BAB II Sirosis

15
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. PENGERTIAN Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001). Sirosis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi arsitektur hati normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul- nodul regenerasi sel hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal ( Price & Wilson, 2005, hal. 493). Sirosis hati adalah penyakit kronis hati yang dikarakteristikkkan oleh gangguan struktur dan perubahan degenerasi, gangguan fungsi seluler, dan selanjutnya aliran darah ke hati. Penyebab meliputi malnutrisi, inflamasi (bakteri atau virus), dan keracunan (alcohol, karbon tetraklorida, acetaminoven) (Doenges, dkk, 2000, hal. 544). B. ETIOLOGI Penyebab yang pasti dari Sirosis Hepatis sampai sekarang belum jelas. 1. Faktor keturunan dan malnutrisi Waterloo (1997) berpendapat bahwa faktor kekurangan nutrisi terutama kekurangan protein hewani menjadi penyebab timbulnya Sirosis Hepatis. Menurut campara (1973) untuk terjadinya Sirosis Hepatis 1

description

sirosis

Transcript of BAB II Sirosis

Page 1: BAB II Sirosis

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. PENGERTIAN

Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan

ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas,

pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan

perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul

tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001).

Sirosis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi arsitektur hati normal oleh lembar-

lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur

normal ( Price & Wilson, 2005, hal. 493).

Sirosis hati adalah penyakit kronis hati yang dikarakteristikkkan oleh gangguan struktur dan

perubahan degenerasi, gangguan fungsi seluler, dan selanjutnya aliran darah ke hati. Penyebab

meliputi malnutrisi, inflamasi (bakteri atau virus), dan keracunan (alcohol, karbon tetraklorida,

acetaminoven) (Doenges, dkk, 2000, hal. 544).

B. ETIOLOGI

Penyebab yang pasti dari Sirosis Hepatis sampai sekarang belum jelas.

1. Faktor keturunan dan malnutrisi

Waterloo (1997) berpendapat bahwa faktor kekurangan nutrisi terutama kekurangan protein hewani

menjadi penyebab timbulnya Sirosis Hepatis. Menurut campara (1973) untuk terjadinya Sirosis

Hepatis ternyata ada bahan dalam makanan, yaitu kekurangan alfa 1-antitripsin.

2. Hepatitis virus

Hepatitis virus sering juga disebut sebagai salah satu penyebab dari Sirosis Hepatis. Dan secara klinik

telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap

dan memberi gejala sisa serta menunjukkan perjalanan yang kronis bila dibandingkan dengan

hepatitis virus A. penderita dengan hepatitis aktif kronik banyak yang menjadi sirosis karena banyak

terjadi kerusakan hati yang kronis.

Sebagaimana kita ketahui bahwa sekitar 10 % penderita hepatitis virus B akut akan menjadi kronis.

Apalagi bila pada pemeriksaan laboratories ditemukan HBs Ag positif dan menetapnya e-Antigen

1

Page 2: BAB II Sirosis

lebih dari 10 minggu disertai tetap meningginya kadar asam empedu puasa lebih dari 6 bulan, maka

mempunyai prognosis kurang baik (Sujono Hadi).

3. Zat hepatotoksik

Beberapa obat-obatan dan zat kimia dapat menyebabkan terjadinya kerusakan fungsi sel hati secara

akut dan kronik. Kerusakan hati secara akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi lemak.

Sedangkan kerusakan kronik akan berupa Sirosis Hepatis. Pemberian bermacam obat-obatan

hepatotoksik secara berulang kali dan terus menerus. Mula-mula akan terjadi kerusakan setempat,

kemudian terjadi kerusakan hati yang merata, dan akhirnya dapat terjadi Sirosis Hepatis. Zat

hepatotoksik yang sering disebut-sebut adalah alcohol. Efek yang nyata dari etil-alkohol adalah

penimbunan lemak dalam hati (Sujono Hadi).

C. KLASIFIKASI SIROSIS HEPATITIS

Menurut Wilson terdapat tiga pola khas yang ditemukan, yaitu :

a. Sirosis Laennec

Sirosis Laennec merupakan suatu pola khas sirosis terkait penggunaan alkohol. Perubahan pertama

pada hati yang ditimbulkan alkohol adalah akumulasi lemak secara bertahap di dalam sel-sel hati

(ilfiltrasi lemak). Penyebab utama kerusakan hati merupakan efek langsung alkohol pada sel hati.

Secara makroskopis hati membesar, rapuh, tampak berlemak, dan mengalami gangguan fungsional

akibat akumulasi lemak dalam jumlah yang banyak. Pada kasus sirosis Laennec sangat lanjut,

lembaran-lembaran jaringan ikat yang tebal terbentuk pada tepian lobules, membagi parenkim

menjadi nodul-nodul halus. Nodul-nodul ini dapat membesar akibat aktivitas regenerasi dan

degenerasi yang dikemas padat dalam kapsula fibrosa yang tebal. Penderita sirosis Laennec lebih

berisiko menderita karsinoma sel hati primer (hepatoseluler).

b. Sirosis Pascanekrotik

Sirosis pascanekrotik terjadi setelah nekrosis berbercak pada jaringan hati. Hepatosit dikelilingi dan

dipisahkan oleh jaringan parut dengan kehilangan banyak sel hati dan diselingi dengan parenkim hati

normal. Sekitar 75% kasus cenderung berkembang dan berakhis dengan kematian dalam 1 hingga 5

tahun. Sekitar 25 hingga 75% kasus memiliki riwayat hepatitis virus sebelumnya. Sejumlah kecil

kasus akibat intoksikasi yang pernah diketahui adalah dengan bahan kimia industry, racun, ataupun

obat-obatan seperti fosfat, kontrasepsi oral, metal-dopa, arsenic, dan karbon tetraklorida.

2

Page 3: BAB II Sirosis

c. Sirosis Biliaris

Kerusakan sel hati dimulai dari sekitar duktus biliaris. Tipe ini merupakan 2% penyebab kematian

akibat sirosis. Penyebab tersering sirosis biliaris adalah obstruksi biliaris pasca hepatik. Hati

membesar, keras, bergranula halus, dan berwarna kehijauan. Ikterus selalu menjadi bagian awal dan

utama dari sindrom ini, pruritus, malabsorpsi, dan steatorea.

C. MANIFESTASI KLINIS

a. Gejala dini bersifat samar dan tidak spesifik yang meliputi :1. Kelelahan2. Anoreksia3. Dispepsia4. Flatulen5. Perubahan kebiasaan defekasi (konstipasi atau diare)6. Berat badan sedikit berkurang7. Mual dan muntah (terutama pagi hari)8. Nyeri tumpul atau perasaan berat pada epigastrium atau kuadran kanan atas9. Hati keras dan mudah retaba tanpa memandang apakah hati membesar atau

mengalami atrofi.

b. Gejala lanjut : kegagalan fungsi hati dan hipertensi portal

Manifestasi gagal hepatoseluler :

1. Ikterus2. Edema perifer3. Kecenderungan perdarahan4. Eritema palmaris (telapak tangan merah)5. Spider nevi : gambaran seperti jaring laba-laba di dada dan di bahu karena

peningkatan estrogen secara relatif.6. Atrofi testis7. Ginekomastia8. Alopesia

D. PATOFISOLOGI

Konsumsi minuman beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab yang utama. Sirosis terjadi paling

tinggi pada peminum minuman keras. Meskipun defisiensi gizi dengan penurunan asupan protein

turut menimbulkan kerusakan hati pada sirosis, namun asupan alkohol yang berlebihan merupakan

faktor penyebab utama pada perlemakan hati dan konsekuensi yang ditimbulkannya. Namun

demikian, sirosis juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasan minum dan pada

individu yang dietnya normal tapi dengan konsumsi alkohol yang tinggi.

3

Page 4: BAB II Sirosis

Faktor lain diantaranya termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu (karbon tetraklorida, naftalen,

terklorinasi, arsen atau fosfor) atau infeksi skistosomiastis dua kali lebih banyak daripada wanita dan

mayoritas pasien sirosis berusia 40 – 60 tahun.

Sirosis laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh nekrosis yang melibatkan sel-sel hati dan

kadang-kadang berulang selama perjalanan penyakit sel-sel hati yang dihancurkan itu secara

berangsur-angsur digantikan oleh jaringan parut yang melampaui jumlah jaringan hati yang masih

berfungsi. Pulau-pulau jaringan normal yang masih tersisa dan jaringan hati hasil regenerasi dapat

menonjol dari bagian-bagian yang berkonstriksi sehingga hati yang sirotik memperlihatkan gambaran

mirip paku sol sepatu berkepala besar (hobnail appearance) yang khas.

Sirosis hepatis biasanya memiliki awitan yang insidus dan perjalanan penyakit yang sangat panjang

sehingga kadang-kadang melewati rentang waktu 30 tahun/lebih.

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS

1. Pemeriksaan Laboratorium

Pada Darah dijumpai HB rendah, anemia normokrom normositer, hipokrom mikrositer / hipokrom

makrositer, anemia dapat dari akibat hipersplemisme dengan leukopenia dan trombositopenia,

kolesterol darah yang selalu rendah mempunyai prognosis yang kurang baik.

Kenaikan kadar enzim transaminase - SGOT, SGPT bukan merupakan petunjuk berat ringannya

kerusakan parenkim hati, kenaikan kadar ini timbul dalam serum akibat kebocoran dari sel yang

rusak, pemeriksaan bilirubin, transaminase dan gamma GT tidak meningkat pada sirosis inaktif.

Albumin akan merendah karena kemampuan sel hati yang berkurang, dan juga globulin yang naik

merupakan cerminan daya tahan sel hati yang kurang dan menghadapi stress.

Pemeriksaan CHE (kolinesterase). Ini penting karena bila kadar CHE turun, kemampuan sel hati

turun, tapi bila CHE normal / tambah turun akan menunjukan prognasis jelek.

Kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretic dan pembatasan garam dalam diet, bila

ensefalopati, kadar Na turun dari 4 meg/L menunjukan kemungkinan telah terjadi sindrom

hepatorenal.

Pemanjangan masa protrombin merupakan petunjuk adanya penurunan fungsi hati. Pemberian vit K

baik untuk menilai kemungkinan perdarahan baik dari varises esophagus, gusi maupun epistaksis.

Peningggian kadar gula darah. Hati tidak mampu membentuk glikogen, bila terus meninggi prognosis

jelek.

4

Page 5: BAB II Sirosis

Pemeriksaan marker serologi seperti virus, HbsAg/HbsAb, HbcAg/ HbcAb, HBV DNA, HCV RNA.,

untuk menentukan etiologi sirosis hati dan pemeriksaan AFP (alfa feto protein) penting dalam

menentukan apakah telah terjadi transpormasi kearah keganasan.

2. Pemeriksaan Radiologis

USG Abdomen, sudah secara rutin digunakan karena pemeriksaannya noninvasif dan mudah

dilakukan. Pemeriksaan USG meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya

massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan noduler, permukaan irreguler, dan ada peningkatan

ekogenitas parenkim hati. Selain itu USG juga dapat menilai asites, splenomegali, thrombosis vena

porta, pelebaran vena porta, dan skrining karsinoma hati pada pasien sirosis.

F.     KOMPLIKASI1.      Ulkus peptikum2.      Perdarahan saluran cerna3.      Ensefalopati hepatik4.      Carsinoma hepatoseluler5.      Koma hepatikum

G.    PENATALAKSANAANa. Asites

1) Asites diterapi dengan tirah baring total dan diawali dengan diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol/hari.

2) Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretik.3) Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200mg sekali sehari.4) Respons diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya

edema kaki atau 1 kg/ hari bila edema kaki ditemukan.5) Bila pemberian spironolaktin belum adekuat maka bisa dikombinasi dengan furosemide

dengan dosis 20-40 mg/hari. Parasintesis dilakukan jika jumlah asites sangat besar.b. Encephalophaty

Pada pasien dengan adanya ensephalophaty hepatik dapat digunakan laktulosa untuk mengeluarkan amonia dan neomisin dapat digunakan untuk mengeliminasi bakteri usus penghasil amonia.

c. Pendarahan EsofagusUntuk perdarahan esofagus pada sebelum dan sesudah berdarah dapat diberikan propanolol. Waktu perdarahan akut, dapat diberikan preparat somatostatin atau okreotid dan dapat diteruskan dengan tindakan ligasi endoskopi atau skleroterapi.

H.    ASKEP TEORITIS1.     Pengkajian

a.   Identitas klien

Nama, umur, alamat, pekerjaan, dll.

b.   Riwayat Kesehatan

1. Riwayat kesehatan sekarang

-   Letih atau lemah                               - Perdarahan gusi

5

Page 6: BAB II Sirosis

-  Nafsu makan menurun                      - BAK seperti teh pekat

-   Kembung                                          - Diare/konstipasi

-   Mual                                                  - hematemesis dan melena

-   BB menurun

2.      Riwayat Kesehatan Dahulu

Apakah ada riwayat konsumsi alkohol, menderita penyakit hepatitis viral sebelumnya, riwayat

malaria, menderita penyakit

3.      Riwayat Kesehatan Keluarga

Apakah keluarga ada yang menderita penyakit hepatitis/sirosis hepatis, malaria.

c.       Data Fisik

1.      Aktivitas/Istirahat

-   Kelemahan

-   Letargi

-   Penurunan tonus otot

2        Sirkulasi

-   Perikarditis

-   Penyakit jantung rematik

3        Eliminasi

-  Flatus                        - Penurunan/tidak adanya bising usus

-  Distensi abdomen

-  Urin gelap, pekat       - Feses warna tanah liat, melena

4       Makanan/Cairan

-  Anoreksia, mual/muntah, berat badan menurun atau peningkatan berat badan, edem umum,

kulit kering, turgor buruk, perdarahan gusi, spidernevi, ikterik

5        Nyeri/kenyamanan

-  Nyeri tekan abdomen, perilaku waspada, fokus pada diri sendiri

6        Pernafasan

-   Dispnea, takipnea, pernafasan dangkal, bunyi nafas tambahan, ekspansi paru terbatas.

7        Keamanan

-   Demam, ikterik, ekimosis, eritema palmaris

8        Seksualitas

-   Impotensi, gangguan menstruasi

9        Neurosensorik

-   Perubahan mental, bingung, bicara lambat/tidak puas, ensepalopati hepatik.

6

Page 7: BAB II Sirosis

2        Diagnosa Keperawatan

a.   Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d diit tak adekuat, ketidakmampuan

memproses/ mencerna makanan, anoreksia, mual/muntah.

b.   Kelebihan volume cairan b.d kelebihan natrium/masukan cairan, penurunan protein plasma,

malnutrisi.

c.   resiko tinggi kerusakan integritas kulit b.d gangguan sirkulasi/status metabolik, akumulasi garam

empedu kulit, asites

d.   resiko tinggi pernafasan tak efektif b.d penggumpalan cairan intra abdomen, penurunan ekspansi

paru.

e.   resiko tinggi terhadap cidera b.d profil darah abnormal, gangguan faktor pembekuan, hipertensi

portal.

f.   resiko tinggi perubahan proses pikir b.d peningkatan kadar amoniak serum

3.      Intervensi Keperawatan

a.      Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d diit tak adekuat, ketidakmampuan memproses/ mencerna makanan, anoreksia, mual/muntah.Kriteria hasil:

1) Klien mengatakan makannya enak2) Porsi makanan yang disediakan Rumah Sakit dapat dihabiskan3) BB meningkat mencapai BB ideal4) Mual dan muntah hilang5) Klien Tampak kuat6) Hb dan TTV dalam batas normal

7

Page 8: BAB II Sirosis

b.      Kelebihan volume cairan b.d kelebihan natrium / masukan cairan, penurunan protein plasma, malnutrisiKriteria hasil:

1) input dan output seimbang2) BB ideal3) Udema negatif

Intervensi      Batasi asupan natrium jika

diinstruksikan2.      Catat asupan dan keluaran cairan3.      Ukur dan catat lingkar perut tiap

hari4.      Jelaskan pada klien dan keluarga

mengapa harus dibatasi natrium/garam

5.      Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian diuretik, suplemen, kalium dan protein

RasionalMiminimalkan retensi cairan, dan mengurngi asites dan oedemaMenilai efektifitas terapi dan kecukupan asupan cairanMemantau perubahan pada pembentukan asites dan penumpukan cairan

Meningkatkan pemahaman dan kerja sma klien dalam menjalani dan melaksanakan pembatasan cairan

Meningkatkan eksresi cairan lewat ginjal dan mempertahankan keseimbangan cairan serta elektrolit yang normal

8

Intervensi RasionalMandiri

1. Kaji status nutrisi klien,kebiasaan makan, makanan yang disukai dan tidak disukai

2. Motivasi klien untuk makan makanan dan suplemen makanan

3. Anjurkan klien makan makanan dengan porsi kecil tapi sering

4. Hidangkan makanan yang menimbulkan selera dan menarik dalam penyajiannya

5. Lakukan oral hygiene sebelum dan sesudah makan

6. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman pada saat klien makan

7. Berikan klien diet hati 8. Timbang berat badan klien setiap hari

sesuai toleransi dan kekuatan klien untuk timbang BB

Kolaborasi 1.kolaborasi dengan dokter dalam

pemberian cairan parenteral : D10% Aminofusin

2. kolaborasi dalam pemberian obat-obatan penambah nafsu makan, antimual,muntah.

Untuk mengetahui sejauh mana masalah nutrisi yang dirasakan klien dan kebiasaan makan sebelum sakitMotivasi sangat penting bagi penderita anoreksia dan gangguan intestinalMakanan dengan porsi kecil dan sering ditolerir oleh penderita anoreksiaMakanan dengan sajian yang menarik meningkatka selera makan klien

Kebersihan mulut yang terjaga dapat mengurangi  cita rasa tidak enak dan merangsang selera makanMakanan yang dimakan akan dirasakan lebih menarik atau enak pada ruangan dan kenyamanan tersedia Hati dapat mengurangi beban kerjaDari BB dapat diketahui kemajuan dan kemunduran pola nutrisi klien

Dektrase dapat diberikan pada klien dengan kekurangan asupan nutrisi

Pemberian vitamin dapat meningkatkan nafsu makan dan pemberian obat anti muntah dan mual dapat meningkatkan nafsu makan

Page 9: BAB II Sirosis

c.       Risiko tinggi kerusakan integritas kulit b.d gangguan sirkulasi / status metabolik, akumulasi garam empedu pada kulit, asites.Kriteria Hasil :1) Turgor kulit baik2) Edema, asites tidak ada3) Sirkulasi baik, kulit lembab

Intervensi1. Lihat permukaan kulit,

adanya edema, gunakan lotion / minyak untuk pijak

2. Ubah posisi tidur secara teratur tiap 2 jam bantu latihan tentang gerak aktif / pasif

3. Pertahankan alat timun dan zeil tetap bebas dari basa dan usahakan kering dan bebas dari lipatan

4. Berikan perawatan perineal setelah berkemih dan devikasi

5. Usakan kuku klien dan perawat pindah

RasionalEdema jaringan lebih cenderung untuk mengalami kerusakan dan terbentuk dekubitusPengubahan posisi menurunkan tekanan pada jaringan edema untuk memperbaharui sirkulasi, latihan meningkatkan sirkulasi

Meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan edema pada ekstremitasKelembaban meningkatkan prioritas dan meningkatkan resiko kerusakan kulitMencegah deskosiasi dari garam empedu

Mencegah terjadinya goresan pada kulit sehingga meningkat cedera kulit

D.      Risiko tinggi pola nafas tak efektif b.d penumpukan cairan intraabdomen, penurunan ekspansi paruKriteria Hasil :1) Klien nampak tenang2) Klien mengatakan sesak berkurang3) Pernafasan normal 16- 24 x /mnt

Intervensi1. Kaji pola pernafasan,

adanya tholepnae / sinosis2. Atur posisi semi fowler jika

sesak napas3. Berikan O2 sesuai

kebutuhan

4. Monitor tanda- tanda vital tiap 2 jam

5. Anjurkan klien banyak istirahat dan mengirangi pikiran

RasionalUntuk mengetahui masalah pernafasan dan sejauh mana masalah dirasakan urin

Posisi semi fowler meningkatkan ekspansi paruPemberian O2 dapat memnbantu dalam pemenuhan kebutuhan O2Mengetahui sejauh mana masalah pernafasan berpengaruh pada fisiologis tubuh

Aktifitas dan pikiran membuat peningkatan metabolisme yang memerlukan O2 sehingga nafas semakin sesak untuk memenuhi O2

9

Page 10: BAB II Sirosis

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan

ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas,

pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan

perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul

tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001). Penyebab sirosis hepatis adalah alkohol,

sirosis pasca nekrostik, obstruksi biliaris pasca hepatik.

10

Page 11: BAB II Sirosis

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. (1999). Rencana asuhan

keperawatan : pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran (EGC).

Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (1994). Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit.

Jakarta: Penerbit EGC.

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah 2. (Ed 8). Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran (EGC).

Soeparman. 1987. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta : FKUI.

Tjokronegoro dan Hendra Utama. (1996). Ilmu penyakit dalam jilid 1. Jakarta: FKUI.

11