BAB II Simulasi public health

29
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Diagnosis dan Intervensi Komunitas Diagnosis dan intervensi komunitas adalah suatu kegiatan untuk menentukan adanya suatu masalah kesehatan di komunitas atau masyarakat dengan cara pengumpulan data di lapangan dan kemudian melakukan intervensi sesuai dengan permasalahan yang ada. Diagnosis dan intervensi komunitas merupakan suatu prosedur atau keterampilan dari ilmu kedokteran komunitas. Dalam melaksanakan kegiatan diagnosis dan intervensi komunitas perlu disadari bahwa yang menjadi sasaran adalah komunitas atau sekelompok orang sehingga dalam melaksanakan diagnosis komunitas sangat ditunjang oleh pengetahuan ilmu kesehatan masyarakat (epidemiologi, biostatistik, metode penelitian, manajemen kesehatan, promosi kesehatan masyarakat, kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan gizi) (Anonim, 2014). 2.1.2 Pengertian Perilaku Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan

description

public health FKUY

Transcript of BAB II Simulasi public health

Page 1: BAB II Simulasi public health

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TINJAUAN PUSTAKA

2.1.1 Diagnosis dan Intervensi Komunitas

Diagnosis dan intervensi komunitas adalah suatu kegiatan untuk menentukan adanya

suatu masalah kesehatan di komunitas atau masyarakat dengan cara pengumpulan data di

lapangan dan kemudian melakukan intervensi sesuai dengan permasalahan yang ada.

Diagnosis dan intervensi komunitas merupakan suatu prosedur atau keterampilan dari

ilmu kedokteran komunitas. Dalam melaksanakan kegiatan diagnosis dan intervensi

komunitas perlu disadari bahwa yang menjadi sasaran adalah komunitas atau

sekelompok orang sehingga dalam melaksanakan diagnosis komunitas sangat ditunjang

oleh pengetahuan ilmu kesehatan masyarakat (epidemiologi, biostatistik, metode

penelitian, manajemen kesehatan, promosi kesehatan masyarakat, kesehatan lingkungan,

kesehatan kerja dan gizi) (Anonim, 2014).

2.1.2 Pengertian Perilaku

Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi

manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan

tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu terhadap

stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat

pasif (tanpa tindakan : berpikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan

tindakan). Sesuai dengan batasan ini, perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai

bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang

menyangkut pengetahuan dan sikap tentang kesehatan. Perilaku aktif dapat dilihat,

sedangkan perilaku pasif tidak tampak, seperti pengetahuan, persepsi, atau motivasi.

Beberapa ahli membedakan bentuk-bentuk perilaku ke dalam tiga domain yaitu

pengetahuan, sikap, dan tindakan atau sering kita dengar dengan istilah knowledge,

attitude, practice (Sarwono, 2004).

Page 2: BAB II Simulasi public health

Dari sudut biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang

bersangkutan, yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. Perilaku

manusia adalah suatu aktivitas manusia itu sendiri (Notoadmodjo, 2003).

Ensiklopedi Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu aksi-reaksi organisme terhadap

lingkungannya. Perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk

menimbulkan reaksi, yakni yang disebut rangsangan. Berarti rangsangan tertentu akan

menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu (Notoadmodjo, 2003).

Sebagaimana dikutip oleh Notoatmodjo (2003), perilaku adalah tindakan atau perilaku

suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Umum, perilaku

manusia pada hakekatnya adalah proses interaksi individu dengan lingkungannya sebagai

manifestasi hayati bahwa dia adalah mahluk hidup (Kusmiyati dan Desminiarti,1991).

Menurut penulis yang disebut perilaku manusia adalah aktivitas yang timbul karena

adanya stimulus dan respons serta dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung.

Di Indonesia istilah perilaku kesehatan sudah lama dikenal dalam 15 tahun akhir-akhir

ini konsep-konsep di bidang perilaku yang berkaitan dengan kesehatan ini sedang

berkembang dengan pesatnya, khususnya dibidang antropologi medis dan kesehatan

masyarakat. Istilah ini dapat memberikan pengertian bahwa kita hanya berbicara

mengenai perilaku yang secara sengaja dilakukan dalam kaitanya dengan kesehatan.

Kenyataanya banyak sekali perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, bahkan

seandainya seseorang tidak mengetahuinya, atau melakukanya dengan alasan yang sama

sekali berbeda (menurut Gochman,1988 yang dikutip Lukluk A, 2008).

Teori Who (1984) 

Ada empat alasan pokok yang menyebabkan seseorang berperilaku tertentu, yakni:

1.      Pikiran dan Perasaan

Dalam bentuk pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan, dan penilaian seseorang

terhadap objek (objek kesehatan).

a.        Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain.

b.       Kepercayaan sendiri atau orang tua, kakek, atau  nenek. Seseorang menerima

kepercayaan berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih

dahulu.

Page 3: BAB II Simulasi public health

c.       Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap

sendiri diperoleh dari pengalaman sendiri atau pun dari orang lain yang

paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain

atau objek lain. Sikap positif terhadap tindakan-tindakan kesehatan tidak

selalu terwujud di dalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu,

sikap akan diikuti oleh tindakan mengacu pada pengalaman orang lain,

sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasar pada banyak

atau sedikitnya pengalaman seseorang.

2.  Orang penting sebagai referensi

Apabila seseorang itu penting untuknya, maka apa yang ia katakan atau perbuat

cenderung untuk dicontoh.

3. Sumber-sumber daya

Mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga, dan sebagainya.

4. Kebudayaan, kebiasaan, nilai-nilai dan tradisi

Kebudayaan ini terbentuk dalam waktu yang lama dan selalu berubah, baik

lambat ataupun cepat sesuai dengan peradapan umat manusia.

Bentuk perubahan perilaku menurut WHO (1984)

1. Perubahan Alamiah (Natural Change)

Bentuk perubahan perilaku yang terjadi karena perubahan alamiah tanpa pengaruh

faktor- faktor lain. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan

lingkungan fisik atau sosial, budaya dan ekonomi, maka anggota-anggota masyarakat

di dalamnya yang akan mengalami perubahan.

2. Perubahan Rencana (Planned Change)

Bentuk perubahan perilaku yang terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh

subyek.

3. Kesediaan Untuk Berubah ( Readiness to Change)

Page 4: BAB II Simulasi public health

Setiap orang di dalam masyarakat mempunyai kesediaan untuk berubah yang

berbeda-beda meskipun kondisinya sama. Apabila terjadi suatu inovasi atau program-

program pembangunan di dalam masyarakat, maka yang sering terjadi adalah

sebagian orang sangat cepat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut, namun

sebagian lagi sangat lamban.

Strategi Perubahan Perilaku 

            Beberapa strategi dalam perubahan perilaku berdasarkan keputusan WHO (Program

Pembangunan Nasional Th. 2002-2004 ) yaitu :

1.  Menggunakan kekuatan

Kekuasaan atau dorongan artinya perubahan perilaku yang dilakukan secara paksa

kepada sasaran sehingga dia mau melakukan sesuatu sesuai harapan. Perubahan

tersebut dapat berlangsung secara tepat namun tidak bertahan lama karena perubahan

tidak bertahan lama karena perubahan tidak didasari oleh kesadaran hati.

2. Memberikan informasi kepada sasaran tentang suatu.

Sehingga akan menimbulkan kesadaran mereka dan menyebabkan orang yang

berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. Perubahan ini memakan

waktu yang lama tetapi hasil yang diperoleh bersifat langgeng karena didasari oleh

kesadaran mereka sendiri.

3.  Strategi dengan cara difusi dan partisipasi.

Hal ini berarti seseorang/kelompok aktif berpatisipasi dalam diskusi-diskusi informasi

yang diterimanya. Dengan demikian, pengetahuan yang diperoleh lebih memadai dan

mantap. Ini membutuhkan waktu yang sangat lama dari cara yang kedua, dan hasil yang

jauh lebih baik dari cara yang pertama.

Contoh :

Seorang ibu habis melahirkan tidak mau menyusui anaknya, karena dia punya

keyakinan kalau payudaranya akan hilang keindahannya bila menyusui (TF), atau

karena artis yang diidolakannya tidak menyusui sehingga dia mengikuti (PR), atau

karena harus bekerja, tidak ada waktu untuk menyusui (R), atau karena kebudayaan di

Page 5: BAB II Simulasi public health

daerah ibu tersebut lebih keren kalau memberi susu formula daripada ASI, makin mahal

harga susu maka status sosial makin naik (C).

Bentuk Perilaku

Perilaku dapat diberi batasan sebagai suatu tanggapan individu terhadap rangsangan yang

berasal dari dalam maupun luar diri individu tersebut. Secara garis besar bentuk perilaku

ada dua macam, yaitu :

a. Perilaku Pasif (respons internal)

Perilaku yang sifatnya masih tertutup, terjadi dalam diri individu dan tidak dapat

diamati secara langsung. Perilaku ini sebatas sikap belum ada tindakan yang

nyata.

b. Perilaku Aktif (respons eksternal)

Perilaku yang sifatnya terbuka, perilaku aktif adalah perilaku yang dapat diamati

langsung, berupa tindakan yang nyata

2.1.3 PMT-ASI

Usia balita merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Oleh

karena itu, kelompok usia balita perlu mendapat perhatian, karena merupakan kelompok yang

rawan terhadap kekurangan gizi.

Untuk mengatasi kekurangan gizi yang terjadi pada kelompok usia balita perlu

diselenggarakan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Pemulihan. PMT Pemulihan bagi

anak usia 6-59 bulan dimaksudkan sebagai tambahan, bukan sebagai pengganti makanan

utama sehari-hari. PMT Pemulihan dimaksud berbasis bahan makanan lokal dengan menu

khas daerah yang disesuaikan dengan kondisi setempat.

Mulai tahun 2011 Kementerian Kesehatan RI menyediakan anggaran untuk kegiatan

PMT Penyuluhan dan PMT Pemulihan melalui dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK).

Dengan adanya dana BOK di setiap puskesmas, kegiatan PMT Pemulihan bagi anak

balita usia 6 – 59 bulan diharapkan dapat didukung oleh pimpinan puskesmas dan jajarannya.

Untuk memperoleh pemahaman yang sama dalam melaksanakan kegiatan dimaksud, maka

disusun Panduan Penyelenggaraan PMT Pemulihan bagi Balita Gizi Kurang.

Page 6: BAB II Simulasi public health

Tujuan

Tujuan Umum :

Sebagai acuan dalam pelaksanaan PMT Pemulihan berbasis bahan makanan lokal bagi

balita gizi kurang usia 6-59 bulan.

Tujuan Khusus :

1. Memberikan informasi tentang Prinsip Dasar PMT Pemulihan

2. Memberikan informasi tentang penyelenggaraan PMT Pemulihan berbasis bahan

makanan lokal bagi balita gizi kurang 6 – 59 bulan.

Sasaran

Balita gizi kurang atau kurus usia 6-59 bulan termasuk balita dengan Bawah Garis

Merah (BGM) dari keluarga miskin menjadi sasaran prioritas penerima PMT

Pemulihan.

Balita dengan kriteria tersebut di atas, perlu dikonfirmasi kepada Tenaga Pelaksana

Gizi atau petugas puskesmas, guna menentukan sasaran penerima PMT Pemulihan.

Cara Penentuan Sasaran :

Sasaran dipilih melalui hasil penimbangan bulanan di Posyandu dengan urutan prioritas dan

kriteria sebagai berikut :

1. Balita yang dalam pemulihan pasca perawatan gizi buruk di TFC/Pusat Pemulihan

Gizi/Puskesmas Perawatan atau RS

2. Balita kurus dan berat badannya tidak naik dua kali berturut-turut (2 T)

3. Balita kurus

4. Balita Bawah Garis Merah (BGM) \

Pengertian

1. Balita sasaran adalah balita usia 6-59 bulan.

2. Balita gizi kurang adalah balita dengan status gizi kurang berdasarkan indikator

BB/U dengan nilai z-score : -2 SD sampai dengan <-3 SD.

3. Balita kurus adalah balita dengan status gizi kurang berdasarkan indikator BB/PB

atau BB/TB dengan nilai z-score : -2 SD sampai dengan <-3 SD.

4. Balita 2 T adalah balita dengan hasil penimbangan yang tidak naik berat badannya 2

kali berturut-turut pada Kartu Menuju Sehat (KMS).

5. Balita Bawah Garis Merah (BGM) adalah balita yang berat badannya berada di

bawah garis merah pada KMS.

Page 7: BAB II Simulasi public health

6. Balita pasca perawatan gizi buruk adalah balita yang telah dirawat sesuai Tata

Laksana Gizi Buruk yang sudah berada di kondisi gizi kurang (BB/TB dengan nilai z

score -2 SD sampai dengan <-3 SD) dan tidak ada gejala klinis gizi buruk.

7. Makanan tambahan adalah makanan bergizi sebagai tambahan selain makanan

utama bagi kelompok sasaran guna memenuhi kebutuhan gizi.

8. Makanan Tambahan Pemulihan bagi balita adalah makanan bergizi yang

diperuntukkan bagi balita usia 6- 59 bulan sebagai makanan tambahan untuk

pemulihan gizi.

9. Makanan lokal adalah bahan makanan atau makanan yang tersedia dan mudah

diperoleh di wilayah setempat dengan harga yang terjangkau.

10. Makanan pabrikan adalah makanan jadi hasil olahan pabrik Panduan

Penyelenggaraan PMT Pemulihan Bagi Balita Gizi Kurang

Prinsip

1. PMT Pemulihan diberikan dalam bentuk makanan atau bahan makanan lokal dan tidak

diberikan dalam bentuk uang.

2. PMT Pemulihan hanya sebagai tambahan terhadap makanan yang dikonsumsi oleh

balita sasaran sehari-hari, bukan sebagai pengganti makanan utama.

3. PMT Pemulihan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan gizi balita sasaran sekaligus

sebagai proses pembelajaran dan sarana komunikasi antar ibu dari balita sasaran.

4. PMT pemulihan merupakan kegiatan di luar gedung puskesmas dengan pendekatan

pemberdayaan masyarakat yang dapat diintegrasikan dengan kegiatan lintas program

dan sektor terkait lainnya.

5. PMT Pemulihan dibiayai dari dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK). Selain itu

PMT pemulihan dapat dibiayai dari bantuan lainnya seperti partisipasi masyarakat,

dunia usaha dan Pemerintah Daerah.

Komponen Pembiayaan

Dana BOK kegiatan PMT Pemulihan dapat digunakan untuk pembelian bahan makanan

dan atau makanan lokal termasuk bahan bakar guna menyiapkan PMT pada saat memasak

bersama.

Transport petugas puskesmas dan atau kader dalam rangka penyelenggaraan PMT

Pemulihan dapat menggunakan dana operasional posyandu.

Page 8: BAB II Simulasi public health

Persyaratan Jenis dan Bentuk Makanan

1. Makanan tambahan pemulihan diutamakan berbasis bahan makanan atau makanan

lokal. Jika bahan makanan lokal terbatas, dapat digunakan makanan pabrikan yang

tersedia di wilayah setempat dengan memperhatikan kemasan, label dan masa

kadaluarsa untuk keamanan pangan.

2. Makanan tambahan pemulihan diberikan untuk memenuhi kebutuhan gizi balita

sasaran.

3. PMT Pemulihan merupakan tambahan makanan untuk memenuhi kebutuhan gizi

balita dari makanan keluarga.

4. Makanan tambahan balita ini diutamakan berupa sumber protein hewani maupun

nabati (misalnya telur/ ikan/daging/ayam, kacang-kacangan atau penukar) serta

sumber vitamin dan mineral yang terutama berasal dari sayur-sayuran dan buah-

buahan setempat.

5. Makanan tambahan diberikan sekali sehari selama 90 hari berturut-turut.

6. Makanan tambahan pemulihan berbasis bahan makanan /makanan lokal ada 2 jenis

yaitu berupa:

a. MP-ASI (untuk bayi dan anak berusia 6-23 bulan)

b. Makanan tambahan untuk pemulihan anak balita usia 24-59 bulan berupa makanan

keluarga.

Page 9: BAB II Simulasi public health

7. Bentuk makanan tambahan pemulihan yang diberikan kepada balita dapat disesuaikan

dengan pola makanan. PENYELENGGARAAN PMT PEMULIHAN Kegiatan PMT Pemulihan berbasis makanan lokal bagi balita berusia 6-59 bulan

merupakan serangkaian kegiatan sebagai berikut :

1. Persiapan

2. Pelaksanaan

3. Pemantauan

4. Pencatatan dan Pelaporan

Langkah-langkah penyelenggaraan PMT Pemulihan sebagai berikut :

Persiapan

1. Kecamatan/Puskesmas:

Sosialisasi dari Puskesmas ke kader tentang rencana pelaksanaan PMT Pemulihan yang

menggunakan dana penunjang pelayanan kesehatan merujuk pada Juknis BOK

Rapat koordinasi dan organisasi pelaksana untuk menentukan lokasi, jenis PMT

Pemulihan, alternatif pemberian, penanggung jawab, pelaksana PMT Pemulihan

(menggunakan dana kegiatan lokakarya mini dari BOK)

Konfirmasi status gizi calon penerima PMT Pemulihan

Penentuan jumlah dan alokasi sasaran

Perencanaan menu makanan tambahan pemulihan.

2. Desa /Kelurahan/Pustu/Poskesdes

Rekapitulasi data sasaran balita berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin

Mengirimkan data balita sasaran yang akan mendapat PMT Pemulihan ke puskesmas

Pembinaan pelaksanaan PMT Pemulihan termasuk penyusunan menu makanan

tambahan

3. Dusun/ RW/Posyandu

Pendataan sasaran balita sesuai kriteria prioritas sasaran diatas dan berdasarkan

kelompok umur dan jenis kelamin?

Menyampaikan data calon sasaran penerima PMT Pemulihan ke

Desa/Kelurahan/Pustu /Poskesdes untuk dikonfirmasi status gizinya

Menerima umpan balik mengenai jumlah sasaran penerima PMT Pemulihan dari

puskesmas serta menyampaikannya kepada ibu balita sasaran

Membentuk kelompok ibu balita sasaran

Page 10: BAB II Simulasi public health

Merencanakan pelaksanaan PMT Pemulihan (jadwal, lokasi, jenis dan bentuk PMT

Pemulihan, alternatif pemberian, penanggung jawab, pelaksana PMT Pemulihan)

Pelaksanaan

Penyelenggaraan PMT Pemulihan lokal perlu didukung dengan penyuluhan Perilaku

Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) oleh tenaga kesehatan dan kader kepada keluarga sasaran.

Dalam pelaksanaan PMT pemulihan, perlu dipertimbangkan beberapa hal sebagai berikut :

1. Apabila memungkinkan, hari masak penyelenggaraan PMT Pemulihan dilakukan setiap

hari di tempat tertentu yang disepakati bersama.

2. Bila hari masak setiap hari tidak memungkinkan, maka hari masak sebaiknya dilakukan

2 kali seminggu.

3. Bagi daerah yang kondisi geografisnya sulit, hari masak dapat dilakukan sekali

seminggu

Berikut adalah beberapa alternatif cara penyelenggaraan kegiatan PMT-Pemulihan yang

dapat dipilih sesuai dengan kondisi setempat :

1. Masak bersama setiap hari :

a. Makanan tambahan pemulihan disiapkan dan dimasak oleh kader bersama ibu sasaran

di rumah kader atau tempat lain sesuai kesepakatan.

b. Makanan tambahan pemulihan yang dihidangkan dapat berupa 1 porsi makanan lauk

atau makanan selingan dan buah.

c. Setiap hari kader bersama ibu balita memasak makanan sesuai umur anak di tempat

yang disepakati bersama. Masing-masing 1 anak balita sasaran mendapat makanan

tambahan yang sudah dimasak tersebut ditambah 1 porsi buah, seperti papaya,

semangka atau melon.

d. Selama ibu memberikan makanan pada anak, kader memberikan penyuluhan tentang

makanan dan manfaatnya.

e. Kegiatan serupa berlangsung selama 7 hari dalam seminggu berturut-turut.

f. Jika ada ibu dan balita sasaran yang tidak hadir, kader mengantar makanan tambahan

pemulihan ke rumah balita tersebut.

g. Jumlah hari makan anak adalah 90 hari (HMA) yang dilakukan berturut-turut.

2. Masak bersama 2 kali seminggu :

Page 11: BAB II Simulasi public health

a. Penyelenggaraan masak bersama dapat dilakukan 2 kali seminggu dalam bentuk

makanan lokal.

b. Setiap 2 kali seminggu kader bersama ibu balita memasak makanan sesuai umur anak

di tempat yang disepakati bersama. Masing-masing 1 anak balita sasaran mendapat

makanan tambahan yang sudah dimasak tersebut ditambah 1 porsi buah.

c. Hari-hari lainnya dapat diberikan bahan makanan yang kering seperti : telur, abon,

peyek kacang, teri kering, biskuit, susu UHT, buah-buahan, dll untuk dibawa pulang

selama 2 hari berikutnya.(lihat lampiran 4)

d. Makanan tambahan pemulihan yang dihidangkan dapat berupa 1 porsi makanan lauk

atau makanan selingan dan buah.

e. Selama ibu memberikan makanan pada anak, kader memberikan penyuluhan tentang

makanan dan manfaatnya.

f. Kegiatan serupa berlangsung selama 2 kali dalam seminggu.

g. Jika ada ibu dan balita sasaran yang tidak hadir, kader mengantar makanan tambahan

pemulihan ke rumah balita tersebut.

h. Jumlah hari makan anak adalah 90 hari (HMA) yang dilakukan berturut-turut.

Buah untuk dibawa pulang sebaiknya buah yang kering seperti pisang, jeruk, alpukat dll,

sedangkan untuk dimakan ditempat berupa papaya, semangka, melon dan sejenisny.

3. Masak bersama 1 kali seminggu :

a. PMT Pemulihan berbasis bahan makanan/makanan lokal disiapkan dan dimasak oleh

ibu sasaran secara berkelompok bersama para kader.

b. Penyelenggaraan masak bersama dapat dilakukan sekali seminggu dalam bentuk

makanan lokal.

c. Setiap awal minggu atau hari yang disepakati, kader bersama para ibu dari balita

sasaran memasak hidangan makanan lengkap berupa bubur, nasi, lauk pauk, sayur dan

buah untuk dimakan oleh anak bersama-sama sebagai sarana pembelajaran. Makanan

dimasak sesuai menu yang direncanakan semula, kemudian dibagikan hanya kepada

balita sasaran. Masing-masing anak balita sasaran mendapat makanan tambahan yang

sudah dimasak oleh kader bersama ibu balita.

d. Hari-hari lainnya dapat diberikan bahan makanan yang kering untuk dibawa pulang,

seperti : telur, abon, peyek kacang, teri kering, biskuit, susu UHT, buah-buahan, dll.

Page 12: BAB II Simulasi public health

e. Selama ibu memberikan makanan pada anak, kader memberikan penyuluhan tentang

makanan dan manfaatnya.

f. Kegiatan serupa berlangsung selama 1 kali dalam seminggu selama 90 hari.

Page 13: BAB II Simulasi public health

g. Jumlah hari makan anak adalah 90 hari (HMA) yang dilakukan berturut-turut.

Page 14: BAB II Simulasi public health

h. Jika ada ibu dan balita sasaran yang tidak hadir, kader mengantar makanan tambahan

pemulihan ke rumah balita tersebut.Contoh PMT Pemulihan berbasis bahan

makanan/makanan lokal dapat dilihat pada lampiran.

Pemantauan dan Bimbingan Teknis

a. Pemantauan dilakukan setiap bulan selama pelaksanaan PMT Pemulihan.

b. Pemantauan meliputi pelaksanaan PMT Pemulihan, pemantauan berat badan setiap

bulan; sedangkan pengukuran panjang/tinggi badan hanya pada awal dan akhir

pelaksanaan PMT Pemulihan menggunakan formulir pada lampiran 7 dan lampiran 8.

c. Pemantauan dan bimbingan teknis dilakukan oleh Kepala Puskesmas, Tenaga Pelaksana

Gizi (TPG) puskesmas atau bidan di desa kepada ibu Kader pelaksana PMT Pemulihan.

Pencatatan dan Pelaporan

Menu makanan tambahan pemulihan

Ibu melakukan pencatatan harian sederhana mengenai daya terima makanan tambahan

pemulihan (Lampiran 10) yang akan dipantau oleh kader atau bidan di desa setiap

minggu. Hasil pencatatan daya terima makanan tambahan pemulihan dibahas pada saat

masak bersama.

Untuk menghindari PMT Pemulihan sebagai pengganti makanan utama di rumah, maka

PMT Pemulihan sebaiknya diberikan pada pagi hari diantara makan pagi dengan makan

siang (sekitar pukul 10.00-11.00), atau diantara makan siang dengan makan malam (sekitar

pukul 14.00-16.00) waktu setempat.Panduan Penyelenggaraan PMT Pemulihan Bagi Balita

Gizi Kurang

Keuangan

1. Penggunaan dana kegiatan PMT Pemulihan ini merupakan bagian dari dana BOK

yang harus dipertanggung jawabkan.

2. Pengajuan kebutuhan dana untuk pelaksanaan PMT pemulihan mengikuti petunjuk

pelaksanaan/ petunjuk teknis Panduan BOK.

3. Pertanggungjawaban keuangan berupa rincian dan nota pembelian bahan makanan

dan bahan bakar untuk PMT Pemulihan yang dilaksanakan oleh TPG puskesmas

atau tenaga lainnya disampaikan kepada Kepala Puskesmas untuk diteruskan kepada

Dinkes Kabupaten/Kota.

Page 15: BAB II Simulasi public health

Hasil kegiatan PMT Pemulihan

1. Jumlah anak yang mendapat makanan tambahan pemulihan dan hari anak mendapat

makanan tambahan pemulihan selama pelaksanaan PMT Pemulihan.

2. Status gizi balita

Penambahan berat badan balita dicatat setiap bulan. Perkembangan status gizi

balita (BB/PB atau BB/ TB) dicatat pada awal dan akhir pelaksanaan PMT

Pemulihan serta dilaporkan oleh Kepala Puskesmas ke Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota.

Selanjutnya Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan perkembangan status

gizi ke Pusat* dengan tembusan ke Dinas Kesehatan Provinsi.

2.2 Kerangka Teori

Konsep yang digunakan dalam penelitian ini merujuk pada teori WHO (1984), yang

menyatakan bahwa pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mempengaruhi

terbentuknya perilaku yaitu:

2.1 Kerangka Teori WHO 1984

Pikiran dan Perasaan

Orang penting sebagai referensi

 Sumber-sumber daya

Budaya

PERILAKU

Page 16: BAB II Simulasi public health

2.3 Kerangka Konsep

Berdasarkan teori sebelumnya, dapat dibuat suatu kerangka konsep yang

berhubungan dengan area permasalahan yang terjadi pada keluarga binaan di Kampung

Garapan, Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Propinsi

Banten. Kerangka konsep ini terdiri dari variabel independen dari kerangka teori yang

dihubungkan dengan area permasalahan.

Tabel 2.2Kerangka KonsepWHO 1984

Pikiran Ibu tentang PMT-ASI

Keluarga dan tetangga sebagai referensi terhadap

PMT-ASI

Tenaga kesehatan terhadap PMT-ASI

Kepercayaan dan kebiasaan terhadap PMT-ASI

PERILAKU IBU TENTANG PMT-ASI PADA BAYI

Sarana pelayanan kesehatan terhadap PMT-ASI

Media massa dan biaya terhadap PMT-ASI

Perasaan Ibu tentang PMT-ASI

Page 17: BAB II Simulasi public health

2.4 Definisi Operasional

Untuk membatasi ruang lingkup atau pengertian variabel-variabel yang diamati

atau diteliti, variabel tersebut diberi batasan atau definisi operasional. Definisi

operasional ialah suatu definisi yang didasarkan pada karakteristik yang dapat

diobservasi dari apa yang sedang didefinisikan atau “Mengubah konsep-konsep yang

berupa konstruk” dengan kata-kata yang menggambarkan perilaku atau gejala yang

dapat diamati dan yang dapat diuji dan ditentukan kebenarannya oleh orang lain.

Definisi operasional juga bermanfaat untuk mengarahkan kepada pengukuran atau

pengamanan terhadap variabel-variabel yang bersangkutan serta mengembangkan

instrumen (alat ukur) (Notoatmodjo, 2006). Adapun definisi operasional dalam

penelitian ini sebagai berikut:

Tabel 2.5 Definisi Operasional

No Variabel DefinisiAlat

Ukur

Cara

UkurHasil Ukur

Skala

Pengukur

an

1. Perilaku ibu

Segala macam

Pengalaman

Kuesion

er

Wawancar

aYa Nominal

Page 18: BAB II Simulasi public health

tentang PMT-ASI

dahulu ibu

terhadap PMT-

ASI,

Pengetahuan ibu

tentang definisi

PMT-ASI

Sikap seperti:

Pandangan ibu

terhadap PMT-

ASI. Bisa untuk

memperbaiki gizi

anak

Atau

Tidak

2

.

Pikiran Ibu

tentang KB

Suatu

bentuk Pengetah

uan tentang

bagaimana cara

mulai pemberian

PMT-ASI, yaitu

pada saat setelah

usia 6 bulan

Kuesion

er

Wawancar

a

A : 3

B: 2

C: 1

Ordinal

3

.

Perasaan Ibu

tentang KB

Persepsi ibu

tentang pemakai

KB tidak

membahayakan

bagi kesehatan

Ibu, Sikap ibu

untuk datang

dalam

penyuluhan yang

diberikan oleh

tenaga kesehatan

seperti bidan dan

Kuesion

er

Wawancar

a

A : 3

B: 2

C: 1

Ordinal

Page 19: BAB II Simulasi public health

perawat.

4

.

Keluarga dan

tetangga sebagai referensi PMT-ASI

Apabila

seseorang itu

penting untuknya,

maka apa yang ia

katakan atau

perbuat

cenderung untuk

dicontoh

misalnya

Keluarga yaitu

kakak atau

saudara, suami

dan tetangga ibu

meemberikan

PMT-ASI dengan

baik yaitu setelah

bayi berusia 6

bulan maka ibu

tersebut ikut

memberikan

setelah 6 bulan.

Kuesion

er

Wawancar

a

Ya

atau

Tidak

Nominal

5.

Tenaga Kesehatan

yang memberik

an pelayanan

tentang PMT-ASI

Mencakup adanya

Fasilitas seperti:

Sarana Kesehatan

yaitu Bidan

praktek ataupun

dokter praktek

pribadi dan

Puskesmas, dan

Kuesion

er

Wawancar

a

Ya

atau

Tidak

Nominal

Page 20: BAB II Simulasi public health

media massa

seperti koran, TV

dan radio, biaya

untuk

memberikan

PMT-ASI,

1.

Penyuluhan KB sarana

pelayanan kesehatan terhadap

pemakaian KB

Waktu yang

digunakan oleh

ibu untuk

penggunaan KB

cukup atau tidak.

Kuesion

er

Wawancar

a

Ya

atau

Tidak

Nominal

2.

Media masa dan

biaya terhadap

pemakaian KB

Mencakup adanya

Fasilitas seperti:

Sarana Kesehatan

yaitu Bidan

praktek ataupun

dokter praktek

pribadi dan

Puskesmas, dan

media massa

seperti koran, TV

dan radio, biaya

untuk

menggunakan KB

terjangkau atau

tidak,

Kuesion

er

Wawancar

a

Ya

atau

Tidak

Nominal

Page 21: BAB II Simulasi public health

3.

Kepercayaan dan

Kebiasaan PMT-ASI

Kepercayaan ibu

jika anak

mengenal

makanan sejak

dini anak menjadi

sehat, dan

Kebiasaan dalam

keluarga yang

mempengaruhi

ibu memberikan

makanan sebelum

anak usia 6 bulan

Kuesion

er

Wawancar

a

Ya

atau

TidakNominal