kegiatan-kegiatan peserta didik, bukan pada
mata pelajaran.
25
5. Inti masalah yaitu suatu program yang berupa unit-
unit masalah, dimana masalah-masalah yang
diambil dari suatu mata pelajaran tertentu, dan
mata pelajaran lainnya diberikan melalui kegiatan-
kegiatan belajar dalam upaya memecahkan
masalahnya.
6. Ecletic program yaitu suatu program yang mencari
kesinambungan antara organisasi kurikulum yang
terpusat pada mata pelajaran dan peserta didik.
Melalui pengertian di atas penulis merumuskan
bahwa organisasi kurikulum merupakan rangkaian
desain bahan pembelajaran yang diatur oleh pihak
sekolah dalam rangka mempermudah siswa dalam
mengikuti proses pembelajaran.
Pelaksanaan kurikulum adalah suatu proses
penerapan ide, konsep dan kebijakan kurikulum
(kurikulum potensial) dalam suatu aktivitas
pembelajaran sehingga peserta didik menguasai
seperangkat kompetensi tertentu sebagai hasil interaksi
dengan lingkungan. Mulyasa (2008) pelaksanaan
kurikulum terbagi menjadi dua yaitu pelaksanaan
kurikulum tingkat sekolah dan tingkat kelas. Tingkat
sekolah yang berperan adalah kepada sekolah dan
tingkatan kelas yang berperan adalah guru
Suryosubroto (2004).
26
Dalam pelaksanaan semua konsep, prinsip, nilai,
pengetahuan, metode, alat dan kemampuan guru diuji
dalam bentuk perbuatan yang akan mewujudkan
bentuk kurikulum yang nyata. Perwujudan ini semua
terletak pada kemampuan guru sebagai sarana dan
keberhasilan penerapan kurikulum. Implementasi
kurikulum seharusnya menempatkan pengembangan
kreativitas siswa lebih dari penguasaan materi. Dalam
kaitan ini siswa diposisikan sebagai subjek dalam
proses pembelajaran. Mengimplementasikan kurikulum
yang sesuai dengan rancangan, dibutuhkan kesiapan
yang matang dari pelaksana, sebab sebagus apapun
desain kurikulum yang dimiliki keberhasilan
penerapannya tergantung pada kopetensi guru.
Melalui Permen No 41 Tahun 2007 tentang
standar proses untuk satuan pendidikan dasar dan
menengah, pelaksanaan proses pembelajaran terbagi
atas persiaratan pelaksanaan proses pembelajaran dan
pelaksanaan pembelajaran. Yang termasuk persiaratan
pelaksanaan proses pembelajaran yaitu jumlah
maksimal peserta didik setiap rombongan belajar,
beban kerja minimal guru, buku teks pelajaran,
pengelolaan kelas.
Pelaksanaan pembelajaran merupakan
implimentasi dari RPP. Pelaksanaan pembelajaran
27
meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan
kegiatan penutup.
Kegiatan pembelajaran terdiri atas tiga tahapan
yaitu
a. Pendahuluan
Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam
suatu pertemuan pembelajaran yang ditujukan untuk
membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian
peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses
pembelajaran. Kegiatan pendahuluan guru menyiapkan
peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti
proses pembelajaran, mengajukan pertanyaan-
pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumya
dengan materi yang dipelajari, menjelaskan tujuan
pembelajaran atau kompetensi dasar yang dicapai.
Menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian
untuk kegiatan sesuai silabus.
b. IntiKegiatan inti merupakan proses pembelajaran
untuk mencapai KD. Kegiatan pembelajaran dilakukan
secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang
cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian
sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik
serta psikologis peserta didik. Kegiatan ini dilakukan
28
secara sistematis dan sistemik melalui proses
eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
c. PenutupPenutup merupakan kegiatan yang dilakukan
untuk mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat
dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan,
penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak lanjut.
Prosedur dan instrumen penilaian proses dan
hasil belajar disesuaikan dengan indikator pencapaian
kompetensi dan mengacu kepada Standar Penilaian.
Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar
kompetensi dan kompetensi dasar, serta materi ajar,
kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian
kompetensi
Melalui penjelasan pelaksanaan kurikulum,
penulis menyimpulkan bahwa dalam proses
pelaksanaan kurikulum kepala sekolah dan guru
memegang peranan penting namun merupakan
kesatuan yang tidak terpisahkan. Kepala sekolah
berperan pada pelaksanaan kurikulum tingkat sekolah
dan guru lebih spesifik pada tingkat kelas. Namun
untuk menyukseskan proses pelaksanaan kurikulum
tingkat kelas guru harus mempunyai kompetensi
untuk menjalankan kurikulum yang telah dirancang
sebelumnya agar tidak keluar dari apa yang telah
ditetapkan. Selain itu pada saat pelaksanaan
kurikulum guru mampu memposisikan siswa sebagai
29
subjek pembelajaran. Sehingga, dari pelaksanaan
kurikulum siswa dapat berkembang dan menjawab
tujuan pendidikan yang ditetapkan.
Evaluasi kurikulum merupakan suatu proses
pengumpulan dan penggunaan informasi untuk
membuat keputusan dan penilaian tentang kurikulum
yang meliputi kurikulum sebagai ide, kurikulum
sebagai rencana tertulis, kurikulum sebagai proses dan
kurikulum sebagai hasil.
Evaluasi proses pembelajaran dilakukan untuk
menentukan kualitas pembelajaran secara
keseluruhan, mencakup tahap perencanaan proses
pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran dan
penilaian hasil pembelajaran. Menurut Permen No 41
Tahun 2007 tentang standar proses untuk satuan
pendidikan dasar dan menengah, bahwa evaluasi
kurikulum terbagi atas evaluasi proses pembelajaran
secara keseluruhan mencakup tahap perencanaan
proses pembelajaran, pelaksanaan proses
pembelajaran, dan penilaian hasil pembelajaran.
Evaluasi terhadap proses pembelajaran yaitu dengan
cara membandingkan proses pembelajaran yang
dilaksanakan guru dengan standar proses,
mengidentifikasi kinerja guru dalam proses
pembelajaran sesuai dengan kompetensi guru. Dan
yang ketiga, evaluasi proses pembelajaran memusatkan
30
pada keseluruhan kinerja guru dalam proses
pembelajaran.
Dari pengertian tersebut, penulis menyimpulkan
bahwa tahap evaluasi kurikum merupakan bagian
penting dari proses pelaksanaan kurikulum. Dengan
adanya proses evaluasi guru dapat mengetahui sejauh
mana perkembangan siswa dengan proses
pembelajaran yang sudah berlangsung. Dan sejauh
mana tingkat keberhasilan pelaksanaan kurikulum
tingkat sekolah.
Isi dari kurikulum menurut Alexander (1966)
dalam Rusman (2011) berisikan fakta-fakta, presepsi,
ketajaman, desain, dan solusi yang tergambarkan dari
apa yang dipikirkan. Secara keseluruhan semua itu
diperoleh dari pengalaman dan semua itu merupakan
komponen yang menyusun pikiran yang menyusun
kembali hasil pengalaman tersebut ke dalam adat dan
pengetahuan, ide, konsep, generalisasi, prinsip,
rencana dan solusi.
Menurut John Dewey (1996) dalam Rusman
(2011) bahwa isi kurikulum lebih dari sekedar
informasi yang dipelajari ketika dua kondisi muncul.
Pertama, isi harus memiliki hubungan dengan
pertanyaan yang menjadi perhatian siswa, kedua isi
harus secara langsung masuk ke dalam tingkah laku
31
sebagai upaya meningkatkan makna dan kedalaman
arti.
Beberapa kriteria yang dapat digunakan dalam
memilih isi kurikulum yaitu isi kurikulum harus sesuai
dan tepat serta bermakna bagi perkembangan siswa
atau sejalan dengan tahap perkembangan anak didik.
Isi dari kurikulum yang hendak diterapkan juga harus
dapat menjawab tujuan yang komperhensif. Artinya,
mengandung aspek intelektual, moral, sosial secara
seimbang.
Isi kurikulum juga harus mengandung
pengetahuan ilmiah yang tahan uji, artinya tidak cepat
lapuk hanya karena perubahan tuntutan hidup sehari-
hari. Mengandung bahan pelajaran yang jelas
menyangkut dengan, teori, prinsip, konsep yang tepat
bukan hanya sekedar informasi. Yang terpenting adalah
isi kurikulum harus menunjang tercapainya tujuan
pendidikan Rany (2011).
Dalam manajemen kurikulum terdapat prinsip-
prinsip dalam proses pelaksanaannya. Seperti yang
dikemukakan oleh Rusman (2011), bahwa prinsip-
prinsip manajemen kurikulum meliputi:
Produktivitas, hasil yang akan diperoleh dalamkegiatan kurikulum merupakan aspek yangharus dipertimbangkan dalam manajemenkurikulum. Pertimbangan bagaimana agarpeserta didik dapat mencapai hasil belajar sesuai
32
dengan tujuan kurikulum harus menjadi sasarandalam manajemen kurikulum;
Demokratisasi, pelaksanaan manajemenkurikulum harus berdasarkan demokrasi yangmenempatkan pengelola, pelaksana dan subjekdidik pada posisi yang seharusnya dalammelaksanakan tugas dengan penuh tanggungjawab untuk mencapai tujuan kurikulum;
Kooperatif, untuk memporoleh hasil yangdiharapkan dalam kegiatan manajemenkurikulum perlu adanya kerja sama yang positifdari berbagai pihak yang terlibat;
Efektivitas dan efisiensi rangkaian kegiatanmanajemen kurikulum harusmempertimbangkan efektivitas dan efisiensiuntuk mencapai tujuan kurikulum sehinggakegiatan manajemen kurikulum tersebutmemberikan hasil yang berguna dengan biaya,tenaga, dan waktu yang relatif singkat;
Mengarahkan visi, misi dan tujuan yangditetapkan dalam kurikulum, proses manajemenkurikulum harus dapat memperkuat danmengarahkan visi, misi dan tujuan kurikulum.
Melalui penjelasan tentang isi kurukulum penulis
simpulkan bahwa, isi kurikulum merupakan hal yang
mendasar dalam pelaksanaan kurikulum pendidikan.
Isi kurikulum memiliki sifat yang kompleks. Benar-
benar memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan
anak dan materi yang diberikan benar-benar ilmiah,
mengandung bahan pelajaran yang jelas menyangkut
teori, konsep yang tepat dan dapat dipertangung jawab.
Dalam penerapannya juga mempertimbangkan banyak
aspek sehingga nantinya anak tidak mengalami
33
kesulitan dalam memahami bahan yang disajikan oleh
guru.
B. Konsep Community Dalam Pendidikan BerbasisKomunitas
1. Konsep communityKeterampilan atau partipasi masyarakat dalam
kebijakan pendidikan di Indonesia, menurut Suyata
dalam Suharto (2011) bukanlah hal yang baru.
Partisipasi masyarakat telah dilaksanakan oleh
yayasan-yayasan swasta, kelompok, sukarelawan,
organisasi-organisasi non-pemerintah, dan
perseorangan. Secara khusus Azara menyebutkan
dikalangan masyarakat Muslim Indonesia, partisipasi
masyarakat dalam rangka pendidikan berbasis
masyarakat telah dilaksanakan sejak lama.
Tema “masyarakat” berasal dari society atau
community. Society sering diartikan sebagai
“masyarakat umum”, sedangkan community adalah
“masyarakat setempat” atau “panguyuban”. Dictionary
of sociology mencoba mendefinisikan community sebagai
sub-kelompok yang mempunyai karakteristik seperti
society, tetapi pada skala yang lebih kecil dan dengan
kepentingan yang kurang luas dan terkoordinir.
Menurut Fairchild (1997) dalam Suharto (2011) bahwa
dalam community terdapat beberapa ikatan seperti ras,
asal-usul bangsa atau klasifikasi keagamaan.
34
Smucker (1955) dalam Suharto (2011) mencoba
mendekati pendidikan dengan prefektif masyarakat. Ia
mendefinisikan Community sebagai suatu kumpulan
populasi yang tinggal pada suatu wilayah yang
berdekatan terintegrasi melalui pengalaman umum,
memiliki sejumlah situasi pelayanan dasar, menyadari
akan kesatuan lokalnya dan mampu bertindak dalam
kapasitasnya sebagai suatu korporasi.
Pengertian di atas menerangkan bahwa
community biasanya dimaknai sebagai kelompok
manusia yang mendiami suatu wilayah tertentu dengan
segala ikatan dan norma di dalmnya. Dan memahami
potensi-potensi yang ada di dalam wilayah dan
kemudian berupaya untuk membangun wilayahnya itu
dengan potensi yang dimiliki.
2. Pendidikan berbasis komunitasPendidikan berbasis komunitas (community-based
education) merupakan pengaturan yang memberikan
peluang bagi setiap orang untuk memperkaya ilmu
pengetahuan dan teknologi melalui pembelajaran yang
berlangsung seumur hidup. Pendidikan berbasis
komunitas muncul saat modernisasi yang menghendaki
terciptanya demokrasi dalam segala dimensi kehidupan
manusia, termasuk pada bidang pendidikan.
35
Pendidikan kemudian harus beradaptasi dan
harus dikelola secara desentralisasi dengan
memberikan tempat seluas-luasnya bagi partisipasi
masyarakat, Sudjana (2000). Sedangkan, menurut
Sihombing (2001) pendidikan berbasis masyarakat
merupakan pendidikan yang dirancang, dilaksanakan,
dinilai dan dikembangkan oleh masyarakat yang
mengarah pada usaha menjawab tantangan dan
peluang yang ada di lingkungan masyarakat tertentu
dan berorientasi pada masa depan.
Secara konsep, pendidikan berbasis komunitas
adalah model penyelenggaraan pendidikan yang
bertumpu pada prinsip “dari masyarakat, oleh
masyarakat, dan untuk masyarakat. Pendidikan “dari
masyarakat” artinya pendidikan memberikan jawaban
atas kebutuhan masyarakat. Pendidikan “oleh
masyarakat” artinya masyarakat ditempatkan sebagai
subyek/pelaku pendidikan, bukan objek pendidikan.
Pada konteks ini, masyarakat dituntut berperan
dan berpartisipasi aktif dalam setiap program
pendidikan, terutama pada saat pelaksanaannya.
Adapun pengertian pendidikan “untuk masyarakat”
artinya masyarakat diikutsertakan dalam semua
program yang dirancang untuk menjawab kebutuhan
mereka. Secara singkat dikatakan masyarakat perlu
diberdayakan, diberi peluang dan kebebasan untuk
36
mendesain, merencanakan, membiayai, mengelola dan
menilai sendiri apa yang diperlukan secara spesifik di
dalam untuk dan oleh masyarakat sendiri. Galbraith
(1992) dalam Ardiego (2009) menjelaskan bahwa“community-based education could be defined as an educational
proces by which individuals (in this case adults) become more
competent in their skills, attitudes, and concepts in an effort to live in
and gain more control over local aspects of their communities through
democratic participation”. (Pendidikan berbasis komunitas
dapat diartikan sebagai proses pendidikan dimana
individu-individu atau orang dewasa menjadi lebih
berkompeten dalam keterampilan, sikap, dan konsep
mereka dalam upaya untuk hidup dan mengontrol
aspek-aspek lokal masyarakatnya melalui partisipasi
demokratis).
Pendapat yang lebih luas tentang pendidikan
berbasis komunitas dikemukakan oleh Smith (2008)
dalam Ardiego (2009) sebagai “community-besed education
defined as a process designed to enrich the lives of individuals and
groups by enganging with people living with in a geographical area,
or sharing a common interest, to develop voluntary-ilya range of
learning, action, and reflection opportumities, determined by their
personal, social, economic and political need” (pendidikan
berbasis komunitas adalah sebuah proses yang
didesain untuk memperkaya kehidupan individual dan
kelompok dengan mengikutsertakan orang-orang dalam
wilayah geografi, atau berbagi mengenai kepentingan
37
umum, untuk mengembangkan dengan sukarela
tempat pembelajaran, tindakan, dan kesempatan
tefleksi yang ditentukan oleh pribadi, sosial, ekonomi
dan kebutuhan politik mereka)
Surakhmad (2000) dalam Suharto (2012)
menegaskan bahwa yang dimaksud pendidikan
berbasis masyarakat adalah pendidikan yang dengan
sadar menjadikan masyarakat sebagai akar dari
perkembangan. Konsep pendidikan berbasis
masyarakat merupakan usaha peningkatan rasa
kesadaran, kepedulian, kepemilikan, keterlibatan, dan
tangungjawab masyarakat. Enam kondisi yang dapat
menentukan terlaksananya konsep pendidikan berbasis
masyarakat.
1. Masyarakat sendiri memiliki kepedulian dankepekaan mengenai pendidikan;
2. Masyarakat sendiri telah menyadari pentingnyapendidikan bagi kemajuan masyarakat;
3. Masyarakat sendiri telah merasa memilikipendidikan sebagai potensi kemajuan mereka;
4. Masyarakat sendiri telah mampu menentukantujuan-tujuan pendidikan yang relevan bagi mereka;
5. Masyarakat sendiri telah aktif berpartisipasi dalampenyelenggaraan pendidikan;
6. Masyarakat sendiri yang mendukung pembiayaandan pengadaan sarana pendidikan.
Dengan demikian pendekatan pendidikan
berbasis komunitas adalah salah satu pendekatan yang
menganggap masyarakat sebagai agen sekaligus
38
tujuan. Melihat pendidikan sebagai proses dan
menganggap masyarakat sebagai fasilitator yang dapat
menyebabkan perubahan menjadi lebih baik. Dari sini
dapat ditarik pemahaman bahwa pendidikan yang
berbasis komunitas memungkinkan masyarakat dalam
tanggungjawab terhadap perencanaan hingga
pelaksanaan pendidikan tersebut.
Pendidikan berbasis komunitas berkerja atas
asumsi bahwa setiap masyarakat secara fitrah telah
diberkahi potensi untuk mengatasi masalahnya sendiri.
Banyak masyarakat kota ataupun desa, telah
mengembangkan potensi untuk mengatasi masalah
berdasarkan sumber daya yang dimiliki serta dengan
memobilitasi aksi bersama untuk memecahkan
masalah yang dihadapi, Ardiego (2009).
Salah satu institusi pendidikan yang berbasis
pada masyarakat adalah pusat kegiatan belajar
masyaraat (PKBM). Lembaga ini merupakan prakarsa
pembelajaran masyarakat yang didirikan dari oleh dan
untuk masyarakat. Dari masyarakat berarti bahwa
PKBM merupakan inisiatif dari masyarakat itu sendiri.
Keinginan itu datang dari satu kesadaran akan
pentingnya mutu kehidupan melalui proses
transformasional dan pembelajaran. Oleh masyarakat,berarti bahwa penyelenggaraan, pengembangan dan
berkelanjutan PKBM sepenuhnya menjadi tangung
39
jawab masyarakat itu sendiri. Untuk masyarakat,berarti bahwa keberadaan PKBM sepenuhnya untuk
kemajuan dan keberdayaan kehidupan masyarakat
tempat lembaga itu berada. Eksistensi lembaga
didasarkan pada pemilihan program-program yang
sesuai dengan kebutuhan pendidikan dan
pemberdayaan masyarakat.
Pendidikan berbasis masyarakat biasanya
menjadikan pendidikan sebagai metodologi
pemberdayaan terhadap berbagai kelompok marginal
seperti buruh, kaum miskin kota, petani, nelayan dan
lain sebagainya. Pendidikan yang dirancang untuk
meningkatkan kesadaran peserta dan memungkinkan
mereka untuk menjadi lebih sadar tentang bagaimana
pengalaman-pengalaman pribadi individu yang
terhubung ke masalah sosial yang lebih besar.
Pendidikan berbasis komunitas juga didasarkan
pada teori pendidikan yang dikembangkan oleh
sejumlah tokoh pendidikan. Diantaranya Francies
Parker (1837-1902), John Dewey (1902), Paulo Freire
(1970), Johann Pestalozzi, dan Ivan lllich (1970).
Francies Parker (1837-1902) dalam Hidayat
(2013), mengembangkan metode Quincy yang
mengedepankan unsur pendidikan progresif seperti
kegiatan diskusi kelompok, kombinasi antara seni dan
ilmu pengetahuan teknologi (iptek), dan metode
40
informal. Parker mempunyai pandangan bahwa
kurikulum harus diorientasikan kepada perkembangan
menyeluruh anak. sekolah harus mendorong dan
menghormati kreativitas anak. Materi pembelajaran
berasal dari pengalaman peserta didik yang sesuai
dengan minat dan kebutuhan anak. Parker
mengembangkan sekolah bernama Francis W. Parker
School yang berbasis pada komunitas dan kewargaan
pada tahun 1901 di Chicago.
John Dewey (1902) dalam Hidayat (2013)
menyatakan bahwa kurikulum merupakan
keseluruhan pengalaman langsung secara sadar yang
digunakan oleh sekolah untuk melengkapi dan
menyempurnakan kelebihan anak. Dewey menegaskan
bahwa pengalaman merupakan nilai yang sangat
penting dalam pendidikan. Tentang progresif education
Dewey menjelaskan bahwa pertama pendidikan
progresif memandang bahwa peserta didik merupakan
satu kesatuan yang utuh. Materi pembelajaran berasal
dari pengalaman peserta didik sendiri yang sesuai
dengan minat dan kebutuhan. Anak berefleksi terhadap
masalah-masalah yang muncul dalam kehidupannya.
Dari refleksi itu anak akan menggunakannya untuk
kehidupan. Kedua progrersif adalah gerakan
pendidikan yang mengutamakan penyelenggaraan
41
pendidikan yang berpusat pada anak (child centered)
atau bahan pembelajaran (subject-centered).
Paulo Freire (1970) disunting Mas’ud (2007)
menyatakan pendidikan haruslah berorientasi kepada
pengenalan realitas diri manusia dan dirinya sendiri.
Freire melihat bahwa proses pendidikan yang
seharusnya bukan memberikan banyak bahan
pelajaran kepada anak didik untuk dikuasai dan
dihafal. Tetapi memberikan kepada anak didik apa yang
sesuai dengan perkembangan dan potensi yang dimiliki
oleh anak didik agar tumbuh dan berkembang menjadi
manusia yang merdeka. Merdeka diartikan sebagai
kebebasan siswa dalam mengkesplor apa yang mereka
inginkan, tidak dibatasi dalam proses pembelajaran.
Dengan demikian memperhatikan potensi yang dimiliki
oleh anak didik adalah hal yang tidak boleh
ditinggalkan dalam pendidikan yang membebaskan.
Proses ini membutuhkan seorang pendidik yang jeli
dalam melihat kebutuhan anak didiknya. Dengan
demikian seorang pendidik bisa memberikan apa yang
menjadi kebutuhan dari anak didik sesuai dengan apa
yang dibutuhkannya.
Johann Pestalozzi (1981) dalam Yusufhadi
menyatakan bahwa sekolah seharusnya merupakan
lembaga yang seperti rumah dimana terdapat rasa
aman dan kasih sayang. Oleh karena itu, guru
42
merupakan orang yang harus memiliki kasih sayang
dan mantap secara emosional, sehingga akan dipercaya
dan disayangi oleh siswa.
Ivan lllich (1970) dalam Hidayat (2013),
menyatakan bahwa pendidikan harus dipisahkan dari
sekolah, dan sebagai gantinya dibentuk jaringan belajar
yang terbuka bagi siapa saja dan merupakan wahana
bagi warga masyarakat untuk membebaskan diri dari
segala bentuk kungkungan. Jaringan berlajar terdiri
atas empat komponen yaitu 1) layanan referensi
mengenai objek pendidikan; 2) pasangan sebaya; 3)
pertukaran keterampilan; 4) jasa referensi mengenai
narasumber pendidikan yang luas.
C. Kurikulum Pendidikan Berbasis MasyarakatDalam modul inovasi kurikulum UPI, Ayi
Suherman mengkaji tentang kurikulum berbasis
masyarakat. Dimana bahan, objek kajian kebijakan dan
ketetapan kurikulum dilakukan di daerah, disesuaikan
dengan kondisi lingkungan alam, sosial, ekonomi,
budaya dan disesuaikan dengan kebutuhan
pembangunan daerah yang perlu dipelajari siswa di
daerah tersebut. Kurikulum pendidikan berbasis
masyarakat berguna bagi siswa untuk memungkinkan
mereka lebih akrab dengan lingkungan di mana mereka
tinggal. Kemungkinan lain yaitu mencegah anak
merasa terasing dari lingkungan dan terbiasa dengan
43
budaya dan adat istiadat setempat dan berusaha
mencintai lingkungan hidup.
Tujuan dari kurikulum ini adalah:
a. Memperkenalkan siswa terhadap lingkungannya,
ikut melestarikan budaya termasuk kajian,
keterampilan yang nilai ekonominya tinggi di
daerah tersebut;
b. Mengenali siswa kemampuan dan keterampilan
yang menjadi bekal hidup mereka di masyarakat,
seandainya mereka tidak dapat melajutan ke
jenjang pendidikan yang lebih tinggi;
c. Membekali siswa agar bisa hidup mandiri, serta
dapat membantu orang tua dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya.
Karakteristik kurikulum berbasis masyarakat
adalah suatu bentuk kurikulum yang memadukan
antara sekolah dan masyarakat dengan cara membawa
sekolah ke dalam masyarakat atau membawa
masyarakat ke dalam sekolah guna mencapai tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan. Hamalik (2005)
dalam tulisan Ayi Suherman modul UPI, merincikan
karakteristik kurikulum berbasis masyarakat:
a. Karakteristik pembelajaran pada kurikulum berbasismasyarakat1. Pembelajaran berorientasi pada masyarakat,
masyarakat dengan kegiatan belajar bersumberpada buku teks;
44
2. Disiplin kelas berdasarkan tangungjawabbersama bukan berdasarkan paksaan ataukebebasan;
3. Metode mengajar terutama dititikberatkan padapemecahan masalah untuk memenuhikebutuhan perorganisasian dan kebutuhan sosialatau kelompok;
4. Bentuk hubungan atau kerjasama sekolah danmasyarakat adalah memperlajari sumber-sumbermasyarakat, menggunakan sumber-sumbertersebut, dan memperbaiki masyarakat tersebut;
5. Strategi pembelajaran meliputi karyawisata,manusia (narasumber), survey masyarakat,berkemah, kerja lapangan, pengabdianmasyarakat, kuliah kerja nyata, proyek perbaikanmasyarakat dan sekolah pusat masyarakat.
b. Karaktristik materi pembelajaran
Karakteristik materi pembellajaran antara lain:1. Validitas, telah teruji kebenaran dan
kesahihannya;2. Tingkat kepentingan yang benar-benar
diperlukan oleh siswa;3. Kebermanfaatan, secara akademik non akademik
sebagai pengembangan kecakapan hidup (lifeskill) dan mandiri;
4. Layak dipelajari, tingkat kesulitan dan kelayakanbahan ajar dan tuntutan kondisi masyarakatsekitar;
5. Menarik minat, dapat memotivasi siswa untukmempelajari lebih lanjut denganmenumbuhkembangkan rasa ingin tahu;
6. Alokasi waktu terkait dengan keleluasan dankedalaman materi;
7. Sarana dan sumber belajar, dalam arti mediaatau alat peraga yang berfuungsi memberikankemudahan terjadinya proses pembelajaran.
c. Kegiatan siswa dan guru
45
Kegiatan siswa, mestinya mempertimbangkan
pemberian peluang bagi siswa untuk mencari,
mengelolah dan menemukan sendiri pengetahuan di
bahwa bimbingan guru. Juga materi pembelajaran
dipilih haruslah yang dapat memberikan pembekalan
kemampuan/ kecakapan kepada perserta didik untuk
memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari
dan mempunyai kecakapan hidup atau dapat hidup
mandiri dengan menggunakan pengetahuan, sikap, dan
keterampilan yang telah dipelajari.
Guru dalam kurikulum berbasis pada
masyarakat berperan sebagai fasilitator, sumber
belajar, pembina, konsultan, sebagai mitra kerja yang
memfasilitasi siswa dalam pembelajaran.
d. Penilaian dan kurikulum berbasis pada masyarakat
Penilaian merupakan serangkaian kegiatan
untuk mengumpulkan, menganalisis dan menaksirkan
data tentang proses dan hasil belajar siswa yang
dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan,
sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam
pengambilan keputusan. Penilaian ini dilakukan secara
terpadu dengan kegiatan belaja mengajar, oleh karena
itu disebut penilaian berbasis kelas (PBK). PBK ini
dilakukan dengan mengumpulkan kerja siswa
(fortofolio), hasil karya (penugasan), kinerja
(performance), dan tes tertlis. Guru menilai kompetensi
46
dan hasil belajar siswa berdasarkan tingkat pencapaian
prestasi siswa selama dan setelah kegiatan belajar
mengajar.
Berdasarkan karakteristik kurikulum berbasis
masyarakat, maka pada hakekatnya karakteristik
tersebut dapat dijabarkan menjadi beberapa
karakteristik lain sebagai berikut:
1. Kurikulum bersifat realistik, karena hal-hal yangdipelajari bersumber dari kehidupan yang nyata.Para siswa dapat mengamati kenyataansesungguhnya dalam masyarakat dan kehidupanmasyarakat yang bersifat kompleks.
2. Kurikulum menumbuhkan kerjasama dan integrasiantara sekolah dan masyarakat, karena sekolahmasuk dalam masyarakat dan masyarakat masukdalam lingkungan sekolah. Lingkungan sekolahsebagai barometer kondisi masyarakat.
3. Kurikulum berbasis masyarakat memberikankesempatan yang luas kepada siswa untuk belajarsecara aktif. Para siswa merencanakan sendiri,mencari referensi dan sumber informasi sendiri,melakukan kegiatan proyek sendiri danmemecahkan berbagai masalah sendiri, baik melaluibelajar individual maupun belajar secara kelompok.
4. Prosedur pembelajaran memberdayakan semuametode dan teknik pembelajaran. Seperti ceramah,diskusi kerja kelompok, presentasi, pameran baikbelajar di dalam kelas maupun di luar kelas. Strategipembelajaran ditata sedemikian rupa secara vareatifdalam rangka pembelajaran multi sistem seperti adatatap muka, tugas mandiri, survai dan observasi.
5. Perkembangan kurikulum berbasis masyarakatmembantu siswa agar mampu berperan dalamkehidupan sekarang dan mempersiapkan siswa
47
dalam menghadapi tantangan hidup massamendatang dalam masyarakat.
Arlen Wayne Etling (1990) dalam tulisan Mustofa
file UPI, telah merinci enam dimensi pendidikan
nonformal sebagai sistem pendidikan di luar sistem
pendidikan formal, yaitu: a) berpusat pada warga
belajar/peserta didik (learner centered), b) Kurikulum
kafetaria (cafeteria curriculum), c) hubungan horizontal
antara peserta didik dengan tutor, d) berhubungan
dengan sumberdaya local (reliance on local resources), e)
digunakan dengan segera (immediate usefulness), f)
level struktur dibangun dari bawah. Masing-masing
dimensi tersebut dijelaskan secara berurutan dalam
perspektif berikut:
1) Learner centered; dalam pendidikan nonformal,
peserta didik (warga belajar) memiliki dan mengontrol
proses pembelajaran. Peserta didik menciptakan
suasana pembelajaran sendiri dan bukan ditentukan
dari atas (tutor, penyelenggara) atau dari luar. Peserta
didik juga menerjemahkan tujuan pembelajarannya
sendiri atau sampai ikut merumuskannya.
2) Cafeteria curriculum; kurikulum pendidikan
nonformal fleksibel dan dapat dinegosiasikan
(dirundingkan antara peserta didik dengan tutor).
Kurikulum juga ditentukan atau dipilih sesuai dengan
kebutuhan peserta didik dan bukan ditentukan atau
48
diminta oleh orang lain dan bahkan mungkin tidak
selalu sekuensial.
3) Hubungan horizontal; pendidik (tutor) betindak
sebagai fasilitator bukannya guru. Hubungan yang
dibangun antara keduanya ‘fasilitator’ dan ‘peserta
didik’ harus berdasar pada hubungan persahabatan
dan informal, dan peserta didik menganggap fasilitator
sebagai sumber belajar dan bukan sebagai instruktur.
Fasilitator bisa saja datang dari sekolah (formal) tetapi
perannya harus berubah ketika masuk pada
lingkungan pendidikan nonformal. Fasilitator bisa juga
sekelompok pelajar/siswa dari sekolah formal atau dari
kelompoknya sendiri yang memiliki kemampuan
memimpin serta memiliki beberapa keahlian khusus
atau berbagai pengetahuan lainnya yang dapat
dijadikan sumber belajar.
4) Reliance on local resources; pengembangan
program pendidikan nonformal diutamakan berbasis
sumber daya lokal, baik dalam bentuk sumberdaya
manusia, sumberdaya material, maupun sumberdaya
financial. Oleh karenanya alternative biaya yang murah
dalam penyelenggaraan pendidikan nonformal bisa
dilakukan jika sumber daya daerah menjadi pilihan
penyelenggaraan program.
5) Immediate usefulness; pendidikan nonformal lebih
menekankan pada aspek relevansi antara materi yang
49
dipelajari dengan kebutuhan peserta didik, sehingga
hasil belajar dapat cepat dirasakan. Apabila
memungkinkan pendidikan nonformal membutuhkan
tindakan yang sangat cepat dan apa yang telah
dipelajari dapat diaplikasikan secara langsung oleh
peserta didik serta dapat meningkatkan tarap hidup
yang lebih baik. Hal ini sangat berbeda dengan
pendidikan formal, pendidikan formal dipilih oleh
masing-masing peserta didik dianggap sebagai bagian
dari pembelajaran sepanjang hayat.
6) Struktur dibangun dari bawah; selain kegiatan
pembelajaran yang lebih fleksibel. Pendidikan
nonformal harus menyiratkan tentang keberagaman
struktur. Dari sudut pandang sistem, pendidikan
nonformal sebagai pendidikan lanjutan kadang kala
satu sama lain tidak terkoordinasi, tidak lengkap,
kadangkala beraneka ragam program yang
dikembangkan di dalamnya. Namun demikian apabila
dilihat dari sudut pandang kebutuhan sasaran (peserta
didik), ketidaklengkapan atau keragaman seperti itu
tidak menjadi masalah dalam hal pengembangan dan
pemenuhan rencana pembelajaran sepanjang hayat.
Karena dengan banyak ragam dan jenis program, serta
situasi yang berbeda-beda, maka akan lebih banyak
pilihan yang tersedia bagi sasaran atau calon peserta
didik, di samping itu pula peserta didik lebih besar
50
kemungkinan akan menemukan kegiatan yang cocok
dan sesuai rencana belajar dan kebutuhan belajarnya.
D. Model pembelajaranModel pembelajaran adalah suatu rencana atau
pola yang dapat digunakan untuk merancang
pembelajaran tatap muka di dalam kelas maupun
dalam bentuk tutorial, pemberian materi-materi
pembelajaran termasuk buku-buku, program media
komputer dan studi jangka panjang Rusman (2011).
Jadi menurut penulis model pembelajaran adalah
bentuk atau pola perencanaan pembelajaran yang
digunakan sebagai fasilitas dalam memediasi anak
belajar sehingga anak dapat mencapai tujuan
pembelajaran.
Rusaman (2011) mengatakan model
pembelajaran terdiri atas lima model, yaitu model
interaksi sosial, model pemrosesan informasi, model
personal, model modifikasi tingkahlaku dan model
pembelajaran kontekstual. Dalam hal ini, penulis akan
membahas tiga model pembelajaran yang dianggap
penulis mendukung tulisan ini. yaitu:
Pertama, model pembelajaran interaksi sosial.
Model ini didasari oleh teori belajar Gestlt. Dimana
model ini menitikberatkan hubungan yang harmonis
antara individu dengan masyarakat. (learning to life
together). Menurutnya pembelajaran akan lebih
51
bermakna bila materi diberikan secara utuh. Aplikasi
Teori Gestlt dalam pembelajaran adalah:
1. Pengalaman insight/ Tilikan. Dalam prosespembelajaran, siswa hendaknya memilikikemampuan insight, yaitu kemampuan mengenalketerkaitan unsur-unsur dalam suatu objek.
2. Pembelajaran yang bermakna. Kebermaknaanunsur-unsur yang terkait dalam suatu objek akanmenunjang pembentukan pemahaman dalam prosespembelajaran. Content yang dipelajari siswahendaknya memiliki makna yang jelas baik bagidirinya maupun bagi kehidupannya yang akandatang.
3. Perilaku bertujuan. Pembelajaran terjadi karenasiswa memiliki harapan tertentu. Sebab itupembelajaran akan berhasil bila siswa mengetahuitujuan yang akan dicapai.
4. Prinsip ruang hidup. Materi yang disampaikanhendaknya memiliki kaitan dengan situasilingkungan di mana siswa berada.
Model perlengkapan interaksi sosial memiliki
enam strategi pembelajaran, namun penulis hanya
memaparkan tiga strategi yang menurut penulissejalan
dengan tulisan ini yaitu:
Pertama kerja kelompok bertujuan untuk
mengembangkan keterampilan, berperan serta dalam
proses bermasyarakat dengan cara mengembangkan
hubungan interpersonal dan skills dalam bidang
akademik. Kedua, pertemuan kelas yang bertujuan
untuk mengembangkan pemahaman mengenai diri
sendiri dan rasa tanggung jawab, baik terhadap diri
sendiri maupun terhadap kelompok. Ketiga, pemecahan
52
masalah sosial bertujuan untuk mengembangkan
kemampuan memecahkan masalah-masalah sosial
dengan cara berpikir logis.
Kedua, model pembelajaran personal. Model ini
bertitik tolak dari teori Humanistik, yaitu berorientasi
pada pengembangan diri individu. Perhatian
utamannya pada emosional siswa untuk
mengembangkan hubungan yang produktif dengan
lingkungannya. Model ini menjadikan perbadi siswa
yang mampu membantuk hubungan yang harmonis
serta mampu memproses informasi secara efektif.
Menurut teori ini, guru harus berupaya
menciptakan kondisi kelas yang kondusif, agar siswa
merasa bebas dalam belajar dan mengembangkan
dirinya, baik emosional maupun intelektual dan
berperan sebagai pendorong.
Suciati dan Prasetya (2001) dalam Asri
Budiningsi (2012) mengemukakan acuan langkah-
langkah pembelajarannya yaitu: menentukan tujuan-
tujuan pembelajaran, menentukan materi
pembelajaran, mengidentifikasi kemampuan awal
siswa, mengidentifikasi topik-topik pembelajaran yang
memungkinkan siswa secara efektif melibatkan diri
atau memahami dalam belajar. Merancang fasilitas
belajar seperti lingkungan dan media pembelajaran,
membimbing siswa belajar secara efektif, membimbing
53
siswa untuk memahami hakekat makna dari
pengalaman belajarnya dan membimbing siswa dalam
mengaplikasi konsep-konsep baru ke situasi nyata
serta mengevaluasi proses dan hasil belajar.
Ketiga, yaitu model pembelajaran kontekstual
(CTL). Pendekatan CTL adalah keterikatan setiap materi
atau pembelajaran dengan kehidupan nyata. Di mana
teoritik dan kemampuan aplikatif yang bersifat prakstis
berjalan beriringan. Oleh sebab itu pendekatan CTL
dalam mengajar bukan mentransfer pengetahuan dari
guru kepada siswa dengan menghafal sejumlah konsep-
konsep yang sepertinya terlepas dari kehidupan nyata.
Akan tetapi, lebih ditekankan pada memfasilitasi siswa
untuk mecari kemampuan untuk hidup (life skill) dari
apa yang dipelajarinya.
Pembelajaran kontekstual ini memiliki 7
komponan pokok yang harus dikembangkan guru
Hamurni (2012) yaitu:
1. KonstruksivismeKonstuksivisme adalah proses membangun ataumenyusun pengetahuan baru dalam strukturkognitif siswa berdasar pada pengalaman.
2. InkuiriInkuiri berarti proses pembelajaran didasarkan padapencarian dan penemuan melalui proses berpikirsecara sistematis. Pengetahuan bukan sejumlahfakta hasil dari mengingat, tetapi hasil dari prosesmenemukan sendiri.
3. Bertanya
54
Balajar pada hakekatnya adalah bertanya danmenjawab. Bertanya dapat dipandang sebagairefleksi dari keingintahuan setiap individu;sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkankemampuan seorang dalam berpikir.
4. Masyarakat belajarDalam pembelajaran kontekstual diharapkan agarhasil pembelajaran diperoleh melalui kerja samadengan orang lain. Kerja sama itu dapat dilakukandalam berbagai bentuk baik melalui kelompokbelajar secara formal maupun secara alamiah. Hasilbelajar dapat diperoleh dari sharing dengan oranglain, antar teman, antar kelompok; saling memberimasukan dan berbagi pengalaman.Masyarakat belajar dalam pendekatan CTL sangatmemungkinkan memanfaatkan masyarakat belajarlain di luar kelas.
5. PemodelanModeling adalah proses pembelajaran denganmemperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapatditiru oleh setiap siswa.
6. RefleksiRefleksi adalah proses pengendapan pengalamanyang telah dipelajari yang dilakukan dengan caramengurutkan kembali kejadian-kejadian atauperistiwa-peristiwa pembelajaran yang telahdilaluinya. Serta dapat mengambil makna dari setiapkejadian yang dialami.
7. Penilaian nyataPenilaian nyata adalah proses yang dilakukan guruuntuk mengumpulkan informasi tentangperkembangan belajar yang dilakukan siswa.Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakahsiswa benar-benar belajar atau tidak, apakahpengalaman belajar siswa memiliki pengaruh positifterhadap perkembangan intelektual maupun mentalsiswa.
E. Penelitian yang Relevan
55
Penelitian Inra Arfianto (2011) menemukan
bahwa pemanfaatan internet telah diterapkan oleh
pamong belajar dan siswa SKB. Siswa mulai
menggunakan internet secara sehat untuk mencari
reverensi tugas, dan bagi para pegewai juga
memanfaatkan untuk menunjang pekerjaan mereka.
Hasil penelitian Raharjo dkk (2010) menemukan
bahwa kemampuan tutor dalam mengelola
pembelajaran berpengaruh terhadap kemampuan
peserta didik dalam mencapat standar kompetensi yang
diharapkan. Peran tutor dalam pendidikan kesetaraan
adalah sangat strategis untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang efektif.
Penelitian Fahmi (2008) di pendidikan berbasis
masyarakat Rumah Pengetahuan Atmartya, Bantul
menemukan konsep pendidikan brebasis masyarakat
RPA untuk menghilangkan diskriminasi dalam
pendidikan, memanfatkan kesempatan memperoleh
pendidikan bagi kalangan masyarakat miskin dan
mendekatkan proses pendidikan denggan realitas
kehidupan. Dua pengertian tentang pendidikan
berbasis masyarakat yang berjalan di RPA yaitu
pertama pendidikan yang bertumbuh, digerakkan dan
dikelola oleh masyarakat dan kedua pendidikan
berangkat dari kebutuhan ril masyarakat. Tujuan
pendidikan berbasis masyatakat RPA adalah mendaya
56
gunakan akses memperoleh pendidikan bagi
masyarakat miskin secara gratis, menumbuhkan
pemahaman dan kesadaran bagi masyarakat akan
realitas sosial, politik dan ekonomi dengan melibatkan
mereka pada proses pendidikan.
Perubahan kurikulum oleh pendidikan non
formal dapat didasarkan oleh beberapa pertimbangan.
Berdasarkan riset para ahli kurikulum (Fullan 1982,
1987; Miles 1987; Smith & Lovat 1991; Print 1988)
dalam Nasir (2009) bahwa terdapat empat tahap dasar
proses perubahan kurikulum yaitu pertama
kebutuhan, kedua adopsi, ketiga implementasi dan
keempat pelembagaan berkesinambungan. Perubahan
kurikulum berdasarkan kebutuhan (need), dikarenakan
adanya perhatian, ketidakpuasan atau kebutuhan
dengan kurikulum yang sudah berjalan. Bisa dilakukan
oleh setiap lembaga pendidikan non formal bersumber
pada guru, orang tua, siswa, pengurus-pengurus,
sistem bidang pendidikan atau didasarkan pada
penggabungan sumber-sumber.