BAB II Sirosis
-
Upload
tri-astarii -
Category
Documents
-
view
5 -
download
0
description
Transcript of BAB II Sirosis
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. PENGERTIAN
Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan
ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas,
pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan
perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul
tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001).
Sirosis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi arsitektur hati normal oleh lembar-
lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur
normal ( Price & Wilson, 2005, hal. 493).
Sirosis hati adalah penyakit kronis hati yang dikarakteristikkkan oleh gangguan struktur dan
perubahan degenerasi, gangguan fungsi seluler, dan selanjutnya aliran darah ke hati. Penyebab
meliputi malnutrisi, inflamasi (bakteri atau virus), dan keracunan (alcohol, karbon tetraklorida,
acetaminoven) (Doenges, dkk, 2000, hal. 544).
B. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti dari Sirosis Hepatis sampai sekarang belum jelas.
1. Faktor keturunan dan malnutrisi
Waterloo (1997) berpendapat bahwa faktor kekurangan nutrisi terutama kekurangan protein hewani
menjadi penyebab timbulnya Sirosis Hepatis. Menurut campara (1973) untuk terjadinya Sirosis
Hepatis ternyata ada bahan dalam makanan, yaitu kekurangan alfa 1-antitripsin.
2. Hepatitis virus
Hepatitis virus sering juga disebut sebagai salah satu penyebab dari Sirosis Hepatis. Dan secara klinik
telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap
dan memberi gejala sisa serta menunjukkan perjalanan yang kronis bila dibandingkan dengan
hepatitis virus A. penderita dengan hepatitis aktif kronik banyak yang menjadi sirosis karena banyak
terjadi kerusakan hati yang kronis.
Sebagaimana kita ketahui bahwa sekitar 10 % penderita hepatitis virus B akut akan menjadi kronis.
Apalagi bila pada pemeriksaan laboratories ditemukan HBs Ag positif dan menetapnya e-Antigen
1
lebih dari 10 minggu disertai tetap meningginya kadar asam empedu puasa lebih dari 6 bulan, maka
mempunyai prognosis kurang baik (Sujono Hadi).
3. Zat hepatotoksik
Beberapa obat-obatan dan zat kimia dapat menyebabkan terjadinya kerusakan fungsi sel hati secara
akut dan kronik. Kerusakan hati secara akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi lemak.
Sedangkan kerusakan kronik akan berupa Sirosis Hepatis. Pemberian bermacam obat-obatan
hepatotoksik secara berulang kali dan terus menerus. Mula-mula akan terjadi kerusakan setempat,
kemudian terjadi kerusakan hati yang merata, dan akhirnya dapat terjadi Sirosis Hepatis. Zat
hepatotoksik yang sering disebut-sebut adalah alcohol. Efek yang nyata dari etil-alkohol adalah
penimbunan lemak dalam hati (Sujono Hadi).
C. KLASIFIKASI SIROSIS HEPATITIS
Menurut Wilson terdapat tiga pola khas yang ditemukan, yaitu :
a. Sirosis Laennec
Sirosis Laennec merupakan suatu pola khas sirosis terkait penggunaan alkohol. Perubahan pertama
pada hati yang ditimbulkan alkohol adalah akumulasi lemak secara bertahap di dalam sel-sel hati
(ilfiltrasi lemak). Penyebab utama kerusakan hati merupakan efek langsung alkohol pada sel hati.
Secara makroskopis hati membesar, rapuh, tampak berlemak, dan mengalami gangguan fungsional
akibat akumulasi lemak dalam jumlah yang banyak. Pada kasus sirosis Laennec sangat lanjut,
lembaran-lembaran jaringan ikat yang tebal terbentuk pada tepian lobules, membagi parenkim
menjadi nodul-nodul halus. Nodul-nodul ini dapat membesar akibat aktivitas regenerasi dan
degenerasi yang dikemas padat dalam kapsula fibrosa yang tebal. Penderita sirosis Laennec lebih
berisiko menderita karsinoma sel hati primer (hepatoseluler).
b. Sirosis Pascanekrotik
Sirosis pascanekrotik terjadi setelah nekrosis berbercak pada jaringan hati. Hepatosit dikelilingi dan
dipisahkan oleh jaringan parut dengan kehilangan banyak sel hati dan diselingi dengan parenkim hati
normal. Sekitar 75% kasus cenderung berkembang dan berakhis dengan kematian dalam 1 hingga 5
tahun. Sekitar 25 hingga 75% kasus memiliki riwayat hepatitis virus sebelumnya. Sejumlah kecil
kasus akibat intoksikasi yang pernah diketahui adalah dengan bahan kimia industry, racun, ataupun
obat-obatan seperti fosfat, kontrasepsi oral, metal-dopa, arsenic, dan karbon tetraklorida.
2
c. Sirosis Biliaris
Kerusakan sel hati dimulai dari sekitar duktus biliaris. Tipe ini merupakan 2% penyebab kematian
akibat sirosis. Penyebab tersering sirosis biliaris adalah obstruksi biliaris pasca hepatik. Hati
membesar, keras, bergranula halus, dan berwarna kehijauan. Ikterus selalu menjadi bagian awal dan
utama dari sindrom ini, pruritus, malabsorpsi, dan steatorea.
C. MANIFESTASI KLINIS
a. Gejala dini bersifat samar dan tidak spesifik yang meliputi :1. Kelelahan2. Anoreksia3. Dispepsia4. Flatulen5. Perubahan kebiasaan defekasi (konstipasi atau diare)6. Berat badan sedikit berkurang7. Mual dan muntah (terutama pagi hari)8. Nyeri tumpul atau perasaan berat pada epigastrium atau kuadran kanan atas9. Hati keras dan mudah retaba tanpa memandang apakah hati membesar atau
mengalami atrofi.
b. Gejala lanjut : kegagalan fungsi hati dan hipertensi portal
Manifestasi gagal hepatoseluler :
1. Ikterus2. Edema perifer3. Kecenderungan perdarahan4. Eritema palmaris (telapak tangan merah)5. Spider nevi : gambaran seperti jaring laba-laba di dada dan di bahu karena
peningkatan estrogen secara relatif.6. Atrofi testis7. Ginekomastia8. Alopesia
D. PATOFISOLOGI
Konsumsi minuman beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab yang utama. Sirosis terjadi paling
tinggi pada peminum minuman keras. Meskipun defisiensi gizi dengan penurunan asupan protein
turut menimbulkan kerusakan hati pada sirosis, namun asupan alkohol yang berlebihan merupakan
faktor penyebab utama pada perlemakan hati dan konsekuensi yang ditimbulkannya. Namun
demikian, sirosis juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasan minum dan pada
individu yang dietnya normal tapi dengan konsumsi alkohol yang tinggi.
3
Faktor lain diantaranya termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu (karbon tetraklorida, naftalen,
terklorinasi, arsen atau fosfor) atau infeksi skistosomiastis dua kali lebih banyak daripada wanita dan
mayoritas pasien sirosis berusia 40 – 60 tahun.
Sirosis laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh nekrosis yang melibatkan sel-sel hati dan
kadang-kadang berulang selama perjalanan penyakit sel-sel hati yang dihancurkan itu secara
berangsur-angsur digantikan oleh jaringan parut yang melampaui jumlah jaringan hati yang masih
berfungsi. Pulau-pulau jaringan normal yang masih tersisa dan jaringan hati hasil regenerasi dapat
menonjol dari bagian-bagian yang berkonstriksi sehingga hati yang sirotik memperlihatkan gambaran
mirip paku sol sepatu berkepala besar (hobnail appearance) yang khas.
Sirosis hepatis biasanya memiliki awitan yang insidus dan perjalanan penyakit yang sangat panjang
sehingga kadang-kadang melewati rentang waktu 30 tahun/lebih.
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pada Darah dijumpai HB rendah, anemia normokrom normositer, hipokrom mikrositer / hipokrom
makrositer, anemia dapat dari akibat hipersplemisme dengan leukopenia dan trombositopenia,
kolesterol darah yang selalu rendah mempunyai prognosis yang kurang baik.
Kenaikan kadar enzim transaminase - SGOT, SGPT bukan merupakan petunjuk berat ringannya
kerusakan parenkim hati, kenaikan kadar ini timbul dalam serum akibat kebocoran dari sel yang
rusak, pemeriksaan bilirubin, transaminase dan gamma GT tidak meningkat pada sirosis inaktif.
Albumin akan merendah karena kemampuan sel hati yang berkurang, dan juga globulin yang naik
merupakan cerminan daya tahan sel hati yang kurang dan menghadapi stress.
Pemeriksaan CHE (kolinesterase). Ini penting karena bila kadar CHE turun, kemampuan sel hati
turun, tapi bila CHE normal / tambah turun akan menunjukan prognasis jelek.
Kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretic dan pembatasan garam dalam diet, bila
ensefalopati, kadar Na turun dari 4 meg/L menunjukan kemungkinan telah terjadi sindrom
hepatorenal.
Pemanjangan masa protrombin merupakan petunjuk adanya penurunan fungsi hati. Pemberian vit K
baik untuk menilai kemungkinan perdarahan baik dari varises esophagus, gusi maupun epistaksis.
Peningggian kadar gula darah. Hati tidak mampu membentuk glikogen, bila terus meninggi prognosis
jelek.
4
Pemeriksaan marker serologi seperti virus, HbsAg/HbsAb, HbcAg/ HbcAb, HBV DNA, HCV RNA.,
untuk menentukan etiologi sirosis hati dan pemeriksaan AFP (alfa feto protein) penting dalam
menentukan apakah telah terjadi transpormasi kearah keganasan.
2. Pemeriksaan Radiologis
USG Abdomen, sudah secara rutin digunakan karena pemeriksaannya noninvasif dan mudah
dilakukan. Pemeriksaan USG meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya
massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan noduler, permukaan irreguler, dan ada peningkatan
ekogenitas parenkim hati. Selain itu USG juga dapat menilai asites, splenomegali, thrombosis vena
porta, pelebaran vena porta, dan skrining karsinoma hati pada pasien sirosis.
F. KOMPLIKASI1. Ulkus peptikum2. Perdarahan saluran cerna3. Ensefalopati hepatik4. Carsinoma hepatoseluler5. Koma hepatikum
G. PENATALAKSANAANa. Asites
1) Asites diterapi dengan tirah baring total dan diawali dengan diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol/hari.
2) Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretik.3) Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200mg sekali sehari.4) Respons diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya
edema kaki atau 1 kg/ hari bila edema kaki ditemukan.5) Bila pemberian spironolaktin belum adekuat maka bisa dikombinasi dengan furosemide
dengan dosis 20-40 mg/hari. Parasintesis dilakukan jika jumlah asites sangat besar.b. Encephalophaty
Pada pasien dengan adanya ensephalophaty hepatik dapat digunakan laktulosa untuk mengeluarkan amonia dan neomisin dapat digunakan untuk mengeliminasi bakteri usus penghasil amonia.
c. Pendarahan EsofagusUntuk perdarahan esofagus pada sebelum dan sesudah berdarah dapat diberikan propanolol. Waktu perdarahan akut, dapat diberikan preparat somatostatin atau okreotid dan dapat diteruskan dengan tindakan ligasi endoskopi atau skleroterapi.
H. ASKEP TEORITIS1. Pengkajian
a. Identitas klien
Nama, umur, alamat, pekerjaan, dll.
b. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat kesehatan sekarang
- Letih atau lemah - Perdarahan gusi
5
- Nafsu makan menurun - BAK seperti teh pekat
- Kembung - Diare/konstipasi
- Mual - hematemesis dan melena
- BB menurun
2. Riwayat Kesehatan Dahulu
Apakah ada riwayat konsumsi alkohol, menderita penyakit hepatitis viral sebelumnya, riwayat
malaria, menderita penyakit
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah keluarga ada yang menderita penyakit hepatitis/sirosis hepatis, malaria.
c. Data Fisik
1. Aktivitas/Istirahat
- Kelemahan
- Letargi
- Penurunan tonus otot
2 Sirkulasi
- Perikarditis
- Penyakit jantung rematik
3 Eliminasi
- Flatus - Penurunan/tidak adanya bising usus
- Distensi abdomen
- Urin gelap, pekat - Feses warna tanah liat, melena
4 Makanan/Cairan
- Anoreksia, mual/muntah, berat badan menurun atau peningkatan berat badan, edem umum,
kulit kering, turgor buruk, perdarahan gusi, spidernevi, ikterik
5 Nyeri/kenyamanan
- Nyeri tekan abdomen, perilaku waspada, fokus pada diri sendiri
6 Pernafasan
- Dispnea, takipnea, pernafasan dangkal, bunyi nafas tambahan, ekspansi paru terbatas.
7 Keamanan
- Demam, ikterik, ekimosis, eritema palmaris
8 Seksualitas
- Impotensi, gangguan menstruasi
9 Neurosensorik
- Perubahan mental, bingung, bicara lambat/tidak puas, ensepalopati hepatik.
6
2 Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d diit tak adekuat, ketidakmampuan
memproses/ mencerna makanan, anoreksia, mual/muntah.
b. Kelebihan volume cairan b.d kelebihan natrium/masukan cairan, penurunan protein plasma,
malnutrisi.
c. resiko tinggi kerusakan integritas kulit b.d gangguan sirkulasi/status metabolik, akumulasi garam
empedu kulit, asites
d. resiko tinggi pernafasan tak efektif b.d penggumpalan cairan intra abdomen, penurunan ekspansi
paru.
e. resiko tinggi terhadap cidera b.d profil darah abnormal, gangguan faktor pembekuan, hipertensi
portal.
f. resiko tinggi perubahan proses pikir b.d peningkatan kadar amoniak serum
3. Intervensi Keperawatan
a. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d diit tak adekuat, ketidakmampuan memproses/ mencerna makanan, anoreksia, mual/muntah.Kriteria hasil:
1) Klien mengatakan makannya enak2) Porsi makanan yang disediakan Rumah Sakit dapat dihabiskan3) BB meningkat mencapai BB ideal4) Mual dan muntah hilang5) Klien Tampak kuat6) Hb dan TTV dalam batas normal
7
b. Kelebihan volume cairan b.d kelebihan natrium / masukan cairan, penurunan protein plasma, malnutrisiKriteria hasil:
1) input dan output seimbang2) BB ideal3) Udema negatif
Intervensi Batasi asupan natrium jika
diinstruksikan2. Catat asupan dan keluaran cairan3. Ukur dan catat lingkar perut tiap
hari4. Jelaskan pada klien dan keluarga
mengapa harus dibatasi natrium/garam
5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian diuretik, suplemen, kalium dan protein
RasionalMiminimalkan retensi cairan, dan mengurngi asites dan oedemaMenilai efektifitas terapi dan kecukupan asupan cairanMemantau perubahan pada pembentukan asites dan penumpukan cairan
Meningkatkan pemahaman dan kerja sma klien dalam menjalani dan melaksanakan pembatasan cairan
Meningkatkan eksresi cairan lewat ginjal dan mempertahankan keseimbangan cairan serta elektrolit yang normal
8
Intervensi RasionalMandiri
1. Kaji status nutrisi klien,kebiasaan makan, makanan yang disukai dan tidak disukai
2. Motivasi klien untuk makan makanan dan suplemen makanan
3. Anjurkan klien makan makanan dengan porsi kecil tapi sering
4. Hidangkan makanan yang menimbulkan selera dan menarik dalam penyajiannya
5. Lakukan oral hygiene sebelum dan sesudah makan
6. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman pada saat klien makan
7. Berikan klien diet hati 8. Timbang berat badan klien setiap hari
sesuai toleransi dan kekuatan klien untuk timbang BB
Kolaborasi 1.kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian cairan parenteral : D10% Aminofusin
2. kolaborasi dalam pemberian obat-obatan penambah nafsu makan, antimual,muntah.
Untuk mengetahui sejauh mana masalah nutrisi yang dirasakan klien dan kebiasaan makan sebelum sakitMotivasi sangat penting bagi penderita anoreksia dan gangguan intestinalMakanan dengan porsi kecil dan sering ditolerir oleh penderita anoreksiaMakanan dengan sajian yang menarik meningkatka selera makan klien
Kebersihan mulut yang terjaga dapat mengurangi cita rasa tidak enak dan merangsang selera makanMakanan yang dimakan akan dirasakan lebih menarik atau enak pada ruangan dan kenyamanan tersedia Hati dapat mengurangi beban kerjaDari BB dapat diketahui kemajuan dan kemunduran pola nutrisi klien
Dektrase dapat diberikan pada klien dengan kekurangan asupan nutrisi
Pemberian vitamin dapat meningkatkan nafsu makan dan pemberian obat anti muntah dan mual dapat meningkatkan nafsu makan
c. Risiko tinggi kerusakan integritas kulit b.d gangguan sirkulasi / status metabolik, akumulasi garam empedu pada kulit, asites.Kriteria Hasil :1) Turgor kulit baik2) Edema, asites tidak ada3) Sirkulasi baik, kulit lembab
Intervensi1. Lihat permukaan kulit,
adanya edema, gunakan lotion / minyak untuk pijak
2. Ubah posisi tidur secara teratur tiap 2 jam bantu latihan tentang gerak aktif / pasif
3. Pertahankan alat timun dan zeil tetap bebas dari basa dan usahakan kering dan bebas dari lipatan
4. Berikan perawatan perineal setelah berkemih dan devikasi
5. Usakan kuku klien dan perawat pindah
RasionalEdema jaringan lebih cenderung untuk mengalami kerusakan dan terbentuk dekubitusPengubahan posisi menurunkan tekanan pada jaringan edema untuk memperbaharui sirkulasi, latihan meningkatkan sirkulasi
Meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan edema pada ekstremitasKelembaban meningkatkan prioritas dan meningkatkan resiko kerusakan kulitMencegah deskosiasi dari garam empedu
Mencegah terjadinya goresan pada kulit sehingga meningkat cedera kulit
D. Risiko tinggi pola nafas tak efektif b.d penumpukan cairan intraabdomen, penurunan ekspansi paruKriteria Hasil :1) Klien nampak tenang2) Klien mengatakan sesak berkurang3) Pernafasan normal 16- 24 x /mnt
Intervensi1. Kaji pola pernafasan,
adanya tholepnae / sinosis2. Atur posisi semi fowler jika
sesak napas3. Berikan O2 sesuai
kebutuhan
4. Monitor tanda- tanda vital tiap 2 jam
5. Anjurkan klien banyak istirahat dan mengirangi pikiran
RasionalUntuk mengetahui masalah pernafasan dan sejauh mana masalah dirasakan urin
Posisi semi fowler meningkatkan ekspansi paruPemberian O2 dapat memnbantu dalam pemenuhan kebutuhan O2Mengetahui sejauh mana masalah pernafasan berpengaruh pada fisiologis tubuh
Aktifitas dan pikiran membuat peningkatan metabolisme yang memerlukan O2 sehingga nafas semakin sesak untuk memenuhi O2
9
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan
ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas,
pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan
perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul
tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001). Penyebab sirosis hepatis adalah alkohol,
sirosis pasca nekrostik, obstruksi biliaris pasca hepatik.
10
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. (1999). Rencana asuhan
keperawatan : pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (1994). Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit.
Jakarta: Penerbit EGC.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah 2. (Ed 8). Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Soeparman. 1987. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta : FKUI.
Tjokronegoro dan Hendra Utama. (1996). Ilmu penyakit dalam jilid 1. Jakarta: FKUI.
11