Bab II Rkpd Riau 2013

57
Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2013 II - 1 Evaluasi Hasil Pelaksanaan RKPD Tahun 2011 Dan Capaian Kinerja Penyelengaraan Pemerintahan Untuk melakukan evaluasi hasil pelaksanaan RKPD Tahun 2011, maka perlu diberikan gambaran terlebih dahulu tentang gambaran umum kondisi daerah Provinsi Riau. Gambaran ini meliputi kondisi geografi, demografi, pencapaian kinerja penyelenggaraan pemerintahan, dan permasalahan pembangunan lainnya sebagai berikut ini. 2.1 Gambaran Umum Kondisi Daerah 2.1.1 Aspek Geografi dan Demografi Provinsi Riau secara geografis terletak pada posisi 01°05’00” Lintang Selatan - 02°25’00” Lintang Utara dan 100°00’00” - 105°05’00” Bujur Timur. Provinsi Riau memiliki luas 107.932,71 km 2 , dimana 80,11% diantaranya merupakan wilayah daratan sedangkan sisanya adalah lautan/perairan. Secara administrasi, Provinsi Riau berbatas di sebelah Utara dengan Selat Melaka yang juga merupakan perbatasan dengan Negara Malaysia. Di sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Jambi; di sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat dan Sumatera Utara; dan di sebelah timur berbatasan dengan perairan yang juga merupakan perbatasan dengan Provinsi Kepulauan Riau. Gambar 2.1 memperlihatkan Peta Provinsi Riau dan daerah-daerah di sekitarnya. 2 Bab

Transcript of Bab II Rkpd Riau 2013

Page 1: Bab II Rkpd Riau 2013

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2013

II - 1

11..

EEvvaalluuaassii HHaassiill PPeellaakkssaannaaaann RRKKPPDD TTaahhuunn 22001111 DDaann CCaappaaiiaann KKiinneerrjjaa

PPeennyyeelleennggaarraaaann PPeemmeerriinnttaahhaann

Untuk melakukan evaluasi hasil pelaksanaan RKPD Tahun 2011, maka

perlu diberikan gambaran terlebih dahulu tentang gambaran umum kondisi

daerah Provinsi Riau. Gambaran ini meliputi kondisi geografi, demografi,

pencapaian kinerja penyelenggaraan pemerintahan, dan permasalahan

pembangunan lainnya sebagai berikut ini.

2.1 Gambaran Umum Kondisi Daerah

2.1.1 Aspek Geografi dan Demografi

Provinsi Riau secara geografis terletak pada posisi 01°05’00” Lintang

Selatan - 02°25’00” Lintang Utara dan 100°00’00” - 105°05’00” Bujur Timur.

Provinsi Riau memiliki luas 107.932,71 km2, dimana 80,11% diantaranya

merupakan wilayah daratan sedangkan sisanya adalah lautan/perairan.

Secara administrasi, Provinsi Riau berbatas di sebelah Utara dengan Selat

Melaka yang juga merupakan perbatasan dengan Negara Malaysia. Di sebelah

selatan berbatasan dengan Provinsi Jambi; di sebelah barat berbatasan dengan

Provinsi Sumatera Barat dan Sumatera Utara; dan di sebelah timur berbatasan

dengan perairan yang juga merupakan perbatasan dengan Provinsi Kepulauan

Riau. Gambar 2.1 memperlihatkan Peta Provinsi Riau dan daerah-daerah di

sekitarnya.

2 BBaabb

Page 2: Bab II Rkpd Riau 2013

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2013

II - 2

Posisi Provinsi Riau yang seperti ini memiliki nilai yang sangat penting

dari segi geostrategis. Selat Malaka merupakan jalur pelayaran dan perdagangan

internasional yang sangat ramai. Perbatasan pesisir utara Provinsi Riau dengan

Selat Malaka ini memberikan keuntungan bagi Provinsi Riau karena kemudahan

akses perdagangan, ekspor, impor, perdagangan lintas batas, kerjasama

pembangunan regional antar negara seperti kerjasama segitiga Indonesia-

Malaysia-Thailand Growth Triangle (IMT-GT), kerjasama Sosial Ekonomi

Malaysia-Indonesia (Sosek Malindo), kerjasama Dunia Melayu Dunia Islam

(DMDI) dan kerjasama regional antar provinsi seperti kerjasama Provinsi Se-

Sumatra maupun kerjasama-kerjasama lainnya. Sebagai sebuah provinsi yang

memiliki batas dengan negara tetangga dan memiliki gugusan pulau-pulau

terluar, maka permasalahan pembangunan wilayah perbatasan untuk

pertahanan dan keamanan nasional merupakan salah satu isu strategis nasional

yang harus diantisipasi di Provinsi Riau.

Gambar 2.1 Peta Provinsi Riau

Page 3: Bab II Rkpd Riau 2013

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2013

II - 3

Menurut kondisi geomorfologinya daratan Riau dapat dibedakan antara

wilayah bagian timur yang didominasi oleh dataran rendah dengan ketinggian

antara 0-10 meter di atas permukaan laut; wilayah bagian tengah yang

merupakan dataran bergelombang; dan wilayah bagian barat yang merupakan

dataran berbukit yang dibentuk oleh gugusan Bukit Barisan. Kondisi

geomorfologi tersebut menempatkan wilayah Riau bagian Timur berfungsi

sebagai kawasan bawahan dari wilayah bagian Barat yang merupakan hulu dari

15 sungai yang mengalir di Provinsi Riau yang bermuara di pantai Timur. Empat

sungai diantaranya memiliki arti penting sebagai prasarana perhubungan, yakni

Sungai Siak dengan panjang ± 300 km dan kedalaman 8-12 m; Sungai Rokan

sepanjang ± 400 km dengan kedalaman 6-8 m; Sungai Kampar sepanjang 400

km dengan kedalaman ± 6 m; dan Sungai Indragiri sepanjang ± 500 Km dengan

kedalaman 6-8 m.

Wilayah Riau bagian timur yang merupakan dataran rendah menjadi

rentan terhadap bencana banjir dan genangan sebagaimana yang selama ini

berlangsung secara berkala. Pada tahun 2004 dan 2006, terdapat indikasi bahwa

wilayah yang mengalami bencana banjir dan genangan menjadi semakin luas

akibat luapan Sungai Siak, Sungai Rokan, Sungai Kampar, Sungai Indragiri, dan

Sungai Batang Kuantan, yakni di delapan kabupaten dan kota. Tercatat tinggi

genangan berada pada kisaran 1- 2,5 meter.

Kondisi geologi Riau didominasi oleh batuan sedimen kuarter dengan

sisipan batuan sedimen tersier di bagian barat dan selatan. Struktur geologi

memiliki lipatan yang umumnya berada di wilayah Barat sepanjang Bukit

Barisan, serta patahan aktif yang tersebar mulai dari bagian barat di sekitar

Bukit Barisan hingga bagian tengah dan selatan. Ditinjau dari potensi bencana

alam geologi, sebagian besar wilayah Provinsi Riau bagian tengah dan barat

termasuk zona lipatan (folded zone). Kemungkinan terjadinya gempa bumi di

bagian barat dipengaruhi oleh keaktifan vulkanis di daerah Sumatera Barat.

Sedang potensi gerakan tanah relatif kecil karena wilayah Provinsi Riau

umumnya datar, kecuali di sebagian wilayah barat yang merupakan bagian dari

Bukit Barisan.

Page 4: Bab II Rkpd Riau 2013

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2013

II - 4

Di kawasan bagian Timur Provinsi Riau sebagian besar merupakan lahan

gambut yang cenderung tergenang dengan luas sekitar 4,8 juta Ha (LKPJ

Pemprov Riau 2012), terdiri dari rawa gambut air tawar dan rawa gambut

pasang-surut. Walaupun lahan gambut bersifat miskin unsur hara esensial,

namun memiliki kemampuan untuk menyimpan dan mengatur aliran air

permukaan. Kecenderungan penurunan luas lahan gambut di kawasan bagian

timur merupakan salah satu permasalahan lingkungan yang harus diatasi,

terutama untuk mempertahankan fungsinya sebagai kawasan retensi air. Selain

itu, kawasan ini juga rawan terhadap bahaya kebakaran di musim kemarau

akibat pembukaan lahan gambut perkebunan dan pertanian oleh masyarakat

dan perusahaan.

Provinsi Riau memiliki kondisi kawasan yang cukup bervariatif berupa

kawasan daratan, kawasan pesisir, perairan laut, dan pulau-pulau kecil yang

banyak jumlahnya merupakan salah satu ekosistem penting yang mendukung

keberlanjutan pembangunan Provinsi Riau. Kawasan pesisir dan perairan laut

merupakan ekosistem pendukung kehidupan biota perairan laut, termasuk

biota-biota yang dilindungi. Sebagai muara lima belas sungai yang mengalir ke

pantai Timur, maka kawasan pesisir dan laut kaya akan sumber daya perikanan.

Demikian pula halnya pulau-pulau kecil yang sebagian diantaranya sesuai

dengan luasnya berfungsi sebagai kawasan yang dilindungi. Kawasan pesisir dan

pulau-pulau kecil nyatanya juga merupakan tempat bermukim para nelayan

yang sebagian besar merupakan masyarakat golongan ekonomi lemah. Oleh

karenanya pengendalian kerusakan dan penurunan kualitas lingkungan pesisir,

perairan laut, dan pulau-pulau kecil perlu diperkuat untuk mendukung

keberlanjutan kehidupan nelayan dan keanekaragaman biota yang perlu

dilindungi.

Tingginya alih fungsi lahan dan hutan merupakan salah satu penyebab

terjadinya kerusakan lingkungan di wilayah Riau. Alih fungsi tersebut

dipergunakan untuk kegiatan perkebunan, pertanian, industri perkayuan,

permukiman, dan perladangan. Umumnya alih fungsi lahan tersebut terjadi di

bagian hulu, tengah, dan hilir DAS yang sebagian diantaranya tidak

Page 5: Bab II Rkpd Riau 2013

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2013

II - 5

mengindahkan konsep konservasi. Perubahan fungsi lahan secara tidak

terkendali selain berpotensi menyebabkan bencana banjir dan genangan di

wilayah hilir karena berkurangnya daerah resapan air serta perubahan lahan

pertanian di daerah tangkapan air. Hal tersebut juga menimbulkan kerusakan

badan sungai berupa longsoran dan abrasi tebing dan tanggul sungai oleh

aktifitas bongkar-muat bahan dan produk industri; pendangkalan sungai yang

menimbulkan dampak berkurangnya panjang alur sungai efektif yang dapat

dilayari; pencemaran badan sungai oleh limbah industri dan penurunan

keanekaragaman hayati. Terjadinya alih fungsi lahan diindikasikan dengan

semakin luasnya lahan terlantar yang tidak dikelola, sebagaimana diindikasikan

dengan meningkatnya luas lahan lahan tidur dan terbentuknya padang rumput.

Berdasarkan data dari Balai Pengelolaan DAS Indragiri – Rokan, menunjukkan

bahwa hutan tanaman industri (HTI), dan pertanian lahan kering dalam kawasan

DAS Siak semakin luas, sehingga secara bertahap mengurangi luasan hutan

sebagai resapan dan reservoir air.

Alih fungsi lahan hutan menjadi lahan budi daya dan perkebunan turut

meningkatkan produksi pertanian. Meskipun demikian, tidak sedikit pula

menyebabkan lahan-lahan terlantar. Keberadaan lahan terlantar ini menciptakan

lahan kritis di beberapa bagian wilayah Provinsi Riau. Pembukaan hutan

sekunder untuk keperluan lahan pertanian dan kebun penduduk telah

menyebabkan terbentuknya lahan-lahan kritis oleh karena lahan garapan

tersebut tidak dipelihara dengan baik dan ditinggalkan untuk berpindah ke

lokasi lainnya. Lahan yang ditinggalkan berubah menjadi semak belukar dan

alang-alang, sehingga tidak mampu menahan air lebih lama untuk diresapkan ke

dalam tanah. Lahan kritis yang luasnya mencapai ratusan ribu hektar perlu

dipulihkan dan difungsikan secara lestari.

Provinsi Riau juga menghadapi permasalahan pencemaran badan sungai

dan pesisir pantai oleh kegiatan industri dan permukiman yang berada di

sepanjang badan sungai dan pantai Timur. Kegiatan industri hulu yang mengolah

sumber daya hutan, perkebunan, dan pertambangan, seperti industri pengolahan

kelapa sawit, crumb rubber, plywood, pulp dan kertas, permukiman penduduk,

Page 6: Bab II Rkpd Riau 2013

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2013

II - 6

kegiatan komersial dan jasa, dan lainnya yang terkadang membuang limbahnya

ke badan sungai telah menurunkan kualitas air sungai dan pesisir. Indikasi

penurunan kualitas air sungai oleh sumber-sumber domestik dan industri antara

lain ditunjukkan oleh pencemaran pada Sungai Siak, dimana konsentrasi

parameter pencemar telah melampaui baku mutu serta beban limbah yang besar

yang dibuang oleh industri pengolahan hasil hutan dan perkebunan ke Sungai

Siak. Pencemaran badan sungai oleh sumber-sumber domestik, industri, dan

kegiatan lainnya yang berlokasi di sepanjang sungai dan dalam DAS memberikan

dampak terhadap pemanfaatan sumber daya air tersebut bagi kebutuhan

masyarakat, dimana sebagian penduduk yang bermukim di tepi sungai

memanfaatkannya untuk keperluan MCK dan kota-kota yang berlokasi di bagian

tengah DAS menggunakannya sebagai air baku penyediaan air bersih.

Kerusakan fisik badan sungai yang ditandai oleh tingginya sedimentasi

dan konsentrasi tingkat solid yang tersuspensi (TSS) dan tingkat solid yang

terlarutkan (TDS) yang disebabkan alih fungsi lahan dalam DAS maupun

kegiatan bongkar-muat bahan baku dan produk industri di tepi sungai telah

mengakibatkan gangguan terhadap kelancaran kegiatan transportasi sungai

yang menjadi salah satu moda transportasi penting di Provinsi Riau.

Transportasi sungai melayani kebutuhan pergerakan barang dan penumpang

antara wilayah hulu menuju pusat-pusat perkotaan di wilayah tengah dan hilir.

Permasalahan lingkungan yang dihadapi Provinsi Riau sejak beberapa

tahun terakhir dan berlangsung secara berkala adalah perubahan pola iklim

yang tak menentu yang cenderung meningkatkan suhu bumi dan dampak

kebakaran hutan pada musim kemarau yang telah mengganggu kegiatan

ekonomi dan sosial serta kondisi kesehatan seluruh pihak di Provinsi Riau,

bahkan negara tetangga terdekat. Kebakaran hutan terutama disebabkan oleh

kebiasaan masyarakat dan perusahaan melakukan pembersihan lahan untuk

pengembangan areal pertanian, perkebunan, dan kehutanan, dimana

pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran tersebut masih belum

optimal.

Page 7: Bab II Rkpd Riau 2013

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2013

II - 7

Walaupun belum memberikan hasil yang memadai bagi pengendalian dan

penanggulangan kerusakan dan penurunan kualitas lingkungan, namun dapat

dicatat telah dilakukan berbagai upaya menuju terwujudnya kualitas lingkungan

yang lebih baik di Provinsi Riau. Beberapa upaya ke arah lingkungan yang lestari

antara lain dilaksanakan melalui pengelolaan tata guna lahan dan tata guna air;

pengendalian pencemaran terhadap badan perairan; peningkatan kesadaran dan

peran serta masyarakat dan dunia usaha dalam menjaga kelestarian lingkungan;

serta peningkatan kapasitas kelembagaan pengelolaan lingkungan hidup.

Pengelolaan tata guna lahan dan tata air diupayakan melalui penyiapan

rencana pengelolaan DAS terpadu; penataan permukiman di tepian sungai

melalui konsep river front development; penataan lokasi pertambangan, industri,

dan fasilitas umum; pengelolaan pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil; legalisasi

dan sosialisasi RTRW Provinsi dan RTRW Kabupaten/Kota; reboisasi dan

penghijauan; penertiban lokasi log pond; pengendalian kegiatan perladangan

berpindah, perambahan hutan, dan illegal logging; pengendalian kebakaran

hutan; pembangunan kanal dan prasarana penanggulangan banjir; pelaksanaan

pengawasan kawasan perlindungan tata air dan penyediaan prasarana

pengamatan tata air; dan pengendalian pemanfaatan air tanah.

Pengendalian pencemaran terhadap badan air diupayakan melalui

penataan lokasi sumber-sumber pencemar; pengendalian pencemaran limbah

B3; pelaksanaan program land application untuk industri kelapa sawit;

pengendalian limbah domestik dan industri melalui pembangunan IPAL; dan

membangun sistem informasi lingkungan (SIL) untuk pengendalian pencemaran

badan sungai, pesisir, dan laut.

Pengendalian dan penanggulangan kebakaran hutan telah diupayakan

melalui pemadaman kebakaran, pembentukan Posko Siaga kebakaran hutan,

pengaturan melalui keputusan Gubernur Riau, membangun sistem informasi

kebakaran hutan, penegakkan hukum terhadap pembakar lahan secara ilegal,

dan membangun kerjasama internasional melalui pembentukan pusat

pengendalian kebakaran hutan dan lahan pada skala ASEAN.

Page 8: Bab II Rkpd Riau 2013

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2013

II - 8

Demografi

Berdasarkan data BPS yang tertuang dalam LKPJ Pemerintah Daerah

Provinsi Riau Tahun 2011, jumlah penduduk Provinsi Riau adalah 5.738.543

orang yang terdiri dari 2.956.292 laki-laki dan 2.782.251 perempuan.

Berdasarkan data tersebut masih terlihat bahwa penyebaran penduduk Provinsi

Riau masih bertumpu di Kota Pekanbaru yang merupakan ibukota Provinsi Riau

yakni sebesar 16,21 persen, kemudian diikuti oleh Kabupaten Kampar sebesar

12,43 persen. Sedangkan persentase terkecil terdapat di Kabupaten Kepulauan

Meranti yakni sebesar 3,18 persen.

Rasio jenis kelamin (sex ratio) penduduk Provinsi Riau adalah sebesar

106, ini berarti bahwa setiap 100 penduduk perempuan terdapat 106 penduduk

laki-laki atau 6 orang laki-laki lebih banyak dari setiap 100 penduduk

perempuan. Sedangkan laju Pertumbuhan Penduduk Provinsi Riau per tahun

selama sepuluh tahun terakhir yakni dari tahun 2000-2010 sebesar 3,59 persen.

Dengan luas wilayah daratan Provinsi Riau sekitar 89.150,16 km2 yang didiami

oleh 5.738.543 orang maka rata-rata tingkat kepadatan penduduk Provinsi Riau

adalah sebanyak 64 orang per kilo meter persegi. Kabupaten/Kota yang paling

tinggi tingkat kepadatan penduduknya adalah Kota Pekanbaru yakni sebanyak

1.470 orang per kilo meter persegi sedangkan yang paling rendah adalah

Kabupaten Pelalawan yakni sebanyak 25 orang per kilo meter persegi.

Penduduk Riau terus bertambah dari waktu ke waktu. Pada tahun 1980

jumlah penduduk Riau sebanyak 1.743.340 orang, kemudian meningkat menjadi

2.714.280 orang pada tahun 1990. Di awal abad ke-21 yakni pada tahun 2000

penduduk Riau berjumlah 3.907.763 orang. Berdasarkan data BPS Riau, jumlah

penduduk Riau pada tahun 2011 yaitu sebanyak 5.738.543 orang.

Page 9: Bab II Rkpd Riau 2013

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2013

II - 9

Tabel 2.1 Jumlah dan laju pertumbuhan penduduk menurut kabupaten/kota di Provinsi Riau Tahun 2011

Kabupaten/Kota Jumlah

Penduduk Laki-laki

Jumlah Penduduk

Perempuan

Jumlah penduduk

total

Rasio Laki-laki/

Perempuan

Laju Pertumbuhan

Penduduk 2000-2010

(%)

Kabupaten Kuantan Singingi

155.192 147.482 302.674 105 2,61

Kabupaten Indragiri Hulu 194.074 182.504 376.578 106 3,53

Kabupaten Indragiri Hilir 352.568 333.13 685.698 106 1,38

Kabupaten Pelalawan 164.44 148.298 312.738 111 6,71

Kabupaten Siak 203.551 186.808 390.359 109 4,73

Kabupaten Kampar 367.661 345.417 713.078 106 3,99

Kabupaten Rokan Hulu 254.498 237.508 492.006 107 5,61

Kabupaten Bengkalis 266.495 249.853 516.348 107 2,90

Kabupaten Rokan Hilir 294.877 278.334 573.211 106 4,66

Kabupaten Kep. Meranti 93.84 88.822 182.662 106 0,53

Kota Pekanbaru 472.88 457.335 930.215 103 4,06

Kota Dumai 136.216 126.76 262.976 107 3,54

Provinsi Riau 2.956.292 2.782.251 5.738.543 106 3,59

Sumber: BPS Provinsi Riau dalam LKPJ Pemprov Riau 2011; (data penduduk pertengahan tahun 2011)

Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Provinsi Riau per tahun selama

sepuluh tahun terakhir yakni dari tahun 2000-2010 sebesar 3,59 persen. Laju

pertumbuhan penduduk tertinggi yaitu Kabupaten Pelalawan, sedangkan yang

terendah adalah Kabupaten Kepulauan Meranti. Laju pertumbuhan penduduk

Provinsi Riau menurut Kabupaten/Kota dapat dilihat pada Tabel 2.1.

2.1.2 Aspek Kesejahteraan Masyarakat

2.1.2.1 Fokus Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kesejahteraan

pada suatu daerah. Perkembangan perekonomian Provinsi Riau dari tahun ke tahun

terus mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan, yang ditunjukkan

oleh peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Perkembangan

perekonomian Riau juga mengalami pergeseran struktur perekonomian dimana

Page 10: Bab II Rkpd Riau 2013

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2013

II - 10

peranan sektor pertambangan semakin menurun, dan sektor pertanian dan industri

pengolahan semakin meningkat. Pada tahun 2006 total PDRB Riau termasuk minyak

dan gas berdasarkan harga konstan tahun 2000 mencapai Rp. 83.371 milyar,

kemudian meningkat menjadi Rp. 97.702 milyar pada tahun 2010 seperti terlihat

pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Tahun 2006 s.d. 2010 Atas

Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (Termasuk Minyak Bumi dan Gas, dalam Milyar Rupiah) Provinsi Riau

No. Sektor 2006 2007 2008 2009* 2010*

(Rp) % (Rp) % (Rp) % (Rp) % (Rp) %

1 Pertanian 14.103 16,92 14.786 17,15 15.494 17,01 16.071 17,14 16.706 17,10

2 Pertambangan dan Penggalian

45.184 54,20 45.126 52,34 46.897 51,49 46.888 49,99 47.558 48,68

3 Industri Pengolahan

8.512 10,21 9.247 10,72 9.911 10,88 10.408 11,10 11.104 11,37

4 Listrik, Gas dan Air Bersih

175 0,21 185 0,22 198 0,22 204 0,22 215 0,22

5 Konstruksi 2.396 2,87 2.675 3,10 2.973 3,26 3.234 3,45 3.519 3,60

6 Perdagangan, Hotel dan Restoran

6.279 7,53 6.840 7,93 7.505 8,24 8.171 8,71 9.001 9,21

7 Pengangkutan dan Komunikasi

2.173 2,61 2.332 2,71 2.575 2,83 2.788 2,97 3.051 3,12

8 Keuangan, sewa dan Jasa Perusahaan

893 1,07 1.012 1,17 1.150 1,26 1.267 1,35 1.388 1,42

9 Jasa-jasa 3.656 4,39 4.011 4,65 4.382 4,81 4.756 5,07 5.158 5,28

PDRB 83.371 100,00 86.213 100,00 91.085 100,00 93.786 100,00 97.702 100,00

Sumber: Riau Dalam Angka 2011 (* angka sementara)

Sektor yang merupakan sumber peningkatan ekonomi Riau selama periode

2007-2010 dapat dilihat dari peningkatan nilai PDRB dari masing-masing sektor.

Sektor yang yang memiliki peningkatan nilai PDRB yang lebih rendah adalah sektor

pertambangan yaitu hanya sebesar 5,39 persen selama periode 2007-2010.

Sedangkan beberapa sektor yang mengakami peningkatan cukup pesat adalah sektor

keuangan, perdagangan, bangunan, dan angkutan dengan peningkatan mencapai

diatas 30 persen selama periode 2007-2010. Lebih jelas peningkatan nilai PDRB

Page 11: Bab II Rkpd Riau 2013

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2013

II - 11

setiap sektor pada PDRB Riau selama periode 2007-2010 dapat dilihat pada gambar

berikut.

Gambar 2.2. Peningkatan Nilai PDRB Setiap Sektor pada PDRB Dengan Minyak dan

Gas dengan Harga Konstan Tahun 2000 selama periode 2007-2010 (%)

Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa secara absolut nilai produksi

setiap sektor perekonomian di Riau mengalami peningkatan yang positif.

Peningkatan yang cukup besar pada beberapa sektor mengakibatkan kontribusi

sektor lain dalam perekonomian mengalami pengurangan. Namun secara absolut

nilai PDRB sektor pertambangan dan pertanian masih lebih besar jika

dibandingkan dengan sektor lainnya. Namun secara realtif dalam struktur

perekonomian Riau, kontribusi sektor ini mengalami penurunan.

Peningkatan nilai PDRB beberapa sektor penting di Provinsi Riau selama

periode 2007-2010 berdampak pada pergeseran struktur perekonomian Riau.

Kontribusi sektor pertambangan minyak dan gas mengalami penurunan dari

52,34 persen pada tahun 2007, kemudian menurun menjadi 49,99 persen pada

tahun 2009, dan kembali menurun menjadi 48,68 persen pada tahun 2010.

Kondisi ini mengindikasikan bahwa untuk mempertahankan pertumbuhan

ekonomi Riau harus membangun sektor diluar minyak dan gas, karena

ketersediaan sumberdaya minyak dan gas adalah sumberdaya alam yang bersifat

Page 12: Bab II Rkpd Riau 2013

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2013

II - 12

tidak dapat diperbaharui. Maka untuk membangun ketahanan ekonomi Riau

perlu orientasi pembangunan sektor diluar minyak dan gas, sebagai sumber

perekonomian yang berkelanjutan, seperti sektor pertanian dan industri yang

didukung oleh sektor perdagangan dan jasa.

Pergeseran struktur perekonomian Riau dengan minyak gas berdasarkan

harga konstan tahun 2000 ini terlihat dengan semakin menurunnya peran sektor

primer dalam PDRB Riau, terutama kontribusi minyak dan gas. Kontribusi sektor

pertanian sebagai sektor primer menurun dari 17,15 persen pada tahun 2007

menjadi 17,13 persen pada tahun 2009, dan 17,10 persen pada tahun 2010.

Walaupun memiliki kontribusi yang menurun terhadap total PDRB Riau, namun

kontribusi sektor pertanian masih nomor dua terbesar setelah sektor

pertambangan. Namun, penurunan kontribusi sektor pertambangan dan

pertanian dalam PDRB Riau mengindikasikan terjadinya pergeseran struktur

ekonomi, dimana sektor primer mulai mengalami penurunan relatif. Kondisi ini

mengindikasikan bahwa untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi Riau

harus membangun sektor diluar minyak dan gas, karena ketersediaan

sumberdaya minyak dan gas adalah sumberdaya alam yang bersifat tidak dapat

diperbaharui. Maka pembangunan sektor diluar minyak dan gas menjadi hal

penting yang harus dilakukan dimasa mendatang.

Pergeseran struktur perekonomian Riau dengan minyak gas berdasarkan

harga konstan Tahun 2000 ini terlihat kecendrungan semakin menurunnya

peran sektor primer dalam PDRB Riau, dimana kontribusi sektor pertanian

cendrung menurun dari 17,15 persen pada tahun 2007 menjadi 17,14 persen

pada tahun 2009 dan menjadi 17,10 pada Tahun 2010, kemudian sektor

pertambangan menurun dari 52,34 persen pada tahun 2007 menjadi 48,68

persen pada tahun 2010. Sedangkan sektor sekunder dan tersier mengalami

peningkatan dari tahun 2007-2009, dimana sektor industri pengolahan

mengalami peningkatan dari 10,72 persen pada tahun 2007 menjadi 11,37 pada

tahun 2010, sektor konstruksi meningkat dari 3,10 persen pada tahun 2007

menjadi 3,60 persen pada tahun 2010, sektor perdagangan, hotel, dan restoran

meingkat dari 7,93 persen pada tahun 2007 menjadi 9,21 persen pada tahun

Page 13: Bab II Rkpd Riau 2013

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2013

II - 13

2010, sektor pengangkutan meningkat dari 2,71 persen pada tahun 2007

menjadi 3,12 persen pada tahun 2010, sektor keuangan meningkat dari 1,17

persen pada tahun 2007 menjadi 1,42 persen pada tahun 2010, dan sektor jasa-

jasa meningkat dari 4,65 persen pada tahun 2007 menjadi 5,28 persen pada

tahun 2010.

Kondisi perekonomian dengan harga konstan dan harga berlaku adalah

hampir sama. Meskipun perkembangan kondisi perekonomian kurang relevan

jika dievaluasi dari perekonomian menurut harga berlaku, namun secara umum

dapat dilihat kecendrungan yang sama dengan menurut harga konstan. Struktur

perekonomian Riau pada harga berlaku dengan minyak dan gas juga terlihat

mengalami pergeseran. Sektor pertanian dan pertambangan (sektor primer)

menunjukkan gejala dengan kontribusi yang semakin menurun, sedangkan

sektor sekunder dan tersier lainnya mengalami peningkatan kontribusi dalam

perekonomian.

Tabel 2.3 Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Tahun 2006 s.d. 2010 Atas

Dasar Harga Berlaku (Termasuk Minyak Bumi dan Gas, dalam Milyar Rupiah) Provinsi Riau

No Sektor 2006 2007 2008 2009 2010

(Rp) % (Rp) % (Rp) % (Rp) % (Rp) %

1 Pertanian 36.294 21,72 43.595 20,76 53.138 19,22 60.270 20,28 69.025 20,14

2 Pertambangan dan Penggalian

70.428 42,15 91.120 43,39 123.782 44,78 114.204 38,43 123.077 35,91

3 Industri Pengolahan

32.313 19,34 39.156 18,65 50.179 18,16 59.797 20,12 70.309 20,52

4 Listrik, Gas dan Air Bersih

340 0,20 393 0,19 461 0,17 526 0,18 585 0,17

5 Konstruksi 4.259 2,55 7.043 3,54 11.308 4,09 14.758 4,97 19.263 5,62

6 Perdagangan, Hotel dan Restoran

11.180 6,69 14.064 6,70 19.317 6,99 24.879 8,37 32.276 9,42

7 Pengangkutan dan Komunikasi

3.216 1,93 3.853 1,84 4.867 1,76 5.762 1,94 6.720 1,96

8 Keuangan, sewa dan Jasa Perusahaan

3.134 1,88 3.924 1,87 5.068 1,83 6.645 2,24 8.453 2,47

9 Jasa-jasa 5.905 3,53 6.854 3,26 8.280 3,00 10.333 3,48 12.983 3,79

PDRB 167.068 100,00 210.003 100,00 276.400 100,00 297.173 100,00 342.691 100,00

Sumber: Riau Dalam Angka 2011

Page 14: Bab II Rkpd Riau 2013

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2013

II - 14

Secara absolut nilai-nilai PDRB dengan minyak dan gas pada harga

berlaku, semua sektor mengalami peningkatan yang positif. Sektor bangunan,

perdagangan, dan keuangan mengalami peningkatan diatas 100 persen,

sedangkan jasa-jasa, industri, angkutan, dan pertanian mengalami peningkatan

diatas 50 persen, dan pertambangan dan listri yang mengalami peningkatan

dibawah 50 persen. Perkembangan nilai output dari sektor perekonomian ini

menunjukkan bahwa perekonoian Riau masih berkembang, khususnya pada

sektor sekunder dan tersier. Lebih jelas peningkatan nilai PDRB Riau dengan

minyak dan gas pada harga berlaku selama periode 2007-2010 dapat dilihat

pada gambar berikut.

Gambar 2.3. Peningkatan Nilai PDRB Setiap Sektor pada PDRB Dengan Minyak dan

Gas dengan Harga Berlaku selama periode 2007-2010 (%)

Peningkatan nilai PDRB sektor pertanian dan pertambangan (sektor

primer) menunjukkan gejala yang melambat dibandingkan dengan laju

peningkatan sektor-sektor perekonomian lain. Walaupun demikian nilai output

sektor ini masih lebih besar jika dibandingkan dengan nilai output sektor lainnya.

Namun demikian, kontribusi sektor pertanian dan pertambangan secara realtif

terhadap sektor lain semakin menurun. Kondisi ini menandakan adanya gejala

Page 15: Bab II Rkpd Riau 2013

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2013

II - 15

pergeseran struktur perekonomian Riau dari sektor primer kepada sektor

sekunder dan tersier, dimana secara relatif kontribusi sektor sekunder dan

tersier mengalami peningkatan terhadap total PDRB Riau.

Nilai output sektor pertanian dan pertambangan yang masih lebih besar

dalam perekonomian Riau mengindikasikan bahwa ketergantungan

perekonomian Riau dengan minyak dan gas kepada sektor pertambangan dan

pertaninan masih sangat kuat. Walaupun terjadi peningkatan nilai output pada

sektor-sektor lain, namun belum mampu melebihi nilai output sektor

pertambangan dan pertanian. Namun, kondisi ini tentunya merupakan peluang

untuk membangun perekonomian diluar sektor pertambangan, dengan

mengalokasikan sumberdaya pembangunan pada sektor-sektor yang berpeluang

untuk tumbuh. Sektor industri pengolahan merupakan sektor sekunder dengan

kontribusi yang cukup berarti dalam perekonomian Riau, dan memiliki potensi

untuk berkembang. Sektor industri didukung oleh sektor pertanian (khususnya

perkebunan) dan sektor kehutanan. Pembangunan sektor industri yang

terintegrasi dengan sektor pertanian merupakan konsep pembangunan

agribisnis. Dengan demikian maka sektor-sektor penunjang lainnya, seperti

transportasi, perdagangan, keuangan, dan jasa akan ikut serta terbawa dengan

perkembangan sektor agribisnis.

Pembangunan sektor industri pertanian pada sektor perkebunan menjadi

perluang besar dengan masuknya Riau pada cluster pembangunan kelapa sawit

dan karet dalam kerangka pembangunan ekonomi nasional. Potensi ini dapat

dijadikan faktor pendorong bagi pembangunan ekonoi yang terspesialisasi di

Riau, dengan fokus pada pengembangan perkebunan yang terintegrasi dari hulu

sampai hilir. Konsep pembangunan ekonomi yang demikian akan berpotensi

untuk mendorong perkembangan ekonomi Riau diluar sektor minyak dan gas.

Perkembangan kontribusi sektoral dalam perekonomian Riau dengan minyak

dan gas serta tanpa minyak dan gas menunjukkan bahwa sektor pertanian dan

pertambangan mengalami penurunan. Sektor industri pengolahan merupakan

sektor sekunder yang dapat memberikan nilai tambah dan potensial

dikembangkan untuk mengantisipasi penurunan peran sektor pertambangan

Page 16: Bab II Rkpd Riau 2013

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2013

II - 16

yang tidak dapat diperbaharui. Lebih jelas perkembangan kontribusi sektor

dalam PDRB dengan minyak dan gas pada harga berlaku dan harga konstan

tahun 2000 dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Perkembangan Kontribusi Sektor dalam PDRB Tahun 2006 s.d. 2010

Atas Dasar Harga Berlaku (Hb) dan Harga Konstan (Hk) Provinsi Riau

No. Sektor

2006 2007 2008 2009 2010

Hb Hk Hb Hk Hb Hk Hb Hk Hb Hk

% % % % % % % % % %

1 Pertanian 21,72 16,92 20,76 17,15 19,22 17,01 18,99 17,13 20,14 17,10

2 Pertambangan dan Penggalian

42,15 54,20 43,39 52,34 44,78 51,49 42,04 50,02 35,91 48,68

3 Industri Pengolahan

19,34 10,21 18,65 10,72 18,16 10,88 19,33 11,09 20,52 11,37

4 Listrik, Gas dan Air Bersih

0,20 0,21 0,19 0,22 0,17 0,22 0,16 0,22 0,17 0,22

5 Konstruksi 2,55 2,87 3,54 3,10 4,09 3,26 4,61 3,45 5,62 3,60

6 Perdagangan, Hotel dan Restoran

6,69 7,53 6,70 7,93 6,99 8,24 7,77 8,71 9,42 9,21

7 Pengangkutan dan Komunikasi

1,93 2,61 1,84 2,71 1,76 2,83 1,80 2,97 1,96 3,12

8 Keuangan, sewa dan Jasa Perusahaan

1,88 1,07 1,87 1,17 1,83 1,26 2,08 1,35 2,47 1,42

9 Jasa-jasa 3,53 4,39 3,26 4,65 3,00 4,81 3,23 5,07 3,79 5,28

PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber: Riau Dalam Angka 2011 (diolah)

Pembangunan sektor industri pengolahan dan sektor lainnya diluar

sektor pertambangan menjadi penting mengingat sektor pertambangan

merupakan sektor yang memanfaatkan sumberdaya yang tidak terbarukan.

Peran sektor pertambangan menunjukkan kontribusi yang semakin menurun

dengan penurunan kontribusi yang nengatif (17,23 persen) selama periode

2007-2010 berdasarkan PDRB harga berlaku, dan penurunan negative sebesar

7,00 persen pada PDRB harga konstan tahun 2000. Sektor pertanian juga

mengalami perubahan kontribusi yang semakin menurun pada PDRB harga

berlaku dan konstan selama periode 2007-2010 yaitu sebesar -2,97 persen pada

PDRB harga berlaku, dan - 0,30 persen pada PDRB harga konstan tahun 2000

Page 17: Bab II Rkpd Riau 2013

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2013

II - 17

periode yang sama. Penurunan kontribusi sektor pertanian dan pertambangan

ini mengindikasikan bahwa sektor ini sangat bergantung dengan sumberdaya

alam dengan peningkatan nilai tambah yang kurang. Oleh sebab itu peranan

sektor pertanian harus diarahkan pada peningkatan produktivitas dibandingkan

dengan upaya perluasan areal.

Sektor-sektor yang mengalami perubahan kontribusi yang positif dan

cukup besar terhadap total PDRB Riau adalah sektor konstruksi (bangunan),

keuangan, perdagangan, dan jasa. Peningkatan kontribusi sektor-sektor ini

terlihat cukup tinggi, baik dalam PDRB dengan harga berlaku maupun pada

PDRB harga constant tahun 2000. Kemudian terlihat bahwa sektor industry

pengolahan juga mengalami peningkatan konstribusi yang positif juga. Lebih

jelas peningkatan kontribusi sektoral terhadap PDRB Riau dapat dilihat pada

gambar berikut.

Gambar 2.4. Peningkatan Kontribusi Sektor terhadap Total PDRB Dengan Minyak

dan Gas dengan Harga Berlaku dan Harga Konstant Tahun 2000 selama periode

2007-2010 (%)

Pertumbuhan konstribusi sektor memberikan gambaran kemamuan

setiap sektor untuk meningkatkan nilai PDRB dari tahun ketahun. Pertumbuhan

kontribusi sektor dalam perekonomian Riau terlihat bahwa sektor sekunder dan

Page 18: Bab II Rkpd Riau 2013

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2013

II - 18

sektor tersier berdasarkan harga konstan tahun 2000 mengalami pertumbuhan

kontribusi yang positif selama periode 2007-2010. Hal ini mengindikasikan

bahwa peran sektor sekunder dan tersier semakin penting dalam struktur

perekonomian Riau dimasa mendatang. Sektor konstruksi (bangunan)

merupakan sektor dengan pertumbuhan kontribusi yang cukup pesat selama

periode 2007-2010 yaitu sebesar 67,60 persen pada harga berlaku, diikuti oleh

sektor perdagangan dengan pertumbuhan kontribusi sebesar 40,63 persen,

sektor keuangan dengan pertumbuhan kontribusi sebesar 32,01 persen.

Sedangkan sektor pertambangan mengalami pertumbuhan kontribusi sektor

sebesar 17,23 persen pada PDRB dengan minyak dan gas pada harga berlaku.

Sektor lain yang mengalami pertumbuhan kontribusi yang negatif adalah sektor

pertanian dan sektor listrik (lihat Tabel 2.5).

Sementara itu sektor perekonomian yang mengalami pertumbuhan yang

menurun dalam perekonomian Riau pada harga konstant tahun 2000 selama

periode 2007-2010 adalah sektor pertambangan dan pertanian. Sektor

pertambangan mengalami penurunan pertumbuhan kontribusi sebesar -7,00

persen, sedangkan sektor pertanian sebesar -0,30 persen. Sektor dengan

pertumbuhan kontribusi yang terbesar adalah sektor keuangan yaitu sebesar

21,07 persen, diikuti oleh sektor perdagangan (16,12 persen), sektor kontruksi

(16,10 persen), sektor angkutan (15,46 persen), dan sektor jasa-jasa (13,47

persen). Sedangkan sektor listrik dan industri pengolahan mengalami

pertumbuhan kontribusi yang relative lebih kecil yaitu masing-masing sebesar

2,72 persen dan 5,97 persen. Lebih jelas pertumbuhan kontribusi sektor-sektor

pada perekonomian Riau dapat dilihat pada Tabel 2.5 berikut.

Page 19: Bab II Rkpd Riau 2013

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2013

II - 19

Tabel 2.5 Pertumbuhan Kontribusi Sektor dan PDRB Tahun 2007 s.d. 2010

atas Dasar Harga Berlaku (Hb) dan Harga Konstan (Hk) Provinsi Riau

No. Sektor Pertumbuhan

Hb (%) Hk (%)

1. Pertanian -2.97 -0.30

2. Pertambangan dan Penggalian -17.23 -7.00

3. Industri Pengolahan 10.04 5.97

4. Listrik, Gas dan Air Bersih -8.79 2.72

5. Konstruksi 67.60 16.10

6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 40.63 16.12

7. Pengangkutan dan Komunikasi 6.87 15.46

8. Keuangan, sewa dan Jasa Perusahaan 32.01 21.07

9. Jasa-jasa 16.08 13.47

Sumber: Riau Dalam Angka 2011 (diolah)

Perkembangan PDRB menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Riau terlihat

bahwa PDRB Kota Pekanbaru memiliki nilai PDRB yang paling tinggi diikuti oleh

Kabupaten Indragiri Hilir dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya di

Provinsi Riau baik harga berlaku maupun harga konstan pada periode 2007-

2009. Sedangkan kabupaten/kota dengan nilai PDRB yang lebih rendah

dibandingkan dengan kabupaten/kota lain di Provinsi Riau adalah Kabupaten

Kepulauan Meranti dan Kota Dumai (Tabel 2.6).

Secara relatif peningkatan PDRB kabupaten/kota cukup bervariasi selama

periode 2007-2009. Kabupaten/kota yang memiliki kenaikan PDRB yang cukup

tinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota lain di Provinsi Riau, yaitu

Kabupaten Siak yang meningkat dari Rp. 12.847.680 juta pada tahun 2007

menjadi Rp. 21.279.318 juta harga berlaku pada tahun 2009, atau terjadi

kenaikan sebesar 65,63 persen. Kemudian diikuti oleh Kabupaten Indragiri Hulu

yang meningkat dari Rp. 9.141.562 juta harga berlaku pada tahun 2007 menjadi

Rp. 14.642.375 juta harga berlaku pada tahun 2009 atau terjadi peningkatan

sebesar 60,17 persen. Sedangkan kabupaten/kota dengan kenaikan PDRB harga

berlaku yang lebih rendah dibandingkan dengan kabupaten/kota lain di Provinsi

Page 20: Bab II Rkpd Riau 2013

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2013

II - 20

Riau adalah Kabupaten Rokan Hulu dengan kenaikan sebesar 36,80 persen dari

Rp. 7.425.252 juta pada tahun 2007 menjadi Rp. 10.157.717 juta pada tahun

2009. Untuk itu, aktivitas ekonomi yang meningkatkan output dan nila tambah

perlu terus dilakukan untuk meningkatkan laju perkembangan perekonomian di

setiap daerah.

Tabel 2.6 Perkembangan PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Riau Tahun 2007-

2009 Atas Dasar Harga Berlaku (Hb) dan Harga Konstan (Hk) Tanpa Migas (Juta Rp) Provinsi Riau

No. Kabupaten/

Kota

2007 2008 2009

Hb Hk Hb Hk Hb Hk

1 Kabupaten Kuantan Singingi

8.159.148 2.511.608 10.119.617 2.718.998 12.042.923 2.906.642

2 Kabupaten Indragiri Hulu

9.141.562 3.273.425 11.575.059 3.519.854 14.642.375 3,769.242

3 Kabupaten Indragiri Hilir

14.801.652 5.416.154 18.518.194 5.846.659 22.447.247 6.263.845

4 Kabupaten Pelalawan

9.924.782 2.535.295 12.237.687 2.716.426 14.816.366 2.907.349

5 Kabupaten Siak

12.847.680 3.080.650 16.517.897 3.315.236 21.279.318 3.552.361

6 Kabupaten Kampar

9.147.023 3.773.568 11.331.799 4.074.419 13.865.172 4.354.918

7 Kabupaten Rokan Hulu

7.425.252 2.108.279 8.802.872 2.257.614 10.157.717 2.411.480

8 Kabupaten Bengkalis

9.066.186 2.760.497 11.074.342 2.980.469 13.292.774 3.192.949

9 Kabupaten Rokan Hilir

9.831.652 3.306.200 12.066.536 3.566.795 14.684.921 3.825.664

10 Kabupaten Kepulauan Meranti

3.403.235 1.154.305 4.176.795 1.239.022 4.991.332 1.320.714

11 Kota Pekanbaru

20.119.404 6.997.154 25.916.535 7.630.422 30.488.240 8.302.631

12 Kota Dumai 3.388.987 1.630.667 4.324.859 1.771.906 5.285.110 1.921.116

Total 117.256.568 38.547.808 145.662.197 41.637.825 177.993.501 44.728.917

Sumber: Kabupaten dan Kota Dalam Angka se-Provinsi Riau 2010

Berdasarkan harga konstan tahun 2000, peningkatan PDRB

kabupaten/kota yang memiliki peningkatan yang relatif lebih tinggi selama

periode 2007-2009 adalah Kota Pekanbaru dengan kenaikan sebesar 18,66

persen dari Rp. 6.997.154 juta pada tahun 2007 menjadi Rp. 8.302.631 juta pada

tahun 2009. Kemudian diikuti oleh Kota Dumai dengan kenaikan sebesar 17,81

persen dari Rp. 1.630.667 juta pada tahun 2007 menjadi Rp. 1.921.116 juta pada

Page 21: Bab II Rkpd Riau 2013

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2013

II - 21

tahun 2009. Sedangkan kabupaten/kota dengan kenaikan yang relatif rendah

dibandingkan dengan kabupaten/kota lain di Provinsi Riau adalah Kabupaten

Rokan Hulu dengan kenaikan sebesar 14,38 persen dari Rp. 2.108.279 juta pada

tahun 2007 menjadi Rp. 2.411.480 juta pada tahun 2009.

Laju Inflasi

Laju inflasi sebagai indikator ekonomi makro di Provinsi Riau dihitung

pada tingkat inflasi Kota Pekanbaru. Laju inflasi di Kota Pekanbaru pada periode

2007-2011 mengalami fluktuasi. Selama periode 2007-2010 laju inflasi tertinggi

terjadi pada tahun 2008 sebesar 9,02 persen (Tabel 2.7) sementara inflasi yang

terendah terjadi pada tahun 2009 yakni sebesar 1,94 persen. Inflasi di

Pekanbaru lebih banyak disebabkan oleh kenaikan harga bahan konsumsi

penduduk, sedangkan bila dilihat dari sisi pengeluaran pendapatan regional Riau

sebanyak lebih dari 70 persen bersumber dari konsumsi rumah tangga. Dengan

demikian peningkatan pendapatan penduduk akan rentan untuk meningkatkan

inflasi.

Tabel 2.7 Inflasi Kumulatif Tahun 2007-2011 di Kota Pekanbaru (year to year)

BULAN/ TAHUN 2007 2008 2009 2010 2011

Jan 2,72 1,76 0,81 0,93 2,01

Feb 3,54 3,09 0,93 0,20 2,07

Mar 3,67 4,15 0,48 0,79 1,52

Apr 2,73 3,93 0,06 0,93 0,6 Mei 2,13 4,46 -0,02 1,23 0,74

Jun 2,61 5,09*) -0,06 2,53 1,22

Jul 2,96 6,48 0,25 4,16 2,13

Agst 4,09 7,77 0,82 4,63 3,09

Sep 4,09 8,42 1,64 4,41 3,51

Okt 4,93 8,95 2,07 4,38 4,05

Nov 5,82 9,05 2,05 5,59 4,31

Des 7,53 9,02 1,94 7,00 5,00

Sumber: Badan Pusat Statistik *) Mulai bulan Juni 2008 tahun dasar penghitungan penghitungan Indeks Harga Konsumen (IHK) menggunakan tahun dasar 2007=100 (sebelumnya 2002 = 100)

Page 22: Bab II Rkpd Riau 2013

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2013

II - 22

Kondisi Ekonomi Makro Provinsi Riau

Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Riau sebagai indikator ekonomi

makro terlihat berfluktuasi selama periode 2007-2011 baik dengan minyak dan

gas maupun tanpa minyak dan gas. Jika dibandingkan dengan pertumbuhan

ekonomi nasional, maka pertumbuhan ekonomi Riau masih sedikit dibawah

pertumbuhan ekonomi nasional dengan minyak dan gas, tetapi pertumbuhan

ekonomi Riau tanpa minyak dan gas justru lebih tinggi dibandingkan dengan

pertumbuhan ekonomi nasional (Tabel 2.8). Hal ini mengindikasikan bahwa

ketahanan ekonomi Riau tanpa minyak dan gas justru lebih kuat jika

dibandingkan dengan perekonomian nasional tanpa minyak dan gas.

Kekuatan perekonomian Riau tanpa minyak dan gas sebagai sektor

dominan adalah sektor pertanian. Kontribusi terbesar dalam sektor pertanian

disumbangkan oleh sub sektor perkebunan dan kehutanan. Produksi

perkebunan di Riau lebih didominasi oleh perkebunan kelapa sawit yang sampai

pada tahun 2009 memiliki luas 2.103.175 Ha dengan berbagai pola pengusahaan

(Data Annual Prov. Riau 2011, hal.36). Luas areal perkebunan sawit di Provinsi

Riau diperkirakan meningkat secara signifikan mengingat tingginya proses

persiapan dan pekerjaan alih fungsi lahan ke perkebunan sawit yang belum

terdata. Sedangkan dua perusahaan besar dibidang industri pulp and paper

melakukan aktivitas produksi di Provinsi Riau. Selain peran sektor pertanian,

sektor industri pengolahan semakin penting dalam struktur perekonomian Riau.

Perkembangan sektor industri pengolahan di Provinsi Riau sangat berhubungan

dengan pertanian, sehingga komoditi ekspor Riau merupakan komoditi olahan

pertanian yaitu komoditi dengan nilai ekspor tertinggi adalah crude palm oil,

pulp and paper, crumb rubber, kertas dan barang dari kertas, minyak

kelapa/kelapa, kayu lapis, dan kayu olahan.

Page 23: Bab II Rkpd Riau 2013

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2013

II - 23

Tabel 2.8 Persentase Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Riau

NO NEGARA/PROVINSI TAHUN (%)

2007 2008 2009 2010 2011

1 INDONESIA

Dengan Migas 6,28 6,06 4,50 6,10 6,50

Tanpa Migas 6,87 6,52 4,90 6,60 na

2 PROVINSI RIAU

Dengan Migas 3,41 5,65 2,97 4,17 5,01

Tanpa Migas 8,25 8,06 6,56 7,16 7,63

Sumber: BPS Provinsi Riau dalam LKPJ Provinsi Riau 2011, Data Sosial Ekonomi Nasional 2012

Laju pertumbuhan ekonomi Riau tanpa minyak dan gas lebih tinggi jika

dibandingkan dengan laju pertumbuhan ekonomi dengan minyak dan gas. Laju

pertumbuhan ekonomi tanpa migas pada tahun 2011 mengalami peningkatan

yang signifikan dibandingkan dengan tahun 2010 yaitu dari 7,16 persen menjadi

7,63 persen, dan diperkirakan tetap masih berada di atas rata-rata laju

pertumbuhan ekonomi. Sedangkan laju pertumbuhan ekonomi dengan migas

juga mengalami peningkatan pada periode 2010-2011 yaitu dari 4,17 persen

menjadi 5,01 persen, dan laju pertumbuhan ini jauh lebih rendah jika

dibandingkan dengan laju pertumbuhan ekonomi dengan migas nasional sebesar

6,50 persen.

Salah satu ukuran keberhasilan pembangunan ekonomi adalah

peningkatan kesejahteraan sosial penduduk. Ukuran kesejahteraan penduduk

dapat dilihat dari tingkat kemiskinan. Angka kemiskinan di Provinsi Riau selama

periode 2007-2011 memiliki kecenderungan yang terus menurun. Pada tahun

2007 tingkat kemiskinan di Provinsi Riau sebesar 11,20 persen, dan kemudian

menurun menjadi 8,17 persen yang tercatat pada bulan September 2011 (Tabel

2.9).

Tabel 2.9 Persentase Penduduk Miskin Provinsi Riau Tahun 2007-2011

Tahun 2007 2008 2009 2010 2011*

Persentase 11,20 10,79 9,45 8,65 8,17

Sumber: BPS RI (dalam LKPJ Pemprov Riau 2011); * data bulan september

Page 24: Bab II Rkpd Riau 2013

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2013

II - 24

Kemiskinan masih merupakan permasalahan mendasar kesejahteraan

sosial di Provinsi Riau. Tingkat kemiskinan ditandai dengan ukuran ekonomi

yaitu pendapatan per kapita penduduk, termasuk tingkat pendapatan penduduk

yang tidak merata dengan Gini Ratio 0,33 pada tahun 2010, lebih rendah jika

dibandingkan dengan tingkat ketimpangan di Indonesia yang mencapai 0,38.

Tingkat ketimpangan distribusi pendapatan di Riau termasuk yang terendah di

Indonesia, yaitu termasuk dalam kategori Gini Ratio ketiga terendah dari seluruh

provinsi di Indonesia.

Sisi lain dari ketimpangan ini dapat dilihat dari rata-rata pengeluaran per

kapita per bulan. Terjadi peningkatan pengeluaran per kapita penduduk per

bulan sebesar 26,19 persen dari Rp. 598.012 pada tahun 2010 menjadi Rp.

754.634 pada tahun 2011. Peningkatan pengeluaran per kapita ini

mengakibatkan terjadinya peningkatan pengeluaran untuk pangan sebesar 21,88

persen dari Rp. 316.667 per kapita perbulan pada tahun 2010 menjadi Rp.

385.949 per kapita per bulan. Namun demikian, peningkatan pengeluaran per

kapita penduduk telah mengakibatkan terjadi peningkatan pengeluaran untuk

bukan makanan, sedangkan proporsi pengaluarn pangan mengalami penurunan.

Proporsi pangeluarn pangan pada tahun 2010 sebesar 52,95 persen dan

menurun menjadi 51,14 persen pada tahun 2011. Hal ini mengidikasikan adanya

perbaikan ekonomi penduduk.

Indikator-indikator makro tersebut cukup menggembirakan, walau dalam

pada tingkat mikro masih ditemukan disparitas pembangunan antar wilayah.

Pemerataan pembangunan kepada seluruh lapisan masyarakat atau

pembangunan untuk semua nampaknya masih perlu mendapat perhatian di

Provinsi Riau. Masih terdapat kelompok masyarakat yang kurang tersentuh oleh

pembangunan seperti masyarakat Komunitas Adat Terpencil, desa-desa terisolir

sebagai akibat dari lemahnya infrastruktur. Pemerataan pembangunan ini

terlihat dari Salah satu contoh adalah masih terdapat sebanyak 43,82 persen

rumah tangga yang belum memiliki penerangan listrik PLN, dan secara total

masih terdapat sebanyak 11,95 persen rumah tangga yang tidak menggunakan

listrik PLN dan Non PLN sebagai sumber penerangan rumah. Kemudian untuk

Page 25: Bab II Rkpd Riau 2013

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2013

II - 25

akses air bersih masih terdapat sebanyak 59,82 persen rumah tangga yang tidak

akses air bersih untuk keperluan sehari-hari (Riau Dalam Angka, 2011).

Selain ukuran tingkat kemiskinan, tingkat pengangguran terbuka juga

menjadi ukuran keberhasilan pembangunan ekonomi. Tingkat pengangguran di

Provinsi Riau selama periode 2004-2008 cenderung menurun walau masih

berfluktuasi dan terjadi sedikit peningkatan pada tahun 2009 dan 2010. Pada

tahun 2004 tingkat penangguran terbuka sebesar 15,25 persen, kemudian

menurun menjadi 8,20 persen pada tahun 2008, dan sedikit mengalami

peningkatan pada tahun 2009 menjadi 8,56 persen dan meningkat sedikit

menjadi 8,72 persen pada tahun 2010. Pada tahun 2011 tingkat pengangguran

turun menjadi 5,32 persen (Tabel 2.10).

Tabel 2.10 Persentase Pengangguran Terbuka Provinsi Riau Tahun 2004-2010

Tahun 2007 2008 2009 2010 2011*

Persentase 9,79 8,20 8,56 8,72 5,32

Sumber: BPS Provinsi Riau (Data Anual 2011 Provinsi Riau hal. 71); *LKPJ Pemprov Riau 2011.

Penyebab lain dari permasalahan kemiskinan di Provinsi Riau adalah

tingkat pengangguran yang semakin tinggi di Provinsi Riau yang salah satunya

diakibatkan oleh peningkatan jumlah penduduk usia kerja sebesar 2,18 persen,

sedangkan jumlah penduduk yang bekerja pada kelompok angkatan kerja hanya

meningkat sedikit yaitu 0,56 persen, sehingga angkatan kerja yang tidak bekerja

meningkat sebesar 5,44 persen. Sedangkan penduduk yang tidak bekerja penuh

atau yang termasuk pengangguran tersembunyi sedikit mengalami penurunan

yaitu dari sebanyak 34,6 persen pada tahun 2008 dari jumlah angkatan kerja

yang bekerja, menjadi 33,9 persen pada tahun 2009. Hal ini mengindikasikan

bahwa dalam kondisi kesempatan kerja yang semakin sempit, penduduk tetap

mencari pekerjaan untuk memperoleh pendapatan dalam memenuhi kebutuhan

hidupnya.

Page 26: Bab II Rkpd Riau 2013

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2013

II - 26

Tingginya angka pengangguran terbuka disebabkan oleh penyerapan

tenaga kerja di Provinsi Riau masih rendah, yang dapat dilihat dari tingkat

partisipasi angkatan kerja yang menurun dari 62,83 persen pada tahun 2008

menjadi 62,08 persen pada tahun 2009. Salah satu penyebab penurunan tingkat

partisipasi angkatan kerja adalah laju pertambahanjumlah angkatan kerja, lebih

besar dari laju pertambahan kesempatan kerja. Sehingga bertambahnya jumlah

angkatan kerja tidak mampu diserap oleh lapangan kerja.Bertambahnyajumlah

angkatan kerjatersebut sebagai akibat daribertambahn penduduk yang masuk

dalam usia kerja yang sedang mencari pekerjaan, serta besarnya arus migrasi

masuk dibandingkan dengan migrasi keluar.

2.1.2.2 Fokus Kesejahteraan Sosial

a. Angka melek huruf

Tingginya penduduk yang buta huruf merupakan salah satu karakteristik

penduduk miskin yang disebabkan oleh akses yang terbatas terhadap

pendidikan formal dan non formal, yang diakibatkan oleh berbagai faktor, antara

lain rendahnya pendapatan dan tingginya biaya pendidikan, terbatasnya jumlah

dan mutu prasarana dan sarana pendidikan, terbatasnya jumlah dan guru

bermutu di daerah dan komunitas miskin di pedesaan, daerah terpencil dan

kantong-kantong kemiskinan, serta terbatasnya jumlah, sebaran dan mutu

program kesetaraan pendidikan dasar melalui pendidikan non formal. Berbagai

kebijakan pemerintah untuk meningkatkan akses penduduk miskin terhadap

pendidikan telah dilakukan melalui memeprluas akses penduduk miskin untuk

memperoleh pendidikan melaluui bantuan beasiswa penduduk miskin dan

pendidikan yang murah, pemerataan pendidikan untuk memperoleh

kesempatan pendidikan, peningkatan mutu pendidikan, efisiensi manajemen

pendidikan dan peningkatan relevansi pendidikan mulai dari anak usia dini

sampai dengan orang lanjut usia.

Tingkat buta huruf di Provinsi Riau masih terdapat sebesar 2,20 persen

pada tahun 2007 dan terus mengalami penurunan pada tahun 2008 menjadi

2,19 persen dan tahun 2010 menjadi sebesar 1,65 persen. Kabupaten Kepulauan

Page 27: Bab II Rkpd Riau 2013

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2013

II - 27

Meranti merupakan kabupaten dengan tingkat buta huruf yang masih tinggi

pada tahun 2010 yaitu sebesar 9,82 persen, kemudian Kabupaten Kuantan

Singingi sebesar 2,18 persen. Sedangkan Kota Pekanbaru dan Kota Dumai

merupakan daerah dengan tingkat buta huruf yang paling rendah yaitu masing-

masing 0,13 persen dan 0,69 persen (Tabel 2.11).

Tabel 2.11 Angka Melek Huruf Tahun 2007 s.d. 2010 Menurut Kabupaten/Kota

Provinsi Riau

No. Kabupaten/Kota 2007 2008 2009 2010

1 Kabupaten Kuantan Singingi 97,80 97,80 97,81 97,82

2 Kabupaten Indragiri Hulu 97,63 97,67 97,76 98,16

3 Kabupaten Indragiri Hilir 98,52 98,52 98,79 99,06

4 Kabupaten Pelalawan 97,80 97,60 98,44 98,46

5 Kabupaten Siak 98,21 98,21 98,49 98,56

6 Kabupaten Kampar 98,10 98,10 98,44 98,48

7 Kabupaten Rokan Hulu 97,38 97,38 97,98 98,28

8 Kabupaten Bengkalis 97,29 97,38 97,79 98,09

9 Kabupaten Rokan Hilir 97,37 97,37 97,80 97,99

10 Kabupaten Kepulauan Meranti -- -- 89,73 90,18

11 Kota Pekanbaru 99,77 99,77 99,80 99,87

12 Kota Dumai 99,28 99,28 99,30 99,31

Riau 97,80 97,81 98,11 98,35

Sumber: BPS Provinsi Riau (Data Annual 2011 Provinsi Riau hal. 63)

b. Angka rata-rata lama sekolah

Secara umum cakupan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun

yang digalakkan sejak tahun 1994, belum tercapai di Provinsi Riau. Program

Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun bertujuan untuk meningkatkan angka

partisipasi sekolah penduduk usia 7-15 tahun, sehingga dapat menyelesaikan

pendidikan minimal lulus jenjang sekolah menengah atau yang sederajat. Kajian

mendalam terhadap permasalahan pemerataan pendidikan khususnya untuk

penduduk usia 7-15 tahun pada setiap daerah perlu menjadi perhatian untuk

meningkatkan angka partisipasi sekolah penduduk di setiap kabupaten/kota.

Daerah yang telah berhasil mencapai program wajib belajar pada tahun

2010 adalah Kota Pekanbaru, Kota Dumai, Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten

Page 28: Bab II Rkpd Riau 2013

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2013

II - 28

Siak (Tabel 2.12). Secara umum dapat dilihat bahwa daerah yang berhasil

menuntaskan program wajib belajar adalah daerah perkotaan dengan

infrastruktur pendidikan yang tersedia cukup. Sedangkan daerah lain pada

umumnya sebaran sarana pendidikan masih menjadi persoalan untuk

meningkatkan akses penduduk terhadap sarana pendidikan dan pelayanan

pendidikan, sehingga mengakibatan tingkat partisipasi sekolah yang masih

rendah, dan pada akhirnya mengakibatkan rata-rata lama sekolah yang masih

rendah.

Tabel 2.12 Rata-rata Lama Sekolah Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2006 s.d. 2010 Provinsi Riau

No. Kabupaten/Kota 2006 2007 2008 2009 2010

1 Kabupaten Kuantan Singingi 7,80 7,80 7,80 7,81 7,99 2 Kabupaten Indragiri Hulu 7,30 7,72 7,72 7,96 7,98 3 Kabupaten Indragiri Hilir 7,60 7,60 7,60 7,62 7,62 4 Kabupaten Pelalawan 7,30 7,67 7,93 7,95 8,21 5 Kabupaten Siak 8,80 8,80 8,80 9,03 9,08 6 Kabupaten Kampar 8,00 8,23 8,44 8,46 8,49 7 Kabupaten Rokan Hulu 7,60 7,50 7,50 7,55 7,56 8 Kabupaten Bengkalis 8,80 8,60 8,86 8,99 9,12 9 Kabupaten Rokan Hilir 7,20 7,20 7,20 7,48 7,87 10 Kabupaten Kepulauan

Meranti - - - 7,32 7,32

11 Kota Pekanbaru 11,30 11,30 11,30 11,32 11,33 12 Kota Dumai 9,70 9,70 9,70 9,72 9,72 RIAU 8,40 8,40 8,51 8,56 8,58 Sumber: BPS Provinsi Riau (Data Annual 2011 Provinsi Riau hal. 62)

Beberapa penyebab tingkat partisipasi sekolah yang rendah adalah

penyebaran sarana sekolah untuk setiap jenjang pendidikan pada setiap daerah

(desa dan kecamatan) di masing-masing kabupaten/kota tidak merata, sehingga

mempengaruhi kemudahan akses terhadap fasilitas pendidikan. Penyebaran

sarana sekolah yang tidak merata terkait dengan letak geografis Riau yang

banyak dipisahkan oleh sungai dan laut, sehingga sekolah tidak mungkin

dibangun jika jumlah murid yang ada terlalu sedikit. Sementara itu, fasilitas

pendidikan yang tidak tersedia menyebabkan anak sulit untuk mengakses

sekolah yang jauh.

Page 29: Bab II Rkpd Riau 2013

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2013

II - 29

Rendahnya angka partisipasi sekolah di Provinsi Riau telah

mengakibatkan rata-rata lama sekolah penduduk di Riau juga semakin rendah.

Pada tahun 2010 rata-rata lama sekolah penduduk Riau baru mencapai 8,58

tahun, artinya belum mencapai pendidikan wajib belajar 9 tahun. Rata-rata lama

sekolah penduduk laki-laki lebih tinggi yaitu 8,8 tahun sedangkan anak

perempuan 8,3 tahun. Kondisi ini juga mengakibatkan masih banyak ditemukan

penduduk usia 15 tahun ke atas yang buta huruf.

2.1.3 Aspek Pelayanan Umum

2.1.3.1 Fokus Layanan Urusan Wajib

a. Angka paritisipasi sekolah

Angka partisipasi sekolah tergambar dari angka APK, APM, dan APS untuk

jenjang pendidikan SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/SMK/MA seperti yang terlihat

pada Tabel 2.13. Tabel ini menunjukkan trend angka partisipasi sekolah yang

terus meningkat dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2010. Meskipun

demikian, angka partisipasi sekolah untuk tingkat SMA/MK/MA masih harus

ditingkatkan lagi. Karena itu, fokus peningkatan untuk tingkatan ini harus

diberikan perhatian lebih.

Kesenjangan angka partisipasi untuk tingkatan SMA/MK/MA ini pada

kabupaten/kota terlihat pada Kabupaten Indragiri Hilir, Pelalawan, Indragiri

Hulu dan Rokan Hulu seperti terlihat pada Tabel 2.14. Persentase penduduk

yang bersekolah untuk usia 19-24 tahun (Strata 1) untuk kabupaten/kota juga

memperlihatkan angka yang masih rendah secara keseluruhan di Provinsi Riau.

Selain di Kota Pekanbaru, Dumai, Kabupaten Bengkalis dan Kampar, persentase

masyarakat yang melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi masih sangat rendah,

dibawah 10%. Hal ini perlu mendapatkan perhatian dari Pemerintah Provinsi.

Page 30: Bab II Rkpd Riau 2013

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2013

II - 30

Tabel 2.13 Perkembangan APK, APM, dan APS Tahun 2006 s.d. 2010 Provinsi Riau

No Jenjang/Umur Tahun

2006 2007 2008 2009 2010

1 Angka Partisipasi Kasar (APK) [%]

SD/MI SMP/MTs SMA/SMK/MA

104,52 89,71 65,15

106,72 95,21 68,70

108,45 99,70 81,42

110,60 100,30 76,80

111,49 101,82 77,77

2 Angka Partisipasi Murni (APM) [%]

SD/MI SMP/MTs SMA/SMK/MA

96,26 85,78 62,76

99,08 93,70 65,81

99,10 98,44 76,10

95,56 93,65 67,10

96,04 94,17 67,13

3 Angka Partisipasi Sekolah (APS) [%]

7-12 tahun 13-15 tahun 16-18 tahun

97,68 91,15 62,87

97,92 91,11 63,64

98,27 91,54 62,63

98,55 91,58 63,92

98,75 92,09 64.54

Sumber: Data Annual 2011 Provinsi Riau hal.56

Tabel 2.14 Persentase Penduduk Berumur 7-24 Tahun ke Atas yang Masih

Sekolah menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Riau Tahun 2010

Kabupaten/Kota

Kelompok Umur Jumlah

7 – 12 13-15 16-18 19-24

01. Kuantan Singingi 99,07 94,37 55,79 9,82 66,85

02. Indragiri Hulu 97,84 92,27 52,69 8,43 62,08

03. Indragiri Hilir 98,55 81,66 39,78 5,49 59,21

04. Pelalawan 96,53 88,38 57,43 6,50 61,40

05. Siak 98,73 95,80 69,76 7,64 68,60

06. Kampar 99,41 94,10 68,17 16,69 67,21

07. Rokan Hulu 98,23 88,99 54,08 6,78 63,87

08. Bengkalis 99,46 97,04 74,65 11,28 68,88

09. Rokan Hilir 98,98 91,27 65,56 9,84 69,29

10. Kep. Meranti 97,76 89,54 67,63 5,94 65,62

11. Pekanbaru 99,23 95,97 77,80 32,71 71,71

12. Dumai 99,45 93,95 76,59 14,41 70,47

Jumlah 98,75 92,09 64,54 14,02 66,63

Sumber: Data Susenas 2010 dalam Riau Dalam Angka 2011

Page 31: Bab II Rkpd Riau 2013

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2013

II - 31

b. Rasio ketersediaan sekolah/penduduk usia sekolah

Rasio ketersediaan guru terhadap siswa pada tingkat pendidikan dasar

dan menengah sebenarnya sudah cukup baik, seperti terlihat pada Tabel 2.15.

Yang menjadi masalah adalah tingkat pemerataannya pada setiap

kabupaten/kota. Sementara itu, kualifikasi dan kualitas guru yang mengajarpun

belum bisa diperbandingkan dari data yang ada. Sementara itu, rasio jumlah

murid per sekolah pada Tabel 2.16 menunjukkan tingkat kecukupan yang

memadai. Meskipun demikian, angka ini belum bisa menunjukkan jumlah murid

per kelasnya. Di wilayah perkotaan (Pekanbaru dan Dumai) misalnya, rasio

siswa/sekolah yang tinggi bisa jadi disebabkan oleh banyaknya jumlah ruang

kelas pada sekolah-sekolah itu, sementara di daerah kabupaten, rasio yang lebih

rendah bisa jadi disebabkan oleh jumlah ruang kelas per sekolah yang juga

rendah. Selain itu, perbandingan pemerataan antara wilayah perkotaan dengan

di luar perkotaan belum bisa dilakukan karena keterbatasan data, padahal

banyak permasalahan terjadi karena penyebaran yang tidak seimbang ini.

Tabel 2.15 Jumlah sekolah, guru, dan murid Tahun Ajaran 2010/2011 di

Provinsi Riau

No Jenjang Pendidikan

TAHUN AJARAN 2010/2011

Sekolah Guru Siswa Rasio

Siswa/Guru

1 TK/RA 1.231 6.408 63.164 9,85

2 SD/MI/PLB 3.462 45.866 830.087 18,09

3 SMP/MTs 1.154 25.408 238.767 9,40

4 SMA/MA/SMK 735 17.329 167.995 9,69

Sumber: Data Annual Provinsi Riau 2011

Tabel 2.16 Jumlah Sekolah dan Murid Jenjang Pendidikan Dasar Tahun

2010/2011 Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Riau

No. Kabupaten/Kota

SD/MI SMP/MTs

Jumlah sekolah

Jumlah murid

Rasio Jumlah sekolah

Jumlah murid

Rasio

1 Kabupaten Kuantan Singingi

236 39.612 168 70 12.374 177

Page 32: Bab II Rkpd Riau 2013

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2013

II - 32

2 Kabupaten Indragiri Hulu

284 55.644 196 59 16.256 276

3 Kabupaten Indragiri Hilir

336 83.666 249 98 17.255 176

4 Kabupaten Pelalawan 207 42.132 204 55 9.870 179

5 Kabupaten Siak 195 56.851 292 74 16.903 228

6 Kabupaten Kampar 460 94.390 205 100 22.985 230

7 Kabupaten Rokan Hulu 335 67.822 202 82 6.090 74

8 Kabupaten Bengkalis 327 70.211 215 92 18.002 196

9 Kabupaten Rokan Hilir 336 82.642 246 98 23.054 235

10 Kabupaten Kepulauan Meranti

-- -- -- --

11 Kota Pekanbaru 241 102.833 427 87 37.118 427

12 Kota Dumai 265 30.599 115 54 10.428 193

Jumlah 3.222 726.402 225 869 190.335 219

Sumber: Data Annual Provinsi Riau 2011

c. Kesehatan Penduduk dan Indeks Pembangunan Manusia

Untuk kesehatan penduduk, data yang bisa diukur dan dibandingkan

adalah data tentang trend status gizi balita (Tabel 2.17 dan 2.18). Data ini

menujukkan bahwa Kecenderungan gizi buruk adalah menurun terus setiap

tahunnya dari tahun 2006 sampai tahun 2009. Pada tahun 2010 terjadi sedikit

kenaikan. Pada tingkat kabupaten/kota, kasus gizi buruk yang relatif masih lebih

tinggi di Riau adalah pada kabupaten Pelalawan dan Rokan Hulu yang perlu

mendapatkan perhatian lebih.

Tabel 2.17 Trend Status Gizi Balita di Provinsi Riau (%)

No Status Gizi Tahun

2005 2006 2007 2008 2009 2010

1. 2. 3. 4.

Gizi Buruk Gizi Kurang Gizi Baik Gizi Lebih

2,7 11,5 82,3 3,5

4,4 14,8 77,4 3,4

3,3 11,8 83,5 1,4

2,9 11,9 83,6 1,7

1,8 7,9

89,1 1,2

2,1 10,98 84,83 2,09

Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Riau dalam Data Annual Prov. Riau 2011

Page 33: Bab II Rkpd Riau 2013

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2013

II - 33

Tabel 2.18 Sebaran Status Gizi Balita Berdasarkan Indeks Berat Badan Menurut Umur (BB/U) di Provinsi Riau Tahun 2009-2010

No. Kabupaten/

Kota Balita yang Ditimbang

Status Gizi (%)

Buruk Kurang Baik Lebih

1 Kuantan Singingi 2.871 1,92 10,48 87,50 0,10

2 Indragiri Hulu 3.657 2,00 8,67 87,75 1,59

3 Indragiri Hilir 4.940 2,21 1,64 82,63 3,52

4 Pelalawan 2.983 2,88 11,13 82,47 3,52

5 Siak 3.482 1,46 10,71 86,24 1,58

6 Kampar 5.144 2,18 11,72 84,16 1,94

7 Rokan Hulu 4.023 2,96 11,61 83,30 2,14

8 Bengkalis 2.060 2,52 13,74 82,48 1,26

9 Rokan Hilir 3.146 1,78 11,98 83,85 2,38

10 Kep. Meranti 1.367 2,41 7,83 88,59 1,17

11 Pekanbaru 3.155 1,27 9,95 86,28 2,50

12 Dumai 1.145 1,14 10,75 86,90 1,40

R I A U 2010 37.973 2,1 10,98 84,83 2,09

2009 436.189 1,8 7,9 89,1 1,2

Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Riau dalam Data Annual Prov. Riau 2011 hal.65

Dilihat dari data Indek Pembangunan Manusia (IPM) di Provinsi Riau

pada Tabel 2.19 yang merupakan deskripsi dari tiga komponen sosial yaitu

indeks harapan hidup, pendidikan dan standar hidup layak, maka secara umum

IPM Provinsi Riau termasuk kategori menengah (IPM 66,0-79,9). Meskipun data

IPM menunjukkan kecendrungan pembangunan manusia yang relatif baik,

namun dari segi pemerataan masih tergolong kurang antara daerah perkotaan

dan pedesaan yang ditunjukkan dengan nilai Gini Ratio 0,33 pada Tahun 2009.

Tabel 2.19 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten/Kota

se-Provinsi Riau

No. Kabupaten/Kota IPM

2005 2006 2007 2008 2009 2010

1 Kuantan Singingi 71,6 71,9 72,5 72,95 73,38 73,70

2 Indragiri Hulu 70,9 72,0 73,0 73,43 73,89 74,18

3 Indragiri Hilir 72,7 73,4 73,9 74,41 74,95 75,24

4 Pelalawan 69,2 70,0 71,4 72,07 72,69 73,18

Page 34: Bab II Rkpd Riau 2013

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2013

II - 34

5 Siak 73,5 74,6 75,2 75,64 76,05 76,46

6 Kampar 71,7 72,0 73,0 73,64 74,14 74,43

7 Rokan Hulu 70,1 71,0 71,4 71,84 72,29 72,66

8 Bengkalis 72,9 73,1 73,4 74,12 74,64 75,11

9 Rokan Hilir 68,6 70,9 71,1 71,51 71,98 72,43

10 Kep. Meranti - - - - 70,15 70,62

11 Pekanbaru 75,9 76,2 77,0 77,54 76,91 78,27

12 Dumai 75,3 75,5 76,3 76,91 77,33 77,75

PROVINSI R I A U 73,6 73,8 74,6 75,09 75,06 76,07

Sumber: Data Annual Prov. Riau 2011

2.1.3.2 Fokus Layanan Urusan Pilihan

a. Jumlah investor berskala nasional (PMDN/PMA)

Fluktuasi penanaman modal di Provinsi Riau masih cukup besar dan

belum stabil. Berdasarkan jumlah investor, pada tahun 2009 terjadi penurunan

yang cukup signifikan dari tahun sebelumnya. Sebagai salah satu akibatnya

adalah menurunnya angka penyerapan tenaga kerja. Hal ini bisa dilihat pada

Tabel 2.20, 2.21, dan 2.22.

Beberapa hal yang menjadi faktor penyebabnya antara lain adalah imbas

dari kelesuan ekonomi dunia pada tahun 2008. Selain itu, penyebab dari dalam

Provinsi Riau sendiri adalah kondisi infrastruktur jalan banyak yang rusak dan

minim dana pemeliharaan, terutama jalan nasional dan provinsi.

Tabel 2.20 Jumlah Investor PMDN/PMA Tahun 2005 s.d. 2009

(Berdasarkan Surat Persetujuan Penanaman Modal) di Provinsi Riau

Tahun PMDN PMA Total

2005 11 9 20

2006 4 35 39

2007 6 20 26

2008 11 26 37

2009 8 12 20

Sumber: Data Annual Prov. Riau 2011

Page 35: Bab II Rkpd Riau 2013

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2013

II - 35

b. Jumlah nilai investasi berskala nasional (PMDN/PMA) Tabel 2.21 Jumlah Investasi PMDN dan PMA Tahun 2005 s.d. 2009

(Berdasarkan Izin Usaha Tetap) di Provinsi Riau

Tahun PMDN

(Rp milyar) PMA

(US$ juta)

2005 4.579,5 179,7

2006 20.898,2 1.839,4

2007 1.385,4 3.592,3

2008 3.700,4 471,8

2009 1.930,4 425,4

Sumber: Data Annual Prov. Riau 2011

c. Rasio daya serap tenaga kerja Tabel 2.22 Rasio Daya Serap Tenaga Kerja Tahun 2007 s.d. 2009

Provinsi Riau

No. Uraian 2007 2008 2009

1 Jumlah tenaga kerja yang bekerja pada perusahaan PMA/PMDN

20.775 8.067 7.571

2 Jumlah seluruh PMA/PMDN 26 37 20

3 Rasio daya serap tenaga kerja 799,0 218,0 378,6

Sumber: Data Annual Prov. Riau 2011

2.1.4 Aspek Daya Saing Daerah

Daya saing daerah adalah kemampuan perekonomian daerah dalam

mencapai pertumbuhan tingkat kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan

dengan tetap terbuka pada persaingan dengan provinsi lainnya yang berdekatan,

domestik, atau internasional.

2.1.4.1 Fokus Kemampuan Ekonomi Daerah

a. Pengeluaran konsumsi rumah tangga per kapita (angka konsumsi RT

perkapita)

Di antara aspek daya saing daerah yang bisa diukur adalah pengeluaran

konsumsi rumah tangga per kapita seperti yang diperlihatkan di Tabel 2.23.

Page 36: Bab II Rkpd Riau 2013

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2013

II - 36

Pada tabel ini terlihat bahwa terdapat perbedaan cukup signifikan antara

wilayah perkotaan dan pedesaan dalam hal pengeluaran rata-rata per kapita

selama sebulan. Untuk wilayah perkotaan, jumlah total pengeluaran rata-rata

per kapita selama sebulan adalah Rp 719.711 dibandingkan dengan yang di

wilayah pedesaan sebesar Rp 475.345 atau sekitar 66%. Perbedaan yang cukup

besar ini menunjukkan ketimpangan tingkat kesejahteraan antara penduduk

kota dan desa.

Tabel 2.23 Pengeluaran Rata-rata per Kapita Sebulan di Daerah Perkotaan dan

Kelompok Barang

2009 2010

Perkotaan Pedesaan

Perkotaan dan

Pedesaan Perkotaan Pedesaan

Perkotaan

dan Pedesaan

A. Makanan

1. Padi-padian 42 786 48 308 45 525 40.988 49.346 45.134

2. Umbi-umbian 3 777 3 396 3 588 4.438 3.384 3.412

3. Ikan 43 027 38 114 40 590 46.408 40.931 43.691

4. Daging 12 686 8 671 10 694 11.855 8.564 10.222

5. Telur dan Susu 25 513 15 799 20 695 27.787 16.335 22.106

6. Sayur-sayuran 28 128 27 601 27 866 28.810 29.336 29.086

7. Kacang-kacangan

5 600 4 930 5 267 5.441 5.482 5.461

8. Buah-buahan 14 508 11 220 12 877 15.350 11.971 13.674

9. Minyak dan Lemak

13 807 13 310 13 560 14.236 13.976 14.107

10. Bahan Minuman 10 990 12 011 11 497 12.832 14.360 13.590

11. Bumbu-bumbuan

5 054 5 672 5 361 5.449 5.933 5.689

12. Konsumsi Lainnya

77 945 7 165 7 558 7.781 6.180 6.987

13. Makanan dan minuman jadi

80 112 33 129 56 808 96.358 33.089 64.976

14. Tembakau dan sirih

34 704 34 217 34 463 39.806 37.239 38.533

Jumlah Makanan 398 637

263

543 296 349 357.539 276.126 316.668

B. Bukan makanan

1. Perumahan dan fasilitas rumah tangga

136 020 87

940

112 172 148.077 87.123 117.843

2. Aneka barang dan jasa

Goods and services

108,672 65

601 87 308 128.759 63.248 96.264

3. Pakaian, alas kaki dan tutup kepala

31 391 18

890 25 190 36.130 19.645 27.954

Page 37: Bab II Rkpd Riau 2013

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2013

II - 37

Pedesaan menurut Kelompok Barang Tahun 2009 dan 2010 (dalam rupiah) Sumber: Riau Dalam Angka 2010 dan Riau Dalam Angka 2011

b. Nilai Tukar Petani

Nilai tukar petani juga bisa menunjukkan aspek daya saing daerah dari

sisi pertanian. Rasio nilai tukar petani bisa dilihat pada Tabel 2.24 yang

menunjukkan bahwa rasio yang terbesar masih pada subsektor hortikultura,

sedangkan yang terendah adalah pada subsektor perikanan. Selain itu, terdapat

peningkatan rasio yang cukup signifikan antara tahun 2009 dan 2011 pada

subsektor tanaman perkebunan rakyat dari 93,13 pada tahun 2009 menjadi

105,76 pada tahun 2011. Hal ini menunjukkan bahwa pengembangan di

subsektor tanaman perkebunan rakyat bisa digolongkan cukup berhasil. Secara

keseluruhan, terdapat peningkatan rasio (NTP) dari tahun 2009 ke tahun 2011,

yakni dari rata-rata 99,06 menjadi 104,97.

Tabel 2.24 Nilai Tukar Petani (NTP) Tahun 2009, 2010, dan 2011 Menurut Subsektor di Provinsi Riau

No. Kabupaten/Kota Indeks Yang

Diterima Petani (It)

Indeks Yang Dibayar

Petani (Ib) Rasio (NTP)

Tahun 2009

1 Subsektor Hortikultura 125,64 115,19 109,59

2 Subsektor Tanaman Pangan 118,95 114,63 103,77

3 Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat 109,24 117,28 93,13

4 Subsektor Peternakan 122,51 120,70 101,48

5 Subsektor Perikanan 107,30 115,00 93,30

Rata-rata 115,26 116,34 99,06

Tahun 2010

1 Subsektor Hortikultura 130,41 116,33 112,10

2 Subsektor Tanaman Pangan 128,16 116,28 110,21

3 Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat 119,12 118,88 100,20

4 Subsektor Peternakan 128,64 124,28 103,45

4. Barang yang tahan lama

32 591 45

265 38 877 34.732 18.355 26.609

5. Pajak dan Premi Asuransi

7 040 4 381 5 721 9.358 4.807 7.101

6. Keperluan pesta dan upacara

13 947 4 874 9 447 5.116 6.041 5.575

Jumlah Bukan Makanan

329 662 226

950 278 715 362.172 199.219 281.346

Jumlah 728 298 490

494 575 064 719.711 475.345 598.014

Page 38: Bab II Rkpd Riau 2013

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2013

II - 38

5 Subsektor Perikanan 108,14 116,18 93,08

Rata-rata 122,07 118,02 103,43

Tahun 2011 (*)

1 Subsektor Hortikultura 140,38 123,17 113,97

2 Subsektor Tanaman Pangan 138,21 123,44 111,97

3 Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat 133,33 126,07 105,76

4 Subsektor Peternakan 132,37 130,88 101,14

5 Subsektor Perikanan 111,78 121,47 92,02

Rata-rata 131,21 125,01 104,97

Sumber: Riau Dalam Angka 2011; (*) data hingga bulan Juni 2011

c. Pengeluaran konsumsi non pangan (persentase konsumsi RT untuk non

pangan)

Rasio pengeluaran konsumsi non pangan dibandingkan dengan total

pengeluaran dapat dilihat pada Tabel 2.25. Di sini terlihat bahwa nilainya

hampir berimbang mendekati 0,5, meskipun pada tahun 2009 dan 2010 turun

kembali menjadi 0,47. Nilai ini menunjukkan bahwa pengeluaran non pangan

sedikit masih dibawah pengeluaran pangan yang berarti tingkat kesejahteraan

penduduk yang masih rendah karena masih didominasi oleh urusan pangan.

Tabel 2.25 Persentase Konsumsi RT non pangan Tahun 2005, 2008, dan 2009

Provinsi Riau (dalam Rupiah)

No. Uraian 2005 2008 2009 2010

1 Total Pengeluaran RT non Pangan

155.173 258.568 278.715 281.346

2 Total Pengeluaran 350.858 520.258 575.064 598.014

3 Rasio 0,442 0,497 0,485 0,470

Sumber: Riau Dalam Angka 2011 2.1.4.2 Fokus Fasilitas Wilayah/Infrastruktur

Kondisi jalan baik untuk jalan negara, provinsi, dan kabupaten/kota pada

tahun 2010 dengan bandingan pada tiga tahun sebelumnya dapat dilihat pada

Tabel 2.26 dan 2.27. Pada tabel ini terlihat bahwa pada Tahun 2010, 16,08%

jalan nasional/negara di Provinsi Riau dalam kondisi rusak dan rusak berat.

Disamping itu, 46,13% jalan provinsi mengalami kerusakan ringan dan berat.

Pada tahun 2011 ini kerusakan semakin parah, terutama jalan-jalan akses ke

Kota Dumai.

Page 39: Bab II Rkpd Riau 2013

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2013

II - 39

Besarnya tingkat kerusakan infrastruktur jalan di Provinsi Riau bukan

merupakan hal yang luar biasa mengingat tiga sektor pendukung perekonomian

Riau adalah industri pengolahan seperti industri pengolahan kayu,

pertambangan dan pertanian yang didominasi perkebunan kelapa sawit dan

karet. Ketiga sektor perekonomian ini memberikan beban yang sangat besar

pada infrastruktur jalan di Provinsi Riau akibat mobilisasi kendaraan angkutan

peralatan, bahan baku dan hasil olahan yang bertonase tinggi. Disamping itu,

kerusakan infrastruktur jalan juga disebabkan sebagian besar kondisi tanah

dasar (subgrade) di Provinsi Riau merupakan tanah lunak dengan daya dukung

yang rendah. Keterbatasan anggaran biaya dan pemanfaatan teknologi

stabilisasi/perkuatan tanah lunak pada pembangunan infrastruktur jalan di

Provinsi Riau merupakan beberapa faktor yang menyebabkan daya dukung

infrastruktur jalan yang dibangun tidak sesuai dengan beban tonase lalu lintas

kendaraan yang ada.

Kerusakan infrastruktur jalan ini baik secara langsung maupun tidak

langsung mempengaruhi dasa saing perekonomian dan minat investasi di

Provinsi Riau. Kerusakan infrastruktur jalan diperkirakan menjadi salah satu

alasan menurunnya tingkat investasi Provinsi Riau pada tahun 2010.

Tabel 2.26 Panjang jaringan jalan dalam km di Provinsi Riau berdasarkan kondisi

Tahun 2010 dengan bandingan kondisi tiga tahun sebelumnya

Tingkat Pemerintahan Baik Sedang Rusak Rusak Berat

Jumlah

1. Negara 321,96 556,34 128,08 128,08 1.134,46

2. Provinsi

483,80 1.143,32 693,57 712,63 3.033,32

3. Kabupaten/Kota (*) N/A N/A N/A N/A N/A

Jumlah 2010 805,76 1.699,66 821,65 840,71 4.167,78

2009 7.856,41 7.832,71 4.841,98 3.194,26 23.725,36

2008 6.128,89 6.875,37 3.885,07 5.241,26 22.130,59

2007 6.074,40 6.974,56 3.486,78 5.594,85 22.130,59

Sumber: Riau Dalam Angka 2011; (*) data tidak tersedia

Page 40: Bab II Rkpd Riau 2013

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2013

II - 40

Tabel 2.27 Panjang jaringan jalan (dalam km) milik Kabupaten/Kota berdasarkan kondisi Tahun 2009 menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Riau

Kabupaten/Kota Baik Sedang Rusak Jumlah

01. Kuantan Singingi 544,00 996,94 205,00 1.745,94

02. Indragiri Hulu 248,65 592,99 704,40 1.546,04

03. Indragiri Hilir 72,30 1 096,73 103,35 1.272,38

04. Pelalawan 230,06 301,70 0,96 532,72

05. Siak 780,50 665,44 431,21 1.877,15

06. K a m p a r 827,16 566,77 405,54 1.799,47

07. Rokan Hulu 438,92 557,98 636,52 1.633,42

08. Bengkalis 433,13 354,25 312,36 1.099,74

10. Kepulauan Meranti 133,41 108,70 177,88 419,99

09. Rokan Hilir 1 005,00 570,20 252,99 1.828,19

71. Pekanbaru 1 102,05 579,70 642,37 2.324,12

73. Dumai 459,27 411,96 142,99 1.014,22

Jumlah/Total 2009 6.274,45 6.803,36 4.015,57 17.093,38

2008 4.830,29 5.697,92 7.442,94 17.971,16

2007 4.830,29 5.697,92 7.442,94 17.971,15

Sumber: Riau Dalam Angka 2011

2.1.4.3 Fokus Iklim Berinvestasi

a. Angka kriminalitas

Angka kriminalitas di Provinsi Riau adalah seperti terlihat pada Tabel

2.28. Secara angka, kriminalitas adalah dibawah 0,32%, atau lebih kurang

dibawah 3 kejadian setiap 1.000 penduduk dalam satu tahun. Angka ini diambil

dari kasus kriminalitas yang dilaporkan kepada kepolisian dalam lingkup Polda

Riau. Jumlah ini menunjukkan tingkat kriminalitas di Riau tergolong rendah

sehingga cukup kondusif untuk iklim berinvestasi. Kecenderungan angka

kriminalitas pun terus menurun dari tahun 2007 sampai dengan 2010.

Page 41: Bab II Rkpd Riau 2013

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2013

II - 41

Tabel 2.28 Angka Kriminalitas di Provinsi Riau Tahun 2007 s.d. 2010

Jenis Kriminalitas 2007 2008 2009 2010

DL DS DL DS DL DS DL DS

1 Sengaja menimbulkan kebakaran/banjir

181 105 64 20 20 7 43 17

2 Karena alpa menimbulkan kebakaran/banjir

58 25 288 95 312 67 65 26

3 Sumpah palsu dan keterangan palsu

- - 9 3 4 7 20 29

4 Pemalsuan materai 3 1 2 - 3 - 1 4

5 Pemalsuan surat - - 73 27 65 22 71 52

6 Perzinahan - - - - - - 131 78

7 Perkosaan 131 71 212 136 159 139 83 54

8 Permainan judi 161 35 509 472 379 343 270 226

9 Penghinaann - - 2 1 2 - 51 31

10 Penculikan 50 30 94 48 45 25 13 4

11 Perbuatan yang tidak menyenangkan

12 8 150 78 159 72 162 110

12 Kejahatan terhadap jiwa/pembunuhan

32 19 154 58 82 49 28 20

Penganiayaan berat

- - 750 481 765 447 616 414

13 Mengakibatkan orang mati

- - 51 40 17 10 48 13

14 Mengakibatkan orang luka

- - 4 37 2 1 314 219

15 Pencurian biasa 3.060 1.479 909 285 1.031 355 916 488

16 Pencurian dg pemberatan

- - 1.400 547 1.017 402 1.527 675

17 Pencurian ringan - - - - - - 29 17

18 Pencurian dengan kekerasan

9.604 4.009 891 120 593 166 409 147

19 Pencurian dengan kekerasan ranmor

- - 1.230 92 717 68 1.165 185

20 Pencurian dg kekerasan sajam

- - 11 5 11 9 12 4

21 Pencurian dg kekerasan senpi

- - 7 - 5 - 6 -

22 Pemerasan dan pengancaman

189 106 299 144 136 57 131 90

23 Penggelapan 756 400 1.202 57 1.407 666 705 358

24 Penipuan 1.011 541 1.087 513 1.350 665 601 348

25 Menghancurkan atau merusak barang

285 134 289 168 208 79 180 73

26 Menerima suap - - - - - - 9 8

27 Penadahan 17 20 56 41 20 21 26 22

28 Mempekerjakan anak dibawah umur

- - - - - - 3 2

Page 42: Bab II Rkpd Riau 2013

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2013

II - 42

29 Penyalahgunaan senjata api

- - 11 8 6 6 7 5

30 Kejahatan pasar modal

- - - - - - 4 6

31 Poligami - - - - 18 9 16 15

32 Pengeroyokan - - 102 69 135 79 165 109

33 Lahgun CPO - - - - 2 2 6 3

34 Penyerobotan lahan

- - 161 84 113 38 64 33

35 Pencemaran nama baik

- - - - 36 15 37 32

36 Premanisme - - - - 1 - 3 1

37 Pencurian dalam keluarga

- - 22 1 20 8 3 3

38 Kejahatan konvensional lainnya

- - - - - - 116 46

39 Kejahatan konvensional lain-lain

180 115 683 420 422 307 86 41

40 Narkotika 580 580 1.087 1.087 1.112 1.112 483 394

41 Psikotropika - - 108 136 21 37 49 47

42 Perdagangan manusia

- - - - - - 2 2

43 Penyelundupan senjata api

- - - - - - 11 9

44 Korupsi - - 1 - 4 - 8 1

45 Penebangan kayu illegal

- - 44 21 76 40 234 146

46 Penangkapan ikan illegal

- - - - 4 2 2 2

47 Pertambangan illegal

- - - - - - 17 13

48 Fiskal - - - - - - 1 1

49 BBM Illegal

- - - - 16 7 10 7

50 Penyelundupan - - 26 21 34 28 25 21

51 Pemalsuan mata uang dan uang kertas

12 4 13 2 8 7 10 8

52 Penjualan DVD porno/bajakan

- - - - 3 4 3 3

53 Perkelahian - - - - - - - -

Total 16.322 7.682 12.001 5.317 10.540 5.378 8.997 4.662

Jumlah penduduk Riau 5.070.952 5.070.952 5.189.154 5.189.154 5.306.533 5.306.533 5.738.543 5.738.543

Rasio Kriminalitas (Persen)

0,32 0,15 0,23 0,10 0,20 0,10 0,16 0,08

Sumber: Riau Dalam Angka 2011; DL=dilaporkan, DS=diselesaikan

2.1.4.4 Fokus Sumber Daya Manusia

a. Kualitas tenaga kerja (rasio lulusan S1/S2/S3)

Rasio jumlah lulusan S1, S2, dan S3 adalah 3,61% (LKPJ Pemprov 2011).

Angka ini masih tergolong rendah bila dibandingkan dengan jumlah penduduk

yang ada. Sementara itu, rasio ketergantungan penduduk di Riau adalah 0,56

Page 43: Bab II Rkpd Riau 2013

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2013

II - 43

yang berarti bahwa jumlah penduduk usia produktif hampir berimbang dengan

jumlah penduduk usia tidak produktif seperti terlihat pada Tabel 2.29.

Tabel 2.29 Rasio Ketergantungan Tahun 2009 dan 2010 di Provinsi Riau

No. Uraian 2009 2010

1 Jumlah penduduk usia <15 tahun 1.677.910 1.902.108

2 Jumlah penduduk usia >64 tahun 131.810 145.757

3 Jumlah penduduk usia tidak produktif (1+2) 1.809.701 2.047.865

4 Jumlah penduduk usia 15-64 tahun 3.496.822 3.690.679

5 Rasio ketergantungan (3/4) 0,517 0,555

Sumber: Riau Dalam Angka 2010 dan LKPJ Pemprov. Riau 2011

2.2 Evaluasi Pelaksanaan Program dan Kegiatan RKPD sampai

2011 dan Realisasi RPJMD

Telaah hasil evaluasi status dan kedudukan pencapaian kinerja

pembangunan daerah dilakukan berdasarkan rekapitulasi hasil evaluasi

pelaksanaan program dan kegiatan RKPD 2011 dan realisasi RPJMD yang

bersumber dari telaahan hasil evaluasi pelaksanaan Renja SKPD tahun 2011 dan

realisasi Renstra SKPD oleh masing-masing SKPD dan/atau dari laporan

pertanggungjawaban APBD 2011.

Page 44: Bab II Rkpd Riau 2013

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2013

II - 44

Tabel 2.30 Evaluasi Hasil Pelaksanaan Perencanaan Daerah sampai dengan Tahun 2012 Provinsi Riau

Page 45: Bab II Rkpd Riau 2013

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2013

II - 45

Page 46: Bab II Rkpd Riau 2013

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2013

II - 46

Dengan melihat data realisasi, maka evaluasi pelaksanaan program dan

kegiatan RKPD sampai 2011 dan Realisasi RPJMD Provinsi Riau 2009-2013

dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Secara umum target-target pencapaian indikator di dalam RPJMD

Provinsi Riau 2009-2013 untuk tahun 2011 tercapai dengan persentase

berkisar antara 90-100%. Meskipun demikian, masih ditemui adanya

pencapaian target dibawah 90% seperti pertumbuhan PDRB per tahun.

2. Beberapa indikator kinerja yang melebihi target ditemui pada indikator

angka partisipasi murni dan angka partisipasi kasar sekolah, serta nilai

tukar petani/nelayan.

Page 47: Bab II Rkpd Riau 2013

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2013

II - 47

3. Faktor-faktor yang menyebabkan tidak tercapainya program dan target

kinerja pembangunan daerah tersebut antara lain adalah masih belum

tersedianya infrastruktur secara memadai seperti listrik, jalan, air bersih,

dan lainnya sehingga persetujuan investasi tidak terealisasi sesuai dengan

harapan sehingga berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Selain itu,

masih lemahnya koordinasi antar instansi.

4. Implikasi yag ditimbulkan dari capaian program RPJMD adalah

meningkatnya partisipasi masyarakat dalam hal mengikuti pendidikan

yang pada akhirnya menuntut penyediaan fasilitas yang memadai beserta

tenaga pendidiknya, yang pada konsekuensi akhirnya menuntut

kebijakan dan penganggaran yang memadai pula.

2.3 Permasalahan Pembangunan Daerah

Permasalahan daerah yang dipaparkan dibagi berdasarkan permasalahan

yang berhubungan dengan prioritas pembangunan daerah, dan permasalahan

lainnya yang berhubungan dengan layanan dasar dan tugas fungsi SKPD.

2.3.1 Permasalahan daerah yang berhubungan dengan prioritas dan

sasaran pembangunan daerah

Permasalahan yang berhubungan dengan tujuan dan sasaran

pembangunan khususnya program pembangunan daerah (RPJMD) dengan

prioritas pembangunan daerah (RKPD) pada tahun 2012 serta prioritas lain dari

kebijakan nasional yang bersifat mandatory antara lain adalah:

Kondisi lahan dominan rawa gambut (4,8 juta hektar) yang memerlukan

biaya pembangunan infrastruktur yang tinggi, serta biaya pemeliharaan

yang besar

Tumpang tindih kepemilikan lahan, baik dengan areal perusahaan, HTI,

konsesi, maupun sesama masyarakat. Akibatnya, program pembangunan

banyak yang terhambat karena status tanah yang banyak bermasalah

Produksi minyak bumi terus menurun dari tahun ke tahun, sementara

komoditas yang sedang berkembang seperti sektor perkebunan kelapa

Page 48: Bab II Rkpd Riau 2013

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2013

II - 48

sawit sampai saat ini masih memiliki risiko besar terhadap lingkungan

seperti pembakaran lahan, banjir, dan infrastruktur yang cepat rusak.

Kerusakan jalan akibat meningkatnya aktivitas pengangkutan TBS sawit

dan CPO, serta pengangkutan kayu akasia untuk industri pulp and paper.

Infrastruktur listrik dan air bersih masih sangat minim terutama di

daerah di luar perkotaan.

Distribusi penduduk dan pembangunan tidak merata

Kualitas SDM rendah

Degradasi lingkungan hidup akibat pembukaan hutan dan rawa gambut

untuk perkebunan

Ketergantungan pada kebijakan ekonomi luar negeri (krisis moneter

internasional) dan fluktuasinya yang tidak menentu

ACFTA yang menyebabkan barang impor deras masuk ke dalam negeri

dan mematikan produksi lokal

Kecenderungan investasi yang menurun dalam dua tahun terakhir

Isu Lingkungan hidup dan sorotan dunia akan degradasi hutan dan

gambut

Kebijakan pemerintah pusat yang berubah-ubah

Globalisasi dan persaingannya

2.3.2 Identifikasi permasalahan penyelenggaraan urusan pemerintahan

daerah

Permasalahan pembangunan pada urusan yang menyangkut layanan

dasar dan tugas/fungsi tiap SKPD. Identifikasi permasalahan menjelaskan apa

yang menjadi masalah di masa lalu dan masa mendatang serta gambaran solusi

yang ditawarkan.

Tabel 2.31 Identifikasi Permasalahan Pembangunan Daerah

No. Kriteria / Aspek Urusan Faktor-faktor

penentu keberhasilan

Permasalahan

(1) (2) (3) (4) (5) I Kinerja Penyelenggaraan

Pemerintahan Daerah

a. Tataran Pengambil Kebijakan

Page 49: Bab II Rkpd Riau 2013

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2013

II - 49

Ketenteraman dan ketertiban umum daerah

Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri

Angka kriminalitas dibawah 3 kejadian per 1000 penduduk dalam setahun

Secara umum sudah baik, angka kriminalitas rendah

Keselarasan dan efektifitas hubungan antara pemerintahan daerah dan Pemerintah serta antar pemerintahan daerah dalam rangka pengembangan otonomi daerah

Pemerintahan Umum

Kejelasan Pengaturan kewenangan dan peraturan

Tumpang tindihnya kewenangan, peraturan, serta kebijakan pusat yang sering berubah-ubah

Keselarasan antara kebijakan pemerintahan daerah dengan kebijakan Pemerintah

Pemerintahan Umum

Pengaturan kewenangan

Koordinasi dan pembagian kewenangan yang sering tumpang tindih

Efektivitas hubungan antara pemerintah daerah dan DPRD

Pemerintahan Umum

Koordinasi kerja dan fungsi

Secara umum sudah baik

Efektivitas proses pengambilan keputusan oleh DPRD beserta tindak lanjut pelaksanaan keputusan

Pemerintahan Umum

Koordinasi kerja dan fungsi

Secara umum sudah baik

Ketaatan pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan daerah pada peraturan perundang-undangan

Pemerintahan Umum

Ketaatan pada peraturan perundang-undangan

Kurang Sosialisasi dan pemahaman, serta aturan yang berubah-ubah

Intensitas dan efektifitas proses konsultasi publik antara pemerintah daerah dengan masyarakat atas penetapan kebijakan publik yang strategis dan relevan untuk daerah

Pemerintahan Umum

Lancarnya konsultasi publik

Pemahaman dan partisipasi masyarakat yang rendah

Transparansi dalam pemanfaatan alokasi, pencairan dan penyerapan DAU, DAK, dan Bagi Hasil

Pemerintahan Umum

Transparansi Tenaga teknis untuk penyusunan sistem pelaporan yang akuntabel masih terbatas

Intensitas, efektivitas, dan transparansi pemungutan sumber-sumber pendapatan asli daerah dan pinjaman/obligasi daerah

Pemerintahan Umum

Meningkatnya PAD Kesulitan dalam penghitungan potensi riel, teknis pengumpulan, dan peningkatan kesadaran masyarakat

Efektivitas perencanaan, penyusunan, pelaksanaan tata usaha, pertanggungjawaban, dan pengawasan APBD

Perencanaan Pembangunan

Perencanaan dan pelaksanaan APBD yang tepat sasaran

Kesulitan dalam disiplin untuk mengikuti program prioritas yang telah diatur di dalam RPJMD dan penentuan indikator

Pengelolaan potensi daerah Pemerintahan Umum

Terkelolanya potensi daerah

Terkendala rendahnya kualitas infrastruktur jalan dan minimnya listrik dan air bersih

Terobosan/inovasi baru dalam penyelenggaraan pemerintah daerah

Pemerintahan Umum

Inovasi baru Sudah mulai ada, tetapi belum menyeluruh

Page 50: Bab II Rkpd Riau 2013

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2013

II - 50

b. Tataran Pelaksana Kebijakan Kebijakan teknis

penyelenggaraan urusan pemerintahan

Pemerintahan Umum

Jelasnya petunjuk dan prosedur pelaksanaan teknis

Secara umum sudah baik

Ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan

Pemerintahan Umum

Ketaatan pada peraturan perundang-undangan

Kurang Sosialisasi dan pemahaman, serta aturan yang berubah-ubah

Tingkat capaian SPM (standar pelayanan minimal)

Pemerintahan Umum

Tercapainya SPM Kesulitan dalam pengukuran; dan sosialisasi yang kurang

Penataan kelembagaan daerah Pemerintahan Umum

Tertatanya kelembagaan daerah

Sudah cukup baik

Pengelolaan kepegawaian daerah Kepegawaian Tertatanya kepegawaian daerah

Secara umum sudah cukup baik

Perencanaan Pembangunan daerah

Perencanaan Pembangunan

Tertatanya perencanaan pembangunan daerah

Secara umum sudah cukup baik

Pengelolaan keuangan daerah Pemerintahan Umum

Tertatanya keuangan daerah

Tenaga teknis keuangan daerah yang masih kurang

Pengelolaan barang milik daerah Pemerintahan Umum

Tertatanya barang milik daerah

Secara umum sudah cukup baik

Pemberian fasilitasi terhadap partisipasi masyarakat

Pemberdayaan masyarakat dan desa

Partisipasi masyarakat meningkat

Kurangnya sosialisasi, pemahaman dan partisipasi masyarakat rendah

II Kemampuan Penyelenggaraan

Otonomi Daerah

Kesejahteraan masyarakat Pendidikan dan Kesehatan

Indeks Pembangunan Manusia

Kualitas SDM masih rendah dan tidak merata

Pelayanan Umum Pemerintahan Umum

Pelayanan masyarakat

Masih perlu banyak peningkatan

Daya saing daerah Pemerintahan Umum

Meningkatnya daya saing

Masih perlu banyak peningkatan

Dengan telah teridentifikasinya berbagai masalah di atas, kemudian

dilakukan focus group discussion dalam forum tim untuk mendapatkan

permasalahan paling prioritas dengan terlebih dulu menambahkan informasi

dari permasalahan yang mungkin muncul dari hasil identifikasi kebijakan

nasional/provinsi dan dinamika lingkungan eksternal lainnya. Hasilnya disusun

sesuai dengan Tabel 2.32 berikut.

Page 51: Bab II Rkpd Riau 2013

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2013

II - 51

Tabel 2.32 Identifikasi Permasalahan Pembangunan dari Kebijakan Nasional /Provinsi dan Lingkungan Eksternal lainnya

No.

Isu Penting dan Masalah Mendesak

Tingkat Nasional

Tingkat Provinsi

1. Prioritas Nasional 2 :

Pendidikan

Millenium Development Goals (MDGs)

a. Pendidikan :

1. Penuntasan Wajib Belajar 9 Tahun 2. Masih kurangnya sarana dan

prasarana SMA/SMK dalam rangka menuju Wajar 12 Tahun

3. Guru yang berpendidikan S1 baru mencapai 67,74%.

4. Masih banyak Ruang Kelas yang rusak.

Keterangan :

a. Penuntasan Wajar 9 Tahun, terutama difokuskan pada siswa miskin agar tidak terjadi siswa putus sekolah (Drop Out).

b. Dalam rangka menuju wajar 12 Tahun, masih diperlukan sarana dan prasarana SMA/SMK , guna memenuhi daya tamping siswa SMA/SMK.

c. Sesuia dengan PP No. 14 Tahun 2005, bahwa tenaga pendidik (guru) pada semua jenjang pendidikan wajib mempunyai kualitikasi S1/D4.

d. Kondisi ruang kelas di Provinsi Riau, Rusak Berat : SD/MI : 3.328 Unit SMP/MTS : 859 Unit SMA/MA/SMK : 700 Unit Rusak Ringan : SD/MI : 5.643 Unit SMP/MTs : 2.816 Unit SMA/MA/SMK : 4.866 Unit

Page 52: Bab II Rkpd Riau 2013

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2013

II - 52

Prioritas Nasional 3 :

Kesehatan

b. Kesehatan : a. Belum terlaksananya Universal

Coverage Pelayanan Jaminan Kesehatan.

b. Masih tingginya angka kematian ibu dan bayi, angka kesakitan akibat penyakit menular dan penyakit yang berpotensial wabah/KLB serta masalah gizi buruk dan gizi kurang.

c. Belum Optimalnya Upaya Pelayanan Kesehatan.

Keterangan :

a. Jaminan Kesehatan masyarakat merupakan kewajiban Pemerintah apalagi setelah disahkannya Badan Penyelengara Jaminan Sosial (BPJS) sehingga pada tahun 2014 diharapkan semua Penduduk di Provinsi Riau sudah mempunyai jaminan Kesehatan (Universal Coverage Tahun 2014). Kondisi saat ini, penduduk yang telah memiliki jaminan sebanyak 1.642.843 orang (30 %) dan yang belum memiliki jaminan kesehatan sebanyak 3.780.118 orang (70%).

b. Mempercepat pencapaian tujuan dan target MDGs bidang Kesehatan di Provinsi Riau, diantaranya target yang perlu perhatian seperti penurunan kematian ibu dan anak, perbaikan gizi dan beberapa program yang belum mencapai target (masih dibawah target Nasional) diantaranya penanggulangan HIV/AIDS, Tuberkulosis, Imunisasi, Malaria dan DBD.

c. Upaya pelayanan kesehatan dilihat dari pencapaian Umur Harapan Hidup di Provinsi Riau ( 72,2 Tahun), relatif tinggi dan di atas rata-rata angka Nasional tetapi dalam pencapaian Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) capaian Provinsi Riau masih sangat memprihatinkan bahkan yaitu di level paling bawah . Hal ini terkait dengan

Page 53: Bab II Rkpd Riau 2013

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2013

II - 53

sarana pelayanan kesehatan terutama peralatan dan bangunan (Infrastruktur) masih sangat kurang.

Prioritas Nasional 3 :

Kesehatan

c. Pemuda dan Olah Raga Belum optimalnya upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba dikalangan masyarakat

Keterangan :

Sosialisasi dan penyuluhan secara berkesinambungan dan terpadu perlu ditingkatkan kepada masyarakat, tentang bahaya narkoba

2. Prioritas Nasional 7 :

Iklim Investasi dan Iklim Usaha

Masterplan Percepatan dan Perluasan

Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)

Keterangan :

a. Industri Hilir Kelapa Sawit belum

berkembang, belum banyak

pengembangan industry turunan, Provinsi

Riau baru menjual minyak sawit mentah

(Crude Palm Oil)

3. Prioritas Nasional 4 :

Penanggulangan Kemiskinan

Revitalisasi Pertanian :

Masih banyaknya lahan perkebunan yang

harus diremajakan (Kebun Karet Rakyat,

Kebun Kelapa Rakyat, Intensifikasi dan

diversifikasi dalam rangka mengurangi

kemiskinan.

Keterangan :

a. Kebun karet rakyat yang perlu

diremajakan lebih kurang 15 ribu Ha.

b. Kebun kelapa rakyat karet yang perlu

diremajakan lebih kurang 14 ribu Ha.

c. Diversifikasi tanaman kakao pada kebun

kelapa

d. Peningkatan produk pada perkebunan

rakyat.

Page 54: Bab II Rkpd Riau 2013

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2013

II - 54

e. Percepatan penyelesaian Operasi Pangan

Riau Makmur (OPRM)

4. Prioritas Nasional 9 :

Infrastruktur

Infrastruktur, Energi dan Lingkungan

Hidup

Keterangan :

a. Tingginya tingkat kerusakan jalan di

Provinsi Riau menyebabkan

meningkatnya biaya transportasi serta

mengurangi tingkat keselamatan,

keamanan dan kenyamanan bagi

pengguna jalan.

b. Tingginya volume lalu lintas kendaraan

bermuatan yang melebihi kapasitas

(Overloading) menyebabkan kerusakan

jalan lebih awal

c. Tingginya pergerakan arus barang dan

orang menuju salah satu outlet utama

Provinsi Riau yaitu Pelabuhan Dumai,

sehingga sudah membutuhkan jalan yang

memiliki aksesibilitas tinggi, karena jalan

yang ada semakin dirasakan tidak mampu

mendukung sepenuhnya pergerakan arus

barang yang semakin tinggi. Untuk itu

pembangunan jalan Tol Pekanbaru –

Dumai dirasakan sudah semakin

mendesak untuk diimplementasikan.

d. Konstruksi jalan yang ada di Provinsi Riau

direncanakan dengan kapasitas 8 ton

sehingga tidak dapat melayani

operasional angkutan industry yang

membutuhkan kapasitas yang lebih tinggi

(MTS>10ton)

e. Sering terjadi longsor pada ruas jalan

yang dibangun di daerah perbukitan

f. Masih rendah dan terbatasnya sarana dan

prasarana air baku di wilayah Provinsi

Riau terutama pada daerah rawan air,

pesisir dan masyarakat berpanghasilan

rendah

g. Provinsi Riau masih mengalami defisit

Page 55: Bab II Rkpd Riau 2013

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2013

II - 55

pangan ± 48% dan di butuhkan

intensifikasi dan ekstensifikasi lahan

sawah dan sarana irigasi yang memadai

guna mengatasi deficit pangan melalui

Program Operasi Pangan Riau Makmur

(OPRM)

h. Tingginya abrasi pantai disepanjang

pesisir dan intensitas banjir di Provinsi

Riau yang dapat mengancam berbagai

sarana prasarana serta pemukiman

masyarakat disamping kerusakan

lingkungan lainnya

i. Sebagian besar wilayah Riau merupakan

wilayah rawan air dengan kondisi air baku

berupa air gambut serta tingkat pelayanan

yang masih rendah sehingga pengelola air

minum memerlukan pembiayaan yang

cukup besar apalagi dalam rangka

mencapai target MDG's.

j. Masih terbatasnya kemampuan daerah

dalam merencanakan program bidang

Pengembangan Permukiman

k. Masih kurangnya capaian Ruang Terbuka

Hijau (RTH) sesuai dengan undang-

undang yang mensyaratkan 30% dari luas

kota akibat kurangnya komitmen serta

pembiayaan oleh kabupaten/kota

l. Masih kurangnya sarana dan prasarana

serta fasilitas keselamatan Lalulintas

Angkutan Jalan (LLAJ)

m. Masih kurangnya sarana dan prasarana

jembatan timbang sehingga fungsi

jembatan timbang belum optimal

Pariwisata

Masih kurangnya kuantitas dan kualitas jaringan prasarana dan sarana pendukung infrastruktur, dalam hal ini terutama jalan menuju daerah-daerah tujuan wisata

Keterangan :

a. Belum terpadunya pembangunan pariwisata dengan pembangunan pendukungnya lainnya.

Page 56: Bab II Rkpd Riau 2013

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2013

II - 56

b. Masih rendahnya peran swasta dalam menunjang pembangunan pariwisata

5. Prioritas Nasional 9 :

Daerah Tertinggal, Terdepan,

Terluar dan Pasca Konflik

Pembangunan daerah dan kawasan

Perbatasan.

Keterangan :

a. Belum optimalnya pembangunan dan

pengembangan wilayah perbatasan antar

Negara di Provinsi Riau

b. Wilayah perbatasan antar negara di

Provinsi Riau berada di Selat Malaka yang

merupakan jalur perairan internasional

yang sibuk, yang dapat mengancam

pertahanan dan keamanan Negara,

denganlokasi: Kab. RokanHilir, Bengkalis,

Meranti, Indragiri Hilirdan Kota Dumai;

c. Orientasi masyarakat di kawasan

perbatasan cenderung keluar negeri

(Malaysia) karena akses informasi dan

infrastruktur lebih mendukung dan

memudahkan.

d. Infrastruktur dasar (jalan/jembatan, air

bersih, listrik, dan telekomunikasi) masih

terbatas.

e. Memiliki potensi sumberdaya alam yang

dapat dikembangkan atau dioptimalkan,

terutama pada sektor perikanan,

pertanian, perkebunan dan periwisata.

f. Kemampuan aparat keamanan untuk

mengawasi wilayah perbatasan sangat

terbatas karena keterbatasan sarana dan

prasarana pendukunng yang

menyebabkan terjadinya kasus-kasus

illegal fishing, perdagangan Manusia,

penyeludupan

g. Tingkat kesejahteraan masyarakat

wilayah perbatasan relatif rendah dan

sangat tergantung kehidupan pada

sumber daya laut.

Page 57: Bab II Rkpd Riau 2013

Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2013

II - 57

6. Prioritas Lainnya :

Bidang Kesejahteraan Rakyat

Islamic Solidarity Games 2013 (ISG)

Terbatasnya SDM dan anggaran daerah untuk penyelenggaraan ISG Tahun 2013 di Provinsi Riau

Keterangan :

a. Penyelenggaraan ISG Tahun 2013 perlu

dukungan pembiayaan yang syah baik

Pemerintah Pusat, Pemda maupun

swasta, guna suksesnya penyelenggaraan

event ISG.