BAB II TEKNIK MEMBACA NYARING MENGGUNAKAN A....
Transcript of BAB II TEKNIK MEMBACA NYARING MENGGUNAKAN A....
1
BAB II
KONSEP KETERAMPILAN BERBICARA ANAK USIA DINI DAN
TEKNIK MEMBACA NYARING MENGGUNAKAN
BUKU CERITA BERGAMBAR
A. Konsep Perkembangan Bahasa Anak
1. Pengertian Bahasa
Keterampilan berbahasa mencakup empat komponen yaitu keterampilan
menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan
menulis. Hurlock (1978:176) memaparkan bahasa adalah bentuk komunikasi
pikiran dan perasaan disimbolkan agar dapat menyampaikan arti kepada orang
lain. Hal yang mencakup bentuk bahasa menurut Hurlock yaitu bahasa lisan,
bahasa tulisan, bahasa isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah.
Santrock (2007:303) “language is a form of communication, whether
spontaneous, written, or signed, that is based on a system of symbolik”.
Maksudnya adalah bahasa sebagai salah satu bentuk komunikasi walaupun dalam
bentuk spontan, tertulis atau bahasa isyarat, yang kesemuanya menjadi dasar dari
sistem berupa simbol.
Berdasarkan pendapat di atas, bahasa adalah suatu alat yang digunakan untuk
berkomunikasi kepada orang lain dalam bentuk simbol baik dalam bahasa tertulis
ataupun isyarat. Tujuan utama dari sebuah pembelajaran bahasa adalah untuk
berkomunikasi. Penguasaan bahasa sendiri dapat terjadi melalui dua proses, yaitu
pemerolehan dan pembelajaran. Pemerolehan bahasa terjadi secara tidak disadari
2
karena sebagai akibat dari komunikasi alami. Kegiatan bahasa ini dialami oleh
anak-anak dan orang-orang yang cukup lama dalam interaksi sosial. Berbeda
dengan pemerolehan bahasa, pembelajaran bahasa mengacu pada pengumpulan
pengetahuan bahasa melalui sesuatu yang disadari, berupa kemampuan yang
dipelajari, dan bukan kemampuan yang diperoleh.
Lerner dalam Itta (2007:5) menyatakan bahwa dasar utama perkembangan
bahasa adalah melalui pengalaman-pengalaman berkomunikasi yang kaya.
Pengalaman yang kaya itu akan menunjang faktor-faktor bahasa yang lain yaitu
yang termasuk ke dalam keterampilan berbahasa yang reseptif yaitu
mendengarkan dan membaca, sedangkan berbicara dan menulis merupakan
keterampilan berbahasa yang ekspresif.
2. Fungsi Bahasa
Pada dasarnya fungsi paling utama dari bahasa adalah sebagai alat untuk
berkomunikasi. Suhartono (2005:7) fungsi bahasa untuk anak-anak sebagai
berikut.
a. alat komunikasi dengan lingkungan terdekat, maksudnya adalah bahwa
dengan anak mampu berbahasa maka kecenderungan untuk dapat
berkomunikasi dengan orang-orang disekitar akan menjadi besar. Anak
akan banyak mencurahkan bentuk perasaan, ide, dan gagasan kepada
orang lain dengan menggunakan bahasa tersebut,
b. alat mengembangkan kemampuan dasar anak yang meliputi sejumlah
ranah (domain) yaitu: logika, matematik, bahasa, musik, ruang dan tempat,
3
kinestetik, sosialisasi dengan orang lain (Interpersonal), dapat memahami
diri sendiri (Intrapersonal),
c. alat mengembangkan ekspresi: perasaan, imajinasi, dan pikiran. Bahasa
dalam hal ini memegang peranan sangat sentral baik dalam kehidupan bayi
sampai orang dewasa.
3. Peranan Bahasa
Kemampuan berbahasa merupakan kemampuan yang hanya dimiliki oleh
manusia. Bahasa banyak memiliki peranan bagi manusia. Manusia akan
melakukan hubungan komunikasi dengan orang lain apabila terdapat satu
kesamaan atau kemiripan berbahasa, baik isyarat maupun tertulis. Suhartono
(2005:12) mengemukakan tiga peranan berbahasa berikut.
a. bahasa merupakan sarana utama untuk berpikir dan bernalar. Manusia
diberkahi Allah SWT kemampuan berpikir yang membedakannya dengan
mahluk lain. Bahasa muncul karena manusia berpikir, sehingga dengan
bahasa memudahkan manusia untuk mencari berbagai informasi dan
komunikasi,
b. bahasa sebagai alat penerus dan pengembang kebudayaan. Setiap
kebudayaan memiliki nilai-nilai atau adat istiadat yang berbeda dengan
kebudayaan lain. Agar nilai-nilai itu tetap terjaga, maka perlu diwariskan
kepada generasi muda baik menggunakan bahasa verbal ataupun isyarat,
c. bahasa sebagai alat pemersatu. Bahasa memudahkan manusia untuk
berkomunikasi. Manusia akan merasa nyaman berhubungan atau mencari
informasi apabila terdapat kesamaan bahasa.
4
4. Tahap-Tahap Perkembangan Bahasa Anak
a. Tahap Pralinguistik
Tahap pralinguisik umumnya dialami oleh anak berusia 0-1 tahun. Anak
pada usia ini oleh para ahli dianggap belum dapat berbahasa, walaupun
mereka sudah dapat mengeluarkan bunyi-bunyi. Maksudnya adalah anak
belum dapat mengucapkan “bahasa ucapan” seperti ucapan oleh orang
dewasa.
1) tahap meraban pertama (0-6) bulan. Pada tahap ini selama bulan-bulan
awal kehidupan, bayi dengan menangis, mendekut, mendenguk, menjerit,
dan tertawa.
2) tahap meraban kedua (6-12) bulan. Pada tahap ini anak mulai aktif karena
aspek fisik anak sudah jauh lebih baik seperti untuk mampu melakukan
gerakan-gerakan seperti memegang dan mengangkat benda.
b. Tahap Linguistik
Tahap linguistik umumnya dialami anak mulai umur 1-5 tahun. Anak
sudah mulai dianggap dapat mengucapkan bahasa ucapan yang menyerupai
orang dewasa. Para ahli pada tahap ini membagi ke dalam empat bagian.
1) tahap holofrastik (tahap linguistik pertama 1-2 tahun). Tahap ini adalah
tahap di mana anak sudah mulai mengucapkan suku kata.
2) ucapan-ucapan dua kata. Tahap linguistik kedua ini biasanya mulai
menjelang tahun ke dua. Komunikasi yang ia sampaikan adalah bertanya
dan meminta.
5
3) pengembangan tata bahasa (2,5-5 tahun). Perkembangan bahasa pada
tahap ini bervariasi, hal ini bergantung pada perkembangan-perkembangan
sebelumnya yang dialami anak.
4) tata bahasa menjelang dewasa. Tahap perkembangan bahasa anak yang ke
empat ini biasaya dialami oleh anak yang sudah berumur antara 5-10
tahun. Pada tahap ini anak sudah mulai menerapkan struktur tata bahasa
yang rumit.
B. Perkembangan Keterampilan Berbicara Anak
1. Pengertian
Pengertian bicara secara khusus dikemukakan Tarigan, (1981:15) bahwa
keterampilan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi
dari kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran,
gagasan, dan perasaan. Dalam bentuk atau wujudnya, berbicara dinyatakan
sebagai suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau
penyimak.
Arsyad dan Mukti U.S dalam Rosita (2007) mengungkapkan bahwa
keterampilan berbicara adalah kemampuan mengucap kalimat-kalimat untuk
mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan.
Senada dengan pendapat di atas, Hurlock (1978:176) menyatakan bahwa
berbicara adalah suatu bentuk bahasa yang menggunakan artikulasi atau kata-kata
6
yang digunakan untuk menyampaikan maksud, karena berbicara merupakan
bentuk komunikasi yang paling efekif, penggunaannya paling luas dan penting.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, yang dimaksud dengan
keterampilan berbicara adalah kemampuan mengucap kalimat untuk
mengekspresikan gagasan, perasaan, dalam bentuk rangkaian kata melalui alat
ucap seseorang.
Hurlock dalam Itta (2007:5) menyatakan bahwa awal masa kanak-kanak
umumnya merupakan saat berkembang pesatnya tugas pokok dalam belajar
berbicara, yaitu menambah kosakata, menguasai pengucapan kata dan
menggabungkan kata-kata menjadi kalimat.
Selama masa awal kanak-kanak, anak memiliki keinginan yang kuat untuk
belajar bicara. Hal ini disebabkan karena dua hal. Pertama, belajar bicara
merupakan sarana pokok dalam sosialisasi. Anak yang mampu berkomunikasi
akan mudah mengadakan kontak sosial dan lebih mudah diterima sebagai anggota
kelompok teman sebaya dari pada anak yang kemampuan berkomunikasinya
terbatas. Kedua, belajar bicara merupakan sarana untuk memperoleh kemandirian.
Anak-anak yang tidak dapat mengemukakan keinginan dan kebutuhannya atau
yang tidak dapat berusaha agar dimengerti orang lain cenderung diperlakukan
untuk selalu dibantu dan tidak berhasil memperoleh kemandirian yang diinginkan.
2. Tujuan Berbicara
Tujuan utama dari berbicara, yaitu untuk berkomunikasi. Tujuan umum
pengembangan bicara terebut ialah agar anak dapat melafalkan bunyi bahasa yang
digunakan secara tepat, agar anak mempunyai perbendaharaan kata yang memadai
7
untuk keperluan berkomunikasi dan mampu menggunakan kalimat secara baik
untuk berkomunikasi secara lisan.
Adapun Hartono (2005:123) memaparkan bahwa terdapat lima tujuan
umum dalam pengembangan bicara anak, yaitu sebagai berikut:
a. Memiliki perbendaharaan kata yang cukup yang diperlukan untuk berkomunikasi sehari-hari,
b. Mau mendengarkan dan memahami kata-kata serta kalimat, c. Mampu mengungkapkan pendapat dan sikap dengan lafal yang tepat, d. Berminat menggunakan bahasa yang baik, e. Berminat untuk menghubungkan antara bahasa lisan dan tulisan.
Dhieni (2006:3.5) memaparkan bahwa terdapat dua tipe perkembangan
berbicara anak, yaitu:
a. Egosentric speech, terjadi ketika anak berusia 2-3 tahun, dimana anak
berbicara kepada dirinya sendiri (monolog). Perkembangan berbicara anak
dalam hal ini sangat berperan dalam mengembangkan kemampuan
berpikirnya.
b. Socialized speech, terjadi ketika anak berinteraksi dengan teman ataupun
lingkungannya. Hal in berfungsi untuk mengembangkan kemampuan
adaptasi sosial anak. Berkenaan dengan hal terebut, terjadi lima bentuk
socialized speech yaitu saling tukar informasi untuk tujuan bersama,
penilaian terhadap ucapan atau tingkah laku orang lain, kenyaringan suara
dan kelancaran dalam berbicara, serta relevansi dan penguasaan terhadap
topik tertentu.
8
3. Tahapan Perkembangan Berbicara Anak
Jamaris (2006:30) mengatakan pada dasarnya tahapan perkembangan
berbicara anak terbagi menjadi dua yaitu perkembangan resepif dan
perkembangan ekspresif.
a. perkembangan resepif. Pada perkembangan ini secara umum anak melihat,
mengamati, menjelajah, mengenal objek, peristiwa, tempat dan lain-lain
agar dapat memahami dunia sekitar.
b. perkembangan ekspresif. Pada perkembangan ini secara umum anak sudah
dapat mengutarakan keinginannya, pendapatnya maupun penolakannya
dengan menggunakan bahasa lisan sebagai alat komunikasi.
Anak akan dapat mengutarakan pendapatnya secara lisan dalam komunikasi
sehai-hari apabila anak telah melewati tahapan perkembangan berbicara
sebelumnya. Berhasilnya anak melewati satu tahapan dengan baik maka akan
mempengaruhi tahapan selanjutnya.
Vygotsky dalam Dhieni (2006:3.7) ada tiga tahap perkembangan bicara anak
yang menentukan tingkat perkembangan berpikir dengan bahasa, yaitu:
a. Tahap pertama yaitu tahap eksternal. Pada tahap ini merupakan berpikir
dengan bahasa yang disebut berbicara secara eksternal. Maksudnya adalah
sumber berpikir anak datang dari luar dirinya. Sumber itu terutama berasal
dari orang dewasa yang memberi pengarahan kepada anak dengan cara
tertentu,
b. Tahap kedua yaitu tahap egosentris. Tahap ini meupakan tahap dimana
orang dewasa tidak lagi menjadi persyaratan,
9
c. Tahap ketiga yaitu tahap internal. Di sini anak menghayati sepenuhya
proses berpikirnya. Pada tahap ini anak memproses pikirannya dengan
pikirannya sendiri.
Pateda dalam Suhartono (2005:9) menjelaskan tahapan awal ujaran anak,
yaitu:
a. Tahap penamaan. Pada tahap ini anak baru mulai mampu mengujarkan
urutan bunyi kata tertentu dan ia belum mampu untuk memaknainya,
b. Tahap telegrafis. Pada tahap ini anak sudah mulai bisa menyampaikan
pesan yang ingin diinginkan dalam bentuk urutan bunyi yang berwujud
dua atau tiga kata,
c. Tahap transformasional. Pada tahap ini anak sudah mulai mampu untuk
menstranformasi ide atau gagaannya untuk berkomunikasi dengan orang
lain.
4. Ukuran Kemampuan Berbicara
Dhieni (2006:3.5) menyatakan ada beberapa faktor yang dapat dijadikan
ukuran kemampuan bicara seseorang yang terdiri dari aspek kebahasaan dan non
kebahasaan. Aspek kebahasaan meliputi faktor-faktor, yaitu.
a. ketepatan ucapan b. penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai c. pilihan kata d. ketepatan sasaran pembicaraan Aspek non kebahasaan meliputi faktor-faktor sebagai berikut: a. sikap tubuh, pandangan, bahasa tubuh, dan mimik yang tepat b. kesediaan menghargai pembicaraan maupun gagasan orang lain c. kenyaringan suara dan kelancaran berbicara d. relevansi, penalaran dan penguasaan terhadap topik tertentu
10
Hurlock dalam Dhieni (2006:35) mengemukakan dua kriteria untuk
mengukur tingkat kemampuan berbicara anak, apakah anak berbicara secara benar
atau hanya sekedar membeo, yaitu:
a. Anak mengetahui arti kata yang digunakan dan mampu
menghubungkannya dengan objek yang diwakilinya. Maksudnya adalah
kata yang diucapkan oleh anak benar-benar dimengerti artinya dan mampu
menggunakannya langsung dengan objek.
b. Anak mampu melafalkan kata-kata yang dapat dipahami orang lain dengan
mudah. Anak menggunakan ketepatan ucapan kata dengan jelas sehingga
orang lain mudah memahami dan menangkap maksud dari kata yang
diucapkannya.
c. Anak memahami kata-kata tersebut bukan karena telah sering mendengar
atau menduga-duga. Sebelum anak dapat memahami kata, proses yang
dialami adalah yang pertama karena anak sering mendengar dan melihat
orang lain mengucapkannya, kemudian anak mencoba menggunakannya
untuk berkomunikasi. Apabila dari komunikasi itu anak merasa puas,
maka dia akan menggunakan, memahami kata tersebut dan bukan lagi
sekedar menduga-duga.
Hong (2008:76) menegaskan bahwa ciri-ciri anak yang keterampilan
berbicaranya kurang, sebagai berikut.
a. cara anak berbahasa kurang jelas,
b. anak tidak suka berbicara,
c. kalau ada pertanyaan maka anak akan menjawab tidak jelas,
11
d. tidak bisa menangkap inti pembicaraan,
e. penggunaan kosakata yang tidak tepat,
f. tidak dapat menceritakan isi cerita secara menarik,
g. pada saat berbicara kurang ada rasa humoris,
h. tidak banyak memiliki teman.
5. Hambatan-hambatan dalam berbicara
Aida Nur Aminah (2006:19) Hambatan-hambatan yang ditemui ketika
seseorang akan berbicara adalah sebagai berikut.
a. keberanian, percaya diri
Dale Carnagie menyatakan bahwa hampir semua orang mampu berbicara
dengan cara yang dapat diterima oleh publik, kalau dia mempunyai rasa
percaya diri dan sebuah ide yang mendidih dan membara di dalam dirinya.
Cara mengembangkan rasa percaya diri adalah dengan mengerjakan hal yang
kita takutkan dan memperoleh satu catatan dari pengalaman orang-orang yang
sukses. Hambatan berbicara dapat diatasi dengan adanya pemaksaan dan
pelatihan yang dilakukan terus menerus.
b. rasa grogi, gugup.
Rasa grogi dan gugup biasa dialami oleh sebagian orang pada saat
berbicara, terlebih berbicara di depan umum. Rasa grogi dan gugup dapat
muncul karena keidaksiapan dengan bahan pembicaraan.
c. gejala-gejala tertekan
1) gejala fisik ditunjukan seperti detak jantung yang semakin cepat, lutut
gemetar atau sulit berdiri dengan tenang di muka pendengar, suara yang
12
bergemetar, gelombang hawa panas, atau perasaan seperti akan pingsan,
kesulitan untuk bernafas, dan mata berair atau hidung berlendir.
2) gejala mental. Gejala ini timbul seperti tidak menyadari mengulang kata,
kalimat atau pesan, dan ketidakmampuan mengingat isi pembicaraan dan
melupakan hal-hal penting.
C. Membaca sebagai Suatu Proses
1. Pengertian
Pakar bahasa dan pakar pengajaran bahasa telah banyak mengemukakan
pendapatnya tentang pengetian membaca. Menurut Tarigan (1979:7) bahwa
membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca
untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media
kata atau bahasa tertulis.
Membaca pada hakekatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak
hal, tidak hanya sekedar melafalkan tulisan tetapi juga melibatkan aktivitas visual,
dan berpikir. Sebagai proses visual, membaca merupakan proses menterjemahkan
simbol tertulis (huruf) ke dalam kata-kata lisan. Sebagai suatu proses berpikir,
membaca mencakup aktifitas pengenalan kata. Sewaktu kegiatan membaca
berlangsung, otak dan mental pembaca bekerja secara intensif untuk menerima
gagasan yang terdapat dalam bacaan.
Dawud (2008:1) menyebutkan bahwa membaca merupakan proses
mengkonstruksi makna bacaan. Pembaca aktif mengolah, memikirkan,
mengembangkan, dan memaknai teks yang sedang dibacanya. Dalam proses
13
mengkonstruksi makna tersebut banyak aspek yang terlibat. Aspek itu meliputi
aspek psikologis-kognitif diri pembaca dan karakteristik teks yang dibaca.
2. Tahap-Tahap Perkembangan Membaca
Secara khusus, perkembangan kemampuan membaca pada anak berlangsung
dalam beberapa tahap, yaitu:
a. Tahap fantasi
Pada tahap ini, anak mulai belajar menggunakan buku, mulai berpikir
bahwa buku itu penting, melihat atau membolak balikan buku dan kadang-
kadang anak membawa buku kesukaannya. Pada tahap pertama, orang tua atau
guru dapat memberikan atau menunjukkan model tentang perlunya membaca,
membacakan suau buku pada anak, dan membicarakan buku dengan anak.
b. Tahap pembentukan konsep diri
Pada tahap ini, anak memandang dirinya sebagai pembaca dan mulai
melibatkan diri dalam kegiatan membaca, pura-pura membaca buku, memberi
makna pada gambar atau pengalaman sebelumnya dengan buku, menggunakan
bahasa buku meskipun tidak cocok dengan tulisan.
c. Tahap membaca gambar
Pada tahap ini anak menjadi sadar pada cetakan yang tampak serta dapat
menemukan kata yang sudah dikenal, dan mengungkapkan kata-kata yang
memiliki makna dengan dirinya, dan dapat mengulang kembali cerita yang
tertulis.
14
d. Tahap pengenalan bacaan
Anak mulai menggunakan tiga sistem isyarat (graphonic, semantic dan
syntatic) secara bersama-sama. Anak tertarik pada bacaan, mulai mengingat
kembali cetakan pada konteknya, berusaha mengenal tanda-tanda pada
lingkungan serta membaca berbagai tanda.
e. Tahap membaca lancar
Pada tahap ini, anak dapat membaca berbagai jenis buku yang berbeda
secara bebas. Menyusun pengertian tanda, pengalaman dan isyarat yang
dikenalnya, dapat membuat perkiraan bahan-bahan bacaan. Bahan-bahan yang
berhubungan secara langsung dengan pengalaman anak semakin mudah dibaca.
3. Tujuan Membaca
Sebagaimana dikemukakan oleh Glenn Doman dalam Rajak (1989:25)
berpendapat bahwa membaca merupakan salah satu fungsi yang paling penting
dalam kehidupan manusia dan dapat dikatakan bahwa semua proses belajar
didasarkan pada membaca. Melalui kegiatan membaca itu pula orang dapat
mengembangkan diri dalam bidangnya serta dapat mengikuti perkembangan baru
yang terjadi pada saat itu.
Begitu pentingnya kegiatan membaca, ahli lain dikutip dari Rajak (1989:25)
melukiskan bahwa membaca merupakan suatu sarana yang dapat membantu
seseorang dalam usaha memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi (McNeil,
1985:4).
15
Dawud mengemukakan berdasarkan teori skema, proses membaca memiliki
empat aspek yaitu membaca merupakan proses aktif mencari makna, proses
konstruktif, proses penerapan beragam pengetahuan dan proses strategis.
Aspek-aspek proses membaca, yaitu:
a. Membaca sebagai proses aktif mencari makna
Membaca harus dipandang sebagai proses pemahaman dan merupakan
bentuk khusus dari penalaran, bukan semata-mata mengenali atau
mengucapkan kata-kata. Pengertian membaca sebagai proses mencari makna
itu bukan berarti mengabaikan huruf atau kata. Huruf atau kata harus
diidentifikasi oleh pembaca. Pengidentifikasian itu bertujuan untuk
menemukan makna.
b. Membaca sebagai proses konstruktif
Membaca merupakan kegiatan membuat hubungan bermakna dari
gagasan-gagasan dalam bacaan. Membaca juga merupakan kegiatan
menghubungkan gagasan-gagasan itu dengan latar belakang pengetahuan
yang dimiliki pembaca.
c. Membaca sebagai proses penerapan beragam pengetahuan
Untuk memperoleh pemahaman yang tepat tentang suatu bacaan, pembaca
perlu menggunakan pengetahuannya tentang “dunia”. Disamping
pengetahuan tentang bacaan yang sedang dibacanya. Pembaca harus
memanfaatkan informasi yang telah dimilikinya selama ini, yakni informasi
yang diperoleh selama ia hidup.
d. Membaca sebagai proses strategis
16
Pembaca yang efektif memiliki dan mampu menentukan tujuan membaca
dengan benar. Tujuan membaca sangat menentukan proses dan cara
membaca, sekalipun jenis bacaan yang dibacanya sama. Membaca sebagai
proses strategis itu diwujudkan dalam bentuk monitoring kesesuaian aktivitas
membaca pemahamannya dengan tujuan membacanya. Dalam memahami
suatu bacaan, pembaca memonitor pemahaman, penafsiran, dan tujuan
membacanya. Dawud menyatakan berdasarkan hasil penelitian menunjukan
bahwa latar belakang pengetahuan yang dimiliki seseorang dapat sangat
mempengaruhi proses dan hasil membaca. Pengaruh itu tampak pada
pengorganisasian dan penyimpanan informasi dalam ingatan, pengolahan
informasi tentang suatu topik, dan pembuatan hubungan antara gagasan
dalam bacaan dengan pengetahuan yang dimilikinya, serta penerapan dan
penggunaan kosakata atau bahasa saat seseorang itu membacanya.
4. Membaca Nyaring
Tarigan (1979:22) menyatakan bahwa membaca nyaring adalah suatu
aktifitas atau kegiatan yang merupakan alat bagi guru, murid ataupun pembaca
bersama-sama dengan orang lain atau pendengar untuk menangkap atau
memahami informasi, pikiran dan perasaan seseorang pengarang. Membaca
nyaring adalah membaca keras dan jelas sehingga orang lain dapat mendengarkan
bacaan yang dibaca, membaca nyaring berarti membaca untuk diperdengarkan.
Membaca nyaring yang dilakukan guru dihadapan anak dengan maksud untuk
mengetahui isi atau informasi atau pikiran yang ada di dalam buku dan untuk
mengetahui perasaan seorang pengarang. Orang yang membaca nyaring harus
17
mengerti makna serta perasaan yang terkandung dalam bahan bacaan,
mempelajari keterampilan-keterampilan penafsiran atas lambang-lambang tertulis
sehingga penyusunan kata-kata serta penekanan sesuai ujaran pembicaraan yang
hidup. Membaca nyaring yang baik menuntut pembaca memiliki ketepatan mata
yang tinggi serta pandangan mata yang jauh, karena dia harus melihat pada bahan
bacaan untuk memelihara kontak mata dengan pendengar, dapat mengelompokkan
kata-kata dengan baik dan tepat agar jelas maknanya bagi pendengar.
Membaca nyaring merupakan suatu cara yang dapat memuaskan serta
memenuhi berbagai ragam tujuan serta mengembangkan sejumlah minat. Oleh
karena itu, seseorang pembaca yang membaca nyaring harus dapat memahami
proses komunikasi dua arah.
Agar seorang dapat membaca nyaring dengan baik, maka pendengar harus
menguasai keterampilan-keterampilan persepsi (penglihatan dan daya tangkap)
sehingga dia mengenal atau memahami kata-kata dengan cepat dan tepat. Yang
sama pentingnya adalah dapat mengelompokkan kata-kata ke dalam kesatuan-
kesatuan pikiran serta membacanya dengan kata-kata yang baik dan lancar.
Tarigan (1979:26) mengemukakan berbagai cara yang digunakan oleh seorang
guru ketika membaca nyaring, antara lain:
a. Menyoroti ide-ide baru dengan mempergunakan penekanan yang jelas.
Dalam membaca nyaring diperlukan suara yang jelas, intonasi yang tepat
agar pendengar dapat mengetahui bahwa seorang pembaca sedang
menyoroti ide yang baru.
18
b. Menjelaskan perubahan-perubahan dari satu ide ke ide lainnya. Membaca
buku cerita bergambar dengan suara nyaring agar dapat dimengerti dengan
baik oleh anak yaitu dengan memberikan suatu peralihan dalam membaca
nyaring supaya anak tidak merasakan adanya perubahan terhadap apa yang
dibacakan.
c. Menerangkan kesatuan-kesatuan pikiran di dalam satu kalimat dengan
penyusunan kata-kata yang tepat dan baik. Dalam buku cerita bergambar
tertera tulisan atau teks yang singkat tetapi mewakili objek gambar atau
ilustrasinya, sehingga memungkinkan guru atau pembaca lainnya untuk
menggunakan kalimat atau kata-kata tambahan yang lebih dimengerti oleh
anak.
d. Menghubungkan ide-ide yang bertautan dengan jalan menjaga suaranya
agar tinggi sampai tujuan tercapai.
e. Menjelaskan klimaks-klimaks dengan gaya dan daya ekspresi yang baik
dan tepat. Membaca nyaring memerlukan gaya dan ekspresi yang
menggambarkan bahan bacaan yang sedang dibacakan, agar anak atau
pendengar bisa larut dalam kegiatan.
Setiap metode, pendekatan, media bahkan teknik memiliki sisi kelebihan dan
kekurangan masing-masing. Membaca nyaring memiliki sisi kelebihan (good
points) dan kekurangan (not so good points). Menurut Wrigth (1995:10) kelebihan
dan kelemahan membaca nyaring sebagai berikut:
Good points a. You don’t have to learn the story, b. If you read the story then the children will always hear exactly the same
text and this will help them to predict what is to come,
19
c. It demonstrates that books are a source of interesting ideas and so encourages reading,
d. The children can, perhaps, borrow the book afterwards, e. Pictures in the book can help the children’s understnading. Berdasarkan hal tersebut di atas, pada saat membaca nyaring seorang
pembaca tidak perlu khawatir karena tidak mengetahui tentang cerita yang akan
dibacakannya, karena hal tersebut bukan merupakan sesuatu yang sangat esensial
dari membaca nyaring. Pada saat membaca buku cerita bergambar dengan
nyaring, seorang pembaca tidak perlu takut banyak membuat kesalahan dalam
bahasa, karena dalam membaca nyaring pembaca hanya perlu membaca teks yang
tertera dalam buku. Ketika sebuah buku cerita bergambar dibacakan secara
berulang kali dengan suara nyaring, maka akan membantu anak dapat
memprediksi kejadian atau cerita yang akan datang. Membaca nyaring akan
memunculkan anggapan dalam diri anak atau pendengar bahwa buku merupakan
sumber yang menarik untuk didengar dan memungkinkan anak untuk membuka,
melihat, bahkan meminjam buku cerita. Selain itu membaca buku cerita
bergambar membantu anak untuk berpikir dan mengerti pesan yang tertuang
dalam buku.
Berikut adalah sisi kekurangan dari membaca nyaring:
Not so good points a. You must be careful not to read too quickly because written texts are
usually very precise, economical, and unrepetitive, and that makes listening to them reather difficult,
b. It is easy to “bury yourself” in a book and forget the listeners.
Membaca nyaring memiliki sisi kekurangannya yaitu seorang pembaca harus
berhati-hati untuk tidak membaca terlalu cepat karena tulisan atau teks dalam
buku biasanya langsung pada intinya, tidak banyak kata yang diulang dan
20
dijelaskan berulang kali, dan hal tersebut dapat membuat pendengaran anak
sedikit sulit. Seorang pemula dalam membaca nyaring harus dapat berhati-hati
karena biasanya akan larut pada teks dan gambar yang ada dan lupa dengan
pendengar sehingga tidak melakukan kontak.
Selain memiliki kekurangan dan kelebihan, membaca nyaring juga memiliki
manfaat sebagaimana dikemukakan Jim Baice dalam Hong (2008:56) mengatakan
bahwa membaca nyaring dapat memperbaiki hubungan anak dan dapat
membiasakan anak untuk membaca.
Hyon Ju dalam Hong (2008:157-160) menegaskan beberapa manfaat dari
membaca nyaring sebagai berikut.
a. anak dapat mendengar cerita yang dibacakan sambil mengaiktkan dengan
pengalaman sendiri,
b. meningkatkan keterampilan menstranlet judul yang sebenarnya setelah
dibacakan.
c. menerima informasi dengan mendengar, sehingga setelah anak membaca
buku cerita sendiri, ia akan merasa mudah untuk membaca buku cerita
kembali secara sendiri,
d. membaca buku cerita bergambar kepada anak secara berkali-kali akan
membatu anak untuk mengingat beberapa kata yang penting ke dalam
ingatan anak sehingga anak akan belajar beberapa kata yang baru,
e. meningkatkan keterampilan berbicara anak,
f. konsentrasi anak menjadi meningkat,
g. daya ingat anak menjadi meningkat,
21
h. lebih mudah mengeluarkan ekspresi atau perasaannya,
i. imajinasi anak akan meningkat,
j. membatu memperbaiki pengucapan anak yang kurang tepat dan jelas.
Hong (2008:50) menegaskan bahwa mengapa harus membaca dengan
nyaring? Jawabannya adalah suara pembaca dapat menyampaikan kasih sayang
kepada anak secara langsung, pembaca memberikan pengakuan bahwa hanya
anak yang menjadi perhatiannya saat itu, dengan membaca nyaring dapat
meningkatkan kemampuan berpikir anak, kosa kata anak dapat meningkat,
imajinasi dan sensitivitas bahasa (buku adalah pondasi bagi anak), memberi
kebiasaan bagi anak untuk senang dalam membaca, meningkatkan kemampuan
anak dalam mengungkapkan ekspresi atau perasaannya, rasa percaya diri, jika
dalam buku terdapat kalimat yang indah atau menyenangkan, maka emosi anak
akan mengikuti kalimat indah tersebut, meningkatkan kepekaan dan menggali
suasana yang aman dan tenang.
Membaca dengan suara nyaring akan memberikan manfaat bukan hanya
kepada anak tetapi kepada pembacanya juga dapat dirasakan, seperti akan
menghilangkan rasa stress dan menghibur hatinya sendiri, dapat mengeluarkan
ekspresi atau perasaannya.
5. Peranan Membaca Nyaring dalam Meningkatkan Keterampilan
berbicara Anak Usia Dini
Keterampilan berbicara anak dapat ditingkatkan melalui berbagai pendekatan,
metode, teknik dan media tertentu. Teknik yang digunakan beraneka ragam salah
satunya membaca nyaring menggunakan buku cerita bergambar.
22
Snow (1983) mengungkapkan “Listening to books read aloud helps children
go beyond their existing oral vocabularies and presents them new conseps and
new word. Membaca nyaring dengan menggunakan buku cerita dapat membantu
anak lebih maju lagi dalam perkembangan kosakatanya dengan munculnya konsep
dan kata-kata yang baru daripada hanya melalui percakapan dalam sehari-hari.
Dalam percakapan sehari-hari, biasanya anak hanya menggunakan kata-kata atau
kalimat yang sama setiap harinya. Berbeda dengan membaca nyaring, anak dapat
melihat, dan mendengar serta menyebutkan kata-kata yang baru dikenalnya.
Cunningham and Stanovich (2008) menyebutkan “Reading aloud to children
is a proven and productive means for giving children opportunities to develop
new vocablary, because children’s book a present more advanced, less familiar
vocabulary than everyday speech”. Maksudnya adalah membaca dengan nyaring
kepada anak sudah dibuktikan dapat memberikan makna dan kesempatan yang
produktif dalam mengembangkan kosakata yang baru.
Berdasarkan dua pendapat di atas, dengan membaca nyaring, pendengaran
anak akan terlatih untuk mendengarkan bagaimana sebuah kata diucapkan.
Mendengarkan kata akan membantu kinerja otak untuk menyimpan kata-kata itu
ke dalam memorinya, sehingga membacakan buku cerita dengan suara nyaring
pada anak sangat penting dalam membantu meningkatkan keterampilan berbicara
anak.
Phillips (2004:46) “one way into reading with very young children is to read
them stories aloud from a picture book, show them the word and pictures as you
read, and they will begin to associate sounds and meaning written syimbols”.
23
Maksudnya adalah salah satu proses dalam mengenalkan membaca pada anak
yang masih kecil adalah membaca nyaring dengan buku cerita bergambar. Mereka
akan melihat kata dan gambar dari apa yang dibacakan dan mereka akan memulai
mengasosiasikan suara dan makna dengan simbol tertulis.
Corcoran (1990) menyatakan bahwa ketika anak mendapatkan pengalaman
terus menerus dibacakan buku dengan suara nyaring oleh orang tua akan
mempengaruhi keterampilan bahasa anak.
D. Konsep Buku Cerita Bergambar
1. Pengertian
Buku bergambar adalah buku cerita yang disajikan dengan menggunakan teks
dan ilustrasi atau gambar. Buku bergambar dapat memotivasi anak-anak unuk
belajar. Dengan buku bergambar, anak akan terbantu dalam proses memahami dan
memperkaya pengalaman dari cerita.
Menurut Stewing dalam Abu (2002:2) buku cerita bergambar adalah suatu
buku yang menjajarkan cerita dengan gambar. Kedua elemen ini bekerjasama
untuk menghasilkan cerita dengan ilustrasi dan gambar. Selain ceritanya secara
verbal harus menarik, buku harus mengandung gambar sehingga mempengaruhi
minat siswa untuk membaca cerita. Oleh karena itu gambar dalam cerita anak-
anak harus hidup dan komunikatif.
William Joyce dalam Hong (2008:152) mengatakan bahwa gambar selalu
berinteraksi dengan tulisan sehingga tulisan menyampaikan isi cerita 50% dan
24
begitupun gambar dapat menyampaikan isi cerita 50% juga sehingga buku cerita
bergambar adalah bahasa visual.
Machei Datasi dalam Hong (2008:149) mendefinisikan bahwa buku cerita
bergambar adalah buku yang dibaca oleh orang dewasa kepada anak dan bukan
yang dibaca sendiri oleh anak.
Dalam dunia buku cerita bergambar, anak dapat melihat gambar dengan
matanya sambil mendengarkan dengan telinganya sehingga akan memberikan
pengalaman yang penuh dengan imajinasi dan khayalan yang luas dan dalam.
orang dewasa membaca buku cerita bergambar hanya dengan sekilas mata, namun
bagi anak membaca buku cerita bergambar sangat dalam karena anak dapat
terlibat didalamnya dan akhirnya anak akan menjadi satu kesatuan dengan buku
cerita bergambar.
Hong (2008:150) mengatakan bahwa pada saat anak membaca buku cerita
bergambar sendiri, maka akan ada penyekat waktu sehingga tidak dapat menjadi
satu kesatuan dalam cerita, tetapi berbeda dengan kalau anak hanya
mendengarkan cerita dengan telinganya dari yang dibacakan oleh orang, maka
anak akan menjadi satu kesatuan dalam buku cerita bergambar.
Biasanya orang tua atau guru hanya membaca tulisan yang tertera dalam buku
cerita bergambar dan anak biasanya hanya melihat gambar dalam buku. pembaca
harus dapat mulai membaca gambar tidak hanya membaca tulisan saja karena
gambar merupakan karya seni yang nyata bagi anak. Dari gambar yang dilihat
oleh anak secara perlahan akan menumbuhkan rasa cinta terhadap seni.
25
Yonagida dalam Hong (2008:154) menekankan bahwa buku cerita bergambar
dalam kehidupan manusia dibaca tiga kali yaitu pada saat anak masih kecil, orang
dewasa, dan orang yang sudah tua. jadi intinya adalah buku cerita bergambar tidak
hanya diperuntukan bagi anak saja.
2. Jenis-jenis buku bergambar
Buku bergambar (picture book) dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis.
Rothlein dan Meinbach dalam Abu membedakan jenis buku bergambar menjadi 5
macam, yaitu 1) buku abjad (alpabet book), 2) buku mainan (toys book), buku
konsep (concept books), 4) buku bergambar tanpa kata (wordless picture books),
dan 5) buku cerita bergambar.
a. Buku abjad (alpabet book). Dalam buku alfabet, setiap huruf harus
dikaitkan dengan suatu ilustrasi objek yang diawali dengan huruf. Ilustrasi
harus jelas berkaitan dengan huruf-huruf kunci dan gambar objek serta
mudah teridentifikasi. Buku alfabet berfungsi untuk membantu anak
menstimulasi dan membantu pengembangan kosakata.
b. Buku mainan (toys book). Buku mainan ini mengarahkan anak-anak untuk
lebih memahami teks, mengeksplorasi konsep nomor, kata bersajak dan
alur cerita. Buku mainan anak-anak untuk mengembangkan keterampilan
kognitif, meningkatkan kemampuan bahasa dan sosialnya serta mencintai
buku.
c. Buku konsep (concept books). Buku konsep adalah buku yang menyajikan
konsep dengan menggunakan satu atau lebih contoh untuk membantu
pemahaman konsep yang sedang dikembangkan. Konsep-konsep
26
ditekankan melalui alur cerita atau dijelaskan melalui repitisi dan
perbandingan. Melalui berbagai konsep seperti warna, bentuk, ukuran
dapat didemontrasikan sendiri dengan konsep yang lainnya.
d. Buku bergambar tanpa kata (wordless picture books). Buku bergambar
tanpa kata adalah buku untuk menyampaikan suatu cerita melalui ilustrasi
saja. Alur cerita disajikan dengan gambar yang diurutkan dan tindakan
juga digambarkan dengan jelas.
e. Buku cerita bergambar. Buku cerita bergambar memuat pesan melalui
ilustrasi dan teks tertulis. Kedua elemen ini merupakan elemen penting
pada cerita. Buku-buku ini memuat berbagai tema yang sering didasarkan
pada pengalaman kehidupan sehari-hari anak.
3. Manfaat buku bergambar
Buku cerita bergambar dapat digunakan untuk membantu anak mengenal
lingkungan dan situasi yang berbeda dengan lingkungan mereka. Stewing dalam
Hafid (2002:83) menyatakan bahwa ada tiga manfaat buku cerita bergambar yaitu:
a. Memberikan masukan bahasa kepada anak-anak,
b. Memberikan masukan visual bagi anak-anak,
c. Menstimulasi kemampuan verbal dan visual anak.
Dengan demikian, melalui buku cerita bergambar anak dapat memberikan
komentar atau reaksi terhadap gambar, misalnya orang, benda, tempat, warna dan
lain sebagainya. Dengan mengajukan dan menggali komentar anak, guru dapat
memahami bahasa mereka dan kebiasaan anak dalam bereaksi terhadap buku.
Selain itu, guru dapat membantu anak mempertajam kemampuan anak untuk
27
mengekspresikan apa yang mereka perhatikan dan juga membantu cara mereka
bereaksi terhadap buku bergambar.
Menurut Stewing dalam Abu (2002:4) menggunakan buku cerita bergambar
dapat menstimulasi bahasa verbal. Karenanya buku cerita bergambar dapat
membantu anak dalam meningkatkan keterampilan berbicaranya.
4. Kriteria pemilihan buku bergambar
Dalam memilih buku cerita bergambar yang akan digunakan untuk kegiatan
pembelajaran ada beberapa kriteria yang harus diperhatian (Abu, 2002:4)
diantaranya:
a. Apakah gambar mendukung teks? b. Apakah gambar jelas dan mudah dibedakan? c. Apakah ilustrasi memperjelas latar, rangkaian cerita dan karakter? d. Apakah anak mampu mengidentifikasi karakter dan tindakan? e. Apakah gaya dan ketepatan bahasa cocok untuk anak-anak? f. Apakah ilustrasi menghindarkan klise? g. Apakah temanya mempunyai kegunaan? h. Apakah ada ketepatan konsep untuk anak-anak? i. Apakah variasi buku yang telah dipilih merefleksikan keragaman budaya? j. Apakah buku yang dipilih merefleksikan berbagai gaya? Sedangkan menurut Hong (2008:153) menyebutkan hal yang sama berkaitan
dengan kriteria buku cerita bergambar diantaranya:
a. Memberikan kesan yang baik pada anak. Ketika anak melihat buku cerita
bergambar yang baru, ia akan tertaik untuk melihat-lihat gambar
didalamnya, meminta orang dewasa untuk membacakannya atau apa pun
jenisnya.
b. Kreatif. Buku cerita bergambar harus dapat menampilkan gambar-gambar
yang kreatif, sehingga anak dapat merasa puas dan menghilangkan rasa
28
bosan terhadap buku. memunculkan minat anak untuk terus bersama
dengan buku
c. Isi gambar beraneka ragam. Dalam buku cerita bergambar harus
menampilkan banyak gambar, tidak hanya beberapa gambar atau tokoh
karena hal itu akan membuat anak merasa tidak tertarik. Banyak ilustrasi
yang membuat gambar semakin hidup ketika dibacakan di hadapan anak.
d. Gambar jelas. maksudnya adalah apa yang anak lihat dalam buku cerita
bergambar adalah sesuatu yang kongkrit, tidak membingungkan atau
membuat makna ambigu bagi anak. Gambar harus dapat membuat orang
yang membaca atau melihat merasa puas dan jelas hanya dengan
gambarnya.
e. Cerita dan tulisan harus nyambung. kesuksesan dalam buku cerita
bergambar sangat tergantung pada cerita dan tulisannya. 50% tergantung
pada tulisan dan 50% tergantung pada gambarnya. meskipun anak belum
dapat membaca simbol tulisan yang tertera dalam buku cerita bergambar,
tetapi dengan adanya tulisan akan membantu anak memahami atau
mengerti tentang simbol tertulis dengan suara yang keluar dari si
pembicara. anak akan mulai mengasosiasikan antara suara dan tulisan.
f. Cover buku harus dapat menjelaskan isi cerita. Cover diibaratkan sebagai
nyawa atau jantung dalam buku cerita bergambar. Cover harus dapat
menumbuhkan pembaca untuk tertarik melihat dan membaca sehingga
orang yang baru pertama kali melihat buku cerita sudah dapat menebak
inti dari cerita dalam buku bergambar.
29
g. Anak menyukai buku tersebut. Kriteria ini adalah kriteria yang paling
penting. Buku cerita bergambar harus muncul pada saat anak merasa
nyaman, senang, aman, dan tenang ketika dibacakan. Adakalanya anak
akan terus menerus meminta untuk melihat-lihat dan meminta untuk
membacakan buku bergambar yang sama.